114698193 Perbedaan Antara Ilmu Dan Peng

PERBEDAAN ANTARA ILMU DAN PENGETAHUAN
Oleh: Ading Nashrulloh
Kesadaran manusia secara garis besar terbagi atas tiga dimensi yang amat penting.
Pengalaman, perasaan dan pengetahuan. Ketiga dimensi itu berbeda secara substantif
tetapi sangat saling berkaitan.
Pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh manusia atau hasil pekerjaan manusia
menjadi tahu. Pengetahuan itu merupakan milik atau isi pikiran manusia yang merupakan
hasil dari proses usaha manusia untuk tahu. Dalam perkembangannya pengetahuan
manusia berdiferensiasi menjadi empat cabang utama, filsasat, ilmu, pengetahuan dan
wawasan. Untuk melihat perbedaan antara empat cabang itu, saya berikan contohnya:
Ilmu kalam (filsafat), Fiqih (ilmu), Sejarah Islam (pengetahuan), praktek Islam di
Indonesia (wawasan). Bahasa, matematika, logika dan statistika merupakan pengetahuan
yang disusun secara sistematis, tetapi keempatnya bukanlah ilmu. Keempatnya adalah
alat ilmu.
Setiap ilmu (sains) adalah pengetahuan (knowledge), tetapi tidak setiap pengetahuan
adalah ilmu. Ilmu adalah semacam pengetahuan yang telah disusun secara sistematis.
Bagaimana cara menyusun kumpulan pengetahuan agar menjadi ilmu? Jawabnya
pengetahuan itu harus dikandung dulu oleh filsafat , lalu dilahirkan, dibesarkan dan
diasuh oleh matematika, logika, bahasa, statistika dan metode ilmiah. Maka seseorang
yang ingin berilmu perlu memiliki pengetahuan yang banyak dan memiliki pengetahuan
tentang logika, matematika, statistika dan bahasa. Kemudian pengetahuan yang banyak

itu diolah oleh suatu metode tertentu. Metode itu ialah metode ilmiah. Pengetahuan
tentang metode ilmiah diperlukan juga untuk menyusun pengetahuan-pengetahuan
tersebut untuk menjadi ilmu dan menarik pengetahuan lain yang dibutuhkan untuk
melengkapinya.
Untuk bepengetahuan seseorang cukup buka mata, buka telinga, pahami realitas,
hafalkan, sampaikan. Adapun untuk berilmu, maka metodenya menjadi lebih serius.
Tidak sekedar buka mata, buka telinga, pahami realitas, hafalkan, sampaikan, secara
serampangan. Seseorang yang ingin berilmu, pertama kali ia harus membaca langkah
terakhir manusia berilmu, menangkap masalah, membuat hipotesis berdasarkan
pembacaan langkah terakhir manusia berilmu, kemudian mengadakan penelitian
lapangan, membuat pembahasan secara kritis dan akhirnya barulah ia mencapai suatu
ilmu. Ilmu yang ditemukannya sendiri.
Apa maksud “membaca langkah terakhir manusia berilmu” ? Postulat ilmu mengatakan
bahwa ilmu itu tersusun tidak hanya secara sistematis, tetapi juga terakumulasi
disepanjang sejarah manusia. Tidak ada manusia, bangsa apapun yang secara tiba-tiba
meloncat mengembangkan suatu ilmu tanpa suatu dasar pengetahuan sebelumnya.
Katakanlah bahwa sebelum abad renaisansi di Eropa, bangsa Eropa berada dalam
kegelapan yang terpekat. Karena larut dalam filsafat skolastik yang mengekang ilmu dan
peran gereja. Para ilmuwan dan para filsafat abda itu tentu memiliki guru-guru yang
melakukan pembacaan terhadap mereka tentang sampai batas terakhir manusia berilmu di

zaman itu. Ilmu kimia abad modern sekarang adalah berpijak pada ilmu kimia,

katakanlah abad 10 masehi yang berada di tangan orang-orang Islam. Dan ilmu kimia di
abad 10 masehi itu tentu bepijak pula pada ilmu kimia abad 3500 tahun sebelum masehi,
katakanlah itu misalanya dari negri dan zaman firaun.
Jadi seseorang yang ingin berilmu manajemen, misalnya, maka ia harus mengumpulkan
dulu pengetahuan-pengetahuan mnajemen yang telah disusun sampai hari kemarin oleh
para ahli ilmu tersebut dan merentang terus kebelakang sampai zaman yang dapat dicapai
oleh pengetahuan sejarah.
Cara praktis, cepat, kompatibel, kredibel, aksesibel, dan lain-lain bel positif lainnya,
untuk berilmu ialah dengan sekolah formal, dari SD hingga S3. Beruntunglah kawankawan yang bisa meraih gelar sarjana. Gelar magister dan seterusnya. Memang sekalipun
gelar sudah s3 tapi koq masih terasa haus juga terhadap ilmu. Itu karena ilmu yang ada
pada dirinya sebenarnya barus sedikit dari khazanah ilmu yang pernah disusun manusia,
sedang disusun, dan apalagi jika dibanding dengan ilmu di masa depan sampai haru
kiamat nanti.

Ilmu pengetahuan
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab,
yaitu ‘alama yang berarti pengetahuan. Istilah
tersebut kemudian disamakan dengan science dalam bahasa Inggris. Science

berasal dari bahasa Latin, yaitu scio atau scire yang juga berarti pengetahuan.
Apabila pengetahuan itu tersusun secara sistematis dari suatu subjek yang
pasti, maka disebut dengan ilmu pengetahuan. Jadi, tidak setiap pengetahuan
adalah ilmu, sedangkan setiap ilmu pengetahuan mengandung unsur pengetahuan.
Ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu:
1. merupakan seperangkat pengetahuan yang sistematis;
2. memiliki metode yang efektif;
3. memiliki objek;
4. memiliki rumusan kebenaran-kebenaran umum;
5. bersifat objektif;
6. dapat memberikan perkiraan atau prediksi.
Sebuah pengetahuan dapat disusun secara sistematis dengan menggunakan
metode yang dimilikinya. Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai
langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya.
Setiap ilmu pengetahuan memiliki objeknya masing-masing, seperti sejarah
objeknya adalah manusia sehingga sejarah dimasukkan ke dalam kelompok
ilmu sosial. Hasil dari penjelasan terhadap objek yang ditelitinya, akan melahirkan
rumusan-rumusan kebenaran atau sering disebut dengan teori. Rumusan kebenaran
dalam sejarah bersifat unik tidak umum atau universal. Unik dalam pengertian
ini yaitu kebenaran sejarah hanya berlaku pada situasi atau tempat tertentu saja, belum

tentu berlaku pada situasi dan tempat yang lainnya. Contohnya,
penjelasan tentang penyebab-penyebab terjadinya pemberontakan. Ada beberapa

penyebab timbulnya pemberontakan. Misalnya, orang berontak karena lapar
atau miskin, ada yang karena hak-hak dirinya yang sudah mapan terganggu,
ada yang karena rasa frustasi dan tertekan, ada yang karena harga dirinya
terasa terinjak-injak, ada yang karena memimpikan hadirnya seorang ratu
adil yang akan menciptakan kemakmuran, dan faktor-faktor lainnya.

