Prasetyowati, Ayu Putri Novianty, Mutia Risa Haryuni

  

PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KULIT

SINGKONG (MANIHOT ESCULENTA L. SKIN) UNTUK

BAHAN PENGAWET KAYU

  

Prasetyowati*, Ayu Putri Novianty, Mutia Risa Haryuni

  • *Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

    jumAbstrak

  Ketersediaan kulit singkong di Indonesia sangat potensial untuk diolah menjadi asap cair. Asap cair diperoleh dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa senyawa organik pada proses pirolisis. Pada penelitian ini dilakukan penyelidikan pengaruh variasi temperatur dan waktu pemanasan terhadap proses pirolisa kulit singkong menjadi asap cair, dengan variasi kondisi operasi yang dilakukan adalah suhu o o o o pemanasan sebesar 150 C; 175 C; 200 C; 225

  C, 250 °C dengan waktu pemasan selama 10 menit; 20 menit; 30 menit. Parameter-parameter yang diukur untuk menentukan kualitas asap cair adalah volume, pH, konsentrasi asam asetat dan konsentrasi fenol. Dari hasil penelitian diperoleh kualitas asap cair o terbaik pada pemanasan pada suhu 250 C selama 30 menit, dimana asap cair yang diperoleh memiliki pH

  .

  2,9 kadar asam 59,4 mg/ml dan kadar fenol 0,0321 mg/ml

  Kata kunci : Kulit singkong, Asap cair, pirolisis

Abstract

  Availability cassava peel in Indonesia is very potential to be processed into liquid smoke. Liquid smoke obtained from the condensation of smoke compounds decomposition of organic compounds in the pyrolysis process. In this research, the effect of temperature variation investigation and heating time on the pyrolysis process cassava peel into liquid smoke, with variations of operating conditions was conducted the heating temperature of 150 ° C; 175 oC; 200 oC; 225 ° C, 250 ° C for 10 minutes; 20 minutes, 30 minutes. The parameters were measured to determine the quality of liquid smoke is the volume, pH, concentration of acetic acid and phenol concentration. The result showed the best qualities of liquid smoke on heating at 250 ° C for 30 minutes, where the liquid smoke obtained had a pH 2.9 acid levels 59.4 mg / ml and phenol 0.0321 mg / ml.

  Keywords: cassava peel, liquid smoke, pyrolysis 1.

  fermentasi. Selain itu kulit singkong juga

   PENDAHULUAN

  mengandung tannin, enzim peroksida, glikosa, Singkong adalah tanaman rakyat yang kalsium oksalat, serat, dan HCN (Arifin, 2005). telah dikenal di seluruh pelosok Indonesia. Saat

  Kandungan HCN dalam kulit singkong ini produksi singkong di Indonesia telah dapat dikurangi melalui beberapa perlakuan mencapai kurang lebih 20 juta ton per tahun antara lain perendaman, perebusan, dan

  (BPS, 2008). Singkong merupakan hasil fermentasi. Proses fermentasi dapat menurunkan pertanian yang jumlahnya berlimpah dan perlu kandungan HCN dan meningkatkan kandungan alternatif lain dalam pemanfaatannya untuk energi, protein, serat kasar, serta meningkatkan menunjang program ketahanan pangan sesuai daya cerna bahan makanan berkualitas rendah dengan PP Nomor 68 Tahun 2002 tentang

  (Turyoni, 2005). Mikroba yang digunakan Ketahanan Pangan yang mengatur ketersediaan dalam proses fermentasi dapat menghasilkan pangan, cadangan pangan, Penganekaragaman - enzim yang akan mendegradasi senyawa- pangan, pencegahan, dan penanggulangan senyawa kompleks menjadi lebih sederhana dan masalah pangan. mensintesis protein yang merupakan proses

  Penelitian Turyoni (2005),menyatakan pengkayaan protein bahan (protein enrichment). bahwa kandungan karbohidrat kulit singkong

  Dengan adanya ilmu pengetahuan dan segar blender adalah 4,55%, sehingga teknologi maka beberapa hasil samping memungkinkan digunakan sebagai sumber pertanian dapat diolah menjadi produk yang energi bagi mikroorganisme dalam proses memiliki nilai ekonomi tinggi seperti kulit singkong yang sangat potensial untuk diolah menjadi asap. Dengan meningkatnya produksi asap cair yang menggunakan bahan dasar kulit singkong maka akan mengurangi terjadinya pencemaran udara karena adanya penguraian senyawa-senyawa kimia dari proses pembuatan pengawet kayu dan lain-lain. Pada proses pirolisis yaitu proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen komponen penyusun kulit singkong. Kulit dimasukkan dalam tungku kemudian dipanaskan, selama prose pemanasan gas yang terbentuk dari hasil pembakaran kulit tersebut terkondensasi oleh air dan terbentuklah asap cair. Asap cair dapat digunakan untuk pengawet kayu, yaitu sebagai lapisan luarnya kayu yang diolesi dengan menggunakan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap dari pada kayu yang tanpa diolesi asap cair.

  Rayap tanah CoptotermesCurvignathus merupakan organisme yang cukup penting sebagai perusak kayu dan bangunan di Indonesia. Spesies ini memiliki penyebaran yang luas dan kasus serangannya terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kerusakan bangunan dan komponen kayu akibat serangan rayap telah menyebabkan kerugian yang tidak sedikit.

  Kerusakan tersebut terjadi pada pohon yang masih berdiri, kayu gergajian dan produk kayu lain dalam penyimpanan dan pemakaian (Nandika, 1983).

  Pada tahun 1996 kerugian ekonomis akibat serangan rayap pada bangunan perumahan di Indonesia mencapai 1.67 triliun rupiah, belum termasuk kerugian pada gedung perkantoran, fasilitas industri dan fasilitas sosial lainnya. (Rakhmawati, 1996).

  Upaya pencegahan kerusakan kayu sangat penting dalam rangka peningkatan mutu dan masa pakai kayu. Salah satu langkah strategis yang dapat diterapkan adalah penerapan teknologi pengawetan kayu dengan bahan pengawet alamo sesuai standar teknis yang berlaku. Hal yang perlu dilakukan terlebih dahulu adalah mencari alternatif bahan pengawet yang tidak membahayakan lingkungan dan aman bagi manusia dan bersifat racun bagi hama dan perusak kayu.

  Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan asap cair yang berasal dari kondensasi dari produk bahan baku kulit singkong melalui proses karbonisasi dengan cara destilasi kering, sehingga dimungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan pengawet kayu (Jasni dan Pari, 1999).

  Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : Mengembangkan produk pemanfaaatan asap pembakaran limbah kulit singkong, memotivasi untuk mengembangkan produk pemanfaatan asap cair dan merupakan salah satu penunjang pengembangan industri pembuatan asap cair.

  Singkong

  Singkong (MannihotesculentaCrantz) merupakan tanaman tahunan tropika dan subtropika yang umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok karena kandungan karbohidratnya yang tinggi dan daunnya bias dijadikan sayuran. Dalam sistematika tanaman, singkong termasuk kelas Dicotyledoneae dan termasuk family Euphorbiaceae, genus Manihot yang memiliki 7.200 spesies. Tanaman singkong merupakan tanaman nomortiga setelah padi dan jagung, sebagai tanaman sumber karbohidrat dan merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman yang lain. Di Indonesia tanaman ini memiliki nama lain lain, kasepe, ketela, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut cassava. Singkong (Manihotesculenta) pertama kali dikenal di Amerika Selatan, kemudian dikembangkan di Brazil dan Paraguay.

  Kulit Singkong

  Kulit singkong sering kali dianggap limbah yang tidak berguna oleh sebagian industry berbahan baku singkong. Oleh Karena itu, bahan ini masih belum banyak dimanfaatkan dan dibuang begitu saja dan umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak. Kulit singkong dapat menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi, antara lain diolah menjadi tepung mocaf. Persentase kulit singkong kurang lebih 20% dari umbinya sehingga per kg umbi singkong menghasilkan 0,2 kg kulit singkong. Kulit singkong lebih banyak mengandung racun asam biru disbanding daging umbi yakni 3-5 kali lebih besar, tergantung rasanya yang manis atau pahit. Jika rasanya manis, kandungan asam birunya rendah sedangkan jika rasanya pahit, kandungan asam birunya lebih banyak. (Salim, 2011:79-80)

  Tabel 1. Komposisi kulit singkong

  Komposisi Persentase (%) Abu 6,3

  Air 9,8 Serat (termasuk selulosa)

  83,9 Sumber : Adegbola dan Asaolu (1986) Selulosa adalah polisakarida yang tersusun dari 100-1000 unit molekul-molekul glukosa anhidrat, yang berhubungan dengan ikatan glikosida. Gugus fungsionalnya adalah gugs hidroksil yang masing-masing unit glukosa terikat dengan gugus fungsional tersebut ( Maga, 1987 ). Pirolisis selulosa berlangsung dalam dua tahap, yaitu rekasi hidrolisis menghasilkan glukosa. Tahap kedua reaksi pembentukan asam asetat serta homolognya, bersama

  Pada umumnya kayu mengandung dua bagian selulosa dan satu bagian hemiselulosa, serta satu bagian lignin. Adapun pada proses pirolisis terjadi dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya, yaitu : Pirolisis Selulosa

  Pirolisis adalah proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa apabila kulit singkong dipanaskan tanpa berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi penguraian dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Widjaya, 1982).

  Pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul karbon yang kompleks terurai, sebagian besar menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari pirolisis adalah “destructive distillation” atau destilasi kering, dimana merupakan proses penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Salah satu cara untuk meningkatkan efektivitas pengasapan yaitu dengan menggunakan asap cair yang diperoleh dengan cara pirolisis kulit singkong kemudian dilakukan kondensasi. Menurut Maga (1987) asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari asap kayu dalam air yang dapat diperoleh dari hasil pirolisis kayu.

  • – sama dengan air dan sejumlah kecil furan dan fenol.

  Asap cair merupakan campuran larutan dari dispersi asap kayu dengan mengkondensasikan asap cair hasil pirolisis kayu yang merupakan proses dekomposisi dari komponen-komponen penyusun kayu seperti lignin, selulosa dan hemiselulosa akibat panas tanpa adanya oksigen (Tahir, 1992). Menurut Tahir (1992), pada proses pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan produk yaitu :

  Hemiselulosa adalah jenis polisakarida dalam kayu dengan berat molekul kecil. Hemiselulosa disusun oleh pentosan (C 6 H 8 O 4 ) antara 14-16% dari berat kayu sedangkan heksosan (C 6 H 10 O 5 ) antara 3-6% dari berat kayu. Golongan pentosan terdiri dari dua senyawa yaitu silan dan araban, yang masing- masing berbeda struktur dan molekulnya. Pada umumnya kandungan araban dalam kayu lebih banyka daripada kandungan silan. Pirolisis pentosan membentuk furan dan derivate- derivatnta serta asam karboksilat.

  Pirolisis Hemiselulosa

  C, pada jalur ini selulosa akan terdekomposisi dengan mereduksi derajat polimernya, melalui pemecahan ikatan, pembebasan air, pembentuk radikal bebas, pembentuk karbonil, karbonil dan gugus-gugus hidroperoksida, pelepasan karbon monoksida, karbon dioksida serta pembentukan residu arang, jalur kedua terutama terjadi jika suhu pirolisis yang digunakan diatas suhu 300 o C . Jalur ini meliputi pemecah reaksi menghasilkan komposisi gula anhidrat yang berbentuk tar dan senyawa volatile dengan berat molekul rendah. Jika temperature pirolisis bertambah maka jumlah tar akan bertambah tetapi jumlah arang akan berkurang.

  Pirolisis

  Girard (1982) dan Maga (1987) mengemukakan bahwa pirolisis selulosa dapat terjadi dalam dua jalur, jalur satu terjadi jika suhu pirolisis yang digunakan dibawah 300 o

1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses

  Tempurung kelapa dan kayu mempunyai komponen-komponen yang hampir sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari jenis kayu.

  Bagian lainnya merupakan komponen minor yaitu fenol, metil asetat, asam format, asam butirat dan lain-lain.

  2. Destilat berupa asap cair dan tar : Komposisi utama dari produk yang tertampung adalah metanol dan asam asetat.

  karbonisasi ini sebagian besar berupa gas CO 2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang mudah terbakar seperti CO, CH 4 , H 2 dan hidrokarbon tingkat rendah lain.

  Golongan heksosan terdiri dari dua senyawa yaitu manan dan galaktan yang masing-masing mengikuti struktur dasar manosa dan galaktosan. Pirolisis heksosan membentuk asam asetat dan homolognya (Maga, 1987).

  3. Residu (karbon) :

  Pirolisis Lignin

  Tar yang dihasilkan merupakan katalis pada proses cracking, waktu tinggal gas yang lebih lama akan memberikan kesempatan terjadinya cracking kedua sehingga hasil cair akan semakin rendah, hasil padatan akan semakin besar (Onay dan Kockar, 2004)

  Asap cair mengandung berbagai senyawa yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap telah berhasil diidentifikasi. Komponen-komponen tersebut ditemukan dalam jumlah yang bervariasi tergantung jenis kayu, umur tanaman sumber

  Komposisi asap dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya adalah jenis kayu, kadar air dan suhu pembakaran yang digunakan. Kadar air kayu yag tinggi akan menurunkan kadar fenol dan meningkatkan senyawa karbonil serta flavor produknya lebih asam. Asap cair segar yang terlarut dalam air biasanya mempunyai warna kuning cemerlang yang kemudian bila disimpan akan menjadi kecoklatan. Perubahan ini disebabkan karena pembentukan kondensasi warna coklat ini bersama dengan tar dan senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis akan mengendap.

  Asap cair adalah suatu suspensi koloid yang mengandung partikel cair dan uap, yang dihasilkan dari pirolisis kayu dibawah kondisi yang terkendali tanpa adanya udara (Pcsczola, 1995). Salah satu cara untuk membuat asap cair adalah dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Senyawa yang terdapat didalam asap dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan yaitu fenol dan derivatnya, karbonil (keton dan aldehid), asam, furan, dan derivatnya, alcohol dan ester, lakton, hidrokarbon alifatik dan hidrokarbon polisiklis aromatis (Girard, 1992). Komponen utama yang menyumbang dalam reaksi pengasapan hanya tiga senyawa yaitu fenol, asam dan karbonil ((Hollenbeck, 1978).

