VALUASI EKONOMI JASA HIDROLOGIS TAMAN HUTAN RAYA NIPA-NIPA

Ecogreen Vol. 3 No. 1, April 2017
Halaman 17 – 25
ISSN 2407 - 9049

VALUASI EKONOMI JASA HIDROLOGIS
TAMAN HUTAN RAYA NIPA-NIPA
Anita Indriasary*1, La Baco S.2
1Jurusan

Geografi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Universitas Halu Oleo
2 Jurusan Ilmu Lingkungan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo
*Email : anitayulardhi@gmail.com

ABSTRAK
The economic value of hydrological services produced by Forest Park Nipa-nipa not yet widely known, so the
appreciation of forest conservation Forest Park Nipa-nipa still low and the pressure on forest conservation is still ongoing. This
study aimed to analyze the regional hydrological services Tahura Nipa-nipa utilized by the community, analyze the value of the
economic benefits of hydrological services Tahura region Nipa-nipa and analyze the factors that affect the value of the
economic benefits of hydrological services Tahura Nipa-nipa.
This research was conducted in two District of the District of West Kendari (Kemaraya Village and Village Punggaloba)
and the District of Kendari (Village Mount teak and Kampung Salo). Selection of the location determined by purposive sampling

with the consideration that the area of Nipa-nipa Tahura located in District are some community members actively manage
water. Sample respondents or informants for the location overall is 60 respondents were randomly chosen. The method used
is the procurement cost approach and willingness to pay (Willingness To Pay), which reflects the minimum value of the
economic benefits felt by masyarakay who were around the area Tahura Nipa-Nipa which directly utilize water from springs
located on the Tahura region. The analysis used is descriptive analysis, analysis of WTP approach and linear regression
analysis of two factors.
The results showed that the average value of willingness to pay each family (KK) for 60 respondents in two (2) subdistrict as spring water conservation efforts in the region Tahura Nipa-nipa and the total value of WTP (Willingness To Pay) is
Rp. 42.634 million / year and the potential value of water in the hydrological services utilization Tahura Region Nipa-nipa is
Rp. 45.978 million / m3 / year. Results of calculation of economic value of hydrological services produced as a function of the
existence of Nipa-nipa Tahura region is only a fraction of the total economic value of water contained within the Nipa-nipa
Tahura because there are many other water users who are greater in line with their needs.
Keywords: economic value, hydrological services, Tahura Region Nipa-Nipa

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki keanekaragaman
sumberdaya alam diantaranya lahan, mineral,
batu bara, ikan, air dan lain-lain. Menurut Fauzi
(2006) sumberdaya alam tersebut dibagi
menjadi sumberdaya alam yang memiliki nilai
intrinstrik yaitu nilai yang terkandung dalam

sumberdaya, terlepas apakah sumberdaya
tersebut dikonsumsi atau tidak. Dalam ilmu
ekonomi, nilai intriskrik ini sering di abaikan
sehingga
menggunakan
alat
ekonomi
konvensional semata untuk memahami
pengelolaan sumberdaya alam sering tidak
mengenai sasaran yang tepat.
Sumber air merupakan bagian dari
kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat
secara lestari termaktub dalam pasal 33 ayat 3
UUD 1945. Ketetapan ini ditegaskan kembali
dalam pasal 1 Undang-Undang Pokok agrarian
tahun 1960 bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung

didalamnya termasuk wilayah Republik

Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa adalah merupakan kekayaan nasional. Juga
dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 7
tahun 2004 tentang sumberdaya air pasal 3,
bahwa
sumberdayaair
dikelola
secara
menyeluruh,
terpadu
dan
berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan
sumberdaya
air
yang
berkelanjutan
untuk
sebesar-besar

kemakmuran rakyat.
Air lebih dari sekedar perpaduan zat
kimia hidrogen dan oksigen. Air adalah
komoditas yang dibutuhkan manusia untuk
bermacam keperluan. Air digunakan untuk
minum, bahan baku industri, bahan penunjang
kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan dan
pariwisata serta untuk sumber energi bagi
pusat listrik tenaga uap dan tenaga air. Dengan
demikian kebutuhan air meningkat seiring
dengan
pertumbuhan
penduduk.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam masa
seratus tahun terakhir, jumlah penduduk dunia

Valuasi Ekonomi Jasa Hidrologis Tahura Nipa-Nipa – Anita Indriasary & La Baco S.

naik tiga kali lipat, sedangkan kebutuhan air

naik tujuh kali lipat. Perbandingan antara
jumlah penduduk dan kebutuhan air ini
mengakibatkan terjadinya kelangkaan air
karena kurangnya supply air dibandingkan
dengan permintaannya.
Meskipun 70% permukaan bumi
tertutup oleh air, namun tidak menjamin
ketersediaan air yang cukup bagi pemenuhan
kebutuhan manusia. Hal ini disebabkan karena
hanya sekitar 2,5 % dari air di muka bumi yang
merupakan air tawar. Itupun tidak semuanya
dapat dikonsumsi karena 2,5 % tersebut sudah
termasuk air tanah yang sangat sulit diakses
atau berupa es di daerah kutub. Indonesia
merupakan salah satu negara sedang
berkembang yang sering menghadapi masalah
air, dimana pada musim kemarau terjadi krisis
air di berbagai daerah.
Dalam UUD 1945 pasal 33 dijelaskan
bahwa sumberdaya air merupakan bagian dari