Metode ilmiah
IAD(metode ilmiah)
1. Lahirnya Ilmu Pengetahuan
• Pada tahun 1500-1600 M, terjadi perubahan besar atas semua ajaran Aristoteles maupun
Ptolomeus, sebagai tonggak sejarah dapat dicapai disini adalah:
• Nikolas Copernicus (1473-1543)
• Selain ia ahli astronom ,ia juga ahli matematika dan pengobatan . tulisannya yang
terkenal adalah De Revolutionibus Orbium Caelestium yang artinya peredaran alam
semesta, namun tidak diumumkan karena paham helisentrisme (pusat matahari)
bertentangan dengan kepercayaan penguasa saat itu. Pokok ajaran seperti berikut:
• Matahari sebagai pusat system solar

• Bulan bereadar mengelilingi bumi bersamaan bumi mengelilingi matahari
• Bumi berputar pada porosnya dari barat ke timur yang mengakibatkan adanya siang dan
malam
Galileo (1564-1642)
• Dia mengungkapkan penemuan teleskopnya yang muktahir pada saat itu ,yang
bertentangan pandangan-pandangan penguasa. Ia membenarkan teori Copernicus tentang
heliosentrisme yang jelas bertentangan degan ajaran agama pada saat itu yaitu
homosentris tau geosentris.
• Dari Copernicus sampai Galileo dapat kita anggap sebagai permulaan abad ilmu
pengetahuan modern yang menetapkan suatu kebenaran berdasarkan induksi atau
eksperimentasi.
• Agar himpunan pengetahuan ini dapat disebut ilmu pengetahuan harus digunakan
perpanduan antara rasionalisme dan emperisme yang dikenal metode keilmuan atau
pendekatan ilmiah.
• 2. Metode Ilmiah
• Sebelum adanya ilmu pengetahuan modern, pola pikir manusia dimulai dari zaman
Babylonia (kurang lebih 650 SM ) dimana orang percaya kepada mitos ,ramalan
berdasarkan perbintangan , bahkan percaya adanya banyak dewa yaitu dewa angin, dewa
matahari,dewa petir dan sebagainya.pengetahuan itu mereka peroleh dengan berbagai
cara antara lain:

Prasangka
• Yaitu suatu anggapan benar padahal baru merupakan kemungkinan besar atau kadangkadang malah tidak mungkin tidak benar
• Contohnya: Pada zaman Babylionia, orang percaya bahwa hujan dapat turun dari syurga
sampai kebumi melalui jendela-jendela yang ada di langit
Intuisi

• Suatu pendapat seseorang diangkat dari perbendaharaan pengetahuannya terdahulu
melalui suatu proses yang tak disadari
• Contohnya: Seorang astrolog disamping rumusanya sering menggunakan intuisinya
dalam memberikan ramalan nasib seseorang
• Trial and Error
• Yaitu metode coba-coba atau untung-untungan. cara ini di ibaratkan seekor kera yang
mencoba meraih pisang dalam sebuah kerangkeng dari percobaan Kohler (psikolog
jerman) kera itu dengan cara coba-coba akhirnya dapat juga mendapatkan pisang dengan
menggunakan tongkat.
• Pada zaman Yunani orang cenderung mengikuti ajaran dari para ahli pikir ataupun para
penguasa, namun ajaran-ajaran ini ternyata banyak yang keliru karena para ahli pikir
terlalu mengandalkan pemikiran dan kebenaran yang dianut itu adalah yang menurut
masuk akalnya atau pendapat sendiri


• Pengetahuan dapat dikatakan ilmiah bila pengetahuan itu memenuhi
empat syarat yaitu:
Objektif
• Artinya: Pengetahuan itu sesuai dengan objeknya.maksudnya bahwa kesesuaian dapat
dibuktikan dengan hasil pengindraan / empiris
Metodik
• Artinya: Pengetahuan itu dapat diperoleh dengan menggunakan cara-cara tertentu dan
control
Sistematik
Artinya: Pengetahuan itu tersusun dalam suatu system, satu dengan yang lain berkaitan,
saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh
Berlaku umum
• Pengetahuan itu tidak hanya berlaku /dapat diamati oleh seseorang atau oleh beberapa
orang saja, tetapi semua orang dengan cara eksperimen yang sama akan memperoleh
hasil yang sama
• Ditinjau dari sejarah cara berpikir manusia ,pada dasarnya terdapat dua cara pokok
untuk memperoleh pengetahuan yang benar ialah:
• Cara yang didasarkan pada rasio ,paham yang dikembangkan dikenal dengan
rasionalisme
• Cara yang didasarkan pada pengalaman ,paham yang dikembangkan disebut empirisme

• Rasionalisme
• Descartes adalah pelopor dan tokoh rasionalisme, menurut dia rasio merupakan sumber
dan pangkal dari segala pengertian .hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang pada
kebenaran dan dapat memberi pimpinan segala jalan pikiran.
• Dalam menyusun pengetahuannya, para kaum rasionalis mempergunakan metode
deduktif. Dasar pikiran yang dipergunakan dalam penalarannya diperoleh dari ide yang
menurut anggapanya sudah jelas ,tegas dan pasti
• Empirisme
• Kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia tidak diperoleh lewat
penalaran rasional yang abstrak, tetapi melalui lewat pengalaman konkret. Menurut
anggapan mereka ,gejala-gejala alam bersifat konkret dan dapat dinyatakan lewat
tanggapan panca indra. Bagi kaum empiris ,pernyataan tentang ada dan tidak adanya
sesuatu harus memenuhi persyaratan pengujian.

