Pengaruh Peran Kader Posyandu Terhadap Pemanfaatan Pelayanan Posyandu Dalam Penimbangan Balita Di Kota Padangsidimpuan Tahun 2015

8

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kader
2.1.1 Defenisi
Berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2011 menyatakan kader Posyandu
yang selanjutnya disebut kader adalah anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan
memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan Posyandu secara sukarela.
2.1.2 Peran Kader dalam Meningkatkan Peran Aktif Masyarakat
Kader diharapkan peranannya didalam meningkatkan peran aktif di
masyarakat, yaitu:
1. Manfaatkan setiap kesempatan di desa untuk memberikan penyuluhan kepada
masyarakat. Penyuluhan dapat dilakukan dalam kelompok, misalnya: pada saat
arisan, pengajian, selamatan, pertunjukan-pertunjukan dan lain-lain.
2. Mengajak masyarakat untuk ikut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan di Posyandu
yang dapat dilakukan dengan mengunjungi setiap rumah keluarga yang memiliki
anak balita dan ibu hamil. Dapat juga dilakukan dengan penyuluhan massa
misalnya melalui pengeras suara di masjid, pengumuman di kantor lurah/desa
tentang hari buka Posyandu.

3. Menggali/menghimpun

kemampuan

masyarakat

untuk

dapat

melengkapi

kebutuhan-kebutuhan Posyandu antara lain dukungan, sarana, pemikiran, dan

8

9

lain-lain. Dapat dilakukan dalam pertemuan koordinasi di desa dengan Diskusi
Kelompok Terarah. (Depkes RI, 2009)

2.1.3 Cara Kader Meningkatkan Citra Diri
Dalam meningkatkan peran aktif masyarakat kader juga perlu untuk
meningkatkan citra diri di masyarakat, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas diri sebagai orang yang dianggap masyarakat dapat
memberi informasi terkini tentang kesehatan
2. Melengkapi diri dengan keterampilan yang memadai dalam pelayanan di
Posyandu
3. Membuat kesan pertama yang baik dan memperlihatan citra yang positif
4. Menetapkan dan memusatkan perhatian lebih cermat pada kebutuhan masyarakat
5. Menampilkan diri sebagai bagian anggota masyarakat itu sendiri
6. Mendorong keinginan masyarakat untuk datang ke Posyandu (Depkes RI, 2009).
2.1.3

Meningkatkan Kapasitas Kader
Sebagai pengelola yang menjadi ujung tombak dalam pelayanan Posyandu

maka untuk meningkatkan peran kader maka dapat dilakukan beberapa cara untuk
meningkatkan kapasitas kader, antara lain:
1. Peningkatan kapasitas/penyegaran kader
Terdapat beberapa kendala yang dapat membuat pelaksanaan kegiatan di

Posyandu menjadi kurang optimal, antara lain sering terjadi drop out kader, tingkat
kejenuhan kader, sulitnya regenerasi kader, adanya peran ganda kader, serta
kurangnya pemahaman dan keterampilan kader di Posyandu. Selain itu banyak hal-

10

hal baru terkait penimbangan yang perlu diketahui oleh kader. Untuk mengatasi hal
tersebut, upaya yang dapat dilakukan adalah penambahan kader baru dan
mengoptimalkan

kinerja

kader

lama

dengan

melakukan


peningkatan

kapasitas/penyegaran kader. Hal ini bertujuan untuk menambah pengetahuan,
keterampilan dan wawasan para kader. Kegiatan ini dapat dilakukan berkoordinasi
dengan Kepala Desa/Lurah, Puskesmas dan tim penggerak PKK setempat. Waktu dan
tempat pelaksanaan peningkatan kapasitas peningkatan kapasitas dapat disepakati
antara penyelenggara dengan kader.
Kegiatan ini dapat dilakukan paling lama 3 tahun sekali dengan menggunakan
berbagai sumber dana seperti APBD Kabupaten dan Kota, ADD (Anggaran Dana
Desa), CSR, swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan/LSM, atau sumber lain
yang mendukung dan tidak mengikat.
2. Jambore Kader
Untuk meningkatkan kinerja para kader, perlu perhatian dan kepedulian
semua pihak agar kader tetap semangat melaksanakan tugas dan fungsinya. Perlu ada
kegiatan sebagai wadah bagi para kader agar dapat saling tukar pengalaman, guna
menambah pengetahuan dan keterampilan serta memperluas wawasan para kader
yang selama ini telah bekerja tanpa pamrih. Kegiatan ini dapat dilaksanakan 1 tahun
sekali berupa Jambore Kader Posyandu mulai dari tingkat kecamatan hingga
kabupaten dan kota. Jambore kader Posyandu merupakan salah satu kegiatan yang
dapat meningkatkan kinerja kader sekaligus memberikan penghargaan bagi para

