ANALISA KRITIS ATAS GOOD GOVERNANCE

ANALISA KRITIS ATAS GOOD GOVERNANCE

  Mudiyati Rahmatunnisa Program Studi Ilmu Pemerintahan dan Pascasarjana

  Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran

  

Abstrak

  Diskursus kontemporer menunjukkan good governance sebagai sebuah strategi alternative pembangunan yang mengglobal. Beragam elemen penting yang melekat di dalamnya telah menjadikan

  

good governance diterima oleh banyak Negara hampir tanpa resistensi yang berarti. Apakah good

governance selalu berimplikasi positif terhadap demokrasi dan pembangunan ekonomi yang

  berkelanjutan sebagaimana diformulakan oleh para pendukungnya? Analisis kritis dalam artikel ini menunjukkan bahwa kalkulasi teoritik tersebut tidak selalu benar.

  

Abstract

Contemporary discourse shows that good governance has become a global strategic alternative in

development process. Its various features have made good governance globally accepted almost without

significant resistance. Has good governance always have positive implications toward democracy and

economic development as it has been originally formulated by its proponents? Critical analysis within

this article shows that theoretical calculation has not always been right.

  Pendahuluan Good governance telah menjadi sebuah

  Pengertian Governance dan Good buzz word bagi banyak pihak, baik akademisi, Governance

policy makers , birokrat dan lembaga-lembaga Sebagaimana istilah-istilah lainnya

  strategis baik nasional maupun international dalam ilmu social, good governance juga sejak akhir decade 80-an. Dengan kata sifat mengalami dilemma dalam pemaknaannya. “good” yang melekat, banyak pihak berasumsi Berbagai ahli, pemerintah berbagai negara,

  

good governance sebagai sebuah tatanan yang lembaga donor, baik regional maupun

  akan selalu berkaitan dengan outputs dan internasional telah melakukan pendefinisian

  

outcomes yang baik. Para pendukungnya yang beragam atas good governance. Namun

  mengatakan bahwa demikian, kondisi tersebut bukan berarti tanpa

  good governance

  merupakan prasyarat penting untuk adanya konsensus berkait dengan good pembaharuan ekonomi dan stabilitas politik governance . Disepakati bahwa good (1991, dalam Pauly 1999: 273; Joseph 2001). governance pada masa sekarang ini merupakan Karena potensi inilah, good governance begitu elemen strategis yang harus di-inkorporasi cepat menyebar dan diterima oleh banyak dalam strategi pembangunan. Negara. Apakah memang demikian? Tulisan Ada dua kekuatan utama yang ini bermaksud untuk menguraikan pengertian melatarbelakangi kemunculan wacana serta perdebatan teoritik maupun praktek dari governance , yaitu globalisasi dan

  

good governance . demokratisasi. Kesemuanya merupakan konsekuensi logis dari adanya perkembangan dan perubahan fundamental disemua lini dalam kehidupan masyarakat, seperti halnya dikemukakan oleh Chhotray and Stoker (2009: 2) sebagai berikut:

  There are the implications of our growing interdependence in a context where the expectations of citizens to influence the decisions that affect them have increased the pressure on established systems of collective decision-making, and brought forth demands for new forms of governance.

  governance

  “the exercise of economic, political and

  salah satu definisi yang dijadikan rujukan oleh banyak akademisi, praktisi maupun lembaga- lembaga regional maupun internasional:

  Programme (UNDP) berikut ini merupakan

  Definisi governance yang agak berbeda dikemukakan oleh United Nation Development

  Governance may be taken as denoting how people are ruled and the affairs of a state are administered and regulated. It refers to a nation’s system of politics and how this functions in relation to public administration and law. Thus, the concept of governance goes beyond that of “government” to include a political dimension.

  Namun, perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa pengertian governance menjadi begitu beragam. Misalnya, Landell- Mills dan Serageldin (1991, dalam Nanda 2006: 273) dalam artikelnya menjelaskan bahwa

  decision-making in settings where there are a plurality of actors or organizations and where no formal control system can dictate the terms of the relationship between these actors and organizations ”.

  sebagai “the rules of collective

  Secara sederhana, governance dapat diterjemahkan sebagai “ways of governing” (Crook & Manor 1995). Sementara, Chhotray dan Stoker (2009: 3) mendefinisikan

  Kemunculan governance dipandang sebagai alternative cara pandang dalam memahami dinamika perubahan social, ekonomi dan politik yang melanda dunia pada decade 90-an. Disebutkan selajutnya oleh Chhotray dan Stoker (2009: 2) bahwa “Governance seeks to understand the way we

  “[the] secret of its success”.

