Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M. Z., S. Desnita dan S. Agus. 2013. Uji Penggunaan Tepung Serai Wangi (Cymbopogon nardus L.) dalam Mengendalikan Rayap Coptotermes

curvignatus pada Skala Laboratorium. Fakultas Pertanian-UR.

Bai NS, Sasidharan TO, Remadevi OK, Rajan PD, Balachander M. 2010. Virulence of Metharhizium isolates against the polyphagous defoliator pest, Spilarctia oblique (Lepidoptera: Arctiidae). Journal of Tropical Forest Science 22(1):74-80.

Barbara, S. N. 2007. Propagation and application of Cordyceps to control leaf eater in palm oil. Bah Lias Research Station. PP. London Sumatera. Jakarta. Fauzi, Y., Y. E. Widyastuti, S. Imam dan H. Rudi. 2002. Kelapa Sawit. Kanisius,

Yogyakarta.

Hardi, T. dan R. Kurniawan. 2007. Pengendalian Rayap Tanah pada Tanaman Kayu Putih dengan Ekstrak Sereh Wangi. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Universitas Nusa Bangsa.

Holliday, J., M. Cleaver, and S. P. Wasser, 2005. Cordyceps. Encyclopedia of Dietary Supplements, November 2005. 45pp.

Kartika, T., S. Yusuf, D. Tarmadi, A. H. Prianto dan I. Guswenrivo. 2007. Pengembangan Formula Bahan Infeksi Cendawan sebagai Alternatif

Biokontrol Rayap Tanah sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kayu Tropis. Vol. 5, (2): 63-67.

Kaszak, B. D. 2014. Cordyceps fungi as natural killers, new hopes for Medicine and biological control factors. Annals of Parasitology. 60(3), 151–158.

Nandika, D., Y. Rismayadi & F. Diba. 2003. Rayap: Perilaku dan Pengendaliannya. Muhammadiyah University Press, Surakarta.

Prasetiyo, K. W. 2005. Kitosan, Pengendali Rayap Ramah Lingkungan. LIPI. Bogor.

Priyanti, S. 2009. Kajian Patogenitas Cendawan Metarhizium anisopliae Pada Media Koalin Untuk Pengendalian Hama Oryctes rhinoceros. Dalan Prosiding Simposium I. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian, Bogor.

Ramle, M., M. Zulkefli and M. W. Basri. 2011. Susceptibility The Termites Coptotermes curvignathus (Isoptera : Rhinotermitidae) Against the

Entomopathogenic Fungi Metharhizium and Beuveria. In Proceeding of the Third MPOB-IOPRI International Seminar: Integrated Oil Palm Pests and


(2)

Diseases Management. Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC), 14 November 20011.

Schgal, A. K., and A. Sagar. 2006. In Vitro Isolation And Influence Of Nutrional Conditions On The Mycelia Growth Of The Enthomopathogenic And Medicinal Fungus Cordyceps militaris. Plant Pathology Journal.

Shrestha, B., S. K. Han, K. S. Yoon and J. M. Sung. 2005. Morphological Characteristics of Conidiogenesis in Cordyceps militaris. J. Kor. Mycobiology 33(2): 69-76.

Soepadiyo, M dan S. Haryono. 2003. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Suziani, W. 2011. Uji Patogenitas Jamur Metarhizium anisopliae dan Jamur Cordyceps militaris terhadap Larva Penggerek Pucuk Kelapa Sawit (Oryctes rhinoceros) (Coleoptera; Scarabaeidae) di Laboratorium. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tan, Q., T. Cai, J. Wei, A. Feng, W. Mao and D. Bao. 2011. Molecular Identification of Mating Type Genes in Asexual Spores of Cordyceps militaris. Institute of Edible Fungi, Shanghai Academy of Agricultural Sciences. In Proceedings of the 7th International Conference on Mushroom Biology and Mushroom Products (ICMBMP7) 2011, Shanghai, China.

Tarumingkeng, R.C. 2005. Biologi dan Perilaku Rayap. www.iopri.org. Diakses pada tanggal 29 November 2009.

Virdiana, I., Barbara and J. Flood. 2008. Propagation and Application of Cordyceps to Control Leaf Eater. Bah Lias Research Station. PP. London Sumatera Tbk. 11pp.

Wahyu, A. S., 2004. Pengembangan Cordyceps militaris Untuk Pengendalian UPDKS. PT. Smart Tbk. Smart Research Institute.

Yulis R, Desita S, dan Agus S. 2011. Pemberian Beberapa Konsentrasi Kitosan untuk Mengendalikan Hama Rayap Coptotermes curvignatus Holmgren (Isoptera; Rhinotermitidae). Fakultas Pertanian, Universitas Riau.

Yohanes, D. J. 2009. Pengendalian Hama Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) dan Rayap (Coptottermes curvighnatus) di Asian Agri Group. Prosiding

Pertemuan Teknis Kelapa Sawit PPKS. Asian Agri Group, 28 Maret 2012. Hal. 48.

Zulkefli, M. 2007. Termites Population in Oil Palm Plantation and The Effect of Different Water Table on Captotermes curvignathus in Peat Soil. University of Malaysia, Sabah.


(3)

Zulkefli, M., K. Norman, M. W. Basri and M. M. Masri. 2011. Termites of Oil Palm in Malaysia : Identification and Managements. Malaysian Palm Oil Board, Bandar Baru Bangi.

Zulkefli, M., N. Kamarudin, R. Moslim and M. B. Wahid. 2012. Integrated Pest Management of Termite and Bunch Moth in Oil Palm Planted on Peat in Soth East Asia. Malaysian Palm Oil Board. In Proceeding Fourth IOPRI-MPOB Internatinal Seminar : Existing and Emerging Pests and Diseases of Oil Palm Advances in Research and Management. Grand Royal Panghegar Hotel, Bandung, Indonesia. 13-14 December 2012.

Zulyusri, Desyanti dan M. Usnal. 2013. Keefektifan Daun Sagitan (Sambucus javanica Reinw) Sebagai Insektisida Nabati dalam Pengendalian Rayap Tanah (Coptotermes sp.). Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Lampung, 10 - 12 Mei 2013. Hal. 521.


(4)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan (± 25 m di atas permukaan laut) di bulan Oktober 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur entomopatogen Cordyceps militaris, rayap (Coptotermes curvignathus) dan kayu-kayu lapuk.

