Kavitasi Zat Cair Menggunakan Gelombang Ultrasonik Untuk Kelembaban Ruangan

  • –Kelembaban udara ruangan kurang dari 40% ruang sudah dianggap kering. Dengan menambahkan uap air ke dalam ruangan ini dapat menaikkan nilai persentase kelembaban. Uap air dihasilkan melalui proses kavitasi air murni dengan menggunakan aktuator gelombang ultrasonik. Nilai persentase kelembaban dapat dijaga dengan menggunakan sistem alat yang dapat mengatur jalannya proses kavitasi zat cair. Sistem alat ini dilengkapi dengan sensor kelembaban dan sensor Suhu. Sensor kelembaban menghasilkan data informasi tingkat kelembaban. Sedangkan sensor Suhu menghasilkan data Suhu ruangan. Data yang dihasilkan kedua sensor ini diolah dengan menggunakan rangkaian sistem mikrokontroller Metode look-up-table dan regresi linier. Setiap bertambahnya uap air hasil proses kavitasi, peningkatan kelembaban dapat diketahui melalui display LCD. Proses kavitasi dapat berlangsung, ketika sistem alat menghasilkan sinyal kotak 44 KHz, duty cycle 48,65%, dan amplitudonya +11 Volt dapat mengaktifkan aktuator ultrasonik dengan daya 34,76 Watt. Dalam ruangan uji

5.5 L , air dapat diuapkan rata-rata 0.09 mL/30 menit dengan kenaikan kelembaban rata-rata 20,9%. Agar kelembaban dapat dinaikan dengan cepat maka dibutuhkan aktuator dengan daya yang lebih besar.

  • – Po (2.1) dimana : p = tekanan gelombang ultrasonik N/m

  amplitudo mencapai

  ) Getaran gelombang yang dipancarkan sebuah aktuator berupa getaran gelombang ultrasonik yang didalam air merambat secara longitudinal. Tekanan yang dihasilkan mampu menggetarkan partikel air dengan kecepatan rambat disekitar 1500 m/s sehingga besarnya tekanan air di sekitar ultrasonik berada di bawah tekanan uap jenuh dari zat cair.

  Apabila kondisi ini terpenuhi, kavitasi terjadi ditandai dengan adanya banyak gelembung kecil yang bergerak naik menuju permukaan air. Gelembung-gelembung tersebut naik ke udara menjadi uap air dan sulit dilihat dengan mata secara langsung [3].

  2.2 Karakteristik Aktuator Ultrasonik Aktuator ultrasonik ini dari bahan Piezzoelectric.

  Aktuator dioperasikan dalam daerah frekuensi resonansinya yang dapat disampaikan pada gambar 2.1 [4]. Kurva yang sempit dan tinggi yang menunjukkan Q (Faktor kualitas) yang besar. Sedangkan kurva yang lebar dan pendek menunjukkan Q yang rendah. Nilai f

  1 dan f 2 dicapai ketika

  Q dapat ditulis kedalam persamaan 2.2 [4].

  2 1 dari nilai amplitudo maksimum.

  1

  2

  f f f Q r

  (2.2)

  * Korespondensi

  2

  ) Po = tekanan lokal keseimbangan (N/m

  2

  ) P = tekanan lokal sesaat (N/m

  Prosiding Seminar Nasional Teknologi Elektro Terapan 2017 Vol.01 No.01, ISSN: 2581-0049

  Kavitasi Zat Cair Menggunakan Gelombang Ultrasonik Untuk Kelembaban Ruangan Harris Pirngadi*

  a) Abstrak

  Kata Kunci: Kavitasi, Gelombang Ultrasonik, Kelembaban Ruangan.

  1. PENDAHULUAN

  Kelembaban udara ruang sangat berpengaruh terhadap faktor kenyamanan. Bila udara menjadi kering, kelembaban ruangan sangat rendah maka kulit seseorang akan menjadi kering sehingga tubuh terasa terganggu.

  Pada saat ini pendingin ruangan sudah banyak menggunakan air conditioner. Pendinginan ini tidak dilengkapi dengan generator uap air sehingga kulit terasa kering bila seseorang terlalu lama berada di dalam ruangan. Menurut kesehatan kelembaban yang sehat itu sebesar 40% sampai 60% [1]. Bila kelembaban ruangan kurang dari 40% maka ruangan dikatakan kering. Apabila kelembaban di atas 60% maka ruangan dalam keadaan lembab yang dapat menimbulkan penyakit pernafasan dan kulit [1].