kekayaan alam dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat
secara lestari. Ketetapan ini ditegaskan kembali
dalam pasal 1 Undang-Undang Pokok Agraria
tahun 1960 bahwa bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya
termasuk
wilayah
Republik
Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa adalah merupakan kekayaan nasional. Juga
dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 7
tahun 2004 tentang sumberdaya air pasal 3,
bahwa sumberdaya air dikelola secara
menyeluruh,
terpadu
dan
berwawasan
lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan

kemanfaatan
sumberdaya
air
yang
berkelanjutan
untuk
sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Komoditi air bersih yang layak konsumsi
telah menjadi sumberdaya yang sangat langka
(resources scarcity), artinya dari segi kuantitas
tinggi pada musim hujan tetapi dari segi
kualitas rendah. Dipandang dari sudut ekonomi
kelangkaan
suatu
sumberdaya
dapat
mengarahkannya menjadi barang ekonomi
(economic good) yang akan mempengaruhi
perilaku

masyarakat
di
dalam
mengalokasikannya (Brouwer dan Pearce,
2005).
Hutan merupakan faktor yang utama
dalam menjaga kualitas dan ketersediaan air

18

sehingga ada tuntutan dan keinginan agar
hutan sebagai daerah tangkapan utama yang
berfungsi sebagai pengatur tata air dan perlu
dikelola dengan baik. Sebagai pengguna air,
pemerintah, swasta maupun masyarakat
mempunyai tanggung jawab dalam melakukan
kewajibannya untuk menjaga kelestarian hutan
sehingga kontribusinya sebagai kompensasi
agar kebutuhan akan sumber air dapat
terpenuhi. Dan pengguna merasa yakin bahwa

dana yang dihimpun untuk pengelolaan
sumberdaya air digunakan dengan sebaikbaiknya untuk menjaga dan meningkatkan
kualitas jasa air. Sebagai penyedia air dalam hal
ini instansi yang terkait dengan pengelolaan
kawasan lindung hendaknya juga dapat
memanfaatkan kompensasi tersebut dengan
sebaik-baiknya.
Kawasan Pelestarian Alam Tahura
Murhum yang kini sudah mengganti nama
menjadi Tahura Nipa-Nipa merupakan salah
satu kawasan konservasi yang berada di dua
wilayah administrasi yaitu Kota Kendari dan
Kabupaten Konawe (Hasrul, 2007). Keberadaan
hutan dengan berbagai manfaat yang
dimilikinya memiliki korelasi yang cukup kuat
dengan dinamika kondisi sosial ekonomi
masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan hutan
secara tepat dengan menerapkan asas lestari,
dapat memberikan kontribusi yang signifikan
dalam meningkatkan pendapatan masyarakat

sekitar hutan dimana akan berimplikasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat secara
luas. Sebaliknya, pemanfaatan hutan oleh
masyarakat sekitar hutan disinyalir dapat
menimbulkan kerusakan hutan jika tidak ada
pengelolaan kelestarian yang berimbang.
Sebagai suatu bentuk implementasi dari
penyusunan aturan mengenai pembayaran jasa
lingkungan, telah disusun Rancangan Peraturan
Menteri Kehutanan Tahun 2007 mengenai Izin
Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Air
(IUPJLA). Dalam Rancangan tersebut diatur
mengenai pemberian ijin bagi kalangan usaha
yang ingin memanfaatkan jasa lingkungan air
secara komersial yang berasal dari hutan
konservasi, baik untuk usaha penyedia air
bersih untuk rumah tangga, air minum dalam
kemasan, untuk menunjang kegiatan industri,
dan pembangkit listrik tenaga air. Bentuk
penetapan IUPJLA ini merupakan salah satu


Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 17 - 25

insentif ekonomi yang berupa retribusi
(pungutan) yang berkaitan dengan lingkungan.
Sehingga hutan yang berada di Kawasan Tahura
Nipa-Nipa sangat berperan penting dalam
penyediaan sumber air sehingga dapat
dilakukan pengelolaan hutan yang dapat
mewujudkan kelestarian lingkungan.
Pengelolaan Sumberdaya alam Tahura
Nipa-Nipa ditujukan untuk memperoleh
manfaat nyata (tangible benefits) maupun
manfaat tidak nyata (intangible benefits). Agar
dapat memahami sumberdaya alam ini, maka
perlu dilakukan penilaian terhadap semua
manfaat
yang
dapat
dihasilkan
oleh
sumberdaya alam tersebut. Nilai barang dan
jasa tersebut sangat diperlukan dalam proses
pengambilan keputusan, bagi pengelolaan
kawasan hutan.
Valuasi ekonomi sumberdaya alam
bermanfaat untuk mengilustrasikan hubungan
timbal balik antara ekonomi dan lingkungan
yang diperlukan untuk melakukan pengelolaan
sumberdaya
alam
yang
baik
dan
menggambarkan keuntungan atau kerugian
yang berkaitan dengan berbagai pilihan
kebijakan
dalam
program
pengelolaan
sumberdaya alam. Hal ini juga bermanfaat
dalam menciptakan keadilan dalam distribusi
manfaat sumberdaya alam tersebut.
Sumberdaya hutan Taman Hutan Raya
(tahura) Nipa-nipa memiliki manfaat tangible
dan manfaat intangible. Manfaat tangible hutan
berupa kayu dan non kayu yang dapat secara
langsung dinilai melalui sistem pasar. Namun
manfaat intangible hutan seperti manfaat
hidrologis,
rekreasi,
perlindungan
dan
konservasi alam, pengendalian erosi dan
kesuburan tanah sampai saat ini belum bisa
dinilai dengan sistem pasar.

