Gerakan Sosial dan Tim Kerja yang Efekti

GERAKAN SOSIAL DAN TEAM WORK YANG EFEKTIF1
PENDAHULUAN
Keterbatasan dan sifat sosial yang dimiliki, mengharuskan manusia hidup dalam
kelompok-kelompok untuk mampu memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Maslow
mengelompokkan kebutuhan manusia secara hirarkis ke dalam lima kategori, yaitu
kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri.
Menggunakan hirarki kebutuhan manusia dari Maslow tersebut sebagai tools analisis,
kehadiran berbagai organisasi bisa dipahami.
Berangkat dari pemahaman demikian, dapat dipahami peranan penting
organisasi bagi manusia. Masuk dan menjadi bagian dari sebuah organisasi pendidikan,
misalnya sebagai guru, motivasi yang melandasi bisa dalam rangka pemenuhan
kebutuhan hidup fisik, kebutuhan rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri.
Kebutuhan mana yang diutamakan sangat tergantung dari kemendesakan, kepentingan
dan prioritas atas kebutuhan tersebut bagi seseorang.
Gerakan sosial juga adalah suatu bentuk pengorganisasian manusia dan
berbagai sumber daya lainnya untuk mewujudkan keinginan atau kebutuhan tertentu
yang berujung pada tujuan gerakan sosial itu sendiri. Kehadirian individu atau aktor
yang mengelompok tentu juga berangkat dari motif tertentu. Meski berbagai gerakan
sosial terlahir dan kemudian bergerak dalam rangka merespon situasi lingkungan yang
dinilai kurang berorientasi pada kebutuhan sesungguhnya dari masyarakat, tetap saja
di dalamnya ada motif-motif tertentu dari para aktornya. Menurut Tilly, sebagaimana

dielaborasi Wahyudi (2005), gerakan sosial itu senantiasa berorientasi pada
kepentingan ekonomi dan kehidupan politik yang lebih baik. Sementara Smelser (1962)
mengatakan bahwa gerakan sosial sangat dipengaruhi oleh generalized belief yang
dimiliki kolektivitas atau komunitas.

1 Didedikasikan untuk Sebastianus Hayong, disampaikan pada Latihan Kepemimpinan Kader (LKK)

Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PMKRI Cabang Denpasar Sanctus Paulus, 14-17 April 2011 di Gedung
Pemuda KNPI Provinsi Bali, Jl. Trengguli I No. 19, Tembau, Denpasar- Bali.

Dengan demikian, jika ditelusur lebih jauh, terutama jika pijakan analisisnya
adalah aktor atau individu yang terlibat dalam suatu gerakan sosial, maka kehadiran
gerakan sosial bisa juga dibaca dalam kerangka teori kebutuhan Maslow tersebut.
Dengan melihat visi-misi dan isu-isu yang diangkat oleh suatu gerakan sosial, bisa
ditelusuri kebutuhan apa yang hendak diperjuangkan untuk dipenuhi, baik bagi
gerakan sosial itu sendiri sebagai organisasi, maupun individu-individu yang menjadi
bagian gerakan sosial atau organisasi tersebut.
Sebagaimana halnya sebuah organisasi yang berbasis manusia, upaya-upaya
mewujudkan tujuan gerakan sosial -- yang secara normatif juga harus menjadi tujuan
setiap individu di dalamnya – tidaklah selalu mulus, bahkan acapkali menyimpang, dan