  Penelitian bertujuan untuk mengetahui prinsip terjadinya fenomena kavitasi dalam air murni dengan memberi umpan gelombang listrik segi empat ke sebuah aktuator gelombang ultrasonik sehingga luaran aktuator memancarkan getaran gelombang ultrasonik ke dalam air. Realisasi hasil perancangan, perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat keras ini, sistem rangkaian sensor kelembaban, sensor suhu, mikrokontroler ATmega 16, driver LCD 2 x 24 karakter, dan signal generator. Perangkat lunak, pengolahan data suhu, kelembaban dan pengaturan waktu proses kavitasi. Pengujian hasil realisasi sistem alat dengan mengintegrasikan perangkat keras dan lunak. Data hasil pengujian dianalisa, disimpulkan, dan diberikan syaran.

  2. PENELAAHAN STUDI

  Gelombang ultrasonik merambat ke dalam suatu zat cair dapat menimbulkan efek kavitasi. Hal ini karena tekanan lokal zat cair di sekitar permukaan luaran aktuator ultrasonik menurun sampai pada nilai yang cukup rendah di bawah tekanan uap jenuh zat cair. Sehingga timbul gelembung- gelembung kecil yang hampir tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Besar tekanan akustik getaran gelombang ultrasonik dinyatakan oleh persamaan 2.1 [2].

  p = P

  2

2.1 Kavitasi

  • =

a) Jurusan Teknik Elektro ITS

Gambar 2.1 Amplitudo (A) terhadap Frekuensi (f)

  2.4 Sensor Suhu Suhu udara merupakan parameter yang disensing juga.

  C.

  Sistem alat menggunakan transduser piezo ceramic 50 watt. Rangkaian signal generator dirangkai dengan menggunakan rangkaian pembangikt sinyal kotak 44 KHz dan power amplifier 50 Watt. Proses kavitasi menggunakan air murni dilakukan pada suhu ruangan yang berkisar antara suhu 25 C-30

  Desain sistem dapat disampaikan gambar 3.1. Transduser ultrasonik diletakan sedemikian rupa sehingga air dapat menguap melalui proses kavitasi. Hal terpenting peletakan transduser, bagaimana caranya transduser dapat memancarkan tekanan akustik ke air dengan semaksimal mungkin.

  kelembaban, rangkaian sistem mikrokontroler AVR, dan rangkaian LCD. Perancangan software meliputi pengolahan data sensor untuk ditampilkan pada LCD serta mengirimkan sinyal kontrol ke blok signal generator.

  generator, rangkaian sensor suhu, rangkaian sensor

  Perancangan hardware meliputi rangkaian signal

  3.1 Perancangan Hardware dan Software

  Perancangan alat hardwere, softwere, dan perangkat pendukung lainnya. Tiap-tiap bagian atau modul-modul penyusun alat ini dijelaskan lebih terinci yang terdiri dari rangkaian sensor kelembaban, sensor suhu, sistem mikrokontroler, LCD, dan signal generator.

  3. MODEL dan IMPLEMENTASI SISTEM

  kenaikan satu derajat, tegangan output tidak bertambah 10 mV secara langsung. Tapi bertambah secara kontinyu. Oleh karena itu sensor ini sebenarnya dapat mengukur suhu dengan ketelitian minimal satu angka desimal dibelakang koma.

  celcius [6]. Namun pada kenyataannya apabila terjadi

  Pada perancangan sistem ini suhu ideal yang dibutuhkan adalah 25 C. Sensor Suhu menggunakan LM35 yang dapat mengukur Suhu 0 C sampai +150 C dengan faktor skala perubahan sekitar 10mV untuk tiap kenaikan Suhu 1 derajat

  gambar di atas diamati lebih jelas, ternyata skala Resistansi (Kohm) berskala logaritmik. Sedangkan skala untuk Relative Humidity (%) berskala linier. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa sifat resistansi sensor ini berubah secara logaritmik terhadap perubahan kelembaban yang terukur secara linier. Agar hubungan resistansi sensor terhadap kelembaban relatif terlihat lebih jelas maka tabel karakteristik sensor pada datasheet dapat dilihat.

