Hubungan antara Pemantauan Diri dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif pada Remaja Putri

TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA PUTRI SKRIPSI

Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Oleh: MARIA G0106012

Pembimbing:

1. Tri Rejeki Andayani,S.Psi.,M.Si.

2. Aditya Nanda Priyatama,S.Psi.,M.Si.

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat kesarjanaan saya.

Surakarta, 14 Desember 2011

Maria

“ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka

mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri” (QS. Ar Ra’d : 11)

“ Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan “ (QS. Al-Insyirah : 6)

” Hanya mereka yang berani gagal yang dapat meraih keberhasilan ” (John F. Kennedy)

Mamak Marsiem dan Mama Darmaningsih , dua ibu terhebat yang penulis miliki. Terima kasih tak terhingga untuk setiap dukungan, untaian doa, segala perhatian, kasih sayang, cinta dan energi positif yang mampu membangkitkan semangat penulis di kala sedih.

Bapak tersayang, Almarhum Hasan Basri.

Keluarga Besar yang senantiasa memberi dukungan.

Semua Guru untuk ilmu yang diberikan

Almamater

Assalamu’alaikum Wr.Wb Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

rahmat, hidayah dan kemurahan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tinggi, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan,dr.,Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Hardjono,M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dan selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan masukan-masukan yang berharga bagi penulis.

3. Ibu Rin Widya Agustin,M.Psi, selaku Koordinator Skripsi Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Tri Rejeki Andayani,S.Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing utama atas waktu, bimbingan dan masukan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini

5. Bapak Aditya Nanda Priyatama,S.Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing pendamping atas waktu, bimbingan dan masukan yang sangat membantu 5. Bapak Aditya Nanda Priyatama,S.Psi.,M.Si., selaku dosen pembimbing pendamping atas waktu, bimbingan dan masukan yang sangat membantu

7. Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku dosen penguji pendamping atas semua evaluasi, koreksi dan masukan yang sangat bermanfaat guna perbaikan penelitian ini.

8. Seluruh staf pengajar, staf tata usaha dan staf perpustakaan Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta.

9. Ibu Indah Murtiningrum,Psi., selaku HRD Solo Grand Mall yang telah memberikan izin penelitian kepada peneliti.

10. Seluruh remaja putri pengunjung Solo Grand Mall yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

11. Penyemangat nomor satu, Mamak Marsiem, Alm. Bapak Hasan Basri dan Mama Darmaningsih atas semua doa, cinta, perhatian, nasehat dan pengorbanan dalam membesarkan penulis hingga saat ini.

12. Saudara sekandung penulis, dua kakak tersayang Marina dan Marini, serta dua abang terkasih Alm. Maredi dan Misman yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis.

13. Enam keponakan penulis, Eka, Galuh, Aven, Vira, Azim dan Zaki yang selalu memberikan keceriaan dalam kehidupan penulis.

14. Tante Ipit, Ayah Alfian, Ibu Elja, Bu Emi, Alm. Omwan, Bulek Ponem, Mbah, yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

Vreno, Eta, Meita, Rani, Aris, Cece dan Bekti yang senantiasa ada di saat suka maupun duka, menjadi teman yang bisa diandalkan dan selalu membantu dengan hati.

16. Kawan-kawan Psikologi 2006 dan para penghuni kos atas kebersamaan yang terjalin selama ini, tante kos dan adek-adek kos yang menjadi saudara terdekat penulis di Solo. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi siapa

saja yang membacanya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Surakarta, 14 Desember 2011

Penulis

HUBUNGAN ANTARA PEMANTAUAN DIRI DAN KONFORMITAS TEMAN SEBAYA DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA REMAJA PUTRI

MARIA Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Kecenderungan pembelian impulsif merupakan fenomena psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat tak terkecuali remaja putri. Aspek psikologis yang tampak pada remaja putri adalah perhatian yang lebih besar pada penampilannya. Remaja akan mengatur, memantau dan mengontrol perilaku dan penampilannya seperti dengan membeli dan memakai barang-barang yang dapat membuat orang lain terkesan. Pada usia ini, muncul pula konformitas teman sebaya dalam kelompok. Remaja putri berusaha menyesuaikan diri dengan anggota kelompok teman sebaya lainya meliputi perilaku, penampilan dan ikut melakukan banyak kegiatan bersama misalnya saja belanja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: hubungan positif antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri, hubungan positif antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri, dan hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri usia 15-19 tahun pengunjung Solo Grand Mall di Surakarta. 110 responden dipilih dengan teknik incidental purposive sampling . Alat pengumpul data yang digunakan adalah Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif dengan validitas 0,310 – 0,718 dan reliabilitas = 0,878; Skala Pemantauan Diri dengan validitas 0,305 – 0,529 dan reliabilitas = 0,744; dan Skala Konformitas Teman Sebaya dengan validitas 0,302 – 0,572 dan reliabilitas = 0,808.

Berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh nilai koefisien korelasi R sebesar 0,492; p = 0,000 (p <0,05) dan F Hitung 17,056 > F Tabel 3,081 yang artinya ada hubungan positif yang signifikan antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri (hipotesis pertama diterima). Hasil perhitungan secara parsial menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,078 dengan p = 0,211 (p > 0,05). Selanjutnya hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima yaitu ada hubungan positif yang sgnifikan antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri yang ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,415 dengan p = 0,000 (p < 0,05)

Kata Kunci : kecenderungan pembelian impulsif, pemantauan diri, konformitas

CORRELATION BETWEEN SELF MONITORING AND PEER CONFORMITY WITH IMPULSIVE BUYING TENDENCY OF FEMALE ADOLESCENTS

MARIA Psychology Programme of Medical Faculty Sebelas Maret University, Surakarta

Impulsive buying tendency is a psychoeconomic phenomenon in people’s life are no exception female adolescents. Psychological aspect that appear in female adolescents is greater attention to her appearance. Female adolescents will manage, monitor and control her behavior and her appearance with buying and using products that can impress others. In this age, there are also peer conformity. Female adolescents trying to conform to the other peer group members include behavior, appearance and join in many activities together such as shopping. The purposes of this research are to determine possitive correlation between self monitoring and peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents, to determine possitive correlation between self monitoring with impulsive buying tendency of female adolescents and to determine possitive correlation between peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents.

