Pengantar Hukum Perjanjian Pengertian Po

.:: WELCOME | SAEPUDIN ONLINE
Law, Education, and Entrepreneur | Call Center 085 223 668 829

Lanjut ke konten


Beranda



.Profil.



Artikel Terbaru



Bisnis




Download



Galeriku



Istilah Hukum



Kolom Sahabat



Konsultasi




LBH



Link



Liputan Media



Pemasangan Iklan



Pembinaan




Pendidikan



Penelitian



Publikasi



Pustaka



Seputar Kuliah Saya




Tips Hari Ini



Tokoh



Zona Kontak Saya

← Catatan atas Masalah Aktual dalam Perjanjian Internasional
Konvensi Jual Beli Internasional →

Pengantar Hukum Perjanjian – Pengertian Pokok dan
Teknik Perancangannya
Posted on Oktober 12, 2010 by saepudin
Pertumbuhan ekonomi dunia jelas dapat dibaca dari maraknya transaksi bisnis yang
mewarnainya. Pertumbuhan ini menimbulkan banyak variasi bisnis yang menuntut para
pelaku bisnis melakukan banyak penyesuaian yang salah satu mekanisme penyesuaiannya

ditempuh dengan mengadakan kerjasama di antara para pelaku bisnis, karena tidak semua
jenis bisnis dikuasai. Terlaksananya kerjasama tidak terlepas dari perjanjian atau yang lebih
dikenal sebagai Perjanjian yang mendasari kerjasama tersebut. Untuk itu sudah sepatutnya
para pelaku bisnis mengenal hal-hal dasar yang meliputi Perjanjian. Dalam kesempatan ini,
disajikan penggalan-penggalan penyusunan Perjanjian yang baik.
I. Mengenal Teori Perjanjian
Perjanjian (sering disebut sebagai kontrak dalam pergaulan bisnis sehari-hari) diliputi oleh
berbagai istilah yang bagi banyak pihak dapat menimbulkan kebingungan atau malah
dianggap sama, padahal hakekatnya berbeda. Maka dari itu, sebagai langkah awal ada
baiknya diperkenalkan dahulu perbedaan istilah yang ada dalam hukum perjanjian yang
diuraikan berikut ini.
A.

Perbedaan Perikatan dan Perjanjian

Kata perjanjian dan kata perikatan merupakan istilah yang telah dikenal dalam Kitab Undang
Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pada dasarnya KUHPerdata tidak secara tegas
memberikan definisi dari perikatan, akan tetapi pendekatan terhadap pengertian perikatan
dapat diketahui dari pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang didefinisikan
sebagai suatu perbuatan hukum dengan mana salah satu orang atau lebih mengikatkan dirinya

terhadap satu orang lain atau lebih.
Sekalipun dalam KHUPerdata definisi dari perikatan tidak dipaparkan secara tegas, akan
tetapi dalam pasal 1233 KUHPerdata ditegaskan bahwa perikatan selain dari Undang-undang,
perikatan dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan demikian suatu perikatan belum tentu
merupakan perjanjian sedangkan perjanjian merupakan perikatan. Dengan kalimat lain, bila

definisi dari pasal 1313 KUHPerdata tersebut dihubungkan dengan maksud dari pasal 1233
KUHPerdata, maka terlihat bahwa pengertian dari perikatan, karena perikatan tersebut dapat
lahir dari perjanjian itu sendiri.
Sebagai bahan perbandingan untuk membantu memahami perbedaan dua istilah tersebut,
perlu dikutip pendapat Prof Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian mengenai perbedaan
pengertian dari perikatan dengan perjanjian. Beliau memberikan definisi dari perikatan
sebagai berikut:
“Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak
yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”
Sedangkan perjanjian didefinisikan sebagai berikut:
“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”
Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan

hukum antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun pengertian perikatan lebih luas
dari perjanjian, sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan munculnya tidak hanya
dari perjanjian tetapi juga dari aturan perundang-undangan. Hal lain yang membedakan
keduanya adalah bahwa perjanjian pada hakekatnya merupakan hasil kesepakatan para pihak,
jadi sumbernya benar-benar kebebasan pihak-pihak yang ada untuk diikat dengan perjanjian
sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan perikatan selain mengikat
karena adanya kesepakatan juga mengikat karena diwajibkan oleh undang undang, contohnya
perikatan antara orangtua dengan anaknya muncul bukan karena adanya kesepakatan dalam
perjanjian diantara ayah dan anak tetapi karena perintah undang-undang.
Selain itu, perbedaan antara perikatan dan perjanjian juga terletak pada konsekuensi
hukumnya. Pada perikatan masing-masing pihak mempunyai hak hukum untuk menuntut
pelaksanaan prestasi dari masing-masing pihak yang telah terikat. Sementara pada perjanjian
tidak ditegaskan tentang hak hukum yang dimiliki oleh masing-masing pihak yang berjanji
apabila salah satu dari pihak yang berjanji tersebut ternyata ingkar janji, terlebih karena
pengertian perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata menimbulkan kesan seolah-olah hanya
merupakan perjanjian sepihak saja. Definisi dalam pasal tersebut menggambarkan bahwa
tindakan dari satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih,
tidak hanya merupakan suatu perbuatan hukum yang mengikat tetapi dapat pula merupakan
perbuatan tanpa konsekuensi hukum.
Konsekuensi hukum lain yang muncul dari dua pengertian itu adalah bahwa oleh karena

