Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Coptotermes curvignatus Holmgren
Betina (ratu) memiliki abdomen yang membesar yang tugasnya bertelur dan
jantan (raja), tugasnya hanya membuahi ratu. Jantan fertil tidak harus selalu
membuahi betina fertil. Betina fertil memiliki kantung yang dapat menyimpan
sperma dari jantan fertil. Ukuran ratu umumnya sebesar jempol pria dewasa bahkan
lebih sedangkan raja hanya 1/10 dari ukuran ratu. Telurnya mencapai ± 36000 sehari
bila koloninya sudah berumur ± 5 tahun. Ratu rayap dapat hidup sampai dengan 20
tahun, bahkan lebih (Prasetyo, 2005).
Selama hidup ratu hanya bertelur, tetap berada di inti sarang dan tidak keluar
sampai akhir hayatnya. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri
koloni. Pasangan ini disebut sebagai pasangan reproduktif primer. Dalam satu koloni
hanya ada satu ratu dan raja. Jika raja dan ratu mati, koloni akan membentuk betina
dan jantan fertil baru dari individu lain, biasanya dari kasta pekerja. Pasangan baru
ini disebut sebagai pasangan reproduktif suplementer atau neoten. Abdomen dari
betina reproduktif suplementer tidak sebesar abdomen betina pada reproduktif primer
bersayap dan merupakan pendiri koloni. Neoten muncul segera setelah kasta
reproduktif primer mati atau hilang karena fragmentasi koloni. Selanjutnya, neoten
menggantikan fungsi kasta reproduktif primer untuk perkembangan koloni
(Tarumingkeng, 2005),


Universitas Sumatera Utara

Telur yang akan menetas menjadi nimfa mengalami perubahan 5-8 instar.
Jumlah telur rayap bervariasi, tergantung kepada jenis dan umur. Saat pertama
bertelur betina mengeluarkan 4-15 butir telur.

Telur rayap berbentuk silindris,

dengan bagian ujung yang membulat yang berwarna putih. Panjang telur bervariasi
antara 1-1,5 mm. Telur Coptotermes curvignathus akan menetas setelah berumur 811 hari (Tarumingkeng, 2005).
Kepala berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk
kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antena terdiri dari
15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung di ujungnya, batas
antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan
mandible 2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 mm dengan
lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6 mm.
Bagian abdomen ditutupi dengan yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih
kekuning-kuningan (Nandika et al., 2003).


Gambar 1. Bentuk kepala dan mandible C.
curvignathus
Rayap hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Setiap koloni
rayap terdapat lebih dari satu juta serangga dibagi menjadi kelompok-kelompok

Universitas Sumatera Utara

khusus yang disebut kasta. Masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang
berbeda-beda (Nandika et al., 2003).

(Nandika dkk, 2003).

Gambar 2. Siklus hidup rayap
Sumber: www.e-dukasi.net
Perilaku rayap
Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan
diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan ada invasi mencari objek makanan
juga menerobos bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang
terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah dan humus
(Tarumingkeng, 2005).

Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya
kekurangan air dan makanan, sehingga individu yang kuat saja yang dipertahankan,
yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi
(karena sakit, sudah tua atau mungkin juga karena malas) baik reproduktif, prajurit
maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip
efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika
(keseimbangan kehidupan) koloni rayap

(Zulkefli et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni
rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat,
mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini
diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu
yang baru saja berganti kulit (eksidis), karena pada saat eksidis kulit usus juga
tanggal sehingga protozoa simbiont yang diperlukan untuk mencerna selulosa ikut
keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalakasis (Tarumingkeng, 2005).
Kasta Rayap

Rayap hidup sebagai serangga sosial dalam masyarakat yang disebut koloni.
Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda
sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu kasta prajurit, kasta pekerja, dan kasta
reproduktif (Anwar, 2006).
1. Kasta Reproduktif
Kasta reproduktif bersayap (laron) berwarna coklat kehitam-hitaman,
panjang tubuhnya 7,5 – 8 mm dan rentang sayapnya 15 –16 mm. Kasta reproduktif
suplementer (tak bersayap) mempunyai ukuran tubuh yang hampir sama dengan
kasta reproduktif primer bersayap. Sayapnya tidak berkembang, hanya berupa
tonjolan sayap saja. Kasta Reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu
rayap betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya hanya
bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2009).
Betina dapat menghasikan ribuan telur; dan sperma dapat disimpan oleh
betina dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan
kopulasi berulang-ulang. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta

Universitas Sumatera Utara

reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah

individu pertama pendiri koloni, yaitu Laron/Alates sepasang laron yang mulai
menjalin kehidupan bersama sejak penerbangan alata. Pasangan ini disebut
reprodukif primer. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten
(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

Gambar 3. Ratu Rayap
Sumber : http://tumoutou.net/biologi_perilaku_rayap.htm
2. Kasta Pekerja
Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Kurang lebih 85%
populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Dari ketiga kasta rayap,
hanya kasta pekerjalah yang merusak bangunan. Memiliki warna tubuh pucat dan
mengalami penebalan di bagian kutikula. Tugasnya mencari makanan dan
mengangkutnya ke sarang, membuat

terowongan, menyuapi dan membersihkan

reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, membunuh dan memakan rayap
yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas),
baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja sendiri (Tarumingkeng, 2005).
Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan

koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini.
Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda. Kasta
pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan,

Universitas Sumatera Utara

membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk
sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang
bila terjadi kerusakan (Nandika et al., 2003).
3. Kasta Prajurit
Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan
(sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya
mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di
antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada
gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit
bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan
kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja
diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut,
walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan
menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel

(rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya
gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati (Tarumingkeng,
2005).
Gejala Serangan Rayap
Kehadiran rayap pada tanaman kelapa sawit mudah untuk dideteksi yaitu
dengan melihat alur gigitan berserbuk pada dasar pelepah, batang, tandan dan
petiole. Alur ini rayap buat terhubung dengan koloni dan sarang mereka. Alur ini
dapat diikuti kembali pada batang vegetasi hutan alami yang terkubur di dalam tanah
gambut atau rumpukan sisa tanaman. Serangan serius yang mencapai petiole kelapa
sawit dapat menyebabkan kerusakan yang fatal pada tanaman yang baru ditanam.

Universitas Sumatera Utara

Serangan biasanya mulai dari daerah daun tombak bagian bawah, melalui batang
yang nantinya akan menimbulkan luka pada dasar pelepah (Zulkefli, 2007).

Gambar 4. Gejala serangan rayap pada penampang melintang kelapa
Serangan rayap pada tanaman menghasilkan dapat digolongkan menjadi tiga
tahap: awal, tengah dan akhir 1) awal (initial stage): adanya bekas gerekan serbuk
yang masih segar pada dasar pelepah, pembungaan, tandan buah yang sedang

berkembang dan daun tombak (daun tombak dan pelepah bagian atas masih hijau). 2)
Tengah (intermediate stage) : terjadi perubahan warna pada daun tombak dan dua
atau tiga pelepah bagian atas menjadi kekuningan. Hal ini disebabkan rayap
memakan bagian tanaman meristem apical. 3) Akhir (advanced stage) : daun tombak
dan tiga pelepah bagian atas mengering. Tanaman bagian atas menjadi coklat, kering
dan akhirnya mati (Zulkefli et al., 2012).

Gambar 5. Tahapan se

(advanced) (

Universitas Sumatera Utara

Pengendalian Rayap
Pengelolaan Hama Terpadu Rayap
Prinsip pengendalian rayap pada beberapa cara telah berubah pada dekade
terakhir ini. Dengan melarang pemakaian bahan kimia organochlorine, tetapi hanya
organofosfat, karbamat dan piretroid sintetik yang tersedia sebagai alternatif untuk
mengendalikan rayap di perkebunan kelapa sawit


(Kartika et al., 2007).