  Sementara itu Schneider (2004: 4, dalam Chhotray & Stoker 2009) mengatakan bahwa ketidakjelasan konsep governance merupakan

  ‘is notoriously slippery”.

  Pierre dan Peters (2000: 7, dalam Chhotray & Stoker 2009) misalnya mengatakan bahwa konsep governance

  Banyak ahli mengatakan bahwa governance tidak terdefinisi dengan jelas.

  though government because it is the most powerful and coercive institution continues to be the major element of any system of governance ...”.

  .” Di ranah politik, keputusan-keputusan masih harus dibuat oleh Negara atau pemerintah. Perspektif governance mencoba mempertanyakan bagaimana tugas ini bisa dilaksanakan dengan efektif dan legitimate. Pertanyaan ini pada gilirannya memaksa Negara atau pemerintah untuk mempertimbangkan cara alternative dalam pembuatan keputusan. Namun demikian, menurut Bandyopadhyay (1996: 3109), “…governance is wider than government,

  construct collective decision- making…existing models were failing to capture what was happening, and not providing an appropriate framing of key issues for reformers

  administrative authority to manage a country’s affairs at all levels. It comprises mechanisms, processes and institutions through which citizens and groups articulate their interests,

  exercise their legal rights, meet their obligations and mediate their differences

  ” (Nanda 2006: 271).

  Barat tersebut menuntut Negara-negara Sub- Saharan Afrika tersebut melaksanakan apa yang disebut dengan “good government”, yaitu mengadopsi “more (world) market-oriented

  Thus , pada prinsipnya Negara-negara

  Stabilisation normally meant immediate devaluation and often drastic public expenditure cuts. This was followed by adjustment which sought to transform economic structures and institutions through varying doses of deregulation, privatization, slimming down allegedly oversized public bureaucracies, reducing subsidies and encouraging realistic prices to emerge as a stimulus to greater efficiency and productivity, especially for export.

  , ‘stabilisation’ dan ‘adjustment’.

  Dengan mengutip Mosley, Leftwich menguraikan bahwa program tersebut mencakup dua tahapan utama

1 Dari beberapa definisi tentang

  party democracies ” (Crook & Manor 1995).

  ”(UNDP 1997)

  Perkembangan selanjutnya menunjukkan adanya perubahan dari “government“ ke “governance”.

  2 Salah satu

  by balance of payments deficits, high inflation, and sluggish GDP

  ”, sebagai prasyarat untuk mendapatkan bantuan. Oleh karena itu, banyak kalangan mengatakan bahwa formulasi awal kebijakan “good government” lebih merupakan “crude ideological assertion” yang melihat bahwa rejim yang korup dan inefisien bertentangan dengan perkembangan pasar bebas ekonomi kapitalis dan karenanya harus digant i dengan “Anglo-American style multi-

  beberapa Negara Sub-Saharan Afrika yang mengajukan bantuan keuangan, karena pada saat itu mengalami “economic malaise caused

  Structural Adjustment Programs (SAPs) untuk

  2006). Pada decade 1980an, lembaga-lembaga beserta Negara-negara donor tersebut meluncurkan apa yang disebut dengan

  aid policies ) (Crook & Manor 1995; Nanda

  serta beberapa Negara Barat kepada beberapa Negara Sub-Saharan Africa (terutama bilateral

  institutions (IFIs), yaitu the International Monetary Fund (IMF) dan the World Bank

  mula kemunculan tuntutan akan prasyarat politik yang dikenakan pada program-program bantuan pembangunan (aid programmes) yang ditawarkan oleh international financial

  governance sebenarnya berkaitan dengan awal

  Dalam konteks pembangunan, good

  pada hakekatnya governance merujuk pada mekanisme pengelolaan negara di mana di dalamnya mencakup pengoperasian berbagai kewenangan, pengelolaan warga negara dan interaksi berbagai entitas politik dalam proses pembuatan keputusan yang tidak hanya di dominasi oleh negara, tetapi juga aktor-aktor lainnya.

  governance di atas, dapat disimpulkan bahwa

  economic policies

1 The World Bank, governance

  Corruption and Safeguarding Integrity S. Ministry of Justice Republic of Korea, Seoul.