tersebut dan sebagian besar masyarakat yang
mengelola air secara aktif, penerima manfaat
banjir, penerima manfaat erosi dan longsor
serta yang telah menggunakan
kawasan
tersebut sebagai penyedia sumber air bersih.
Penelitian ini juga didasarkan pada
pengambilan sample berdasarkan beberapa hal
yaitu: Berdasarkan Wilayah (Seluruh Taman
Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa dan Seluruh
Kecamatan yang berada atau berbatasan
langsung dengan Taman Hutan Raya (Tahura)
Nipa-Nipa). Berdasarkan Masyarakat/Penerima
Manfaat (Pengguna air bersih yang bersumber
dari Taman Hutan Raya baik itu pelanggan,
pedagang air, tukang cuci dan kuli bangunan,
Seluruh masyarakat yang tinggal di bantaran
sungai Jasa Tahura untuk mencegah banjir,
Seluruh masyarakat yang tinggal di tebing atau
daerah kemiringan atau di bawah tebing
penerima manfaat jasa Tahura untuk mencegah
erosi dan tanah longsor).
Sampel dari penelitian ini adalah :
Sampel wilayah yang meliputi kecamatan dan
kelurahan dan Sampel responden atau
informan untuk lokasi ditentukan sebanyak 2
kelurahan untuk tiap kecamatan yang dipilih
secara acak sehingga total dari 2 kecamatan
adalah 60 responden yang sudah mewakili
pengguna air bersih, pencegah banjir, pencegah
erosi dan longsor.
Variabel yang diamati dalam penelitian
ini terdiri dari variabel nilai dengan jumlah
penggunaan air oleh masyarakat Tahura NipaNipa yaitu sebagai berikut:
1. a. Penggunaan air untuk konsumsi rumah
tangga b. Biaya pengadaan air
2. WTP / kesediaan membayar masyarakat
terhadap jasa hutan sebagai penyedia air
(banjir, erosi dan longsor).

METODE PENELITIAN

Perhitungan nilai ekonomi total (total
economic
value)
didahului
dengan
mengidentifikasi nilai-nilai yang terkandung di
dalam sumberdaya air di Kawasan Tahura
Nipa-Nipa sebagai nilai penggunaan langsung
sumberdaya air di Kawasan Tahura Nipa-Nipa
sampai saat ini digunakan untuk sumber bahan
baku air. Variabelnya meliputi :

Penelitian ini dilakukan pada Kawasan
Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-Nipa di
Kecamatan Kendari dan Kecamatan Kendari
Barat. Pemilihan lokasi tersebut ditetapkan
secara
purposive
sampling
dengan
pertimbangan bahwa Kawasan Taman Hutan
Raya (Tahura) Nipa-Nipa berada di Kecamatan

19

Valuasi Ekonomi Jasa Hidrologis Tahura Nipa-Nipa – Anita Indriasary & La Baco S.

YAP
YAWTP
YA
YB

:
:
:
:

YEL

:

Y
X1

:
:

X2

:

X3

:

Nilai ekonomi air dengan pendekatan harga pasar.
Nilai Ekonomi air dengan pendekatan WTP
Nilai Ekonomi Air
Nilai ekonomi jasa hidrologis dalam penanggulangan banjir
dengan pendekatan WTP.
Nilai ekonomi jasa hidrologis dalam penanggulangan erosi dan
longsor dengan pendekatan WTP
Nilai ekonomi jasa hidrologis Tahura ( YA + YB + YEL)
Faktor tingkat pendidikan yang mempengaruhi nilai WTP (YAWTP,
YB dan YEL).
Faktor jenis mata pencaharian yang mempengaruhi nilai WTP
(YAWTP, YB dan YEL).
Faktor tingkat pendapatan yang mempengaruhi nilai WTP (YAWTP,
YB dan YEL).

Data diperoleh dari wawancara dengan
masyarakat yang dilakukan dengan cara
perbincangan langsung dengan menggunakan
kuisioner. Data diperoleh dari pendapat
masyarakat khususnya masyarakat pengguna
air, tokoh masyarakat dan aparat setempat
(kantor
desa
dan
kecamatan). Metode
pengambilan
sampel
dilakukan
secara
purposive sampling. Penentuan lokasi terpilih
dilakukan berdasarkan informasi dari instansi
setempat dan tokoh masyarakat yang
memahami kondisi Kawasan Tahura Nipa-Nipa

yaitu: Kantor Tahura Nipa-Nipa, kantor
kecamatan, kantor desa dan ketua kelompok
yang ada pada masyarakat setempat serta dari
data sekunder yaitu laporan dan peta, serta
dari pengamatan di lapang. Sampel yang dipilih
adalah Kelurahan yang memiliki masyarakat
pengguna air dari Kawasan Tahura Nipa-Nipa.
Wilayah penelitian diwakili oleh 2 kecamatan
yaitu Kecamatan Kendari dan Kecamatan
kendari Barat masing-masing diwakili oleh 2
Kelurahan
yaitu
Kelurahan
Kemaraya,
Punggaloba, Gunung Jati dan Kampung Salo.