The population of this research were female adolescents aged 15 -19 years old, the visitors of Solo Grand Mall in Surakarta. 110 respondents were choosed by incidental purposive sampling. The data were collected using Impulsive Buying Tendency Scale, Self Monitoring Scale and Peer Conformity Scale. The validity of Impulsive Buying Tendency 0,310 - 0,718, reliability = 0,878 ; the validity of Self Monitoring 0,305 – 0,529, reliability = 0,744 and the validity of Peer Conformity 0,302 – 0,572, reliability = 0,808.

Based on the result of multiple regression analyse shows that correlation coefficient (R) 0,492; p = 0,000 ( p < 0,05) and F count 17,056 > F Table 3,081 means that there is a possitive correlation between self monitoring and peer conformity with impulsive buying tendency of female adolescents (first hypothesis was accepted). The partial result showed the correlation ( r ) 0,078; p = 0,211 (p > 0,05), it means that there is no positive correlation between self monitoring and impulsive buying tendency of female adolescents. Third hypothesis in this research is accepted, it means that there is positive correlation between peer conformity and impulsive buying tendency of female adolescents. It showed by correlation coefficient 0,415; p = 0,000 (p < 0,05).

Keywords : Impulsive buying tendency, self monitoring, peer conformity.

Tabel 1. Blue Print Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif Sebelum Uji Coba......................................................................... 54 Tabel 2. Blue Print Skala Pemantauan Diri Sebelum Uji Coba................ 55 Tabel 3. Blue Print Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum Uji Coba 56 Tabel 4. Distibusi Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif

Sebelum Uji Coba....................................................................... 63 Tabel 5. Distibusi Aitem Skala Pemantauan Diri Sebelum Uji Coba....... 64 Tabel 6. Distibusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya Sebelum

Sebelum Uji Coba...................................................................... 65 Tabel 7. Distribusi Aitem Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif yang valid dan gugur ................................................................ 68 Tabel 8. Distribusi Aitem Skala Pemantauan Diri yang valid dan gugur.. 69 Tabel 9. Distribusi Aitem Skala Konformitas Teman Sebaya yang

valid dan gugur.......................................................................... 71 Tabel 10. Distribusi Skala Kecenderungan Pembelian Impulsif untuk Penelitian....................................................................... 72 Tabel 11. Distribusi Skala Pemantauan Diri untuk Penelitian................ 72

Tabel 12. Distribusi Skala Konformitas Teman Sebaya untuk Penelitian 73 Tabel 13. Uji Normalitas.......................................................................... 76 Tabel 14. Uji Linearitas Pemantauan Diri terhadap Kecenderungan

Pembelian Impulsif.................................................................. 77

Tabel 15. Uji Linearitas Konformitas Teman Sebaya terhadap Kecenderungan Pembelian Impulsif......................................... 77

Tabel 16. Uji Multikolinearitas ................................................................ 78 Tabel 17. Uji Autokorelasi........................................................................ 81 Tabel 18. Uji Hipotesis Secara Simultan ................................................... 83 Tabel 19. Uji F-Test................................................................................. 84 Tabel 20. Uji Korelasi Parsial antara Pemantauan Diri dengan

Kecenderungan Pembelian Impulsif....................................... 85 Tabel 21. Uji Korelasi Parsial antara Konformitas Teman Sebaya

dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif..........................

Tabel 22. Statistik Deskriptif.................................................................

Tabel 23. Kriteria Kategori Kecenderungan Pembelian Impulsif..........

Tabel 24. Kriteria Kategori Pemantauan Diri........................................

Tabel 25. Kriteria Kategori Konformitas Teman Sebaya......................

89 Tabel 26. Sumbangan Efektif..............................................................

Bagan 1. Bagan Kerangka Berpikir Hubungan antara Pemantauan

Diri dan Konformitas Teman Sebaya dengan Kecenderungan Pembelian Impulsif................................................................. 46

Gambar 2. Gambar Scatter plot Uji Heterokesdastisitas..........................

80

PENDAHLULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang melibatkan banyak perubahan seperti perubahan biologis, kognitif dan sosioemosional (Santrock, 2007). Perubahan biologis yang terjadi pada remaja meliputi pertambahan berat dan tinggi badan dalam rentang waktu yang cepat, perubahan hormonal dan kematangan seksual yang mulai muncul ketika memasuki masa pubertas. Perubahan kognitif meliputi perubahan pemikiran dan inteligensi yang ditandai dengan meningkatnya cara berpikir. Remaja mulai berpikir secara abstrak, idealistik serta logis, berpikir secara lebih egosentris, memandang dirinya unik dan tak terkalahkan. Perubahan lainnya yaitu perubahan sosioemosional yang meliputi perubahan dalam hal emosi, kepribadian, hubungan dengan orang lain dan konteks sosial. Sigmund Freud dan Anna Freud (dalam Crain, 2007) mengatakan bahwa adanya perubahan-perubahan yang dialami oleh remaja ini dapat menimbulkan berbagai gejolak. Misalnya saja pertumbuhan fisik remaja yang sangat cepat akan menciptakan rasa kebingungan identitas. Hal inilah yang kemudian menyebabkan banyak remaja menghabiskan waktunya untuk menatap cermin dan memperhatikan setiap perubahan pada penampilannya.