Alat-alat yang digunakan antara lain wadah plastik berdiameter 16 cm dan tinggi 16 cm, kayu, handsprayer, kertas label, gelas ukur, petridis, timbangan analitik, pisau, kaca pembesar, erlenmeyer, beaker glass, plastik kecil, alat tulis, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 9 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: P0 = Kontrol

P1 = Jamur C. militaris disemprotkan 10 gr/ 100 ml air P2 = Jamur C. militaris disemprotkan 20 gr/ 100 ml air P3 = Jamur C. militaris disemprotkan 30 gr/ 100 ml air P4 = Jamur C. militaris disemprotkan 40 gr/ 100 ml air P5 = Jamur C. militaris ditaburkan 10 gr

P6 = Jamur C. militaris ditaburkan 20 gr P7 = Jamur C. militaris ditaburkan 30 gr


(5)

t(r-1) ≥ 15 9(r-1) ≥ 15 9r ≥ 24 r ≥ 2,67

Jumlah perlakuan (t) : 9 Jumlah ulangan (r) : 3 Jumlah unit Percobaan : 27

Metode linear yang digunakan adalah sebagai berikut: Yij : µ + σi + εij

Dimana :

Yij = Nilai pengamatan pada suatu percobaan yang disebabkan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = Rataan

σi = Pengaruh perlakuan ke-i pada ulangan ke-j εij = Pengaruh error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Pelaksanaan Penelitian

1. Penyediaan rayap

Rayap beserta sarangnya diambil dari lapangan, kemudian dimasukkan ke dalam wadah plastik lalu ditutup dengan kain muslin dan dibawa ke laboratorium. Rayap yang digunakan adalah rayap dari kasta pekerja dan kasta prajurit. Setiap wadah plastik berisikan 20 rayap dan diberi pakan kayu lapuk dari lapangan. Ukuran wadah plastik yang digunakan berdiameter 16 cm dan tinggi 15 cm. Jumlah wadah plastik yang diperlukan untuk seluruh perlakuan adalah 27 wadah plastik dan 540 ekor rayap.


(6)

2. Penyediaan C. militaris

Jamur C. militaris yang digunakan diperoleh dari PP London Sumatera Tbk, Bahlias Research & Estate, Sigulanggulang, Siantar Utara, Perdagangan. Jamur tersebut telah tersedia dalam bentuk media jagung. Jamur C. militaris yang diperlukan untuk penelitian ± 200 gr. Selanjutnya dilakukan penimbangan sesuai dengan masing-masing perlakuan (10, 20, 30, dan 40 gr) dan di campur air sebanyak 100 ml.

3. Aplikasi C. militaris

3.1. Aplikasi dengan metode semprot

Aplikasi jamur entomopatogen C. militaris dilakukan dengan cara disemprot secara sesuai dengan masing-masing perlakuan yaitu 10, 20, 30, dan 40 gr dicampur 100 ml air untuk setiap perlakuan dan dimasukkan ke dalam handsprayer lalu diaplikasikan dengan cara menyemprot entomopatogen C. militaris ke dalam wadah plastik yang berisi kayu lapuk sebagai pakan rayap dan dicampur merata kemudian dimasukkan C. curvignathus sebanyak 20 ekor tiap wadah plastik.

3.2. Aplikasi dengan metode tabur

Aplikasi jamur entomopatogen C. militaris dilakukan dengan cara ditabur secara langsung ke dalam wadah plastik yang berisi kayu lapuk dan rayap sesuai dengan masing-masing perlakuan yaitu 10, 20, 30, dan 40 gr dan di campur secara merata.


(7)

Peubah Amatan

1. Persentase Mortalitas Rayap (%)

Pengamatan mortalitas rayap dilakukan setiap hari setelah aplikasi, terhitung 10 hari pengamatan. Pengamatan tersebut dilakukan dengan menghitung jumlah rayap yang mati. Persentase mortalitas rayap dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = × 100 %

Keterangan:

P = Persentase mortalitas a = Jumlah rayap yang mati

b = Jumlah rayap yang masih hidup 2. Perilaku Rayap dan Gejala Serangan

Pengamatan perilaku rayap dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi pada rayap setelah aplikasi dengan menggunakan kaca pembesar. Perilaku yang diamati meliputi gerak tubuh.

3. Waktu Kematian Rayap 50%

Pada hari ke berapa dari semua perlakuan yang tercepat membuat rayap mati 50% dari total serangga.


(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Persentase Mortalitas Rayap (%)

Hasil anasilis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan C. militaris dengan cara metode semprot dan tabur berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas rayap pada 1-7 HSA.

Tabel 1. Pengaruh aplikasi C. militaris terhadap persentase mortalitas rayap pada 1-7 HSA

Perlakuan Persentase Mortalitas Rayap (%)

1 HAS 2 HSA 3 HSA 4 HSA 5 HSA 6 HSA 7 HSA P0 0.00 d 0.00 g 0.00 g 0.00 g 5.00 f 8.33 f 11.67 d P1 6.67 c 11.67 ef 23.33 f 36.67 f 50.00 e 65.00 e 78.33 c P2 8.33 bc 16.67 de 30.00 de 46.67 de 60.00 d 76.67 d 88.33 b P3 10.00 abc 18.33 cd 35.00 bcd 55.00 bc 76.67 bc 93.33 b 100.00 a P4 13.33 ab 25.00 ab 40.00 b 60.00 ab 80.00 ab 100.00 a 100.00 a P5 5.00 c 10.00 f 26.67 ef 41.67 ef 56.67 de 71.67 d 86.67 b P6 8.33 bc 18.33 cd 33.33 cd 51.67 cd 70.00 c 85.00 c 96.67 a P7 13.33 ab 23.33 bc 38.33 bc 58.33 abc 81.67 ab 100.00 a 100.00 a P8 15.00 a 30.00 a 46.67 a 65.00 a 85.00 a 100.00 a 100.00 a Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom / baris yang sama

berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada awal pengamatan (1 HSA), persentase mortalitas tertinggi pada rayap yang diberi perlakuan C. militaris terdapat pada perlakuan P8 (jamur C. militaris ditaburkan 40 gr) yaitu 15,00% dan terendah pada perlakuan P5 (jamur C. militaris ditaburkan 10 gr) yaitu 5,00%. Sedangkan pada akhir pengamatan (7 HSA) persentase mortalitas tertinggi pada rayap yang diberi perlakuan C. militaris terdapat pada P3 (jamur C. militaris disemprotkan 30 gr/ 100 ml air), P4 (jamur C. militaris disemprotkan 40 gr/ 100 ml air), P7 (jamur C. militaris


(9)

ditaburkan 30 gr) dan P8 (jamur C. militaris ditaburkan 40 gr) yaitu 100% dan terendah pada P1 (jamur C. militaris disemprotkan 10 gr/ 100 ml air) yaitu 78,33%. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi media jagung perbanyakan C. militaris yang diaplikasi, maka jumlah konidia dan persentase daya kecambah konidia semakin tinggi sehingga lebih cepat terjadinya kematian. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bai et al. (2010) bahwa makin tinggi konsentrasi konidia yang digunakan dalam perlakuan, maka makin cepat terjadi kematian.

Tabel 1 menunjukkan bahwa aplikasi jamur C. militaris dengan cara ditaburkan lebih cepat menginfeksi daripada disemprotkan, akan tetapi keduanya tidak menunjukkan perbedaan yang nyata baik itu pada awal pengamatan maupun sampai akhir pengamatan. Karena untuk memulai menginfeksi, jamur pertama kali melekat pada kutikula inangnya. Hal ini sesuai dengan literatur Kaszak (2014) yang menyatakan bahwa mekanisme infeksi C. militaris dimulai dengan pecahnya konidia jamur pada kutikula serangga. Spora kemudian melekat pada eksoskeleton serangga dan berkecambah dalam beberapa jam. Selama perkecambahan, untuk melindungi dari radiasi ultraviolet jamur mengeluarkan enzim protektif aktif seperti superoksida dismutase (SOD) dan peroksida yang termasuk ke dalam enzim hidrolitik. Selanjutnya, konidia mulai mengeluarkan pembuluh kecambah dengan apresorium. Apresorium kemudian berpenetrasi pada eksoskeleton dengan kombinasi tekanan mekanik enzim dan masuk ke dalam haemocoel serangga. Kemudian jamur tumbuh dan menyebabkan kematian pada inang. Selama pertumbuhan, jamur mengeluarkan racun metabolit sekunder di dalam tubuh serangga. Hifa jamur kemudian memakan bagian dalam tubuh serangga khususnya sistem pencernaan. Akhirnya seluruh


(10)

jaringan serangga akan dipenuhi mycelia dan eksokutikula yang sesuai akan mendukung terbentuknya stroma dan badan buah.