akhirnya tidak sedikit pula yang gagal.
Berbagai faktor bisa menjadi penyebab, baik internal maupun eksternal. Faktorfaktor eksternal mungkin terkait dengan kondisi dan karakter masyarakat, budaya,
keadaan sosial politik, kinerja hukum negara, orientasi dan dukungan masyarakat
terhadap suatu isu yang diperjuangkan. Sedangkan secara internal, soliditas organisasi
yang banyak ditentukan oleh sistem dan mekanisme yang dibangun serta komponenkomponen utama pendukung sistem itu yaitu para aktor atau individu di dalam
organisasi, sangat menentukan efektivitas suatu gerakan sosial.
Dalam banyak kasus, faktor-faktor internal yang justru menjadi hambatan
sekaligus tantangan paling besar buat upaya-upaya mewujudkan program-program
perjuangan gerakan sosial. Struktur organisasi yang kacau, lemahnya komitmen,
inkonsistensi aktor-aktor gerakan, manajemen yang tidak profesional, adalah beberapa
faktor internal dimaksud.
Bagaimana pun, suatu gerakan, oleh mereka yang terlibat di dalamnya, tentu
tidak diharapkan hanya menjadi “gerak-gerik”, melainkan benar-benar secara efektif
mampu melaksanakan program-program gerakan untuk mewujudkan tujuan yang
disepakati. Diskusi kecil ini bermaksud menjelaskan mengenai gerakan sosial, faktorfaktor yang harus diperhatikan dalam rangka mendukung efektivitas suatu organisasi
atau gerakan sosial.

GERAKAN SOSIAL: PENGERTIAN, TUJUAN, FUNGSI DAN TIPE
Giddens (1993) menyatakan bahwa gerakan sosial adalah suatu upaya kolektif
untuk mengejar suatu kepentingan bersama, atau gerakan mencapai tujuan bersama

melalui tindakan kolektif (collective action) di luar lingkup lembaga-lembaga yang
mapan. Pendapat lain mengatakan bahwa gerakan sosial adalah aktivitas
sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok yang merupakan
kelompok informal yang berbetuk organisasi, berjumlah besar atau
individu yang secara spesifik berfokus pada suatu isu-isu sosial atau
politik dengan melaksanakan, menolak, atau mengkampanyekan
sebuah perubahan sosial (www.google.co.id). Sementara Julia dan
David Jary, dalam Collins Dictionary of Sociolog, (Edisi Kedua, 1995)
mendefinisikan gerakan sosial sebagai “any board social alliance of
people who are associated in seeking to effect or to block an aspect
of social change within a society” (Suatu aliansi sosial sejumlah besar
orang yang berserikat untuk mendorong ataupun menghambat suatu
segi perubahan sosial dalam suatu masyarakat).
Mirip dengan Giddens, Tarrow (1998) menempatkan gerakan sosial sebagai
politik perlawanan yang terjadi ketika rakyat biasa yang bergabung dengan para
kelompok masyarakat yang lebih berpengaruh, menggalang kekuatan untuk melawan
para elit, pemegang otoritas, dan pihak-pihak lawan lainnya. Ketika perlawanan ini
didukung oleh jaringan sosial yang kuat, dan digaungkan oleh resonansi kultural dan
simbol-simbol aksi, maka politik perlawanan mengarah ke interaksi yang berkelanjutan
dengan pihak-pihak lawan, dan hasilnya adalah gerakan sosial.

Menurut Tarrow, tindakan yang mendasari politik perlawanan adalah aksi
kolektif yang melawan (contentius collective action). Tindakan kolektif bisa mengambil
banyak bentuk, yang singkat maupun yang berkelanjutan, terlembagakan atau cepat
bubar, membosankan atau dramatis. Umumnya tindakan kolektif berlangsung dalam
institusi ketika orang-orang yang tergabung di dalamnya bertindak untuk mencapai
tujuan bersama.

Aksi kolektif memiliki nuansa penentangan ketika aksi itu dilakukan oleh orangorang yang kurang memiliki akses ke institusi-institusi untuk mengajukan klaim baru
atau klaim yang tidak dapat diterima oleh pemegang otoritas atau pihak-pihak lain
yang ditentang. Aksi kolektif yang melawan merupakan basis dari gerakan sosial,
karena aksi itu seringkali merupakan satu-satunya sumber daya yang dimiliki oleh
orang-orang awam dalam menentang pihak-pihak lain yang lebih kuat, seperti negara.
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, bisa disebutkan beberapa
karakteristik yang menjadi dasar gerakan sosial, yaitu:
1. Gerakan sosial merupakan salah satu bentuk prilaku kolektif.
Menurut para sosiolog, istilah perilaku kolektif secara harfiah mengacu pada
perilaku serta bentuk-bentuk peristiwa sosial lepas (emergent) yang tidak
dilembagakan (extra-institusional).
2. Gerakan sosial senantiasa memiliki tujuan untuk mebuat perubahan sosial atau
untuk mempertahankan suatu kondisi. Itu artinya, tujuan sekelompok orang untuk