  Pendekatan ini hanya berlaku jika Q lebih besar dari tiga. Selisih f

Gambar 2.3 Karakteristik Sensor Kelembaban RHK1AN

  Tegangan keluaran sensor kelembaban hampir bersifat linier terhadap nilai kelembaban relatif. Namun bila

  Kelembaban merupakan salah satu parameter yang berhubungan dengan udara. Kadar uap air dalam udara mempengaruhi nilai kelembaban ruangan. Kelembaban ini dapat disensing menggunakan sensor RHK1AN dengan karakteristik yang disampaikan pada gambar 2.3 [5]. Sensor ini mampu bekerja pada tingkat kelembaban antara 20% dan 90% RH dengan diberi inputan siyal sinus 1 Vrms 1 KHz.

  Transduser penerima menghasilkan sinyal dengan bentuk sinus murni, sedangkan untuk pemancar dapat menggunakan sinyal kotak atau sinus dengan frekuensi di atas 20 KHz. Pada transduser transmitter, sinyal listrik yang diberikan dapat dialirkan secara kontinyu atau tidak kontinyu (mode burst). Sedangkan pada mode burst, gelombang akan dipancarkan secara diskrit. Mode burst dipakai apabila transdusernya menggunakan sistem tunggal. Namun mode ini juga dapat dipakai pada transduser yang bersistem dua transduser. Lalu sistem dua transduser pada umumnya menggunakan sinyal listrik mode kontinyu.

  sistem transduser tunggal (satu transduser untuk transmitter dan receiver). Pada sistem dua transduser frekuensi resonan dari transmitter disesuaikan dengan frekuensi antiresonan dari receiver.

  transmitter sebagai aktuator dan receiver terpisah) dan

  Ketika aktuator digunakan sebagai transmitter maka aktuator harus dioperasikan pada frekuensi resonannya (Fr). Jika aktuator digunakan sebagai receiver maka aktuator harus dioperasikan pada frekuensi antiresonan (Fa). Sistem penggunaan tranduser ultrasonik, sistem dua tranduser dan sistem tunggal transduser. Sistem dua tranduser (transduser

Gambar 2.2 Karakteristik Aktuator Ultrasonik

  Aktuator ultrasonik hanya memiliki sifat resistif apabila frekuensi sinyal listrik yang diberikan bernilai sama dengan frekuensi resonan (Fr) dan frekuensi antiresonan (Fa). Selain frekuensi resonan dan antiresonan, aktuator akan memiliki reaktansi seperti pada gambar 2.2 [4].

  disebut bandwidth. Saat aktuator diberikan sinyal dengan frekuensi sebesar frekuensi resonansi maka aktuator akan bersifat resistif sehingga daya akustik yang dipancarkan mencapai maksimal.

  1

  dengan f

  2

2.3 Sensor Kelembaban

Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem

  ADC channel 1 digunakan untuk input data kelembaban udara dan ADC channel 0 untuk input data suhu. Port C digunakan sebagai jalur output data sensor yang akan ditampilkan pada LCD dan data kontrol untuk penulisan data pada LCD.

  i

  = 10K dan A = 2 maka harga R

  f

  yang dibutuhkan adalah 10K.

  3.1.3 Rangkaian Sistem Mikrokontroler ATmega 16

Gambar 3.4 Rangkaian Sistem Minimum Mikrokontroler

  Referensi tegangan ADC mikrokontroler (AREF dan AVCC) yang disampaikan pada gambar 3.4 keduanya dikondisikan sesuai aturan datasheet agar referensi ADC dapat diambil salah satu dari AREF atau AVCC. Masing- masing dihubungkan ke rangkaian induktor dan kapasitor dimana penggunaan dari kedua komponen ini untuk membentuk rangkaian filter low pass, sehingga lebih tahan terhadap noise berfrekuensi tinggi.

  3.1.4 Rangkaian Signal Generator

  memiliki range 0 – 3 Volt. Nilai R f pada gambar 3.3 dapat ditentukan melalui persamaan 3.1.

  Rangkaian Sinyal Generator transduser ultrasonik terdiri dari rangkaian pembangkit sinyal kotak, power

  amplifier dan rangkaian kontrol.