Tabel 1. Jenis, sumber dan teknik pengumpulan data.
Jenis Data
Umum
(Tahura, administrasi, peta lokasi,
dll)
Karakteristik (Responden)
Tingkat pendidikan
Jenis mata pencaharian
Tingkat pendapatan rata-rata
Penerima manfaat jasa air bersih
termaksud jumlah pelanggan
Penerima manfaat jasa pencegah
banjir
Penerima manfaat jasa pencegah
erosi dan longsor
WTP air bersih
WTP banjir
WTP erosi dan longsor

Sumber Data
Balai Tahura, BPS, Kecamatan
dan Kelurahan

Metode Pengumpulan
Searcing data, Balai Tahura, BPS,
Kecamatan dan Kelurahan

Responden/Instrumen
Responden/Instrumen
Responden/Instrumen (alat)
Responden/Instrumen
Balai Tahura, PDAM

Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara
Wawancara, Searcing data, Balai
Tahura, PDAM
Interview/lapangan

Masyarakat sekitar bantaran
sungai
Masyarakat
yang
tinggal
ditebing atau dibawah tebing
Responden/Instrumen
Responden/Instrumen
Responden/Instrumen

Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan beberapa
analisis yaitu :
1.
Untuk menganalisis jasa hidrologis
digunakan analisa deskriptif.

20

Interview/lapangan
Wawancara
Wawancara
Wawancara

2.
Untuk menganalisis besar nilai manfaat
ekonomi digunakan pendekatan WTP yaitu
dengan menghitung kesediaan membayar
masyarakat terhadap jasa hidrologis Tahura
Nipa-Nipa. Menurut Dixon dan Hufschmidt
(1993);

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 17 - 25

a.

b.

c.

d.

Nilai air dihitung berdasarkan kebutuhan
Rumah Tangga (makan, minum, mandi.
cuci);
Nilai air dihitung berdasarkan harga
PDAM. Dengan rumus : EPA = TP x Harga
dasar;
Biaya pengadaan adalah biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh air yaitu
biaya pengadaan alat dan bahan (pipa,
sambungan pipa, lem pipa dan bak
penampung);
Nilai air dihitung berdasarkan WTP

WTP dapat diperoleh dari hasil
perhitungan nilai ekonomi dengan mengikuti
formula sbb :

Keterangan :
EPA
:
TP

:

WTP
AWPi

:
:

ni

:

N

:

jumlah pemanfaatan air yang
digunakan masyarakat (m3)
total pemanfaatan air dengan
jumlah air yang dikonsumsi
untuk
berbagai
keperluan/penggunaan lahan
selama satu tahun misalnya
untuk
rumah
tangga,
pertanian (m3)
Kesediaan membayar total
Kesediaan membayar ratarata
Banyaknya responden yang
bersedia membayar AWPi
Banyaknya orang yang
diwawancarai sebagai sampel

3. Untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya nilai manfaat ekonomi
jasa hidrologis digunakan regresi linier dua
faktor (Kesediaan Membayar/ WTP), yaitu :
a.
b.
c.

Model 1
Model 2
Model 3

Keterangan :
X1
X2
Y
β0, γ0, α0
β1, γ1, α1

: YAWTP = β0 + β1X1 + β2X2 + ε
: YBWTP = γ0 + γ1X1 + γ2X2 + ε
: YEL = α0 + α1X1 + α2X2 + ε

: Pendidikan (Tahun)
: Pendapatan (Rp)
: Nilai Ekonomi
: Konstanta
: Koefisien Regresi