melakukan gerakan sosial tidak selalu disadari oleh motif perubahan, karena bisa
saja disadari atau tiidak, gerakan sosial dilakukan untuk “mempertahankan”
keadaan (status quo).
3. Gerakan sosial tidak identik dengan gerakan politik yang terlibat dalam perebutan
kekuasaan secara langsung.
4. Gerakan sosial merupakan perilaku kolektif yang terorganisasi, baik formal maupun
informal. Gerakan sosial merupakan gejala yang lahir dalam masyarakat yang
konfliktual.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa gerakan sosial memiliki peranan
penting dalam menggerakkan perubahan-perubahan dalam masyarakat, sementara
secara politis dia sangat diperlukan dalam rangka membangun sekaligus memelihara
tatanan masyarakat sipil dan demokratisasi. Ini perlu ditegaskan karena dalam tatanan
masyarakat paling demokratis sekali pun, ternyata hak-hak rakyat tetap masih harus
diperjuangkan. Ini berarti pula bahwa tujuan gerakan sosial adalah terciptanya
perubahan-perubahan dalam masyarakat dalam rangka menciptakan tatanan
kehidupan yang dinilai lebih baik. Secara lebih spesifik, tujuan ini bisa ditelusur melalui

visi dan misi suatu gerakan sosial.
Lebih jauh, berangkat dari tujuan tersebut, maka bisa dipetakan fungsi gerakan
sosial antara lain:

1. memberikan sumbangsih dalam pembentukan opini publik melalui diskusi-diskusi
masalah sosial dan politik dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan
gerakan ke dalam opini publik yang dominan.
2. memberikan pelatihan para pemimpin yang akan menjadi bagian dari elit politik
dan mungkin meningkatkan posisinya menjadi negarawan penting. Gerakangerakan buruh sosialis dan kemerdekaan nasional menghasilkan banyak pemimpin
yang sekarang memimpin negaranya.
Secara institusional, gerakan sosial mewujud dalam berbagai bentuk organisasi
seperti LSM, Ormas, bahkan Parpol. Dari aspek yang diperjuangkan, gerakan sosial bisa
mewujud dalam gerakan petani, gerakan perempuan, gerakan penegakan hak asasi
manusia, gerakan penyelamatan lingkungan, gerakan penyelamatan legislatif, eksekutif,
yudikatif, dan sebagainya.
Dari berbagai macam gerakan sosial, David Aberle, misalnya, dengan
menggunakan kriteria tipe perubahan yang dikehendaki (perubahan perorangan dan
perubahan sosial) dan besar pengaruh yang diingginkan (perubahan untuk sebagain
dan perubahan menyeluruh), membedakan empat tipe gerakan sosial (dalam Light,
Keller dan Craig Calhoun, 1985), yaitu:
1. Alterative Movement
Ini merupakan gerakan yang bertujuan untuk mengubah sebagian perilaku
perorangan, misalnya kampanye anti narkoba, kampanye anti seks bebas.
2. Rodemptive Movement

Gerakan ini lebih luas dibandingkan dengan alterative movement, karena yang
hendak dicapai ialah perubahan menyeluruh pada perilaku perorangan. Di bidang
keagamaan, misalnya gerakan agar orang bertobat dan mengubah cara hidup agar
sesuai dengan ajaran agama.