  Rangkaian Pembangkit Sinyal Kotak Rangkaian Power

  Amplifier Rangkaian Kontrol Transduser Ultrasonik

Gambar 3.5 Diagram Blok Rangkaian Signal Generator

  Rangkaian Pembangkit Sinyal kotak menghasilkan sinyal kotak 44 KHz +11 volt. Sinyal ini diterima oleh rangkaian Power Amplifier sehingga dapat mencapai daya maksimum transduser ultrasonik sebesar 50 watt. Rangkaian kontrol berfungsi untuk memutus dan menyambungkan tegangan supply untuk rangkaian power amplifier.

  i f R R

  (3.1) Apabila nilai R

  amplifier maka V out

  3.1.1 Rangkaian Sensor Kelembaban

  (Av=5)

  Sensor kelembaban yang digunakan adalah tipe RHK1AN yang diproduksi oleh Sencera. Sensor tersebut dapat mengukur kelembaban dari 20% sampai 90%.

  Rangkaian sensor kelembaban terdiri dari beberapa blok rangkaian seperti yang terlihat pada gambar 3.2 di bawah ini.

  Rangkaian Wien Bridge Oscillator 1 KHZ, Vou t> 1 Vrms Rangkaian Non

  Inverting Amplifier (Av=3) Rangkaian AC to DC

  Converter Rangkaian Pembagi Tegangan

  (Vout =1 Vrms) Rangkaian Pembagi Tegangan Sensor RHK1AN

  Rangkaian Differential Amplifier

Gambar 3.2 Diagram Blok Sensor Kelembaban

  C. Jadi tegangan maksimal yang dihasilkan oleh sensor adalah 1500 mV atau 1,5 Volt. Oleh karena itu apabila range tegangan tersebut dikuatkan menjadi 2 kali oleh non inverting

  Rangkaian sensor kelembaban seperti yang disampaikan pada gambar 3.2 membutuhkan sinyal sinusoidal 1 Vrms dengan frekuensi 1 KHz. Berikut akan dibahas setiap blok diagram pendukung rangkaian sensor kelembaban sesuai urutan pada gambar 3.2. Tegangan output dari blok rangkaian differential amplifier adalah data analog kelembaban yang terukur.

  3.1.2 Rangkaian Sensor Suhu

Gambar 3.3 Rangkaian Sensor Suhu

  Rangkaian sensor suhu dapat disampaikan pada

gambar 3.3 terdiri dari sensor LM 35 dan non inverting

  amplifier dengan penguatan dua kali. Karakteristik sensor

  LM 35 setiap suhu naik 1 derajat celcius maka tegangan V out sensor naik 10 mV. Pada suhu 0 C, sensor akan menghasilkan tegangan sekiatar 0 volt. Kemudian suhu maksimal yang dapat diukur sensor adalah 150

  A  1

3.2 Perancangan Perangkat Lunak

  10

  7 50 275 0,577 0,489

  69

  60 65 0,717 1,372

  9

  44

  8 55 130 0,639 0,879

  24

  6 45 510 0,545 0,274

  13

  65 36 0,791 1,842

  7

  5 40 930 0,526 0,156

  4

  4 35 1500 0,516 0,097

  2

  3 30 2500 0,510 0,049

  10

  11

  93

  90 1.95 0,981 3,040 155

  Bila penguatan 2 kali diterapakan dan mode ADC 8 bit dipilih maka data ADC dapat sebagai data suhu saat itu juga. Jadi jika data ADC langsung ditampilkan di LCD maka sama dengan menampilkan data suhu ruangan yang terukur saat itu juga. Sealain itu kinerja rangkaian non inverting amplifier berpenguatan 2 kali dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini.

  inverting amplifier berpenguatan 2 kali dan mode ADC 8 bit.

  perhitungan pada tahap perencanaan rangkaian. Hal inilah yang diharapkan dengan adanya penggunaan rangkaian non

Tabel 4.2 menunjukan bahwa data ADC sama dengan data suhu yang ditampilkan pada LCD. Hal ini sesuai

  4.2 Pengujian Rangkaian Sensor Suhu

Gambar 4.1 Grafik Kelembaban dan Data ADC channel 1

  Pada tabel 4.1, saat kelembaban antara 20%-25% tidak dapat dibaca dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya data ADC untuk kelembaban 20%-25% bernilai sama yaitu nol. Kemudian untuk kelembaban antara 25%-30% hanya terdapat satu data ADC yaitu 1. Jadi dari sini untuk kelembaban antara 25%-30% tidak dapat dibaca dengan baik juga. Untuk nilai kelembaban selain pada nilai titik-titik uji ditentukan dengan metode regresi linier tiap antar 2 titik uji s upaya hasilnya mendekati kurva gambar 4.1.