Deteksi dan Sensus Rayap
Pengelolaan hama terpadu rayap dimulai dengan pengamatan dini atau early
warning system (EWS). Sensus mendadak pada area terserang sebaiknya diikuti
dengan perlakuan kimiawi. Sensus dapat dilakukan melalui observasi jalur gigitan
(mud-work) segar pada batang kelapa sawit terutama pada dasar pelepah dan tunas.
Tandai tanaman yang terserang dan beri perlakuan pada enam tanaman pinggir untuk
mencegah serangan baru. Metode lain adalah deteksi rayap dengan umpan. Umpan
yang digunakan adalah kayu karet (rubber wood stake) atau kertas kardus
bergelombang yang ditempatkan pada sebuah stasiun pendeteksi rayap. Dengan
metode umpan ini, serangan dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan dengan
gejala mud-work (Zulkefli et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 6. Umpan kayu karet (rubber wood stake) dari area terserang (kiri)
dan hama rayap yang menyerang kayu karet setelah satu bulan
dil


kk

di d l

h

b

(k

)

Gambar 7. Umpan rayap menggunakan kertas kardus bergelombang di dalam
stasiun detector rayap
Penggunaan Pestisida Nabati dan Jamur Entomopatogen
Bubuk daun Sambucus javanica memiliki daya racun (toksik) terhadap
rayap tanah Coptotermes sp.. sehingga daun S. javanica dapat digunakan sebagai
insektisida nabati dalam pengendalian rayap tanah Coptotermes sp.. Pada
metode pengumpanan proporsi bubuk yang


efektif dalam

mengendalikan rayap tanah Coptotermes sp. adalah 4 g (Zulyusri et al., 2013).
Uji berbagai konsentrasi tepung serai wangi terhadap hama rayap
(C. curvignatus) kasta pekerja diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Tepung serai
wangi mampu mengendalikan hama rayap (C. curvignatus) kasta pekerja di
laboratorium. Perlakuan konsentrasi tepung serai wangi 6 g/100 g serbuk gergaji
lebih efektif, karena mampu mematikan hama rayap (C. curvignatus) sebesar yaitu
83,75%, dengan waktu awal kematian 7,75 jam, pada lethal time 50% selama 31 jam
(Abidin et al., 2013).
C.

curvignathus

yang

bersifat

susceptible

dapat

dilawan

dengan

menggunakan Metharizium di laboratorium. Hasil yang didapat mengindikasikan

Universitas Sumatera Utara

bahwa. Metarhizium anisopliae dapat membunuh 100% rayap pada 8 hari setelah
perlakuan. Hasil ini tentunya akan diterapkan di lapangan untuk mengendalikan
rayap kasta pekerja dan koloninya sebagai bentuk pengendalian dengan agen hayati
(Ramle et al., 2011).
Pengelolaan Air Tampung (Water Table Management)
Tampungan air yang normal disarankan untuk pengendalian rayap pada 15-30
cm dari permukaan tanah. Pada tingkat ini, penggenangan dapat mencapai area yang
didiami koloni rayap. Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa genangan air
yang lebih tinggi pada 15 cm dan 30 cm dari permukaan tanah didapati 14% dan
29% rayap bertahan selama 7 hari setelah perlakuan. Tingkat air dapat dikontrol
menggunakan adjustable weirs dalam sistem drainase (Gambar 8). Peningkatan
genangan air dapat memaksa rayap keluar dari tanah

(Zulkefli et al.,

2011).

Gambar 8. Adjustable weirs dibuat dari pusat air (kiri) atau karung pasir
(kanan) dapat mengatur air tanah hingga areal serangan rayap.
Perlakuan Kimiawi
Chlorpyrifos dan fipronil secara luas digunakan untuk mengendalikan rayap.
Bahan kimia yang efektif digunakan adalah fipronil pada 5-6 bulan terakhir.
Penyemprotan batang dan pembasahan dasar tanaman kelapa sawit akan mengurangi
serangan rayap. Pembersihan dan pengangkatan mud-work sebelum penyemprotan

Universitas Sumatera Utara

insektisida ke dalam batang kelapa sawit. Pengulangan perlakuan disyaratkan untuk
mengatasi serangan baru pada area yang sama dalam beberapa bulan. Selalu gunakan
perlakuan pencegahan selama musim kering/kemarau karena banyak rayap hama
akan masuk ke tanah yang lebih dalam dekat dengan penampungan air (Zulkefli et
al., 2012).
Jamur Cordyceps militaris
Menurut Holliday et al. (2005), jamur C. militaris dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Filum

: Ascomycota

Klass

: Ascomycetes

Ordo

: Hypocreales

Famili

: Clavicipitaceae

Genus

: Cordyceps

Spesies

: C. militaris.

