Suku Sambas opam ikk sambas

Suku Sambas
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Suku Melayu Sambas
Jumlah populasi
kurang lebih 700.000.
Kawasan dengan konsentrasi signifikan
Kabupaten Sambas
Bahasa
Indonesia, Melayu Sambas, dan lain-lain.
Agama
Islam
Kelompok etnik terdekat
Dayak, Melayu
Suku Sambas (Melayu Sambas) adalah suku bangsa atau etnoreligius Muslim
yang berbudaya melayu, berbahasa Melayu dan menempati sebagian besar
wilayah Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kota Singkawang dan
sebagian kecil Kabupaten Pontianak- Kalimantan Barat. Suku Melayu Sambas
terkadang juga disebut Suku Sambas, tetapi penamaan tersebut jarang
digunakan oleh masyarakat setempat.

Secara linguistik Suku Sambas merupakan bagian dari rumpun Suku Dayak,
khususnya dayak Melayik yang dituturkan oleh 3 suku Dayak : Dayak
Meratus/Bukit (alias Banjar arkhais yang digolongkan bahasa Melayu), Dayak
Iban dan Dayak Kendayan (Kanayatn). Tidak termasuk Banjar, Berau, Kedayan
(Brunei), Senganan, Sambas yang dianggap berbudaya Melayu. Sekarang
beberapa suku berbudaya Melayu yang sekarang telah bergabung dalam suku
Dayak adalah Kutai, Tidung dan Bulungan (keduanya rumpun Borneo Utara)
serta Paser (rumpun Barito Raya).
Pada awalnya Sambas bukanlah nama suku, akan tetapi nama tempat/wilayah
dan nama Kerajaan yang berada tepat di pertemuan 3 sungai yaitu sungai
Sambas Kecil, sungai Subah dan sungai Teberau yang lebih dikenal dengan

Muara Ulakan. Seluruh masyarakat asli Kalimantan sendiri sebenarnya adalah
Serumpun, Antara Ngaju, Maanyan, Iban, Kenyah, Kayatn, Kutai ( Lawangan Tonyoi - Benuaq ), Banjar ( Ngaju, Iban , maanyan, dll ), Tidung, Paser, dan
lainnya. Hanya saja Permasalahan Politik Penguasa dan Agama menjadi jurang
pemisah antara keluarga besar ini. Mereka yang meninggalkan kepercayaan
lama akhirnya meninggalkan adatnya karena lebih menerima kepercayaan baru
dan berevolusi menjadi Masyarakat Melayu Muda. Khususnya
dalam Islam maupun Nasrani, hal - hal adat yang bertolak belakang dengan
ajaran akan ditinggalkan. Sedangkan yang tetap teguh dengan kepercayaan

lama disebut dengan Dayak. Adat-istiadat lama Suku Melayu Sambas banyak
kesamaan dengan adat-istiadat Suku Dayak rumpun Melayik misalnya; tumpang
1000, tepung tawar, dan lainnya yang bernuansa Hindu.
Secara administratif, Suku Sambas merupakan suku baru yang muncul dalam
sensus tahun 2000 dan merupakan 12% dari penduduk Kalimantan Barat,
sebelumnya suku Sambas tergabung ke dalam suku Melayu pada sensus 1930.
Sehubungan dengan hal tersebut kemungkinan "Dialek Melayu Sambas"
meningkat statusnya dari sebuah dialek menjadi bahasa kesukuan yaitu Bahasa
Suku Sambas.
Perubahan Suku Sambas secara drastis setelah masuk Islam, hampir menghapus
jejak asal muasalnya yaitu Suku asli yang mendiami pulau Kalimantan.
Kebudayaan Melayu yang dianggap lebih "beradab", membantu menghilangkan
budaya Dayak pada Suku Sambas dengan cepat. Sehingga Sambas yang
dahulunya beragama Hindu Kaharingan kehilangan jejak Kaharingan, walaupun
sebagian kecil ada yang tersisa. Akibatnya orang lebih yakin Sambas adalah
Melayu, padahal tidaklah demikian. Tentu saja segala hal dalam adat lawas
dianggap syirik (bertentangan dengan agama) jadi harus dimusnahkan dan
ditinggalkan.
Sulitnya data semakin mempersulit para peneliti untuk mencari jejak asal muasal
Suku Sambas. Membuat hasil penelitian terlihat ambigu bahkan samar. Peneliti

