PENETAPAN KADAR AIR METODE PENGERINGAN A

PENETAPAN KADAR AIR (METODE PENGERINGAN ATAU
METODE OVEN) DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
MINYAK KELAPA SAWIT MENTAH (CRUDE PALM OIL)

TUGAS AKHIR

OLEH:
PAUL YOB ASA K. HUTAPEA
NIM 112410012

PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR AIR (METODE PENGERINGAN ATAU
METODE OVEN) DAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

MINYAK KELAPA SAWIT MENTAH (CRUDE PALM OIL)
TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:
PAUL YOB ASA K. HUTAPEA
NIM 112410012

Medan, April 2014
Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing,

Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.
NIP 195108161980031002

Disahkan Oleh:
Dekan,


Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
NIP 195311281983031002

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat, karunia, dan berkatNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Penetapan Kadar Air (Metode
Pengeringan Atau Metode Oven) dan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Kelapa
Sawit Mentah (Crude Palm Oil) “. Tugas Akhir ini diajukan sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar ahlimadya analis farmasi dan makanan pada
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Salah satu parameter mutu minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm
Oil (CPO) adalah kadar air dan asam lemak bebas. Tujuan penelitian ini adalah

untuk menentukan kadar air dan asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak
kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dengan metode dan prosedur
kerja berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01-2901-2006. Setelah
dilakukan penelitian, minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO)
memenuhi syarat mutu kadar air dan asam lemak bebas.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak
Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., yang telah membimbing dengan penuh kesabaran,
tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan tugas akhir ini berlangsung.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah
memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua,
Kakak dan Abang terkasih, orang-orang terdekat dengan penulis dan teman-teman
yang selalu setia mendukung dan memberikan doa yang tulus, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan apabila ada kesalahan
dalam penulisan, penulis mohon maaf.

Medan, April 2014
Penulis,

Paul Yob Asa K. Hutapea
NIM 112410012


ABSTRAK

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari tanaman kelapa sawit ( Elaeis
guinneesis Jacq.) dengan proses ekstraksi dari kulit kelapa sawit yang dinamakan
crude palm oil dan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit

(palm kernel oil).
Penetapan kadar air minyak kelapa sawit mentah dilakukan dengan metode
pengeringan atau metode oven selama 3 jam pada suhu 130

. Sedangkan

penetapan kadar asam lemak bebas CPO dilakukan dengan metode titrimetri
dengan menggunakan NaOH sebagai pentiter dan indikator fenolftalein.
Minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) memiliki
kandungan air dengan kadar sebesar 0,01033% (untuk sampel I) dan 0,01133%
(untuk sampel II), dan memiliki kadar asam lemak bebas (sebagai asam palmitat)
sebesar 3,9510%. Hasil ini belum melewati batas yang diperbolehkan SNI 012901-2006 dengan kadar air tidak boleh melebihi 0,5 % dan kadar asam lemak
bebas (sebagai asam palmitat) tidak lebih dari 0,5%.


Kata kunci: crude palm oil, kadar air, metode pengeringan, metode oven,
titrimetri, asam lemak bebas

ABSTRACT
Palm oil can be produced from palm tree ( Elaeis guinneesis Jacq.) by
using extraction process of the mesocarp of palm called crude palm oil and from
kernel of palm called kernel palm oil.
Determination of the moisture content of crude palm oil was conducted
using the drying or oven method for three hours at temperature of 130

.

While the determination of free fatty acid levels CPO conducted by titrimetric
method using NaOH as pentiter and phenolphthalein indicator.
Crude palm oil contains moisture with a concentration of 0,01033% (for
sample I) and 0,01133% (for sample II), and had higher levels of free fatty acid
(as palmitic acid) by 3,9510%. These results have not passed the SNI 01-29012006 exposure limit water content should not exceed 0,5% and free fatty acid (as
palmitic acid) levels not more than 0,5%.

Key words: crude palm oil, moisture content, drying method, oven method,

titrimetric, free fatty acid

DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL………………………………………………………………………..

i

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………..

ii

KATAPENGANTAR………………………………………………………...

iii

ABSTRAK……………………………………………………………………

v


ABSTRACT…………………………………………………………………..

vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………

vii

DAFTAR TABEL……………………………………………………………

ix

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………...

x

BAB I

PENDAHULUAN............................................................................


1

1.1

Latar Belakang……………………………………………………….

1

1.2

Tujuan Penelitian……………………………………………….......... 3

1.3

Manfaat Penelitian………………………………………………. ......

3

TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….......


4

Kelapa Sawit…………………………………………………………

4

2.1.1 Klasifikasi Kelapa Sawit……………………………................

4

2.1.2 Morfologi……………………………………………................

4

2.1.2.1 Bagian Vegetatif………………………………………..

5

2.1.2.2 Bagian Generatif………………………………………..


7

2.1.3 Varietas………………………………………………………...

9

2.2

Minyak dan Lemak…………………………………………………..

12

2.3

Minyak Kelapa Sawit………………………………………………..

15

2.3.1 Kandungan dan Manfaat Minyak Kelapa Sawit…………... ….


17

Parameter Pengujian Minyak Kelapa Sawit……………………........

18

2.4.1 Asam Lemak Bebas………………………………………........

19

2.4.2 Kadar Air………………………………………………………

21

2.4.2.1 Penetapan Kadar Air………………………………........

22

BAB III METODE PENGUJIAN…………………………..........................

27

BAB II
2.1

2.4

3.1

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas Crude Palm Oil (CPO)
SNI 01-2901-2006…………………………….................................... 27
3.1.1 Alat………………………………..............................................

27

3.1.2 Bahan………………................................................................... 27
3.1.3 Prosedur…………………........................................................... 30
3.1.4 Perhitungan…………….............................................................. 30
3.2

Penentuan Kadar Air Crude Palm Oil (CPO) (Metode Oven)............

31

3.2.1 Alat………………......................................................................

31

3.2.2 Cara Kerja……............................................................................ 31
3.2.3 Perhitungan………...................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…....................................................
4.1

33

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dan Kadar Air
Minyak Kelapa Sawit Mentah atau Crude Palm Oil (CPO)…………. 33

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………

37

5.1

Kesimpulan…………………………………………………………... 37

5.2

Saran…………………………………………………………………. 37

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung
dan Daging Buah………………………………………………...