3. Reformative Movement
Melalui gerakan tipe ini, yang hendak diubah bukan perorangan melainkan
masyarakat pada segi-segi tertentu, misalnya gerakan kaum homoseks untuk
memperoleh perlakuan terhadap gaya hidup mereka atau gerakan kaum
perempuan yang memperjuangkan persamaan hak dengan laki-laki. Gerakan
people power di Filipina atau gerakan reformasi 1998 di Indonesia yang bermaksud
mengganti pemerintahan.
4. Transformative Movement
Gerakan ini merupakan gerakan untuk mengubah masyarakat secara menyeluruh.
Gerakan kaum Khamer Merah untuk menciptakan masyarakat komunis di
Cambodia, gerakan transformasi yang dilancarkan oleh rezim komunis di Uni Soviet
pada tahun 1930-an serta di Tiongkok sejak akhir 1940-an untuk mengubah
masyarakat mereka menjadi masyarakat komunis, penentangan diskriminasi kasta
yang mengakibatkan perombakan mendasar pada masyarakat India, dan revolusi
kemerdekaan Indonesia 1945.

Sementara itu Kornblum (1998) mengklasifikasi gerakan sosial berdasarkan
tujuan yang hendak di capai. Atas dasar kriteria ini Kornblum membedakan antara
revolutionary movement, reformist movement, conservative movement,

dan

reactionary movement. Apabila gerakan sosial bertujuan mengubah institusi dan
strafikasi masyarakat, maka gerakan tersebut merupakan gerakan revolusioner
(revolutionary movement).
Untuk mewujudkan tujuan, ada beberapa strategi yang bisa ditempuh oleh
gerakan sosial, yaitu:
1. Low profile strategy
Strategi ini disebut juga sebagai strategi “isolasi politik” yang secara khusus sesuai
dengan konteks politik yang represif dan efektif untuk menghindari kooptasi dari
pemegang kekuasaan yang otoritarian. Dalam hal ini, aktor gerakan sosial secara
sadar memutuskan untuk mengisolasi diri atau menghindari hubungan dengan

agen-agen negara. Ruang untuk mengisolasi diri biasanya ditemukan di tingkat
lokal di mana aktor berbasis komunitas aktif dalam rangka mengembangkan atau
mengorganisasikan kelompok sosial berdasarkan sumber daya lokal.

2. Strategi pelapisan (layering)
Mirip dengan strategi pertama, Fowler (1997) menyebut strategi ini sebagai strategi
—layering. Strategi ini sangat sesuai untuk organisasi gerakan sosial yang
beroperasi di negara-negara yang membatasi aktivitas otonom di luar pemerintah.
Pelapisan adalah pengembangan penyediaan pelayanan yang berorientasi
kesejahteraan yang sebenarnya berisikan metode dan aktivitas yang berorientasi
pemberdayaan dan transformasi sosial. Dengan melakukan strategi ini, organisasi
gerakan sosial bisa menghindarkan diri dari aksi dan intervensi langsung dari pihakpihak lawan. Pihak lawan atau pihak-pihak di luar organisasi gerakan sosial
melihatnya sebagai upaya peningkatan kesejahteraan, sedangkan pihak yang
berada di dalam melihatnya sebagai metode pemberdayaan yang kompleks.
3. Strategi advokasi
Tidak dapat dimungkiri bahwa strategi advokasi atau yang biasa di sebut
pendampingan ini merupakan strategi utama yang digunakan oleh kalangan NGO
baik di negara-negara maju maupun di negara-negara berkembang. Strategi
advokasi seringkali digunakan untuk mendesakan perubahan-perubahan sosial,
seperti mereformasi tata pemerintahan yang demokratis, melindungi sumberdaya
alam atau lingkungan, memajukan pembangunan berkelanjutan, menciptakan dan
memelihara perdamaian di daerah-daerah rawan konflik, dan sebagainya.
Strategi advokasi akan efektif untuk memaksakan perubahan kebijakan pemerintah.
Ketika dikombinasikan dengan kampanye media dan aliansi dengan donor asing,

strategi ini membuat NGO bisa menjadi kekuatan pengubah kebijakan yang kuat,
khususnya pada isuisu di mana mereka punya banyak pengalaman. Akan tetapi,
ketika masyarakat enggan turun ke jalan untuk bergabung dalam demonstrasi dan
protes massa, maka NGO yang mempunyai basis keanggotaan besar dan jaringan