  Komposisi Asap Cair

  Pengaruh ukuran butiran pada proses pirolisis akan parallel disertai butiran panas dalam butiran. Ukuran butiran cukup kecil membuat panas mudah tersebar secara merata keseluruh bagian semakin besar, ukuran partikel yang semakin besar pemanasan akan berlangsung lambat, akibatnya suhu rata-rata pada partikel akan lebih rendah dan mengakibatkan hasil yang diperoleh lebih sedikit.

  d. Ukuran Butiran

   Waktu Tinggi Gas Hasil pirolisis

  Lignin adalah makromolekul yang terikat dengan sel-sel kayu, 60% terdapat pada dinding sel. Strukturnya tiga dimensi bercabang banyak merupakan struktur komplek molekul polifenol dengan berat molekul yang besar. Kandungan lignin dalam berbagai spesies tumbuhan sangat bervariasi sekitar 20-40% (Maga, 1987).

  Kecepatan pemanasan yang tinggi diperlukan untuk menjamin ketersediaan kalor reaksi pirolisis yang berlangsung cepat. Semakin besar kecepatan pemanasan, maka hasil cair yang diperoleh semakin besar, sedangkan padatan semakin kecil. (Onay dan Kockar, 2004) c.

  Suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam proses pirolisis, karena proses perengkahan biomassa memerlukan energy kalor, semakin tinggi suhu, maka hasil cair yang diperoleh akan semakin besar, namun pada suhu tertentu kenaikan malah akan menurunkan hasil cair yang diperoleh.

   Suhu

  Blasi (2000) menyampaikan factor- faktor yang mempengaruhi proses pirolisis adalah : a.

  Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pirolisis

  Senyawa karbonil berperan pada pembentukan flavor dan warna, sedangkan senyawa turunan fenol eter fenolik seperti guaiakol memberikan efek flavor dan mempunyai aktivitas anti bakteri, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk asapan.

  Lignin merupakan komponen kayu yang ketiga dimana komponen ini jika mengalami pirolisis akan menghasilkan senyawa siringol dan derivatnya serta guailakol, bila teroksidasi akan membentuk vanillin (Girard, 1992). Siringol bila teroksidasi akan membentuk siringaldeide. Siringol bersama- sama dengan senyawa eter fenol dan derivatnya mempunyai peran sebagai pemberi aroma asap. Menurut Maga (1987) siringol berperan dalam memberikan bau dan flavor pada asap. Karakter bau dari siringol adalah segar seperti wisky dan tajam. Guillen dan Ibargoita (1995) menambahkan bahwa siringol mempunyai komponen yang kandungannya paling besar dalam asap cair.

b. Kecepatan Transfer Panas

  kayu, dan kondisi pertumbuhan kayu seperti iklim dan tanah. Komponen-komponen tersebut meliputi asam yang dapat mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan protein dan membentuk pewarnaan coklat dan fenol yang merupakan pembentuk utama aroma dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti, 2000).

  Adapun komponen - komponen penyusun asap cair meliputi:

  1. Senyawa Fenol

  Fenol (C 6 H 6 OH) memiliki berat molekul (BM) sekitar 94,11 dengan titik didih 181,2 o

  C. Senyawa fenol mempunyai peran sebagai pembentuk warna pada produk asapan. Selain itu juga mempunyai aktifitas anti oksidan yang dapat memperpanjang massa simpan produk asapan. Kandungan fenol dalam asap sangat tergantung pada temperature pirolisis bahan baku.

  Menurut Girard (1992) kuantitas fenol pada kayu sangat bervariasi yaitu antara 100 sampai 200 mg/kg. Menurut Tranggono (1996) asap cair mengandung senyawa fenol 2,10% - 5,13 %. Diantara faktor yang mempengaruhi konsentrasi serta komposisi asap cair, pengaruh suhu merupakan faktor yang sangat penting. Guillen dan M.J. Manzanos (1996), mengemukakan bahwa konsentrasi dan komposisi asap cair sangat dipengaruhi oleh temperatur proses.

  Maga (1987) mengemukakan bahwa senyawa fenol yang terdapat dalam asap kaya umumnya berupa hidrokarbon aromatic yang tersusun dari cincin benzene dan sejumlah gugus hidroksil yang terikat. Senyawa fenol ini juga dapat mengikat gugus-gugus lain seperti aldehida dan ester.

  2. Senyawa Asam

  Senyawa asam mempunyai peranan yang sangat penting pada kualitas produk asapan, walaupun senyawa ini tidak mempunyai efek karakteristik yang spesifik, tetapi berpengaruh pada keseluruhan kualitas organoleptik. Menurut Girard (1992) senyawa asam terbagi dalam dua fase yaitu fase uap dan fase cair. Asam organik adalah senyawa organik yang mempunyai derajat keasaman (bahasa Inggris: acidic properties). Asam organik yang paling umum adalah asam alkanoat yang memiliki derajat keasaman dengan gugus karboksil - COOH, dan asam sulfonat dengan gugus - SO 2 OH mempunyai derajat keasaman yang relatif lebih kuat. Stabilitas pada gugus asam sangat penting dan menentukan derajat keasaman sebuah senyawa organik.