9

Tabel 2. Parameter Syarat Mutu Crude Palm Oil (CPO)
Berdasarkan SNI 01-2901-2006…………………………………

18

Tabel 3. Standarisasi NaOH dengan Kalium Hidrogenftlat……………...

28

Tabel 4. Data Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas
Crude Palm Oil (CPO)……..........................................................

33

Tabel 5. Data Penentuan Kadar Air Crude Palm Oil (CPO)……..............

33

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Gambar 1. Pembentukan trigliserida dari reaksi gliserol
dan asam lemak………………………………………………... 13
Gambar 2. Asam palmitat (C16:0) atau asam heksadekanoat……………... 15
Gambar 3. Asam oleat (C18:1) atau asam 9-oktadekanoat………………... 16
Lampiran Data Perhitungan Kadar………………………………….............

xi

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guinneesis Jacq.) merupakan tumbuhan tropis yang

tergolong dalam family palmae dan berasal dari Afrika Barat. Meskipun
demikian, dapat tumbuh di luar daerah asalnya, termasuk di Indonesia. Kelapa
sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi karena
merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Bagi Indonesia, kelapa
sawit memiliki arti penting karena mampu menciptakan kesempatan kerja bagi
masyarakat dan sebagai sumber perolehan devisa negara. Sampai saat ini
Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (CPO) dunia selain
Malaysia dan Nigeria (Fauzi, dkk., 2012), dengan luas areal penanaman kelapa
sawit mencapai 7,125 juta Ha (Ditjenbun 2009).
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang
dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping
ialah bungkil inti kelapa sawit (palm kernel meal atau pellet) (Ketaren, 1986).
Tingginya angka produksi CPO Indonesia tidak diimbangi nilai ekspor
yang hanya 15,5 - 16 juta ton per tahun lebih dibanding Malaysia yang mencapai
17 juta ton (Qomariyah, 2009). Hal ini disebabkan mutu CPO di Indonesia lebih
rendah dibanding Malaysia. Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat
ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat
induk pohonnya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama proses dan
pengangkutan (Deperindag, 2007).

Minyak kelapa sawit (oil palm) berkaitan dengan nama asam lemak yang
dikandungnya, yakni asam lemak jenuh palmitat (C:16), sedangkan minyak inti
sawit atau Palm Kernel Oil (PKO) kaya akan asam laurat (C:12) seperti minyak
kelapa. Minyak inti sawit berperan penting dalam perdagangan dunia. Berbagai
industri, baik pangan maupun non pangan banyak menggunakannya sebagai
bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak inti sawit tersebut, maka
mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai
komoditasnya.
Tingginya produksi dan konsumsi minyak kelapa sawit di sektor pangan
maupun non pangan baik tingkat nasional maupun internasional menuntut
produsen mampu menghasilkan produk minyak kelapa sawit yang unggul dan
kompetitif (Pahan, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, asam
lemak bebas, bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor-faktor lain adalah
titik cair, kandungan gliserida padat, refining loss, plasticity dan spreadability,
sifat transparan, kandungan logam berat dan bilangan penyabunan. Semua factor
ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit dan minyak inti
kelapa sawit (Ketaren, 1986).

1.2

Tujuan Penelitian
Adapaun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar air dan
kadar asam lemak bebas minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil

(CPO) apakah memenuhi persyaratan mutu yang terdapat dalam SNI 012901-2006.

1.3

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah agar dapat mengetahui kadar air
dan asam lemak bebas minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil
(CPO) berdasarkan persyaratan mutu SNI 01-2901-2006, sehingga minyak
kelapa sawit mentah dapat dikonsumsi setelah diolah dan bersaing di pasar
nasional maupun internasional.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Kelapa Sawit

2.1.1 Klasifikasi Kelapa Sawit
Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Monocotyledonae

Ordo

: Palmales

Famili

: Palmaceae

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guinneesis
Elaeis odora
Elaesis melanococca (Agus dan Widodoro, 2013).

2.1.2 Morfologi
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian
vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif meliputi akar, batang, dan daun,
sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari
bunga dan buah.
2.1.2.1 Bagian Vegetatif
A. Akar
Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara
dalam tanah dan respirasi tanaman. Selain itu, sebagai penyangga
berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada
ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25
tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan
berwarna putih atau kekuningan.

Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat
karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer,
sekunder, tertier, dan kuartener. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam
tanah sampai batas permukaan air permukaan tanah. Akar sekunder,
tertier, dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan
akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau ke tempat yang banyak
mengandung zat hara. Di samping itu, tumbuh pula akar nafas yang
muncul di atas permukaan atau di dalam air tanah. Penyebaran akar
terkonsentrasi pada tanah lapisan atas. Dengan perakaran kuat tersebut,
jarang ditemukan pohon kelapa sawit yang tumbang (Fauzi, 2012).
B. Batang
Karena kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, maka batangnya
tidak mempunyai kambium dan pada umumnya tidak bercabang. Batang
berbentuk silinder dengan diameter antara 20 - 75 cm atau tergatung pada
keadaan lingkungan. Selama beberapa tahun, minimal 12 tahun, batang
tertutup rapat oleh pelepah daun. Tinggi batang bertambah kira-kira 45
cm/tahun, tetapi dalam kondisi lingkungan yang sesuai dapat mencapai
100 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di
perkebunan adalah 15 - 18 m, sedangkan di alam mencapai 30 m. Karena
tanaman yang terlalu tinggi akan menyulitkan pemetikan buahnya, maka
perkebunan kelapa sawit menghendaki tanaman yang pertambahan tinggi
batangnya kecil. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta
menyimpan dan mengangkut bahan makanan. Dari segi ekonomis, batang

kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi, pulp (bahan
baku kertas), bahan kimia, atau sumber energi (Satyawibawa, 1992).
Pertumbuhan batang tergantung pada jenis tanaman, kesuburan lahan,
dan iklim setempat. Batang diselimuti oleh pangkal pelepah daun tua,
namun itu hanya sampai tanaman berusia 11 - 15 tahun. Semakin tua
tanaman, bekas pelepah daun mulai rontok, kerontokan dimulai dari
bagian tengah batang yang kemudian meluas ke atas dan ke bawah (Fauzi,
dkk., 2012).
C. Daun
Daun kelapa sawit mirip kelapa, yaitu membentuk susunan daun
majemuk, bersirip genap, dan bertulang daun sejajar. Daun-daun
membentuk satu pelepah yang panjangnya mencapai lebih dari 7,5 - 9 m.
Jumlah anak daun di setiap pelepah berkisar 250 - 400 helai. Daun muda
yang masih kuncup berwarna kuning pucat. Pada tanah yang subur, daun
cepat membuka sehingga efektif melakukan fungsinya sebagai tempat
berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama
proses fotosintesis berlangsung maka semakin banyak bahan makanan
yang dibentuk sehingga produksi akan cenderung meningkat. Produksi
daun tergantung iklim setempat. Di Sumatera Utara misalnya, produksi
daun mencapai 20 - 24 helai/tahun. Umur daun mulai terbentuk sampai tua
sekitar 6 - 7 tahun. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna hijau
tua (Fauzi, 2012).

2.1.2.2 Bagian Generatif
a. Bunga
Kelapa sawit sudah mulai berbunga pada umur sekitar 2 tahun.
Tanaman ini merupakan tanaman berumah satu, artinya pada satu tanaman
terdapat bunga jantan dan bunga betina yang masing-masing terangkai
dalam suatu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian
bunga betina. Setiap rangkaian bunga akan muncul dari pangkal pelepah
daun. Sebelum bunga mekar (masih diselubungi seludang), dapat
dibedakan antara bunga jantan dan bunga bunga betina, yaitu dengan cara
melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang, ujung
kelopak bunga agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil
dibandingkan dengan bunga betina. Sedangkan pada bunga betina
bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak bunga agak rata dan garis
tengah bunga lebih besar. Hal ini penting diketahui, terutama bila akan
melakukan penyerbukan buatan (assisted pollination) (Fauzi, 2012).
b. Buah
Warna buah kelapa sawit tergantung pada varietas dan umurnya. Buah
yang masih muda berwarna hijau pucat kemudian berubah menjadi hijau
hitam. Semakin tua warna buah menjadi kuning muda dan pada waktu
sudah masak berwarna merah kuning (jingga). Mulai dari penyerbukan
sampai buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5 - 6 bulan. Cuaca
kering yang terlalu panjang dapat memperlambat pematangan buah
(Satyawibawa, 1992).

Buah bergerombol dalam tandan yang muncul dari tiap pelepah.
Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak bertambah sesuai
kematangan buah. Namun, setelah melewati fase matang, kandungan asam
lemak bebas (ALB) akan meningkat dan buah rontok dengan sendirinya
(Agus Andoko, 2013).
Secara anatomi, bagian-bagian buah kelapa sawit dari luar ke dalam
adalah sebagai berikut.
I.

Perikarpium, terdiri dari:
a) Epikarpium yaitu kulit buah yang keras dan licin
b) Mesokarpium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung
minyak dengan rendeman paling tinggi (tinggi rendahnya
kandungan minyak sawit ini tergantung pada umur dan varietas
tanaman kelapa sawit)

II. Biji, mempunyai bagian:
a) Endokarpium (kulit biji = tempurung), berwarna hitam dan keras
b) Endosperm (kernel = daging biji),berwarna putih dan dari bagian
ini akan dihasilkan minyak inti sawit setelah melalui ekstraksi.
Endosperm yang merupakan jaringan cadangan makanan dengan
kandungan karbohidrat, lemak, dan protein berfungsi untuk
menyuplai kebutuhan nutrisi dalam pertumbuhan embrio dan
kecambah muda

c) Lembaga/embryo, merupakan bakal tanaman baru yang ketika
berkecambah akan menghasilkan tunas (plumula) dan bakal akar
(radikula) (Satyawibawa, 1992 ; Agus Andoko, 2013).
2.1.3 Varietas
Berikut ini beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani
dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
1. Varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa varietas kelapa
sawit di antaranya Dura, Pisifera, Tenera, Macro carya, dan Dwikka-wakka, yang
dapat di lihat dari Tabel di bawah ini.
Tabel 1. Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan
Daging Buah
Varietas
Dura

Deskripsi
 Tempurung tebal (2 - 8 mm)

 Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung
 Daging relatif tipis, yaitu 35 - 50% terhadap buah

 Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah
 Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina
Psifera

 Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada
 Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura
 Daging biji sangat tipis

 Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis

lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
Tenera

 Hasil dari persilangan Dura dengan Psifera
 Tempurung tipis (0,5 – 4 mm)

 Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung
 Daging buah sangat tebal (60 - 96% dari buah)

 Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih
kecil
Macro caya

 Tempurung tebal sekitar 5 mm

 Daging buah sangat tipis

Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan
jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak yang
paling tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu mencapai 22 - 24%, sedangkan
pada varietas Dura hanya 16 - 18% (Fauzi, 2012).
2. Varietas berdasarkan warna kulit buah
Ada 3 varietas kelapa sawit yang terkenal berdasarkan warna kulitnya.
Varietas-varietas tersebut adalah:
a. Nigrescens
Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi
jingga
kehitam-hitaman
perkebunan.

pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di

b. Virescens
Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah
berubah menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap kehijauan. Varietas ini
jarang dijumpai di lapangan.
c. Albescens
Pada waktu muda buah berwarna keputih-putihan, sedangkan setelah masak
menjadi kekuning-kuningan dan ujungnya berwarna ungu kehitaman. Varietas ini
juga jarang dijumpai (Satyawibawa, 1992).
3. Varietas unggul
Varietas unggul kelapa sawit dihasilkan melalui prinsip reproduksi sebenarnya
dari hibrida terbaik dengan melakukan persilangan antara tetua-tetua yang
diketahui mempunyai daya gabung berdasarkan hasil pengujian progeni dengan
mengikuti prosedur seleksi Resciprocal Recurrent Selection (RSS). Tetua yang
digunakan dalam proses persilangan adalah Dura dan Psifera. Varietas Dura
sebagai induk betina dan Psifera sebagai induk jantan. Hasil persilangan tersebut
telah terbukti memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan
dengan varietas lain.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) di Indonesia yang menghasilkan
varietas unggul kelapa sawit adalah Pusat Penelitian Marihat, Balai Pengujian
Perkebunan Medan, dan PT. Socfin Indonesia (seluruhnya berada di Sumatera
Utara). Beberapa varietas unggul yang dihasilkan oleh PPKS dan telah diresmikan
oleh Menteri Pertanian melalui beberapa Surat Keputusan (SK) adalah sebagai
berikut.