dasar perjanjian adalah kesepakatan para pihak, maka tidak dipenuhinya prestasi dalam
perjanjian menimbulkan ingkar janji (wanprestasi), sedangkan tidak dipenuhinya suatu
prestasi dalam perikatan menimbulkan konsekuensi hukum sebagai perbuatan melawan
hukum (PMH).
Berdasarkan pemahaman tersebut jelaslah bahwa adanya perbedaan pengertian antara
perjanjian dan perikatan hanyalah didasarkan karena lebih luasnya pengertian perikatan
dibandingkan perjanjian. Artinya didalam hal pengertian perjanjian sebagai bagian dari
perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti sebagai hubungan hukum atau perbuatan

hukum yang mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu pihak mempunyai
kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Bila salah satu pihak yang melakukan perikatan
tersebut tidak melaksanakan atau terlambat melaksanakan prestasi, pihak yang dirugikan
akibat dari perbuatan melawan hukum tersebut berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi
atau penggantian kerugian dalam bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.
Uraian diatas memperlihatkan bahwa perikatan dapat meliputi dua arti, yaitu pada satu sisi
sebagai perjanjian yang memang konsekuensi hukumnya sangat tergantung pada pihak-pihak
yang terikat didalamnya, dan pada sisi lain merupakan perikatan yang mempunyai
konsekuensi hukum yang jelas. Sekalipun perjanjian sebagai suatu perikatan muncul bukan
dari undang-udang tetapi memiliki kekuatan hukum yang sama dengan perikatan yang
muncul dari undang-undang, yaitu berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang diikat

didalamnya.
B.

Perbedaan Memorandum of Understanding (MOU) dengan Perjanjian

Memorandum of Understanding atau disebut juga nota kesepahaman merupakan suatu bagian
yang tidak terpisahkan dalam kehidupan bisnis dan hukum. Banyak orang, perusahaan atau
para pelaku bisnis, memakai istilah itu untuk aktivitas bisnisnya. Akan tetapi seringkali istilah
tersebut menimbulkan kerancuan. Orang banyak merasa rancu untuk membedakan antara
pengertian Memorandum of Understanding (MOU) dengan sebuah perjanjian.
Sejauh mana perbedaan Memorandum of Understanding (MoU) lebih menunjuk kepada
bentuk kesamaan pandangan bagi para pihak pembuatnya. Kesamaan pandangan bagi para
pihak dan kesamaan kehendak yang kemudian di wujudkan dalam bentuk tertulis. Adanya
kesepahaman itu bisa menimbulkan akibat bisnis bagi para pihak tergantung sejauh mana
para pihak saling bersepaham, namun belum mempunyai akibat hukum. MoU ibarat ikatan
pertunangan diantara dua orang yang dapat diputus oleh salah satu pihak dan bila
pertunangan itu diputus atau tidak diwujudkan dalam tali perkawinan, tidak membawa
konsekuensi hukum apapun. Berbeda halnya dengan Perjanjian yang ibarat perkawinan tidak
dapat diputus begitu saja tanpa adanya putusan hukum dimana pemutusan itu menimbulkan
akibat hukum terhadap anak dan harta.

Dalam MoU, kesepahaman para pihak yang tertuang dalam bentuk tertulis dimaksudkan
sebagai pertemuan keinginan antara pihak yang membuatnya. Sedangkan akibat dari
Memorandum of Understanding apakah ada dan mengikat kepada para pihak, sangat
tergantung dari kesepakatan awal pada saat pembuatan dari Memorandum of Understanding
tersebut. Ikatan yang muncul dalam MoU adalah ikatan moral yang berlandaskan etika bisnis,
sedangkan ikatan dalam perjanjian merupakan ikatan hukum yang berlandaskan pada aturan
hukum dan pada kesepakatan para pihak yang dipersamakan dengan hukum.
Sebagai ikatan hukum pengertian perjanjian atau agreement merupakan pertemuan keinginan
(kesepakatan yang dicapai) oleh para pihak yang memberikan konsekuensi hukum yang
mengikat kepada para pihak, untuk melaksanakan poin-poin kesepakatan dan apabila salah
satu pihak ingkar janji atau wanprestasi, maka pihak yang wanprestasi tersebut diwajibkan
untuk mengganti kerugian kepada pihak yang dirugikan sebagaimana disepakati dalam
perjanjian. Sedangkan pada MoU tidak ada kewajiban yang demikian.

Dalam praktek sering terjadi judul yang digunakan Memorandum of Understanding, namun
isinya merupakan perjanjian yang sudah mengikat para pihak sehubungan dengan isi
perjanjian tersebut.
Selain istilah MOU ada juga istilah Letter of Intent (LoI) yang sering juga disebut
memorandum of intent secara teori dimaksudkan sebagai kesepakatan yang tidak mempunyai
konsekuensi hukum yang mengikat. Dengan kalimat lain, letter of intent ini sering diberikan

sebagai langkah awal untuk memulai negosiasi untuk menuju kepada pembentukan
Perjanjian.
Istilah lain adalah Letter of Comfort yang merupakan surat atau dokumen yang berisikan
pernyataan sikap mendukung ataupun bentuk penilaian positif dari seseorang terhadap
seseorang lainnya, yang diberikan kepada pihak lain yang membutuhkannya dengan tujuan
agar dukungan atau rekomendasi tersebut dapat semakin menambah keyakinan bagi pihak
penerima tersebut untuk memutuskan apakah akan meneruskan atau menghentikan hubungan
hukum, baik misalnya dalam pemberian fasilitas kredit.
Dari uraian tersebut di atas dapat kita lihat bahwa, keinginan para pihak untuk menentukan
apakah ikatan tertulis tersebut akan merupakan perjanjian yang mempunyai konsekuensi
hukum yang mengikat atau hanya merupakan kesepahaman yang mempunyai konsekuensi
pertanggungjawaban secara moral, sangat tergantung kepada para pihak yang membuat ikatan
tersebut. Jadi ada tidaknya akibat hukum pada suatu ikatan yang dibuat sangat tergantung
pada kesepakatan para pihak.
C.

Perjanjian Sama Artinya Dengan Kontrak dan Agreement

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan pengertian perjanjian sebagai kesepakatan yang dibuat
oleh para pihak untuk mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Adapun pengertian
kontrak tidak disebut secara tegas dalam literatur hukum. Kontrak lebih merupakan istilah
yang digunakan dalam perikatan-perikatan bisnis disamping MoU dan LoI, yang pemakaian
istilahnya bersifat khusus untuk perikatan bisnis. Kontrak yang dibuat dalam hubungan bisnis
memiliki sifat yang tidak berbeda dengan perjanjian, yaitu ikatan yang memiliki akibat
hukum. Oleh karena kontrak merupakan kesepakatan para pihak yang mempunyai
konsekuensi hukum yang mengikat, maka pengertiannya sama dengan perjanjian sekalipun
istilah kontrak belum tentu sebuah perjanjian karena perjanjian tidak eksklusif sebagai istilah
suatu perikatan dalam bisnis.
Disamping perjanjian dan kontrak, masih dikenal istilah persetujuan atau dalam bahasa
Inggris disebut agreement. Sama seperti yang dimaksud oleh perjanjian dalam pasal 1313
KUHPerdata, pengertian agreement dalam pengertian luas dapat berarti sebagai kesepakatan
yang mempunyai konsekuensi hukum dan juga kesepakatan yang tidak mempunyai
konsekuensi hukum. Agreement akan mempunyai kualitas atau pengertian perjanjian atau
kontrak apabila ada akibat hukum yang dikenakan terhadap pelanggaran janji (breach of
contract) dalam agreement tersebut. Dalam pengertian kesepakatan para pihak yang
mempunyai konsekuensi hukum yang mengikat, maka agreement sama artinya dengan
perjanjian.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan istilah kontrak juga merupakan agreement karena
agreement dalam bahasa Indonesia merupakan perjanjian, sedangkan sebuah perjanjian
merupakan persetujuan yang melahirkan perikatan, maka istilah perjanjian, kontrak, ataupun

agreement memiliki pengertian yang sama. Dalam paparan tulisan ini, penggunaan ketiga
istilah itu merujuk kepada hal yang sama.
D.

Akibat Perjanjian

Sebagaimana telah dijelaskan diatas, perjanjian bukanlah perikatan moral tetapi perikatan
hukum yang memiliki akibat hukum. Akibat hukum dari perjanjian yang sah adalah
berlakunya perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Yang
dimaksud dengan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, adalah
bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam perjanjian mengikat para pihak
sebagaimana mengikatnya suatu undang-undang. Para pihak dalam perjanjian tidak boleh
keluar dari perjanjian secara sepihak, kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak atau
apabila berdasarkan pada alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-hal yang
disepakati dalam perjanjian.
Sekalipun dasar mengikatnya perjanjian berasal dari kesepakatan dalam perjanjian, namun
suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga mengikat untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian
diharuskan oleh kepatutan, dan kebiasaan atau undang-undang. Untuk itu setiap perjanjian
yang disepakati harus dilaksanakan dengan itikad baik dan adil bagi semua pihak.
II.

Sahnya Perjanjian

Suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi beberapa syarat, yaitu:
1.

Berdasarkan kesepakatan para pihak;

Kesepakatan merupakan faktor esensial yang menjiwai perjanjian, kesepakatan biasanya
diekspresikan dengan kata “setuju” disertai pembubuhan tanda tangan sebagai bukti
persetujuan atas segala hal yang tercantum dalam perjanjian. Dalam perjanjian suatu
kesepakatan dinyatakan tidak sah, apabila kesepakatan yang dicapai tersebut terjadi karena
kekhilafan atau dibuat dengan suatu tindakan pemaksaan atau penipuan.
2.

Pihak-pihak dalam perjanjian harus cakap untuk membuat perjanjian;

Setiap orang dan badan hukum (legal entity) adalah subjek hukum, namun KUHPerdata
membatasi subjek hukum yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian. Untuk itu kita perlu
mengetahui siapa saja yang menurut hukum tidak cakap atau tidak mempunyai kedudukan
hukum untuk membuat perjanjian. Berikut adalah pihak-pihak yang tidak cakap secara
hukum untuk membuat perjanjian:
1.

Orang yang belum dewasa, yaitu orang yang belum berumur 21 tahun

2.
Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan, misalnya: anak-anak, orang yang
pikirannya kurang sehat atau mengalami gangguan mental.
3.
Semua pihak yang menurut undang-undang yang berlaku tidak cakap atau dibatasi
kecakapannya untuk membuat perjanjian, misalnya; istri dalam melakukan perjanjian untuk
transaksi-transaksi tertentu harus mendapatkan persetujuan suami.

3.

Perjanjian menyepakati suatu hal;

Hukum mewajibkan setiap perjanjian harus mengenai sesuatu hal sebagai objek dari
perjanjian, misalnya tanah sebagai objek perjanjian jual beli.
4.

Dibuat berdasarkan suatu sebab yang halal.

Perjanjian menuntut adanya itikad baik dari para pihak dalam perjanjian, oleh karena itu
perjanjian yang disebabkan oleh sesuatu yang tidak halal, misalnya karena paksaaan atau tipu
muslihat tidak memenuhi syarat sebagai suatu perjanjian.
II. Sebab-sebab Berakhirnya Perjanjian
Terpenuhinya prestasi atau perikatan yang disepakati dan syarat-syarat tertentu dalam
perjanjian dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya habisnya jangka waktu yang
telah disepakati dalam perjanjian atau dalam loan agreement, semua hutang dan bunga atau
denda jika ada telah dibayarkan. Secara keseluruhan, KUHPerdata mengatur faktor-faktor
lain yang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, diantaranya karena:
1.

Pembayaran

Pembayaran tidak selalu diartikan dalam bentuk penyerahan uang semata, tetapi terpenuhinya
sejumlah prestasi yang diperjanjikan juga memenuhi unsur pembayaran.
2.

Penawaran pembayaran, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

Pemenuhan prestasi dalam suatu perjanjian sepatutnya dilaksanakan sesuai hal yang
diperjanjikan termasuk waktu pemenuhannya, namun tidak jarang prestasi tersebut dapat
dipenuhi sebelum waktu yang diperjanjikan. Penawaran dan penerimaan pemenuhan prestasi
sebelum waktunya dapat menjadi sebab berakhirnya perjanjian, misalnya perjanjian pinjam
meminjam yang pembayarannya dilakukan dengan cicilan, apabila pihak yang berhutang
dapat membayar semua jumlah pinjamannya sebelum jatuh tempo, maka perjanjian dapat
berakhir sebelum waktunya.
3.

Pembaharuan hutang

Pembaharuan utang dapat menyebabkan berakhirnya perjanjian, sebab munculnya perjanjian
baru menyebabkan perjanjian lama yang diperbaharui berakhir. Perjanjian baru bisa muncul
karena berubahnya pihak dalam perjanjian, misalnya perjanjian novasi dimana terjadi
pergantian pihak debitur atau karena berubahnya perjanjian pengikatan jual beli menjadi
perjanjian sewa, karena pihak pembeli tidak mampu melunasi sisa pembayaran.
4.

Perjumpaan Hutang atau kompensasi

Perjumpaan hutang terjadi karena antara kreditur dan debitur saling mengutang terhadap yang
lain, sehingga utang keduanya dianggap terbayar oleh piutang mereka masing-masing.
5.

Percampuran Hutang

Berubahnya kedudukan pihak atas suatu objek perjanjian juga dapat menyebabkan terjadinya
percampuran hutang yang mengakhiri perjanjian, contohnya penyewa rumah yang berubah
menjadi pemilik rumah karena dibelinya rumah sebelum waktu sewa berakhir sementara
masih ada tunggakan sewa yang belum dilunasi.
6.

Pembebasan Hutang

Pembebasan hutang dapat terjadi karena adanya kerelaan pihak kreditur untuk membebaskan
debitur dari kewajiban membayar hutang, sehingga dengan terbebasnya debitur dari
kewajiban pemenuhan hutang, maka hal yang disepakati dalam perjanjian sebagai syarat
sahnya perjanjian menjadi tidak ada padahal suatu perjanjian dan dengan demikian
berakhirlah perjanjian.
7.

Musnahnya barang yang terhutang

Musnahnya barang yang diperjanjikan juga menyebabkan tidak terpenuhinya syarat
perjanjian karena barang sebagai hal (objek) yang diperjanjikan tidak ada, sehingga
berimplikasi pada berakhirnya perjanjian yang mengaturnya.
8.

Kebatalan atau pembatalan

Tidak terpenuhinya syarat sah perjanjian dapat menyebabkan perjanjian berakhir, misalnya
karena pihak yang melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat kecakapan hukum. Tata cara
pembatalan yang disepakati dalam perjanjian juga dapat menjadi dasar berakhirnya
perjanjian. Terjadinya pembatalan suatu perjanjian yang tidak diatur perjanjian hanya dapat
terjadi atas dasar kesepakatan para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata
atau dengan putusan pengadilan yang didasarkan pada Pasal 1266 KUHPerdata.
9.