  ”, dalam Abdellatif, A. M. 2003, Good Governance and

  manner in which power is exercised in the management of a country’s economic and social resources for development

  2 Leftwich menjelaskan bahwa konsep governance memiliki makna yang lebih luas

  dibanding government. Konsep government secara konvensional merujuk kepada “ the

  formal institutional structure and location of authoritative decision making in the modern state

  ”. Sementara governance merujuk kepada “a looser and wider distribution of both

  internal and external political and economic

  adalah “the

  Its Relationship to Democracy & Economic Development in Global Forum III on Fighting alasan terpenting yang mendasari perubahan tersebut adalah adanya respon dan kritik dari lembaga-lembaga multilateral seperti The

  World Bank dan NGOs bahwa promosi tentang

  governance

  The state must concentrate on improving its traditional functions like the maintenance of law and order... its economic function should be restricted to providing the necessary social and physical infrastructure for development. The state would also need to evolve new

  pengembangan institusi dan berfungsinya peran-peran minimal Negara. Berkaitan dengan fungsi ini, Nayyar (2000) memberikan ilustrasi sebagai berikut:

  governance adalah pada kapasitas Negara,

  pendekatan pembangunan sebelumnya adalah karena terlalu mengandalkan kepada mekanisme pasar dan pemangkasan peran Negara yang cukup signifikan. Satu hal strategis dalam perspektif ekonomi politik yang terlupakan adalah keberadaan struktur Negara yang efektif, yang penting untuk dapat menjamin pasar dengan memelihata stabilitas politik dan ekonomi, serta kejujuran dan keamanan dalam transaksi-transaksi ekonomi serta kapasitas infrastruktur yang mendukung dan tepat (Adrian Leftwich 1993). Oleh karena itu, sebagaimana Crook dan Manor (1995) menyatakan, penekanan terpenting dalam

  mechanism ). Salah satu kelemahan utama

  sebagai “sound development management” (Adrian Leftwich 1993) merupakan pendekatan alternatif yang diluncurkan untuk mengatasi kelemahan pendekatan pembangunan sebelumnya, di mana otonomi Negara sangat minimal (free market

  3

  Dalam perspektif teknis-manajerial, good governance yang dipandang IBRD

  merupakan “a new way of thinking about public sector, political and administrative structures of developing countries” (Uddin & Joya 2007: 7).

  Banyak kalangan mengatakan bahwa good

  tipe pemerintahan tertentu dipandang terlalu ideologis atau “ethnocentric” (Crook & Manor 1995). Oleh karena itu, perubahan dilakukan dengan proposisi yang dipandang lebih teknis dan apolitik yang terwakili dalam governance, yang dimaknai sebagai “the processes by which

  14, no. 3, pp. 605-624. Available from: http://www.jstor.org/stable/3992489 [26/01/2011].

  ”. Leftwich, A. 1993, 'Governance, Democracy and Development in the Third World', Third World Quarterly, vol.

  system of political and socioeconomic relations or, more loosely, a regime

  ”. Singkatnya, governance merujuk kepada “a

  paradigm shift of the role of governments ”. power. Governance thus denotes the structures of political and, crucially, economic relationships and rules by which the productive and distributive life of a society is governed

  Leftwich 1993) ketika The World Bank memberikan laporan tentang permasalahan pembangunan di Afrika yang disinyalir disebabkan oleh persoalan penggunaan kekuasaan politik untuk mengatur urusan- urusan Negara. Lebih lanjut, sebagaimana dikemukakan oleh Marc dan Byong-Joon (dalam Abdellatif 2003) good governance merupakan “the term that symbolizes the

  governance adalah pada tahun 1989 (Adrian

  Kemunculan pertama dari pinsip good

  ” (Crook & Manor 1995). Governance dalam perspektif ini tidak hanya menyangkut pembangunan ekonomi dalam arti yang sempit, tetapi mencakup juga kinerja institusi dan hubungan- hubungan antara Negara dan masyarakat.

  economic and social matters are managed, and the capacity of institutions to manage them fairly, rationally and predictably

  3 International Bank for Reconstruction and Development

  laws to govern the new market economy and to ensure its smooth and efficient functioning. But these laws, when formulated, should facilitate and not obstruct the functioning of markets.

  — to the citizens of nation-states”, maka good governance merujuk kepada “results, when nation-states provide high order

  governance pada hakekatnya merujuk pada aspek kualitatif dari governance.

  tersebut, maka dapat dikatakan bahwa good

  ruling justly, enforcing laws and contracts fairly, respecting human and property rights and fighting corruption .” Dari berbagai definisi

  Sementara itu, O’Neill (Uddin & Joya 2007) menambahkan poin penting lainnya dalam definisi good governanc e yang ditawarkannya, yaitu “Good governance means

  …public institutions act effectively, providing an enabling environment for economic growth and development. Good governance requires the improvement of accountability and transparency of public sector agencies, concomitant with the effective fight against corruption. The effective performance of democratic institutions, including legislatures, and the fight against corruption, are the central elements of good governance (dikutip dalam Uddin & Joya 2007: 10).