 D x P Sungai Pancur 1, SK No. 384/Kpts/TP. 20/8/1984

 D x P Sungai Pancuran 2, SK No. 585/Kpts/TP. 240/8/1984

 D x P Dolok Sinumbah, SK No. 312/Kpts/TP. 240/1985

 D x P Bah Jambi, SK No. 313/Kpts/TP. 240/41985

 D x P Marihat, SK No. 314/Kpts/TP. 240/41985

 Dx P Avros, SK No. 315/Kpts/TP. 240/41985

 D x P La Me, SK No. 316/Kpts/TP. 240/41985

 D x P Yangabi, SK No. 317/ Kpts/TP. 240/41985 (Fauzi, 2012).

2.2

Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak merupakan bagian dari lipid yang berbeda satu dengan

yang lainnya dalam apakah berada dalam bentuk cairan (minyak) atau padatan
(lemak) dalam suhu kamar. Sifat fisika ini terutama tergantung pada asam lemak
yang terkandung di dalamnya. Kebanyakan lemak hewani adalah padat, sementara
minyak nabati adalah cair, meskipun demikian ada minyak nabati yang bersifat
padat yang dikenal dengan nama butter (mentega) (Rohman, 2013).
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk
golongan lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk
minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter,
benzene, kloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air. Lemak
dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida (lebih dari 80 – 85% lipid)
merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul

asam lemak (Sudarmadji, 1989;Rohman, 2013). Menurut (Gaman dan
Sherrington, 1992), berikut ini adalah persamaan umum pembentukan trigliserida:
O
H2COH

HOCR
O

HCOH

+

HOCR
O

H2COH

HOCR

Gliserol

3 molekul asam lemak

O
H2COCR1
O
HCOCR2

+

3H2O

O
H2COCR3
trigliserida

Air

Gambar 1. Pembentukan trigliserida dari reaksi gliserol dan asam lemak
Sumber-sumber lemak dan minyak dapat dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu: tumbuh-tumbuhan yang meliputi biji-bijian dari tanaman tahunan seperti:
kedelai, biji kapas, kacang tanah, rape seed, bunga matahari, pohon-pohon yang
menghasilkan minyak seperti pohon palem sebagai penghasil minyak kelapa dan
zaitun (olive) sedangkan sumber-sumber hewani seperti babi, sapi, domba, ikan
paus, sardine herring. Istilah lemak (fat) bisanya digunakan untuk campuran
trigliserida yang berbentuk padat pada suhu ruangan, sedangkan minyak ( oil)
berarti campuran trigliserida cair pada suhu ruangan. (Buckle dkk, 1987).
Trigliserida alami adalah triester dari asam lemak berantai panjang dan
gliserol merupakan penyusun utama lemak hewan dan nabati. Kebanyakan
trigliserida alami adalah trigliserda campuran, yaitu triester dengan komponen
asam lemak berbeda. Lemak hewan dan minyak nabati adalah campuran beberapa
trigliserida (Tambun, 2006). Asam lemak merupakan senyawa yang termasuk ke

dalam karboksilat yang mempunyai gugus karboksil dan rantai panjang (R) yang
terdiri atas atom-atom karbon (Estiasih, 2009). Menurut (Tambun, 2006),
berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon maka asam
lemak dapat dibedakan atas :
1. Asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid)
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak dimana dua atom hidrogen
terikat pada satu atom karbon. Dikatakan jenuh karena atom telah
mengikat hidrogen secara maksimal. Menurut (Estiasih, 2009), asam
lemak jenuh terbagi atas asam lemak rantai pendek ( short chain fatty
acid-SCFA) contohnya asam asetat (C:2), asam butirat (C:4), asam

kaproat (C:6), asam lemak jenuh rantai medium (medium chain fatty
acid-MCFA) contohnya asam kaprilat (C:8), asam laurat (C12) dan

asam lemak jenuh rantai panjang (long chain fatty acid -LCFA)
contohnya asam miristat (C:14), asam palmitat (C:16), asam stearat
(C:18), asam arakidinat (C:20).
2. Asam lemak tidak jenuh (Unsaturated Fatty Acid)
Asam lemak tidak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan
rangkap. Jenis asam lemak yang banyak terdapat di alam adalah asam
lemak beratom C:18 yaitu asam oleat, asam linoleat, dan asam
linolenat (Estiasih, 2011).
Pada teknologi makanan, lemak dan minyak memegang peranan penting,
karena minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekitar 200ºC) maka
dapat dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng

akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering
(Sudarmadji, 1989).

2.3

Minyak Kelapa Sawit
Minyak kelapa sawit mentah adalah atau crude palm oil adalah minyak

nabati berwarna jingga kemerah-merahan yang diperoleh dari proses pengempaan
(ekstraksi) daging buah tanaman Elaeis guinneesis (SNI 01-2901-2006).
Komponen utama CPO adalah trigliserida dengan kandungan sampai 93%.
Kandungan gliserida yang lain dalam CPO adalah digliserida 4,5% dan
monogliserida 0,9%. Selain itu, CPO juga mengandung pengotor seperti: asam
lemak bebas, dan gum dimana di dalamnya terdapat phospolipid dan glikolipid.
Komponen asam lemak bebas utama penyusun CPO adalah palmitat (40 – 45%)
dan oleat (39 – 45%) (Herman, S., dan Khairat, 2004).