HASIL DAN PEMBAHASAN
Masyarakat
yang
diteliti
adalah
masyarakat yang berada di sekitar wilayah
Tahura Nipa-Nipa, yang terkait langsung
dengan pemanfaatan air bersih yang bersumber
dari kawasan Tahura Nipa-Nipa. Populasi
Responden sebanyak 60 responden yang
diambil dari 2 kelurahan untuk setiap
kecamatan yang dipilih secara acak yang
mewakili pengguna atau pengelola air bersih.
Adapun karakteristik responden yang
diperoleh dari hasil penelitian antara lain;
umur, tingkat pendidikan, mata pencaharian,
tingkat pendapatan, jumlah tanggungan
keluarga dan jumlah penggunaan air. Dari hasil
data tersebut akan menjadi langkah awal untuk
menggali informasi mengenai berapa besar
biaya yang dikeluarkan untuk ketersediaan air
dan berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk
menjaga banjir, erosi dan longsor.
Umur
Umur merupakan salah satu faktor sosial
yang berpengaruh terhadap aktivitas manusia
dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari,
sehingga umur selalu diidentikan dengan
kemampuan seseorang dalam melakukan usaha
atau kegiatan yang dapat berpengaruh
terhadap kemampuan fisik dalam bekerja dan
berdampak terhadap produktivitas kerja.
Kebanyakan orang beranggapan bahwa
manusia dapat beraktivitas secara maksimal
pada kisaran umur 35 – 56 tahun atau sering
dikenal dengan umur produktif dan diatas 56
tahun adalah umur yang tidak produktif pada
kegiatan tertentu. Masyarakat yang termasuk
dalam kategori golongan usia produktif
memiliki semangat dan lebih kreatif untuk
mencari berbagai alternatif usaha untuk
memenuhi kebutuhan keluarganya dan juga
lebih kreatif dalam menerima teknologi untuk
pengelolaan air bersih, sehingga asumsi bahwa
umur seseorang memiliki pengaruh dalam
penggunaan air.
Jumlah responden dengan kelompok
umur 35 – 45 tahun sebanyak 44 orang (73,33
%) dan kelompok umur 46 – 55 tahun
sebanyak 10 orang (16,67 %). Kelompok umur
ini masih termasuk dalam kategori umur yang
produktif, sedangkan kelompok umur 56 – 75
tahun sebanyak 6 orang (10%) adalah

21

Valuasi Ekonomi Jasa Hidrologis Tahura Nipa-Nipa – Anita Indriasary & La Baco S.

kelompok umur yang sudah tidak produktif.
Berdasarkan pada uraian tersebut maka dapat
dikatakan bahwa jumlah responden yang masih
produktif di lokasi penelitian masih sangat
mendominasi yaitu sebesar 73,33 % dan
16,67%, hal ini akan berimplikasi terhadap
kemampuan fisik dalam dalam menjaga dan
pengelolaan air bersih.
Pendidikan
Tingkat pendidikan dapat menjadi salah
satu ukuran kemampuan seseorang dalam
mengidentifkasi,
merumuskan
dan
menyelesaikan permasalahan yang sedang
dihadapi.
Pendidikan
yang
memadai
diharapkan akan mampu membedakan jenis
sumberdaya yang dapat dikelola secara bebas
dan dapat mengenal kebutuhan prioritas.
Sehingga,
tingkat
pendidikan
dapat
mempengaruhi pola fikir seseorang dalam
bertindak. Asumsinya bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka akan
semakin memudahkan seseorang untuk
menerima sesuatu yang baru dan tentunya akan
lebih terampil dalam menerima setiap
perubahan. Tingkat pendidikan responden
dengan kualifikasi pendidikan paling banyak
dijumpai di lokasi penelitian adalah kualifikasi
pendidikan tingkat SMA sebanyak 29 orang
(48,33%)
kemudian
disusul
kualifikasi
pendidikan SMP sebanyak 20 orang (33,33%)
dan Tingkat Sarjana (S1) sebanyak 11 orang
(18,33%). Hal ini menunjukan bahwa kualitas
sumberdaya manusia di lokasi penelitian jika
dilihat dari indikator pendidikan yang pernah
ditempuh sudah termasuk dalam kategori baik.
Berkaitan dengan hal tersebut maka untuk
melakukan pengelolaan dan peningkatan
kualitas air pada kawasan Tahura Nipa-Nipa
masyarakat yang ada di lokasi penelitian
khususnya yang berpendidikan SMA dan
Sarjana dapat dibina dan dilatih dengan
pengengetahuan teknis dan pemanfaatan
kawasan konservasi, sehingga mereka menjadi
motivator, mediator, fasilitator dan pelaku
utama dalam proses pengelolaan sumbedaya
air di kawasan Tahura Nipa-Nipa.
Mata Pencaharian
Mata pencaharian yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah mata pencaharian yang
dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan

22

Tahura Nipa-Nipa yang menerima kontribusi
hidrologis dari kawasan hutan. Mata
pencaharian yang paling mendominasi di lokasi
penelitian adalah wiraswasta sebanyak 38
orang (63,33 %) yang tersebar di Kelurahan
Kemaraya, Punggaloba, Gunung Jati dan
Kampung Salo. Mata pencaharian yang dimiliki
oleh masyarakat dapat berdampak terhadap
kondisi hidrologis. Asumsinya bahwa jika mata
pencahariannya wiraswasta dan penghasilanya
kecil, maka memiliki potensi yan sangat besar
untuk berbalik mencari alternatif mata
pencaharian yang lain untuk menunjang
kehidupannya
dan
meningkatkan
pendapatannya, sehingga dengan demikian
mata pencaharian akan berhubungan dengan
tingkat pendapatan.
Tingkat Pendapatan
Pendapatan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pendapatan responden
yang berada disekitar kawasan Tahura NipaNipa yang diperoleh dalam setiap bulannya
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tingkat
pendapatan masyarakat di lokasi penelitian
termasuk dalam kategori sedang dengan nilai
skor 2. Berdasarkan hasil wawancara dengan
responden sebanyak 35 orang (58,33%) yang
memiliki pendapatan sebesar Rp. 1.000.000 Rp. 2.000.000. Hal ini menunjukan bahwa
jumlah pendapatan
responden
sudah
termasuk dalam kategori sedang, sisa 8 orang
(13,33%), responden yang masih memiliki
pendapatan rendah sebesar Rp. 500.000 - Rp.
750.000 yang berada disekitar kawasan Tahura
Nipa-Nipa. Pendapatan masyarakat di lokasi
penelitian yang tergolong rendah dan sedang
memiliki potensi besar untuk meningkatkan
pendapatannya. Apabila masyarakat menemui
jalan buntu untuk meningkatkan pendapatanya
maka besar kemungkinan untuk memanfaatkan
kawasan Tahura Nipa-Nipa. Sehingga, apabila
aktifitas pemanfaatan kawasan yang dilakukan
tanpa mengikuti kaidah-kaidah konservasi
maka akan berdampak terhadap terganggunya
kondisi hidrologis, terjadi erosi dan tanah
longsor serta berpeluangnya terjadi banjir.
Olehnya itu, upaya yang harus dilakukan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat tersebut
bisa dilakukan dengan kegiatan pemberdayaan
dan pengelolaan kawasan hutan dengan skema

