Model Fisiografis dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang - Universitas Negeri Padang Repository

LAPORAN AKHIR
PENELITIAN HIBAH BERSAING

A

.,

I,.,.,.,
*

!
&-

. :.:.;'o$llMAN2
._-WIL..d.-

' . T ~ ~

kcc:i1n

1-0


YL

. ---

m.1

-1

UGIV.HEIE~I
PADAN 6
apuo
r' ~ I L ,
---I).
u

SUMPERlH6Fi! :.:-tr_d

MODEL FISIOGRAFIS


DALAM P E ~ U S U N A N
RENCANA TATA RUANG

Ir. Hamdi Nur, MT (Ketua)
Ahyuni, ST, MSi (Anggota)

NWN : 1014026601
NIDN : 0023036909

UNIVERSITAS BUNG HATTA
Oktober 2013
I

-- -----------------

- ----- -------

Jndul K e g i m
Pwmtiti I hlslrsana


: Model fixifikwtis dsllam pmvuswart rm+can:+tntn man%

K:~ma1,;ngksp

: Ir. 1I A m ? hitR MT,
: lQt~cita[3l

NrnN
Jabtan Fung?l
Par~umnaTini:gi
htitusi hfitm fjik-a &ls)
NAILIA
l i i ~ l i ! ~Li!?ra
~ ~ i
~Zlami~r
Pn~.mg.~i~nc
Jauuh

T&m P u l W a n
Biap T h Derjalm

Biays KeselirruEon

1 dad rt-cans 2 t?l~wn
: Rp. 6 1.39i).tNjO,ilQ
: Rp, 1 25.1!l'1c: I?ClO,U'J

: Tabun kc

RINGKASAN

Penelitian ini merupakm konstruksi atau pemodelan zintukpenyusunan tata
ruang wilayah dengan model fisiografis. Pendekatan ini telah diusulkun oleh
beberapa ahli geologi dun geografi dan telah dipraktekkun sebagai kerangka
penyusunan rencana tata ruangpada berbagai Negara terutama &lam skula meso.
Akan tetapi dalam penyusunan rencana tata ruang di Indonesia, aspek fisiografis
hanya berhenti sebagai informasi yang menggambarkan profil wilayah dan tidak
berfungsi sebagai kerangka penyusunan rencana tata ruang.
Pada wilayah dengan fisiografis yang sangat beragam model mod1
Jisiografis secara hipotesis diharapkun bisa menjadi model alternatif &lam
menyusun rencana tata ruang yang lebih resposrf terhadap potensi kekayaan

sumberdaya alam dan kendala-kendaIa pengem bangnya, lebih lengkap se bagai
pedoman penyusunan rencana yang lebih detil sebagai turunannya, lebih efektif
alat koordinasi keterpachan perencanaan pembangunan, h lebih mudah
dipahami oleh pengguna dokumen rencana tala m g .
Provinsi Sumatera Barat yang secara fisik terbentuk dari proses geologi
yang kompleks dipilih sebagai kasus dalam konstruksi model fisiografis mengingat
kesesuaimznya untuk penerapan model ini. Tidak seluruh wilayah Sumatera Barat
dijadikan objek kasus, Kabupaten Mentawai tidak dimaslikkm karena belum
tersedia informasi yang lengkup dari kajian geologi dan tanah.
Penelitian dilakukan &lam dzra tahap. Pada tahun pertama dilakukan
konstruksi model fisiografi rencana tata ruang dengan kasus Provinsi Sumatera
Barat. Pada tahun kedua, dilakukun verzfikusi model kepada berbagai stakeholder
dnri instansi pemerintahan, pakar, h dunia usaha untuk melihat keunggulan dan
kelemahan model ini sebagai acuan pembangunan wilayah. Pada tahap pertama
telah dilakukan pengumpulan sebagian data Informasi yang dimasukkan kedalam
basis data dalam format Geographic Information System (GIS) dengan m e m a h
software GIS.