  (OECD) menjelaskan bahwa good governance adalah kondisi ketika

  Economic Cooperation and Development

  ” (Besancon 2003 dalam Uddin & Joya 2007: 8). Sementara itu, Organization for

  of certain political goods — when the nation states perform effectively and well on behalf of their citizens

  delivery of political goods — beginning with securit y

  Satu hal yang perlu menjadi poin penting di sini adalah bahwa dalam perspektif

  pada tahun 1989, telah menjadi sangat beragam. Misalnya, Marie Besancon, dengan mendefinisikan governance sebagai “the

  governance sejak kemunculan pertamanya

  Uddin dan Joya (2007: 7) menyatakan bahwa definisi dan interpretasi tentang good

  keberfungsian sector public dan juga aturan- aturan dan institusi-institusi yang menjadi kerangka bagi keterlibatan sector privat dan masyarakat dalam hubungannya dengan Negara.

  Governance mencakup kapasitas dan

  .” (Joseph 2001). Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa konsep governance berkaitan langsung dengan manajemen proses pembangunan, yang didalamnya tidak hanya didominasi oleh Negara tetapi juga terdapat keterlibatan sector- sektor privat dam masyarakat pada umumnya.

  society. By embedding organised interests like business with government in decision-making processes it is hoped to build stable networks of interest which would both promote the general interest and bring specialist knowledge to bear on decision- making.” The gain in terms of the good governance agenda would be that the exclusive powers of the state could be reduced in scope and also the initiative and knowledge available in civil society could be harnessed for public purposes

  menjadikan Negara lebih otonom, akan tetapi lebih kepada membangun “horizontal links between state and civil

  good governance , bukan ditujukan untuk

  Adapun yang menjadi elemen-elemen inti dari good governance adalah partisipatif, berorientasi kepada konsensus, akuntabel, transparan, responsive, efektif dan efisien, adil dan inklusif serta mengikuti aturan-aturan hukum yang berlaku. Good governance harus dapat menjamin bahwa korupsi dapat diminimalisir, pandangan dan aspirasi kaum

  assembly and freedom from arbitrary

  minoritas didengar dan dipertimbangkan dalam

  imprisonment; and the adoption of

  proses pengambilan keputusan, dan responsive

  policies designed to safeguard long-

  terhadap kebutuhan masyarakat masa kini dan

  4 term global interests like education, mendatang. health and the environment ”.

  1.

  2.

  3.

  4.

  5.

  6.

7. Sumber:

  http://www.unescap.org/pdd/prs/ProjectActivities/Ongoing/gg/governance.asp

  Fenomena kontemporer menunjukkan bahwa good governance telah memiliki makna Pendapat yang hampir sama juga yang jauh lebih kompleks dibanding formulasi dikemukakan oleh Demmers, Jilberro dan awalnya pada akhir decade 80-an. Najem Hogenboom (2004) bahwa konsep good (2003) mengatakan bahwa good governance governance seringkali didefinisikan sebagai “a pada saat ini mencakup aspek-aspek penting political regime based on the model of a liberal sebagai berikut: democratic polity, which protects human and

  civil rights, combined with a competent, non-

  “economic liberalisation and the

  creation of market friendly corrupt and accountable public environments; transparency and administration

  .”

  accountability with respect to both

  Dalam pandangan Leftwich (1993),

  economic and political decision-

  paling tidak, ada tiga komponen utama dari

  making; political liberalisation,

  pemahaman good governance di atas: Pertama,

  particularly democratic reforms; rule of

  dari perspektif system secara umum,

  law and the elimination of corruption; the promotion of civil society; the governance yang memiliki makna yang lebih introduction of fundamental human

  luas dari government, merujuk kepada sebuah

  rights guarantees, especially with

  system hubungan politik dan sosioekonomi

  respect to political rights such as

  yang tidak hanya didominasi oleh Negara,

  freedom of expression, freedom of tetapi juga aktor-aktor lain di luar Negara.