seringkali mengklasifikasikan berdasarkan bahasa, sedangkan menurut orang
Kutai dan Tunjung-Benuaq mengenal tradisi lisan yang mengklasifikasikan
golongan berdasarkan budaya dan sejarah budayanya serta geneologi. Oleh
karena itulah Suku Sambas diklasifikasikan ke dalam suku Dayak berbudaya
Melayu.
Namun, berdasarkan kajian dengan pendekatan sejarah, asal usul masyarakat
yang sekarang disebut Melayu Sambas adalah hasil asimilasi beberapa suku
bangsa di Nusantara yaitu yang sekarang disebut Melayu Sambas adalah
asimilasi dari Orang Melayu (yang datang dari Sumatera dan Semenanjung
Malaya sekitar abad ke-5 M hingga 9 M pada masa Kerajaan Malayu atau masa
awal Kerajaan Sriwijaya), Orang Dayak (penduduk lebih awal yang secara turun
temurun sebelumnya telah mendiami Sungai Sambas dan percabangannya),

Orang Jawa (yaitu serombongan besar Bangsawan Majapahit keturunan
Wikramawardhana bersama para pengukutnya yang melarikan diri secara
boyongan dari Majapahit karena perang sesama Bangsawan di Majapahit pada
awal abad ke-15 M yang kemudian mendirikan sebuah Panembahan di wilayah
Sungai Sambas) serta Orang Bugis (para Nakhoda dan pembuat kapal bersama
keluarganya dari Sulawesi yang kemudian membentuk sebuah perkampungan
Bugis yang bekerja untuk Sultan-Sultan Sambas pada masa awal dan

pertengahan Kesultanan Sambas).
Masyarakat Melayu Sambas secara Budaya dan Intelektual adalah yang
terkemuka di Kalimantan Barat, beberapa budaya Melayu Sambas yang masih
populer di kalangan Masyarakat Kalimantan Barat dari dulu (masa Kerajaan)
hingga sekarang diantaranya adalah Kain Khas yaitu yang disebut Kain Sambas /
Kaing Lunggi / Kain Songket Sambas, Makanan Khas yang disebut Bubbor Paddas
/ Bubur Pedas (dengan khas menggunakan daun Kesum / daun Kesuma), LaguLagu Daerah Sambas (dari masa lampau / Kerajaan) sangat mendominasi
khazanah lagu-lagu daerah di Kalbar hingga sekarang disamping Lagu-lagu
daerah Dayak dan banyak lagu-lagu daearah Sambas itu adalah berstatus
anonim yang tidak diketahui siapa pembuatnya karena sudah begitu lama yang
dilantunkan secara turun temurun dari generasi ke generasi seperti Lagu Alok
Galing, Cik cik Periuk, Kapal Belon dan lainnya, Tarian Daerah Khas Sambas
seperti Tandak Sambas, Jepin dan lainnya.
Pada masa Kerajaan (Kesultanan Sambas) masyarakat Melayu Sambas juga
terkenal sangat Agamis (Islam) yang paling terkemuka di Kalimantan Barat
sehingga sempat disebut sebagai "Serambi Makkah" Kalimantan Barat. Pada
masa Kerajaan, Ulama-Ulama Islam dari Kesultanan Sambas sangat terkemuka
dibanding Kerajan-Kerajaan lainnya di Kalimantan Barat ini, bahkan Ulama-Ulama
Islam dari Kesultanan Sambas telah ada yang berkaliber Internasional misalnya
pada abad ke-19 M ada Ulama Kesultanan Sambas yang bernama Shekh Khatib

Achmad As Sambasi yang menjadi Ulama di Makkah Al Mukarramah dan menjadi
Pemimpin Ulama-Ulama Nusantara yang menuntut Ilmu Agama di Makkah
dengan gelar Shekh Sharif Kamil Mukammil. Kemudian pada abad ke-20 M ada
Ulama Kesultanan Sambas bernama Shekh Muhammad Basuni Imran (Mufti
Kesultanan Sambas) yang adalah lulusan Al Azhar kairo, Mesir yang terkenal di
Timur Tengah karena suratnya kepada Mufti Mesir yang berjudul "Mengapa Umat
Islam saat ini Mengalami Kemunduran". Jejak kejayaan Islam di Sambas itu yang
masih nampak pada sekitar tahun 80-an dimana Qori-qori dari Sambas cukup
mendominasi dalam mewakili Kalimantan Barat di tingkat Nasional dan
Internasional.
Sedangkan pada masa Kerajaan, Kesultanan Sambas adalah sebuah Kerajaan
Maritim (Pesisir) yang sempat menjadi Kerajaan terbesar di wilayah Borneo Barat
(Kalimantan Barat) selama sekitar 100 tahun (dari awal tahun 1700-an hingga
awal tahun 1800-an). Urutan Kerajaan-Kerajaan terbesar di Kalimantan Barat dari
awal adalah Kerajaan Tanjung Pura yang setelah runtuh dilanjutkan oleh
Kesultanan Sukadana, lalu ketika Kesultanan Sukadana melemah posisi Kerajaan
terbesar di Kalimantan Barat itu beralih dipegang oleh Kesultanan Sambas yang