PRAKATA


Laporan Akhir dari penelitian hibah bersaing dengan judul "Model
Fisiografis Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang" ini

merupakan laporan

pekerjaan yang telah dilakukan oleh tim peneliti dalam tahun pertama.
Penelitian tahap satu tahun pertama ini merupakan satu bagian dari dua
tahap penelitian selama dua tahun. Laporan Akhir tahap pertama ini merupakan
langkah awal dalam penyelesaian penelitian secara keseluruhan
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam pengerjaan penelitian ini yaitu
Pengabdian

Kepada

Masyarakat

Direktorat

Direktorat Penelitian Dan


Jenderal

Pendidikan

Tinggi

Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan yang telah membantu dalam pendanaan,
LPPM Universitas Bung Hatta dan Kopertis Wilayah X yang telah memfasilitasi

penelitian ini serta berbagai pihak yang membantu dalam penyediaan data yang
dibutuhkan.

Padang, Oktober 20 13
Tim Peneliti

DAFTAR IS1
Halaman
Ringkasan
Prakata

Daftar Isi
Daftar Tabel
DaRar Garnbar
DaRar Lampiran
Bab 1.
Bab 2.
Bab 3.
Bab 4.
Bab 5.

Bab 6.
Bab 7.

.111.
...
111
iii

...


111

Pendahuluan
Tinjauan Pustaka
Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Metoda Penelitian
Hasil dan Pembahasan
5.1 Review Berbagai Sistem Klasifikasi Satuan Lahan di
Indonesia dan Wilayah Sumatera Barat
5.2 Evaluasi Pedoman Analisis Kemampuan dan
Kesesuaian Lahan Dalam Penyusunan Rencana Tata
Ruang
5.3 Evaluasi RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten dan
RTRW Kota di Provinsi Sumatera Barat
5.4 Zonasi Fisiografis Provinsi
5.5 Zonasi Fisiografi Kabupaten (Kasus: Kabupaten
Dharmasraya)
Rencana Tahapan Berikutnya
Kesimpulan Dan Saran
Daftar Pustaka


DAFTAR TABEL
Tabel 1
Beberapa Perbedaan Pendekatan Fisiografi dengan
Pendekatan Penyusunan Tata Ruang Wilayah yang
berlaku di Indonesia
Tabel 2
Kerangka Penelitian
Tabel 3
Tabel Penilaian Terhadap Materi RTRW Provinsi
Sumatera Barat Tahun 2009-2029
Tabel 4
Evaluasi Materi Teknis Rtrw Kabupaten Dalam Aspek
Fisik Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 16RRTM2009
Evaluasi Materi Teknis Rtrw Kota Dalam Aspek Fisik
Tabel 5
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
17/PRT/M/2009
Tabel 6

Perbandingan Kategori Geomorfologi Wilayah
Sumatera Barat
Tabel 7
Kriteria Bentuk Lahan

17
28
56
67
70

77

83

Tabel 8
Tabel 9
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13

Tabel 15
Tabel 16

Contoh Atribut Informasi Peta Satuan Fisiografis
Sumatera Barat (dari 1061 data polygon)
Jenis Tanah di Kabupaten Dharmasraya
Kelas Kelerengan Lahan Kabupaten Dharmasraya
Satuan Lahan yang Terdapat di Kabupaten
Dharmasraya
Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Skema Hubungan Antara Kelas Kemampuan Lahan
dengan Intensitas
dan Macam Penggunaan Lahan
Rekomendasi Penggunaan Lahan berdasarkan Kelas
Kemampuan Lahan
Analisis Kemampuan Lahan Kabupaten Dharmasraya
Kemampuan Lahan dan Katagori Kelas di Kabupaten
Dharmasraya

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1
Skema Keragaman Fisiografi dalam bentang alam
ekologi
Gambar 2
Contoh Model Sistem Klasifikasi Fisiografis
Menurut Godfiey
Gambar 3
Gambar 3: Contoh iklan wisata dengan
memperkenalkan berbagai potensi objek wisata
dalam keragaman fisiografi wilayah
Gambar 4: Contoh rencana wilayah berdasarkan
Gambar 4
pembagian fisiografi ( land planning unit)
Gambar 5
Kerangka Perbandingan Model yang akan diuji
Gambar 6
Bagan Alir Penelitian
Pembagian Geomorfologi Untuk Mendukung
Gambar 7
Perencanaan Tata Ruang Dengan Contoh Jawa Barat.
Sumber Brahmantyo dan Bandono (2006)
Gambar 8
Fisiografi Bentang Alam Pulau Sumatera
Gambar 9
Pola Fisiografi (ekologi bentang alam) Pulau
Sumatera
Pembagian Fisiografi Utama Sumatera Barat
Gambar 10
berdasarkan Aspek Geologi
Fisiografi Sumatera Barat menurut Verstappen
Gambar 11
Bagan Alir Analisis Fisik Penyusunan Tata Ruang
Gambar 12
Contoh Peta Nilai dan Klasifikasi
Gambar 13
Kemampuan Lahan
Bagan Alir Penyusunan Zona Fisiografis Wilayah di
Gambar 14
Tingkat Provinsi