• 3. Sikap Alamiah
Salah satu aspek tujuan dalam mempelajari ilmu alamiah adalah pembentuk sikap
alamiah.
Orang berkecimpung dalam ilmu alamiah akan terbentuk sikap alamiah antara lain
sebagai berikut:
Jujur

• Seseorang ilmuwan wajib melaporkan hasil pengamatan nya secara objektif. Seseorang
ilmuwan dalam kehidupan sehari-hari mungkin saja tidak lebih jujur dari manusia
lainnya,tetapi dalam penelaahan ilmiah ada hal-hal yang memaksa pada ilmuwan yakni
yang kita sebut faktor kontrol.
Terbuka
• Seseorang ilmuwan mempunyai pandang luas ,terbuka,bebas dari praduga. Ia menyakini
bahwa prasangka, kebencian baik pribadi maupun golongan dan pembunuhan adalah
sangat kejam. Ia tidak akan berusaha memperoleh dugaan bagi buah pikirannya atas dasar
prasangka.Ia akan terus berusaha mengetahui kebenaran tentang alam, materi, moral,
politik, ekonomi dan tentang hidup. Ia tidak akan meremehkan suatu gagasan baru
Toleran
• Seseorang ilmuwan tidak merasa bahwa dirinya paling hebat, ia bahkan bersedia
mengakui bahwa orang lain lebih banyak pengetahuannya, bahwa pendapatnya mungkin
saja salah, sedangkan pendapat orang lain benar. Ia bersedia menerima gagasan orang
lain setelah diuji.
Skeptis
• Ilmuwan pencari kebenaran akan bersikap hati-hati, meragui, skeptis. Ia akan
menyelidiki bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia tidak akan sinis
tetapi kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan itu.
Optimis

• Seseorang ilmuwan selalu berpengharapan baik, ia tidak akan berkata bahwa sesuatu
tidak dapat dikerjakan tetapi akan mengatakan “berikan saya sesuatu kesempatan untuk
memikirkan dan mencoba mengerjakan”. Ia selalu optimis
Pemberani
• Ilmu merupakan hasil usaha keras dan sifatnya personal, ilmuwan sebagai pencari
kebenaran akan berani melawan semua ketidak benaran ,penipuan, kepura-puraan,
kemunafikan dan kebatilan yang akan menghambat kemajuan
Kreatif
• Torrance (1964 M) Mendefenisikan kreativitas sebagai proses pertumbuhan sehingga
peka akan masalah ,kekurang sempurnaan, kekurangtahuan, dan seterusnya. Sumbangan
beberapa ilmuwan merupakan sebagai bukti kreativitas yang dipunyainnya dapat ditelaah
dalam buku-buku sejarah ilmu pengetahuan
• Hadiah nobel yang diberikan sejak 1901 M, mencerminkan usaha kreatif para ilmuwan
dalam berbagai bidang
• 4. Langkah-langkah Operasional Metode Ilmiah
Salah satu syarat ilmu pengetahuan ialah bahwa materi pengetahuan itu harus diperoleh
melalui metode ilmiah. Ini berarti bahwa cara memperoleh pengetahun itu menentukan
apakah pengetahuan itu termasuk ilmiah atau tidak. Metode ilmiah tentu saja harus
menjamin akan menghasilkan pengetahuan ilmiah ,yaitu bercirikan objektivitas
,konsisten dan sistematik.


• 5. Keterbatasan dan Keunggulan Metode Ilmiah
Keterbatasan
• Kita telah mengetahui bahwa data yang digunakan untuk mengambil kesimpulan ilmiah
itu berasal dari pengamatan. Kita mengetahui pula bahwa panca indra kita juga
mempunyai keterbatasan kemampuan untuk menangkap suatu fakta. Sehingga tidak
disangsikan lagi bahwa fakt-fakta yang dikumpulkan adalah keliru.
Keunggulan
• Seperti yang telah dijelaskan dimuka, ciri khas ilmu pengetahuan (termasuk IPA) yang
sifat objektif, metodik sistematik dan berlaku umum akan membimbing kita pada sikap
ilmiah terpuji:
– Mencintai kebenaran objektif, bersikap adil akan menjurus kearah hidup yang bahagia
– Menyadari bahwa kebenaran itu tidak absolute maka akan menjurus ke arah mencari
kebenaran terus menerus
– Ilmu pengetahuan membimbing kita untuk tidak berpikir secara prasangka tetapi
berpikir terbuka
– Metode ilmiah juga membimbing kita untuk tidak percaya begitu saja pada kesimpulan
tanpa adanya bukti yang nyata.
– Metode ilmiah juga membimbing kita selalu bersikap optimis, teliti, berni membuat
suatu pernyataan menurut keyakinan ilmiah kita adalah benar.

Epistomokogi
Epistemologi: Pengetahuan, Metode Ilmiah dan Pengetahuan Ilmiah
Januari 4, 2010, 10:19 am
Diarsipkan di bawah: Uncategorized
A. PENDAHULUAN
Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tak
langsung turut memperkaya kehidupan kita. Pengetahuan juga dapat dikatakan sebagai
jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan. Dari sebuah
pertanyaan, diharapkan mendapatkan jawaban yang benar. Maka dari itu muncullah
masalah, bagaimana cara kita menyusun pengetahuan yang benar?. Masalah inilah yang
pada ilmu filsafat di sebut dengan epistimologi. Setiap jenis pengetahuan memiliki ciriciri spesifik atau metode ilmiah mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistimologi), dan
untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan saling memiliki
keterkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu terkait
dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. (Suriasumantri, 2007:105)