2. Perilaku Rayap dan Gejala Serangan

Pengamatan dilakukan satu hari setelah aplikasi. Diamati secara visual gejala yang timbul pada rayap yang terinfeksi oleh jamur entomopatogen. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, terlihat bahwa rayap yang mati akibat jamur entomopatogen ini akan berada pada bagian atas media makan. Hal ini termasuk salah satu ciri yang mati akibat aplikasi jamur entomopatogen. Sesuai dengan literatur yang dinyatakan oleh Priyanti (2009) yang menyatakan bahwa ada ciri perilaku yang terjadi dikenal sebagai summit desease, dimana serangga yang mati karena jamur entomopatogen menunjukkan prilaku akan naik ke permukaan atas tanaman dan melekatkan diri disana. Fenomena ini oleh beberapa pakar dikatakan sebagai usaha untuk menyelamatkan populasi lain yang sehat dari infeksi jamur entomopatogen.

(a) (b)

Gambar 12. Gejala serangan C. militaris pada pengamatan terakhir dari sampel perlakuan disemprot dan ditabur (a : miselium C. militaris pada sarang rayap, b : keadaan serangga rayap dengan perlakuan disemprot dan c : keadaan serangga


(11)

Gambar 12 memperlihatkan gejala serangan C. militaris terhadap rayap pada pengamatan terakhir yaitu rayap yang terinfeksi akan mengalami mumifikasi dan muncul koloni jamur warna putih disekitar tubuhnya, dimana warna koloni jamur sesuai dengan warna koloni jamur yang menginfeksinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suziani (2011) yaitu serangga yang terinfeksi jamur C. militaris akan mengalami mumifikasi dan setelah beberapa hari akan tumbuh koloni jamur bewarna putih disekitar tubuh.

Pada Gambar 12b dan 12c diatas, dapat dilihat bahwa baik pada aplikasi semprot maupun tabur keadaan rayap yang terinfeksi oleh jamur C. militaris. menunjukkan gejala yang sama yaitu terlihat pada bagian kutikula hingga ke hemolimf rayap dalam keadaan rusak, disebabkan miselium jamur memproduksi enzim yang mampu menghancurkan kutikula serangga. Hal ini menunjukkan bahwa jamur entomopatogen telah menyelesaikan satu siklus hidupnya dan akan bereproduksi lagi membentuk propagul baru dan propagul ini nantinya akan mencari inang lain, dengan kata lain propagul ini akan kontak dengan inang baru dan akan menginfeksi inang yang baru. Sesuai dengan hasil penelitian Priyanti (2009), dinyatakan bahwa untuk menyelesaikan siklus hidupnya kebanyakan patogen harus kontak dengan inangnya, kemudian masuk ke dalam tubuh inang, bereproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang dan menghasilkan propagul untuk kontak dan menginfeksi inang baru.

3. Waktu Kematian Rayap 50%

Hasil anasilis sidik ragam menunjukkan bahwa aplikasi C. militaris dengan cara disemprot dan ditaburkan berpengaruh nyata terhadap waktu kematian rayap 50% terhadap kematian serangga.


(12)

Tabel 2. Pengaruh pengaplikasian C. militaris terhadap waktu kematian rayap 50% Rayap

Perlakuan Waktu kematian rayap 50% (hari)

P0 0.00d P1 5.00a P2 4.33b P3 4.00bc P4 4.00bc P5 5.00a P6 4.33b P7 4.00bc P8 3.67c Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang tidak sama pada kolom / baris yang sama

berbeda nyata menurut Uji Duncan pada taraf uji 5%.

Tabel 2 menunjukkan bahwa lethal time 50 C. militaris terhadap rayap tercepat terdapat pada perlakuan P8 (jamur C. Militaris ditaburkan 40 gr) yaitu 3,67 hari dan terlama pada perlakuan P1 (jamur C. militaris disemprotkan 10 gr/ 100 ml air) dan P5 (jamur C. militaris ditaburkan 10 gr). Hal ini menunjukkan semakin banyak isolat media jagung maka jumlah konidia semakin banyak. Jumlah konidia yang lebih banyak maka invasi yang akan terjadi lebih cepat. Selain itu, aplikasi dengan cara ditabur akan lebih efektif karena media jagung masih tersedia bagi pertumbuhan jamur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Barbara (2005) yaitu aplikasi isolat media jagung C. militaris dengan menaburkan ke area serangan memiliki keuntungan yang lebih karena nutrisi jagung masih tersedia bagi pertumbuhan jamur sehingga semakin lama akan terbentuk badan buah dan penyebaran spora menjadi lebih luas.


(13)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Persentase mortalitas rayap tertinggi pada awal pengamatan terdapat pada perlakuan jamur C. militaris ditaburkan 40 gram (P8) sebesar 15,00% dan terendah pada perlakuan jamur C. militaris ditaburkan 10 yaitu 5,00%.

2. Persentase mortalitas rayap tertinggi (100%) terdapat pada P3 (jamur C. militaris disemprotkan 30 gr/ 100 ml air), P4 (jamur C. militaris disemprotkan 40 gr/ 100 ml air), P7 (jamur C. militaris ditaburkan 30 gr) dan P8 (jamur C. militaris ditaburkan 40 gr) dan terendah (86,67%) pada perlakuan P5 (jamur C. militaris ditaburkan 10 gr).

3. Waktu kematian 50% rayap tercepat (3,67 hari) terdapat pada perlakuan P8 (jamur C. Militaris ditaburkan 40 gr) dan terlama (5,00 hari) pada perlakuan P1 (jamur C. militaris disemprotkan 10 gr/ 100 ml air) dan P5 (jamur C. militaris ditaburkan 10 gr).

4. Rayap yang terinfeksi C. militaris mengalami mumifikasi dan setelah beberapa hari akan tumbuh koloni jamur bewarna putih di sekitar permukaan tubuh.

5. C. militaris yang diaplikasikan dengan cara ditaburkan lebih cepat menginfeksi rayap daripada disemprotkan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai C. militaris dengan media tumbuh yang berbeda untuk mengetahui perbedaan efektifitasnya.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Coptotermes curvignatus Holmgren

Betina (ratu) memiliki abdomen yang membesar yang tugasnya bertelur dan jantan (raja), tugasnya hanya membuahi ratu. Jantan fertil tidak harus selalu membuahi betina fertil. Betina fertil memiliki kantung yang dapat menyimpan sperma dari jantan fertil. Ukuran ratu umumnya sebesar jempol pria dewasa bahkan lebih sedangkan raja hanya 1/10 dari ukuran ratu. Telurnya mencapai ± 36000 sehari bila koloninya sudah berumur ± 5 tahun. Ratu rayap dapat hidup sampai dengan 20 tahun, bahkan lebih (Prasetyo, 2005).