  15

  20

  85 3.5 0,967 2,950 150

  14

  80 6.5 0,942 2,770 141

  13

  75 11 0,910 2,570 131

  12

  70 19.5 0,860 2,250 114

  2 25 4200 0,506 0,020

  1 20 6500 0,504 0,004

  V in (V dc ) Data ADC

   1 Kelembaban (%) Grafik Kelembaban dan Data ADC Channel 1

  Ya Tidak Tidak Tidak

  Tidak Ya Ya

  Power supply “OFF” Stop Ya

  Status “ON” H < 60% & Status “ON” Status “OFF”

  H > 90% Tampilkan Data Kelembaban H < 40% Status “ON”

  Tampilkan Data Suhu Penghitungan Data Kelembaban Tampilkan pesan “Kelembaban > 90%”

  Start Status “OFF” Ambil Data Suhu Ambil Data Kelembaban

  15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90 D at a A D C C h an n el

  V out (V rms )

  90 100 110 120 130 140 150 160

  80

  70

  60

  50

  40

  30

Gambar 3.9 Flow Chart Perangkat Lunak

  Data kelembaban yang disampaikan pada gambar 3.9 mulai dari 20% sampai 90% adalah data analog diterima ADC untuk dikonversikan menjadi data digital. Sistem ini menggunakan ADC internal 8 bit mikrokontroler yang digunakan adalah mode 8 bit. Setelah perhitungan data kelembaban dengan metode look-up table dan regresi linier. Dengan cara berurutan, Data kelembaban ruangan akan ditampilkan pada LCD dengan satuan %, data suhu dibaca oleh ADC melalui channel 0, range data analog suhu adalah 0-3V, hasil konversi data suhu ditampilkan ke LCD. Pada pembacaan sensor suhu ini, mode ADC dengan mode 8 bit seperti pada perhitungan data kelembaban.

  Proses kavitasi akan terjadi bila H<40% dan ditandai status menjadi ’ON’. Saat kavitasi sedang berlangsung maka kenaikan kelembaban akan terjadi. Kenaikan kelembaban akan berlangsung sampai memenuhi H>60%. Apabila H>60% maka status akan menjadi ’OFF” sehingga kavitasi tidak akan terjadi karena supply dari signal generator transduser akan diputus melalui pengaturan relay . Pengaturan tetap berlangsung selama power supply menyala.

  Sebelumnya pengujian tiap-tiap diagram blok penyusun sistem rangkaian sensor kelembaban dilakukan maka pengujian terhadap sistem keseluruhan juga dilakukan.

  C) ADC Channel 1 H(%) Rs(KΩ)

  Karakteristik RHK1AN (25

Tabel 4.1 Pengujian Sistem Sensor Kelembaban No.

  3.2).

  channel 1 adalah diagram blok Non Inverting Amplifier, AC to DC converter , dan Differential Amplifier (lihat gambar

  ADC dan data ADC

  in

  (rms). Jadi diagram blok yang dipakai pengujian untuk mencari nilai V

  channel 1 adalah V out

4. HASIL dan ANALISA PENGUJIAN SISTEM

4.1 Pengujian Rangkaian Sensor Kelembaban

  ADC dan data ADC

  in

gambar 3.2 adalah V out (rms). Jadi diagram blok yang dipakai pengujian untuk mencari nilai V

  untuk rangkaian non inverting amplifier

  input

  ADC channel 1 diperoleh setelah melakukan pengujian dimana V

Tabel 4.1 di bawah ini sebagai acuan untuk pengujian sistem sensor kelembaban. Pada tabel 4.1, nilai V in ADC dan dataTabel 4.2 Pengujian Rangkaian Sensor Suhu No.

  31

  4.4 Pengujian Sistem Kavitasi

  Pada pengujian tahap ini, semua blok yang telah dirancang diintegrasikan bersama untuk membuat sistem kavitasi. Pertama, pengujian dilakukan terhadap tegangan sinyal kotak yang diberikan ke transduser. Berdasarkan perhitungan daya transduser, bahwa tegangan sinyal kotak yang dibutuhkan sebesar +15 Volt. Namun apabila transduser diberi tegangan sebesar itu, dalam beberapa menit transduser mengalami panas. Sebab apabila transduser menjadi panas maka ada kemungkinan air yang teruapkan akibat dari panas tersebut. Jadi tegangan sinyal kotak yang dipakai pengujian adalah +11 Volt.