Epistemologi merupakan salah satu diantara tiga hal besar yang menentukan pandangan
hidup seseorang. Pandangan disini berkaitan erat dengan kebenaran, baik itu sifat dasar,
sumber maupun keabsahan kebenaran tersebut. Konsep ilmu pengetahuan yang
berkembang pesat dewasa ini beserta aspek-aspek praktis yang ditimbulkannya dapat
dilacak akarnya pada struktur pengetahuan yang membentuknya.
Latar belakang hadirnya pembahasan epistemologi itu adalah karena para pemikir melihat
bahwa panca indra lahir manusia yang merupakan satu-satunya alat penghubung manusia
dengan realitas eksternal terkadang atau senantiasa melahirkan banyak kesalahan dan
kekeliruan dalam menangkap objek luar, dengan demikian, sebagian pemikir tidak
menganggap valid lagi indra lahir itu dan berupaya membangun struktur pengindraan
valid yang rasional. Namun pada sisi lain, para pemikir sendiri berbeda pendapat dalam
banyak persoalan mengenai akal dan rasionalitas, dan keberadaan argumentasi akal yang
saling kontradiksi dalam masalah-masalah pemikiran kemudian berefek pada kelahiran
aliran Sophisme yang mengingkari validitas akal dan menolak secara mutlak segala
bentuk eksistensi eksternal.
Dengan alasan itu, persoalan epistemologi sangat dipandang serius sedemikian sehingga
filosof Yunani, Aristoteles, berupaya menyusun kaidah-kaidah logika sebagai aturan
dalam berpikir dan berargumentasi secara benar yang sampai sekarang ini masih
digunakan. Lahirnya kaidah itu menjadi penyebab berkembangnya validitas akal dan
indra lahir sedemikian sehingga untuk kedua kalinya berakibat memunculkan keraguan
terhadap nilai akal dan indra lahir di Eropa, dan setelah Renaissance dan kemajuan ilmu
empirik, lahir kembali kepercayaan kuat terhadap indra lahir yang berpuncak pada
Positivisme. Pada era tersebut, epistemologi lantas menjadi suatu disiplin ilmu baru di
Eropa yang dipelopori oleh Descartes (1596-1650) dan dikembangkan oleh filosof
Leibniz (1646–1716) kemudian disempurnakan oleh John Locke di Inggris. (Hardono,
1997: 35)
Istilah epistemologi pertama kali dipakai oleh J.F. Feriere dari Institute of Metaphysics
pada tahun 1854 M dengan tujuan membedakan antara 2 cabang filsafat yaitu
epistemologi dengan ontologi. Epistemologi ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal
mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan (Buku Unsur-Unsur Filsafat,
Louis Kattsoff).
Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan,
sedangkan logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan sistematik.
Dengan demikian epistemologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik mengenai
pengetahuan. Dalam Bahasa Inggris epistemologis disebut sebagai The Theory of
Knowledge dan dalam bahasa Indonesia epistemologi disebut filsafat pengetahuan.
Epistemologi is one the core areas of philosophy. It is concerned with the nature, sources
and limits of knowledge. There is a vast array of view about those topics, but one
virtually universal presupposition is that knowledge is true belie, but not mere true belief
(Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy, Taylor and Francis, 2003)
Epistemologi juga disebut logika, yaitu ilmu tentang pikiran. Akan tetapi, logika

dibedakan menjadi dua, yaitu logika minor dan logika mayor. Logika minor mempelajari
struktur berpikir dan dalil-dalilnya, seperti silogisme. Logika mayor mempelajari hal
pengetahuan, kebenaran, dan kepastian yang sama dengan lingkup epistemologi.
Jadi epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan
cabang filsafat yang membahas tentang bagaimana proses yang memungkinkan diperoleh
pengetahuan berupa ilmu, bagaimna prosedurnya, hal-hal apa yang perlu diperhatikan
agar didapat pengetahuan yang benar, apa kriterianya, cara, teknik, sarana apa yang
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan berupa ilmu. Begitu luasnya tentang
Epistemologi, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai Epistemologi dalam
pengetahuan, metode ilmiah dan pengetahuan ilmiah (ilmu) serta metode-metode apa
yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan tersebut.
B. PEMBAHASAN
1. PENGETAHUAN
Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai
ketuhanan, alam manusia dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia setelah mencapai
pengetahuan. Pengetahuan berkaitan erat dengan kebenaran, apakah pengetahuan itu
benar-benar benar atau tidak, untuk itu perlu dimengerti apa itu yang benar dan
bagaimana manusia mengetahui kebenaran.
Pengetahuan memiliki tiga fungsi yaitu menjelaskan, meramalkan dan mengontrol.
Penjelasan keilmuan memungkinkan kita meramalkan apa yang akan terjadi dan
berdasarkan ramalan tersebut dapat dilakukan upaya untuk megontrol agar ramalan itu
menjadi kenyataan atau tidak. Aristotales membagi kerja dasar intelektual ke dalam [1]
memahami obyek, [2] membentuk dan memilah, [3] menalar dari sesuatu yang diketahui
kepada sesuatu yang tidak diketahui.[1] Anasir itu membentuk suatu disiplin yang
ditempuh oleh Aristoteles yang kemudian disebut “Logika”, yang oleh Aristoteles
bertujuan untuk membuat dan menguji inferensi (kesimpulan keilmuan) (Noeng
Muhadjir, 1999:23)
Menurut Encyclopedia of Philosophy, pengetahuan didefinisikan sebagai kepercayaan
yang benar (knowledge is justified true belief). Menurut Sidi Gazalba, pengetahuan
adalah apa yang diketahui atauhasil pekerjaan mengetahui. Mengetahui itu hasil kenal,
sadar, insaf, mengerti, benar dan pandai. Pengetahuan itu harus benar, kalau tidak benar
maka bukan pengetahuan tetapi kekeliruan atau kontradiksi. Pengetahuan merupakan
hasil suatu proses atau pengalaman yang sadar.
Pengetahuan (knowledge) merupakan terminologi generik yang mencakup seluruh hal
yang diketahui manusia. Dengan demikian pengetahuan adalah kemampuan manusia
seperti perasaan, pikiran, pengalaman, pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap
alam dan kehidupannya serta mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan.
Tujuan manusia mempunyai pengetahuan adalah:
a. Memenuhi kebutuhan untuk kelangsungan hidup
b. Mengembangkan arti kehidupan

c. Mempertahankan kehidupan dan kemanusiaan itu sendiri.
d. Mencapai tujuan hidup.
Ada beberapa jenis Pengetahuan yaitu:
a. Pengetahuan biasa (common sense) yang digunakan terutama untuk kehidupan seharihari, tanpa mengetahui seluk beluk yang sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
b. Pengetahuan ilmiah atau Ilmu, adalah pengetahuan yang diperoleh dengan cara khusus,
bukan hanya untuk digunakan saja tetapi ingin mengetahui lebih dalam dan luas untuk
mengetahui kebenarannya, tetapi masih berkisar pada pengalaman.
c. Pengetahuan filsafat, adalah pengetahuan yang tidak mengenal batas, sehingga yang
dicari adalah sebab-sebab yang paling dalam dan hakiki sampai diluar dan diatas
pengalaman biasa.
d. Pengetahuan agama, suatu pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat para
Nabi dan Rosul-Nya. Pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para
pemeluk agama.
Pada suatu saat, manusia ingin mengetahui sesuatu tentang dirinya, dunia sekitarnya,
oranglain, yang baik dan yang buruk, yang indah dan jelek, dan macam-macam lagi. Jika
ingin mengetahui sesuatu, tentu ada suatu dorongan dari dalam diri manusia yang
mengajukan pertanyaan yang perlu jawaban yang memuaskan keingintahuannya.
Dorongan itu disebut rasa ingin mengetahui.
Sesuatu yang diketahui manusia disebut pengetahuan. Pengetahuan yang memuaskan
manusia adalah pengetahuan yang benar. Pengetahuan yang tidak benar adalah
kekeliruan. Keliru seringkali lebih jelek dari pada tidak tahu. Pengetahuan yang keliru
dijadikan tindakan/perbuatan akan menghasilkan kekeliruan, kesalahan dan malapetaka.
Sasaran atau objek yang ingin diketahui adalah sesuatu yang ada, yang mungkin ada,
yang pernah ada dan sesuatu yang mengadakan. Dengan demikian manusia dirangsang
keingintahuannya oleh alam sekitarnya melalui indranya dan pengalamannya. Hasil
gejala mengetahui adalah manusia mengetahui secara sadar bahwa dia telah mengetahui.
. Dalam hal ini penulis berpendapat bahwa Pengetahuan pada hakekatnya merupakan
segenap apa yang kita ketahui tentang suatu objek tertentu, termasuk ke dalamnya adalah
ilmu, jadi ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia di
samping berbagai pengetahuan lainnya seperti seni dan agama.
A. Hakekat Pengetahuan
Ada dua teori yang digunakan untuk mengetahui hakekat Pengetahuan:
1. Realisme, teori ini mempunyai pandangan realistis terhadap alam. Pengetahuan adalah
gambaran yang sebenarnya dari apa yang ada dalam alam nyata.
2. Idealisme, teori ini menerangkan bahwa pengetahuan adalah proses-proses
mental/psikologis yang bersifat subjektif. Pengetahuan merupakan gambaran subjektif
tentang sesuatu yang ada dalam alam menurut pendapat atau penglihatan orang yang
mengalami dan mengetahuinya. Premis pokok adalah jiwa yang mempunyai kedudukan
utama dalam alam semesta.
B. Sumber Pengetahuan

Ada beberapa pendapat tentang sumber pengetahuan antara lain:
1. Empirisme, menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman
(empereikos= pengalaman). Dalam hal ini harus ada 3 hal, yaitu yang mengetahui
(subjek), yang diketahui (objek) dan cara mengetahui (pengalaman). Tokoh yang
terkenal: John Locke (1632 –1704), George Barkeley (1685 -1753) dan David Hume.
2. Rasionalisme, aliran ini menyatakan bahwa akal (reason) merupakan dasar kepastian
dan kebenaran pengetahuan, walaupun belum didukung oleh fakta empiris. Tokohnya
adalah Rene Descartes (1596 –1650, Baruch Spinoza (1632 –1677) danGottriedLeibniz
(1646 –1716).
3. Intuisi. Dengan intuisi, manusia memperoleh pengetahuan secara tiba-tiba tanpa
melalui proses pernalaran tertentu. Henry Bergson menganggap intuisi merupakan hasil
dari evolusi pemikiran yang tertinggi, tetapi bersifat personal.
4. Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang
terpilih untuk menyampaikannya (NabidanRosul). Melalui wahyu atau agama, manusia
diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau
oleh manusia.
2. METODE ILMIAH
Kata metode berasal bahasa Yunani yaitu kata “methos” yang terdiri dari unsur kata
berarti cara, perjalanan sesudah, dan kata “kovos” berarti cara perjalanan, arah. Metode
merupakan kajian atau telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan
asas-asas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian
ilmiah.
Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu.
Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Metode,
menurut Senn, merupakan prosedur atau cara mengetahui sesuatu, yang memiliki
langkah-langkah yang sistematis. Metodologi ilmiah merupakan pengkajian dalam
mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut. Jadi metodologi ilmiah
merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah.
Proses kegiatan ilmiah, menurut Riychia Calder, dimulai ketika manusia mengamati
sesuatu. Secara ontologis ilmu membatasi masalah yang diamati dan dikaji hanya pada
masalah yang terdapat dalam ruang lingkup jangkauan pengetahuan manusia. Jadi ilmu
tidak mempermasalahkan tentang hal-hal di luar jangkauan manusia. Karena yang
dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia yang nyata pula.
Einstein menegaskan bahwa ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun
juga teori-teori yang menjembatani antara keduanya. Teori yang dimaksud di sini adalah
penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut, tetapi merupakan
suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan
pengalaman empiris. Artinya, teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang
berkesusaian dengan obyek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun
meyakinkannya, harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatakan benar.
Di sinilah pendekatan rasional digabungkan dengan pendekatan empiris dalam langkahlangkah yang disebut metode ilmiah. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya
secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan
yang sesuai dengan fakta dari yang tidak.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kebenaran, antara lain sebagai berikut:
1. The correspondence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran atau keadaan benar

itu berupa kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang
sungguh merupakan halnya atau faktanya.
2. The consistence theory of truth. Menurut teori ini, kebenaran tidak dibentuk atas
hubungan antara putusan dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas
hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Dengan kata lain bahwa kebenaran
ditegaskan atas hubungan antara yang baru itu dengan putusan-putusan lainnya yang
telah kita ketahui dan kita akui benarnya terlebih dahulu.
3. The pragmatic theory of truth. Yang dimaksud dengan teori ini ialah bahwa benar
tidaknya sesuatu ucapan, dalil, atau teori semata-mata bergantung kepada berfaedah
tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam
kehidupannya.
Dari tiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kebenaran adalah kesesuaian arti
dengan fakta yang ada dengan putusan-putusan lain yang telah kita akui kebenarannya
dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia.
Sedangkan nilai kebenaran itu bertingkat-tingkat, sebagai mana yang telah diuraikan oleh
Andi Hakim Nasution dalam bukunya Pengantar ke Filsafat Sains, bahwa kebenaran
mempunyai tiga tingkatan, yaitu haq al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan ‘ilm al-yaqin. Adapun
kebenaran menurut Anshari mempunyai empat tingkatan, yaitu:
1. Kebenaran wahyu
2. Kebenaran spekulatif filsafat
3. Kebenaran positif ilmu pengetahuan
4. Kebenaran pengetahuan biasa.
Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut dan mutlak benar, sedang
pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif, mungkin benar dan mungkin
salah. Jadi, apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada
sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita
amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan.
Karena itu, kebenaran mutlak hanya ada pada Tuhan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan
selalu berubah-rubah dan berkembang.
Menurut kajian epistemologi terdapat beberapa metode untuk memperoleh pengetahuan,
diantaranya adalah :
1. Metode Empirisme
Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada
pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat
kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan
bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya
(secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera.
Menurut John Locke (Bapak Empirisme Britania) berkata, waktu manusia dilahirkan,
akalnya merupakan sejenis buku catatan kosong, dan didalam buku catatan itulah dicatat
pengalaman-pengalaman indera. Akal merupakan sejenis tempat penampungan, yang
secara prinsip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Proses terjadinya pengetahuan
menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang
merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke
otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapantanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya
adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah

berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca
indera manusia.
2. Metode Rasionalisme
Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode
untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme
menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi
akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak
Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui
cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai :
a. Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.
b. Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan
kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.
Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau
sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.
3. Metode Fenomenalisme
Immanuel Kant adalah filsuf Jerman abad XX yang melakukan kembali metode untuk
memperoleh pengetahuan setelah memperhatikan kritikan-kritikan yang dilancarkan oleh
David Hume terhadap pandangan yang bersifat empiris dan rasionalisme. Menurut Kant,
metode untuk memperoleh pengetahuan tidaklah melalui pengalaman melainkan
ditumbuhkan dengan pengalaman-pengalaman empiris disamping pemikiran akal
rasionalisme. Syarat dasar bagi ilmu pengetahuan adalah bersifat umum dan mutlak serta
memberi pengetahuan yang baru. Menurutnya ada empat macam pengetahuan :
a. Pengetahuan analisis a priori yaitu pengetahuan yang dihasilkan oleh analisa terhadap
unsur-unsur pengetahuan yang tidak tergantung pada adanya pengalaman, atau yang ada
sebelum pengalaman.
b. Pengetahuan sintesis a priori, yaitu pengetahuan sebagai hasil penyelidikan akal
terhadap bentuk-bentuk pengalamannya sendiri yang mempersatukan dan penggabungan
dua hal yang biasanya terpisah.
c. Pengetahuan analitis a posteriori, yaitu pengetahuan yang terjadi sebagai akibat
pengalaman.
d. Pengetahuan sintesis a posteriori yaitu pengetahuan sebagai hasil keadaan yang
mempersatukan dua akibat dari pengalaman yang berbeda.
Pengetahuan tentang gejala (phenomenon) merupakan pengetahuan yang paling
sempurna, karena ia dasarkan pada pengalaman inderawi dan pemikiran akal, jadi Kant
mengakui dan memakai empirisme dan rasionalisme dalam metode fenomenologinya
untuk memperoleh pengetahuan.
4. Metode Intuisionisme
Metode intuisionisme adalah suatu metode untuk memperoleh pengetahuan melalui
intuisi tentang kejadian sesuatu secara nisbi atau pengetahuan yang ada perantaraannya.
Menurut Henry Bergson, penganut intusionisme, intuisi adalah suatu sarana untuk
mengetahui suatu pengetahuan secara langsung. Metode intuisionisme adalah metode
untuk memperoleh pengetahuan dalam bentuk perbuatan yang pernah dialami oleh
manusia. Jadi penganut intuisionisme tidak menegaskan nilai pengalaman inderawi yang
bisa menghasilkan pengetahuan darinya. Maka intuisionisme hanya mengatur bahwa
pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi.
5. Metode Ilmiah

Pada metode ilmiah, untuk memperoleh pengetahuan dilakukan dengan cara
menggabungkan pengalaman dan akal pikiran sebagai pendekatan bersama dan dibentuk
dengan ilmu. Secara sederhana teori ilmiah harus memenuhi 2 syarat utama yaitu harus
konsisten dengan teori-teori sebelumnya dan harus cocok dengan fakta-fakta empiris
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan induktif dimana
rasionalisme dan empirisme berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme
korektif. Metode ilmiah diawali dengan pengalaman-pengalaman dan dihubungkan satu
sama lain secara sistematis dengan fakta-fakta yang diamati secara inderawi. Untuk
memperoleh pengetahuan dengan metode ilmiah diajukan semua penjelasan rasional
yang statusnya hanyalah bersifat sementara yang disebut hipotesis sebelum teruji
kebenarannya secara empiris. Hipotesis, yaitu dugaan atau jawaban sementara terhadap
permasalahan yang sedang kita hadapi.
Untuk memperkuat hipotesis dibutuhkan dua bahan-bahan bukti yaitu bahan-bahan
keterangan yang diketahui harus cocok dengan hipotesis tersebut dan hipotesis itu harus
meramalkan bahan-bahan yang dapat diamati yang memang demikian keadaannya. Pada
metode ilmiah dibutuhkan proses peramalan dengan deduksi. Deduksi pada hakikatnya
bersifat rasionalistis dengan mengambil premis-premis dari pengetahuan ilmiah yang
sudah diketahui sebelumnya.
Menurut AR Lacey untuk menemukan kebenaran yang pertama kali dilakukan adalah
menemukan kebenaran dari masalah, melakukan pengamatan baik secara teori dan
ekperimen untuk menemukan kebenaran, falsification atau operasionalism (experimental
opetarion, operation research), konfirmasi kemungkinan untuk menemukan kebenaran,
Metode hipotetico – deduktif, Induksi dan presupposisi/teori untuk menemukan
kebenaran fakta
Kerangka berpikir yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikasi ini pada dasarnya
terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
a. Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas
batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b. Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis yang merupakan
argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mubgkin terdapat antara berbagai faktor
yang saling mengkait dan bentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun
secara rasional berdasrakan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan
memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.
c. Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap
pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir
yang dikembangkan.
d. Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan
hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang
mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
e. Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang
diajukan itu di tolak atau diterima. Seandainya dalam pengujian terdapat fakta-fakta yang
cukup dan mendukung maka hipotesis tersebut akan diterima dan sebaliknya jika tidak
didukung fakta yang cukup maka hipotesis tersebut ditolak. Hipotesis yang diterima
dianggap menjadi bagian dari pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi persyaratan
keilmuan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten dengan pengetahuan
ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenarannya.