Selama hidup ratu hanya bertelur, tetap berada di inti sarang dan tidak keluar sampai akhir hayatnya. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni. Pasangan ini disebut sebagai pasangan reproduktif primer. Dalam satu koloni hanya ada satu ratu dan raja. Jika raja dan ratu mati, koloni akan membentuk betina dan jantan fertil baru dari individu lain, biasanya dari kasta pekerja. Pasangan baru ini disebut sebagai pasangan reproduktif suplementer atau neoten. Abdomen dari betina reproduktif suplementer tidak sebesar abdomen betina pada reproduktif primer bersayap dan merupakan pendiri koloni. Neoten muncul segera setelah kasta reproduktif primer mati atau hilang karena fragmentasi koloni. Selanjutnya, neoten menggantikan fungsi kasta reproduktif primer untuk perkembangan koloni (Tarumingkeng, 2005),


(15)

Telur yang akan menetas menjadi nimfa mengalami perubahan 5-8 instar. Jumlah telur rayap bervariasi, tergantung kepada jenis dan umur. Saat pertama bertelur betina mengeluarkan 4-15 butir telur. Telur rayap berbentuk silindris, dengan bagian ujung yang membulat yang berwarna putih. Panjang telur bervariasi antara 1-1,5 mm. Telur Coptotermes curvignathus akan menetas setelah berumur 8-11 hari (Tarumingkeng, 2005).

Kepala berwarna kuning, antena, labrum, dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antena terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung di ujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandible 2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan yang menyerupai duri. Abdomen berwarna putih kekuning-kuningan (Nandika et al., 2003).

Rayap hidup dalam suatu komunitas yang disebut koloni. Setiap koloni rayap terdapat lebih dari satu juta serangga dibagi menjadi kelompok-kelompok

Gambar 1. Bentuk kepala dan mandible C. curvignathus


(16)

khusus yang disebut kasta. Masing-masing kasta mempunyai bentuk dan peran yang berbeda-beda (Nandika et al., 2003).

(Nandika dkk, 2003).

Gambar 2. Siklus hidup rayap Sumber: www.e-dukasi.net Perilaku rayap

Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup di dalam tanah dan bila akan ada invasi mencari objek makanan juga menerobos bagian dalam, dan bila terpaksa harus berjalan di permukaan yang terbuka mereka membentuk pipa pelindung dari bahan tanah dan humus (Tarumingkeng, 2005).

Sifat kanibal terutama menonjol pada keadaan yang sulit misalnya kekurangan air dan makanan, sehingga individu yang kuat saja yang dipertahankan, yaitu dengan membunuh serta memakan rayap-rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau mungkin juga karena malas) baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja. Kanibalisme berfungsi untuk mempertahankan prinsip efisiensi dan konservasi energi, dan berperan dalam pengaturan homeostatika (keseimbangan kehidupan) koloni rayap (Zulkefli et al., 2012).


(17)

Sifat trofalaksis merupakan ciri khas diantara individu-individu dalam koloni rayap. Masing-masing individu sering mengadakan hubungan dalam bentuk menjilat, mencium dan menggosokkan tubuhnya satu dengan yang lainnya. Sifat ini diinterpretasikan sebagai cara untuk memperoleh protozoa flagellata bagi individu yang baru saja berganti kulit (eksidis), karena pada saat eksidis kulit usus juga tanggal sehingga protozoa simbiont yang diperlukan untuk mencerna selulosa ikut keluar dan diperlukan reinfeksi dengan jalan trofalakasis (Tarumingkeng, 2005). Kasta Rayap

Rayap hidup sebagai serangga sosial dalam masyarakat yang disebut koloni. Di dalam setiap koloni rayap terdapat tiga kasta yang memiliki bentuk yang berbeda sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu kasta prajurit, kasta pekerja, dan kasta reproduktif (Anwar, 2006).

1. Kasta Reproduktif

Kasta reproduktif bersayap (laron) berwarna coklat kehitam-hitaman, panjang tubuhnya 7,5 – 8 mm dan rentang sayapnya 15 –16 mm. Kasta reproduktif suplementer (tak bersayap) mempunyai ukuran tubuh yang hampir sama dengan kasta reproduktif primer bersayap. Sayapnya tidak berkembang, hanya berupa tonjolan sayap saja. Kasta Reproduktif terdiri atas individu-individu seksual yaitu rayap betina (yang abdomennya biasanya sangat membesar) yang tugasnya hanya bertelur dan jantan (raja) yang tugasnya membuahi betina (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

Betina dapat menghasikan ribuan telur; dan sperma dapat disimpan oleh betina dalam kantong khusus untuk itu, sehingga mungkin sekali tak diperlukan kopulasi berulang-ulang. Jika koloni rayap masih relatif muda biasanya kasta


(18)

reproduktif berukuran besar sehingga disebut ratu. Biasanya ratu dan raja adalah individu pertama pendiri koloni, yaitu Laron/Alates sepasang laron yang mulai menjalin kehidupan bersama sejak penerbangan alata. Pasangan ini disebut reprodukif primer. Ratu dan raja baru ini disebut reproduktif suplementer atau neoten (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009).

Gambar 3. Ratu Rayap

Sumber : http://tumoutou.net/biologi_perilaku_rayap.htm 2. Kasta Pekerja

Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Kurang lebih 85% populasi dalam koloni merupakan individu-individu pekerja. Dari ketiga kasta rayap, hanya kasta pekerjalah yang merusak bangunan. Memiliki warna tubuh pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula. Tugasnya mencari makanan dan mengangkutnya ke sarang, membuat terowongan, menyuapi dan membersihkan reproduktif dan prajurit, membersihkan telur-telur, membunuh dan memakan rayap yang tidak produktif lagi (karena sakit, sudah tua atau juga mungkin karena malas), baik reproduktif, prajurit maupun kasta pekerja sendiri (Tarumingkeng, 2005).

Walaupun kasta pekerja tidak terlibat dalam proses perkembangbiakan koloni dan pertahanan, namun hampir semua tugas koloni dikerjakan oleh kasta ini. Kasta pekerja bekerja terus tanpa henti, memelihara telur dan rayap muda. Kasta pekerja bertugas memberi makan dan memelihara ratu, mencari sumber makanan,


(19)

membuat serambi sarang, dan liang-liang kembara, merawatnya, merancang bentuk sarang, dan membangun termitarium. Kasta pekerja pula yang memperbaiki sarang bila terjadi kerusakan (Nandika et al., 2003).

3. Kasta Prajurit

Kasta ini ditandai dengan bentuk tubuh yang kekar karena penebalan (sklerotisasi) kulitnya agar mampu melawan musuh dalam rangka tugasnya mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik di antara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan. Setiap ada gangguan dapat diteruskan melalui "suara" tertentu sehingga prajurit-prajurit bergegas menuju ke sumber gangguan dan berusaha mengatasinya. Jika terowongan kembara diganggu sehingga terbuka tidak jarang kita saksikan pekerja-pekerja diserang oleh semut sedangkan para prajurit sibuk bertempur melawan semut-semut, walaupun mereka umumnya kalah karena semut lebih lincah bergerak dan menyerang. Tapi karena prajurit rayap biasanya dilengkapi dengan mandibel (rahang) yang berbentuk gunting maka sekali mandibel menjepit musuhnya, biasanya gigitan tidak akan terlepas walaupun prajurit rayap akhirnya mati (Tarumingkeng, 2005).