Berlakunya suatu syarat batal

Dalam Pasal 1265 KUHPerdata diatur kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian oleh
karena terpenuhinya syarat batal yang disepakati dalam perjanjian.
10. Lewatnya waktu
Berakhirnya perjanjian dapat disebabkan oleh lewatnya waktu (daluarsa) perjanjian.
III. Cara Menafsirkan Perjanjian
Perjanjian tidak menimbulkan perselisihan apabila dilaksanakan berdasarkan kesepakatankesepakatan yang dituangkan didalamnya. Akan tetapi, kadangkala perbedaan penafsiran
terhadap kesepakatan dalam perjanjian dapat menimbulkan perselisihan diantara para pihak
yang terikat didalamnya sehingga mengganggu pelaksanaannya. Oleh karena itu KUHPerdata
telah mengatur tata cara penafsiran perjanjian sebagai berikut:
1.
jika kata-kata suatu perjanjian jelas, tidaklah diperkenankan untuk menyimpang dari
pada perjanjian dengan cara penafsiran;

2.
jika kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam penafsiran, harus
dilakukan penyelidikan terhadap maksud para pihak yang membuat perjanjian tersebut
daripada hanya berpatokan pada kata-kata dalam perjanjian;
3.
jika terhadap suatu janji dapat diberikan dua macam pengertian, maka haruslah dipilih
pengertian yang memungkinkan janji dalam perjanjian dapat dilaksanakan daripada
memberikan pengertian yang tidak mungkin terlaksana;
4.
jika terhadap kata-kata dalam perjanjian dapat diberikan dua macam pengertian, maka
harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan sifat perjanjian;
5.
terhadap hal-hal yang menimbulkan keragu-raguan atas pengertian dan pelaksanaan
perjanjian, maka hal yang meragukan tersebut haruslah ditafsirkan menurut kebiasaan dalam
negara atau tempat dimana perjanjian dibuat;
6.
hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan atau dianggap secara diamdiam dimasukkan dalam perjanjian, meskipun tidak dengan tegas dinyatakan dalam
perjanjian;
7.
semua janji yang dibuat dalam suatu perjanjian harus diartikan dalam hubungan satu
sama lain, yaitu tiap janji harus ditafsirkan berdasarkan kesepakatan dalam perjanjian secara
keseluruhan, artinya tidak dapat ditafsirkan sendiri-sendiri terlepas dari janji-janji lain dalam
perjanjian;
8.
jika terjadi keragu-raguan terhadap suatu hal dalam perjanjian, maka suatu perjanjian
harus ditafsirkan atas kerugian orang yang telah meminta diperjanjikannya sesuatu hal, dan
untuk keuntungan orang yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.
IV. Teknik Perancangan Perjanjian
Di dalam ketentuan pasal 1320 KUHPerdata, disebutkan keberlakuan perjanjian di Indonesia
memuat 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi, yaitu:
1.

adanya kesepakatan para pihak yang mengadakan perjanjian;

2.
para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut mempunyai kapasitas (juga
kewenangan) hukum untuk melakukan perjanjian;
3.

hal yang diperjanjikan jelas; dan

4.

sebab perjanjian halal.

Penegasan terhadap keberlakuan dari perjanjian yang telah memenuhi keempat unsur tersebut
sebagai suatu aturan hukum yang mengikat kedua belah pihak, ditegaskan dalam 1338
KUHPerdata yaitu suatu Perjanjian merupakan suatu undang-undang bagi para pembuatnya.
Keberlakuan perjanjian sebagai sebuah undang-undang mengikat bagi para pihak dan
memaksa para pihak untuk melaksanakannya. Karena Perjanjian memiliki akibat yang sangat
besar terhadap para pembuatnya, maka Perjanjian sepatutnya dipersiapkan dan dibuat sebaik
mungkin untuk melindungi para pihak dan menjamin hal diperjanjikan dalam Perjanjian

terlaksana. Untuk itu perlu dipahami hal-hal dasar dalam teknik perancangan Perjanjian
berikut ini.
A. Hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam membuat perjanjian
Sebelum membuat Perjanjian sebaiknya terlebih dahulu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1.

Penguasaan terhadap bisnis yang diperjanjikan dalam Perjanjian;

2.

Identifikasi para pihak dalam Perjanjian;

3.

Penguasaan regulasi;

4.

Penggunaan tenaga lain;

5.

Praktek Kebiasaan Internasional atau Regional (lokal)

Lebih jauh keempat hal diatas diuraikan berikut ini:
1.

Penguasaan Terhadap Bisnis dalam Perjanjian

Pembuatan suatu Perjanjian sangat tergantung terhadap aspek bisnis yang diperjanjikan
dalam Perjanjian, sehingga diperlukan pengetahuan yang memadai atas bisnis tersebut.
Biasanya keuntungan yang ditawarkan oleh jenis bisnis tertentu menyebabkan pelaku bisnis
tertarik untuk melakukan investasi atau kerjasama, namun tidak semua jenis bisnis dikuasai
oleh para pelaku bisnis sehingga diperlukan orang yang menguasai bisnis tersebut yang dapat
membantu para pelaku bisnis memahami seluk beluk bisnis dimaksud. Ada baiknya pelaku
bisnis yang hendak melakukan Perjanjian bisnis meminta bantuan pihak yang mempunyai
wawasan luas tentang bisnis tersebut.
2.