  Kedua , dari perspektif politik, posisi Negara

4 Lihat juga, misalnya, Joseph, S. 2001,

  dalam good governance memiliki legitimasi 'Democratic Good Governance: New Agenda dan otoritas yang berasal dari mandat for Change', Economic and Political Weekly, demokratis melalui mekanisme pemilu yang vol. 36, no. 12, pp. 1011-1014[26/01/2011]. jangka pendek untuk mengurangi kemiskinan merupakan tiga strategi penting dalam mengatasi kemiskinan. Oleh karena itu, secara khusus, berdasarkan studinya di India, Nayyar berkesimpulan bahwa persistent poverty

  development program dan program-program

  good governance tersebut didasarkan pada

  .” Sebagaimana banyak dikemukakan dalam berbagai literature, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan berimplikasi sangat luas. Nayyar (2000) misalnya, mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi, bersama-sama dengan human

  development is inextricably related to democratization and good governance

  (Najem 2003), di samping tentunya pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan. Berkaitan dengan pembangunan dan good governance, Windsor (2001: 15) menyatakan bahwa “success in the other core areas of sustainable

  good governance

  ” merupakan keuntungan- keuntungan yang dapat diperoleh dari praktek

  degree of political liberalization, and perhaps even democratization

  Lebih jauh lagi, peran Negara yang dibatasi dalam aktivitas ekonomi masyarakat berdampak pada kemunculan pusat kekuasaan lain di luar Negara. Pada gilirannya, keberadaan elemen-elemen kekuasaan baru ini akan menuntut Negara menjadi lebih terbuka dan akuntabel. Dengan demikian, secara singkat dapat dikatakan bahwa “a considerable

  Berbeda dengan pendekatan pembangunan yang berlaku sebelumnya (perspektif good government ) yang menghendaki pengadopsian model Barat secara secara utuh dan menyeluruh, good governance memberikan ruang untuk elemen-elemen yang berakar pada negara-negara penerima donor untuk mendisain mekanisme-mekanisme politik dan social yang diperlukan. Oleh karena itu, good governance dipandang lebih aplikatif dan mempertimbangkan kondisi kultur (culturally sensitive) negara-negara penerima donor.

  to promote the appropriate political environment for sustainable economic growth

  argumentasi bahwa [Good governance] would in itself, help

  Rangkaian kebijakan yang terangkum dalam

  bebas dan diselenggarakan secara regular. Negara juga dibangun atas dasar prinsip “separation of legislative, executive and

  adjustment policies ) seperti “reduced state intervention in economic decision-making; reduced public sectors and more efficient and transparent public sector administration; freer markets and the elimination of unnecessary public subsidies; and increased integration into the world economy …”(Najem 2003).

  kebijakan penyesuaian struktural (structural

  Africa: From Crisis to Sustainable Growth , good governance berkaitan dengan kebijakan-

  dokumennya yang berjudul Sub-Saharan

  World Bank pada tahun 1989 melalui

  Sejak awal peluncurannya oleh The

  Mengapa Good Governance?

  hukum yang independen yang mampu menegakkan supremasi hokum dan mengatasi perselisihan-perselisihan yang muncul.

  audited public service which has the bureaucratic competence to help design and implement appropriate policies and manage whatever public sector there is .” Good governance juga meniscayakan adanya system

  ” yang jelas. Ketiga, dari perspektif administrasi, good governance berarti “an efficient, open, accountable and

  judicial powers

  • – which, incidentally, would be a more inclusive and accountable environment on the whole than most developing societies had previously experienced (Najem 2003).
merupakan akbibat dari ketiadaan good governance .

  Keuntungan lainnya yang seringkali diasosiasikan dengan praktek good governance adalah sebagaimana diungkapkan Demmers, Jilberro dan Hogenboom (2004) bahwa “[good

  The World Bank , UNDP dan juga IMF adalah

  Fund

  World Bank dan The International Monetary

  5 Bretton Woods Institutions terdiri dari The

  5

  —and often straightforwardly imperialistic attitude is coupled with de facto furthering of profit-seeking corporate interests of those actors who seem to be beyond all measures of transparency, good governance, and democratic accountability, in particular Bretton Woods institutions and the transnational corporations.

  From a cosmopolitan democratic perspective, it is clear that slogans such as ‘participatory development and good governance’ should not be ways to impose, in an undemocratic way, particular, Western visions of organizing society upon the dependent countries of Latin America, Africa and Asia. It is even worse when this paternalistic

  ”(Demmers, Jilberto & Hogenboorn 2004). Seperti halnya juga dikemukakan oleh Patomaki (dalam Demmers, Jilberto & Hogenboorn 2004),

  further enhance the neoliberal agenda

  bahwa agenda good governance pada kenyataannya merupakan “a sub ideology to

  lembaga donor internasional terkemuka, seperti

  governance ] aimed to help countries reach economic prosperity, ensure the rule of law, improve the efficiency and accountability of their public sectors and tackle corruption .”

  governance yang dimotori oleh beberapa

  Salah satu kritik utama terhadap good

  Sebagaimana kata sifat yang melekat dalam konsepsinya, good governance sepertinya akan selalu menawarkan dan diasosiasikan dengan kondisi-kondisi yang “good”. Namun demikian, sebagaimana konsep atau teori dalam ilmu politik, good governance tidak terbebas dari kritik dan perdebatan, baik secara konseptual maupun praktek.