  Pada bidang biologi, terdapat gugus asam dengan derajat keasaman yang rendah, misalnya gugus -OH, -SH, gugus enol, gugus fenol. Senyawa bio-organik dengan gugus semacam ini tidak digolongkan sebagai asam organik. Contoh senyawa tersebut antara lain: asam laktat, asam asetat, asam format, asam sitrat dan asam oksalat.Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C 2 H 4 O 2 . Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk CH 3 -COOH,

  CH 3 COOH, atau CH 3 CO 2 H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7 o C.

  3. Senyawa Karbonil

  Senyawa karbonil dibentuk karena dekomposisi termal dan reaksi penataan ulang selulosa dan hemiselulosa (Girard, 1992). Menurut Maga (1987) terdapat sekitar 107 jenis senyawa karbonil dalam asap berbagai jenis kayu, tetapi jenis senyawa yang ditentukan adalah vanillin dan siringaldehida.

  Senyawa-senyawa karbonil yang terdapat di dalam asap cair meliputi formaldehid, glikoaldehid, metilglioksal, diasetil, furfural, aseton dan hidroksiaseton. Diantara komponen karbonil ada 4 komponen yang sangat mempengaruhi yaitu glikoaldehid, metilglioksal, formaldehid dan aseton. Glikoaldehid dan metal glioksal merupakan bahan pencoklat yang aktif dengan gugus amino, tetapi aseton memiliki potensi pencoklatan yang lebih rendah. Formaldehid mudah bereaksi dengan gugus aminonya tanpa menaikkan intensitas warna coklat (Ruiter, 1979). Senyawa karbonil (aldehid dan keton) mempunyai pengaruh utama pada warna (reaksi maillard) sedang pengaruhnya pada cita rasa kurang menonjol. Warna produk asapan disebabkan adanya interaksi antara karbonil dengan gugus amino (Girard, 1992). Kandungan senyawa karbonil dari berbagai jenis kayu bervariasi antara 8,56-15,23% dengan variasi rata-rata 11,84% sedangkan untuk tempurung kelapa sebesar 13,28% (Tranggono., dkk, 1996).

  4. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatik (HPA)

  Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA) dapat terbentuk pada proses pirolisis. Diantara 100 lebih senyawa HPA yang terdeteksi dialam hanya 16 jenis senyawa yan merupakan polutan utama, salah satu jenis senyawa ini adalah benzo(a)pyren telah dilaporkan merupakan senyawa yang mempunyai efek karsinogenik yang paling berbahaya, beresiko menjadi penyebab tumor daripada senyawa HPA.

  Girard (1992) mengemukakan bahwa mekanisme pembentukan benzo(a)pyren terjadi dari dekomposisi senyawa-senyawa volatile yang terbentuk selama prioliis yang menghasilkan radikal metilan dan hydrogen. Dimerisasi metilan menghasilkan etilen dan melalui reaksi polimerisasi terbentuk cincin benzo(a)pyren.

  Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit singkong.

  Kulit singkong dibersihkan dari tanah ataupun kotoran yang menempel

  Persiapan Kulit Singkong 1.

  Sampel diambil di Pasar Satelit Perumahan Nasional Palembang

  Pengambilan Contoh

  Prosedur penelitian sebagai berikut :

  Prosedur Penelitian

  Cloroform (CHCl 3 ) 11. Natrium Sulfat Anhidra 12. Tembaga Sulfat (CuSO 4 )

  Termokopel Digital Bahan yang dibutuhkan adalah : Kulit Singkong 1. Media Pendingin 2. Indikator pp 3. NaOH 0,1 M 4. Aquadest 5. H 3 PO 4 6. NH 4 Cl 7. NH 4 OH 8. Amino Antipirin 9. Kalium Fersianida 10.

  Alat Titrasi 4. Beker Gelas 5. Erlenmeyer 6. Gelas Ukur 7. Neraca Analitik 8. Spektofotometer 9. Kompor 10.

  2. Unit Kondensor 3.

  Alat yang dibutuhkan : 1. Reaktor (tempat pembakaran kulit singkong)

  Alat dan Bahan

  2. METODOLOGI PENELITIAN Sampel

  Untuk menurunkan kandungan senyawa karsinogenik (benzopiren) dari asap cair sebelum dimanfaatkan hingga 10 ppm batas baku mutu yang dipersyaratkan, maka asap cair yang dihasilkan harus dilewatkan pada kolom adsorpsi dengan menggunakan adsorben (Padil, 2005a; Plascheke, 2003)

  Proses yang dilakukan lebih cepat dan hasilnya relatif lebih banyak.

  Senyawa penyebab kanker dapat dikurangi d.

  Komposisi asap cair lebih konsisten untuk pemakaian yang berulang-ulang c.

  Tidak memerlukan alat generator yang cukup mahal b.

  Beberapa hal yang menguntungkan dari penggunaan asap cair dibandingkan dengan pengasapan secara tradisional, antara lain (pearson & Tauber 1973) : a.

  3. Industri kayu Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Darmadji, 1999).

  2. Industri perkebunan Asap cair dapt digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan.

  1. Industri pangan Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya.

  Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain :

  Manfaat Asap Cair

  Menurut Girrard (1992), senyawa- senyawa dalam asap cair seperti fenol, formaldehid serta senyawa asam organik bersifat mampu membunuh bakteri sehingga berpengaruh terhadap daya simpan produk asapan.

  Sifat Fungsional Pszczola (1995), mengemukakan bahwa dua senyawa utama dalam asap cair yang mempunyai efek terhadap bakteri adalah fenol dan asam-asam organik. Dalam bentuk kombinasi, kedua senyawa tersebut bekerja secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikroba.

  2. Kulit singkong yang masih basah atau lembab dijemur dengan bantuan sinar matahari selama 3 hari.

3. Kulit singkong yang sudah kering dipotong- potong menjadi beebrapa bagian kecil.

  Proses Pembuatan Asap Cair 1.

  7. Ekstrak dengan chloroform 5 ml 8.

  9. Hasil saringan segera di ukur dengan spektofotometer pada panjang gelombang 480 nm.

  Saring ekstrak melalui kertas saring yang di beri zat 1 gr natrium sulfat anhidridat

1. Menyiapkan 1 unit kondensor 2.

  2. Destilasi sampai di dapat destilat sekitar 80 ml.

  3. HASIL DAN PEMBAHASAN

  3. Memasukkan potongan kulit singkong ke reaktor

  Pekat 175 200

  Menyengat Kuning

  Kecokelatan 175 200 225 250 20 menit 150

  Menyengat Kuning

  10 menit 150

  C) Aroma Warna

  Waktu Prirolisis Suhu Pirolisis ( O

  asap cair kulit singkong

  Tabel 2. Hasil pengamatan Aroma dan warna

  Hasil pengamatan asap cair dari kulit singkong pada berbagai variabel waktu dan suhu pirolisis terhadap aroma dan warna yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut :

  3.1 Hasil Pengamatan Aroma dan Warna Asap Cair Kulit Singkong

  Pengukuran pH asap cair dengan menggunakan pH meter, sebelum di lakukan pengukuran pH meter terlebih dahulu di kalibrasi dengan larutan buffer.

  3. Tambah 30 ml air aquadest, lanjutkan destilasi sampai jumlah destilat 100 ml.

  Pengukuran pH Asap Cair

  5. Hitung kandungan asam asetat dalam asap cair.

  Menimbang potongan kulit singkong sebanyak 200 gram

  Titrasi dengan NaOH 0,1 N.

  2. Tambahkan 3 tetes indikator phenolptalin 3.

  Ambil beberapa 0,2 ml hasil asap cair yang di dapatkan lalu tambahkan aquadest Sampai volumenya 100 ml.

  Analisa Kandungan Asam Asetat dengan Cara Titrasi 1.

  4. Menghubungkan corong asap dengan kondensor menggunakan selang dan sambungkan termokopel ke reaktor 5. Menyalakan kompor, tunggu sampai suhu yang dikehendaki tercapai dan jaga suhu agar tetap konstan 6. Hasil kondensasi di tampung di erlenmeyer dan lakukan proses kondensasi sesuai dengan lama pembakaran 7. Mencatat volume asap cair yang didapat dan menimbang arang yang terbentuk.

  BLOK DIAGRAM PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KULIT SINGKONG Analisa Kandungan Fenol 1.

  Ambil beberapa ml asap cair lalu ditambah dengan aquadest sampai volume nya 100 ml Tambahkan H3PO4 sebanyak 1 ml dan CuSO4 sebanyak 1 ml.

  6. Tambahkan 0,5 ml larutan kalium ferisianida kocok dan diamkan

  4. Destilat di tambah dengan 2 ml NH4Cl, dan NH4OH sebanyak 1 ml 5. Tambahkan 0,5 ml larutan amino antipirin,kocok.

  4. Catat volume NaOH yang digunakan untuk titrasi

  225 250 30 menit 150

  Kandungan Asam Asetat pada Asap Cair

  Hasil Pembuatan Asap Cair

  Tingginya temperatur pirolisis dan waktu pirolisis, menyebabkan semakin tinggi panas pada kulit singkong dan untuk menguraikan selulosa menjadi komponen- komponen senyawa kimia yang bersifat asam terutama asam asetat. Banyaknya asam asetat yang dihasilkan dari pirolisa kulit singkong , dapat dilihat pada tabel hasil kadar asap asetat dari sampel asap cair pada lampiran.

  Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa semakin lama waktu dan tinggi temperatur pirolisis kulit singkong dan maka kandungan asam asetat pada asap cair pun akan semakin tinggi.

  temperatur pirolisis terhadap kandungan Asam Asetat (mg/ml)

  Gambar 2. Grafik Pengaruh waktu dan

  Kandungan asam asetat yang terdapat dalam asap cair berbeda pada setiap variable temperatur dan waktu pirolisa. Kandungan asam asetat pada asap cair pada berbagai kondisi operasi dapat dilihat pada grafik berikut.