Identifikasi Para Pihak

Suatu Perjanjian merupakan bentuk kesepakatan pihak-pihak yang melakukan perjanjian,
sehingga dalam penyusunan perjanjian dituntut ketepatan penempatan pihak. Kesalahan
penempatan pihak dalam Perjanjian akan berakibat tidak mengikatnya pihak yang
dikehendaki sebagai pihak, misalkan apabila yang menjadi pihak dalam perjanjian adalah
perseroan, maka hendaknya perjanjian ditandatangani oleh wakil perseroan menurut anggaran
dasar, yaitu direksi sesuai dengan kewenangan direksi tersebut atau setidaktidaknya pihak
yang menerima kuasa untuk melakukan Perjanjian tersebut;
Disamping aspek legal formal diatas, juga patut dipertimbangkan latar belakang kebudayaan
serta kekuatan ekonomi serta aspek-aspek lain yang akan mempengaruhi isi perjanjian.
Aspek-aspek tersebut akan menentukan materi dan teknik melakukan negosiasi atas materimateri (hal-hal) yang akan menjadi bahan dalam perjanjian-perjanjian antara para pihak.
3.

Penguasaan Regulasi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa Perjanjian yang dibuat tergantung pada jenis
bisnis yang diperjanjikan, karena itu regulasi yang berkaitan dengan Perjanjian juga tidak

selalu sama. Penguasaan akan jenis bisnis dalam Perjanjian membawa pada tuntutan untuk
menguasai regulasi yang berkaitan dengannya, sehingga perlu dipastikan bahwa apa yang
diperjanjikan dalam Perjanjian telah disesuaikan dengan regulasi yang mengaturnya, mulai
dari regulasi besar sampai yang terkecilnya, mulai dari undang-undang sampai pada
keputusan kepala instansi terkait. Kadangkala beberapa ketentuan dalam regulasi tidak
menunjang aspek Perjanjian, maka perlu disepakati untuk dikesampingkan. Ketentuanketentuan dalam regulasi ada yang dapat dikesampingkan dan ada yang tidak, maka
diperlukan pengenalan terhadap sifat-sifat dari ketentuan dalam regulasi terkait.
4.

Penggunaan Tenaga Lain

Untuk memastikan suatu perjanjian dibuat dengan baik, maka sebaiknya pihak yang
melakukan perjanjian meminta bantuan tenaga-tenaga profesional sesuai dengan aspek bisnis
yang diperjanjikan. Bila meminta bantuan penasihat hukum, hendaknya penasihat hukum
yang tidak hanya mengerti hukumnya tetapi juga yang mengerti bisnisnya, dan sedapat
mungkin pada Perjanjian-Perjanjian yang sifatnya sangat khusus dilibatkan pihak-pihak yang
ahli di bidangnya.
5.

Praktek Kebiasaan Internasional atau Regional (lokal)

Apabila salah satu unsur dalam perjanjian tersebut melibatkan unsur internasional, maka
memahami praktek-praktek kebiasaan internasional juga sebaiknya dimengerti. Namun
apabila unsur lokal sangat menentukan dalam perjanjian tersebut, maka nilai-nilai lokal tidak
dapat dikesampingkan begitu saja. Unsur lokal atau internasional bisa pada subyek perjanjian
atau obyek dari perjanjian yang akan dibuat.
1. Tahapan-tahapan Perancangan Perjanjian
Suatu Perjanjian tidak terjadi begitu saja, tetapi setelah melalui tahapan-tahapan tertentu,
maka kita perlu mengetahui tahapan-tahapan penyusunan hingga berakhirnya suatu
Perjanjian sebagai berikut:
1.

Munculnya kesepakatan dasar diantara para pihak untuk membuat Perjanjian;

2.

Negosiasi atas rancangan Perjanjian;

3.

Penandatanganan Perjanjian;

4.

Penerapan Perjanjian; dan

5.

Timbulnya perselisihan dalam Perjanjian.

Berikut ini adalah ulasan atas tahapan-tahapan diatas
1.

Munculnya kesepakatan diantara para pihak untuk membuat Perjanjian

Tahapan ini diawali melalui pembicaraan rencana pembuatan Perjanjian diantara pihak-pihak
dengan saling menjajaki hal yang disepakati dalam bisnis sebelum menuangkannya dalam
Perjanjian. Dalam bentuk formalnya penjajakan ini biasanya dituangkan dalam bentuk Letter
of Intent (LoI) atau Memorandum of Understanding (MoU). Kesepakatan dalam LoI atau

MoU belum merupakan sebuah kesepakatan Perjanjian, sehingga tidak mengikat tetapi
menjadi garis-garis besar penyusunan Perjanjian.
2.