Gambar 15
Gambar 16
Gambar 17
Gambar 18

Pembagian Fisiografi Sumatera Barat
Karakteristik Geologi Wilayah Sumatera Barat
Peta Geologi Sumatera Barat Disederhanakan
Peta Geologi Rinci Sumatera Barat

Gambar 19
Gambar 20
Gambar 21
Gambar 22
Gambar 23
Gambar 24
Gambar 25
Gambar 26
I
I

I

i

Gambar 27
Gambar 28
Gambar 29

I

I
i

I

Gambar 30
Gambar 3 1
Gambar 32
Gambar 33

Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3

Peta dataran tinggi dan rendah Sumatera Barat
Peta bentuk lahan Sumatera Barat berdasarkan citra
SRTM
Peta relief Sumatera Barat berdasarkan citra SRTM
30m
Peta kelerengan Sumatera Barat berdasarkan analisis
citra SRTM 30m
PetaBentuk Lahan dari analisis Citra SRTM 30
Peta Bentuk Lahan dari PUSLITANNAK (1990)
Peta Overlay Peta Bentuk Lahan dari
PUSLITANNAK (1990) dan peta elevasi
Peta Ragam Satuan Fisiografis Provinsi Sumatera
Barat
Pemetaan Zona Agroekologi Sumbar
Pemetaan Zona Sistem Pertanian Sumbar
Bagan Alir Penyusunan Zona Fisiografis Wilayah di
Tingkat Kabupaten
Peta jenis tanah Kabupaten Dharmasraya
Peta kelerengan Kabupaten Dharmasraya
Peta Satuan Lahan Kabupaten Dharmasraya
Peta Kemampuan Lahan Kabupaten Dharmasraya

Data Base Penelitian Dalam Format Geographic
Information System (GIs)
Biodata Ketua dan Anggota Penelitian
Draft artikel

BAB 1. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang dan Permasalahan
Penataan ruang bertujuan untuk: (a) mewujudnya keharmonisan antara
lingkungan alam dan lingkungan buatan; (b) mewujudkan keterpaduan dalam
penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan
sumber daya manusia; d m (c) mewujudkan pelindungan fbngsi ruang dan
pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang (UU
No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang). Penyusunan rencana tata ruang
sebagai langkah pertama penataan ruang dengan dernikian merupakan alat untuk
mengarahkan pengembangan berbagai potensi sumberdaya alam

dengan

mempertimbangkan kendala-kendala pengembangan sumberdaya tersebut.
Wilayah memiliki berbagai fisiografi, ada yang beragam ada yang kurang
beragam (relatif homogen). Wilayah dengan pola fisiografis yang beragam
disebabkan oleh proses geologi yang beragam pula. Wilayah dengan pola
fisiografis yang beragam seperti bergunung, berbukit, dataran tinggi, dataran
rendah, dataran aluvial dan lainnya memiliki potensi dan kendala pengembangan
yang spesifik. Pada wilayah dengan fisiografi yang beragam dimungkinkan
untuk pengembangan potensi berbagai sumber daya alam seperti berbagai
komoditi yang beragam pada sektor pertanian, pengembangan berbagai
sumberdaya mineral pada sektor pertambangan d m pengembangan beragam
objek wisata.
Wilayah dengan fisiografi yang beragam rnemiliki potensi dan kendala
spesifik sehingga dalam penyusunan rencana tata ruang perlu didekati
berdasarkan karakteristik fisiografinya. Penerapan model fisiografi dalam
penyusunan rencana tata ruang (spatial planning) diusulkan pertama kali oleh
Fennemen (1916) dan elaborasi lebih lanjut antara lain oleh Godfiey (1977);
Opdam (2001); Zonneveld (1989); dan untuk penyusunan tata ruang di
Indonesia diusulkan oleh Brahmanto (2006). Keunggulan model fisiografi
sebagai pendekatan penyusunan rencana tata ruang menurut Godfrey (1977: 44)
yaitu: (a) dapat memecahkan masalah dan mengarahkan pengembangan wilayah
secara sistematis; (b) dapat diterapkan dalam berbagai skala rencana; (c) berkait