3. PENGETAHUAN ILMIAH
Pengetahuan Ilmiah atau Ilmu (Science) pada dasarnya merupakan usaha untuk
mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan seharihari yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan
berbagai metode. Ilmu merupakan suatu metode berfikir secara objektif yang bertujuan
untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap gejala dan fakta melalui observasi,
eksperimen dan klasifikasi. Ilmu harus bersifat objektif, karena dimulai dari fakta,
menyampingkan sifat kedirian, mengutamakan pemikiran logik dan netral.
Secara defenitif, logika dapat dipahami sebagai studi tentang metode-metode dan prinsipprinsip yang dipergunakan untuk membedakan penalaran yang lurus dari penalaran yang
tidak lurus. Arti lain dari logika itu adalah pengetahuan dan keterampilan untuk berpikir
lurus. Jadi logika itu berhubungan dengan kegiatan berpikir, namun bukan sekedar
berpikir sebagaimana merupakan kodrat rasional manusia sendiri, melainkan berpikir
lurus (E. Sumaryono, 1999:71). Dari defenisi itu jelas bahwa logika itu terkait dengan
“jalan berpikir” [metode], dan memuat sejumlah pengetahuan yang sistematis dan
berdasarkan pada hukum keilmuan sehingga orang dapat berpikir dengan tepat, teratur
dan lurus. Artinya, ber-logika berarti belajar menjadi terampil. Karena itu kegiatan
berlogika adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk melatih skill berpikir seseorang.
Berfikir dan pengetahuan merupakan dua hal yang menjadi ciri keutamaan manusia,
tanpa pengetahuan manusia akan sulit berfikir dan tanpa berfikir pengetahuan lebih lanjut
tidak mungkin dapat dicapai, oleh karena itu nampaknya berfikir dan pengetahuan
mempunyai hubungan yang sifatnya siklikal.
Gerak sirkuler antara berfikir dan pengetahuan akan terus membesar mengingat
pengetahuan pada dasarnya bersifat akumulatit, semakin banyak pengetahuan yang
dimiliki seseorang semakin rumit aktivitas berfikir, demikian juga semakin rumit
aktivitas berfikir semakin kaya akumulasi pengetahuan. Semakin akumulatif pengetahuan
manusia semakin rumit, namun semakin memungkinkan untuk melihat pola umum serta
mensistimatisirnya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah
(ilmu), disamping itu terdapat pula orang-orang yang tidak hanya puas dengan
mengetahui, mereka ini mencoba memikirkan hakekat dan kebenaran yang diketahuinya
secara radikal dan mendalam, maka lahirlah pengetahuan filsafat, oleh karena itu berfikir
dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam (1) Berfikir biasa dan
sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial); (2) Berfikir
sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu); (3)
Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat).
Dari ketiga jenis berfikir tersebut, cara berfikir yang sistematis merupakan cara untuk
menghasilkan suatu pengetahuan ilmiah.
C. KESIMPULAN
Epistemologi adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Ia merupakan
cabang filsafat yang membahas tentang bagaimana proses yang memungkinkan diperoleh
pengetahuan berupa ilmu, bagaimna prosedurnya, hal-hal apa yang perlu diperhatikan
agar didapat pengetahuan yang benar, apa kriterianya, cara, teknik, sarana apa yang
digunakan untuk mendapatkan pengetahuan berupa ilmu.

Pengetahuan adalah kemampuan manusia seperti perasaan, pikiran, pengalaman,
pengamatan, dan intuisi yang mampu menangkap alam dan kehidupannya serta
mengabstraksikannya untuk mencapai suatu tujuan. Pengetahuan yang diakui dan teruji
kebenarannya melalui metode ilmiah disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan
(sains).
Ilmu pengetahuan diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis
(metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa,
matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan
induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan
pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun
pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu
memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode
ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan
kenyataan empiris atau tidak.
berfikir dan pengetahuan dilihat dari ciri prosesnya dapat dibagi ke dalam (1) Berfikir
biasa dan sederhana menghasilkan pengetahuan biasa (pengetahuan eksistensial); (2)
Berfikir sistematis faktual tentang objek tertentu menghasilkan pengetahuan ilmiah
(ilmu); (3) Berfikir radikal tentang hakekat sesuatu menghasilkan pengetahuan filosofis
(filsafat).
DAFTAR PUSTAKA
Hamami, Abbas, 1997, Epistemologi Ilmu. Yogyakarta: Fakultas Filsafat Universitas
Gadjah Mada.
Hardono, Hadi, 1997, Epistemologi, Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta:Kanisius.
Kartanegara, Mulyadi, 2003, Pengantar Epistemologi Islam, Bandung: Mizan.
Lubis, Mochtar, 1978, Manusia Indonesia, Jakarta: Yayasan Idayu.
Nasution, Andi Hakim, 1988, Pengantar Filsafat Sains. Jakarta: Litera Antar Nusa.
Suriasmantri, Jujun S. , 2000, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar
Harapan.
Watloly, Anoliab, 2005, Tanggung Jawab Pengetahuan Mempertimbangkan Epistimologi
Secara Kultural ,Yogyakarta : Kanisius

Criteria metode ilmiah
1. Apakah yang dimaksud dengan Metode Ilmiah
29 Maret 2008 in Penelitian | Tags: metode ilmiah, Penelitian | by dossuwanda

51 Votes

Oleh : A. Nashrudin, S.IP, M,Si.
(Dosen Stikom WJB Serang)
Metode ilmiah boleh dikatakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh
pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh
interelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilmiah berkehendak untuk
mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian
sistematis. Karena itu, penelitian dan metode ilmiah mempunyai hubungan yang dekat
sekali, jika tidak dikatakan sama. Dengan adanya metode ilmiah, pertanyaan-pertanyaan
dalam mencari dalil umum akan mudah terjawab, seperti menjawab seberapa jauh,
mengapa begitu, apakah benar, dan sebagainya.
Menurut Almadk (1939),” metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis
terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975)
berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh
sesuatu interelasi.”
Metode ilmiah dalam meneliti mempunyai kriteria serta langkah-langkah tertentu dalam
Metode ilmiah bekerja. seperti di bawah ini.
Kriteria
1. Berdasarkan fakta
2. Bebas dari prasangka
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisa
4. Menggunakan hipolesa
5. Menggunakan ukuran objektif
6. Menggunakan teknik kuantifikasi
Langkah-langkah
1. Memilih dan mendefinisikan masalah.
2. Survei terhadap data yang tersedia.
3. Memformulasikan hipotesa.
4. Membangun kerangka analisa serta alat-alat dalam menguji hipotesa.
5. Mengumpulkan data primair.
6. Mengolah, menganalisa serla membuat interpretasi.
7. Membual generalisasi dan kesimpulan.
8. Membuat Laporan
KRITERIA METODE IMIAH
Supaya suatu metode yang digunakan dalam penelitian disebut metode ilmiah, maka
metode tersebut harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
1. Berdasarkan fakta.
2. Bebas dari prasangka (bias)
3. Menggunakan prinsip-prinsip analisa.
4. Menggunakan hipotesa
5. Menggunakah ukuran objektif.
6. Menggunakan teknik kuantifikasi.