yang luas seringkali berusaha membangun protes dengan cara menyebarkan surat
dan pernyataan resmi kepada publik, pemerintah dan agen internasional.
4. Keterlibatan kritis (Critical engagement)
Berbagai organisasi gerakan sosial, terutama NGO berupaya mengombinasikan
strategi advokasi dengan strategi kerjasama ketika menghadapi pemerintah atau
agen-agen negara lainnya (parlemen, badan-badan yudikatif, dan militer).
Meskipun kerjasama antara NGO dengan pemerintah lebih lazim dalam aktivitas
penyediaan pelayanan umum, namun dalam rangka mempengaruhi dan mengubah
kebijakan publik, NGO bisa mengkombinasikan strategi kerjasama dan advokasi.

MEMBANGUN TEAM WORK YANG EFEKTIF
Berangkat dari pemahaman mengenai gerakan sosial, tujuan, fungsi dan tipetipenya, bisa disimpulkan bahwa gerakan sosial pada dasarnya adalah perilaku kolektif
yang terorganisasi. Ini artinya, suatu gerakan sosial, untuk bisa mempertahankan
keberadaannya dan mewujudkan tujuan-tujuan perjuangan yang telah ditetapkan,
maka sifat-sifat dasar organisasi harus dipenuhi. Di dalam sebuah organisasi, selalu kita

temukan adanya kelompok orang, struktur, fungsi, tugas, tanggung jawab, tujuan,
mekanisme atau tata kerja dan norma-norma atau aturan-aturan yang disepakati agar
mekanisme berjalan pada track yang telah digariskan.
Dari banyak kasus bisa dipelajari bahwa tidak sedikit gerakan sosial akhirnya
tidak mampu mewujudkan tujuan yang telah digariskan secara efektif. Visi, misi,
sasaran gerakan sudah dirumuskan dengan baik, struktur organisasi, termasuk personal
yang akan menempati setiap jabatan telah ditentukan berikut juga job description telah
sangat rinci dan baik, namun akhirnya ketika eksekusi atas sasaran-sasaran dan tujuan
harus dilaksanakan, gerakan justru menciptakan masalah-masalah baru secara internal.
Akhirnya dalam hitungan bulan, gerakan sosial yang begitu semarak di awal, terserak
dalam puing-puing tak berdaya.

Sebagaimana telah dikemukakan, faktor internal sering menjadi batu
sandungan dalam mewujudkan tujuan gerakan. Dari faktor internal itu, yang
determinan adalah persoalan kerja tim (team work). Sebuah organisasi, apa pun
bentuknya, termasuk gerakan sosial, yang mengandalkan pada kerja bersama di antara
orang-orang yang ada di dalamnya, maka aspek team work ini menjadi sangat krusial
untuk sekadar dianggap akan terjadi secara otomatis.
Beberapa faktor yang harus ada dan dikembangkan dalam membangun team
work yang efektif:
1. Semangat
Semangat atau gairah (enthusiasm) adalah motor penggerak yang menghidupkan
organisasi atau gerakan sosial. Setiap orang yang terlibat di dalam organisasi harus
memiliki semangat yang menyala-nyala untuk berjuang mewujudkan tujuan
gerakan, melaksanakan program-program kerja dengan bergairah. Memelihara dan
menjaga semangat agar tetap menyala menjadi tanggung jawab setiap komponen
di dalam gerakan di bawah koordinasi orang atau kelompok orang yang diberi
tanggung jawab untuk itu.
Ada tidaknya semangat pada setiap element yang terlibat dalam organisasi atau
gerakan mudah dilacak dari dinamika gerakan itu sendiri.
2. Saling percaya
Rasa saling percaya antar sesama anggota merupakan syarat mutlak yang harus
dimiliki oleh setiap anggota tim, agar tim mampu bekerja secara efektif. Saling
percaya akan semakin memantapkan komitmen mewujudkan tujuan gerakan.
Setiap orang akan bekerja dengan tulus