Menurut Mc Cabe dan Ricciardell (dalam Santrock, 2007), salah satu aspek psikologis dari pubertas yang muncul pada masa remaja adalah munculnya

mengatakan bahwa perubahan fisik yang dramatis pada remaja dapat menimbulkan dampak psikologis yang tidak diinginkan. Remaja lebih banyak memperhatikan penampilan dibandingkan aspek lain dalam dirinya. Remaja, terutama remaja putri lebih suka berlama-lama di depan cermin memperhatikan setiap perubahan yang terjadi pada tubuh dan penampilannya. Menurut Rosenblum dan Lewis (dalam Papalia, dkk, 2008), remaja putri memiliki perasaan tidak suka pada perubahan fisik yang lebih tinggi dibandingkan remaja putra. Jika dibandingkan dengan remaja putra, remaja putri lebih merasakan ketidakpuasan dengan bentuk tubuhnya selama pubertas. Hal inilah yang mengakibatkan remaja putri cenderung menaruh perhatian yang lebih pada penampilan dibandingkan dengan remaja putra (Brooks, dalam Santrock, 2007).

Ketika menampilkan diri di hadapan orang lain, remaja putri akan berupaya agar terlihat menarik, disukai dan diterima banyak orang. Banyak cara yang dilakukan oleh remaja putri, namun salah satu cara yang kebanyakan dilakukan adalah dengan memakai busana dan aksesoris yang menunjang dalam berpenampilan seperti pemakaian baju yang sesuai, pemilihan sepatu, tas, jam tangan yang cantik dan aksesoris lainnya. Keinginan remaja untuk selalu tampil menarik, gaul dan sesuai tren, tidak jarang membuat remaja putri kurang memikirkan dengan matang saat mengeluarkan uang untuk membeli barang- barang yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan para remaja putri tidak memperhatikan faktor kebutuhan ketika membeli suatu barang. Para remaja putri cenderung membeli barang yang sesungguhnya tidak dibutuhkan dan pembelian Ketika menampilkan diri di hadapan orang lain, remaja putri akan berupaya agar terlihat menarik, disukai dan diterima banyak orang. Banyak cara yang dilakukan oleh remaja putri, namun salah satu cara yang kebanyakan dilakukan adalah dengan memakai busana dan aksesoris yang menunjang dalam berpenampilan seperti pemakaian baju yang sesuai, pemilihan sepatu, tas, jam tangan yang cantik dan aksesoris lainnya. Keinginan remaja untuk selalu tampil menarik, gaul dan sesuai tren, tidak jarang membuat remaja putri kurang memikirkan dengan matang saat mengeluarkan uang untuk membeli barang- barang yang diinginkan. Hal ini mengakibatkan para remaja putri tidak memperhatikan faktor kebutuhan ketika membeli suatu barang. Para remaja putri cenderung membeli barang yang sesungguhnya tidak dibutuhkan dan pembelian

Mal menyediakan berbagai pelayanan yang dilengkapi dengan fasilitas hiburan serta rekreasi keluarga. Bagi para pengunjung yang ingin berbelanja berbagai macam kebutuhan dengan aneka variasinya, tidak lagi perlu memakan banyak waktu dan lebih efisiensi biaya karena pengunjung tidak perlu berpindah lokasi. Keberadaan mal dengan segala kelebihan lainnya seperti tatanan produk yang rapi, cara promosi produk yang lebih menarik, banyaknya diskon pada berbagai produk bahkan hingga 70%, penawaran beli satu gratis satu, warna-warni produk yang indah, kemudahan dalam bertransaksi menggunakan kartu debit, kartu kredit dan juga suasana mal yang nyaman untuk berbelanja karena penjual yang ramah-ramah serta ruangan toko yang beraroma wangi.

Salah satu kota yang tidak lepas dari pembangunan pusat perbelanjaan modern adalah kota Solo yang kini telah memiliki beberapa pusat perbelanjaan modern berupa mal seperti Matahari Singosaren, Solo Square, dan Solo Grand Mall dan semakin ramainya keberadaan departmen store yang kini lebih mudah dijumpai. Pada dasarnya semua pembangunan pusat perbelanjaan modern diprioritaskan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Namun, seiring dengan berjalannya waktu mulai terlihat dampak lainnya yaitu pada perubahan gaya hidup masyarakat yang terkait dengan perilaku membeli masyarakat yang semakin meningkat.

masyarakat untuk selalu mengunjungi sehingga membuat mal tidak pernah sepi pengunjung setiap harinya. Tujuan pengunjungpun beraneka ragam mulai dari yang berniat belanja hingga pengunjung yang sekedar mencari kesenangan. Mal seringkali dijadikan sebagai salah satu alternatif tempat berlibur melepas kepenatan beraktivitas. Kondisi mal yang memberikan kenyamanan, terkadang membuat pengunjung terdorong untuk melakukan pembelian. Banyak dijumpai pengunjung yang pada awalnya tidak berencana untuk melakukan pembelian, namun secara tidak disadari pada akhirnya melakukan pembelian. Hal ini tentunya bertentangan dengan paradigma manusia ekonomi rasional yang melakukan pembelian berdasarkan sebuah perencanaan dan pertimbangan yang matang.

Menurut Semuel (2007), pada umumnya pembelian yang dilakukan pelanggan dalam pasar modern seperti supermarket atau hipermarket, tidak semuanya direncanakan. Sebesar 65% keputusan pembelian dilakukan di dalam toko dengan lebih dari 50% (dari 65% keputusan pembelian di dalam toko) merupakan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Loudon dan Bitta (1993) mengemukakan bahwa setiap orang ketika berada di pusat perbelanjaan dengan segala kenyamanan yang ada memiliki kecenderungan untuk melakukan pembelian tanpa sebuah perencanaan, sedikitnya satu produk dibeli tanpa perencanaan (unplanned purchase) dan hal ini dikenal dengan impulsive buying tendency atau kecenderungan pembelian impulsif.

Menurut Mowen dan Minor (2001) kecenderungan pembelian impulsif merupakan kecenderungan untuk melakukan pembelian tanpa memiliki niat untuk Menurut Mowen dan Minor (2001) kecenderungan pembelian impulsif merupakan kecenderungan untuk melakukan pembelian tanpa memiliki niat untuk

Kecenderungan pembelian impulsif merupakan suatu fenomena psikoekonomik yang banyak melanda kehidupan masyarakat tidak terkecuali para remaja putri. Tambunan (2001) menjelaskan bahwa remaja, terutama yang tinggal di perkotaan dengan segala fasilitas yang tersedia, yang sebenarnya belum memiliki kemampuan secara finansial sering dijadikan target pemasaran oleh para produsen. Menurut Munandar (2001) alasan yang membuat remaja menjadi segmen pasar yang sangat penting karena konsumen remaja memiliki ciri-ciri yaitu: (a) remaja sangat mudah terpengaruh oleh rayuan penjual, (b) mudah terbujuk iklan, (c) tidak berpikir hemat, (d) kurang realistis, romantis serta impulsif. Berkaitan dengan ciri impulsif remaja, hasil penelitian Csikzentmihalyi dan Larson (dalam Melati, dkk, 2007) menemukan bahwa remaja rata-rata memerlukan waktu hanya 45 menit untuk mengubah mood senang luar biasa ke sedih luar biasa. Perubahan mood yang cepat membuat remaja lebih mudah terpengaruh oleh lingkungan belanja dan melakukan pembelian secara impulsif.

perempuan lebih cenderung memiliki perilaku pembelian impulsif dibandingkan dengan laki-laki. Menurut Utami dan Sumaryono (2008) orientasi afektif yang mendasari pembelian impulsif mengaitkan wanita sebagai figur pelaku yang memiliki peluang terbesar untuk mewujudkan pembelian. Jika dibandingkan dengan pria, wanita masih dipandang lebih mengutamakan sisi emosionalitas daripada rasionalitas, sedangkan emosionalitas sangat relevan dengan konsep pembelian impulsif. Menurut Loudon dan Bitta (1993) remaja putri cenderung lebih impulsif dibandingkan remaja putra. Hal ini karena remaja putri lebih sering membantu keluarganya berbelanja, baik untuk keperluan keluarga maupun untuk kebutuhan dirinya sendiri, contohnya membeli kosmetik, cat rambut, alat-alat kecantikan, pakaian dan makanan.

Remaja putri dalam proses mempresentasikan diri akan melakukan pengelolaan kesan yaitu proses menseleksi dan mengontrol perilaku sesuai dengan situasi dan harapan orang lain. Salah satu gaya mempresentasikan diri yang dikemukakan oleh Dayaksini dan Hudaniah (2003) adalah pemantauan diri. Setiap orang tak terkecuali remaja putri, memiliki perbedaan dalam cara mempresentasikan diri. Ada yang lebih menyadari tentang kesan publik, ada juga yang menggunakan presentasi diri strategik atau lebih menyukai pembenaran diri. Menurut Snyder (1987) perbedaan ini berkaitan dengan suatu ciri sifat kepribadian yang disebut pemantauan diri yaitu kecenderungan yang dimiliki seseorang dalam mengatur perilakunya untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan- tuntutan sosial. Brigham (dalam Dayaksini dan Hudaniah, 2003) menyatakan

pemantauan terhadap pengelolaan kesan yang telah dilakukannya. Salah satu cara untuk memahami pemantauan diri adalah dengan melihat perbedaan-perbedaan respons terhadap situasi sosial. Baron dan Byrne (2003) secara spesifik memberikan istilah faktor eksternal bagi hal-hal yang menjadi acuan tingkah laku dari orang-orang yang cenderung memiliki tingkat pemantauan diri yang tinggi. Istilah tingkat pemantauan diri yang rendah diberikan kepada individu yang menjadikan faktor internal sebagai acuan dalam bertingkah laku. Baron dan Byrne (2003) juga menggunakan istilah bunglon sosial bagi individu yang memiliki pemantauan diri tinggi dan istilah prinsipil bagi individu yang memiliki pemantauan diri rendah. Individu yang memiliki pemantauan diri tinggi akan berusaha menyesuaikan tingkah laku dan peran dalam kondisi yang ada untuk memperoleh evaluasi positif. Individu dengan pemantauan diri yang rendah akan menekankan pada menjadi diri sendiri dan mementingkan menunjukkan perilaku yang konsisten dengan nilai-nilai serta keyakinan dasarnya.

Dayaksini dan Hudaniah (2003) mengemukakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lippa bahwa individu yang memiliki pemantauan diri tinggi akan mendapat keberuntungan dalam situasi sosial karena orang-orang akan menganggapnya ramah, relaks dan tidak pemalu, dan individu dengan pemantauan diri rendah akan cenderung lebih mudah dipercaya karena konsisten. Walaupun demikian, Miller dan Thayer (dalam Baron dan Byrne, 2003) mengemukakan bahwa orang-orang yang memiliki pemantauan diri ekstrem tinggi ataupun ekstrem rendah lebih sering mengalami gangguan dan kurang mampu Dayaksini dan Hudaniah (2003) mengemukakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lippa bahwa individu yang memiliki pemantauan diri tinggi akan mendapat keberuntungan dalam situasi sosial karena orang-orang akan menganggapnya ramah, relaks dan tidak pemalu, dan individu dengan pemantauan diri rendah akan cenderung lebih mudah dipercaya karena konsisten. Walaupun demikian, Miller dan Thayer (dalam Baron dan Byrne, 2003) mengemukakan bahwa orang-orang yang memiliki pemantauan diri ekstrem tinggi ataupun ekstrem rendah lebih sering mengalami gangguan dan kurang mampu

Pemantauan diri ternyata tidak hanya berpengaruh pada perilaku sosial seseorang, namun juga pada perilaku membeli. Seperti yang dikemukakan oleh Choi, dkk (2000) bahwa perilaku konsumen yang memiliki pemantauan diri tinggi ataupun rendah akan berbeda dalam perilaku membeli. Perbedaan tingkat pemantauan diri membedakan individu dalam merespon petunjuk di area penjualan. Menurut Snyder dan De Bono (dalam Choi, dkk, 2000) perbedaan ini akan terlihat dalam hal mudah atau tidaknya individu terpengaruh dengan iklan yang disajikan, apakah berorientasi pada keindahan sajian gambar atau pada kualitasnya. Kontribusi pemantauan diri juga tampak dalam hal kerelaan membayar lebih untuk produk yang dipromosikan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Djudiyah dan Hadipranata (2002) menyimpulkan bahwa adanya kontribusi pemantauan diri terhadap pembelian impulsif pada remaja.

Selain meneliti hubungan antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri, dalam penelitian ini juga melibatkan variabel konformitas teman sebaya. Seperti yang dikemukakan oleh Priede dan Ferrel (1995) bahwa kelompok referensi teman sebaya mempengaruhi keputusan pembelian seseorang bergantung pada tingkat konformitas dan besarnya pengaruh kelompok serta kekuatan keterlibatan remaja putri di dalam kelompok. Menurut Desmita (2006) perkembangan kehidupan sosial remaja ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan. Remaja akan

berpenampilan, berdandan, gaya rambut, tingkah laku konsumen, perilaku membeli, pertemuan dan pesta. Menurut Hurlock (1993), oleh karena remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku membeli terkadang lebih besar daripada pengaruh keluarga. Remaja juga cenderung akan masuk ke dalam kelompok yang memiliki minat dan nilai yang sama serta akan melakukan apapun agar dimasukkan dan diterima sebagai anggota kelompok dari teman sebayanya.

Remaja yang telah menjadi anggota kelompok teman sebaya akan menyesuaikan diri dengan norma dan aturan yang sudah terbentuk. Penyesuaian diri remaja akan semakin kuat jika ada ketergantungan antara remaja dengan anggota kelompok lainnya. Menurut Sears, dkk (1994) penyesuaian diri yang kuat terhadap kelompok mengakibatkan remaja cenderung melakukan konformitas terhadap kelompok teman sebayanya. Konformitas merupakan satu tuntutan yang tidak tertulis dari kelompok teman sebaya terhadap anggotanya namun memiliki pengaruh yang kuat dan dapat menyebabkan munculnya perilaku-perilaku tertentu. Santrock (2007) mengemukakan bahwa konformitas muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan. Konformitas dapat berdampak positif misalnya dalam hal melakukan kegiatan sosial maupun berdampak negatif seperti merokok, tawuran dan sebagainya.

remaja putri dibandingkan pada remaja putra. Tambunan (2001) mengatakan bahwa kebutuhan untuk diterima dan menjadi sama dengan teman lainnya menyebabkan remaja putri berusaha untuk mengikuti dan menyesuaikan diri dengan atribut yang sedang mode diantara anggota kelompok sebayanya. Selain itu hasil penelitian Rice (dalam Zebua dan Nurdjayadi, 2001) menunjukkan bahwa remaja putri lebih konform dibandingkan remaja putra karena menurut Lina dan Rosyid (1997) remaja putri lebih mudah dipengaruhi.

Hurlock (1993) menyebutkan bahwa konformitas akan semakin tinggi apabila dalam kelompok tersebut anggota-anggotanya melakukan hal yang sama termasuk dalam bersama-sama membeli suatu produk. Menurut Sumarwan (2003) konsumen yang memiliki teman sebaya adalah tanda telah membina hubungan sosial. Pendapat dan kesukaan teman sebaya seringkali mempengaruhi pengambilan keputusan konsumen dalam memilih produk dan merek. Penelitian yang dilakukan oleh Adelina (dalam Sumarwan, 2003) menunjukkan bahwa sumber paling besar yang mempengaruhi pembelian dalam hal ini pembelian bedak adalah teman sebesar 26%, media sebesar 19% dan majalah sebesar 15%. Tampak dari penelitian Adelina tersebut bahwa teman memiliki kontribusi yang paling besar dalam keputusan untuk membeli.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama ini memperlihatkan bahwa remaja putri yang berkunjung ke pusat perbelanjaan khususnya ke mal kebanyakan datang bersama dengan teman-teman sebayanya. Hal ini sejalan dengan hasil survey yang dilakukan oleh CSI (Consumer Survey Indonesia) pada Hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama ini memperlihatkan bahwa remaja putri yang berkunjung ke pusat perbelanjaan khususnya ke mal kebanyakan datang bersama dengan teman-teman sebayanya. Hal ini sejalan dengan hasil survey yang dilakukan oleh CSI (Consumer Survey Indonesia) pada

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan positif antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri ?

2. Apakah ada hubungan positif antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri ?

3. Apakah ada hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri ?

1. Untuk mengetahui hubungan positif antara pemantauan diri dan konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri.