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 17 - 25

Hutan
Kemasyarakatan
(HKm)
yang
disesuaikan dengan tujuan konservasi yan
dilakukan pada zona-zona pemanfaatan Taman
nasional atau Tahura.
Jumlah Tanggungan Keluarga dan Jumlah
Pengguna Air
Jumlah tanggungan keluarga akan
berpengaruh terhadap jumlah penggunaan air
Jumlah Penggunaan Air dari Kawasan
Tahura Nipa-Nipa Kecamatan Kendari dan
Kecamatan Kendari Barat
Kawasan Tahura Nipa-Nipa merupakan
salah satu kawasan konservasi yang dikenal
sebagai kawasan hutan yang memiliki beberapa
fungsi
diantaranya
fungsi
ekologi
(keanekaragaman hayati, iklim mikro, pencegah
banjir, erosi), fungsi hidrologis (pengatur tata
air), fungsi hidro-orologis (kesuburan tanah),
dan fungsi estetika (obyek wisata). Beberapa
komponen tersebut memiliki ketergantungan
dan tidak dapat dipisahkan karena fungsinya
saling mempengaruhi. Rata-rata penggunaan
air /bulan = total penggunaan keseluruhan air
per/m3 x 30 hari : 60 responden yaitu 324.18
m3. Dengan jumlah responden pada penelitian
ini sebanyak 60 KK yang keseluruhannya
merupakan masyarakat yang tinggal di sekitar
Kawasan Taman Hutan Raya Nipa-Nipa yang
berada di Kecamatan Kendari Barat dan
Kecamatan
Kendari.
Kemudian
untuk
mendapatkan jumlah penggunaan perbulan/m3
= total penggunaan keseluruhan air perhari x
30 hari = 3.707,70 m3 dan untuk memperoleh
jumlah penggunaan air/tahun = total
pemakaian air/bulan x 1 tahun = 44.492,40 m3
atau rata-rata 741,54 m3/KK.
Nilai Ekonomi Air dari Kawasan Hutan
Tahura Nipa-Nipa Kecamatan Kendari dan
Kendari Barat
Nilai ekonomi air dari kawasan hutan
Tahura Nipa-Nipa untuk kecamatan Kendari
dan kecamatan Kendari Barat merupakan
kawasan yang menggunakan jasa hidrologis
dimana ada biaya pengadaan. Masyarakat
sekitar Kawasan Hutan Tahura Nipa-Nipa
menggunakan mata air untuk memenuhi
kebutuhan air dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai ekonomi air dari Kawasan Tahura NipaNipa dalam setahun = 76.948 m3, sedangkan

nilai yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk
biaya pengadaan meliputi biaya pengadaan alat
dan bahan (pipa, sambungan pipa, lem pipa, bak
penampung, biaya tenaga kerja, biaya
pengelolaan air, dan biaya kerusakan sebesar
Rp. 15.000/bulan atau Rp. 900.000/tahun
untuk 60 KK. Masyarakat juga membuat bak
sebagai tempat penampungan air dari mata air
pegunungan yang akan disalurkan pada setiap
rumah masyarakat yang menggunakan air
untuk kebutuhan sehari dengan cara
menyambung pipa agar air dapat tersalur dari
bak penampung menuju rumah masyarakat. Air
juga terkadang mengalami kekeringan dimana
hal ini dapat terjadi akibat kemarau panjang
sehingga alternative utama yang masyarakat
gunakan untuk mendapatkan air yaitu melalui
sumur bor yang masyarakat sediakan guna
mengantisipasi ketersediaannya air. Selain itu
seringnya juga terjadi kerusakan pada pipa
penyambung akibat wisatawan yang sering
berkunjung pada air terjun Tahura Nipa-Nipa
yang tanpa menyadari membuat pipa
sambungan menjadi rusak oleh karena itu perlu
adanya biaya kerusakan untuk memenuhi
ketersediaan air.
Nilai
penggunaan
langsung
air
berdasarkan harga PDAM = total pemanfaatan
air/tahun x harga dasar PDAM yaitu Rp. 76.948
x Rp. 5.000 sehingga menghasilkan nilai air Rp.
384.740.000/tahun. Harga dasar PDAM
diperoleh dari harga terendah yang ditetapkan
oleh pihak PDAM. Sumberdaya air Kawasan
Hutan Tahura Nipa-Nipa digunakan masyarakat
sekitar untuk makan/minum, mandi, mencuci,
dan pertanian. Dari hasil survei 60 kepala
keluarga ada 18 kk yang tidak menggunakan air
untuk pertanian sehingga dapat diperoleh total
penggunaan air selama sebulan rata-rata 48.80
m3/bulan atau 741,54 m3/tahun. Untuk
kesediaan membayar oleh 60 kepala keluarga
yang menempati kawasan sekitar hutan
(Willingness to Pay/WTP) rata-rata per/m3
sebesar Rp. 4.211.914.286 x (banyaknya
responden yang bersedia membayar :
banyaknya responden yang diwawancarai) x
Jumlah populasi yaitu 4.211.914.286 x (21 : 21)
x 105 KK = Rp. 44.251.000/tahun. Sedangkan
nilai air bersih dari Kawasan Tahura NipaNipa/tahun = nilai air PDAM/tahun – biaya