Gambar 2. Asam palmitat (C16:0) atau asam heksadekanoat

Gambar 3. Asam oleat (C18:1) atau asam 9-oktadekanoat

Minyak kelapa sawit diperoleh dari mesocarp buah kelapa sawit mulai
ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang warna kuning sampai
merah dan berbentuk semisolid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan
asam lemak jenuh yang tinggi. Dengan adanya air dan serat halus tersebut
menyebabkan minyak kelapa sawit mentah tidak dapat langsung digunakan
sebagai bahan pangan maupun non pangan (Basyar, 1999).
Minyak sawit dihasilkan dari proses ekstraksi bagian kulit atau sabut buah
tersebut disebut minyak mentah atau dikenal dengan Crude Palm Oil (CPO) dan
dari bagian biji buah disebut Palm Kernel Oil (PKO). Kedua jenis minyak mentah
tersebut masih mengandung bahan ikutan seperti asam lemak bebas, pospat ,
pigmen, bau, air dan sebagainya. Biasanya proses ekstraksi minyak kelapa sawit
ini dilanjutkan dengan proses bleching (pemutihan) dan deodorizing (penghilang
bau) agar minyak tersebut menjadi jernih, bening dan tak berbau atau biasa
disebut refined, bleached and deodorized (RBD) stearin dan olein (Amang, 1996).
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan biasanya dihasilkan
dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi,
dan hidrogenasi. Dewasa ini, produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi
sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein itulah
yang digunakan untuk memenuhi minyak goreng domestik sebagai pelengkap
minyak goreng dari minyak kelapa. Sebagai bahan baku untuk minyak makan,
minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarin,
butter, vanaspati, shortening, untuk pembuatan kue-kue dan lain sebagainya
(Fauzi, 1997).

2.3.1 Kandungan dan Manfaat Minyak Kelapa Sawit
Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh
yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali, sehingga mudah
dibentuk menjadi produk untuk berbagai keperluan, seperti untuk pelumas mesin
dalam berbagai proses industri. Dengan kandungan kadar karotein yang tinggi,
minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding dengan
bahan baku lainnya. Minyak sawit paling banyak digunakan sebagai bahan baku
industri pangan yang meliputi sekitar 12 macam bahan dari kelapa sawit, seperti
karotein, tokoferol, asam lemak, olein, mentega, sabun, dan sebagainya (Amang,
1996).
Manfaat minyak sawit di antaranya sebagai bahan baku untuk industry
bahan pangan dan industry non pangan (Fauzi,2002). Minyak sawit dapat
dimanfaatkan di berbagai industry karena memiliki susunan dan kandungan gizi
yang cukup lengkap. Industri yang banyak menggunakan minyak sawit sebagai
bahan baku adalah industry pangan serta industry non pangan seperti kosmetik
dan obat-obatan, bahkan minyak sawit telah dikembangkan sebagai salah satu
bahan bakar (Nurhidayah, 2007).

2.4

Parameter Pengujian Minyak Kelapa Sawit
Adapun parameter persyaratan mutu crude palm oil dapat dilihat dari

Tabel 2 dan 3 di bawah ini.

Tabel 2. Parameter Syarat Mutu Crude Palm Oil (CPO) Berdasarkan
SNI 01-2901-2006
No

Jenis uji

1

Warna

Satuan

Persyaratan
-

Jinga kemerahmerahan

2

Kadar air dan kotoran

%, fraksi massa

0,5 Maks

3

Kadar asam lemak bebas (sebagai

%, fraksi massa

0,5 Maks

% g yodium/100 g

50 – 55

asam palmitat)
4

Bilangan yodium

Asam lemak jarang terdapat bebas dalam alam, akan tetapi banyak
terdapat dalam bentuk ikatan ester atau amida dalam berbagai lipida.
Karakteristik

Asam lemak merupakan asam organic yang terdiri atas rantai hidrokarbon lurus
yang pada satu ujung mempunyai gugus karboksil (COOH) dan pada ujung lain
gugus metil (CH3). Asam lemak alami biasanya mempunyai rantai dengan jumlah
atom karbon genap, yang berkisar antara empat hingga dua puluh dua karbon.
Panjang Rantai

Asam lemak dapat dibedakan menurut jumlah karbon yang dikandungnya yaitu
asam lemak rantai pendek (6 atom karbon atau kurang), rantai sedang (8 hingga
12 karbon), rantai panjang (14 hingga 18 karbon) dan rantai sangat panjang (20
atom karbon atau lebih). Semua lemak bahan makanan hewani dan sebagian besar
minyak nabati mengandung asam lemak rantai panjang; asam lemak rantai sangat

panjang terdapat dalam minyak ikan. Titik cair asam lemak meningkat dengan
bertambahnya panjang rantai karbon (Almatsier,2004).
Kebanyakan minyak dan lemak tersusun atas asam lemak dengan panjang
rantainya lebih dari 12 atom karbon. Karena kebanyakan lipid tersusun dari asam
lemak penyusun trigliserida (kurang lebih 95%), maka analisis lipid biasanya
dilakukan dengan melihat sifat fisika-kimia sebagai hasil dari berbagai asam
lemak yang teresterkan dengan gliserol (gliserida) (Rohman, 2013).
Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak
atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam lemak bebas dan
gliserol. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim
selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan
kadar lebih besar dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan rasa yang tidak
diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh (Ketaren, 1996).
Asam lemak bebas diperoleh dari proses hidrolisa, yaitu penguraian lemak
atau trigliserida oleh molekul air yang menghasilkan asam-asam lemak bebas dan
gliserol. Kerusakan lemak dan minyak yang utama adalah karena peristiwa
oksidasi dan hidrolitik, baik enzimatis maupun non enzimatis (Sudarmadji, 1989).
Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi
biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi sampai 15%,
belum menghasilkan rasa yang tidak disenangi. Asam lemak bebas, walaupun
berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat. Hal ini berlaku pada
lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap, dengan jumlah atom
C lebih besar dari 14. Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah

atom karbon C4, C6, C8, dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak
dalam bahan pangan berlemak (Ketaren, 1986).
Menurut (Sudarmadji, 1989), untuk menghitung kadar asam lemak bebas
dalam minyak atau lemak dapat dipergunakan rumus:

Kadar asam lemak bebas (%FFA) =

=

Keterangan:

ml KOH

= volume KOH yang digunakan untuk titrasi

N KOH

= normalitas KOH

BM

= bobot molekul asam lemak

2.4.2 Kadar Air
Kadar air adalah jumlah (dalam %) bahan yang menguap pada pemanasan
dengan suhu dan waktu tertentu. Jika dalam minyak terdapat air maka akan
mengakibatkan reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kerusakan minyak,
yang menyebabkan rasa dan bau tengik pada minyak (Edahwati, 2011).
Kandungan air dalam minyak mampu mempercepat kerusakan minyak.
Air yang ada dalam minyak dapat juga dijadikan sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menghidrolisis minyak (Ketaren, 1996).

2.4.2.1 Penetapan Kadar Air
Penentuan kadar air dalam bahan makanan dapat ditentukan dengan
berbagai cara antara lain, metode pengeringan, metode destilasi dan metode
kimiawi (Sudarmadji, dkk., 1989).
 Metode Pengeringan
Prinsip penentuan kadar air dengan metode pengeringan adalah menguapkan
air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan
sampai berat konstan yang berarti semua air sudah diuapkan (Sudarmadji, dkk.,
1989).
Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan
bahan dalam oven pada suhu 105 - 110°C selama 3 jam atau sampai didapat berat
yang konstan (bobot tetap). Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah
banyaknya air yang diuapkan (Winarno, 1992).
Pengeringan sampai bobot tetap berarti pengeringan harus dilanjutkan
hingga pada perbedaan dua kali penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,50
mg untuk tiap gram zat yang digunakan, penimbangan kedua dilakukan setelah
dipanaskan lagi selama satu jam (Ditjen POM, 1995).
Cara ini relatif mudah dan murah. Kelemahan cara ini adalah bahan lain
disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya
alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. Selain itu, dapat terjadi reaksi
selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain serta
bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan (Sudarmadji, dkk., 1989).

 Metode Pengeringan Vakum
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang
menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka
dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum (Sudarmadji,
dkk., 1989).
Pengeringan pada kondisi vakum dilakukan pada suhu yang lebih rendah
dibandingkan pengeringan atmosferik. Saat kondisi vakum, air menguap pada
suhu yang lebih rendah. Air menguap tersebut ditampung dalam suatu bagian alat
pengering vakum (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Keuntungan penggunaan suhu yang lebih rendah adalah kerusakan akibat
panas dapat diminimalisir. Selain itu, proses oksidasi terhadap bahan selama
pengeringan juga dapat dihindari. Pengering vakum mempunyai komponenkomponen yaitu, wadah vakum (vacuum chamber), sumber panas, pompa vakum
dan alat untuk menampung uap air (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
Pengering vakum telah digunakan untuk mengeringkan berbagai produk
pangan yang peka terhadap panas dan proses oksidasi. Karena suhu yang
digunakan rendah dan dalam kondisi vakum, maka perubahan produk akibat
proses pengeringan dapat diminimalisir. Bahan yang dikeringkan dapat berbentuk
cairan, pasta, partikel diskret seperti tepung, maupun produk dalam bentuk
potongan atau serpihan (flake) (Estiasih dan Ahmadi, 2009).
 Metode Destilasi
Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan
cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan tidak dapat

bercampur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat
kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen, benzen, tetrakhlorethilen
dan xylol (Sudarmadji, dkk., 1989).
 Metode Kimiawi
a. Cara Titrasi Karl Fischer
Cara ini adalah dengan mentitrasi sampel dengan larutan iodin dalam
metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida
dan piridin. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi
bebas dari pengaruh kelembapan udara. Untuk keperluan tersebut dapat
dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil
dipakai untuk penentuan kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida,
lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini
banyak dipakai karena memberikan hasil yang tepat dan tingkat ketelitiannya
lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu
dapat mencapai 0,2 mg (Sudarmadji, dkk., 1989).
b. Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan
gas asetilin. Cara ini sangat cepat dan tidak memerlukan alat yang rumit.
Penentuan kadar air dengan cara kalsium karbid telah berhasil untuk
menentukan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji vanili, mentega dan air
buah (Sudarmadji, dkk., 1989).

c. Cara Asetil Khlorida
Penentuan kadar air dengan cara ini berdasarkan reaksi asetil khlorida dan air
menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Cara ini telah berhasil
dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega, margarin,
rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air sangat rendah (Sudarmadji,
dkk., 1989).
 Metode Gravimetri
Analisis gravimetri adalah proses isolasi serta penimbangan suatu unsur atau
senyawaan tertentu dari unsur tersebut, dalam bentuk yang semurni mungkin.
Unsur atau senyawaan itu dipisahkan dari suatu porsi zat yang sedang diselidiki,
yang telah ditimbang (Basset, et. al., 1994).
Gravimetri merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua
dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri
merupakan cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan).
Pekerjaan analisis secara gravimetri dapat dibagi dalam beberapa langkah sebagai
berikut, yaitu pengendapan, penyaringan, pencucian endapan, pengeringan,
pemanasan atau pemijaran, dan penimbangan endapan hingga konstan (Rohman,
2007).
Gravimetri dapat digunakan untuk menentukan hampir semua anion dan
kation anorganik serta zat-zat netral seperti air, belerang dioksida, karbon dioksida
dan iodium. Selain itu, berbagai jenis senyawa organik dapat pula ditentukan
dengan mudah secara gravimetri. Contoh-contohnya antara lain: penentuan kadar
laktosa dalam susu, salisilat dalam sediaan obat, fenolftalein dalam obat pencahar,

nikotina dalam pestisida, kolesterol dalam biji-bijian dan benzaldehida dalam
buah-buahan tertentu. Jadi, sebenarnya cara gravimetri merupakan salah satu cara
yang paling banyak dipakai dalam pemeriksaan kimia (Rivai, 1995).
Pengeringan adalah penghilangan cairan dari sistem padat, gas atau sistem
cair. Ini diartikan penghilangan sisa lembab yang terdiri dari air atau pelarut
organik. Dalam gravimetri endapan dikeringkan pada suhu kamar dalam eksikator
yang berisi zat pengering seperti asam sulfat pekat, silika gel, fosfor pentoksida,
kalium hidroksida padat. Pengeringan berlangsung lama sampai didapat berat
yang konstan, yaitu jika hasil dua penimbangan berturut-turut tidak berbeda lebih
dari 0,0005 gram (Kisman dan Ibrahim, 1998).