Cordyceps militaris merupakan salah satu agensia pengendali hayati yang
berpotensi untuk mengendalikan populasi ulat api.

Jamur ini merupakan jamur

entomopatogenik dari kelas Ascomycetes, ordo Clavicipitales

dan famili

Clavicipitaceae. Jamur ini menyerang ulat api dengan penampakan gejala mumifikasi
pada pupa sehingga pupa menjadi keras dan akan terjadi perubahan warna menjadi
putih pucat atau kecoklatan. Perkembangan jamur pada jasad/mumi selama 30-40
hari dan dicirikan dengan munculnya akar yang berwarna merah yang disebut
rhizomorph.

Dari ujung rhiozomorph berkembang badan sporulasi yang

Universitas Sumatera Utara

mengandung perithecia dengan ascospora yang berfungsi sebagai alat berkembang
biak jamur (Wahyu, 2004).

Badan buah
C militaris

Gambar 9. C. Militaris pada media tumbuh
Sumber: Virdiana et al. (2008).
Cordyceps dikenal sebagai jamur entomopatogen yang membentuk badan
buah pada serangga inangnya dan dikenal 750 spesies dari jamur ini. C. militaris
merupakan jamur entomopatogen, khususnya pada larva dan pupa ordo Lepidoptera
(Schgal dan Sagar, 2006).
Pada pengamatan terhadap larva Setora nitens, Setothosea asigna dan
Ploneta diducta, menunjukkan bahwa C. militaris dapat menyerang larva instar akhir
maupun kepompong yang ditandai dengan munculnya miselium berwarna putih dan
mengalami mumifikasi. Kepompong yang terinfeksi menjadi keras (mumifikasi),
berwarna krem sampai coklat muda, miselium berwarna putih membalut tubuh
kepompong di dalam kokon. Miselium berkembang keluar dinding kokon dan terjadi
diferensiasi membentuk rizomorf dengan beberapa cabang, berwarna merah muda.
Ujung-ujung rizomorf berdiferensiasi membentuk badan buah berisi peritesia dengan
askus dan askospora. Infeksi pertama terjadi pada saat larva tua akan berkepompong,
tetapi lebih banyak pada fase kepompong (Tan et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 10. Gejala Serangan C. Militaris pada S. asigna dan P. diducta
Sumber: http://www.sadistic.pl
Bah Lias Research Station PP. London Sumatera Tbk melakukan pengamatan
terhadap ulat api (S. asigna) yang telah diaplikasikan C. militaris menunjukkan
bahwa pada kondisi kelembaban yang cukup, perkembangan Cordyceps dari
mumifikasi sampai terjadinya emisi askospora sekitar 24 hari. Keadaan yang sedikit
gelap akan berpengaruh terhadap evolusi stroma, tetapi cahaya akan merangsang
keluarnya peritesia. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan stromata berkisar 24 minggu setelah inokulasi

(Virdiana et al., 2008).

Mekanisme Infeksi Jamur C. militaris
Askospora yang berada pada integument dari larva dan pupa melakukan
penetrasi melalui pembuluh, dan mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa
lapisan kitin dari larva maupun pupa tersebut. Setelah infeksi, muncul badan hifa
berbentuk silindris pada haemocoel pupa, kemudian badan hifa meningkat dan
menyebar pada tubuh serangga (Schgal dan Sagar, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Kepala stroma

Stroma

Larva
Gambar 11. Mekanisme infeksi C. Militaris
Sumber: http://cordyceps.us.net
Stroma dan sinemata (Gambar 11) Cordyceps berasal dari endosklerotium
dan biasanya keluar dari mulut dan anus serangga dan dapat berkembang dengan
bantuan cahaya. Stroma dan sinemata terdiri dari bundel-bundel yang tersusun rapi
dan membentuk garis-garis membujur atau terdiri dari hifa yang saling berjalin dan
peritesia yang berkembang semakin ke atas. Struktur badan buahnya dapat mencapai
panjang kira-kira 30 cm, dan bewarna kuning, jingga, merah, cokelat, kuning tua,
abu-abu, hijau, atau hitam. Peritesia mengandung askus yang panjang dan sempit
dengan askospora yang multisepta yang dapat berubah bentuk menjadi semakin besar
dalam satu bagian sel tersebut (Shrestha et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara