Hubungan Nilai Budaya Jawa Rukun dan Nrimo dengan Subjective Well- Being Suku Jawa

(1)

Hubungan Nilai Budaya Jawa Rukun dan

Nrimo

dengan

Subjective

Well-Being

Suku Jawa

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Atur Nanda Pambudi

NIM: 201210230311349

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(2)

Hubungan Nilai Budaya Jawa Rukun dan

Nrimo

dengan

Subjective

Well-Being

Suku Jawa

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu

persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Atur Nanda Pambudi

NIM: 201210230311349

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(3)

i

SKRIPSI

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Atur Nanda Pambudi Nim: 201210230311349

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal, 30 April 2016

Dan dinyatakan memenuhi syarat sebagai kelengkapan memperoleh gelar Sarjana (S1) Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

SUSUNAN DEWAN PENGUJI:

Ketua/ Pembimbing I, Sekretaris/ Pembimbing II,

Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si Siti Maimunah, S.Psi., M.M., M.A

Anggota I Anggota II

Tri Muji Ingarianti, S.Psi, M.Psi Susanti Prasetyaningrum, S.Psi, M.Psi

Mengesahkan D e k a n,


(4)

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Atur Nanda Pambudi

NIM : 201210230311349

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Menyatakan bahwa skripsi/ karya ilmiah yang berjudul :

Hubungan Nilai Budaya Jawa Rukun dan Nrimo dengan Subjective Well-Being Suku Jawa. 1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian atau keseluruhan kecuali dalam bentuk

kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil skripsi/ karya ilmiah dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak bebas royalti non-eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui, Malang, 20 April 2016

Ketua Program Studi Yang Menyatakan


(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan Nilai Budaya Jawa Rukun dan Nrimo dengan Subjective Well-Being Suku Jawa”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan petunjuk serta bentuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, M. Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si dan Ibu Siti Maimunah, S.Psi., M.M., M.A selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan bimbingan, pengarahan serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Siti Maimunah, S.Psi., M.M., M.A selaku Dosen Wali sekaligus Kepala Laboratorium Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang yang telah memberikan dukungan dan pengarahan serta motivasi demi terselesaikannya skripsi ini.

4. Keluarga besar Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (Bapak dan Ibu Dosen dan Staff Tata Usaha) yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat, pengalaman serta pelayanan.

5. Keluarga besar Laboratorium Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Untuk Mbak Santi, Mbak Navy, dan Mbak Rianti yang senantiasa memberikan motivasi, dukungan dalam proses pengerjaan skripsi dan kepada temen-teman serta adik-adik asisten yang menjadi tempat sharing, berbagi ilmu dan pengalaman.

6. Subjek penelitian yang bersedia meluangkan waktunya sehingga sangat membantu penelitian ini.

7. Ibu dan Bapak tersayang, terima kasih atas segala kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan kepada saya selama ini.

8. Kakak-kakak saya yang selalu memberikan nasehat dan motivasi dalam pengerjaan skripsi hingga selesai.

9. Teman-teman Fakultas Psikologi khususnya Kelas G 2012 yang telah menjadi keluarga kedua saya di Malang, yang senantiasa memberi semangat, dukungan dan menjadi tempat sharing ilmu, berbagi suka dan duka selama kuliah.

10.Teman-teman dekat saya yang menghibur dan memotivai saat saya merasa jenuh dan bosan. Saufan Imanullah, Andi M. Faizal Karim, Firman Rahmat Abadi. Terima kasih untuk persahabatan kita salama di Malang ini. Semoga persahabatan kita sampai tua.

11.Teman-teman Kontrakan yang sudah saya anggap seperti saudara sendiri di Malang ini. Rizaldy, Debri, Dhicky, Iput, Irfan yang selalu mendengarkan keluh kesah saya saat pengerjaan skripsi.

12.Mbak Ifa, Rika, Dilla, Disti, Intan, Lupita, Mirza, Adelila, Nino, Eva, Febby, Risya, Nada dan Mbak Finda yang telah menjadi tempat berbagi, bertukar pikiran dan semangat.

13.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan dukungan dan doanya.


(6)

iv

Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan demi perbaikan skripsi ini. Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 20 April 2016 Penulis


(7)

v DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

SURAT PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR BAGAN ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

LANDASAN TEORI ... 4

Subjective Well-being ... 4

Komponen Subjective Well-being ... 5

Faktor-faktor Subjective Well-being ... 5

Nilai Budaya Jawa (Rukun dan Nrimo) ... 7

Nilai Rukun ... 8

Nilai Nrimo ... 8

Hipotesa ... 11

METODOLOGI PENELITIAN ... 11

Rancangan Penelitian ... 11

Subjek Penelitian ... 11

Variabel dan Instrumen Penelitian ... 11

Prosedur dan Analisa Data ... 12

HASIL PENELITIAN ... 13

Deskripsi Data ... 13

DISKUSI ... 15

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 17

DAFTAR PUSTAKA ... 18


(8)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 12

Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian ... 13

Tabel 3. Perhitungan T score Subjective Well-being ... 13

Tabel 4. Perhitungan T score Nilai Budaya Jawa ... 14


(9)

vii

DAFTAR BAGAN


(10)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I

Skala Try-out Subjective Well-being, Rukun dan Nrimo ... 21 Lampiran II

Analisis Hasil Validitas dan Reliabilitas ... 30 Lampiran III

Skala Subjective Well-being, Rukun dan Nrimo ... 37 Lampiran IV

Hasil Analisa Data ... 45 Lampiran V


(11)

1

HUBUNGAN NILAI BUDAYA JAWA RUKUN DAN NRIMO DENGAN

SUBJECTIVE WELL-BEING SUKU JAWA

Atur Nanda Pambudi

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang Aturnanda94@gmail.com

Subjective well-being merupakan penilaian individu atas hidupnya yang berkaitan dengan kebahagiaan dan kepuasan hidup. Salah satu faktor yang mempengaruhi subjective well-being adalah budaya. Budaya dalam penelitian ini yang digunakan adalah budaya Jawa rukun dan nrimo. Dimana kedua nilai budaya ini masih menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi suku Jawa. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan nilai budaya Jawa rukun dan nrimo dengan subjective well-being. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif dengan teknik analisis regresi dan jumlah subjek penelitian 371 orang suku Jawa. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara nilai budaya Jawa rukun dan nrimo dengan subjective well-being (R = 0,816; p = 0,000). Jadi, semakin tinggi nilai budaya Jawa rukun dan nrimo maka semakin tinggi tingkat subjective well-being. Nilai budaya Jawa rukun dan nrimo secara simultan memberikan sumbangsih sebesar 66,6% (R2 = 0,666).

Kata kunci : Subjective Well-being, Nilai budaya Jawa, Rukun, Nrimo

Subjective well-being is an individual assessment of his life associated with happiness and life satisfaction. One factors of subjective well-being is culture. Culture in this study used is the Javanese cultural rukun and nrimo. Both of cultural values still be guidelines in daily life for the tribe of Java. As for the purpose of this research is to know the correlation of Javanese cultural values rukun and nrimo with subjective well-being. The method used in this research is quantitative research method by regression analysis techniques and quantity of subjects about 371 Javanese tribe. The results showed that correlation between cultural values of the Java rukun and nrimo with subjective well-being (R = 0.816; p = 0.000). So, the higher of the Javanese cultural values rukun and nrimo then the higher levels of subjective well-being. Cultural values of the Java rukun and nrimo simultaneously providing contribution amounted to 66.6% (R2 = 0,666).


(12)

2

Subjective well-being merupakan penilaian individu terhadap kehidupannya secara pribadi, baik penilaian secara kognitif terhadap kepuasan hidup dan penilaian afektif terhadap emosinya (Diener, 2000). Seseorang yang memiliki tingkat subjective well-being yang tinggi merasa puas dengan kondisi kehidupan, sering merasakan emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif. Sedangkan seseorang yang memiliki subjective well-being yang rendah cenderung tidak puas terhadap hal-hal dalam kehidupannya, kurang bahagia, sering merasakan emosi negatif seperti rasa marah dan cemas (Diener, Suh, & Oishi, 1997). Komponen dasar dari subjective well-being yang pertama adalah komponen kognitif yang berupa sikap dan keyakinan tentang kepuasan hidup dan yang kedua adalah komponen afektif yang berupa kebahagiaan/ happiness (Diener, 2000).

Salah satu faktor yang konsisten dalam mempengaruhi subjective well-being adalah faktor budaya (Schimmack, Radhakrishnan, Oishi, Dzokoto, & Ahadi, 2002). Budaya dapat diartikan sebagai kegiatan atau perilaku yang mengacu pada warisan atau tradisi satu kelompok. Selain itu, budaya juga dapat diartikan sebagai tatanan aturan, kebiasaan yang bersifat dinamis dan memiliki nilai, norma serta perilaku yang diciptakan oleh kelompok melalui interaksi yang relatif stabil tetapi memiliki potensi berubah-ubah (Matsumoto & Juang, 2013). Dalam hal ini, budaya juga mempengaruhi cara seseorang dalam merasakan serta memikirkan aspek kehidupan tidak terkecuali kepuasan hidup dan kebahagiaan (subjective well-being).

Masyarakat pada budaya individualistis memiliki tingkat subjective well-being yang tinggi karena adanya keseimbangan antara perilaku hedonis dengan kepuasan hidup (Schimmack, Radhakrishnan, Oishi, Dzokoto, & Ahadi, 2002). Selain itu, menurut Markus, Matsumoto & Norasakkunkit (dalam Rufaedah, 2012) menunjukkan bahwa masyarakat pada budaya individualistis memiliki level subjective well-being yang tinggi pula karena hal tersebut berkorelasi dengan terhadap self-esteem dan optimisme masyarakat budaya individualistis itu sendiri. Sedangkan penelitian lain menunjukkan bahwa level subjective well-being pada budaya kolektivistik cenderung rendah. Hal ini berkorelasi dengan keketatan budaya yang berlaku pada budaya kolektivistik itu sendiri (Triandis, 1994). Iwao (dalam Rufaedah) menunjukkan jika masyarakat Jepang memiliki ketakutan dikritik oleh lingkungan sosialnya. Hal tersebut dikarenakan oleh keketatan budaya yang ada di Jepang. Pada penelitian tersebut, negara Jepang dianggap sebagai representatif dari negara-negara Asia.

Namun, jika di lihat dari data pada tahun 2014 indeks kebahagiaan dan kepuasan hidup Indonesia mencapai angka 68.28 atau meningkat 3.17 poin dari kisaran angka 65.11 dari skala 0-100 dan termasuk kategori tinggi (Sari, 2015). Hal tersebut berbanding terbalik dengan kejadian-kejadian yang terjadi beberapa periode belakangan ini. Dimana pada tahun 2010 sampai 2014, Indonesia mengalami 1.907 bencana yang terdiri dari 1.124 bencana alam seperti longsor, gempa bumi, kebakaran dan banjir. 626 bencana non alam dan 157 bencana sosial. Bencana-bencana tersebut tentunya menimbulkan krisis kesehatan, traumatik dan rusaknya fasilitas umum (Mediastianto, 2015). Tercatat juga bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 28.59 juta jiwa (Ariyanti, 2015). Selain itu, adanya peningkatan angka pengangguran dari 7.17 juta jiwa pada tahun 2004 menjadi 11.90 juta jiwa pada tahun 2013 (Badan Pusat Statistik, 2013). Meskipun demikian tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia mengalami peningkatan pada semua aspek jika dibandingkan dengan tahun 2013. Peningkatan tertinggi adalah pada aspek pendapatan rumah tangga (5.06 poin) sementara keharmonisan rumah tangga mengalami peningkatan paling rendah yakni 0.78 poin.


(13)

3

Hasil penelitian dan data di atas menjadi kontradiktif, di mana Indonesia yang berbudaya kolektifistik dengan tingkat bencana yang mencapai 1.907 pada tahun 2010 sampai 2014 dan tingkat pengangguran serta kemiskinan yang tinggi dapat memiliki tingkat kepuasan hidup dan kebahagiaan yang di atas rata-rata. Padahal menurut Carr (dalam Wijayanti dan Nurwianti, 2010) salah satu ciri kepuasan dan kebahagiaan hidup ditemukan lebih tinggi pada negara yang makmur.

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan diketahui bahwa dari 467 siswa Yogyakarta (laki-laki 198 dan 269 perempuan) tingkat kebahagiaan dari 50.1 % dipengaruhi oleh hubungan sosial (keluarga, teman, pasangan), 32.67% dipengaruhi oleh keinginan untuk beraktualisasi diri (prestasi, pemanfaatan waktu dan uang) sisanya 9.63% dipengaruhi oleh hubungan dengan Tuhan (Primasari & Yuniarti, 2012). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa dari 439 siswa SMA (169 laki-laki dan 270 perempuan) prosentase faktor yang mempengaruhi kebahagiaan yang utama adalah dukungan sosial (41.80%), berkumpul (15.73%), usaha sendiri (14.83%), aktualisasi diri (7.87%), lingkungan sekitar (6.74%), nilai spiritual (4.94%), ketenangan psikologis (4.72%) dan lainnya (3.73%) (Priwati , 2013). Sehingga dapat diketahui jika peranan budaya dan nilainya memiliki pengaruh terhadap kebahagiaan seseorang terutama hal-hal yang berhubungan dengan orang lain.

Selain itu, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa hubungan kekuatan karakter dan kebahagiaan pada suku Jawa menunjukkan hasil dari 176 responden terdapat 83% responden dengan tingkat kebahagiaan tinggi dan 17% responden dengan kebahagiaan sedang. Tidak ada responden dengan tingkat kebahagiaan yang rendah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa 48.6% terdapat pengaruh antara kekuatan karakter dengan kebahagiaan (Wijayanti & Nurwianti, 2010). Selain itu, perbedaan budaya juga dapat mempengaruhi afek positif dan negatif seseorang (Diener, Lucas, & Oishi). Namun, menurut Diener dan Lucas (dalam Ningsih, 2013) budaya akan lebih mempengaruhi afek positif dari pada afek negatif. Pada hakekatnya, keanekaragaman budaya pada satu daerah adalah pembeda antara kelompok lain berdasarkan budaya (Prihartanti, 2012). Budaya merupakan gambaran dari jati diri seseorang yang mencakup pribadi dan sosial, dimana hal tersebut mengidentifikasikan darimana seseorang berasal dan nilai-nilai yang dianutnya. Terdapat dua cara bagaimana budaya dapat berpengaruh terhadap subjective well-being, yaitu dengan cara langsung, contohnya orang dengan budaya individualistis, demokratis dan memiliki tingkatan ekonomi yang baik serta stabil akan memiliki tingkat subjective well-being yang tinggi. Sebaliknya, orang yang hidup pada budaya kolektivistik, tidak demokratis dan tingkat ekonomi yang rendah akan memiliki tingkat subjective well-being yang rendah. Kedua yaitu secara moderator antara budaya dan subjective well-being, misalnya, hubungan antara keseimbangan kesenangan dengan kepuasan hidup tinggi (Schimmack, Radhakrishnan, Oishi, Dzokoto, & Ahadi, 2002).

Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman budaya, tradisi, serta adat istiadat. Salah satu masyarakat dan suku terbesar di Indonesia adalah suku Jawa yang mencapai sekitar 90 juta penduduk. Suku Jawa ialah orang-orang atau kelompok etnik yang memiliki kebudayaan dan nilai-nilai Jawa (Koentjaraningrat dalam Rachim & Nashori, 2007). Budaya Jawa memiliki banyak nilai atau pandangan hidup seperti nandur pari jero (menanam yang dalam) maksud dari nilai ini adalah orang tua Jawa akan terlebih dahulu mementingkan kepentingan anak dan cucunya dari pada kepentingan pribadi dan apa yang dilakukan adalah semata-mata untuk memenuhi kepentingan anak dan cucunya di waktu yang akan datang (Santosa dalam Rufaedah, 2012).


(14)

4

Terdapat pula nilai Jawa mangan ora mangan asal ngumpul (bisa makan atau tidak asalkan bisa berkumpul dengan keluarga) nilai ini dianggap sebagai indikator yang kuat dalam mempengaruhi kebahagiaan orang Jawa terutama dalam lingkup keluarga (Rufaedah, 2012). Di dalam budaya Jawa juga mengajarkan nilai rame ing gawe,, sepi ing pamrih artinya bekerja keras dan ikhlas dalam berbuat (Santosa dalam Rufaedah, 2012). Selain itu, juga terdapat nilai rukun yang dijunjung tinggi masyarakat Jawa. Nilai rukun adalah cara bertindak yang didasarkan pada upaya terus menerus dari semua individu untuk berinteraksi dengan damai satu sama lain dan menghilangkan elemen-elemen yang berpotensi merusak (Großmann, 2006). Selain itu, nilai rukun juga diartikan sebagai sikap saling menghormati dan menyesuaikan diri agar tercipta hubungan yang serasi, selaras dan tenteram (Mulder dalam Karina, 2014). Nilai Jawa berikutnya adalah sing sapa mung arep gawe seriking liyan, kuwi uga arep memahi cilaka (siapa yang membuat orang lain sakit hati, maka dia akan celaka). Sing sapa arep manange dhewe, kuwi memahi cilaka (siapa yang ingin menang sendiri, maka dia akan cilaka). Nilai budaya tersebut menggambarkan bahwa orang Jawa lebih mementingkan kepentingan orang lain dan perasaan orang lain dari pada kepentingan dan perasaannya sendiri (Rufaedah, 2012). Suku Jawa juga terkenal dengan sikap gotong royong, hal tersebut dapat diketahui dari nilai Jawa saiyeg saekopraya gotong royong dan hapanjang-hapanjang hapasir-wukir loh jinawi, lan tentrem kertaharja. Nilai-nilai diatas mengajarkan sikap untuk bekerja sama dan bergotong oyong dengan orang lain (Mujamiasih, 2013). Suku Jawa bukanlah perkumpulan perorangan melainkan satu kesatuan. Selain itu, prinsip-prinsip nilai budaya Jawa mengarah kepada ikhlas (nrimo). Prinsip nrimo ini mengajarkan bahwa apapun yang sudah menjadi takdirnya harus diterima dengan lapang dada dan secara senang hati. Nrimo di sini juga tidak iri dengan kebahagiaan orang lain dan tidak ingin memiliki hak atas orang lain (Herusatoto dalam Wijayanti & Nurwiati, 2010).

Dari banyaknya nilai budaya Jawa yang ada peneliti menggunakan nilai budaya Jawa rukun dan nrimo karena dari fenomena yang ada, nilai budaya jawa rukun dan nrimo lah yang dianggap sesuai jika dikaitkan dengan subjective well-being suku Jawa. Sehingga peneliti merumuskan bagaimanakah hubungan nilai budaya Jawa (rukun dan nrimo) dengan subjective well-being suku Jawa? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan nilai budaya Jawa rukun dan nrimo dengan subjective well-being suku Jawa. Setelah dilakukan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan satu nilai kajian terhadap Psikologi Jawa tentang hubungan nilai budaya Jawa (rukun dan nrimo) dengan subjective well-being suku Jawa dalam kondisi seperti saat ini, karena pada era saat ini nilai budaya hanya berbasis pada pelajaran bahasa, padahal pembelajaran budaya lebih dari itu seperti pengaplikasian nilai-nilai yang ada di dalam nilai budaya itu sendiri. Selain itu, diharapkan setelah penelitian ini dilakukan adanya manfaat bagi suku Jawa khususnya dalam menerapkan dan melestarikan nilai-nilai luhur tersebut. Terlebih apabila terbukti jika nilai-nilai tersebut dapat meningkatkan dan cenderung mempertahankan tingkat subjective well-being.

Subjective Well-Being

Subjective well-being berkaitan dengan bagaimana dan mengapa seorang individu dapat mengalami pengalaman yang positif. Hal tersebut juga berkaitan dengan penilaian kognitif dan afeksi (Diener, 1984). Subjective well-being adalah penilaian individu terhadap kehidupannya secara pribadi, baik penilaian secara kognitif terhadap kepuasan hidup dan penilaian afektif terhadap emosi (Diener, 2000). Pendapat lain menyebutkan bahwa


(15)

5

subjective well-being merupakan jumlah dari kepuasan hidup (komponen kognitif) ditambah dengan komponen positif dikurangi dengan komponen negatif yang sering disebut sebagai kebahagiaan (Linley & Joseph, 2004). Subjective well-being juga diartikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif dalam kehidupan seorang individu (Diener, Lucas, & Oishi).

Dari definisi para tokoh diatas dapat diketahui bahwa subjective well-being merupakan penilaian positif individu mengenai pengalaman serta kepuasan hidupnya dalam menentukan kualitas hidupnya yang didasarkan pada respons kognitif (kepuasan hidup) dan afektif (kebahagiaan).

Komponen Subjective well-being

Terdapat dua komponen subjective well-being yakni kepuasan hidup (Life-satisfaction) sebagai komponen kognitif dan komponen happiness sebagai komponen afektif. Komponen happiness ini terdiri dari afek positif dan negatif (Diener, 2000).

1. Komponen kognitif – kepuasan hidup/ Life-satisfaction

Kepuasan hidup diyakini sebagai komponen kognitif dari subjective well-being karena merupakan keyakinan (sikap) seseorang. Pada dasarnya seseorang dapat menilai puas atau tidak tentang kehidupannya. Penilaian tersebut berdasarkan hubungan dari keseimbangan emosi (emosi positif dan negatif) (Pavot & Diener, 1993). Selain itu, pengalaman peristiwa positif terhadap pengalaman peristiwa negatif kaitannya sangat kuat (Diener, 2000)

2. Komponen afektif – kebahagiaan/ Happiness a. Afek Positif

Afek positif atau emosi positif ini dianggap sebagai refleksi dari reaksi seseorang terhadap kesesuaian kehidupannya dengan keinginan (Diener, Lucas, & Oishi). Bagian dari afek positif adalah banyaknya pengalaman emosi yang menyenangkan dan Mood (Diener, 2000). Pengalaman emosi positif itu sendiri terbagi menjadi tiga bagian yaitu pertama emosi masa depan (optimisme, harapan, keyakinan dan kepercayaan), emosi masa sekarang (kegembiraan, ketenangan, keriangan, semangat dan flow). Sedangkan masa lalu adalah kesuksesan dan kebanggaan (Seligman, 2005).

b. Afek Negatif

Afek negatif atau emosi negatif ini dapat merefleksikan reaksi seseorang terhadap ketidak sesuaian dengan kehidupannya. Afek negatif pada umumnya terjadi karena banyak pengalaman yang tidak mengenakan (Diener, 2000). Emosi-emosi negatif yang umum terjadi atau yang dirasakan adalah kesedihan, kecemasan, rasa khawatir, tertekan/ stres, kemarahan, malu dan rasa bersalah serta rasa iri hati. Emosi-emosi tersebut dapat berdampak pada kesepian dan keputusasaan (Ningsih, 2013).

Faktor-faktor Subjective Well-Being

Terdapat berapa faktor yang mempengaruhi subjective well-being (Diener, 2000), diantaranya adalah sebagai berikut :


(16)

6

1. Budaya

Salah satu faktor yang berkorelasi terhadap subjective well-being adalah budaya yang berbeda. Para psikolog barat juga meyakini bahwa kesehatan mental lebih terkait dengan budaya dan keyakinan yang dianut. Sehingga dianggap bahwa budaya ini memiliki relevansi dengan subjective well-being karena budaya memiliki pengaruh yang luas terhadap nilai-nilai dan tujuan masyarakat (Diener, 2000). Pendapat lain juga mengemukakan bahwa faktor budaya mampu membedakan tingkatan rata-rata subjective well-being karena faktor budaya ini merjadi faktor yang objektif seperti kekayaan, norma-norma yang dianggap penting oleh seseorang. Budaya juga secara moderat dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh terhadap subjective well-being (Diener, Oishi, & Lucas, 2003).

2. Ekonomi/ Pendapatan

Perbedaan tingkat subjective well-being juga dapat dipengaruhi dari perbedaan kekayaan satu negara (Diener & Seligman, 2004). Dari survei yang pernah dilakukan diketahu jika negara termiskin seperti China, India dan Nigeria tidak menunjukkan respons atau tingkat subjective well-being yang rendah, seperti studi yang sebelumnya. Hal ini diduga karena adanya peningkatan pendapatan pada negara-negara tersebut (Diener, 2000). Faktor ini juga dianggap sebagai salah satu faktor subjective well-being karena dianggap pendapatan masyarakat pada satu negara yang tinggi akan menjadikan negara tersebut makmur dan demokratis. Sehingga masyarakat suatu negara tersebut akan saling menghargai. Kontribusi pendapatan pada subjective well-being tidak begitu kuat karena kumpulan masyarakat yang memiliki pendapatan tinggi akan lebih menghabiskan waktu untuk bekerja dari dan tidak menikmati waktu dengan keluarga dan teman-temannya (Diener & Diener, 2002).

3. Kepribadian

Tingkat dasar kebahagiaan yang pada dasarnya di pengaruhi oleh temperamen seseorang itu sendiri. Pada hal ini faktor kepribadian menjadi salah satu faktor terkuat yang mempengaruhi tingkat subjective well-being dalam jangka panjang (Diener, 2000). Di sini Diener (2000) juga menjelaskan bahwa acuan dasar bagi afek positif dan negatif ditentukan oleh kecenderungan kepribadian seperti ekstraversi ataupun neurotisisme. Meskipun faktor kepribadian tidak diragukan lagi sebagai kontributor terpenting dan dalam jangka panjang mempengaruhi subjective well-being, tetapi tidak menutup kemungkinan terdapat faktor yang lain.

4. Dukungan sosial

Dukungan sosial akan mempengaruhi kepuasan seperti rasa bahagia dan lebih sedikit merasakan kesedihan karena adanya dukungan sosial akan membuat seseorang merasa nyaman dan hal tersebut akan berkontribusi terhadap afek positif (Diener & Seligman, 2004). Selain itu juga diketahui bahwa, orang kolektivistik lebih sering berinteraksi dengan orang lain jika dibandingkan dengan orang individualistis. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi kehidupannya. Sehingga dukungan sosial dianggap relevan dengan kepuasan hidup, karena dukungan sosial pada budaya dapat memiliki pengaruh yang luas pada nilai-nilai dan tujuan masyarakat (Diener, 2000).


(17)

7

5. Pendidikan

Faktor pendidikan berkorelasi dengan subjective well-being, tetapi pengaruhnya tidak terlalu signifikan (Diener, Lucas, & Oishi). Meskipun begitu, jika dibandingkan dengan ranah yang sempit seperti televisi, pendidikan lebih memiliki korelasi dengan subjective well-being (Diener, Oishi, & Lucas, 2003). Meskipun korelasinya pendidikan tidak terlalu signifikan, tetapi faktor pendidikan ini mampu memberikan keuntungan sebagai indikator nasional akan subjective well-being masyarakat suatu daerah berdasarkan fungsi pendidikan (Diener, 2000). Selain itu, ada anggapan lain yang juga menjukkan bahwa pendidikan kurang memiliki signifikansi terhadap kebahagiaan (Ningsih, 2013). Terdapat pula yang menjelaskan bahwa tidak secara langsung faktor pendidikan ini berpengaruh terhadap subjective well-being. Namun dalam studi lebih lanjut, faktor pendidikan lebih menunjukkan pengaruhnya terhadap kesehatan, keuntungan kerja, dan lain sebagainya. Sehingga pendidikan merupakan predikator kebahagiaan (Michalos, 2007).

Nilai Budaya Jawa (Rukun dan Nrimo)

Nilai budaya merupakan sesuatu yang dianggap sebagai suatu penilaian dan evaluasi. Bentuk dari nilai adalah nyata, yang mana nilai budaya ini mampu menyampaikan komunikasi antar orang lain. Nilai budaya juga berkontribusi untuk memahami tentang sifat masyarakat dimana ia berasal dan sebagai identitas (Commissioner Day 2: How Do We Value (And Undervalue) Culture?, 2014). Nilai pada hakikatnya terletak pada pertemuan atau interaksi antar individu yang akan menciptakan sikap, keyakinan dan pengetahuan (Holden, 2006). Nilai budaya merupakan tingkatan yang tinggi dan abstrak dari adat istiadat karena nilai budaya adalah ide ataupun konsep-konsep dari pikiran masyarakat setempat yang dianggap penting, bernilai dan berharga dalam hidup. Sehingga memiliki fungsi sebagai pedoman dalam memberi arahan dan orientasi kepada masyarakat setempat (Koentjaraningrat dalam Rachim & Nashori, 2007). Sedangkan menurut Rokaech (dalam Dayakisni & Yuniardi, 2012) mendefinisikan nilai budaya sebagai suatu keyakinan yang sifatnya relatif stabil pada perilaku-perilaku yang diinginkan oleh lingkungan sosial. Sehingga lebih berfokus pada perilaku yang diinginkan oleh lingkungan sosialnya dari pada perilaku yang diinginkan. Dari pengertian tokoh di atas, diketahui bahwa nilai budaya merupakan suatu hal yang bersifat abstrak yang dijadikan pedoman hidup/ keyakinan serta dasar-dasar dalam bertindak, berbuat dan berperilaku yang mana dapat memberikan arah kepada masyarakat agar tercipta keserasian, keselarasan dan keseimbangan di dalam keseharian sekaligus sebagai suatu pengevaluasian dan penilaian atas suatu tindakan atau perilaku.

Fungsi nilai budaya pada dasarnya adalah sebagai pengarah dan pendorong perilaku manusia yang mana fungsi-fungsi tersebut diperoleh dengan menjabarkannya menjadi aturan yang lebih nyata yaitu sebagai norma positif ataupun negatif. Nilai pada dasarnya ditaati dan dipatuhi karena kebenarannya sudah menjadi keyakinan pada individu yang bersifat turun temurun dari generasi ke generasi (Rachim & Nashori, 2007).

Budaya Jawa sendiri memiliki suatu cara hidup yang unggul seperti rendah hati, gotong royong, rukun (Zaumseil, et al., 2014). Nilai-nilai luhur tersebut yang sangat di junjung tinggi oleh masyarakat setempat. Beberapa diantara nilai-nilai yang dipegang oleh masyarakat suku Jawa adalah nilai rukun dan nilai nrimo (Großmann, 2006), berikut adalah penjabarannya :


(18)

8 a. Nilai Rukun

Nilai rukun merupakan suatu cara bertindak dan didasarkan pada upaya untuk menjaga interaksi secara damai satu sama lain yang bertujuan untuk menghindari hal-hal yang berpotensi menimbulkan konflik (Großmann, 2006). Menurut Geertz (dalam Karina, 2014) menjelaskan bahwa nilai rukun adalah nilai dalam suatu budaya yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi sosial yang harmonis, selaras, tenteram dan tenang tanpa adanya perselisihan. Terdapat pandangan pula jika masyarakat Jawa secara individual tidak terlalu diakui, karena masyarakat Jawa memiliki harapan menjadi masyarakat yang harmonis tanpa perselisihan. Sehingga orang Jawa harus rela mengorbankan dirinya untuk kepentingan umum agar menjaga keselerasan dalam hubungan sosialnya. Selain itu, nilai rukun juga dimaknai sebagai suatu keharmonisan yang mengutamakan hubungan baik dengan lingkungan sosial dan tata cara yang pantas dalam pergaulan sehari-hari (Kurniawan & Hasanat, 2010). Pada hakikatnya juga nilai rukun ini berarti mengabaikan kepentingan pribadi karena mengedepankan sebuah keharmonisan sosial, hal ini juga terkadang dianggap membebani keuntungan pribadi seseorang untuk bertindak secara individual dan menjadi inisiatif (Großmann, 2006). Prinsip kerukunan pada dasarnya menghendaki setiap individu untuk bersikap demikian sehingga tidak menimbulkan konflik (Utami, Fadhalah, & Nuzulia, 2013). Nilai rukun pada masyarakat Jawa juga mengajarkan kepada masyarakatnya untuk selalu bersikap low profil, tidak saling menjatuhkan dan bersaing, tidak saling menonjolkan diri, saling berbagi, patuh, dan kooperatif serta tidak mengutamakan kepentingan pribadinya hanya karena ambisi yang dimiliki (Karina, 2014).

Prinsip nilai rukun dalam budaya Jawa terlihat dalam beberapa ungkapan seperti berikut crah gawe bubrah rukun agawe santosa yang berarti pertengkaran akan menyebabkan suatu kerusakan, dan rukun membuat persatuan semakin erat. (Endraswara, 2003). Selain itu, dalam kamus bahasa jawa, nilai rukun diartikan sebagai keakuran/ tidak berselisih/ bersahabat (Wiktionary.org) Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai rukun merupakan suatu perilaku individu dalam menjaga suatu visi atau nilai-nilai bersama dengan menyingkirkan segala perselisihan dan pertikaian yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi masyarakat yang harmonis, selaras, tenteram dan tenang tanpa adanya perselisihan serta lebih mengutamakan adanya hubungan baik dengan orang lain dengan tata cara yang pantas ataupun sesuai dengan nilai tata krama Jawa meskipun harus menahan diri untuk berkonflik.

b. Nilai Nrimo

Orang Jawa memiliki kepercayaan yang kuat terhadap nasib, takdir yang harus diterima. Penerimaan nasib ini disebut dengan nrimo. Perlu digaris bawahi pula bahwa nrimo tidak hanya berfungsi bagian budaya, tetapi lebih dari itu. Yaitu merupakan ekspresi dari adanya kemungkinan untuk mengubah kondisi struktural. Sehingga nrimo dapat dilihat sebagai perilaku fungsional untuk mematuhi situasi yang “unacceptional” atau tidak bisa diterima (Großmann, 2006). Nilai nrimo sebagai konsep filosofi Jawa merupakan tingkat penerimaan seseorang yang mendalam. Nilai nrimo sering kali dikaitkan sebagai orang Jawa saat mengalami kesulitan. Hasil dari nilai nrimo ini antara lain adalah kemampuan untuk melihat


(19)

hal-9

hal positif dibalik suatu kesulitan (menemukan hikmah), meningkatkan rasa berserah kepada Tuhan (tawakal), dan menumbuhkan rasa/ kekuatan untuk melanjutkan hidup (Djakababa, 2010). Lebih lanjut, nilai nrimo ini berarti menerima secara kesadaran psikologi dan spiritual tanpa mengeluh karena dianggap hal-hal yang terjadi dalam hidupnya adalah karunia Tuhan. Nilai nrimo juga bukan merupakan sikap apatis, pasif dan menyerah tetapi pada nilai nrimo terkandung usaha keras yang kemudian diserahkan kepada Tuhan. Masyarakat Jawa berpandangan bahwa mereka hanya berkewajiban melakukan apa yang bisa dilakukan tetapi Tuhan lah yang berhak untuk menentukan (Endraswara, 2003). Nilai nrimo ini sendiri memiliki memiliki dampak yang negatif bagi kehidupan seseorang karena nilai nrimo dianggap sebagi penghambat seseorang dalam mencapai sesuatu. Nilai nrimo ini dipengaruhi oleh keyakinan agama, keluarga, lingkungan sosial dan pengalaman hidup (Saptoto, 2009).

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai nrimo berarti suatu sikap menerima segala sesuatu yang terjadi pada dirinya secara tenang tanpa penolakan dengan kesadaran secara psikologis ataupun spiritual dan beranggapan bahwa segala sesuatu itu merupakan ketentuan/ karunia Tuhan melalui kerja keras dan usaha terlebih dahulu.

Hubungan Nilai Budaya Jawa (Rukun dan Nrimo) Terhadap Subjective Well-Being Suku Jawa

Bagan I. Dinamika Variabel Subjective Well-Being dengan Nilai Budaya (Rukun dan Nrimo)

Kebahagiaan dan kepuasan hidup merupakan dua komponen yang terdapat pada subjective well-being. Aristoteles (dalam Ningsih, 2013) menjelaskan bahwa kebahagiaan merupakan tujuan utama dari proses kehidupan manusia. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa

Komponen Afektif - Kebahagian

Subjective well-being

individu Komponen kognitif –

kepuasan hidup

Nilai Budaya Jawa

Nilai Rukun

Menahan diri, Akur, Kerja Sama dan Hubungan Damai. Faktor

Nilai Nrimo

Menerima secara psikologis, menerima

secara spiritual Dukungan Sosial

Budaya Ekonomi/ Pendapatan

Pendidikan Kepribadian


(20)

10

subjective well-being sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu diantaranya adalah faktor budaya. Di dalam budaya terdapat sifat, nilai dan adat istiadat yang membentuk watak seseorang dalam lingkup sosialnya (Koentjaraningrat dalam Endraswara, 2015). Diketahui bahwa pada budaya kolektivistik harga diri kurang berkaitan dengan kepuasan hidup dan ekstraversi memiliki sedikit pengaruh terhadap emosi yang menyenangkan apabila dibandingkan dengan budaya individualistik (Diener, Lucas, & Oishi). Hal tersebut dikarenakan adanya nilai budaya pada kolektivistik yang dijadikan prinsip hidup (Mulder, dalam Endraswara, 2015). Dimana seseorang pada budaya kolektivistik memandang dirinya sebagai satu kesatuan dari kelompok/ masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Sehingga secara tidak langsung terdapat proses internalisasi nilai budaya setempat (Vigara, 2008). Sedangkan pada budaya individualistis, seseorang beranggapan bahwa dirinya bagian terpisah dari masyarakat atau individu lainnya (Dahlan, 2014). Sehingga lebih memiliki ikatan yang longgar terhadap nilai budaya. Selain itu, hal tersebut dikarenakan pada budaya individualistik masyarakatnya lebih berfokus pada kepentingan dan urusannya sendiri, dalam arti masyarakat pada budaya individualistik lebih mementingkan dan menekankan privasi dan kebebasan.

Permasalahan yang sering terjadi pada budaya individualistik adalah terjadinya konflik dan persaingan yang ketat sebagai bentuk perwatakan egosentrisme pada budaya individualistik (Hostefede dalam Dahlan, 2014). Sedangkan pada budaya kolektivistik sebaliknya, yaitu individu tidak terbiasa mengatakan “tidak” agar terhindar dari konfrontasi. Pada hakikatnya, pada budaya kolektifistik dan individualistis tidak bisa terlepas dari permasalahan-permasalahan yang membuat seseorang atau masyarakat merasa tertekan, frustrasi dan emosional. Salah satu cara meminimalisir dan meredakan emosional dengan konsep Jawa adalah dengan menerapkan nilai nrimo, yaitu dengan meyakini secara psikologis dan spiritual bahwa apa yang terjadi adalah kehendak Tuhan dan pasti ada hikmahnya (Mulder dalam Karina, 2014). Sehingga perasaan dan fikiran seseorang tidak berfokus pada masalah tetapi pada penyelesaian dan maksud/hikmah dari kejadian tersebut. Selain itu, jika kejadian-kejadian itu dibiarkan maka akan menimbulkan suatu konflik. Misalnya saja, tingkat kemiskinan dan pengangguran semakin meningkat dan tidak ditangani maka menimbulkan tingkat kriminalitas yang tinggi, dan akan menimbulkan perpecahan karena adanya kesenjangan sosial. Selain itu, pada budaya Jawa juga terdapat nilai rukun yang menjadi penting dalam hubungan berinteraksi sosial. Nilai rukun juga akan menghasilkan keharmonisan dan hubungan baik di dalam kehidupan bermasyarakat (Kurniawan & Hasanat, 2010).

Pada dasarnya, seseorang untuk menjadi rukun dan nrimo tidak mudah, karena untuk menjadi rukun dan nrimo seseorang akan mengalami beberapa tahapan seperti tahap penolakan, marah, tawar-menawar dan depresi. Namun, sebenarnya nilai-nilai budaya khususnya nilai rukun dan nrimo pada budaya Jawa mengajarkan masyarakatnya untuk menjadi masyarakat yang baik, berbudi luhur, menjaga keharmonisan dalam kehidupan sehari-hari, menghargai perbedaan dan menjadi masyarakat yang berantisipasi terhadap satu hal dan menyerahkan semua kepada Tuhan.

Meskipun begitu, kejadian-kejadian yang tidak mengenakan pada prinsipnya tidak bisa diprediksi oleh siapa pun, karena hal tersebut menjadi rahasia Tuhan. Pada dasarnya nilai rukun dan nrimo penting bagi masyarakat Jawa untuk melestarikannya. Geertz (dalam Karina, 2014) mengemukakan bahwa dalam budaya kolektivistik seseorang secara individual tidak terlalu diakui, karena adanya keinginan menjadi masyarakat yang harmonis. Sehingga seseorang harus rela mengorbankan dirinya untuk kepentingan bersama agar tetap


(21)

11

terjaga keselarasan dan keharmonisan hubungan sosialnya. Hal ini diduga akan mempengaruhi tingkat subjective well-being seseorang, baik secara langsung ataupun dengan melemahkan emosi dengan cara menerapkan nilai nrimo.

Hipotesa

Adapun hipotesa yang diajukan peneliti adalah adanya hubungan antara nilai budaya Jawa rukun dan nrimo dengan subjective well-being suku Jawa.

Metodologi Penelitian Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian ini berupa pendekatan kuantitatif dengan teknik analisis regresi yaitu suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas (X1 dan X2) terhadap variabel terikat (variabel Y) (Sarwono).

Subjek Penelitian

Jumlah populasi penduduk suku Jawa pada tahun 2015 adalah berkisar sekitar 38.847.561 jiwa (Badan Pusat Statistik, 2015). Peneliti dalam penelitian ini menggunakan jumlah sampel sebanyak 371 subjek dari batas minimal 348 subjek dengan tingkat kesalahan 5% berdasarkan tabel penentuan jumlah populasi milik Isaac dan Michael (dalam Sugiyono, 2014). Hal tersebut dikarenakan semakin besar jumlah sampel mendekati populasi penelitian maka peluang kesalahan generalisasi semakin sedikit/ kecil dan bila semakin kecil jumlah sampel dan menjahui populasi penelitian maka peluang kesalahan semakin besar (Sugiyono, 2014)

Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan karakteristik subjek yang sudah ditentukan (sesuai kriteria kebutuhan) peneliti (Tongco, 2007). Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Subjek keturunan dari orang tua yang berasal dari Jawa b. Subjek lahir dan tumbuh di Jawa

c. Pendidikan minimal SMA (Sekolah Menengah Atas) d. Sehari-hari masih menggunakan bahasa Jawa

Variabel dan Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga variabel, yaitu variabel subjective well-being sebagai variabel terikat (variabel Y), variabel nilai budaya Jawa (rukun) sebagai variabel bebas (variabel X1) dan juga variabel nilai budaya Jawa (nrimo) sebagai variabel bebas (variabel X2).

Variabel terikat (variabel Y) adalah subjective well-being yakni penilaian positif mengenai pengalaman serta kepuasan hidupnya dalam menentukan kualitas hidupnya yang didasarkan pada respons kognitif (kepuasan hidup) yaitu keyakinan (sikap) seseorang berdasarkan penilaiannya tantang kepuasan atau tidak tentang kehidupannya. Respon afektif (kebahagiaan) yaitu refleksi dari reaksi seseorang terhadap kesesuaian kehidupannya dengan keinginannya.


(22)

12

Variabel (X1) adalah nilai rukun yaitu suatu perilaku individu dalam menjaga suatu visi atau nilai-nilai bersama dengan menyingkirkan segala perselisihan dan pertikaian yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi suatu masyarakat yang harmonis, selaras, tenteram, dan tenang tanpa adanya perselisihan serta lebih mengutamakan hubungan baik dengan orang lain dengan tata cara yang pantas atau pun sesuai dengan krama Jawa meskipun harus menahan diri untuk berkonflik. Variabel (X2) adalah nrimo yakni suatu sikap menerima segala sesuatu yang terjadi pada dirinya secara tenang tanpa penolakan dengan kesadaran secara psikologis ataupun spiritual dan beranggapan bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan ketentuan/ karunia Tuhan melalui kerja keras dan usaha terlebih dahulu.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur subjective well-being pada penelitian ini adalah skala subjective well-being yang disusun oleh peneliti sesuai dengan teori subjective well-being milik Ed. Diener dengan dua komponen yaitu komponen kognitif dan afeksi. Skala ini berupa skala Likert yang terdiri dari lima pilihan Jawaban yakni STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), N (Netral), S (Setuju) dan SS (Sangat Setuju).

Sedangkan instrumen yang digunakan untuk mengukur nilai budaya Jawa (rukun dan nrimo) adalah sebagai berikut :

a. Instrumen yang digunakan untuk mengukur nilai rukun adalah skala Rukun yang diadaptasi oleh Karina tahun 2014 dengan penyusun asli adalah Ni Made dengan validitas .306 – .549 dengan tingkat reliabilitas sebesar .886. Kemudian dilakukan adaptasi pemodifikasian konteks oleh peneliti.

b. Instrumen yang digunakan untuk mengukur nilai nrimo adalah skala nrimo yang disusun oleh peneliti yang diperoleh dari konstruk nrimo dengan aspek menerima secara psikologis dan menerima secara spiritual. Model skala yang akan digunakan adalah model skala Likert yang terdiri dari lima pilihan Jawaban yakni STS (Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), N (Netral), S (Setuju) dan SS (Sangat Setuju).

Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian

Alat Ukur Jumlah Item Diujikan Jumlah Item Valid Validitas Indeks Reliabilitas Indeks Skala

Subjective Well-Being

36 33 0,310 – 0,677 0,928

Skala Rukun 29 24 0,307 – 0,667 0,880

Skala Nrimo 31 24 0,319 – 0,671 0,895

Prosedur dan Analisa Data

Prosedur dan analisa data yang akan digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut : Tahap pertama, peneliti akan membuat skala subjective well-being. Kemudian peneliti juga akan mengadopsi sekaligus memodifikasi skala tentang nilai rukun dari Ni Made (dalam Karina, 2014) dan akan membuat skala nrimo berdasarkan konstruk dari nrimo itu sendiri. Tahap kedua, peneliti akan melakukan uji face validity dan content validity terhadap skala-skala tersebut. Tahap ketiga, peneliti akan melakukan Try-out terhadap skala-skala tersebut hingga di dapat item-item yang baik dan buruk. Tahap keempat, peneliti akan membuang


(23)

13

item-item yang nilai validitasnya rendah (buruk) dan melakukan Try-out lagi. Tahap kelima, saat semua item sudah memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang tinggi (baik) maka peneliti siap melakukan pengambilan data (turun lapang).

Analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS Statistics 21 for windows dengan melakukan uji linier berganda (multiple linier regression). Uji uji linier berganda dilakukan karena untuk menguji hubungan dua variabel bebas/ independen terhadap satu variabel dependen.

HASIL PENELITIAN

Berikut merupakan hasil deskripsi dari keseluruhan subjek penelitian :

Tabel 2. Deskripsi Subjek Penelitian

Karakteristik Frekuensi Prosentase

Usia

15-21 Tahun (Remaja) 22-40 Tahun (Dewasa Awal) 41-60 Tahun (Dewasa Madya)

185 163 23 49,9% 44% 6,1% Jenis Kelamin Laki-laki

Perempuan 113 258 30,5% 69,5%

Penidikan SMA/ Sederajat S1 S2 Lainnya 253 91 10 17 68,2% 24,5% 2,7% 4,6%

Berdasarkan tabel 2 di atas diketahui bahwa bahwa dari 371 subjek, terdapat tiga rentangan usia yaitu usia 15-21 tahun (masa remaja) dengan jumlah 185 subjek atau 49,9%, usia 22-40 (dewasa awal) yang berjumlah 163 subjek atau 44% dan usia 41-60 tahun sebanyak 23 subjek atau 6,1%. Dilihat dari karakteristik jenis kelamin diketahui bahwa jumlah subjek laki-laki adalah 113 atau 30,5% dan 258 subjek perempuan atau 69,5%. Sedangkan, jika dilihat dari karakteristik pendidikan, terdapat 250 subjek atau sekitar 68,2% subjek lulusan dari sekolah menengah atas (SMA/ sederajat), 91 subjek atau 24% lulusan S1, 10 subjek atau 2,7% lulusan S2 dan sisanya 17 subjek atau 4,6% lulusan lainnya.

Tabel 3. Perhitungan T score Subjective Well-Being

Interval Variabel Frekuensi Prosentase

Tinggi (t score ≥

50) Subjective

Well-Being

210 56,6%

Rendah (t score <

50) 161 43,4%

Berdasarkan tabel 3 diatas diketahui bahwa dari 371 subjek, terdapat sebanyak 210 subjek atau 56.6% memiliki tingkat kategori subjective well-being yang tinggi dan sisanya 161 subjek atau 43.4% memiliki tingkat kategori subjective well-being yang rendah.


(24)

14 Tabel 4. Perhitungan T score Nilai Budaya Jawa

Interval Variabel Frekuensi Prosentase

Tinggi (t score ≥ 50) Nilai Rukun 230 62%

Rendah (t score < 50) 141 38%

Total 371 100%

Tinggi (t score ≥ 50) Nilai

Nrimo 232 62,5%

Rendah (t score < 50) 139 37,5%

Total 371 100%

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa dari 371 subjek terdapat 230 subjek atau 62% yang memiliki kategori nilai rukun yang tinggi dan sisanya, 141 subjek atau 38% memiliki kategori nilai rukun yang rendah. Sedangkan untuk nilai nrimo terdapat 232 subjek atau 62.5% yang memiliki kategori nilai nrimo yang tinggi dan 139 subjek atau 37.5% memiliki kategori nilai nrimo yang rendah.

Tabel 5. Hasil Analisis Regresi Nilai Budaya Jawa Rukun dan Nrimo dengan Subjective Well-Being

R R2 F Sig. Koefisien Regresi

B .Sig

Rukun dan

Nrimo 0,816 0,666 366,423 0,000

Constanta 35,781

Rukun 0,712 0,508 0,144 0,026

Nrimo 0,813 0,661 0,770 0,000

Berdasarkan tabel 5 diatas diketahui bahwa hubungan (R) nilai budaya Jawa dengan subjective well-being secara simultan adalah sebesar 0,816 dengan sumbangsih 66,6%. Setelah dilakukan pengujian secara terpisah, dapat diketahui bahwa hubungan nilai rukun dengan subjective well-being adalah 0,712 dengan sumbangsih 50,8% dan hubungan nilai nrimo dengan subjective well-being sebesar 0,813 dengan sumbangsih 66,1%. Hal tersebut menunjukkan bahwa apabila dilakukan pengujian secara terpisah nilai budaya Jawa rukun dan nrimo memiliki hubungan yang kuat terhadap subjective well-being. Tetapi apabila diuji secara simultan (bersama-sama) ternyata hubungan kedua nilai budaya tersebut dengan subjective well-being menjukkan sedikit peningkatan. Hal tersebut bisa diartikan bahwa ketika kedua nilai budaya tersebut diuji secara simultan dengan subjective well-being ternyata kedua nilai budaya rukun dan nrimo saling melemahkan satu sama lain. Diketahui juga bahwa nilai F-hitung = 366,423 dengan signifikansi P (0,000)<0,05 yang berarti adanya hubungan yang signifikan antara variabel rukun dan nrimo terhadap subjective well-being. Dari tabel 5 diatas dapat diketahui juga persamaan regresi sebagai berikut, nilai konstanta subjective well-being tanpa ada nilai rukun dan nrimo sebesar 35,781. Sedangkan apabila terdapat nilai rukun maka nilai subjective well-being akan meningkat sebesar 0,144 dengan p=0,026<0,05 maka diketahui bahwa ada hubungan dengan subjective well-being. Sedangkan apabila terdapat nilai nrimo maka nilai subjective well-being akan meningkat sebesar 0,770 dengan p=0,000<0,01 artinya adanya hubungan yang signifikan dengan subjective well-being.


(25)

15 DISKUSI

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan nilai budaya Jawa rukun dan nrimo menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap subjective well-being pada suku Jawa. Hal tersebut terlihat dari nilai R rukun dan nrimo sebesar 0,816 dengan sumbangsihnya 66,6%. Hal ini berarti semakin tinggi nilai budaya Jawa rukun dan nrimo yang dimiliki oleh suku Jawa maka semakin tinggi pula tingkat subjective well-being suku Jawa. Sebaliknya, semakin rendah nilai budaya Jawa rukun dan nrimo maka semakin rendah tingkat subjective well-being. Sehingga, hal tersebut membuktikan bahwa adanya hubungan antara nilai budaya Jawa rukun dan nrimo dengan subjective well-being pada suku Jawa. Sedangkan, setelah diuji secara terpisah menunjukkan bahwa kedua nilai budaya Jawa rukun dan nrimo sama-sama memiliki hubungan positif yang signifikan dengan subjective well-being pada suku Jawa. Hal ini diketahui dari nilai R nilai rukun sebesar 0,712 dan p=0,000<0,05 dengan sumbangsih sebesar 50,8%. Sedangkan untuk nilai R nrimo diketahui bahwa nilai R adalah 0,813 dan p=0,000<0,05 dengan besaran sumbangsih 66,1%. Berdasarkan hasil diatas, diketahui bahwa nilai budaya Jawa nrimo lebih memiliki hubungan dengan subjective well-being pada suku Jawa. Hal tersebut berkenaan bahwa nilai budaya rukun hanya mengedepankan keharmonisan sosial dalam bermasyarakat, yang mana hal tersebut juga dapat membebani seseorang untuk mengaktualisasikan diri dan lebih inisiatif. Sedangkan, nilai budaya Jawa nrimo mengajarkan kepada seseorang untuk melihat hal-hal yang bersifat positif dari suatu kesulitan. Nilai nrimo juga mengajarkan bahwa hal-hal yang diupayakan dan bagaimanpun hasilnya merupakan karunia Tuhan. Sehingga seorang individu yang nrimo akan merasa lega dengan hasil apapun yang akan di dapatkannya karena telah memantapkan diri berserah kepada Tuhan dan tidak menjadikan hal tersebut sebagai beban.

Tetapi jika dibandingkan, pengujian secara terpisah-pisah antara X1 (nilai rukun) dan X2 (nilai nrimo) dengan subjective well-being dan pengujian secara simultan (bersama-sama) diketahui bahwa peningkatkatan nilai subjective well-being tidak jauh berbeda dengan nilai hubungan X2 (nilai nrimo) terhadap subjective well-being saja. Hal tersebut berarti, kedua nilai budaya Jawa rukun dan nrimo ini secara terpisah memiliki hubungan yang kuat dengan subjective well-being. Tetapi saat di uji secara sejajar ternyata kedua nilai ini semakim melemahkan masing-masing hubungan dengan subjective well-being. Jika diasumsikan bahwa adanya hubungan antara nilai rukun dan nrimo hal tersebut tidak terbukti karena nilai tolerance 0,311>0,1 dan nilai VIF (inflation factor) 3,217<10 sehingga dapat diartikan bahwa pada nilai rukun dan nilai nrimo tidak terjadi multikolinieritas (hubungan antar variabel independen).

Sebelumnya, terdapat penelitian yang menjelaskan bahwa Indonesia yang terinterpretasikan oleh budaya Jawa memiliki suatu cara hidup yang unggul seperti rendah hati, gotong royong, dan rukun (Zaumseil, et al., 2014). Nilai-nilai budaya ini menjadi sangat penting ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain ataupun saat berada pada situasi tertentu misalnya situasi yang menekan atau yang kurang mengenakkan. Peristiwa-peristiwa yang kurang mengenakkan seseorang pada hakekatnya tidak bisa di hindarkan, karena hal tersebut merupakan rahasia Tuhan. Tetapi konsep nilai-nilai budaya Jawa sedikit banyak mengajarkan kepada masyarakatnya bagaimana untuk menghadapi hal-hal dalam hidupnya seperti tidak berkonflik dan menghindari konfrontasi. Misalnya saat berkonflik dengan seseorang/ golongan, nilai budaya Jawa yang dapat diterapkan adalah nilai rukun, pada nilai rukun ini terdapat sebuah intisari bahwa individu dengan individu lainnya adalah satu


(26)

16

kesatuan dalam kehidupan sosial. Sehingga dengan menjaga kerukunan secara otomatis, individu tersebut telah menjaga keharmonisan dan hubungan yang baik didalam bermasyrakat. Agar tidak ada perasaan kesal, jengkel dan marah dari konflik atau hal-hal yang kurang mengenakkan tersebut, terdapat pula konsep nilai budaya Jawa yaitu nrimo. Nrimo merupakan konsep Jawa untuk meminimalisir dan meredakan emosi seseorang (Mulder dalam Karina, 2014). Seseorang yang menerapkan nilai nrimo akan menyakini secara psikologis dan spiritual bahwa apa yang terjadi adalah kehendak Yang Maha Kuasa. Sehingga perasaan dan fikiran seseoarng tidak terpaku kepada masalah apa yang terjadi pada dirinya tetapi lebih kepada bagaimana cara penyelesaian dan apa maksud/ hikmah dari kejadian tersebut. Sehingga konsep dari nilai nrimo ini menjadi modal seseorang untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingginya nilai kedua nilai budaya Jawa rukun 62% dan nrimo 62,5% diikuti oleh subjective well-being yang tinggi dengan prosentase 56,6%. Artinya pada nilai-nilai lokal pada budaya kolektifistik khususnya budaya Jawa memiliki kontribusi terhadap subjective well-being. Padahal, penelitian terdahulu mengemukakan bahwa tingkat subjective well-being yang tinggi terdapat pada budaya individualistik karena berkorelasi dengan self-esteem dan optimisme (Markus, Matsumoto & Norrasakkunkit dalam Rufaedah, 2012). Hal tersebut berarti individu yang tinggal pada budaya individualistik akan memiliki tingkat subjective well-being yang tinggi saat dihargai sebagai individu secara utuh. Selain itu, terdapat juga penelitian menjelaskan bahwa salah satu ciri kepuasan dan kebahagiaan hidup lebih ditemukan pada negara yang makmur (Carr dalam Wijayanti dan Nurwianti, 2010). Apabila melihat kondisi indonesia dengan tingkat kemiskinan pada tahun 2015 sebesar 28,59 juta jiwa dan sistem budaya berbasis kolektivistik maka hal tersebut menjadi sangat kontradiktif ditambah lagi dengan indeks kebahagiaan dan kepuasan hidup di Indonesia pada tahun 2014 mencapai angka 68,28 dan termasuk kategori tinggi (Sari, 2015).

Apabila melihat dari penelitian-penelitian terdahulu, dapat diketahui bahwa tingkat subjective well-being pada budaya individualistik lebih tinggi dari pada budaya kolektivistik dengan penjelasan bahwa individu yang tinggal pada budaya individualistik akan memiliki tingkat subjective well-being yang tinggi saat dihargai sebagai individu secara utuh (Markus, Matsumoto & Norrasakkunkit dalam Rufaedah, 2012). Tetapi terdapat pula penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kekuatan karakter pada dewasa muda asli Yogyakarta dengan aspek yang loyalitas yang paling berpengaruh terhadap subjective well-being dengan sumbangsihnya sebesar 52,3% (Husna, 2012). Artinya, kekuatan karakter akan mengarahkan individu pada pencapaian hidup yang terefleksikan dalam fikiran, perasaan dan tingkah laku. Sedangkan karakter yang menjadi cerminan budaya kolektivistik seperti Indonesia adalah rukun, gotong royong, nrimo dan lain sebagainya. Apabila melihat hal ini berarti menunjukkan bahwa sebenarnya konteks dari tingkat subjective well-being antara budaya kolektivistik dan individualistik sangat berbeda. Apabila pada budaya individualistik tingkat subjective well-being tinggi saat seorang individu dihargai secara utuh maka tingkat subjective well-being pada budaya kolektivistik saat individu dihargai bagian dari kelompok atau golongan dengan menjaga keharmonisan. Selain itu, apabila pada budaya individualistik seseorang berfokus pada pengaktualisasian diri dan akan menjadi masalah karena persaingan yang ketatat maka pada budaya kolektivistik khususnya budaya Jawa menamkan nilai nrimo yang bermakna bahwa dalam mencapai sesuatu seseorang harus maksimal dan pada hasil akhir diserahkan kepada Tuhan.


(27)

17

SIMPULAN DAN IMPIKASI

Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara nilai budaya Jawa rukun dan nrimo dengan subjective well-being pada suku Jawa. (R = 0,816 ; p = 0,000). Hal ini menunjukkan semakin tinggi nilai budaya Jawa rukun dan nrimo yang dimiliki oleh suku Jawa maka semakin tinggi pula tingkat subjective well-being suku Jawa. Sebaliknya, semakin rendah nilai budaya Jawa rukun dan nrimo yang dimiliki oleh suku Jawa maka semakin rendah tingkat subjective well-being suku Jawa. Dengan demikian dapat diketahui bahwa hipotesa dalam penelitian ini terbukti dan dapat diterima. Adapun sumbangsih yang diberikan nilai kedua nilai budaya rukun dan nrimo terhadap subjective well-being adalah sebesar 66,4% dan sisanya sebesar 33,4% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini.

Implikasi dari penelitian ini, yaitu diharapkan bagi suku Jawa, bahwasanya dalam penelitian ini nilai-nilai budaya Jawa yang telah diteliti memiliki hubungan yang positif dengan subjective well-being. Oleh sebab itu suku Jawa dapat menanamkan, memegang teguh serta melestarikan nilai-nilai budaya Jawa rukun dan nrimo kepada generasi penerus seperti kepada anak-anak dengan cara mengajarkan bahwa mengganggu hak orang lain tidak dibolehkan dan pada setiap hal yang dialami harus diterima dengan lapang. Sementara itu, bagi peneliti selanjutnya agar menghubungkan atau mengganti variabel bebas tetapi masih dalam lingkup nilai budaya yang ada di Indonesia selain budaya Jawa dengan subjective well-being yang diduga dapat memperkuat hasil penelitian.


(28)

18

DAFTAR PUSTAKA

Ariyanti, F. (2015, September 20). Jumlah Orang Miskin Diprediksi Naik Hingga 1,5 Juta

pada 2015 Ini. Retrieved from Liputan 6:

http://bisnis.liputan6.com/read/2321940/jumlah-orang-miskin-diprediksi-naik-hingga-15-juta-pada-2015-ini

Badan Pusat Statistik. (2013). Jumlah Angkatan Kerja, Penduduk Bekerja, Pengangguran,

TPAK dan TPT, 1986-2013. Retrieved from Data BPS:

http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/973

Badan Pusat Statistik. (2015). Data BPS. Retrieved from Jumlah Rumah Tangga Hasil

Proyeksi 2011-2015 Menurut Kabupaten/Kota:

http://jatim.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/324

Commissioner Day 2: How Do We Value (And Undervalue) Culture? (2014, April 2). The Future of Cultural Value, pp. 1-23.

Dahlan, A. (2014, September 24). Analisis Kultur Individualis-Kolektivis Terhadap Gaya

Resolusi Konflik Auditor. Retrieved from

http://multiparadigma.lecture.ub.ac.id/files/2014/09/082.pdf

Dayakisni, T., & Yuniardi. (2012). Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press. Diener, E. (1984). Subjective Well-Being. Psychological Bulletin, 542-575.

Diener, E. (2000). Subjective Well-Being The Science of Happiness and a Proposal for a National Index. American Psychologist, 34-43.

Diener, E., & Diener, R. B. (2002). Will Money Increase Subjective Well-Being? A literature Review and Guide to Needed Research. Social Indicators Research, 119-169.

Diener, E., & Seligman, M. E. (2004). Beyond Money Toward an Economy of Well-Being. American Psychological Society, 1-31.

Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (n.d.). Subjective Well-Being The Science of Happiness and Life Satisfaction. In Emotion-Focused Approaches (pp. 63-73).

Diener, E., Oishi, S., & Lucas, R. E. (2003, Agustus 6). Personality, Culture, and Subjective Well-Being: Emotional and Cognitive Evaluationsof Life. Annual Review of Psychology, pp. 403-427.

Diener, E., Suh, E., & Oishi, S. (1997). Recent Finding on Subjective Well-Being. Indian Journal of Clinical Psychology, 1-24.

Djakababa, N. D. (2010). Nrimo And The Resilience Of Humanitarian Volunteers in Post-Earthquake Yogyakarta And Central Java. In T. C. UGM, Book Of Abstracts: The First International Conference Of Indigenous & Cultural Psychology (pp. i-397). Yogyakarta: Fakultas Psikologi, Universitas Gadjah Mada.

Endraswara, S. (2003). Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Endraswara, S. (2015). Etnologi Jawa. Yogyakarta: CAPS (Center for Academic Publising Service)


(29)

19

Großmann, K. (2006, Oktober). NGOs In Java Acrobats Between Political Restrictions and Cultural Contradictions. Online-Materialien Aus Dem Asienhaus, pp. 1-86.

Holden, J. (2006). Cultural Value and the Crisis of Legitimacy: Why Culture Needs A Democratic Mandate. London: Demos.

Husna, S. (2012). Hubungan Kekuatan Karakter Dengan Subjective Well-Being Pada Penduduk Dewasa Muda Asli Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Karina, V. D. (2014). Pengaruh Nilai Budaya Jawa (Rukun-Hormat) Terhadap Pemaafan Dalam Konteks Hubungan Remaja dengan Orang Tua. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Kurniawan, A. P., & Hasanat, N. U. (2010). Ekspresi Emosi Pada Tiga Tingkatan Perkembangan Pada Suku Jawa Di Yogyakarta: Kajian Psikologi Emosi dan Kultur Pada Masyarakat Jawa . Jurnal Psikologi Indonesia, 50-64.

Linley, P. A., & Joseph, S. (2004). Applied Positive Psychology: A New Perspective for Professional Practice. In P. A. Linley, & S. Joseph, Positive Psychology in Practice (pp. 1-795). Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Matsumoto, D., & Juang, L. (2013). Culture & Psychology 5th Edition. USA: Jon-David Hague.

Mediastianto, E. (2015, Januari 26). Statistik Kejadian Bencana Tahun 2014. Retrieved from Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan: http://www.penanggulangankrisis.depkes.go.id/statistik-kejadian-bencana-tahun-2014

Michalos, A. C. (2007). Education, Happiness and Wellbeing. Joint Research Center of The European Commission, OECD, Center for Economic and International Studies and the Bank of Italy (pp. 1-25). Canada: Prince George, B.C. V2N 4Z9.

Mujamiasih, M. (2013). Subjective Well-Being (SWB) : Studi Indigenous Pada PNS dan Karyawan Swasta yang Bersuku Jawa di Pulau Jawa. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Ningsih, D. A. (2013). Subjective Well-Being Ditinjau Dari Faktor Demografi (Status Pernikahan, Jenis Kelamin, Pendapatan). Jurnal Online Psikologi, 581-603.

Pavot, W., & Diener, E. (1993). Review of The Satisfaction With Life Scale. Psychological Assessment, 164-172.

Prihartanti, N. (2012). Merajut Kebahagiaan Bersama Dalam Masyarakat Multikultural. In A. Afif, Matahari Dari Mataram Menyelami Spiritualitas Jawa Rasional Ki Ageng Suryomentaram (pp. 196-207). Depok: Kepik.

Primasari, A., & Yuniarti, K. W. (2012). What Make Teenagers Happy? An Exploratory Study Using Indigenous Psychology Approach. International Journal of Research Studies In Psychology, 53-61.

Priwati , A. R. (2013, Desember 5). Contributing Factors on Adolescents' Happiness Across Sex: An Indigenous Psychological Analysis. Indigenous And Cultural Psychology , pp. 1-10.


(30)

20

Rachim, R. L., & Nashori, H. F. (2007). Hubungan Antara Nilai Budaya Jawa Dengan Perilaku Nakal Pada Remaja Jawa. Jogjakarta: Universitas Islam Indonesia.

Rufaedah, A. (2012). Hubungan Antara Self-Construal dan Subjective Well-Being Pada Etnis Jawa . Depok: Universitas Indonesia.

Saptoto, R. (2009). Dinamika Psikologis Nerimo dalam Bekerja: Nerimo Sebagai Motivator Atau Demotivator? Jurnal Psikologi Indonesia, 131-137.

Sari, E. V. (2015, Februari 2). Tahun Lalu Semakin Banyak Orang Indonesia Hidup

Bahagia. Retrieved from CNN Indonesia:

http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150205134422-92-29877/tahun-lalu-semakin-banyak-orang-indonesia-hidup-bahagia/

Sarwono, J. (n.d.). Regresi Linier. Retrieved from

http://www.jonathansarwono.info/regresi/regresi.pdf

Schimmack, U., Radhakrishnan, P., Oishi, S., Dzokoto, V., & Ahadi, S. (2002). Culture, Personality, and Subjective Well-Being: Integrating Process Models of Life Satisfaction. Journal of Personality and Social Psychology, 582-593.

Seligman, M. E. (2005). Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan dengan Psikologi Positif. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.

Tongco, M. D. (2007). Purposive Sampling As A Tool For Informant Selection. A Journal Of Plant, People And Applied Research, 147-158.

Triandis, H. C. (1994). Culture and Social Behavior.

Utami, D. F., Fadhalah, R. A., & Nuzulia, S. (2013). Studi Indigenous Work Conflict Pada Karyawan Bersuku Jawa. Journal of Social and Industrial Psychology, 18-35. Veenhoven, R. (1989). Conditions of Happiness. Holland: D. Reidel Publishing Company. Vigara, A. (2008). Hubungan Individualisme - Kolektivisme dengan Sikap terhadap

Perubahan pada Karyawan PT "Z" Cabang Belmera - Medan. Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Wijayanti, H., & Nurwianti, F. (2010). Kekuatan Karakter dan Kebahagiaan Pada Suku Jawa. Jurnal Psikologi, 114-122.

Wiktionary. (2016, Mei 15). Wiktionary: Kamus bahasa Jawa - bahasa Indonesia. Retrieved fromhttps://id.wiktionary.org/wiki/Wiktionary:Kamus_bahasa_Jawa_%E2%80%93 _bahasa_Indonesia

Zaumseil, M., Schwarz, S., Vacono, M. v., Sullivan, G. B., Prawitasari, J. E., & Hadiyono. (2014). Cultural Psychology of Coping with Disasters; Tha Case of an Earthquake in Java, Indonesia. London: Springer New York Heidelberg Dordrecht London.