kemudian setelah masuknya Belanda ke wilayah Kalimantan Barat pada tahun
1818 posisi Kerajaan terbesar di Kalimantan Barat beralih dipegang oleh

Kesultanan Pontianak. Kesultanan Sambas berdiri pada tahun 1671 M yang
kemudian memerintah selama sekitar 279 tahun melalui Pemerintahan 15
Sultan-Sultan Sambas dan 2 Ketua Majelis Kesultanan Sambas secara turun
temurun hingga kemudian berakhirnya Pemerintahan Kesultanan Sambas
dengan bergabung ke dalam Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1950.
Kabupaten Sambas terkenal dengan sebuah peninggalan sejarah yaitu sebuah
keraton peninggalan Kesultanan Sambas. Penduduknya mayoritas melayu, dan
berbahasa melayu. Sebagian besar bahasa yang digunakan adalah sama.
Bahasa Melayu sangat mudah dipahami, apalagi bagi orang yang mendengar
orang Betawi berbicara, karena kurang lebih bahasa Betawi dan Melayu sama,
misalnya: Seseorang berbicara, "Kamu mau ke mana?", jika dalam bahasa
melayu "Kau nak ke mane", (penyebutan "e" dalam bahasa melayu, sedangkan
bahasa suku Sambas membunyikan "e" seperti bunyi pada kata "lele". Keunikan
lain dari bahasa Melayu Sambas adalah pengucapan huruf ganda seperti dalam
Bahasa [Melayu] Berau di Kalimantan Timur, seperti pada kata 'bassar' (artinya
besar dalam bahasa indonesia).
Jika menilik kebelakang Sambas pra Islam maka dapat kita tarik dari dua sisi,
Pertama; Sambas dari sisi Budaya dan Kedua Sambas dari sisi Bahasa. Kita akan
lihat dari sisi pertama yakni sisi Bahasa. Suku Sambas dari sisi bahasa
merupakan rumpun terdekat dari Bahasa Banyuke (Dayak Kanayatn atau

rumpun bahasa Selako). Sangat banyak kosa kata yang sama antara kedua
bahasa tersebut. Bahasa Sambas memiliki dialeg tersendiri setelah turun
temurun beradaptasi dengan lingkungan dan peradaban. Sebelum menjadi
Melayu tentu Sambas pra Melayu adalah juga Dayak atau turunan dari Dayak.
Hal itu tidak mungkin dipungkiri sebab secara wilayah pun Sambas berada
sangat dekat dengan wilayah Dayak Kanayatn (Selako) atau Dayak berbahasa
Bangahe dan Bangape bahkan wilayah tersebut tanpa batas sungai atau laut.
Hal itu memungkinkan terjadinya perubahan bahasa setelah orang Sambas yang
sejatinya Dayak beragama Hindu awal berubah menjadi Dayak Islam dan
menciptakan budaya baru dan dialeg bahasa baru dengan tidak meninggalkan
akar kosa katanya.
Kedua dari sisi Budaya. Suku Sambas sejatinya pra Islam tentu berbudaya
Dayak, hal itu dapat dilihat dari silsilah keturunannya, hak kepemilikan atas
hutan, tanah dan adat istiadat. Sambas pra Islam memiliki budaya perladangan
dan pertanian dengan peralatan pertanian dan gaya hidup budaya yang sama
bahkan setelah memeluk Islampun budaya perladangan dan pertaniannyapun
tidak berubah, bahkan peralatan pertaniannya serta gaya budayanyapun sama.
Artinya Suku Sambas berasal dan berawal dari satu rumpun yang sama sebagai
orang Dayak Kalimantan yang pada periode tertentu telah memeluk agama
Islam dan mendirikan suatu pemerintahan berbentuk kerajaan yang kemudian

disebut sebagai Kerajaan Sambas.