  Tahap kedua adalah pengujian terhadap sistem kavitasi untuk mencari kemampuan penguapan dengan kavitasi untuk per 30 menit. Pengujian dilakukan dengan menggunakan air murni. Hal ini dilakukan untuk mencapai kesempurnaan pengujian. Kemudian sinyal kotaknya beramplitudo +11 Volt. Lalu volume wadah adalah sebesar 5,5 Liter. Hasil pengujian tersaji pada tabel 4.8 berikut ini.

  Sensor LM35 ADC Channel 0 Suhu (

  35

  35

  34 10 351 704

  34

  33 9 342 686

  33

  32 8 332 665

  32

  31 7 322 646

  30 6 311 624

  power amplifier . Jadi hasil ini sesuai teori dari power amplifier yaitu rangkaian ini hanya menguatkan daya sinyal

  30

  29 5 300 602

  29

  28 4 293 586

  28

  27 3 283 568

  27

  26 2 272 546

  26

  1 262 524

  V input (mV dc ) Data ADC

  V output (mV dc )

  C)

  input saja tetapi tidak menguatkan amplitude sinyal input.

4.3 Pengujian Rangkaian Signal Generator

  edge sudah bagus karena Op-Amp yang dipilih memiliki slew rate yang mencukupi. Namun pada sisi sinyal baik atas

  71

  No. Waktu (Jam)

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kemampuan Penguapan Sistem

  C. Jadi kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa untuk menaikan kelembaban udara dalam wadah rata- rata 20,9% dan air yang diuapkan rata-rata 0.09 mL dalam 30 menit.

  90 21 0,1 Berdasarkan tabel 4.3 di atas, rata-rata volume air yang dapat diuapkan sebesar 0,09 mL. Selain itu rata-rata kenaikan kelembaban akibat proses kavitasi berlangsung selama 30 menit adalah sebesar 20,9%. Kemudian selama pengambilan data, suhu udara dalam wadah kebetulan selalu tetap 28

  69

  28

  10

  88 17 0,09

  28

  C) RH awal

  9

  89 22 0,09

  67

  28

  8

  90 20 0,08

  70

  28

  Suhu (

  (%) RH akhir

  87 15 0,1

  28 63 >90% 0,3

  25 C. Kemudian dari tabel 4.4 di atas dibuat grafik untuk

  C. Hal ini terjadi pada pengujian lainnya. Kemudian hampir selama pengujian, kelembaban akhir mencapai lebih dari 90%. Selain itu volume air yang diuapkan semakin meningkat seiring peningkatan lama pengujian. Suhu saat pengujian masih di kisaran suhu kamar

  28 66 >90% 1,1 Berdasarkan tabel 4.4, selama pengujian keenam yang dilakukan selama 5 jam, suhu dari awal sampai akhir pengujian keenam selalu 28

  5

  6

  28 64 >90% 0,5

  4

  5

  3

  (%) ∆V

  4

  29 68 >90% 0,2

  2

  3

  29 66 >90% 0,15

  1

  2

  (mL) 1 0,5 29 69 90% 0,1

  7

  72

  maupun bawah masih kurang rata. Hal ini disebabkan faktor respon kapasitor C yang dipakai saat discharging dan

Gambar 4.2 Sinyal Output Pembangkit Sinyal Kotak

  (%) ∆V

  (%) ∆RH

  (%) RH akhir

  C) RH awal

  Suhu (

Tabel 4.3 Hasil Pengujian Sistem Kavitasi / 30 menit No.

  amplifier .

  4.3.1 Pengujian Pembangkit SInyal Kotak 44 KHz

  Frekuensi resonansi transduser 44 KHz dengan amplitudo 10 sd 16 Volt dengan bentuk sinyal seperti yang disampaikan pada gambar 4.2.

  1

  Bentuk sinyal output rangkaian tersebut sudah mendekati kotak. Sisi sinyal baik rising edge maupun falling

  sinyal output rangkaian pembangkit sinyal kotak yang diinputkan pada rangakain power amplifier. Hal ini disebabkan adanya noise yang ditimbulkan oleh efek pembebanan transduser. Kemudian amplitude sinyal output tidak berbeda jauh dengan amplituo sinyal input rangkaian

  amplifier . Sinyal keluaran tersebut tidak sebaik gambar

  pada saat transduser terhubung pada rangkaian power

Gambar 4.3 menunjukan bentuk sinyal keluaran dari rangkaian power amplifier. Sinyal pada gambar 4.3 diambilGambar 4.3 Sinyal Output Rangkaian Power Amplifier

  4.3.2 Pengujian Power Amplifier

  charging tidak cepat. Namun ketidakrataan sinyal keluaran tidak begitu mempengaruhi kinerja transduser.