(31)

21

Lampiran I

Skala Try-Out

Subjective Well-being

,


(1)

86

LKF 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 63 28 29 -2,77784 -3,75878 -3,3223 22,22 12,41 16,78 0,85018

Dz 21 Perempuan S1 Jawa 89 75 65 -1,42332 -0,8277 -1,29726 35,77 41,72 37,03 -7,64929

DJWB 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 119 108 105 0,13958 1,23029 0,95278 51,4 62,3 59,53 -13,2085

W 21 Laki-laki S1 Jawa 120 95 92 0,19168 0,41957 0,22152 51,92 54,2 52,22 -0,32353

TAA 21 Perempuan Lainnya Jawa 129 80 72 0,66055 -0,51588 -0,90351 56,61 44,84 40,96 26,23966

Kiev 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 130 89 92 0,71264 0,04539 0,22152 57,13 50,45 52,22 10,54219

Son 21 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 134 106 95 0,92103 1,10556 0,39027 59,21 61,06 53,9 9,77949

A A K 21 Perempuan Lainnya Jawa 139 97 100 1,18151 0,54429 0,67153 61,82 55,44 56,72 12,22834

Bernadeta Dewi 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 120 92 99 0,19168 0,23248 0,61528 51,92 52,32 56,15 -5,28028

IM 21 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 85 47 61 -1,63171 -2,57388 -1,52227 33,68 24,26 34,78 -4,52949

kurniawan 21 Laki-laki Lainnya Jawa 118 78 73 0,08748 -0,64061 -0,84725 50,87 43,59 41,53 14,75829

Agsa 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 72 52 33 -2,30896 -2,26206 -3,0973 26,91 27,38 19,03 3,30752

LCY 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 114 80 92 -0,1209 -0,51588 0,22152 48,79 44,84 52,22 -4,15923

MR 21 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 71 48 55 -2,36106 -2,51151 -1,85977 26,39 24,88 31,4 -14,0541

mp 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 120 95 93 0,19168 0,41957 0,27777 51,92 54,2 52,78 -1,09347

BL 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 118 96 96 0,08748 0,48193 0,44652 50,87 54,82 54,47 -5,54759

Guntur Adi W 21 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 122 93 101 0,29587 0,29484 0,72778 52,96 52,95 57,28 -4,96445

S 21 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 110 88 87 -0,32929 -0,01698 -0,05974 46,71 49,83 49,4 -5,4638

pindangg 21 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 112 88 90 -0,2251 -0,01698 0,10901 47,75 49,83 51,09 -5,77363

TEDY 21 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 116 94 90 -0,01671 0,3572 0,10901 49,83 53,57 51,09 -2,63935

MSM 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 136 97 104 1,02522 0,54429 0,89653 60,25 55,44 58,97 6,14857

PN 21 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 108 81 87 -0,43348 -0,45352 -0,05974 45,67 45,46 49,4 -6,45379

M 22 Laki-laki S1 Jawa 99 72 68 -0,90235 -1,01479 -1,12851 40,98 39,85 38,71 0,47373

RA 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 108 111 80 -0,43348 1,41738 -0,4535 45,67 64,17 45,47 -5,39278

Y 22 Perempuan S1 Jawa 125 93 97 0,45216 0,29484 0,50277 54,52 52,95 55,03 1,11532

A 22 Laki-laki S1 Jawa 111 69 75 -0,27719 -1,20188 -0,73475 47,23 37,98 42,65 7,51698

D 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 112 74 81 -0,2251 -0,89006 -0,39725 47,75 41,1 46,03 3,17588

DD 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 115 89 75 -0,06881 0,04539 -0,73475 49,31 50,45 42,65 8,63125

AFA 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 113 89 76 -0,173 0,04539 -0,6785 48,27 50,45 43,21 5,86131

CD 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 113 92 72 -0,173 0,23248 -0,90351 48,27 52,32 40,96 8,50822

FSA 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 111 89 75 -0,27719 0,04539 -0,73475 47,23 50,45 42,65 4,63125

AW 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 117 88 96 0,03539 -0,01698 0,44652 50,35 49,83 54,47 -5,3933

IR 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 127 86 88 0,55635 -0,1417 -0,00349 55,56 48,58 49,97 11,05483

IL 22 Perempuan Lainnya Jawa 127 95 101 0,55635 0,41957 0,72778 55,56 54,2 57,28 -0,25303

SFI 22 Perempuan S1 Jawa 118 91 95 0,08748 0,17011 0,39027 50,87 51,7 53,9 -4,05621

D 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 129 97 84 0,66055 0,54429 -0,22849 56,61 55,44 47,72 14,54746

YN 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 108 104 90 -0,43348 0,98084 0,10901 45,67 59,81 51,09 -12,0822

L 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 133 93 90 0,86893 0,29484 0,10901 58,69 52,95 51,09 14,50494

LA 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 94 96 81 -1,16284 0,48193 -0,39725 38,37 54,82 46,03 -17,9984

A 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 102 79 90 -0,74606 -0,57825 0,10901 42,54 44,22 51,09 -14,4751


(2)

87

VH 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 116 91 99 -0,01671 0,17011 0,61528 49,83 51,7 56,15 -9,13599

D 22 Perempuan Lainnya Jawa 153 113 109 1,91087 1,54211 1,17779 69,11 65,42 61,78 16,99026

D 22 Perempuan S1 Jawa 126 99 108 0,50426 0,66902 1,12154 55,04 56,69 61,22 -7,21978

R 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 115 90 98 -0,06881 0,10775 0,55902 49,31 51,08 55,59 -9,22176

K 22 Laki-laki S1 Jawa 120 101 95 0,19168 0,79375 0,39027 51,92 57,94 53,9 -3,49908

L 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 103 83 81 -0,69397 -0,32879 -0,39725 43,06 46,71 46,03 -7,1227

AAH 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 135 103 100 0,97313 0,91847 0,67153 59,73 59,18 56,72 7,36263

A 22 Perempuan S1 Jawa 105 83 87 -0,58977 -0,32879 -0,05974 44,1 46,71 49,4 -9,74236

AMZA 22 Perempuan S1 Jawa 120 88 93 0,19168 -0,01698 0,27777 51,92 49,83 52,78 -0,08346

D 22 Perempuan Lainnya Jawa 102 94 93 -0,74606 0,3572 0,27777 42,54 53,57 52,78 -18,9492

SNF 22 Laki-laki S1 Jawa 105 96 87 -0,58977 0,48193 -0,05974 44,1 54,82 49,4 -11,6181

AFM 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 110 95 100 -0,32929 0,41957 0,67153 46,71 54,2 56,72 -16,4831

AMW 22 Perempuan S2 Jawa 133 108 115 0,86893 1,23029 1,51529 58,69 62,3 65,15 -6,90797

NKUA 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 78 92 91 -1,99638 0,23248 0,16527 30,04 52,32 51,65 -41,1207

EH 22 Perempuan S1 Jawa 129 105 102 0,66055 1,0432 0,78403 56,61 60,43 57,84 -0,46584

KITA 22 Perempuan S1 Jawa 139 101 100 1,18151 0,79375 0,67153 61,82 57,94 56,72 11,6512

SY 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 132 101 110 0,81684 0,79375 1,23404 58,17 57,94 62,34 -3,04825

AFD 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 121 91 87 0,24377 0,17011 -0,05974 52,44 51,7 49,4 5,10334

CAM 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 130 85 96 0,71264 -0,20407 0,44652 57,13 47,96 54,47 8,03956

ZADP 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 120 107 96 0,19168 1,16793 0,44652 51,92 61,68 54,47 -5,13474

Citra 22 Perempuan S1 Jawa 47 49 36 -3,61138 -2,44915 -2,92855 13,89 25,51 20,71 -23,5695

dea 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 117 79 97 0,03539 -0,57825 0,50277 50,35 44,22 55,03 -4,86466

R 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 105 46 65 -0,58977 -2,63624 -1,29726 44,1 23,64 37,03 12,53502

s 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 131 89 89 0,76474 0,04539 0,05276 57,65 50,45 50,53 13,85203

SM 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 78 61 62 -1,99638 -1,70079 -1,46602 30,04 32,99 35,34 -14,3195

Nur Laili RJ 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 119 102 110 0,13958 0,85611 1,23404 51,4 58,56 62,34 -16,1925

By 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 122 97 94 0,29587 0,54429 0,33402 52,96 55,44 53,34 -0,15199

F 22 Laki-laki S1 Jawa 69 45 44 -2,46526 -2,6986 -2,47854 25,35 23,01 25,21 -7,15186

Frly 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 125 110 102 0,45216 1,35502 0,78403 54,52 63,55 57,84 -5,18727

D 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 134 96 87 0,92103 0,48193 -0,05974 59,21 54,82 49,4 17,38191

teqila 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 122 106 98 0,29587 1,10556 0,55902 52,96 61,06 55,59 -4,53035

R 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 99 102 80 -0,90235 0,85611 -0,4535 40,98 58,56 45,47 -13,0942

Ridho Putra 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 94 62 62 -1,16284 -1,63843 -1,46602 38,37 33,62 35,34 1,53627

Indra Nurdin 22 Laki-laki S1 Jawa 99 72 72 -0,90235 -1,01479 -0,90351 40,98 39,85 40,96 -2,60605

Z 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 88 84 64 -1,47542 -0,26643 -1,35351 35,25 47,34 36,46 -9,17793

EP 22 Perempuan Lainnya Jawa 125 98 101 0,45216 0,60666 0,72778 54,52 56,07 57,28 -2,68589

f 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 84 54 46 -1,6838 -2,13733 -2,36603 33,16 28,63 26,34 5,00967

Wilda safira 22 Perempuan S1 Jawa 63 45 38 -2,77784 -2,6986 -2,81604 22,22 23,01 21,84 -8,5322

T 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 121 96 93 0,24377 0,48193 0,27777 52,44 54,82 52,78 -0,23776

Ahmd F 22 Laki-laki Lainnya Jawa 88 52 42 -1,47542 -2,26206 -2,59104 35,25 27,38 24,09 12,37802


(3)

88

ana 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 124 106 106 0,40006 1,10556 1,00903 54 61,06 60,09 -8,6899

aedl 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 142 102 106 1,3378 0,85611 1,00903 63,38 58,56 60,09 9,88725

Ky 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 71 45 38 -2,36106 -2,6986 -2,81604 26,39 23,01 21,84 -0,5322

Bilda 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 81 28 24 -1,84009 -3,75878 -3,60356 31,6 12,41 13,96 22,6999

Ardhan 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 136 98 95 1,02522 0,60666 0,39027 60,25 56,07 53,9 12,93378

MB 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 90 82 77 -1,37122 -0,39116 -0,62225 36,29 46,09 43,78 -16,8986

Ria Aprillina 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 100 86 83 -0,85026 -0,1417 -0,28474 41,5 48,58 47,15 -12,0955

FHL 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 67 43 34 -2,56945 -2,82333 -3,04105 24,31 21,77 19,59 -1,16384

a 22 Perempuan S1 Jawa 134 89 100 0,92103 0,04539 0,67153 59,21 50,45 56,72 8,38264

DGW 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 117 79 95 0,03539 -0,57825 0,39027 50,35 44,22 53,9 -3,32477

H 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 126 97 97 0,50426 0,54429 0,50277 55,04 55,44 55,03 1,53818

ADKP 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 119 93 84 0,13958 0,29484 -0,22849 51,4 52,95 47,72 5,1246

Fatin hidayati 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 131 101 111 0,76474 0,79375 1,29029 57,65 57,94 62,9 -4,81819

D 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 112 94 82 -0,2251 0,3572 -0,34099 47,75 53,57 46,59 -0,47979

Ay 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 113 90 78 -0,173 0,10775 -0,566 48,27 51,08 44,34 4,17713

F 22 Laki-laki S1 Jawa 53 44 37 -3,2988 -2,76097 -2,87229 17,01 22,39 21,28 -17,618

Feli 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 139 92 94 1,18151 0,23248 0,33402 61,82 52,32 53,34 17,56944

e 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 145 91 106 1,49409 0,17011 1,00903 64,94 51,7 60,09 14,4744

I 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 68 42 33 -2,51735 -2,88569 -3,0973 24,83 21,14 19,03 0,75039

FS 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 122 97 97 0,29587 0,54429 0,50277 52,96 55,44 55,03 -2,46182

FAP 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 102 79 66 -0,74606 -0,57825 -1,24101 42,54 44,22 37,59 4,00362

Shabrina Hibatul Wafi 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 129 98 99 0,66055 0,60666 0,61528 56,61 56,07 56,15 2,854

MJBP 22 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 119 99 98 0,13958 0,66902 0,55902 51,4 56,69 55,59 -6,52034

EAL 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 97 87 86 -1,00655 -0,07934 -0,11599 39,93 49,21 48,84 -17,5496

KF 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 128 92 85 0,60845 0,23248 -0,17224 56,08 52,32 48,28 13,49895

MS 22 Perempuan S1 Jawa 126 102 107 0,50426 0,85611 1,06528 55,04 58,56 60,65 -6,8827

RPW 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 98 89 82 -0,95445 0,04539 -0,34099 40,46 50,45 46,59 -13,7584

RPW 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 98 89 82 -0,95445 0,04539 -0,34099 40,46 50,45 46,59 -13,7584

barbie 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 68 54 42 -2,51735 -2,13733 -2,59104 24,83 28,63 24,09 -7,91055

LM 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 134 89 102 0,92103 0,04539 0,78403 59,21 50,45 57,84 6,84275

NANA 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 123 86 86 0,34797 -0,1417 -0,11599 53,48 48,58 48,84 8,59472