kader dalam pelayanan di Posyandu.

11

3. Pemberian penghargaan kepada kader
Kader adalah relawan, namun agar kader lebih bersemangat bekerja, perlu
diberikan penghargaan yang dapat diusahakan dari pemerintah daerah, masyarakat,
dan dari sumber lain yang tidak mengikat.
Bentuk penghargaan kepada kader dapat berupa:
a. Uang transport, seragam, pin, dan lain-lain yang besarannya disesuaikan
dengan alokasi dana masing-masing pemerintah daerah.
b. Pengangkatan kader dengan Surat Keputusan Lurah, Camat, bila perlu
Bupati/Walikota
c. Piagam penghargaan, disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah
masing-masing
d. Memberikan kemudahan dan fasilitas berobat bagi kader
e. Menjadikan kader sebagai mitra dan bukan bagian dari aparat Puskesmas
f. Bentuk penghargaan lainnya
Dengan adanya berbagai bentuk penghargaan tersebut, diharapkan motivasi
kader semakin meningkat, bahkan bisa menarik minat masyarakat untuk menjadi

kader.
4. Kunjungan antar Posyandu
Kegiatan ini berupa kunjungan ke Posyandu lain yang memiliki cakupan
penimbangan balita tinggi, kunjungan dilakukan pada saat Posyandu yang dikunjungi
sedang melakukan kegiatan. Hal-hal yang dapat dilihat dan dipelajari seperti

12

pengelolaaan Sistem Informasi Posyandu (SIP), fasilitas Posyandu, kegiatan
Posyandu serta cara penggerakan kader dan sasaran.
Kunjungan antar Posyandu dapat juga dilakukan dengan mengundang kader
dari Posyandu yang cakupan penimbangan balitanya tinggi ke Posyandu yang
cakupannya rendah. (Kemkes RI, 2014)
2.1.4

Peran Kader

1. Sebelum hari buka Posyandu
a. Melakukan persiapan penyelenggaraan kegiatan Posyandu
b. Menyebarluaskan informasi tentang hari buka Posyandu melalui pertemuan

warga setempat atau surat edaran
c. Melakukan pembagian tugas antar kader, meliputi pendaftaran, penimbangan,
pencatatan, penyuluhan, pemberian makanan tambahan, serta pelayanan yang
dapat dilakukan oleh kader.
d. Melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan dan petugas lainnya terkait
dengan jenis layanan yang akan diselenggarakan. Jenis kegiatan ini
merupakan tindak lanjut dari kegiatan Posyandu sebelumnya atau rencana
kegiatan yang telah ditetapkan berikutnya.
e. Menyiapkan bahan penyuluhan dan pemberian makanan tambahan. Bahanbahan penyuluhan sesuai permasalahan yang dihadapi para orangtua serta
disesuaikan dengan metode penyuluhan, misalnya: menyiapkan bahan-bahan
makanan apabila ingin memasukkan demo masak, lembar balik untuk
kegiatan konseling, kaset atau CD, KMS, buku KIA, sarana stimulasi balita.