Setelah Belanda masuk ke Indonesia dan masuk ke wilayah Kalimantan Barat
barulah dimulai era perselisihan akibat dibenturkan oleh politik Devide et
Impera. Politik Devide et Impera inilah yang membuat perbedaan-perbedaan
menjadi semakin meruncing khususnya perbedaan agama. Sejak masuknya
Belanda sebagian besar orang Sambas telah beragama Islam sehingga sulit
untuk di Kristenkan oleh misi dari Belanda sehingga misi Belanda menggarap
sebagian besar masyarakat yang berada di pedalaman yang masih beragama
Hindu Kaharingan (agama asli dalam budaya Hindu Dayak). Alhasil penduduk
pedalaman yang tadinya Hindu Dayak banyak yang menjadi pemeluk agama
Kristen Katolik dan Kristen Protestan.
Semula ajaran Islam diperkenalkan di antara orang-orang Dayak namun
sebagian kecil dari mereka menjadi Islam. Penyebarannya melalui Sungai
Mempawah dan Sungai Sambas, Sungai Selakau dan banyak anak sungai
lainnya. Namun penyebaran Islam tidak sampai ke pedalaman sehingga banyak
penduduk di bagian paling dalam tidak tersentuh misi Islam tetapi sebaliknya
tersentuh oleh misi Kristen Katolik dan Kristen Protestan. Hal itu dapat kita lihat
dari banyaknya orang Dayak beragama Kristen yang memakai nama bernuansa
Islam seperti; Rabudin, Burhanudin, Muhammad, Syafei, Jainudin dan sebagainya

termasuk nama-nama wanitanya bernuansa Islami namun mereka beragama
Kristen. Artinya pengaruh Islam telah masuk namun tanggung. Sebagian besar
hanya pengaruh Islam saja yang masuk namun tidak sampai kepada amasuknya
keyakinan Islam dalam budaya Dayak pedalaman sehingga batallah orang Dayak
menjadi Melayu seperti yang terjadi pada Dayak-Dayak lainnya yang telah
masuk Islam merubah identitas dirinya menjadi Melayu. Demikian halnya juga
terjadi pada budaya Suku Sambas. Sejak awal di Kalimantan memang tidak ada
Melayu, yang ada adalah Dayak-Islam. Adanya Melayu dimaksudkan untuk
membedakan keyakinan agama saja antara Dayak yang Islam dan Dayak yang
Kristen. Dayak Islam lebih cenderung menyebut dirinya Melayu sementara bagi
orang Dayak mereka tetap disebut Dayak dengan sebutan bukan Melayu tetapi "
urang laut", "senganan", "sinan" dan sebutan Dayak yang telah merubah agama
dan budayanya menjadi Islam. Orang Dayak tidak mengenal Melayu kepada
mereka yang menyebut dirinya Melayu tetapi "Senganan", "Laut", "Sinan" dsb.
Mengapa demikian karena orang Dayak mengetahui asal usul nonok moyang
mereka sejak awal dan ditutur tinularkan dari mulut ke mulut sehingga sebutan
laut, Sinan, Senganan lebih tepat untuk menyebuut orang-orang Dayak yang
telah menjadi Islam ketimbang Melayu. Hal itu diperkuat oleh teori bahasa yang
menyatakan bahwa dimana rumpun bahasa daerah yang paling banyak maka
disitulah asal usul bahasa menyebar. Hal itu diperkuat lagi bahwa menurut James

T Collins kemungkinan besar akar bahasa Melayu justeru berada dan berasal dari
Kalimantan Barat. Hal itu didukung dari banyaknya sebaran bahasa Dayak dan
Bahasa Senganan (Melayu Kalimantan) di wilayah Kalimantan Barat ketimbang
wilayah Kalimantan lainnya.

Bahasa Melayu Sambas[sunting | sunting sumber]
Melayu

Samb Bera
Banjar
as
u

Brun
ei

orang

urang urang urang


uang

tengah

tanga tanga
tangah
h
h

tanga
h

besar

bassa bassa
basar
r
r

basar

emak

umma
k

uma

-

air

ae'

banyu/ayyi
aing
ng

rakit

lantin lantin
lanting
g
g

lantin
g

karat
besi

tagar tagar tagar

tagar

yang

nang yang nang

yang

air

bungsu bussu busu busu

-

-

Lagu Daerah Melayu Sambas[sunting | sunting sumber]
CA' UNCANG
GERATTAK BATU SAMBAS (= Jembatan Batu Sambas)
Ngape Me
Bubbor Ambo
Sambas Kebanjiran
Insanak
AE' BESAR (Sungai Besar)
SI DARE
bahase melayu sambas asli.
Pranala luar[sunting | sunting sumber]
Suku Sambas
Sambas