karena tidak seorang pun merasa

dikhianati. Saling percaya juga akan membangun keterbukaan satu terhadap yang
lain yang sangat diperlukan dalam kerja bersama.
3. Kedekatan
Kedekatan antar anggota merupakan perasaan yang mampu menyatukan anggota
secara sukarela. Suatu kelompok yang kohesif adalah kelompok yang dimiliki oleh

setiap anggotanya. Mereka mempunyai tingkat loyalitas yang tinggi terhadap
kelompoknya. Umumnya kelompok yang kohesif akan lebih produktif.
4. Komunikasi
Agar tim bisa berfungsi dengan baik, semua anggota harus mempunyai
kemampuan untuk mengembangkan hubungan antar pribadi secara baik, bicara
secara terbuka satu sama lain, memecahkan konflik yang ada, dan secara bersama
menghadapi masalah. “Poor communication means no team”.
5. Produktivitas
Tim seyogianya dapat menyelesaikan tugas yang tidak mungkin dilaksanakan
perorangan. Melalui saling berbagi sumber daya, keterampilan, pengetahuan,
kepemimpinan, maka tim berpotensi sangat lebih efektif daripada perorangan.
Idealnya, kelima faktor yang telah disebutkan mestinya dikembangkan secara
seimbang. Banyak gerakan sosial yang abai sehingga tujuan gerakan tidak pernah
terwujud dan akhirnya gerakan sosial hanya tinggal sebagai sinisme gerak-gerik.
Selanjutnya, belajar dari manajemen sumber daya manusia, sebuah organisasi
yang solid dipengaruhi oleh variabel-variabel sebagai berikut:
1. Kesamaan visi dan misi kerja
Setiap orang yang terlibat dalam gerakan dan pemimpinnya harus memiliki sudut
pandang yang relatif sama dalam mengerjakan tugas-tugas dan program organisasi.
Orientasi dan fokusnya pada proses dan hasil. Walau debat di antara anggota
organisasi tidak bisa dihindarkan, selalu harus diarahkan pada bagaimana sasaran
dan tujuan bisa diwujudkan. Perbedaan pendapat dianggap sebagai sesuatu yang
wajar. Karena itu biasanya konflik bisa ditekan dengan cara saling menumbuhkan
pengertiaan yang dipandu pemimpin organisasi atau koordinator gerakan.
2. Prioritas perhatian dan tindakan pada sesuatu yang terbaik buat organisasi
Tim memandang baik buruknya kinerja organisasi merupakan akumulasi dari
kinerja tim. Sementara kalau organisasi memiliki kinerja yang baik maka akan
berpengaruh terhadap kompensasi yang diterima setiap orang di dalam organisasi,

misalnya berupa kepuasan dan perasaan dihargai, namun bisa juga kompensasi lain
yang bersifat ekonomi atau politik. Semakin besar kompensasi semakin tinggi
kegairahan anggota organisasi melaksanakan program-program yang telah dibuat.
Untuk itu tim yang baik adalah tim yang mampu mempertahankan bahkan
mencapai tujuan organisasi yang lebih besar secara taat asas (konsisten).
3. Komitmen yang tinggi
Pada umumnya tim yang kuat dicerminkan pula oleh kekuatan kepentingan para
anggotanya. Tanggung jawab dan hak dibuat sedemikian rupa secara seimbang.
Mereka tidak saja bekerja untuk kepentingan memeroleh kompensasi yang semakin
baik tetapi juga buat kesehatan organisasi atau gerakan. Karena itu demi
kepentingan seperti itu mereka umumnya akan berjuang sungguh-sungguh, tidak
hanya keras tetapi juga cerdas. Energi yang dikeluarkan untuk organisasi cenderung
relatif seimbang dengan energi yang dikeluarkan buat orang-orang yang
diperjuangkan dan bahkan buat lingkungan sosialnya. Dengan kata lain bekerja bagi
kepentingan tim dan kepentingan diri pribadi plus orang-orang yang dikasi dan yang
diperjuangkan menyatu dalam totalitas kepentingan organisasi atau gerakan.
4. Setiap orang dapat hidup berdampingan dalam keragaman
Tiap individu dalam tim sadar akan adanya keragaman latar belakang budaya,
gender, usia, pendidikan, pengalaman, dan kepribadian di antara mereka.
Keragaman tidak dipandang sebagai hambatan, tetapi justru sebagai kekuatan
dalam saling memahami dan mengisi kekurangan, dan memperkuat kelebihan
masing-masing individu sebagai kekuatan tim. Kekuatan ini tidak dilihat dari sisi fisik
tetapi dari karakteristik potensi personal sebagai kekuatan yang sifatnya alami.
5. Tim yang kuat sebagai magnit talenta
Dalam bekerja, setiap anggota tidak lepas dari suasana kompetisi sesama mitra
kerja. Idealnya setiap orang ingin siap untuk itu. Namun dalam kenyataannya ada
saja yang tidak bisa dan tidak biasa bekerja keras. Istilahnya pekerja minimalis.
Sementara organisasi menghendaki setiap orang mampu bekerja keras. Karena itu
pemimpin organisasi atau koordinator gerakan mengkondisikan suasana bekerja