13

2. Saat hari buka Posyandu
a. Melakukan pendaftaran, meliputi pendaftaran balita, ibu hamil, ibu nifas, ibu
menyusui, dan sasaran lainnya.
b. Pelayanan kesehatan ibu dan anak. Untuk pelayanan kesehatan anak pada
posyandu, dilakukan penimbangan, pengukuran tinggi badan, pengukuran

lingkar kepala anak, pemantauan aktifitas anak, pemantauan status imunisasi
anak, pemantauan terhadap tindakan orangtua tentang pola asuh yang
dilakukan pada anak, pemantauan tentang permasalahan anak balita, dan lain
sebagainya.
c. Membimbing orangtua melakukan pencatatan terhadap berbagai hasil
pengukuran dan pemantauan kondisi anak balita.
d. Melakukan penyuluhan tentang pola asuh anak balita. Dalam kegiatan ini,
kader bisa memberikan layanan konsultasi, konseling, diskusi kelompok dan
demonstrasi dengan orangtua/keluarga anak balita.
e. Memotivasi orangtua balita agar terus melakukan pola asuh yang baik pada
anaknya, dengan menerapkan prinsip asih-asah-asuh.
f.

Menyampaikan penghargaan kepada orangtua yang telah datang ke Posyandu
dan minta mereka untuk kembali pada hari Posyandu berikutnya.

g. Menyampaikan informasi pada orangtua agar menghubungi kader apabila
ada permasalahan terkait dengan anak balitanya.
h. Melakukan pencatatan kegiatan yang telah dilakukan pada hari buka
Posyandu.


14

3. Sesudah hari buka Posyandu
a. Melakukan kunjungan rumah pada balita yang tidak hadir pada hari buka
Posyandu, anak yang kurang gizi, atau anak yang mengalami gizi buruk
rawat jalan, dan lain-lain.
b. Memotivasi masyarakat, misalnya untuk memanfaatkan pekarangan dalam
rangka meningkatkan gizi keluarga, menanam tanaman obat keluarga,
membuat tempat bermain anak yang aman dan nyaman. Selain itu,
memberikan penyuluhan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
c. Melakukan pertemuan dengan tokoh masyarakat, pimpinan wilayah
untukmenyampaikan hasil kegiatan Posyandu serta mengusulkan dukungan
agar Posyandu terus berjalan dengan baik.
d. Menyelenggarakan pertemuan, diskusi dengan masyarakat, untuk membahas
kegiatan Posyandu. Usulan dari masyarakat digunakan sebagai bahan
menyusun rencana tindak lanjut kegiatan berikutnya.
e. Mempelajari Sistem Informasi Posyandu (SIP). SIP adalah sistem pencatatan
data atau informasi tentang pelayanan yang diselenggarakan di Posyandu.
Manfaat SIP adalah sebagai panduan bagi kader untuk memahami

permasalahan yang ada, sehingga dapat mengembangkan jenis kegiatan yang
tepat dan sesuai dengan kebutuhan sasaran. (Kemenkes RI, 2012)
Kader Posyandu merupakan agen perubahan dalam bidang kesehatan yang
bekerja secara profesional yang selalu berusaha memotivasi dan menggerakkan
masyarakat agar berprilaku sehat yang pada gilirannya mempercepat momentum

15

akselerasi pergerakan paradigma sehat yang diinginkan masyarakat Indonesia
(Nasution, 1988). Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) dalam buku Nasution
(1988) mengemukakan tujuh langkah kegiatan agen perubahan dalam pelaksanaan
difusi inovasi dimasyarakat:
1.

Membangkitkan kebutuhan untuk berubah. Biasanya agen pembaharu pada awal
tugasnya diminta untuk membantu kliennya agar mereka sadar perlunya
perubahan.

2.


Menetapkan hubungan pertukaran informasi, agen perubahan harus segera
membina hubungan yang lebih akrab dengan klien. Agen pembaharu dapat
meningkatkan hubungan

yang lebih baik

dengan cara menumbuhkan

kepercayaan klien pada kemampuannya, saling percaya dan juga agen
pembaharu harus menunjukkan empati pada masalah dan kebutuhan klien.
3.

Mendiagnosa masalah yang dihadapi. Agen pembaharu bertanggung jawab untuk
menganalisa masalah yang dihadipi klien, agar dapat menentukan berbagai
alternatif jika tidak sesuai kebutuhan klien. Agen pembaharu melihat masalah
dengan kacamata klien, artinya kesimpulan diagnosa harus berdasarkan analisa
situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan pandangan pribadi agen
pembaharu.

4.