W 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 132 109 113 0,81684 1,29265 1,40279 58,17 62,93 64,03 -6,51237

C 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 89 75 63 -1,42332 -0,8277 -1,40977 35,77 41,72 35,9 -6,1094

R 22 Perempuan S1 Jawa 127 90 93 0,55635 0,10775 0,27777 55,56 51,08 52,78 6,62796

D 22 Perempuan S1 Jawa 121 93 91 0,24377 0,29484 0,16527 52,44 52,95 51,65 1,73499

S 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 138 110 110 1,12942 1,35502 1,23404 61,29 63,55 62,34 1,65317

K 22 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 112 95 98 -0,2251 0,41957 0,55902 47,75 54,2 55,59 -12,9432

L 23 Perempuan S1 Jawa 129 96 102 0,66055 0,48193 0,78403 56,61 54,82 57,84 0,83274

DA 23 Perempuan S1 Jawa 135 93 94 0,97313 0,29484 0,33402 59,73 52,95 53,34 13,42516

MHR 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 115 72 75 -0,06881 -1,01479 -0,73475 49,31 39,85 42,65 11,08412


(4)

89

MH 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 132 96 88 0,81684 0,48193 -0,00349 58,17 54,82 49,97 14,61197

RKH 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 117 86 75 0,03539 -0,1417 -0,73475 50,35 48,58 42,65 11,06411

RD 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 107 65 81 -0,48558 -1,45134 -0,39725 45,14 35,49 46,03 -0,52554

CF 23 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 114 91 75 -0,1209 0,17011 -0,73475 48,79 51,7 42,65 7,34268

RRN 23 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 108 86 80 -0,43348 -0,1417 -0,4535 45,67 48,58 45,47 -1,78561

T 23 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 135 96 93 0,97313 0,48193 0,27777 59,73 54,82 52,78 13,76224

N 23 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 120 96 102 0,19168 0,48193 0,78403 51,92 54,82 57,84 -8,16726

AS 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 118 96 98 0,08748 0,48193 0,55902 50,87 54,82 55,59 -7,08748

S 23 Laki-laki S1 Jawa 114 96 93 -0,1209 0,48193 0,27777 48,79 54,82 52,78 -7,23776

K 23 Laki-laki S1 Jawa 117 88 93 0,03539 -0,01698 0,27777 50,35 49,83 52,78 -3,08346

NS 23 Perempuan S1 Jawa 113 85 93 -0,173 -0,20407 0,27777 48,27 47,96 52,78 -6,6506

YRD 23 Perempuan S1 Jawa 116 100 96 -0,01671 0,73138 0,44652 49,83 57,31 54,47 -8,12474

Y 23 Laki-laki S1 Jawa 123 101 99 0,34797 0,79375 0,61528 53,48 57,94 56,15 -3,57886

RIO 23 Laki-laki S1 Jawa 127 100 101 0,55635 0,73138 0,72778 55,56 57,31 57,28 -0,97446

S 23 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 129 92 96 0,66055 0,23248 0,44652 56,61 52,32 54,47 6,02956

B 23 Laki-laki S1 Jawa 110 93 94 -0,32929 0,29484 0,33402 46,71 52,95 53,34 -11,5748

TK 23 Perempuan S1 Jawa 122 101 96 0,29587 0,79375 0,44652 52,96 57,94 54,47 -2,26902

SI 23 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 112 86 87 -0,2251 -0,1417 -0,05974 47,75 48,58 49,4 -3,17522

AJM 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 114 89 96 -0,1209 0,04539 0,44652 48,79 50,45 54,47 -8,53758

SNF 23 Perempuan S1 Jawa 109 85 76 -0,38139 -0,20407 -0,6785 46,19 47,96 43,21 2,43845

ANGEL 23 Perempuan S1 Jawa 112 88 85 -0,2251 -0,01698 -0,17224 47,75 49,83 48,28 -1,92391

LU 23 Laki-laki S1 Jawa 113 89 95 -0,173 0,04539 0,39027 48,27 50,45 53,9 -8,76764

Richard 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 94 72 73 -1,16284 -1,01479 -0,84725 38,37 39,85 41,53 -8,37599

OD 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 114 76 93 -0,1209 -0,76534 0,27777 48,79 42,35 52,78 -4,35203

AGG 23 Laki-laki Lainnya Jawa 77 53 50 -2,04848 -2,1997 -2,14103 29,52 28 28,59 -4,92582

wahyu santoso 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 133 89 95 0,86893 0,04539 0,39027 58,69 50,45 53,9 11,23236

Ac 23 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 69 47 37 -2,46526 -2,57388 -2,87229 25,35 24,26 21,28 -2,05082

Adytia 23 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 97 75 73 -1,00655 -0,8277 -0,84725 39,93 41,72 41,53 -5,80885

Dimas rari 23 Laki-laki S1 Jawa 128 90 93 0,60845 0,10775 0,27777 56,08 51,08 52,78 7,62796

T 23 Perempuan S1 Jawa 131 93 100 0,76474 0,29484 0,67153 57,65 52,95 56,72 4,80549

W 23 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 123 95 90 0,34797 0,41957 0,10901 53,48 54,2 51,09 4,21636

DS 24 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 129 92 113 0,66055 0,23248 1,40279 56,61 52,32 64,03 -7,0595

S 24 Laki-laki S1 Jawa 132 96 93 0,81684 0,48193 0,27777 58,17 54,82 52,78 10,76224

MH 24 Laki-laki S1 Jawa 130 85 92 0,71264 -0,20407 0,22152 57,13 47,96 52,22 11,11934

E 24 Perempuan S1 Jawa 114 85 102 -0,1209 -0,20407 0,78403 48,79 47,96 57,84 -12,5801

SQ 25 Perempuan Lainnya Jawa 110 73 72 -0,32929 -0,95243 -0,90351 46,71 40,48 40,96 8,24967

A 25 Laki-laki S1 Jawa 126 111 96 0,50426 1,41738 0,44652 55,04 64,17 54,47 0,28811

SA 25 Laki-laki S1 Jawa 117 84 90 0,03539 -0,26643 0,10901 50,35 47,34 51,09 -0,19648

Novi suci lestari 25 Perempuan S1 Jawa 129 103 101 0,66055 0,91847 0,72778 56,61 59,18 57,28 0,59268

SN 26 Perempuan Lainnya Jawa 110 77 78 -0,32929 -0,70297 -0,566 46,71 42,97 44,34 3,05286


(5)

90

D 26 Laki-laki S2 Jawa 98 70 56 -0,95445 -1,13952 -1,80352 40,46 38,6 31,96 9,00164

V 26 Laki-laki S1 Jawa 108 84 94 -0,43348 -0,26643 0,33402 45,67 47,34 53,34 -12,2763

V 26 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 106 99 87 -0,53768 0,66902 -0,05974 44,62 56,69 49,4 -11,051

FW 27 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 114 82 91 -0,1209 -0,39116 0,16527 48,79 46,09 51,65 -3,67786

W 28 Laki-laki S1 Jawa 102 75 59 -0,74606 -0,8277 -1,63477 42,54 41,72 33,65 9,97037

Eka 28 Perempuan S1 Jawa 151 89 111 1,80667 0,04539 1,29029 68,07 50,45 62,9 16,91325

FAA 29 Laki-laki S2 Jawa 132 85 96 0,81684 -0,20407 0,44652 58,17 47,96 54,47 10,03956

Syafiruddin allamhy 29 Laki-laki S1 Jawa 136 104 102 1,02522 0,98084 0,78403 60,25 59,81 57,84 6,67845

B 31 Perempuan S1 Jawa 131 92 93 0,76474 0,23248 0,27777 57,65 52,32 52,78 10,33939

ANA 33 Perempuan S1 Jawa 116 99 94 -0,01671 0,66902 0,33402 49,83 56,69 53,34 -6,44056

ES 33 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 142 94 111 1,3378 0,3572 1,29029 63,38 53,57 62,9 7,19182

SA 33 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 118 100 107 0,08748 0,73138 1,06528 50,87 57,31 60,65 -14,5941

M 33 Laki-laki S1 Jawa 130 81 101 0,71264 -0,45352 0,72778 57,13 45,46 57,28 4,76699

P 34 Perempuan S2 Jawa 118 99 95 0,08748 0,66902 0,39027 50,87 56,69 53,9 -5,21051

N 34 Laki-laki S1 Jawa 127 96 89 0,55635 0,48193 0,05276 55,56 54,82 50,53 8,84202

DN 34 Laki-laki S1 Jawa 128 94 96 0,60845 0,3572 0,44652 56,08 53,57 54,47 4,74098

KL 34 Laki-laki S1 Jawa 125 86 91 0,45216 -0,1417 0,16527 54,52 48,58 51,65 6,745

LK 36 Perempuan S1 Jawa 140 94 113 1,23361 0,3572 1,40279 62,34 53,57 64,03 3,65193

HZ 37 Perempuan S1 Jawa 151 108 117 1,80667 1,23029 1,6278 68,07 62,3 66,28 9,55214

H 39 Perempuan S1 Jawa 125 87 83 0,45216 -0,07934 -0,28474 54,52 49,21 47,15 12,76027

IH 40 Perempuan S2 Jawa 154 118 116 1,96296 1,85392 1,57154 69,63 68,54 65,72 11,87922

D 41 Perempuan S1 Jawa 134 92 98 0,92103 0,23248 0,55902 59,21 52,32 55,59 9,48967

SM 43 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 128 102 112 0,60845 0,85611 1,34654 56,08 58,56 63,47 -8,73242

G 45 Laki-laki S1 Jawa 114 78 95 -0,1209 -0,64061 0,39027 48,79 43,59 53,9 -6,18049

ML 45 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 102 110 93 -0,74606 1,35502 0,27777 42,54 63,55 52,78 -21,2578

PS 46 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 118 90 98 0,08748 0,10775 0,55902 50,87 51,08 55,59 -6,22176

E 47 Perempuan S1 Jawa 132 96 96 0,81684 0,48193 0,44652 58,17 54,82 54,47 8,45241

H 47 Perempuan S1 Jawa 139 101 98 1,18151 0,79375 0,55902 61,82 57,94 55,59 13,19109

D 47 Laki-laki S1 Jawa 117 98 93 0,03539 0,60666 0,27777 50,35 56,07 52,78 -4,52633

Y 47 Perempuan Lainnya Jawa 128 95 95 0,60845 0,41957 0,39027 56,08 54,2 53,9 5,36664

Z 47 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 132 97 80 0,81684 0,54429 -0,4535 58,17 55,44 45,47 20,62723

AS 48 Perempuan S1 Jawa 131 91 94 0,76474 0,17011 0,33402 57,65 51,7 53,34 9,71373

MRS 49 Perempuan SMA/ Sederajat Jawa 132 97 104 0,81684 0,54429 0,89653 58,17 55,44 58,97 2,14857

D 49 Perempuan S1 Jawa 135 94 106 0,97313 0,3572 1,00903 59,73 53,57 60,09 4,04154

MRY 50 Laki-laki SMA/ Sederajat Jawa 136 106 111 1,02522 1,10556 1,29029 60,25 61,06 62,9 -0,53962

EKO 50 Laki-laki S1 Jawa 139 100 106 1,18151 0,73138 1,00903 61,82 57,31 60,09 7,17582

TK 52 Perempuan S1 Jawa 146 106 109 1,54619 1,10556 1,17779 65,46 61,06 61,78 11,00027

E 54 Perempuan S1 Jawa 124 103 96 0,40006 0,91847 0,44652 54 59,18 54,47 -0,5576

H 54 Perempuan S1 Jawa 130 91 98 0,71264 0,17011 0,55902 57,13 51,7 55,59 5,63395

S 54 Laki-laki S2 Jawa 134 105 104 0,92103 1,0432 0,89653 59,21 60,43 58,97 2,99427


(6)

91

PUSPO 55 Laki-laki S1 Jawa 156 102 106 2,06716 0,85611 1,00903 70,67 58,56 60,09 23,88725

SH 55 Laki-laki S2 Jawa 131 95 97 0,76474 0,41957 0,50277 57,65 54,2 55,03 6,82675