Gejala Serangan Rayap

Kehadiran rayap pada tanaman kelapa sawit mudah untuk dideteksi yaitu dengan melihat alur gigitan berserbuk pada dasar pelepah, batang, tandan dan petiole. Alur ini rayap buat terhubung dengan koloni dan sarang mereka. Alur ini dapat diikuti kembali pada batang vegetasi hutan alami yang terkubur di dalam tanah gambut atau rumpukan sisa tanaman. Serangan serius yang mencapai petiole kelapa sawit dapat menyebabkan kerusakan yang fatal pada tanaman yang baru ditanam.


(20)

Serangan biasanya mulai dari daerah daun tombak bagian bawah, melalui batang yang nantinya akan menimbulkan luka pada dasar pelepah (Zulkefli, 2007).

Serangan rayap pada tanaman menghasilkan dapat digolongkan menjadi tiga tahap: awal, tengah dan akhir 1) awal (initial stage): adanya bekas gerekan serbuk yang masih segar pada dasar pelepah, pembungaan, tandan buah yang sedang berkembang dan daun tombak (daun tombak dan pelepah bagian atas masih hijau). 2) Tengah (intermediate stage) : terjadi perubahan warna pada daun tombak dan dua atau tiga pelepah bagian atas menjadi kekuningan. Hal ini disebabkan rayap memakan bagian tanaman meristem apical. 3) Akhir (advanced stage) : daun tombak dan tiga pelepah bagian atas mengering. Tanaman bagian atas menjadi coklat, kering dan akhirnya mati (Zulkefli et al., 2012).

Gambar 4. Gejala serangan rayap pada penampang melintang kelapa

Gambar 5. Tahapan se (advanced) (


(21)

Pengendalian Rayap

Pengelolaan Hama Terpadu Rayap

Prinsip pengendalian rayap pada beberapa cara telah berubah pada dekade terakhir ini. Dengan melarang pemakaian bahan kimia organochlorine, tetapi hanya organofosfat, karbamat dan piretroid sintetik yang tersedia sebagai alternatif untuk mengendalikan rayap di perkebunan kelapa sawit (Kartika et al., 2007). Deteksi dan Sensus Rayap

Pengelolaan hama terpadu rayap dimulai dengan pengamatan dini atau early warning system (EWS). Sensus mendadak pada area terserang sebaiknya diikuti dengan perlakuan kimiawi. Sensus dapat dilakukan melalui observasi jalur gigitan (mud-work) segar pada batang kelapa sawit terutama pada dasar pelepah dan tunas. Tandai tanaman yang terserang dan beri perlakuan pada enam tanaman pinggir untuk mencegah serangan baru. Metode lain adalah deteksi rayap dengan umpan. Umpan yang digunakan adalah kayu karet (rubber wood stake) atau kertas kardus bergelombang yang ditempatkan pada sebuah stasiun pendeteksi rayap. Dengan metode umpan ini, serangan dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan dengan gejala mud-work (Zulkefli et al., 2012).


(22)

Penggunaan Pestisida Nabati dan Jamur Entomopatogen

Bubuk daun Sambucus javanica memiliki daya racun (toksik) terhadap rayap tanah Coptotermes sp.. sehingga daun S. javanica dapat digunakan sebagai insektisida nabati dalam pengendalian rayap tanah Coptotermes sp.. Pada metode pengumpanan proporsi bubuk yang efektif dalam mengendalikan rayap tanah Coptotermes sp. adalah 4 g (Zulyusri et al., 2013).

Uji berbagai konsentrasi tepung serai wangi terhadap hama rayap (C. curvignatus) kasta pekerja diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Tepung serai

wangi mampu mengendalikan hama rayap (C. curvignatus) kasta pekerja di laboratorium. Perlakuan konsentrasi tepung serai wangi 6 g/100 g serbuk gergaji lebih efektif, karena mampu mematikan hama rayap (C. curvignatus) sebesar yaitu 83,75%, dengan waktu awal kematian 7,75 jam, pada lethal time 50% selama 31 jam (Abidin et al., 2013).

C. curvignathus yang bersifat susceptible dapat dilawan dengan

menggunakan Metharizium di laboratorium. Hasil yang didapat mengindikasikan

Gambar 6. Umpan kayu karet (rubber wood stake) dari area terserang (kiri) dan hama rayap yang menyerang kayu karet setelah satu bulan

dil kk di d l h b (k )

Gambar 7. Umpan rayap menggunakan kertas kardus bergelombang di dalam stasiun detector rayap


(23)

bahwa. Metarhizium anisopliae dapat membunuh 100% rayap pada 8 hari setelah perlakuan. Hasil ini tentunya akan diterapkan di lapangan untuk mengendalikan rayap kasta pekerja dan koloninya sebagai bentuk pengendalian dengan agen hayati (Ramle et al., 2011).

Pengelolaan Air Tampung (Water Table Management)

Tampungan air yang normal disarankan untuk pengendalian rayap pada 15-30 cm dari permukaan tanah. Pada tingkat ini, penggenangan dapat mencapai area yang didiami koloni rayap. Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa genangan air yang lebih tinggi pada 15 cm dan 30 cm dari permukaan tanah didapati 14% dan 29% rayap bertahan selama 7 hari setelah perlakuan. Tingkat air dapat dikontrol

menggunakan adjustable weirs dalam sistem drainase (Gambar 8). Peningkatan

genangan air dapat memaksa rayap keluar dari tanah (Zulkefli et al., 2011).

Perlakuan Kimiawi

Chlorpyrifos dan fipronil secara luas digunakan untuk mengendalikan rayap. Bahan kimia yang efektif digunakan adalah fipronil pada 5-6 bulan terakhir. Penyemprotan batang dan pembasahan dasar tanaman kelapa sawit akan mengurangi serangan rayap. Pembersihan dan pengangkatan mud-work sebelum penyemprotan

Gambar 8. Adjustable weirs dibuat dari pusat air (kiri) atau karung pasir (kanan) dapat mengatur air tanah hingga areal serangan rayap.


(24)

insektisida ke dalam batang kelapa sawit. Pengulangan perlakuan disyaratkan untuk mengatasi serangan baru pada area yang sama dalam beberapa bulan. Selalu gunakan perlakuan pencegahan selama musim kering/kemarau karena banyak rayap hama akan masuk ke tanah yang lebih dalam dekat dengan penampungan air (Zulkefli et al., 2012).

Jamur Cordyceps militaris

Menurut Holliday et al. (2005), jamur C. militaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Klass : Ascomycetes

Ordo : Hypocreales

Famili : Clavicipitaceae

Genus : Cordyceps

Spesies : C. militaris.