BAB III
METODE PENGUJIAN

3.1

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas Crude Palm Oil (CPO) SNI 012901-2006

3.1.1 Alat




Neraca analitik, ketelitian minimal 0,1 ml, terkalibrasi
Erlenmeyer 250 ml
Buret 10 ml atau 50 ml, terkalibrasi

3.1.2 Bahan


Larutan alkohol 95% netral
Isopropanol atau etanol 95% dipanaskan di atas pemanas ( hot plate)
sampai mendidih. Tambahkan kira-kira 0,5 ml indicator fenolftalein,
kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hingga timbul warna
merah muda (merah jambu) yang stabil (SNI 01-2901-2006).



Indikator fenolftalein (PP) 0,5%
Larutkan 0,5 gram fenolftalein dalam 100 ml etanol 95%



Larutan standar NaOH 0,1 N (distandarisasi dengan kalium biftalat
anhidrat)
Timbang 4 g pelet NaOH yang telah dipanaskan dalam oven dengan
suhu 105

selama 1 jam. Larutkan dalam 1 liter air suling, standarisasi

dengan kalium hidrogenftalat/kalium biftalat dan dengan penambahan

indikator fenolftalein sampai larutan berubah warna menjadi merah
muda (merah jambu) yang stabil.
Perhitungan pembakuan:
Berat pelet NaOH yang ditimbang adalah:

Keterangan:
BE = Berat Ekivalen Natrium Hidroksida (40)
V

= Volume akuades yang digunakan untuk melarutkan NaOH

Adapun hasil dari standarisasi larutan NaOH dapat dilihat dari Tabel di
bawah ini.
Tabel 3. Standarisasi NaOH dengan Kalium Hidrogenftlat
Berat

Volume Titrasi

Normalitas

108,2 mg

5,25 ml

0,1009 N

105,0 mg

5,20 ml

0,0988 N

106,5 mg

5,20 ml

0,1002 N

Rata-rata Normalitas NaOH

0,0999 N

Rumus Perhitungan:

Keterangan:
BE = Berat Ekivalen Kalium Hidrogenftalat (204,2)
V = Volume Titrasi
Perhitungan
 Normalatitas (N1) NaOH =
= 0,1009 N
 Normalatitas (N2) NaOH =
= 0,0988 N
 Normalatitas (N3) NaOH =
= 0,1002 N

Maka Normalitas NaOH adalah

=

=

= 0,0999 N

3.1.3 Prosedur


Panaskan contoh uji pada suhu 60
homogen.

sampai 70 , aduk hingga



Timbang contoh uji sesuai Tabel di bawah ini ke dalam Erlenmeyer 250
ml.

% Asam lemak bebas




Berat contoh

10% (g)

< 1,8

10

0,02

1,8 – 6,9

5

0,01

> 6,9

2,5

0,01

Tambahkan 50 ml pelarut yang sudah dinetralkan.
Panaskan di atas penangas air atau pemanas dan atur suhunya pada 40
sampai contoh minyak larut semuanya.





Tambahkan indikator fenolftalein sebanyak 1 – 2 tetes.
Titrasi dengan larutan titar sambil digoyang-goyang hingga mencapai
titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda
(merah jambu) yang stabil untuk minimal selama 30 detik.




Catat penggunaan ml larutan titar.
Lakukan analisa sekurang-kurangnya duplo, perbedaan antara kedua
hasil tidak boleh lebih 0,05%.

3.1.4 Perhitungan

Keterangan:

25,6

= Konstanta unyuk menghitung kadar asam lemak bebas
sebagai asam palmitat

3.2

ml NaOH

= Volume NaOH yang dibutuhkan untuk mentitrasi sampel

N NaOH

= Normalitas NaOH yang digunakan sebagai pentiter

Penetuan Kadar Air Crude Palm Oil (CPO) (Metode Oven)

3.2.1 Alat





Oven
Timbangan analitik
Desikator
Botol timbang

3.2.2 Cara kerja


Keringkan wadah yang akan dipakai dalam oven pada suhu 103
untuk sedikitnya 15 menit, dinginkan dalam desikator, lalu timbang.



Lelehkan contoh minyak dengan pemanasan pada suhu 50

sampai

120 , aduk rata.


Timbang 5 gram sampai 10 gram contoh uji minyak yang sudah
dilelehkan tersebut ke dalam wadah yang sudah dikeringkan tadi.
Masukkan wadah dengan contoh uji tersebut ke dalam desikator hingga
suhu minyak mencapai suhu ruang, kemudiam timbang.



Panaskan dalam oven pada suhu 130

2

selama 30 menit,

kemudian segera masukkan ke dalam desikator, dinginkan selama 15
menit, lalu timbang.



Ulangi pemanasan dalam oven selama 30 menit, pendingin dalam
desikator dan penimbangan beberapa kali, sampai selisih berat antara 2
penimbangan berturut-turut tidak melebihi 0,02% dari berat contoh.