[1]
Peta Bahasa di Kalimantan
http://infopontianak.org/benarkah-bahasa-sambas-merupakan-cikal-bakalbahasa-melayu-nusantara-dan-bahasa-indonesia/

https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Sambas

Asal-Usul Melayu Sambas Berdasarkan Teori Bahasa

Teori lama, yang dipelopori oleh Kern (Collins 2006: 14) menyatakan bahwa
migrasi Melayu purba ke Nusantara berasal dari Champa, Chocin-Cina
(Indonesia),Kamboja dan sekitarnya terus ke Semenanjung Melayu dan
menyebar ke kawasan lain di Nusantara ini. Namun, teori itu telah usang.
Terhadap teori itu Peter Bellwood (Collins 2006; 19), seorang ahli arkeologi
Australia menyatakan :
“the old idea, so often repeated in popular works today, that the
Austonesian migrated from the Asian mainland through the Malay Peninsula or
Vietnam is absolutely wrong.”
Bukti-bukti bahasa dan arkeologis menunjukan bahwa migrasi Austronesia purba
yang merupakan asal-usul bahasa Melayu justru berasal dari Taiwan ke Fhilipina
terus ke Kalimantan melalui sebelah utara Fhilipina. Berdasarkan kesimpulan
tentatif Bellwood (2006:61) migrasi itu diperkirakan terjadi pada 2500 atau 1000
sebelum masehi. Oleh karena itu, dihipotesiskan bahwa di kawasan Nusantara,
Melayu pertama kali bertapak di bagian barat pulau Kalimantan.
Menurut para pakar linguistik, misalnya Collins (2005b) bahwa bahasa
melayu yang merupakan salah satu ciri masyarakat Melayu, sudah wujud di
Nusantara sejak masa purba yang tidak lain adalah turunan bahasa Austronesia
Purba. Penelitian terbaru menunjukan bahwa Kalimantan Barat merupakan
tempat asal-usul bahasa Melayu Purba, penutur bahasa melayu purba, nenek
moyang dari semua dialek Bahasa Melayu yang masih ada dan yang sudah
punah, mendiami daerah-daerah Khusus secara ekologis:rawa-rawa, tanah
basah, delta, dan pantai dari sistem sungai di Kalimantan Barat. Keadaan ini
memungkinkan mereka mempertahankan dan mengembangkan teknologi

pelayaran. Oleh karena itu, mereka sangat mudah untuk menyalurkan benda dan
budaya antara orang Austronesia di pedalaman dan orang-orang yang tinggal di
luar batas perairan Kalimantan.
Karena penguasaan teknologi maritim yang maju, penutur bahasa melayu
purba pindah dari kawasan barat kalimantan kearah barat menyebrang laut cina
selatan melalui pulau Tambela(n) dan Riau ke Sumatra kemudian ke ujung
selatan yaitu ke semenanjung Malaysia sekarang. Migrasi selanjutnya terjadi dari
bagian barat Kalimantan menyebar di sepanjang pantai utara Kalimantan
selanjutnya menuju ke selatan dan kembali menuju barat. Oleh karena itu
hampir sebagian besar daerah dengan sistem perairan yang penting di
Kalimantan terdapat pemukiman yang menjadi penutur bahasa Melayu.
Selanjutnya terjadi pula migrasi ke pulau Luzon terus kepulau Maluku. Sementara
itu perpindahan dari bagian Barat Kalimantan tetap berlangsung keselatan
menyebrangi Selat Karimata ke Belitung dan Bangka di bagian selatan Sumatra,
khususnya daerah sungai Musi dan pantai barat Jawa, termasuk Jakarta
sekarang. Menurut perkiraan Collins (2005b; 4) terjadi migrasi penutur bahasa
Melayu Purba ini bermula menjelang abad ke-2M atau sekitar tahun 100M.
Sejarah migrasi yang diuraikan diatas didasarkan atas pendapat sebagian
besar ahli arkeologi Austronesia dan Linguistik komperatif bahwa bagian barat
Kalimantan merupakan tanah asal Melayu. Berdasarkan pendapat diatas dapat
diduga bahwa kawasan Sambas sekarang merupakan salah satu daerah yang
sejak migrasi Purba sudah menjadi tempat pemukiman orang Melayu.
Pendapat itu di perkuat lagi oleh temuan yang menunjukan bahwa
Kalimantan Barat sudah berhubungan dengan dunia internasional sejak lama. Di
kalimantan Barat di temukan manik-manik batu Akik dari india dengan gendang
gangsa dari Dongsong Asia tenggara yang bertahun abad ke-4M dan juga
timbunan patung Budha dari Perak dan emas yang bertarikh sekitar abad ke-8M.
Sejak masa itu terjadi interaksi berbagai suku bangsa. Sambas yang merupakan
salah satu daerah pantai bagian barat Kalimantan, terlibat dalam hiruk-pikuk
interaksi itu.
Pada gelombang berikutnya tidak hanya terjadi migrasi dari bagian barat
Kalimantan kekawasan lain di Nusantara, tetapi sebaliknya. Kekayan alam
seperti hasil hutan dan terutama hasil tambang berupa emas dan intan di
Kalimantan Barat sudah menarik perhatian orang luar untuk datang kekawasan
ini, oleh karena itu Kalimantan Barat segera menjadi pembicaraan luas di dunia
luar. Orang-orang dari Cina, Sumatra,Semenanjung Melayu, termasuk orangorang dari kawasan timur indonesia sekarang, membentuk pemukiman di
Kalimantan Barat termasuk Sambas. Tidak heran di beberapa tempat namanama terdapat kampung yang menunjukan asal-usul komunitas yang pertama
kali membuka kampung tersebut seperti kampung Bangka, Kampung Cina,
Kampung Arab, Kampung Bugis,Kampung Jawa, dan sebagainya. Pada
kenyataanya kehadiran orang luar ini tidak hanya untuk mengambil kekayaan
alam dari Kalimantan Barat, tetapi juga secara sosial terjadi pertukaran budaya.