  Kritik Atas Good Governance

  Potensi keuntungan-keuntungan inilah yang telah menjadikan good governance diterima secara luas dan mengglobal sebagai sebuah strategi pembangunan yang penting.

  Governance is the process whereby public institutions can conduct public affairs, manage public resources and guarantee the realization of human rights. Good governance accomplishes this in a manner essentially free of abuse and corruption, and with due regard for the rule of law. The true test of “good” governance is the degree to which it delivers on the promise of human rights: civil, cultural, economic, political and social rights.

  misalnya, memberikan ilustrasi keterkaitan antara human rights dengan good governance sebagai berikut:

  The United Nations High Commisioner for Human Rights (dalam Kirby 2004: 3-4)

  Implikasi lebih lanjut berkait dengan realisasi hak asasi manusia dan demokrasi. Disebutkan bahwa good governance dipandang sebagai rejim yang menjunjung tinggi prinsip pemisahan kekuasaan, system hukum yang independen, kebebasan untuk berorganisasi berbicara dan pers, pemilu-pemilu yang bebas dan system multi partai serta memberikan ruang yang lebar untuk civil society berperan aktif dalam pembangunan yang berkeadilan.

  (IMF) Pernyataan diatas menunjukkan bahwa agenda global good governance tidaklah tanpa bias atau “interest-free”. Sulit untuk tidak sepakat bahwa agenda good governance sangat suportif terhadap neoliberalism dan kepentingan ekonomi global. Bahkan menurut Robinson (dalam Demmers, Jilberto & Hogenboorn 2004), pasar bebas dan demokrasi yang terangkum dalam agenda good

  governance tidak hanya dimotivasi oleh

  kepentingan masyarakat yang hidup di bawah rejim yang tidak demokratis atau karena perhatian yang tulus dan solidaritas dari dunia internasional, akan tetapi lebih kepada niat “to

  make the world both available and safe for global capitalism by creating the best conditions around the world for the unfettered operation of the new global production system ”.

  Dalam sebuah pertemuan internasional yang diselenggarakan oleh The Commission of Human Rights pada tahun 2004 di Seoul Korea Selatan, peserta dari banyak Negara berkembang memandang bahwa ide good governance tidak lebih dari

  …the latest attempt of developed countries to impose on the developing world their notions of governance, whatever the culture, needs and capacity of poorer nations..[it is] seen as a Trojan horse for institutions and laws that would require of developing countries a machinery of “governance” considered suitable to the developed world and protective of the interests and power of developed world. Instead of promoting human rights and nation- building, “good governance”…is the means of ensuring obedience to the rules imposed on the developing world by the World Trade Organisation (WTO) and, through bilateral trade agreements, the means whereby the richest countries shore up their economic advantages when compared to the poor.

  Oleh karena itu, secara tegas Tony Evans (2001: 640) menyatakan bahwa good

  governance

  hanyalah sebuah mekanisme untuk melindungi aliran modal dan keuangan di seluruh dunia untuk kepentingan dan keuntungan dari Negara-negara kaya dan para investor.

  Kritik lainnya dikemukakan oleh Leftwich (1993) atas klaim bahwa akibat negative pendekatan pembangunan sebelumnya (perspektif government) bukan karena ada persoalan dalam model neoliberal, akan tetapi lebih disebabkan oleh “bad governance”.

  Dalam perspektif ini, good governance dipandang sebagai strategi alternative penting untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan neoliberal yang bermuara pada pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Namun, menurut Leftwich, berdasarkan fakta empiric pengalaman banyak Negara Dunia Ketiga (Third World Countries), baik Negara demokratis maupun yang tidak, keberhasilan dan kegagalan pembangunan ekonomi tidak ada hubungannya dengan tipe rejim. Pengalaman Inggris (periode 1750-1850), Jerman di bawah Bismarck, beberapa negara dunia ketiga seperti Brazil, Korea Selatan dan Taiwan post-1960, termasuk Singapura dan Malaysia, yang mengalami kemajuan dalam pembangunan ekonomi luar biasa, tetapi tidak di bawah rejim yang demokratis, merupakan bukti nyata atas argumen Leftwich. Kemajuan yang dialami oleh Negara-negara ini, menurut Leftwich, bukan berkait dengan persoalan managerial sebagaimana diklaim dalam banyak literature yang dikeluarkan oleh lembaga- lembaga donor internasional, tetapi justru lebih dikarenakan oleh “the kind and character of