3.2.3 Perhitungan
Kadar Air 

W1  W 2
x100 %
W

Keterangan
W

= berat wadah (g)

W1

= berat wadah dengan contoh (g)

W2

= berat wadah contoh uji setelah dikeringkan (g)

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas dan Kadar Air Minyak Kelapa
Sawit Mentah atau Crude Palm Oil (CPO)
Hasil dari penentuan kadar asam lemak bebas dan kadar air dengan metode

oven pada minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) dapat di lihat pada
Tabel 5 dan 6 di bawah ini.
Tabel 5. Data Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas Crude Palm Oil (CPO)
Berat Sampel
5,0237 gram

Volume Titrasi (NaOH)
7,8 ml

Kadar Asam Lemak Bebas
3,9707%

5,0741 gram

7,8 ml

3,9313%

Kadar rata-rata asam lemak bebas

3,9510%

Dihitung sebagai asam Palmitat (BM= 256)

Tabel 6. Data Penentuan Kadar Air Crude Palm Oil (CPO)

Cawan
Timbang

29,7124

Berat
Sampel

5,0069

Berat
Sebelum
Dipanaskan
(Cawan +
Sampel)

½ jam I

½ jam II

½ jam
III

I

34,7429

34,7466

34,7391

34,7388

0,004 %

Berat Sesudah Dipanaskan
(Cawan + Sampel)

Kadar Air
II

III

0,014%

30,7124

5,0067

35,7478

35,7466

35,7439

35,7427

* berat dalam satuan gram
Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk
golongan lipida. Suatu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk
minyak dan lemak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya eter,
benzene, kloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.
Sedangkan untuk golongan lipida yang lebih polar digunakan pelarut yang lebih
polar juga misalnya kloroform, etanol, methanol, atau campuran beberapa bahan
pelarut. Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan
senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak
(Sudarmadji, 1989).
Berdasarkan penelitian yang di lakukan Ngando di Kamerun, kualitas
minyak ditentukan oleh proses ekstraksi dan lamanya waktu penyimpanan CPO.
Jika proses ekstraksi dilakukan secara tradisional dan semi-mekanis maka akan
dihasilkan kadar air cukup tinggi (> 0,2%) dan kandungan asam lemak bebasnya
lebih dari 5%. Sedangkan lamanya waktu penyimpanan CPO berpengaruh besar
terhadap kadar air dan kadar asam lemak bebasnya. Jika CPO disimpan sampai 4
minggu, maka kadar air dan kadar asam lemak bebasnya semakin tinggi. Hasil ini
jauh dari kualitas CPO yang diproduksi oleh industri yang terkontrol dengan kadar
air lebih kecil dari 0,08% dan kadar asam lemak bebas lebih kecil dari 5% (Codex
Alimentarius/FAO/WHO 2005) (Ngando, et. al, 2011).
Adeeb Hayyan juga meneliti CPO untuk mengurangi asam lemak bebas
yang terdapat di dalamnya dengan menggunakan energi ultrasonik, karena CPO

yang diteliti mengandung kadar asam lemak bebas yang tinggi dengan kadar 8,7%
( Adeeb, 2012).
Pada tahun 2012, Cowan melakukan penelitian yang bertujuan mengurangi
kadar asam lemak bebas yang terdapat di dalam CPO dengan menggunakan
enzimatik remediasi. CPO yang digunakan mengandung kadar asam lemak bebas
4,8 – 7,2%. Dengan menggunakan microba penghasil enzim esterase, peneliti
mencoba mengurangi kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam CPO (Cowan,
2012).
Sedangakan Ngando melakukan penelitian lagi pada tahun 2013 mengenai
parameter kualitas CPO (kadar air dan asam lemak bebas) yang beredar di pasar.
Peneliti memperoleh hasil kadar air lebih dari 0,2% dan kadar asam lemak bebas
lebih dari 5%. Hasil ini jauh dari Codex Alimentarius/FAO/WHO 2011 yang
menyatakan kadar asam lemak bebas tidak boleh lebih dari 5% dan kadar air tidak
boleh lebih dari 0,08% (Ngando, 2013).
Penulis memperoleh kadar air tidak lebih dari 0,02% dan kadar asam lemak
bebas yang tidak lebih dari 5%. Jika dibandingkan dengan mutu standar SNI 012901-2006 dan hasil yang diperoleh dari peneliti-peneliti tentang kadar air dan
kadar asam lemak bebas CPO, hasil dari penelitian penulis memenuhi standar SNI
01-2901-2006 dan memenuhi standar Codex Alimentarius/FAO/WHO 2011.
Peningkatan kadar asam lemak bebas dalam CPO dapat diakibatkan lama
penyimpanan CPO dan kandungan air yang terdapat di dalamnya. Semakin lama
CPO disimpan, maka semakin tinggi kadar asam lemak bebasnya. Awalnya asam
lemak bebas yang merupakan hasil enzimatik lipase (hidrolisis trigliserol) dari

kulit buah sawit (mesocarp) terbentuk setelah buah masak dan adanya luka pada
buah. Namun apabila semakin lama didiamkan tanpa langsung diolah, maka asam
lemak bebas akan menjadi katalis untuk membentuk asam lemak bebas lainnya.
Apalagi jika kandungan air dalam CPO lebih dari batas yang ditentukan, maka
bakteri akan menghasilkan enzim lipase sehingga trigliserida akan semakin cepat
diubah menjadi asam lemak bebas (Ngando, 2011;2013).
Kadar air adalah jumlah (dalam %) bahan yang menguap pada pemanasan
dengan suhu dan waktu tertentu. Jika dalam minyak terdapat air maka akan
mengakibatkan reaksi hidrolisis yang dapat menyebabkan kerusakan minyak,
yang menyebabkan rasa dan bau tengik pada minyak (Edahwati, 2011)
Kandungan air dalam minyak mampu mempecepat kerusakan minyak. Air
yang ada dalam minyak dapat juga dijadikan sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme yang dapat menghidrolisis minyak (Ketaren, 1996).
Kadar air dalam makanan menentukan kecepatan terjadinya kerusakan
pada makanan, karena semua kerusakan pada makanan memerlukan air dalam
prosesnya. Semakin tinggi kadar air dalam makanan, maka akan semakin cepat
terjadi kerusakan pada makanan tersebut. Oleh karena itu, kadar air dalam
makanan yang tidak memenuhi persyaratan akan menjadi media untuk
pertumbuhan mikroba serta akan memperpendek daya simpan dari makanan
tersebut (Purnomo, 1995).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan
Kadar air minyak kelapa sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) adalah

0,01033% (un