  Senyawa fenol merupakan senyawa aktif asap cair yang dapat digunakan sebagai racun serangga dalam mencegah atau menahan serangan hama perusak kayu. Fungsi dari senyawa fenol sebagai racun dan dapat merusak bagian tubuh serangga setelah masuk mulut dan saluran makan, karena memiliki sifat yang asam dan bau yang khas yang tidak disukai oleh rayap.

  Menyengat Cokelat Tua 175 200 225 250

  C, hal ini dikarenakan pembentuk fenol pada asap cair telah terurai lebih optimal. Kandungan fenol terbesar terdapat pada asap cair hasil pirolisis pada temperatur 250 o C dengan waktu pirolisis 30 menit, yaitu sebesar 0,04974 mg/ml.

  temperatur pembakaran terhadap kandungan fenol (mg/ml) Pada suhu 150 o C kandungan fenol sangat kecil, hal ini dikarenakan kulit singkong yang belum terurai karena kurangnya panas yang dihasilkan dari pirolisis. Kandungan fenol meningkat tajam pada suhu 225°C dan 250 o

  Gambar 1. Grafik Pengaruh waktu dan

  Fenol merupakan senyawa anti oksidan yang terdapat pada asap cair. Kandungan fenol pada asap cair hasil pirolisis pada berbagai temperatur dan waktu pirolisis dapat dilihat pada grafik berikut.

  Dari hasil yang diperoleh bahwa semakin lama waktu pirolisis dan semakin tinggi suhu pirolisis warna dari asap cair tersebut dihasilkan warna cokekat tua, ini menunjukan kalau suhu pirolisis di naikkan lagi maka hasil warna yang didapatkan akan semakin pekat. Kandungan Fenol pada Asap Cair

  Selama waktu proses pirolisis berlangsung dan suhu pirolisis semakin lama didapatkan hasil pada waktu 10 menit dengan 5 variabel suhu pirolisis didapatkan hasil aroma yang menyengat dan warna yang kuning kecoklatan. Untuk waktu pirolisis 20 menit dengan 5 variabel suhu pirolisis didapatkan hasil aroma menyengat dan warna kuning pekat sedangkan dengan waktu pirolisis 30 menit dengan 5 variabel suhu menghasilkan aroma yang menyengat dan warna cokelat tua.

  Hasil pembuatan asap cair dari kulit singkong pada berbagai variabel waktu dan suhu pirolisis dapat dilihat pada tabel berikut ini:

  Tabel 3.

  Hasil Pirolisis Kulit Singkong bersamaan dengan meningkatnya temperatur

  Volume dan waktu pirolisis. Semakin lama waktu Suhu Berat Berat

Waktu Asap pirolisis dan suhu pirolisis pada kulit singkong

Pirolisis Awal arang

  

Pirolisis Cair maka produk semakin banyak, hal ini dapat

o ( C) (gr) (gr)

  dilihat banyaknya arang yang terbentuk. Dengan

  (ml)

  demikian jumlah asap yang akan 150 200 100 38 dikondensasikan menjadi asap cair pun akan

  175 200

  80

  39 semakin banyak.

  10 200 200

  75

  41 Pada penelitian ini didapat asap cair menit dengan volume tertinggi pada temperatur 225 200

  71

  42 o pirolisis masing-masing sampai 250 C selama 250 200

  70

  48 30 menit. Hal ini dikarenakan kulit singkong 150 200 125

  40 dan mendapatkan jumlah panas terbanyak dengan waktu paling lama sehinnga unsur-unsur 175 200 100

  41

  20 dalam kulit singkong dan akan semakin banyak 200 200

  95

  52 menit yang terurai dan terkondensasi menjadi asap 225 200

  87

  58 cair. 250 200

  78

  60 Hasil Pengukuran pH Asap Cair 150 200 130 44 pH asap cair pada berbagai temperatur

  175 200 110

  47 dan waktu pirolisis kulit singkong dapat dilihat 30 pada grafik di bawah ini :

  200 200 105

  53 menit 225 200

  95

  63 250 200

  93

  66 Selama proses pirolisis berlangsung proses dekomposisi yang melibatkan proses pemutusan dan pembentukan ikatan yang baru. Temperatur pirolisis berpengaruh terhadap pemutusan rantai hidrokarbon dari polimer pada kulit singkong sehingga jumlah asap cair yang dihasilkan pun akan berbeda pada setiap kenaikan temperatur. Meningkatnya temperatur pirolisis menyebabkan semakin besar pula

  Gambar 4. Grafik Pengaruh waktu dan

  unsur- unsur dalam kulit singkong yang terurai temperatur terhadap pH asap cair dan terkondensasikan menjadi asap cair.