Negosiasi atas Rancangan Perjanjian

Perjanjian memuat kepentingan para pihak dan karena kepentingan pihak-pihak yang telibat
dalam Perjanjian berbeda, maka untuk mencapai kesepakatan perlu dilakukan persesuaian
diantara kepentingan tersebut. Tahapan ini diwarnai dengan tawar menawar keinginan
masing-masing pihak. Karena tidak semua kepentingan para pihak dapat disepakati, maka
diperlukan kerelaan masing-masing pihak untuk tidak terlalu memaksakan hal-hal yang
sifatnya hakiki dalam Perjanjian demi tercapainya kesepakatan. Tahapan ini merupakan
tahapan paling alot dan kesempatan bagi para pihak untuk mengetahui sejauh mana posisi
masing-masing kebutuhan dalam Perjanjian, hal-hal yang diprioritaskan, kelemahankelemahan rancangan Perjanjian, dan tidak jarang diselingi dengan penggunaaan kekuatan
posisi untuk memaksa pihak lain menerima tawaran kepentingannya. Dengan demikian
klausul-klausul rancangan Perjanjian bisa mengalami pengurangan dan/atau penambahan
3.

Penandatanganan Perjanjian

Hal-hal yang telah disepakati dalam negosiasi kemudian dituangkan dalam bentuk akhir
Perjanjian untuk ditandatangani oleh para pihak. Sebelum Perjanjian ini ditandatangani,
sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pengecekan akhir, untuk memastikan hal-hal yang
dimuat dalam Perjanjian merupakan hal-hal yang telah disepakati dalam tahapan
perundingan, termasuk pengecekan terhadap pihak-pihak yang menandatangani Perjanjian.
4.

Penerapan Perjanjian

Perjanjian yang telah ditandatangani merupakan undang-undang bagi para pihak, karena itu
pelaksanaan Perjanjian tidak boleh keluar dari ha-hal yang telah disepakati. Hal-hal yang
belum diatur dalam Perjanjian hanya dapat dilaksanakan sepanjang tidak bertentangan
dengan Perjanjian, namun demikian sebaiknya dibicarakan terlebih dahulu diantara para
pihak dan bila perlu dilakukan kesepakatan tambahan sepanjang Perjanjian mengijinkannya.
Untuk memastikan pelaksanaan Perjanjian sesuai kesepakatan, maka para pihak sepatutnya
melakukan pengawasaan terhadap pelaksanaanya, demi mencegah terjadinya wanprestasi
yang berpotensi timbulnya perselisihan diantara para pihak
5.

Timbulnya Perselisihan Dalam Perjanjian

Kunci dari Perjanjian adalah kesepakatan dari para pihak. Perselisihan dalam Perjanjian
muncul karena adanya penerapan Perjanjian yang bertentangan dengan kesepakatan dalam
Perjanjian, atau tidak dipenuhinya hal-hal (prestasi) dalam Perjanjian, bahkan tidak jarang
perselisihan muncul akibat bunyi klausula Perjanjian yang multitafsir dalam pelaksanannya
yang disebabkan oleh penyusunan Perjanjian yang tidak matang dan terukur. Sama halnya
dengan hakekat Perjanjian, maka hakekat penyelesaian perselisihan dalam Perjanjian adalah
kesepakatan diantara para pihak, baik oleh kemauan sendiri maupun karena hasil putusan
pihak atau badan yang disepakati untuk menyelesaikannya, sehingga dapat dikatakan pada
dasarnya suatu perselisihan menimbulkan perik. (Agustinus Dawarja, S.H. & Aksioma Lase)
About these ads

Terkait
Perkembangan Kondisi ACFTA di Indonesiadalam "ACFTA"
Cara Jitu Memperluas Jaringan Bisnisdalam "Jaringan Bisnis"
Kiat Sukses Mempertahankan Eksistensi Usahadalam "Tips Bisnis"

Tentang saepudin
Anda boleh mempublikasikan kembali tulisan di atas pada website atau blog dengan catatan :
1. Anda harus mencantumkan sumber tulisan dengan link aktif menuju
https://saepudinonline.wordpress.com 2. Anda tidak mengubah baik sebagian atau pun
keseluruhan tulisan TERMASUK SEMUA LINK YANG ADA DI DALAM ARTIKEL harus
tetap ada dan aktif. Mari kita saling menghargai sebuah karya... Terima kasih atas
kunjungannya. Mohon beri komentar atau saran untuk menyempurnakan website ini. Salam
sukses selalu..
Lihat semua tulisan dari saepudin →
Tulisan ini dipublikasikan di Hk Perjanjian Internasional. Tandai permalink.
← Catatan atas Masalah Aktual dalam Perjanjian Internasional
Konvensi Jual Beli Internasional →

Berikan Balasan

 Pencarian Data



Assalamu'alaikum. Para pengunjung yth: Apabila telah memanfaatkan
sebagian/seluruh fasilitas yang ada di web saya ini, dimohon untuk memberikan
komentar dibagian bawah tiap artikel, melalui facebook, atau email:
saepudin_ok@yahoo.com. HP: 085 223 668 829. Terima kasih atas kunjungannya.
Wassalamu'alaikum.