  (mL)

  28

  28

  4

  6

  90 22 0,1

  68

  28

  5

  89 21 0,08

  68

  28

  88 24 0,1

  73

  64

  28

  3

  87 21 0,08

  Pengujian blok signal generator transduser terdiri dari rangkaian pembangkit sinyal kotak dan rangakain power

  28

  2

  89 26 0,08

  66 mengetahui karakteristik kemampuan penguapan realisasi Daftar Pustaka sistem alat kavitasi.

  [1] Prasasti, Corie Indria; Mukono, J.; Sudarmaji. 2005.

  Pengaruh Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber-AC

  . Jurnal Kesehatan

  Terhadap Ganguan Kesehatan Lingkungan Vol.1, No.2, Januari 2005.

  [2] Sitompul, Stepanus Sahala. Pengendalian Hama

  Belalang Kembara (Locusta migratoria) dengan Menggunakan GelombangUltrasonic di Kalimantan Barat. Disertasi Program Pasca Sarjana Universitas Airlanga, Surabaya, 2005.

  [3] Wu, Chaoqun; Nakagawa, Noritoshi; Sekiguchi,

  Yasuhisa. 2006. Observation of Multibubble

  Phenomena in An Ultrasonic Reactor , Journal of Science Direct, Vol.31:1083-1089, 2006.

  [4] Nurul Kharim, Miftah. 2008. Pengukuran Kecepatan

  Gerak Benda Padat Menggunakan Tranduser Ultrasonik Berdasarkan Efek Doppler. Tugas Akhir

  S1 Teknik Elektro ITS Surabaya. [5]

  ______,2008. Datasheet RHK1AN. Sencera Company Ltd. <URL:http://mecquartz.com/

Gambar 4.4 Grafik Karakteristik Sistem Kavitasi

  image/datasheet/Humidity%20Sensor/RHK1AN.pdf Pada gambar 4.4 dapat dilihat sifat kenaikan >. Tanggal akses: 2 Oktober 2008. [6] sistem kavitasi tidak mendekati linier. Selain itu, grafik di

  ______,2008. Datasheet LM35. National Instrument. <URL atas menunjukan bahwa semakin lama waktu kavitasi dilakukan maka semakin bertambah air yang diuapkan. LM/LM35.pdf>.Tangal akses: 2 Oktober 2008.

  Pada pengujian sistem kavitasi ini, sinyal kotak yang digunakan berampltudo sekitar +11 Volt, duty cycle 48,65% dan arus yang mengalir ke transduser sekitar 3,16 Ampere. Jadi daya yang diserap oleh transduser sekitar 34,76 Watt. Kemudian pada tahap kedua dan ketiga, setiap kali tepat sebelum pengujian dilakukan, sistem dibiarkan tertutup dahulu selama beberapa saat (sekitar 10-30 menit) sampai data suhu dan kelembaban stabil dahulu. Setelah itu, transduser diberi daya listrik dan proses kavitasi dilakukan. Hal ini untuk meyakinkan pengujian bahwa peningkatan kelembaban yang terjadi merupakan akibat dari adanya uap air hasil kavitasi.

5. KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil pengujian dan pengukuran hasil realisasi sistem kavitasi dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1.

  Gelombang ultrasonik dibangkitkan dengan sinyal kotak yang berfrekuensi 44 KHz, duty cycle 48,65%, amplitudo

  • 11 Volt dan berdaya 34,76 Watt dapat menghasilkan kavitasi pada air murni, 2.

  Dalam ruangan uji 5,5 L dengan air yang dapat diuapkan rata-rata 0.09 mL/30 menit dengan kenaikan kelembaban rata-rata 20,9%, 3. Kemampuan penguapan tidak bersifat linier.

  Disarankan untuk penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan gelombang ultrasonik agar proses kavitasi dapat berlangsung cepat gunakan ransduser ultrasonik yang mempunyai disipasi daya listrik yang lebih tinggi yang disesuaikan dengan kebutuhan volume ruangan,udara lembab.