6.1. Berdasarkan Fakta
Keterangan-keterangan yang ingin diperoleh dalam penelitian, baik yang akan
dikumpulkan dan yang dianalisa haruslah berdasarkan fakta-fakta yang nyata. Janganlah
penemuan atau pembuktian didasar-kan pada daya khayal, kira-kira, legenda-legenda
atau kegiatan sejenis.
6.2. Bebas dari Prasangka
Metode ilmiah harus mempunyai sifat bebas prasangka, bersih dan jauh dari
pertimbangan subjektif. Menggunakan suatu fakta haruslah dengan alasan dan bukti yang
lengkap dan dengan pembuktian yang objektif.
6.3. Menggunakan Prinsip Analisa
Dalam memahami serta member! arti terhadap fenomena yang kompleks, harus
digunakan prinsip analisa. Semua masalah harus dicari sebab-musabab serta
pemecahannya dengan menggunakan analisa yang logis, Fakta yang mendukung tidaklah
dibiarkan sebagaimana adanya atau hanya dibuat deskripsinya saja. Tetapi semua
kejadian harus dicari sebab-akibat dengan menggunakan analisa yang tajam.
6.4. Menggunakan Hipotesa
Dalam metode ilmiah, peneliti harus dituntun dalam proses berpikir dengan
menggunakan analisa. Hipotesa harus ada untuk mengonggokkan persoalan serta
memadu jalan pikiran ke arah tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil yang ingin
diperoleh akan mengenai sasaran dengan tepat. Hipotesa merupakan pegangan yang khas
dalam menuntun jalan pikiran peneliti.
6.5. Menggunakan Ukuran Obyektif
Kerja penelitian dan analisa harus dinyatakan dengan ukuran yang objektif. Ukuran tidak
boleh dengan merasa-rasa atau menuruti hati nurani. Pertimbangan-pertimbangan harus
dibuat secara objektif dan dengan menggunakan pikiran yang waras.
6.6. Menggunakan Teknik Kuantifikasi
Dalam memperlakukan data ukuran kuantitatif yang lazim harus digunakan, kecuali
untuk artibut-artibut yang tidak dapat dikuantifikasikan Ukuran-ukuran seperti ton, mm,
per detik, ohm, kilogram, dan sebagainya harus selalu digunakan Jauhi ukuran-ukuran
seperti: sejauh mata memandang, sehitam aspal, sejauh sebatang rokok, dan sebagai¬nya
Kuantifikasi yang termudah adalah dengan menggunakan ukuran nominal, ranking dan
rating
LANGKAH DALAM METODE ILMIAH
Pelaksanaan penelitian dengan menggunakan metode ilmiah harus mengikuti langkah-

langkah tertentu. Marilah lebih dahulu ditinjau langkah-langkah yang diambil oleh
beberapa ahli dalam mereka melaksanakan penelitian.
Schluter (1926) memberikan 15 langkah dalam melaksanakan penelitian dengan metode
ilmiah. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan bidang, topik atau judul penelitian.
2. Mengadakan survei lapangan untuk merumuskan masalah-malalah yang ingin
dipecahkan.
3. Membangun sebuah bibliografi.
4. Memformulasikan dan mendefinisikan masalah.
5. Membeda-bedakan dan membuat out-line dari unsur-unsur permasalahan.
6. Mengklasifikasikan unsur-unsur dalam masalah menurut hu-bungannya dengan data
atau bukti, baik langsung ataupun tidak langsung.
7. Menentukan data atau bukti mana yang dikehendaki sesuai dengan pokok-pokok dasar
dalam masalah.
8. Menentukan apakah data atau bukti yang dipertukan tersedia atau tidak.
9. Menguji untuk diketahui apakah masalah dapat dipecahkan atau tidak.
10. Mengumpulkan data dan keterangan yang diperlukan.
11. Mengatur data secara sistematis untuk dianalisa.
12. Menganalisa data dan bukti yang diperoleh untuk membuat interpretasi.
13. Mengatur data untuk persentase dan penampilan.
14. Menggunakan citasi, referensi dan footnote (catatan kaki).
15. Menulis laporan penelitian.
Dalain melaksanakan penelitian secara ilmiah. Abclson (1933) mcmberikan langkahlangkah berikut:
1. Tentukan judul. Judul dinyatakan secara singkat
2. Pemilihan masalah. Dalam pemilihan ini harus: a). Nyatakan apa yang disarankan oleh
judul. b). Berikan alasan terhadap pemilihan tersebut. Nyatakan perlunya diselidiki
masalah menurut kepentingan umum. c). Sebutkan ruang lingkup penelitian. Secara
singkat jelaskan materi. situasi dan hal-hal lain yang menyangkut bidang yang akan
diteliti.
3. Pemecahan masalah. Dalain niemecahkan masalah harus diikuti hal-hal berikut: a).
Analisa harus logis. Aturlah bukti dalam bnntuk yang sistematis dan logis. Demikian juga
halnya unsur-unsur yang dapat memecahkan masalah. b). Proscdur penelitian yang
digunakan harus dinyatakan secara singkat. c) Urutkan data, fakta dan keteranganketerangan khas yang diperlukan d). Harus dinyatakan bagaimana set dari data diperoleh
termasuk referensi yang digunakan. e). Tunjukkan cara data dilola sampai mempunyai
arti dalam memecahkan masalah. f). Urutkan asumsi-asumsi yang digunakan serta
luibungannya dalam berbagai fase penelitian.
4. Kesimpulan

a). Berikan kesimpulan dari hipotesa. nyatakan dua atau tiga kesimpulan yang mungkin
diperoleh b). Berikan implikasi dari kesimpulan. Jelaskan bebernpa implikasi dari produk
hipotesa dengan member