Cordyceps militaris merupakan salah satu agensia pengendali hayati yang berpotensi untuk mengendalikan populasi ulat api. Jamur ini merupakan jamur entomopatogenik dari kelas Ascomycetes, ordo Clavicipitales dan famili Clavicipitaceae. Jamur ini menyerang ulat api dengan penampakan gejala mumifikasi pada pupa sehingga pupa menjadi keras dan akan terjadi perubahan warna menjadi putih pucat atau kecoklatan. Perkembangan jamur pada jasad/mumi selama 30-40 hari dan dicirikan dengan munculnya akar yang berwarna merah yang disebut rhizomorph. Dari ujung rhiozomorph berkembang badan sporulasi yang


(25)

mengandung perithecia dengan ascospora yang berfungsi sebagai alat berkembang biak jamur (Wahyu, 2004).

Gambar 9. C. Militaris pada media tumbuh Sumber: Virdiana et al. (2008).

Cordyceps dikenal sebagai jamur entomopatogen yang membentuk badan buah pada serangga inangnya dan dikenal 750 spesies dari jamur ini. C. militaris merupakan jamur entomopatogen, khususnya pada larva dan pupa ordo Lepidoptera (Schgal dan Sagar, 2006).

Pada pengamatan terhadap larva Setora nitens, Setothosea asigna dan Ploneta diducta, menunjukkan bahwa C. militaris dapat menyerang larva instar akhir maupun kepompong yang ditandai dengan munculnya miselium berwarna putih dan mengalami mumifikasi. Kepompong yang terinfeksi menjadi keras (mumifikasi), berwarna krem sampai coklat muda, miselium berwarna putih membalut tubuh kepompong di dalam kokon. Miselium berkembang keluar dinding kokon dan terjadi diferensiasi membentuk rizomorf dengan beberapa cabang, berwarna merah muda. Ujung-ujung rizomorf berdiferensiasi membentuk badan buah berisi peritesia dengan askus dan askospora. Infeksi pertama terjadi pada saat larva tua akan berkepompong, tetapi lebih banyak pada fase kepompong (Tan et al., 2011).

Badan buah C militaris


(26)

Gambar 10. Gejala Serangan C. Militaris pada S. asigna dan P. diducta Sumber: http://www.sadistic.pl

Bah Lias Research Station PP. London Sumatera Tbk melakukan pengamatan terhadap ulat api (S. asigna) yang telah diaplikasikan C. militaris menunjukkan bahwa pada kondisi kelembaban yang cukup, perkembangan Cordyceps dari mumifikasi sampai terjadinya emisi askospora sekitar 24 hari. Keadaan yang sedikit gelap akan berpengaruh terhadap evolusi stroma, tetapi cahaya akan merangsang keluarnya peritesia. Waktu yang diperlukan untuk pembentukan stromata berkisar 2-4 minggu setelah inokulasi (Virdiana et al., 2008).

Mekanisme Infeksi Jamur C. militaris

Askospora yang berada pada integument dari larva dan pupa melakukan penetrasi melalui pembuluh, dan mempunyai kemampuan untuk menghidrolisa lapisan kitin dari larva maupun pupa tersebut. Setelah infeksi, muncul badan hifa berbentuk silindris pada haemocoel pupa, kemudian badan hifa meningkat dan menyebar pada tubuh serangga (Schgal dan Sagar, 2006).


(27)

Gambar 11. Mekanisme infeksi C. Militaris Sumber: http://cordyceps.us.net

Stroma dan sinemata (Gambar 11) Cordyceps berasal dari endosklerotium dan biasanya keluar dari mulut dan anus serangga dan dapat berkembang dengan bantuan cahaya. Stroma dan sinemata terdiri dari bundel-bundel yang tersusun rapi dan membentuk garis-garis membujur atau terdiri dari hifa yang saling berjalin dan peritesia yang berkembang semakin ke atas. Struktur badan buahnya dapat mencapai panjang kira-kira 30 cm, dan bewarna kuning, jingga, merah, cokelat, kuning tua, abu-abu, hijau, atau hitam. Peritesia mengandung askus yang panjang dan sempit dengan askospora yang multisepta yang dapat berubah bentuk menjadi semakin besar dalam satu bagian sel tersebut (Shrestha et al., 2005).

Kepala stroma

Stroma


(28)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Kelapa sawit merupakan tanaman dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi karena merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati. Kelapa sawit memiliki arti yang penting karena sampai saat ini Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit (CPO) dunia selain Malaysia dan Nigeria (Fauzi et al., 2002).

Rayap tanah (Coptotermes sp.) merupakan jenis rayap yang memberi kontribusi penting terhadap kerusakan kayu. Organisme ini merusak kayu dengan cara membuat liang kembara pada kayu dan menjadikannya sebagai tempat tinggal sekaligus sumber nutrisi koloni rayap sehingga kayu menjadi keropos dan hancur. Selain itu Coptotermes juga merusak kayu dan akar karet, kelapa sawit, kenari, flamboyan, dan sebagainya (Kartika et al., 2007).

Rayap menyerang di pembibitan, tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan. Keberadaan rayap berawal dari pembukaan lahan yang kurang bersih sehingga ketika lahan ditanami kelapa sawit, rayap menjadi hama yang sangat merusak. Rayap menyerang kelapa sawit dari dalam tanah langsung mengebor bagian tengah pangkal batang hingga terbentuk rongga dan bersarang di dalamnya. Serangan ringan ditandai dengan adanya terowongan pada permukaan batang. Serangan rayap dikategorikan sebagai serangan berat apabila serangan sudah


(29)

mencapai titik tumbuh yang dapat mengakibatkan tanaman mati (Yohanes, 2009).

Rayap dapat menimbulkan masalah di perkebunan kelapa sawit terutama pada areal baru bekas hutan. Ada dua jenis yang menyerang kelapa sawit, yakni Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus, yang menyerang batang dan

pelepah daun, baik jaringan yang masih hidup maupun jaringan mati (Soepadiyo dan Haryono, 2003).

Rayap subteran C. curvignathus adalah serangga sosial yang memakan bagian tumbuhan dan kebanyakan dominan sebagai dekomposer di daerah dengan ekosistem tropical dan subtropical. Perkembangan dini kelapa sawit pada lahan gambut adalah daerah yang sering terserang rayap. Serangan rayap dilaporkan dapat menyerang 12 bulan setelah penanaman. Serangan yang serius dapat menyebabkan kematian tanaman lebih 3% terutama pada daerah lahan gambut (Zulkefli et al., 2012).

Rayap C. curvignathus sulit dikendalikan karena sering berada di dalam tanah dan pada sisa-sisa kayu yang menjadi makanan, tempat persembunyian serta tempat perkembangbiakannya. Persentase serangan rayap pada tanaman kelapa sawit mencapai 10,8 %, pada tanaman karet yang mencapai 7,4 %, pada tanaman sengon mencapai 7,46 %. Di Indonesia kerugian yang disebabkan oleh rayap tiap tahun tercatat sekitar Rp. 224 miliar - Rp. 238 miliar (Yulis et al., 2011).

Untuk menghindari kerugian yang disebabkan oleh hama rayap telah dilakukan tindakan pengendalian dengan berbagai cara, antara lain secara kimiawi dan secara hayati. Cara kimiawi dipandang kurang menguntungkan karena selain biayanya mahal, juga dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan, seperti


(30)

keracunan pada hewan dan manusia, dan pencemaran air (Hardi dan Kurniawan, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian pengendalian secara hayati untuk menguji pengaruh Cordyceps militaris terhadap mortalitas rayap (C. Curvignatus).