Membangkitkan kemauan klien untuk berubah. Setelah agen pembaharu
menggali berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk
mencapai tujuan, maka agen pembaharu bertugas untuk mencari cara memotivasi
dan menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau

16

membuka dirinya untuk menerima inovasi. Namun cara yang digunakan harus
berorientasi pada klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan terlalu
menonjolkan inovasi.
5.

Mewujudkan

kemauan

dalam

perbuatan.

Agen

pembaharu

berusaha

mempengaruhi tingkah laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan
klien, jadi jangan memaksa. Dimana komunikasi interpersonal akan lebih efektif
kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat bermanfaat kalau
dimanfaatkan pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh karena itu,
dalam hal tindakan agen pembaharu yang paling tepat menggunakan pengaruh
secara tidak langsung, yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar dapat
mengaktifkan kegiatan kelompok lain.
6.

Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berlanjutnya
inovasi. Agen pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan
cara penguatan kepada klien yang telah mengharapkan inovasi. Perubahan
tingkah laku yang sudah sesuai dengan inovasi dijaga jangan sampai berubah
kembali pada keadaan sebelum adanya inovasi.

7.

Mengakhiri hubungan ketergantungan. Tujuan akhir dari tugas agen pembaharu
adalah dapat menumbuhkan kesadaran untuk berubah dan kemampuan untuk
merubah dirinya, sebagai anggota sistem sosial yang selalu mendapat tantangan
kemajuan jaman.

17

2.2.Posyandu
2.2.1. Defenisi
Permendagri Nomor 19 Tahun 2011 menyatakan bahwa: Posyandu
merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)
yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan
memeberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan dasar/sosial dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu dan
Angka Kematian Bayi.
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya adalah bayi, anak
balita, ibu hamil, ibu nifas, ibu menyusui, dan Pasangan Usia Subur (Kemkes RI,
2014)
2.2.2 Tujuan
1. Tujuan Umum:
Menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Anak Balita (AKABA) di Indonesia
melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
2. Tujuan Khusus:
a. Meningkatnya peran masyarakat dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar,
terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.
b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam penyelenggaraan Posyandu, terutama
berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.

18

c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang
berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA (Kemenkes RI, 2011).
2.2.3 Fungsi
Posyandu memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan keterampilan
dari petugas kepada masyarakat dan antar sesama masyarakat dalam rangka
mempercepat penurunan AKI, AKB dan AKABA.
2. Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatandasar, terutama berkaitan
dengan penurunan AKI, AKB danAKABA (Kemkes RI, 2014).
2.2.4 Manfaat Posyandu
Posyandu memiliki banyak manfaat untuk berbagai pihak, yaitu:
1. Bagi Masyarakat
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan
dasar, terutama berkaitan dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA.
b. Memperoleh layanan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan
terutama terkait kesehatan ibu dan anak.
c. Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan kesehatan dasar terpadu dan pelayanan
sosial dasar sektor lain terkait.
2. Bagi Kader, pengurus Posyandu dan tokoh masyarakat
a. Mendapatkan informasi terlebih dahulu tentang upaya kesehatan yang terkait
dengan penurunan AKI, AKB dan AKABA

19

b. Dapat

mewujudkan

aktualisasi

dirinya

dalam

membantu

masyarakat

menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI, AKB dan
AKABA
3. Bagi Puskesmas
a. Optimalisasi fungsi Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, pusat pelayanan
kesehatan perorangan primer dan pusat pelayanan kesehatan masyarakat primer.
b. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
kesehatan sesuai kondisi setempat.
c. Mendekatkan akses pelayanan kesehatan dasar pada masyarakat.
4. Bagi sektor lain
a. Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan masalah
kesehatan dan sosial dasar lainnya, terutama yang terkait dengan upaya
penurunan AKI, AKB dan AKABA sesuai kondisi setempat.
b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai
dengan tugas, pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing sektor. (Kemenkes RI,
2011)
2.2.5 Kegiatan Posyandu
Dalam pelaksanaannya Posyandu memiliki 2 kegiatan yaitu kegiatan utama
dan kegiatan tambahan, kegiatan tambahan dapat dilakukan jika kegiatan utama
sudah terlaksana setidaknya 50%. Kegiatan tambahan dapat dilakukan sesuai dengan
kebutuhan.