  the state ” yang berperan aktif, independen dan kompeten mempengaruhi proses pembangunan ekonomi. Dengan kata lain, bukan sekedar persoalan better atau good governance. Leftwich (1993: 620) berargumen bahwa “it

  has been politics and the state rather than governance or democracy that explains the differences between successful and unsuccessful developmental records

  dan menggantikannya dengan wacana good

  Working Paper Series: No. 26, Asian Barometer Project Office, National Taiwan University and Academia Sinica, Taipei.

  Do Asian Values Deter Popular Support for Democracy? The Case of South Korea ,

  fenomena yang mengglobal. Para pendukungnya percaya bahwa good Asian Values. Namun demikian, beragam literature cenderung melihat Asian Values sebagai nilai-nilai yang dijadikan pedoman oleh masyarakat di Negara-negara Confusius Asia Timur. Asian Values seringkali disamakan dengan Confucian Values, yaitu “the importance of family, the concern for virtues and ethics, the primacy of group over individuals, the emphasis on unity or harmony, hard work, thrift, and the importance of education”. Park, C. M. & Shin, D. C. 2004,

  Kesimpulan Good governance telah menjadi

  Implementasi good governance juga tidak selalu menjamin output dan outcome sebagaimana dikalkulasikan sebelumnya. Pengalaman pemerintah Bosnia, misalnya, menunjukkan bahwa agenda good governance, tidak mampu mengatasi permasalahan korupsi yang melanda negeri tersebut. Bahkan sebaliknya, justru semakin mempertajam segregasi social dan meningkatkan ketergantungan Negara terhadap bantuan internasional (Chandler 2004).

  krisis. Namun demikian, analisis Thompson (2004) atas implementasi good governance selama tujuh tahun menunjukkan bahwa justru rejim-rejim authoritarian (Cina, Vietnam, Malaysia dan Singapura) yang lebih bertahan dan maju ketimbang rejim-rejim demokrasi yang baru yang menerapkan good governance, yang malah mengalami instabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang sangat lambat (Indonesia, Filipina dan Thailand).

  governance sebagai alternative mengatasi

  yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan

  6

  ”. Lebih lanjut, Leftwich menyimpulkan bahwa …from a development point of view, the

  ”. Argumentasi Leftwich ini semakin diperkuat oleh fenomena Negara- negara di kawasan Asia Pasifik pasca krisis ekonomi yang parah yang melanda kawasan tersebut pada akhir decade 90-an. Krisis ekonomi te lah mendiskreditkan “Asian Values

  bureaucratic elite has the genuine developmental determination and autonomous capacity to define, pursue and implement developmental goals

  ”, yaitu “a state whose political and

  state

  ”, menurut Leftwich, yang lebih diperlukan adalah “a developmental

  cooperation over the use, production and distribution of resources

  Mengingat proses pembangunan sejatinya merupakan proses politik, karena menyangkut “conflict, negotiation and

  general but simplistic appeal for better governance’ as a condition of development is virtuous but naïve. For an independent and competent administration is not simply a product of ‘institution building’ or improved training, but of politics. And if the politics do not give rise to the kind of state which can generate, sustain and protect an effective and independent capacity for governance, then there will be no positive developmental consequences.

6 Di kalangan akademisi, tidak ada consensus

  governance merupakan prasyarat penting untuk

  Demmers, A. E. F. Jilberto & B. Hogenboom, Routledge, London & New York, pp. 140-156.

  Governance: New Agenda for Change',

  22, no. 4, pp. 623-642. Joseph, S. 2001, 'Democratic Good

  Evans, T. 2001, 'If Democracy, Then Human Rights?', Third World Quarterly, vol.

  Demmers, A. E. F. Jilberto & B. Hogenboorn, Routledge, London & New York, pp. 1-32.

  B. 2004, 'Good Governance and Democracy in A World of Neoliberal Regimes', in Good Governance in the Era of Global Neoliberalism , eds J.