  Grafik hasil pengukuran pH asap cair di atas menunjukan bahwa harga pH asap cair sekitar 2,9 – 4,2. Harga pH tersebut menyimpulkan bahwa produk asap cair tersebut bersifat asam. Harga pH akan semakin menurun dengan semakin meningkatnya temperatur dan waktu pirolisis. Hal ini di karenakan semakin banyaknya unsur-unsur dalam kulit singkong dan yang terurai dan membentuk senyawa - senyawa kimia yang bersifat asam. Harga pH terendah terdapat pada asap cair dari hasil pirolisis pada suhu 250 C sewaktu 30 menit

  Gambar 3.

  Grafik Pengaruh waktu dan yaitu sebesar 2,9 ini berarti pada kondisi operasi temperatur pirolisis kulit singkong terhadap ini banyak senyawa

  • – senyawa kimia yang volume asap cair bersifat asam.

  Dari data hasil percobaan dan grafik

  Aplikasi Asap Cair sebagai Pengawet Kayu

  pengaruh waktu dan temperatur pirolisis Pengawetan Kayu dilakukan dengan terhadap volume asap cair, terlihat bahwa cara pemberian bahan pengawet dengan volume produk asap cair terus meningkat mengoleskan atau merendam kayu, sehingga

  3. Pada proses pembuatan asap cair pH yang didapatkan berkisar antara 2,9 – 4,2.

  • – senyawa golongan fenol, karbonil, asam – asam organik, furan, hidrokarbon, alkohol dan lakton.

  Tabel 4.

  Komposisi kimia Asap Cair Sumber : Maga (1988)

  Kandungan (%)

  Komposisi Kimia

  rayap tidak datang menyerang dan dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu. Senyawa asam dan fenol berserta turunannya berperan sebagai anti rayap. Komponen kimia yang terdapat dalam asap cair antara lain senyawa

  5. Pada analisa kandungan fenol asap cair ini, semakin tinggi suhu maka kandungan fenol akan semakin tinggi, pada suhu 250 o C didapat kandungan fenol yang paling tinggi.

  4. Semakin besar waktu dan suhu pirolisis maka kandungan asam asetat yang didaptkan dalam asap cair semakin besa.

DAFTAR PUSTAKA

  2. Volume asap cair yang paling banyak dihasilkan ialah pada suhu 250 o C dengan lama waktu pirolisis selama 30 menit, sedangkan volume asap cair yang paling sedikit ialah pada suhu 150 o C dengan lama waktu pirolisis 10 menit.

  Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 13(3), 267-271

  Karbonil 2,6 - 4,6 Ter 1 - 17

  Air 11 - 92 Fenol 0,2 - 2,9 Asam 2,8 - 4,5

  Perbedaan waktu pirolisis dan temperatur untuk mengetahui konsentrasi bahan pengawet yang tepat dalam mencegah munculnya rayap sehingga kayu dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu. Pengawetan kayu merupakan teknologi yang dapat memperpanjang umur pakai kayu, dengan kayu yang di awetkan membantu peningkatan daya guna penggunaan kayu.

  Asap cair memiliki sifat racun yang bekerja lambat sehingga rayap yang mengkonsumsinya tidak menunjukan gejala kematian. Apabila racun ini masuk kedalam tubuh rayap akan mengganggu proses metabolisme pada sel – sel yang berada dalam pencegahan serangan rayap yang ramah lingkungan, karena bahan bakunya berasal dari limbah menggantikan bahan kimia.(Agus, 2009) 4.

  Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya: Palembang

  Cair dan pemurnian . Laporan

  Kurniati, Rahmawati. 2007. Pembuatan Asap

  . Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya: Indralaya

  Operasi pada Pembuatan Asap Cair dari Ampas Tebu dan Serbuk Gergaji Kayu Kulim

  Doni, Marian, Rigel Andoine, dan Subriyer Nasir. 2008. Pengaruh Kondisi

  Teknologi Pangan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap Cair dengan Metode Redistilasi .

  1. Dari hasil yang penelitian asap cair didapatkan bahwa semakin lama waktu pirolisis dan semakin tinggi suhu pirolisis, maka warna dari asap cair tersebut akan semakin coklat dan pekat serta bau yang dihasilkan menyengat dan tajam

  Sifat-Sifat Fungsionalnya . Fakultas

  Darmadji, P. 1995. Produksi Asap Cair dan

  . Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan dan Sosial Ekonomi Kehutanan, Bogor.

  Pengawetan Kayu untuk Bangunan Hunian dan Bukan Kayu

   KESIMPULAN

  Kelapa Sebagai Bahan Pengawet Kayu Karet Dari Serangan Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Tesis, Institut Pertanian

  Agus, Suryono. 2009. Asap Cair Tempurung

  Lentrek 400 EC Terhadap Rayap Kayu Kering ( Crytotermes cynocephalus Light) . Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak Diterbitkan.

  IPB. Bogor Adelina N. 1987. Pengujian Efikasi Termisida

  Achmadi SS. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat

  Dari hasil penelitian dan pembahasan dapt diambil kesimpulan sebagai berikut :

  Bogor: Bogor Barley, Abdurrochim. 1996. Petunjuk Teknis

  Teknik Kimia No. 1, Vol. 20, Januari 2014 Page | 75