23

Valuasi Ekonomi Jasa Hidrologis Tahura Nipa-Nipa – Anita Indriasary & La Baco S.

pengadaan air/tahun dimana Rp. 472.320.000 –
Rp. 1.575.000 = Rp. 470.745.000.
Jika diasumsikan per KK dalam
menggunakan air pertahunnya sebanyak Rp.
4.483.285.714, dengan jumlah penduduk KK
sebagai pengguna air maka Kawasan Tahura
Nipa-Nipa memberi nilai air sebesar
4.483.285.714
x
105
KK
=
Rp.
470.745.000/tahun kepada masyarakat Tahura
Nipa-Nipa khususnya Kelurahan Kemaraya,
Kelurahan Punggaloba, Kelurahan Gunung jati
dan Kelurahan Kampung Salo dan jika dihitung
penggunaan air dalam 1 kecamatan dengan
jumlah penduduk
jiwa maka jumlah
penggunaan air oleh masyarakat kecamatan
kendari barat dan kendari = 4.483.285.714 x
5.611
=
Rp.
25.155.716.143/KK/tahun.
Sedangkan biaya pengadaan air yang
dikeluarkan oleh masyarakat sebanyak Rp.
15.000/bulan jika dikalikan 60 KK maka jumlah
yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk
ketersediaan air Kawasan Tahura Nipa-Nipa
sebesar Rp. 1.575.000/bulan atau Rp.
18.900.000/tahun.
Willingness To Pay (WTP) Terhadap Jasa
Hutan Sebagai Penyedia Air.
Masyarakat sekitar Kawasan Hutan
Tahura Nipa-Nipa masih menggantungkan
hidupnya dari sumber-sumber air yang berada
di kawasan hutan tersebut. Tetapi berdasarkan
tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai
penggunaan air berdasarkan PDAM lebih besar
dibandingkan nilai penggunaan air berdasarkan
metode WTP yang digunakan, hal ini diketahui
bahwa kurangnya kesadaran masyarakat atas
peran air dalam kehidupan sehari-hari.
Disamping itu juga sebagian masyarakat yang
tinggal di wilayah ini bermata pencaharian
sebagai petani sehingga untuk mengeluarkan
biaya sangatlah kecil, sedangkan nilai yang
dikeluarkan masyarakat tidak sebanding
dengan nilai yang dikeluarkan suatu kawasan
untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat.
Sehingga rata-rata kesediaan membayar
masyarakat atas potensi air yang ada sangat
rendah yaitu berkisar Rp. 4.211.914.286/tahun.
Air yang digunakan oleh masyarakat
khususnya di empat kelurahan yaitu Kelurahan
Kemaraya, Kelurahan Punggaloba, Kelurahan
Gunung Jati dan Kelurahan Kampung Salo maka
yang tinggal didaerah perbukitan rata-rata

24

menggunakan air dari Kawasan Tahura NipaNipa karena air yang melalui PDAM tidak dapat
dialirkan
hingga
kedaerah
perbukitan.
Sedangkan masyarakat yang tinggal dibawah
perbukitan sebagian kecil sudah menggunakan
PDAM. Sehingga dapat diketahui nilai air
berdasarkan PDAM lebih besar dibandingkan
nilai air berdasarkan WTP karena jumlah
penduduk yang lebih banyak tinggal dibawah
areal perbukitan. Oleh karena itu diperlukan
pengelolaan atau konservasi sumberdaya air
dalam menghadapi berbagai persoalan yang
berhubungan
dengan
berbagai
macam
penggunaan. Pengelolaan sumberdaya air
secara berkelanjutan.
Dalam pengelolaan air
di beberapa
kelurahan dalam 2 Kecamatan juga dibantu
oleh pihak koperasi dimana pihak pengelola
koperasi adalah masyarakat Kelurahan itu
sendiri. Masyarakat yang berada di Kecamatan
Kendari dan Kecamatan Kendari Barat
khususnya yang berada di Kelurahan
Kemaraya, Kelurahan Punggaloba, Kelurahan
Gunung Jati dan Kelurahan Kampung Salo juga
menginginkan
pengelolaan
hutan
yang
berkelanjutan dengan upaya mengadakan
program-program yang dapat memberikan
dampak positif terhadap kawasan hutan
khususnya
Tahura
Nipa-Nipa
dalam
menyediakan sumber air bersih bagi
masyarakat sekitarnya misalnya dengan cara
penanaman pohon, pembersihan lahan,
pembersihan pada daerah-daerah yang sering
dikunjungi wisatawan, membuat tempat
pembuangan sampah disekitar ekowisata, dan
membuat waduk.
PENUTUP
strategi pemanfaatan ruang yang banyak
ditentukan oleh karakteristik sumberdaya air,
Kondisi sosial ekonomi masyarakat sangat
dipengaruhi oleh dua faktor dimana faktor
internal masyarakat adalah merupakan
karakteristik individual masyarakat yang
diduga merupakan salah satu faktor sosial
ekonomi masyarakat dalam memanfaatkan
Kawasan Tahura Nipa-Nipa dalam kegiatan
pengelolahan air, misalnya pendapatan,
pekerjaan
sedangkan
faktor
eksternal
masyarakat merupakan karakteristik yang
berada di luar dari individual masyarakat yang