 Twitter Terbaru
o Menakar Kesiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015
wp.me/pIxuW-ZD 1 year ago
o 10 Pengacara Terkemuka di Indonesia wp.me/pIxuW-ZA 1 year ago
o Perusahaan yang Paling Dikagumi di Indonesia wp.me/pIxuW-Zx 1 year ago
o Tips agar Tidak Menyerah Saat Membangun Bisnis wp.me/pIxuW-Zv
1 year ago
o Manfaat Analisa SWOT dalam Bisnis wp.me/pIxuW-Zq 1 year ago



 SHARING SEPUTAR HUKUM, PERTANYAAN-MASUKKAN UNTUK BLOG
INI. SEBAIKNYA MELALUI FACEBOOK SAJA.



 LOWONGAN KERJA

 Pilih Bahasa



 Aplikasi yang disarankan







Baca Buku Online

 ARSIP DATA
 TULISAN TERAKHIR
o Menakar Kesiapan Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean 2015
o 10 Pengacara Terkemuka di Indonesia
o Perusahaan yang Paling Dikagumi di Indonesia
o Tips agar Tidak Menyerah Saat Membangun Bisnis
o Manfaat Analisa SWOT dalam Bisnis
o Fungsi PERDA dalam Peraturan Perundang-undangan
o Membangun Usaha
o Mengelola Usaha
o Waktu Terbaik Memulai Usaha
o Memulai Usaha
o Persiapan Usaha
o Membangun dan Mengelola Supply Chain di Bisnis Franchise
o Cara Mengelola Uang Dalam Bisnis
o 10 Tips Sukses Mengelola Bisnis Sendiri
o BIOGRAFI USTADZ JEFRY | Do’aku Selalu Menyertaimu
o Empat Tahap Membangun Startup
o Tips Membangun Usaha dengan Pasangan
o Social Marketing sebagai Alat Perubahan Sosial (4 Selesai)

o Social Marketing sebagai Alat Perubahan Sosial (3)
o Social Marketing sebagai Alat Perubahan Sosial (2)
o Social Marketing sebagai Alat Perubahan Sosial (1)
o Bagaimana Mengelola Informasi Digital Perusahaan?
o Bagaimana Membuka Usaha Media Cetak..?
o Membangun UMKM yang Sukses dan Strategi Bisnisnya
o Cara-cara Membuat Usaha Penerbitan Media/Pers Berdasarkan Hukum
o Strategi Tingkat Bisnis
o Diferensiasi dan Posisi Penawaran Pasar
o Strategi Keunggulan Bersaing melalui Pendekatan Diferensiasi Produk,
Kualitas dan Citra







 Top Rated
Posts | Pages | Comments

All | Today | This Week | This Month

o Pengantar Hukum Indonesia
5/5 (1 vote)


Oktober 2010
S S R K J S M
« Sep
Nov »
1 2 3
4 5 6 7 8 9 10
11 12 13 14 15 16 17
18 19 20 21 22 23 24
25 26 27 28 29 30 31

 Agenda

Agenda pribadi, agenda organisasi, dan lainnya



 Undangan

Saepudin, menerima undangan pengajian agama (islam), ceramah keagamaan dan
umum baik di perumahan di kantor ataupun di tempat lainnya, konseptor lomba
pidato, Syarhil quran, dan bimbingan belajar sekolah. Info 085 223 66 88 29

 Referensi









 Ikuti Blog melalui Email
Masukkan alamat surat elektronik Anda untuk mengikuti blog ini dan menerima
pemberitahuan tentang pos baru melalui surat elektronik.
Bergabunglah dengan 3.132 pengikut lainnya.



RSS - Pos
RSS - Komentar

 Pengunjung Setia

 TGL 2 APRIL 2011



 Statistik
o 596,581 Sahabat Saepudin



My site is worth$21,235.88Your website value?

 Tokoh Hukum Pekan Ini

 TGL 8 APRIL 2011



ZONA BISNIS DAN KOMPETISI
o LKTI GSC (Green Scientific Competiton) 2015 Maret 27, 2015
o AMFEST 2015, Kompetisi Marketing Plan Maret 25, 2015
o Lomba Teknologi Tepat Guna Tingkat Nasional 2015 Maret 25, 2015
o Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa dan Lomba Essay Tingkat SMA 2015
Maret 25, 2015
o Lomba Menulis Bebas, Penerbit Mazda Februari 17, 2015



BEASISWA
o Segera Terbit: Buku “HUMOR BEASISWA”! Januari 16, 2015 admin
o Novik Kurohman: “Hidup Itu Pilihan” November 30, 2014 Novik Kurohman
o Kiki Riya Rizki Astuti: “MERAIH MIMPI PENERIMA BEASISWA
UNGGULAN UNTAG BANYUWANGI” November 28, 2014 Kiki Riya Rizki
Astuti
o Gagus Ketut Sunnardianto: “Menembus KETERBATASAN” November 28,
2014 Gagus Ketut Sunnardianto
o Rizky Ahmad: “Kado Terindah di Bulan Mei” November 28, 2014 Rizky
Ahmad

 Pengunjung Setia

 Zona Kontak Saya

Alamat: Jl. Tubagus Ismail 17 No. 12 Asrama Mahasiswa "Beasiswa
Pemimpin Bangsa", Kota Bandung Pos 40134. Tlp (022) 250 6919, Kang Saepudin
085 223 668 829. E-Mail: saepudin_ok@yahoo.com




.:: WELCOME | SAEPUDIN ONLINE
The Twenty Ten Theme. Blog di WordPress.com.