yang intensif namun dalam suasana nyaman tanpa harus ada tekanan-tekanan
psikologis. Untuk itu pimpinan atau koordinator menumbuhkan adanya tantangantantangan dan sifat tanggung jawab di kalangan anggota tim. Hal itu baru bisa
berjalan baik apabila suasana proses pembelajaran berjalan efektif. Setiap orang
didorong untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikapnya melalui
pelatihan di kelas atau dalam diskusi-diskusi membahas suatu ide atau isu-isu yang
berkembang. Pembelajaran lewat trial and error juga diterapkan agar mereka
terbiasa untuk menghadapi dan mengatasi masalah.
PENUTUP
Berbagai gerakan sosial yang muncul dalam masyarakat sebuah negara pada
dasarnya merupakan respons terhadap keadaan dan situasi hidup bersama yang dinilai
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketimpangan, kepincangan, ketidakselarasan
dalam berbagai bidang kehidupan, memicu ketidakpuasan masyarakat sehingga
membangun gerakan-gerakan “perlawanan” untuk memulihkan keadaan, mewujudkan
tatanan masyarakat yang dinilai lebih baik, lebih demokratis.
Ada berbagai macam bentuk gerakan sosial yang kemudian muncul mengikuti
sressing bidang kehidupan yang ingin diperjuangkan. Dia bisa mengambil bentuk LSM
atau NGO, Ormas, dan bahkan organisasi politik.
Untuk mewujudkan tujuan-tujuan, gerakan sosial bisa mengambil strategi
tertentu atau mengombinasikan strategi-strategi yang ada, seperti strategi low profile
strategy, layering strategy, advokasi, dan keterlibatan kritis. Namun apa pun strategi
yang diambil, soliditas organisasi atau gerakan melalui team work yang efektif menjadi
keharusan. Oleh karena itu, menjadi sangat penting merencanakan, membangun dan
mengembangkan sebuah team work yang efektif sehingga tujuan-tujuan gerakan sosial
bisa diwujudkan dengan baik. Suatu organisasi atau gerakan sosial dengan demikian
tidak sekadar hanya menjadi “gerak-gerik” sosial, melainkan suatu gerakan yang
mampu menggerakkan perubahan, melakukan perubahan dan menghasilkan
perubahan yang diharapkan. ***

REFERENSI
Jary, Julia dan David Jary. 1995. Collins Dictionary of Sociology, Edisi Kedua.
Kornblum, William. Sociology in A Changing World. New York, 1998.
Light, Keller dan Craig Calhoun. 1989. Sociology, Edisi Kelima. New York: Alfred A.
Knopt.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universtas Indonesia.
http://eripurwarini.wordpress.com/2010/03/11/membangun-tim-kerja-yang-efektif
http://indosdm.com/tim-kerja-yang-sesungguhnya

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65