2. Untuk mengetahui hubungan positif antara pemantauan diri dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri.

3. Untuk mengetahui hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja putri.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian kepada remaja putri tentang dampak dari pembelian impulsif.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian kepada remaja putri pentingnya pemantauan diri.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian kepada remaja putri tentang beberapa hal yang mempengaruhi perilaku pembelian.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Remaja Putri

1) Memberikan masukan kepada remaja putri cara merencanakan

pembelian yang sesuai dengan kebutuhan.

putri cara pengelolaan pemantauan diri yang positif.

3) Memberikan pengertian kepada remaja putri tentang cara

berkelompok sebaya yang positif.

b. Bagi Orang Tua

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para orang tua cara mengarahkan putrinya agar melakukan pembelian yang sesuai dengan kebutuhan.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kecenderungan Pembelian Impulsif

1. Pengertian Kecenderungan Pembelian Impulsif

Menurut Rook (1987) kecenderungan pembelian impulsif merupakan kecenderungan untuk melakukan pembelian secara impulsif yaitu pembelian yang terjadi ketika seorang individu mengalami desakan yang tiba-tiba, biasanya kuat dan menetap untuk membeli sesuatu dengan segera. Impuls untuk membeli ini kompleks secara hedonik, merangsang konflik emosional dan cenderung terjadi dengan perhatian yang berkurang pada akibatnya. Pembelian impulsif dilakukan tanpa perencanaan dan dipicu secara spontan pada saat berhadapan dengan produk serta diiringi dengan perasaan yang menyenangkan dan penuh gairah. Seorang individu cenderung merespon secara cepat terhadap stimulus yang diberikan tanpa melakukan evaluasi terhadap konsekuensi yang akan terjadi setelah membeli.

Engel, dkk (1995) mendefinisikan kecenderungan pembelian impulsif atau yang disebut juga dengan istilah unplanned purchase sebagai kecenderungan untuk melakukan pembelian yang tidak terencana yaitu konsumen membeli produk tanpa direncanakan terlebih dahulu sebelumnya, keinginan yang kuat baru muncul ketika di mal atau di toko karena secara tiba-tiba konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli suatu produk yang ditawarkan. Menurut Rook dan Hoch (dalam Mowen dan Minor, 2001) kecenderungan pembelian impulsif merupakan tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki Engel, dkk (1995) mendefinisikan kecenderungan pembelian impulsif atau yang disebut juga dengan istilah unplanned purchase sebagai kecenderungan untuk melakukan pembelian yang tidak terencana yaitu konsumen membeli produk tanpa direncanakan terlebih dahulu sebelumnya, keinginan yang kuat baru muncul ketika di mal atau di toko karena secara tiba-tiba konsumen merasakan kebutuhan yang mendesak untuk membeli suatu produk yang ditawarkan. Menurut Rook dan Hoch (dalam Mowen dan Minor, 2001) kecenderungan pembelian impulsif merupakan tindakan membeli yang dilakukan tanpa memiliki

Herabadi (2003) mengemukakan bahwa pembelian impulsif dianggap sebagai perilaku pembelian yang irasional berdasarkan pengamatan bahwa konsumen bisa tetap melakukan pembelian walaupun sudah menyadari sebelumnya akan kemungkinan merasakan penyesalan kelak. Ada dua komponen utama dari kecenderungan pembelian impulsif yaitu komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif menjelaskan bahwa seseorang hanya sekedar memikirkan saja untuk memiliki kecenderungan membeli secara impulsif yang berkaitan dengan kurangnya perencanaan serta unsur ketidaksengajaan. Sementara komponen afektif dalam kecenderungan pembelian impulsif menunjukkan sudah ada unsur penilaian dan pemilihan secara subjektif pada konsumen yang melibatkan perasaan sukacita, bergairah dan tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi nantinya.

Menurut Istijanto (2005) kecenderungan pembelian impulsif adalah kecenderungan berbelanja tanpa melakukan perencanaan sehingga pembelian yang dilakukan lebih terdorong oleh spontanitas atau ketertarikan yang muncul secara langsung begitu melihat suatu produk. Menurut Yani (2005) kecenderungan pembelian impulsif merupakan kecenderungan untuk mengalami dorongan yang kuat untuk membuat pembelian pada point of purchase dan Menurut Istijanto (2005) kecenderungan pembelian impulsif adalah kecenderungan berbelanja tanpa melakukan perencanaan sehingga pembelian yang dilakukan lebih terdorong oleh spontanitas atau ketertarikan yang muncul secara langsung begitu melihat suatu produk. Menurut Yani (2005) kecenderungan pembelian impulsif merupakan kecenderungan untuk mengalami dorongan yang kuat untuk membuat pembelian pada point of purchase dan

Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan pembelian impulsif merupakan kecenderungan yang dimiliki oleh seorang individu untuk melakukan pembelian secara impulsif yaitu pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya, terjadi secara spontan disertai dorongan yang kuat untuk membeli produk, melibatkan pengendalian afektif yang kuat dengan sedikit pengendalian kognitif sehingga tidak memperhatikan konsekuensi yang akan terjadi setelah pembelian terjadi.