Tujuan Penelitian

Untuk menguji efektifitas dari jamur entomopatogen C. militaris terhadap C. curvignathus.

Hipotesis Penelitian

Pemberian C. militaris dengan cara disemprotkan paling efektif dibandingkan dengan cara ditabur untuk mengendalikan C.curvignathus.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh memperoleh gelar Serjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.


(31)

ABSTRACT

Arkhiadi Benauli Tarigan “The Effect of Cordyceps militaris on Termites Mortality (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) in laboratory”, supervised by Maryani Cyccu Tobing and Syahrial Oemry. This study aims to examine the effectifity of C. militaris entomophatogen fungus against C. curvignathus in laboratory. This study was conducted in Pest Laboratory of Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara, Medan with altitude 25 m on sea level. This study research using completely randomized design (CRD) nonfactorial with nine treatments and three replications : namely P0 (control), P1(C. militaris sprayed 10 gr/ 100 ml water), P2 (C. militaris sprayed 20 gr/ 100 ml water), P3(C. militaris sprayed 30 gr/ 100 ml water), P4 (C. militaris sprayed 40 gr/ 100 ml water), P5 (C. militaris sowed 10 gr), P6 (C. militaris sowed 20 gr), P7 (Jamur C. militaris sowed 30 gr) and P8 (Jamur C. militaris sowed 40 gr). Parameters were observed : mortality termites percentage (%), Termites actions and Lethal time 5.

The results showed of C. militaris fungus were significantly affected the mortality percentage of termites on 1-7 days after application and lethal time 50. The highest mortality percentage on last observation on P3,P4,P7 and P8 about 100% and the lowest on P1 about 78,33%. Termites was infected by C. militaris suffered mimification and after a few days grow colonies colored white fungus (micelium) around the body. The fastest of Lethal Time 50 C. militaris on termites on P8 about 3,67 days and the longest on P1 and P5 about 5,00 days .


(32)

ABSTRAK

Arkhiadi Benauli Tarigan, “Pengaruh Cordyceps militaris terhadap mortalitas rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di laboratorium”, dibawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Syahrial Oemry. Penelitian bertujuan untuk menguji efektifitas dari jamur entomopatogen C. militaris terhadap C. curvignathus di laboratorium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hama, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial, yang terdiri dari 9 pelakuan dan 3 ulangan yaitu P0 (Kontrol), P1(jamur C. militaris disemprotkan 10 gr/ 100 ml air), P2 (jamur C. militaris disemprotkan 20 gr/ 100 ml air), P3 (jamur C. militaris disemprotkan 30 gr/ 100 ml air), P4 (Jamur C. militaris disemprotkan 40 gr/ 100 ml air), P5 (Jamur C. militaris ditaburkan 10 gr), P6 (Jamur C. Militaris ditaburkan 20 gr) dan P7 (Jamur C. militaris ditaburkan 30 gr). Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas rayap (%), perilaku rayap dan Lethal Time 50 (hari).

Hasil penelitian menunjukkan aplikasi C. militaris berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas rayap pada 1-7 HSA dan Lethal Time 50. Persentase mortalitas tertinggi pada rayap yang diberi perlakuan C. militaris terdapat pada perlakuan P3, P4, P7 dan P8 sebesar 100% dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 78,33%. Rayap yang terinfeksi C. militaris akan mengalami mumifikasi dan setelah beberapa hari akan tumbuh koloni jamur bewarna putih disekitar tubuh. Lethal Time 50 C. militaris terhadap rayap tercepat terdapat pada perlakuan P8 yakni 3,67 hari dan terlama pada perlakuan P1 dan P5 yakni 5,00 hari.


(33)

PENGARUH Cordyceps militaris TERHADAP MORTALITAS RAYAP (Coptotermes curvignathusHolmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae)

DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

ARKHIADI BENAULI TARIGAN 080302014

HPT

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(34)

PENGARUH Cordyceps militaris TERHADAP MORTALITAS RAYAP (Coptotermes curvignathusHolmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae)

DI LABORATORIUM

SKRIPSI

OLEH :

ARKHIADI BENAULI TARIGAN 080302014

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(35)

Judul Skripsi :Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium

Nama :Arkhiadi Benauli Tarigan

NIM :080302014

Program Studi :Agroekoteknologi

Minat Studi :Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS. Ir. Syahrial Oemry, MS.

Ketua Anggota

Mengetahui

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(36)

ABSTRACT

Arkhiadi Benauli Tarigan “The Effect of Cordyceps militaris on Termites Mortality (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) in laboratory”, supervised by Maryani Cyccu Tobing and Syahrial Oemry. This study aims to examine the effectifity of C. militaris entomophatogen fungus against C. curvignathus in laboratory. This study was conducted in Pest Laboratory of Agriculture Faculty, University of Sumatera Utara, Medan with altitude 25 m on sea level. This study research using completely randomized design (CRD) nonfactorial with nine treatments and three replications : namely P0 (control), P1(C. militaris sprayed 10 gr/ 100 ml water), P2 (C. militaris sprayed 20 gr/ 100 ml water), P3(C. militaris sprayed 30 gr/ 100 ml water), P4 (C. militaris sprayed 40 gr/ 100 ml water), P5 (C. militaris sowed 10 gr), P6 (C. militaris sowed 20 gr), P7 (Jamur C. militaris sowed 30 gr) and P8 (Jamur C. militaris sowed 40 gr). Parameters were observed : mortality termites percentage (%), Termites actions and Lethal time 5.

The results showed of C. militaris fungus were significantly affected the mortality percentage of termites on 1-7 days after application and lethal time 50. The highest mortality percentage on last observation on P3,P4,P7 and P8 about 100% and the lowest on P1 about 78,33%. Termites was infected by C. militaris suffered mimification and after a few days grow colonies colored white fungus (micelium) around the body. The fastest of Lethal Time 50 C. militaris on termites on P8 about 3,67 days and the longest on P1 and P5 about 5,00 days .


(37)

ABSTRAK

Arkhiadi Benauli Tarigan, “Pengaruh Cordyceps militaris terhadap mortalitas rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di laboratorium”, dibawah bimbingan Maryani Cyccu Tobing dan Syahrial Oemry. Penelitian bertujuan untuk menguji efektifitas dari jamur entomopatogen C. militaris

terhadap C. curvignathus di laboratorium. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hama, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non faktorial, yang terdiri dari 9 pelakuan dan 3 ulangan yaitu P0 (Kontrol), P1(jamur C. militaris

disemprotkan 10 gr/ 100 ml air), P2 (jamur C. militaris disemprotkan 20 gr/ 100 ml air), P3 (jamur C. militaris disemprotkan 30 gr/ 100 ml air), P4 (Jamur C. militaris

disemprotkan 40 gr/ 100 ml air), P5 (Jamur C. militaris ditaburkan 10 gr), P6 (Jamur

C. Militaris ditaburkan 20 gr) dan P7 (Jamur C. militaris ditaburkan 30 gr). Parameter yang diamati meliputi persentase mortalitas rayap (%), perilaku rayap dan Lethal Time 50 (hari).