20

A. Kegiatan Utama
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a. Ibu hamil
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu hamil mencakup:
1) Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, pengukuran tekanan
darah, pemantauan nilai status gizi (pengukuran lingkar lengan atas),
pemberian tablet besi, pemberian imunisasi Tetanus Toksoid, pemeriksaan
tinggi fundus uteri, temu wicara (konseling) termasuk Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dibantu oleh kader. Apabila ditemukan
kelainan, segera dirujuk ke Puskesmas.
2) Untuk lebih meningkatkan kesehatan ibu hamil, perlu diselenggarakan Kelas
Ibu Hamil pada setiap hari buka Posyandu atau pada hari lain sesuai dengan
kesepakatan.
b. Ibu nifas dan menyusui
Pelayanan yang diselenggarakan untuk ibu nifas dan menyusui mencakup:
1) Penyuluhan/konseling kesehatan, KB pasca persalinan, Inisiasi Menyusui
Dini (IMD) dan ASI eksklusif dan gizi.
2) Pemberian 2 kapsul vitamin A warna merah 200.000 SI (1 kapsul segera
setelah melahirkan dan 1 kapsul lagi 24 jam setelah pemberian kapsul
pertama).
3) Perawatan payudara.

21

4) Dilakukan

pemeriksaan

kesehatan

umum,

pemeriksaan

payudara,

pemeriksaan tinggi fundus uteri (rahim) dan pemeriksaan lochia oleh
petugas kesehatan. Apabila ditemukan kelainan, segera dirujuk ke
Puskesmas.
c. Bayi dan Anak balita
Pelayanan Posyandu untuk bayi dan anak balita harus dilaksanakan secara
menyenangkan dan memacu kreativitas tumbuh kembangnya. Jika ruang
pelayanan memadai, pada waktu menunggu giliran pelayanan,anak balita
sebaiknya tidak digendong melainkandilepas bermain sesama balita dengan
pengawasanorangtua di bawah bimbingan kader.Untuk itu perlu disediakan
sarana permainan yang sesuai dengan umur balita. Adapun jenis pelayanan yang
diselenggarakan
Posyandu untuk balita mencakup:
1) Penimbangan berat badan
2) Penentuan status pertumbuhan
3) Penyuluhan dan konseling
4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dilakukan pemeriksaan kesehatan,
imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang. Apabila ditemukan kelainan,
segera dirujuk ke Puskesmas.
2. Keluarga Berencana (KB)
Pelayanan KB di Posyandu yang dapat diberikan oleh kader adalah pemberian
kondom dan pemberian pil ulangan. Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas dapat

22

dilakukan pelayanan suntikan KB dan konseling KB. Apabila tersedia ruangan dan
peralatan yang menunjang serta tenaga yang terlatih dapat dilakukan pemasangan
IUD dan implant.
3. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan oleh petugas
Puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program terhadap
bayi dan ibu hamil.
4. Gizi
Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Jenis pelayanan yang
diberikan meliputi penimbangan berat badan, deteksi dini gangguan pertumbuhan,
penyuluhan dan konseling gizi, pemberian makanan tambahan (PMT) lokal,
suplementasi vitamin A dan tablet Fe. Apabila ditemukan ibu hamil Kurang Energi
Kronis (KEK), balita yang berat badannya tidak naik 2 kali berturut-turut atau berada
di bawah garis merah (BGM), kader wajib segera melakukan rujukan ke Puskesmas
atau Poskesdes.
5. Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Pencegahan diare di Posyandu dilakukan dengan penyuluhan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS). Penanggulangan diare di Posyandu dilakukan melalui
pemberian oralit. Apabila diperlukan penanganan lebih lanjut akan diberikan obat
Zinc oleh petugas kesehatan.

23

B. Kegiatan Pengembangan/Tambahan
Dalam keadaan tertentu masyarakat dapat menambah kegiatan posyandu
dengan kegiatan baru, di samping 5 (lima) kegiatan utama yang telah ditetapkan.
Kegiatan baru tersebut misalnya: perbaikan kesehatan lingkungan, pengendalian
penyakit menular, dan berbagai program pembangunan masyarakat desa lainnya.
Posyandu yang seperti ini disebut dengan nama Posyandu Terintegrasi.
Pada saat ini telah dikenal beberapa kegiatan tambahan Posyandu yang telah
diselenggarakan antara lain:
1. Bina Keluarga Balita (BKB).
2. Kelas Ibu Hamil dan Balita.
3. Penemuan dini dan pengamatan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB),
misalnya: Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), Demam Berdarah Dengue
(DBD), gizi buruk, Polio, Campak, Difteri, Pertusis, Tetanus Neonatorum.
4. Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
5. Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa (UKGMD).
6. Penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB – PLP).
7. Program diversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan,
melalui Taman Obat Keluarga (TOGA).
8. Kegiatan ekonomi produktif, seperti: Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga
(UP2K), usaha simpan pinjam.
9. Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Tabungan Masyarakat (Tabumas).
10. Kesehatan lanjut usia melalui Bina Keluarga Lansia (BKL).

24

11. Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR).
12. Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah
kesejahteraan sosial. (Kemenkes RI, 2011)
2.2.6 Indikator Kegiatan Posyandu
Ada beberapa indikator dalam posyandu antara lain :
1. Liputan Program (K/S). Merupakan indikator mengenai kemampuan program
untuk menjangkau balita yang ada di masing-masing wilayah. Diperoleh dengan
cara membagi jumlah balita yang ada dan mempunyai Kartu Menuju Sehat
(KMS) dengan jumlah keseluruhan balita dikalikan 100.
2. Tingkat Kelangsungan Penimbangan (K/D). Merupakan tingkat kemantapan
pengertian dan motivasi orang tua balita untuk menimbang setiap bulannya.
Indikator ini dapat dengan cara membagi jumlah balita yang ditimbang (D)
dengan jumlah balita yang terdaftar dan mempunyai KMS (K) dikalikan 100.
3. Hasil Penimbangan (N/D). Merupakan indikator keadaan gizi balita pada suatu
waktu (bulan) di wilayah tertentu. Indikator ini didapat dengan membagi jumlah
balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah balita yang ditimbang bulan
ini (D).
4. Hasil Pencapaian Program (N/S). Indikator ini di dapat dengan cara membagi
jumlah balita yang naik berat badannya (N) dengan jumlah seluruh balita (S)
dikalikan 100.
5. Partisipasi Masyarakat (D/S). Indikator ini merupakan keberhasilan program
Posyandu, karena menunjukkan sampai sejauh mana tingkat partisipasi

25

masyarakat dan orang tua balita pada penimbangan balita di posyandu. Indikator
ini diperoleh dengan cara membagi jumlah balita yang ditimbang (D) dengan
jumlah seluruh balita yang ada (S) dikalikan 100. Tinggi rendahnya indikator ini
dipengaruhi oleh aktif tidaknya bayi dan Balita ditimbangkan tiap bulannya
(Marniati, 2012).

2.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Suatu pendekatan konseptual yang banyak digunakan dalam penelitian
tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah model yang dikembangkan oleh R.
Andersen (1968) yang menyatakan pemanfaatan pelayanan kesehatan tergantung
pada:
1. Predisposisi keluarga untuk menggunakan jasa pelayanan kesehatan
Komponen ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu
mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda - beda,
yang disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang digolongkan dalam 3
kelompok :
a. Ciri - ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur, status perkawinan, besar
keluarga dll
b. Struktur sosial seperti : tingkat pendidikan, pekerjaan, hobi, ras, agama, dan
sebagainya.
c. Kepercayaan kesehatan (health belief) seperti: keyakinan penyembuhan
penyakit.

26

2. Kemampuan untuk melaksanakan
Komponen ini menggambarkan suatu kondisi yang memungkinkan orang
memanfaatkan pelayanan kesehatan atau setidak-tidaknya siap memanfaatkannya.
Komponen ini terdiri dari:
a. Sumber daya keluarga, seperti: penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam
asuransi kesehatan, kemampuan membeli jasa pelayanan kesehatan, dan
pengetahuan tentang informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
b. Sumber daya masyarakat, seperti : jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada,
jumlah tenaga kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut, rasio penduduk
terhadap tenaga kesehatan, lokasi pemukiman penduduk. Menurut Anderson
semakin banyak sarana dan jumlah tenaga kesehatan maka tingkat pemanfaatan
pelayanan kesehatan suatu masyarakat akan semakin bertambah.
3. Kebutuhan terhadap jasa pelayanan
Jika faktor predisposisi keluarga dan kemampuan tersebut ada maka variasi
persepsi terhadap penyakit atau kemungkinan kejadiannya serta cara orang
menanggapi penyakit atau kemungkinan sakit akan menentukan dalam penggunaan
pelayanan kesehatan. Penilaian individu ini dapat di peroleh dari dua sumber yaitu:
a. Penilaian individu (perceived need) merupakan penilaian keadaan kesehatan
yang paling dirasakan oleh individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan
hebatnya rasa sakit yang diderita.
b. Penilaian klinik (evaluated need), didasarkan pada keluhan-keluhan yang
mungkin memerlukan pengobatan menurut kelompok usia (Muzaham, 2007).

27

Andersen (1968) dalam Muzaham (2007) menyatakan bahwa jumlah
penggunaan pelayanan kesehatan oleh suatu keluarga merupakan karakteristik
predisposisi, kemampuan serta kebutuhan atas pelayanan medis. Semua komponen
tersebut masing-masing dianggap mempunyai peranan tersendiri dalam memahami
perbedaan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
J.C.

Hershey

dkk

(1975)

mengemukakan

suatu

model

yang

mengkombinasikan berbagai pengukuran tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Hipotesis utama dalam studi tersebut adalah variabel bebas yang berbeda

akan

memperlihatkan kepentingan yang berbeda dalam meramalkan berbagai tipe perilaku
pemanfaatan pelayanan kesehatan (dikategorikan salah satunya menurut jumlah total
kunjungan atas inisiatif klien bukan inisiatif tenaga kesehatan) (Muzaham, 2007).

2.4 Landasan Teori
Mengacu pada model pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Andersen (1968)
dan agen perubahan dalam difusi inovasi masyarakat menurut Rogers dan Shoemaker
(1971) maka dirangkum dalam suatu landasan teori sebagai berikut :

28

1. Predisposisi
keluarga
untuk
menggunakan
jasa
pelayanan
kesehatan:
a. Demografi : umur, jenis kelamin,
status, perkawinan, besar keluarga dll
b. Struktur sosial : tingkat pendidikan,
Kemampuan
untuk
melaksanakan
:
pekerjaan, ras,
agama
dll
c. Kepercayaan kesehatan
Sumber daya keluarga : penghasilan
keluarga, keikutsertaan dalam asuransi
kesehatan, pengetahuan

Pemanfaatan
pelayanan
kesehatan

Sumber daya masyarakat : jumlah
sarana pelayanan kesehatan, tenaga
Kebutuhan
jasa transportasi,
pelayanan:
kesehatan,terhadap
lokasi/ jarak
agen perubahan dalam difusi inovasi
a. Penilaian
individu
masyarakat
(kader
posyandu)
b. Penilaian klinikGambar 2.1 Landasan Teori

Pendekatan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan
mengkombinasikan antara teori Andersen (1968) dan teori Rogers dan Shoemaker
(1971). Dalam teori Andersen (1968) disebutkan bahwa dalam pemanfaatan
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor

yaitu faktor predisposisi

keluarga yang terdiri dari ciri-ciri demografi, struktur sosial dan kepercayaan
kesehatan; faktor kemampuan dalam melaksanakan yang terdiri dari sumber daya
keluarga dan sumber daya masyarakat yang termasuk sarana pelayanan kesehatan dan
tenaga kesehatan; faktor

kebutuhan terhadap jasa pelayanan yang terdiri dari

penilaian individu dan penilaian klinik.
Teori Andersen (1968) dikombinasikan dengan teori Roger dan Shoemaker
(1971) yaitu tentang agen perubahan dalam difusi inovasi masyarakat yang didalam
penelitian ini berarti kader Posyandu. Kader Posyandu merupakan agen perubahan di

29

dalam bidang kesehatan yang berasal dari masyarakat sebagai relawan dalam
pelaksanaan Posyandu. Kader Posyandu sebagai agen perubahan termasuk dalam
faktor sumber daya masyarakat. Agen perubahan dalam teori Roger dan Shoemaker
(1971) dalam buku Nasution (1968) memiliki tujuh langkah dalam pelaksanaan difusi
inovasi dimasyarakat yang diadaptasi kembali dalam penelitian ini:
1. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah. Biasanya agen pembaharu pada awal
tugasnya diminta untuk membantu kliennya agar mereka sadar perlunya
perubahan.
2. Menetapkan hubungan pertukaran informasi, agen perubahan harus segera
membina hubungan yang lebih akrab dengan klien. Agen pembaharu dapat
meningkatkan hubungan yang lebih baik dengan cara menumbuhkan kepercayaan
klien pada kemampuannya, saling percaya dan juga agen pembaharu harus
menunjukkan empati pada masalah dan kebutuhan klien.
3. Mendiagnosa masalah yang dihadapi. Agen pembaharu bertanggung jawab untuk
menganalisa masalah yang dihadipi klien, agar dapat menentukan berbagai
alternatif jika tidak sesuai kebutuhan klien. Agen pembaharu melihat masalah
dengan kacamata klien, artinya kesimpulan diagnosa harus berdasarkan analisa
situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan pandangan pribadi agen
pembaharu.
4. Membangkitkan kemauan klien untuk berubah. Setelah agen pembaharu menggali
berbagai macam cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai
tujuan, maka agen pembaharu bertugas untuk mencari cara memotivasi dan

30

menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau membuka
dirinya untuk menerima inovasi. Namun cara yang digunakan harus berorientasi
pada klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan terlalu menonjolkan
inovasi.
5. Mewujudkan

kemauan

dalam

perbuatan.

Agen

pembaharu

berusaha

mempengaruhi tingkah laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan
klien, jadi jangan memaksa. Dimana komunikasi interpersonal akan lebih efektif
kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat bermanfaat kalau
dimanfaatkan pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh karena itu,
dalam hal tindakan agen pembaharu yang paling tepat menggunakan pengaruh
secara tidak langsung, yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar dapat
mengaktifkan kegiatan kelompok lain.
6. Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berlanjutnya inovasi.
Agen pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan cara
penguatan kepada klien yang telah mengharapkan inovasi. Perubahan tingkah
laku yang sudah sesuai dengan inovasi dijaga jangan sampai berubah kembali
pada keadaan sebelum adanya inovasi.
7. Mengakhiri hubungan ketergantungan. Tujuan akhir dari tugas agen pembaharu
adalah dapat menumbuhkan kesadaran untuk berubah dan kemampuan untuk
merubah dirinya, sebagai anggota sistem sosial yang selalu mendapat tantangan
kemajuan jaman.

31

Mengacu pada teori J.C. Harshey pemanfaatan pelayanan Posyandu dalam
penimbangan balita dapat dikategorikan menurut jumlah kunjungan ke Posyandu atas
inisiatif masyarakat yang dilihat dari cakupan penimbangan balita. Namun masih
rendahnya cakupan penimbangan balita sering dikaitkan dengan peran kader yang
dianggap sebagai ujung tombak keberhasilan Posyandu. Oleh sebab itu peneliti ingin
menggali fenomena bagaimana pengaruh peran kader terhadap pemanfaatan
pelayanan Posyandu dalam penimbangan balita.

2.5

Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian maka dapat disusun kerangka konsep sebagai

berikut :

Variabel independen

Variabel dependen

Peran Kader :
a. Menumbuhkan keinginan ibu untuk
memanfaatkan pelayanan Posyandu dalam
penimbangan balita
b. Membina suatu hubungan dengan ibu
dalam rangka pemanfaatan pelayanan
Posyandu
c. Membantu mendiagnosa permasalahan
yang dihadapi ibu berkaitan dengan balita
d. Menciptakan keinginan ibu untuk
memanfaatkan pelayanan Posyandu dalam
penimbangan balita
e. Upaya untuk mendapat dukungan agar
pelaksanaan Posyandu dapat terlaksana

Pemanfaatan pelayanan
Posyandu dalam
penimbangan balita