2. Aspek-Aspek Kecenderungan Pembelian Impulsif Aspek-aspek kecenderungan pembelian impulsif menurut Rook (1987), terdiri dari empat aspek yang meliputi:

a. Spontanitas. Pembelian ini terjadi secara spontan, tidak diharapkan dan tidak direncanakan sebelumnya, memotivasi konsumen untuk membeli sekarang juga dan sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan.

b. Kekuatan impuls Adanya motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika. Konsumen merasakan desakan yang tiba-tiba dan b. Kekuatan impuls Adanya motivasi untuk mengesampingkan semua yang lain dan bertindak dengan seketika. Konsumen merasakan desakan yang tiba-tiba dan

c. Adanya stimulasi lingkungan Kondisi lingkungan yang membuat para konsumen melakukan pembelian dengan segera dan tanpa banyak berpikir lagi.

d. Kurang peduli dengan konsekuensi Konsumen mengalami desakan untuk membeli yang sangat kuat dan sulit untuk ditolak sehingga konsekuensi negatif yang mungkin terjadi setelah melakukan pembelian cenderung diabaikan. Menurut Loudon dan Bitta (1993) ada lima elemen kecenderungan

pembelian impulsif yaitu sebagai berikut:

a. Konsumen merasakan adanya suatu dorongan yang datang secara tiba- tiba dan spontan untuk melakukan suatu tindakan yang berbeda dengan tingkah laku sebelumnya.

b. Dorongan yang tiba-tiba untuk melakukan suatu pembelian menempatkan konsumen dalam keadaan ketidakseimbangan secara psikologis dan untuk sementara waktu konsumen merasa kehilangan kendali.

c. Konsumen selanjutnya akan mengalami konflik psikologis dan berusaha untuk menimbang antara pemuasan kebutuhan langsung dan konsekuensi jangka panjang dari pembelian.

d. Konsumen kemudian akan mengurangi evaluasi kognitif dari produk.

memperhatikan konsekuensi yang akan datang yaitu akibat yang akan ditimbulkan setelah pembelian dilakukan.

Menurut Herabadi (2003) kecenderungan pembelian impulsif memiliki dua komponen yang meliputi:

a. Komponen kognitif Yaitu seseorang hanya sekedar memikirkan saja untuk memiliki kecenderungan membeli secara impulsif yang berkaitan dengan kurangnya perencanaan serta unsur ketidaksengajaan dalam melakukan pembelian.

b. Komponen afektif Yaitu seseorang sudah menunjukkan unsur penilaian dan pemilihan secara subjektif yang berkaitan dengan adanya dorongan untuk membeli yang tiba-tiba, ketertarikan yang begitu kuat untuk membeli, perasaan sukacita dan bergairah untuk membeli serta kurang memperdulikan konsekuensi dan penyesalan setelah melakukan pembelian. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan aspek-aspek

kecenderungan pembelian impulsif yang mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Rook (1987) sebagai dasar teori tentang pembelian impulsif. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa aspek-aspek kecenderungan pembelian impulsif yaitu sebagai berikut: aspek spontanitas yaitu pembelian yang dilakukan sebenarnya tidak diharapkan dan tidak direncanakan sebelumnya, memotivasi konsumen untuk membeli sekarang juga dan sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan; aspek kekuatan impuls yaitu kecenderungan pembelian impulsif yang mengacu pada aspek-aspek yang dikemukakan oleh Rook (1987) sebagai dasar teori tentang pembelian impulsif. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa aspek-aspek kecenderungan pembelian impulsif yaitu sebagai berikut: aspek spontanitas yaitu pembelian yang dilakukan sebenarnya tidak diharapkan dan tidak direncanakan sebelumnya, memotivasi konsumen untuk membeli sekarang juga dan sering sebagai respons terhadap stimulasi visual yang langsung di tempat penjualan; aspek kekuatan impuls yaitu

3. Tipe-Tipe Pembelian Impulsif

Ada empat tipe pembelian impulsif yang dikemukakan oleh Loudon dan Bitta (1993) , yang meliputi:

a. Pure Impulse (pembelian impulsif murni) Pada pembelian impulsif murni seorang individu merasakan dorongan sangat kuat untuk membeli produk yang baru, mencari variasi produk yang baru, atau melakukan pembelian terhadap produk di luar kebiasaan pembeliannya yaitu seseorang menghentikan pola pembelian normal yang biasa dilakukan.

b. Suggestion Impulse (pembelian impulsif yang timbul karena sugesti) Dorongan untuk membeli yang dialami oleh seorang individu didasarkan karena adanya stimulus pada toko (tempat penjualan) dan didukung pula dengan pemberian saran serta masukan baik dari penjual, sales promotion, pramuniaga, maupun teman-teman lainnya.

c. Reminder Impulse (pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau) Pada pembelian ini seseorang merasakan adanya dorongan untuk segera membeli yang muncul pada saat melihat barang yang dipajang pada rak toko, display atau secara tiba-tiba teringat iklan dan informasi lainnya tentang suatu produk.

Merupakan pembelian impulsif yang terjadi apabila kondisi penjualan tertentu diberikan pada konsumen. Dorongan berupa intensi membeli berdasarkan harga khusus, kupon, diskon dan lain sebagainya tanpa merencanakan produk yang akan dibelinya. Selanjutnya menurut Ma’ruf (2006), ada tiga tipe pembelian impulsif yaitu

sebagai berikut:

1. Pembelian tanpa rencana sama sekali Konsumen belum punya rencana apapun terhadap pembelian suatu barang dan membeli barang begitu saja setelah melihat.

2. Pembelian yang setengah direncanakan Konsumen sudah ada rencana membeli suatu barang tapi tidak punya rencana merek, jenis ataupun berat dan membeli barang begitu melihat barang tersebut.