Hasil penelitian menunjukkan aplikasi C. militaris berpengaruh nyata terhadap persentase mortalitas rayap pada 1-7 HSA dan Lethal Time 50. Persentase mortalitas tertinggi pada rayap yang diberi perlakuan C. militaris terdapat pada perlakuan P3, P4, P7 dan P8 sebesar 100% dan terendah pada perlakuan P1 sebesar 78,33%. Rayap yang terinfeksi C. militaris akan mengalami mumifikasi dan setelah beberapa hari akan tumbuh koloni jamur bewarna putih disekitar tubuh. Lethal Time 50 C. militaris

terhadap rayap tercepat terdapat pada perlakuan P8 yakni 3,67 hari dan terlama pada perlakuan P1 dan P5 yakni 5,00 hari.


(38)

RIWAYAT HIDUP

Arkhiadi Benauli Tarigan lahir pada tanggal 8 Desember 1990 di Tigapanah Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, sebagai anak pertama dari empat bersaudara, putra dari Ayahanda Ir. A. Tarigan dan Ibunda R. br Ginting.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut:

- Tahun 2002 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Cinta Rakyat II Pematangsiantar.

- Tahun 2005 lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Bintang Timur Pematangsiantar.

- Tahun 2008 lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA) Sultan Agung

Pematangsiantar.

- Tahun 2008 lulus dan diterima di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur UMB

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu:

- Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) sebagai Anggota (2008-2014)

- Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTP Nusantara IV Aek Nauli, pada Juni – Juli 2011

- Melaksanakan penelitian di Laboratorium Hama, Program Studi

Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan pada Oktober 2014


(39)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul Skripsi ini adalah “Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS. Selaku Ketua dan Bapak Ir. Syahrial Oemry, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu

saya dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2014


(40)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren ... 4

Perilaku Rayap ... 6

Kasta Rayap ... 7

Kasta Reproduktif ... 7

Kasta Pekerja ... 8

Kasta Prajurit ... 9

Gejala Serangan Rayap ... 9

Pengendalian Rayap ... 11

Pengelolaan Hama Terpadu Rayap ... 11

Deteksi dan Sensus Rayap ... 11

Penggunaan Pestisida Nabati dan Jamur Entomopatogen ... 12

Pengelolaan Air Tampung (Water Table Management) ... 13

Perlakuan Kimiawi ... 14

Jamur Cordyceps militaris ... 14

Mekanisme Infeksi Jamur Cordyceps militaris ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19


(41)

Penyediaan Rayap ... 20

Penyediaan C. militaris ... 21

Aplikasi C. militaris ... 21

Peubah Amatan ... 22

Persentase Mortalitas Rayap (%) ... 22

Perilaku Rayap dan Gejala Serangan ... 22

Lethal Time 50 (Lt50) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas Rayap (%) ... 23

Perilaku Rayap dan Gejala Serangan ... 25

Lethal Time 50 (Lt50) ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(42)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Bentuk Kepala dan Mandibel C. curvignathus ... 5

2. Siklus hidup rayap ... 6

3. Ratu rayap ... 8

4. Gejala serangan rayap pada penampang melintang kelapa sawit ... 10

5. Tahapan serangan rayap- awal (initial), tengah (intermediate) dan akhir (advanced) ... 11

6. Umpan kayu karet (rubber wood stake) dari area terserang (kiri) dan hama rayap yang menyerang kayu karet setelah satu bulan diletakkan di dalam tanah gambut (kanan) ... 12

7. Umpan rayap menggunakan kertas kardus bergelombang di dalam stasiun detector rayap ... 12

8. Adjustable weirs dibuat dari pusat air (kiri) atau karung pasir (kanan) dapat mengatur air tanah hingga areal serangan rayap ... 14

9. C. Militaris pada media tumbuh ... 15

10. Gejala Serangan C. Militaris pada S. asigna dan P. diducta ... 16

11. Mekanisme infeksi C. Militaris ... 17

12. Gejala serangan C. militaris pada pengamatan terakhir dari sampel perlakuan disemprot dan ditabur ... 25


(43)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Pengaruh aplikasi jamur entomopatogen C. militaris terhadap persentase mortalitas rayap pada 1-7 HSA ... 23 2. Pengaruh aplikasi C. militaris terhadap Lethal Time 50 Rayap ... 27


(44)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Bagan Penelitian ... 28

2. Data Penelitian ... 29 3. Foto Penelitian ... 33


(1)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Adapun judul Skripsi ini adalah “Pengaruh Cordyceps militaris Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera: Rhinotermitidae) di Laboratorium” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS. Selaku Ketua dan Bapak Ir. Syahrial Oemry, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah membantu

saya dalam menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, November 2014


(2)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren ... 4

Perilaku Rayap ... 6

Kasta Rayap ... 7

Kasta Reproduktif ... 7

Kasta Pekerja ... 8

Kasta Prajurit ... 9

Gejala Serangan Rayap ... 9

Pengendalian Rayap ... 11

Pengelolaan Hama Terpadu Rayap ... 11

Deteksi dan Sensus Rayap ... 11

Penggunaan Pestisida Nabati dan Jamur Entomopatogen ... 12

Pengelolaan Air Tampung (Water Table Management) ... 13

Perlakuan Kimiawi ... 14

Jamur Cordyceps militaris ... 14

Mekanisme Infeksi Jamur Cordyceps militaris ... 17

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 19

Pelaksanaan Penelitian ... 20


(3)

Penyediaan Rayap ... 20

Penyediaan C. militaris ... 21

Aplikasi C. militaris ... 21

Peubah Amatan ... 22

Persentase Mortalitas Rayap (%) ... 22

Perilaku Rayap dan Gejala Serangan ... 22

Lethal Time 50 (Lt50) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Mortalitas Rayap (%) ... 23

Perilaku Rayap dan Gejala Serangan ... 25

Lethal Time 50 (Lt50) ... 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 29

Saran ... 29 DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

1. Bentuk Kepala dan Mandibel C. curvignathus ... 5

2. Siklus hidup rayap ... 6

3. Ratu rayap ... 8

4. Gejala serangan rayap pada penampang melintang kelapa sawit ... 10

5. Tahapan serangan rayap- awal (initial), tengah (intermediate) dan akhir (advanced) ... 11

6. Umpan kayu karet (rubber wood stake) dari area terserang (kiri) dan hama rayap yang menyerang kayu karet setelah satu bulan diletakkan di dalam tanah gambut (kanan) ... 12

7. Umpan rayap menggunakan kertas kardus bergelombang di dalam stasiun detector rayap ... 12

8. Adjustable weirs dibuat dari pusat air (kiri) atau karung pasir (kanan) dapat mengatur air tanah hingga areal serangan rayap ... 14

9. C. Militaris pada media tumbuh ... 15

10. Gejala Serangan C. Militaris pada S. asigna dan P. diducta ... 16

11. Mekanisme infeksi C. Militaris ... 17

12. Gejala serangan C. militaris pada pengamatan terakhir dari sampel perlakuan disemprot dan ditabur ... 25


(5)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Pengaruh aplikasi jamur entomopatogen C. militaris terhadap persentase mortalitas rayap pada 1-7 HSA ... 23 2. Pengaruh aplikasi C. militaris terhadap Lethal Time 50 Rayap ... 27


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman 1. Bagan Penelitian ... 28

2. Data Penelitian ... 29 3. Foto Penelitian ... 33