Tidak sedikit terjadi pula pembauran dengan penduduk setempat, bahkan ada
pula yang kemudian menikah dengan penduduk setempat.
Dan dari uraian diatas dapat di nyatakan bahwa asal-usul masyarakat
Melayu Sambas sekarang terdiri dari beberapa campuran penduduk asli dengan
endatang dari Taiwan sebagai pembawa bahasa Ausronesia Purba, penduduk
yang datang dari bagian lain Nusantara yang lebih kemudian adalah seperti
Brunei, Sumatera, Semenanjung Melayu, Kawasan timur Indonesia dan beberapa
kawasan lain didunia. Meskipun demikian dapat dipastikan bahwa masyarakat
Melayu Sambas sekarang sebagian besarnya dari penduduk asli.

http://indikat0r.blogspot.co.id/2012/05/asal-usul-melayu-sambasberdasarkan.html

Dokumen yang terkait

Hubungan Nilai Budaya Jawa Rukun dan Nrimo dengan Subjective Well- Being Suku Jawa

2 26 101

Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Non Performing Loan Return On Asset dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap US Dollar tehadap Penyaluran Kredit Modal Kerja Bank Persero (Bank Persero periode 2007-2012)

1 30 151

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113

Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara Suku Batak Karo (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Mahasiswa Asal Sumatera Utara yang Melakukan Studi di Universitas Komputer Indonesia dalam Berinteraksi dengan Lingkungan Kampusnya)

0 17 77

Tinjauan Atas Sistem Informasi Akuntansi Penjualan Kredit Suku Cadang di PT. Astra Internasional Tbk - Isuzu Sales Operation Cabang Soekarno Hatta Bandung

1 12 1

Pengaruh Suku Bunga Kredit dan Kredit Bermasalah (NPL) Terhadap Penyaluran Kredit (Studi Kasus Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)

0 2 1

Analisis Tingkat Suku Bunga Deposito Dan Pengaruhnya Terhadap Cos Of Fund Pada pt.BRI (PERSERO) Tbk, Kantor Cabang Pamanukan

24 173 146

Pemolaan Komunikasi Upacara adat Pernikahan Suku Melayu di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau (Studi Etnografi Pemolaan Komunikasi Upacara Adat Pernikahan Suku Melayu Pesisir di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau)

2 29 82

Sistem Informasi Pelayanan Service Dan Penjualan Suku Cadang Pada Sugema Motor Garut

3 29 133

MAKNA SIMBOLIK BADE DAN PETULANGAN DALAM UPACARA NGABEN ADAT BALI (Studi Pada Suku Bali di Desa Sidorejo Kec. Sekampung udik Lampung Timur)

2 15 4