3. Barang pengganti yang tidak direncanakan Konsumen sudah berniat membeli suatu barang dengan merek tertentu dan membeli barang yang dimaksud tapi dari merek lain.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpullkan tipe-tipe pembelian impulsif yaitu: tipe pembelian menurut Loudon dan Bitta (1993) yaitu pembelian impulsif murni, pembelian impulsif yang timbul karena sugesti, pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau dan pembelian impulsif yang direncanakan, sedangkan tipe pembelian impulsif menurut Ma’ruf (2006) yang meliputi: pembelian tanpa rencana sama Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpullkan tipe-tipe pembelian impulsif yaitu: tipe pembelian menurut Loudon dan Bitta (1993) yaitu pembelian impulsif murni, pembelian impulsif yang timbul karena sugesti, pembelian impulsif karena pengalaman masa lampau dan pembelian impulsif yang direncanakan, sedangkan tipe pembelian impulsif menurut Ma’ruf (2006) yang meliputi: pembelian tanpa rencana sama

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan Pembelian Impulsif

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang melakukan pembelian sevara impulsif. Menurut Loudon dan Bitta (1993) faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian impulsif, meliputi:

a. Karakteristik produk Adapun karakteristik produk yang dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian impulsif, yaitu:

1) Produk yang memiliki harga murah akan membuat seseorang tidak berpikir matang dalam mengambil keputusan untuk membeli.

2) Konsumen merasakan adanya sedikit kebutuhan terhadap produk yang dilihatnya kemudian memutuskan untuk membelinya.

3) Produk- produk yang memiliki siklus kehidupan yang biasanya

pendek atau cepat habis.

4) Ukuran produk yang kecil dan ringan sehingga mudah dibawa.

5) Produk yang mudah disimpan.

b. Faktor pemasaran Cara-cara yang digunakan oleh para pemasar dalam mempromosikan dan mendistribusikan produk dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian impulsif. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya: distribusi dalam jumlah banyak, outlet dengan model self service yaitu pelayanan sendiri, promosi b. Faktor pemasaran Cara-cara yang digunakan oleh para pemasar dalam mempromosikan dan mendistribusikan produk dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian impulsif. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya: distribusi dalam jumlah banyak, outlet dengan model self service yaitu pelayanan sendiri, promosi

c. Karakteristik konsumen Adapun karakteristik konsumen yang dapat mempengaruhi seseorang memiliki kecenderungan pembelian impulsif, yaitu:

1) Kepribadian konsumen Kepribadian berkaitan dengan adanya perbedaan karakteristik yang paling dalam diri manusia yang menggambarkan ciri unik dari masing- masing individu sehingga setiap orang berbeda. Pemasar yang telah mengetahui kepribadian konsumennya dapat memilih cara komunikasi dan promosi yang cocok dengan kepribadian konsumen, termasuk dalam membidik pola pembelian impulsif. Herabadi, dkk (2009) mengemukakan bahwa kecenderungan belanja impulsif adalah trait konsumen yang berakar pada kepribadian seseorang.

2) Demografis dalam hal ini meliputi:

a. Gender Beberapa tokoh mengemukakan bahwa perempuan memiliki kecenderungan pembelian impulsif yang lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Seperti menurut Loudon dan Bitta (1993) remaja putri cenderung lebih impulsif dibandingkan remaja putra, selanjutnya menurut Kartajaya (2007) wanita adalah sasaran dalam membidik pasar pembelian impulsif.

Perbedaan usia mempengaruhi pola pembelian seseorang termasuk dalam hal kecenderungan pembelian impulsif. Menurut Kartajaya (2007) anak-anak adalah sasaran paling empuk dalam membidik pasar pembelian impulsif, sedangkan menurut Hoyer dan Macinnis (2008) remaja sebagai usia pembelian impulsif karena remaja dikenal sebagai konsumen yang sangat dapat menyesuaikan diri dan sangat memuja penampilannya.

c. Status perkawinan Sudarto (dalam Suyasa dan Fransisca, 2005) mengemukakan bahwa terdapat perbedaan pola pembelian antara perempuan yang belum dan perempuan yang sudah menikah. Perempuan yang belum menikah mengkonsumsi lebih banyak dalam hal penampilan sehingga pengeluarannya lebih banyak. Hal ini karena perempuan yang belum menikah tidak terlalu bertanggung jawab terhadap pengeluaran keluarga.

d. Pendidikan dan pekerjaan Pendidikan seseorang mempengaruhi pekerjaan dan pendapatan yang akan diterima sehingga pola pembelian juga terpengaruh. Pendapatan yang besar membuat seseorang lebih memiliki kecenderungan pembelian impulsif.

Kondisi ekonomi dapat mempengaruhi seseorang untuk memiliki kecenderungan pembelian impulsif. Seseorang dengan kondisi ekonomi yang baik dan kelas sosial yang tinggi cenderung lebih impulsif dalam belanja dibandingkan dengan seseorang yang kondisi ekonomi lemah. Menurut Solomon (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi pembelian

impulsif, diantaranya meliputi:

a. Konsumen tidak terbiasa dengan tata ruang toko.

b. Konsumen berada di bawah tekanan waktu.

c. Konsumen teringat untuk membeli sesuatu saat melihat produk tersebut pada rak toko.

Menurut Kartajaya (2007), beberapa hal yang menyebabkan pembeli melakukan pembelian impulsif:

a. Pembeli terpengaruh paparan iklan yang ditonton sebelumnya.

b. Timbulnya hasrat untuk mencoba-coba barang yang baru.

c. Pembeli tertarik dengan kemasan yang atraktif, display yang menonjol, harga yang murah dan bujukan sales promotion.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang memiliki kecenderungan untuk melakukan pembelian secara impulsif yaitu: karakteristik produk, faktor pemasaran, karakteristik konsumen, tidak terbiasa dengan kondisi toko, terburu-buru, tiba-tiba teringat, terpengaruh iklan, keinginan mencoba produk baru dan tertarik faktor situasi di lingkungan belanja.

1. Pengertian Pemantauan Diri Konsep pemantauan diri pertama kali diperkenalkan oleh Snyder (1974)