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 17 - 25

diduga mempengaruhi kondisi sosial ekonomi
dalam memanfaatkan Kawasan Tahura NipaNipa dalam kegiatan pengelolaan air misalnya
kebijakan pemerintah dalam pengelolaan air.
Keberlangsungan fungsi hidro-orologi Tahura
Nipa-Nipa menurut penilaian masyarakat
bahwa pembukaan areal di Kawasan Tahura
Nipa-Nipa sebagai penyedia air dapat menjaga
keberlangsungan dan ketersediaan air bersih
untuk kebutuhan masyarakat sekitar serta agar
dapat menjaga keberlangsungan ketersediaan
berbagai jenis tumbuhan (flora) dan hewan
(fauna).
Perubahan-perubahan
yang
terjadi
menurut penilaian masyarakat hanya terjadi
pada saat musim hujan, pasokan air bersih yang
disalurkan ke permukiman masyarakat menjadi
terhambat karena pipa-pipa mereka terbawa
oleh banjir, terkadang juga mengalami
kerusakan akibat masyarakat yang seringnya
wisata kepuncak air terjun, kemudian air yang
dulunya masih agak jernih walaupun musim
hujan tapi sekarang warnanya menjadi agak
kuning akibat ranting-ranting pohon yang
terbawa air serta erosi tanah yang berada di
pinggiran sungai terbawa yang mengakibatkan
tingkat sedimentasi lebih tinggi akan tetapi
pada musim kemarau debit air atau pasokan air
bersih tetap berjalan sebagaimana mestinya
dan masyarakat sekitar masih merasa
berkecukupan untuk penggunaan air bersih
dalam pemenuhan kebutuhan hidup seharihari.
Lain hal dengan pemerintah kehutanan
membuat peraturan yang dimuat dalam perda
nomor 5 tahun 2007 pada Bab I tentang
Ketentuan Umum pada pasal 1 ayat 18 yang
menyatakan
“bahwa
pemanfaatan
jasa
lingkungan adalah bentuk usaha yang
memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan
tidak merusak lingkungan dan mengurangi
fungsi utamanya seperti pemanfaatan wisata
alam, pemanfaatan air, pemanfaatan keindahan
dan kenyamanan karena air merupakan
sumberdaya alam yang sangat vital bagi hidup
dan kehidupan mahluk serta sangat strategis
bagi pembangunan perekonomian, menjaga
kesatuan dan ketahanan nasional sehingga
harus dikelola secara terpadu, bijaksana dan
profesional.

DAFTAR PUSTAKA
Hasrul, Y. 2007. Nestapa Warga Kampung Baru
di Bukit Tahura. RIC – Sulawesi. Kendari.
Ida Aju Pradnja Resosudarmo & Carol J.Pierce
Colfer. 2003. Ke Mana Harus Melangkah ?
Masyarakat, Hutan, dan Perumusan
Kebijakan di Indonesia. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Mukti Aji. 2008. Manajemen Kolaboratif :
Alternatif Solusi Atas Konflik Pengelolaan
Sumber Daya Alam.
Reksohadiprodjo, S dan Andreas Budi P.B. 1997.
Ekonomi Lingkungan, Suatu Pengantar,
Edisi Pertama, Cetakan kelima, BPFE,
Yogyakarta.
Soemarwoto, O. 1997. Ekologi Lingkungan
Hidup dan Pembangunan. Djambatan.
Bandung.
Suprayitno, 2008. Teknik Pemanfaatan Jasa
Lingkungan
dan
Wisata
Alam.
Departemen Kehutanan. Pusat Diklat
Kehutanan. Bogor
Tajjudin, D. 2000, Manajemen Kolaborasi,
Pustaka LATIN. Bogor.
Tanjung, K.H. 2006. Hutan Adalah Jantung
Ekosistem : Selamatkan. blogster.com.
Undang-Undang Kehutanan, 1999. UndangUndang Kehutanan Nomor 41 Tahun
1999. Departemen Kehutanan. Jakarta.

25

Valuasi Ekonomi Jasa Hidrologis Tahura Nipa-Nipa – Anita Indriasary & La Baco S.

26