  , Routledge, London & New York. Demmers, J., Jilberto, A. E. F. & Hogenboorn,

  Era of Global Neoliberalism: Conflict and depolitisation in Latin America, Eastern Europe, Asia and Africa

  B. (eds) 2004, Good Governance in the

  , vol. 33, no. 3, pp. 309-334. Demmers, J., Jilberto, A. E. F. & Hogenboom,

  Commonwealth & Comparative Politics

  Decentralisation and Institutional Performance: Four Asian and African Experiences Compared', Journal of

  Macmillan, Hamshire and New York. Crook, R. C. & Manor, J. 1995, 'Democratic

  Theory and Practice: A Cross- Disciplnary Approach , Palgrave

  Chhotray, V. & Stoker, G. 2009, Governance

  Governance in the Era of Global Neoliberalism: Conflict and Depolitisation in Latin America, Eastern Europe, Asia and Africa , eds J.

  demokrasi dan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan mempertimbangan beberapa komponen inti dari good governance, sulit rasanya untuk tidak menerima asumsi- asumsi yang dibangun tentang beragam

  International Anti-corruption Initiatives in Bosnia-Herzegovina', in Good

  Chandler, D. 2004, '‘Good Governance’ Can Make Bad Government: A Study of

  Economic and Political Weekly , vol. 31, no. 48 pp. 3109-3111+3113-3114.

  Bandyopadhyay, D. 1996, 'Administration, Decentralisation and Good Governance',

  Forum III on Fighting Corruption and Safeguarding Integrity S. Ministry of Justice Republic of Korea, Seoul.

  Its Relationship to Democracy & Economic Development in Global

  Abdellatif, A. M. 2003, Good Governance and

  Daftar Pustaka

  Kemunculan konsep development state bisa jadi merupakan altenatif untuk mengatasi kelemahan praktek good governance dengan menekankan kepada eksistensi Negara yang tidak hanya good, tetapi juga efektif, relative kuat, otonom dan kapabel dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan pembangunan. Karakter development state juga dipercaya sebagai alternative yang cukup menjanjikan untuk menangkal dampak negative neoliberalisme.

  governance justru mengalami instabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang lambat.

  laju pertumbuhan ekonomi. Bahkan sebaliknya, beberapa Negara yang telah mengadopsi good

  governance bukanlah satu-satunya penyebab

  Namun demikian, good governance bukanlah tanpa kelemahan. Pengalaman beberapa Negara menunjukkan bahwa good

  potential benefits yang dapat dihasilkan dari proses implementasinya.

  Economic and Political Weekly , vol. 36, no. 12, pp. 1011-1014[26/01/2011]. Kirby, M. 2004, 'Human Rights and Good Governance: Conjoined Twins or Incompatible Strangers?', Chancellor's

  Human Rights Lecture . Available from: [19/12/11].

   [26/01/2011].

  Foreign Assistance Policy

  Windsor, J. 2001, Democracy and Development: The Evolution of U.S.

  Human Development , UNDP Policy Paper.

  UNDP 1997, Governance for Sustainable

  Uddin, M. J. & Joya, L. A. 2007, 'Development Through Good Governance: Lessons for Developing Countries', Asian Affairs, vol. 29, no. 3, pp. 1-28.

  Third World Quarterly , vol. 25, no. 6, pp. 1079-1095.

  Thompson, M. R. 2004, 'Pacific Asia after 'Asian Values': Authoritarianism, Democracy, and 'Good Governance'',

   [26/01/2011].

  401-424. Available from:

  of International Political Economy , pp.

  Pauly, L. W. 1999, 'Good Governance and Bad Policy: The Perils of International Organizational Overextension', Review

  Working Paper Series: No. 26, Asian Barometer Project Office, National Taiwan University and Academia Sinica, Taipei.

  Values Deter Popular Support for Democracy? The Case of South Korea ,

  Park, C. M. & Shin, D. C. 2004, Do Asian

  Available from:

  Leftwich, A. 1993, 'Governance, Democracy and Development in the Third World',

  Economic and Political Weekly , vol. 35, no. 42, pp. 3739-3742.

  Good Governance and Constitutional Reform',

  , vol. 603, Law, Society, and Democracy: Comparative Perspective, pp. 269-283. Nayyar, D. 2000, 'Alleviating Poverty: Role of

  American Academy of Political and Social Science

  Concept Revisited', Annals of the

  Hetherington, RoutledgeCurzon, London & New York, pp. 1-28. Nanda, V. P. 2006, 'The "Good Governance"

  Governance in the Middle East Oil Monarchies eds T. P. Najem & M.

  Definition and Application', in Good

  605-624. Najem, T. P. 2003, 'Good Governance: The

  Third World Quarterly , vol. 14, no. 3, Democratisation in the Third World, pp.

  Leftwich, A. 1993, 'Governance, Democracy and Development in the Third World ',

   [26/01/2011].

  pp. 605-624. Available from:

  Third World Quarterly , vol. 14, no. 3,

  , Freedom House, pp. 143-145.