langsung dengan kenampakan bentang alam sehingga tidak selalu terlebih
dahulu membutuhkan data dan pengukuran yang rumit, dan (d) dapat dilakukan
dengan cepat. Lebih lanjut ditambahkan bahwa model fisiografis lebih mudah
dipahami oleh berbagai pihak yang bukan ahli. Potensi, masalah, dan arahan
pembangunan wilayah dengan cepat dan mudah dapat dipetakan.
Provinsi Sumatera merupakan salah satu wilayah yang memiliki fisiografi
yang beragam. Provinsi Sumatera Barat memiliki beragam potensi sumber daya
alam seperti pertanian tanaman pangan, perkebunan, pertambangan, dan
pariwisata. Akan tetapi eksplorasi keragaman karakteristik fisiografi ini dalam
penyusunan tata ruang kelihatannya masih kurang, padahal potensi dan masalah
pembangunan provinsi Sumatera Barat terutarna disebabkan oleh faktor
fisiografi (Ahyuni, 2008; Nur, 2007). Hal ini terlihat dari dokumen tata ruang
provinsi, kabupaten dan kota yang telah disusun di Provinsi Sumatera yang tidak
membagi wilayah atas satuasn fisiografi dan tidak mengarahkan pembangunan
berdasarkan karakteristik fisiografi.
Salah satu penyebab dari tidak terungkapnya karakteristik fisiografi sebagai
kerangka perencanaan adalah ketentuan penyusunan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) provinsi/kabupaten/kota yang lebih menekankan perencanaan
pada aspek fungsional (alokasi fbngsi dan kegiatan

oleh sektor-sektor

pembangunan dan pengembangan infi-astruktur) sehingga karakteristik fisiografi
hanya berfbngsi sebagai informasi fisik dasar wilayah dan bukan sebagai
kerangka perencanaan (berdasarkan Permen No 15,16,dan 17 Tahun 2009
tentang penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, kabupaten, dan kota).
Rencana Strategis Bidang Penataan Ruang Provinsi Sumatera Barat Tahun
201 1-2015 (Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Dinas Prasarana Jalan, Tata
Ruang Dan Permukiman, 201 1) telah memasukkan rencana dan program bidang
tata ruang berdasarkan satuasn fisiografis akan tetapi tidak bisa merujuk kepada
RTRW Provinsi 2009-2029 karena arahan perencanaan detil dan arahan
pembangunan tidak dielaborasi dalam dokumen ini.
Model fisiografis dalam penyusunan rencana tata ruang diusulkan sebagai
alternatif panduan penyusunan rencana tata ruang terutama pada wilayah dengan
fisiografi beragam. Wilayah Provinsi Sumatera Barat dengan fisiografi beragam

sesuai untuk menjadi objek kasus untuk kajian konstruksi model dan
verifikasinya.

Keluaran dari model adalah rancangan

model penyusunan

rencana tata ruang pada setiap tahapan, yaitu: (a) tahap pengumpulan data dan
informasi; (b) tahap analisis; dan (c) tahap sintesis/perumusan rencana dan
arahan pemanfaatan ruang.

b. Urgensi (Keutamaan) Penelitian
a) Urgensi Substansi Penelitian
Pedoman umum penyusunan RTRW Provinsi, kota dan kabupaten mengacu
pada Peraturan Menteri PU Tentang Penyusunan Tata Ruang Provinsi dan Permen
PU No 20/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Aspek Fisik Ekonomi dan Sosial.
Peraturan tersebut mengatur mulai dari ketentuan tentang pengumpulan data, cara
analisis, dan keluaran rencana. Aspek fisiografi (dalam bentuk informasi morfologi
lahan) hanya dijadikan sebagai informasi fisik dasar dan kemudian dalam tahap
analisis hanya befingsi sebagai salah satu kriteria dalam menganalisis kesesuaian
lahan
Berdasarkan pertimbangan kondisi fisiografi Sumbar yang beragam dengan
berbagai keunggulan dan kendala dalam pembangunan sosial ekonomi serta disisi
lain terdapat keterbatasan rencana tata ruang dalarn merumuskan rencana sesuai
keunggulan dan keterbatasan wilayah tersebut maka perlu disusun pendekatan
perencanaan yang tanggap terhadap potensi

dan kendala fisiografi wilayah

sehingga pembangunan wilayah dapat optimal dan tata ruang mudah dipahami.
Model fisiografi telah banyak dipakai dalam penyusunan rencana tata ruang
dinegara lain. Dalam model ini, rencana disusun berdasarkan karakteristik
fisiografi. Perbedaan pokok dari pendekatan ini dibandingkan dengan pendekatan
yang dipakai dalam penyusunan rencana tata ruang di Indonesia seperti diarahkan
dalam pedoman penyusunan rencana tata ruang dapat diuraikan seperti berikut ini.
1. Pendekatan penyusunan tata ruang yang berlaku di Indonesia

a) Kategori peruntukan lahan (land use plan) berdasarkan karakteristik fungsi
dan kegiatan
b) Karakteristik fisiografi (bentang aladbentuk lahan) hanya sebagai input

analisis untuk analisis kesesuaian lahan.
c) Rencana disusun lebih berdasarkan pendekatan hngsional. Rencana disusun
dalam kerangka hirarki pusat kegiatan, sistem jaringan antar pusat, dan
tingkat perkembangan sub wilayah sesuai interaksi hngsional secara sosial
dan ekonomi.
d) Penamaan sub wilayah pengembangan cenderung memakai istilah teknis
seperti:

kawasan perkebunan, kawasan budidaya, kawasan lindung,

kawasan perbatasan dan seterusnya.
2. Pendekatan penyusunan tata ruang dengan model fisiografi

a) Kategori peruntukan lahan (land use plan) berdasarkan karakteristik lahan
(site)
b) Karakteristik fisiografi (bentang aladbentuk lahan) sebagai satuasn
pemetaan (mapping unit) yang berfungsi sebagai kerangka penyusunan
rencana.
c) Rencana disusun lebih berdasarkan pendekatan teritorial. Rencana disusun
dalam kerangka keragaman bentang lahadbentuk lahan sebagai satuan
fisiografi. Setiap satuan fisiografi memiliki otonomi relatif, artinya setiap
satuan fisiografi merupakan suatu sistem permukiman yang terhubung
dengan satuasn fisiografi lain sebagai suatu sistem yang lebih besar.
d) Penamaan sub wilayah berdasarkan ciri fisiografi dan nama lokal yang
dikenal seperti: kawasan dataran tinggi Alahan Panjang, Lembah Rao dan
seterusnya. Dengan penamaan ini pemetaan potensi, kendala dan
pengembangan wilayah lebih mudah ditangkap oleh orang yang tidak
terbiasa dengan bahasa teknis tata ruang.
b) Urgensi Provinsi Sumatera Barat Sebagai Kasus Penelitian
Provinsi Sumatera Barat memiliki luas 42.297,30 Krn2 dengan jumlah
penduduk 4,5 juta jiwa terdiri atas 12 (dua belas) kabupaten dan 7 (tujuh) kota. Di
Sumatera Barat terdapat beberapa gunung seperti Gunung Merapi, Singgalang,
Sago, Talang, Tandikat, Talamau dan juga empat danau besar yaitu : Danau
Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas dan Danau Dibawah. Wilayah Sumatera
Barat terbagi atas 30 DAS. Sumatera Barat mempunyai beragam bentang alam

mulai dari bentang alam pesisir pantai, dataran rendah, dataran sedang perbukitan
hingga dataran tinggi pegunungan. Bentuk wilayah terbagi atas : datar seluas
578.000 Ha (13,41%), datar berombak seluas 186.000 Ha (4,31%), bergelombang
seluas 3 16.000 Ha (7,33%), berbukit seluas 964.000 Ha (22,36%), dan bergunung
seluas 2.267.000 Ha (52,59 %). Lebih dari setengah luas lahan merupakan dataran
tinggi pegunungan Bukit Barisan yang membelah Sumatera Barat dalam arah utara
selatan. Kawasan sekitar lereng Gunung Merapi, Singgalang, Sago, Talang,
Tandikat, Talamau merupakan kawasan vulkanik subur yang cocok untuk
pengembangan berbagai komoditi hortikultura, tanaman pangan dan perkebunan.
Kondisi fisiografis menyebabkan Sumatera Barat memiliki berbagai potensi mineral
berharga, tanah yang subur, dan alam yang indah.
Akan tetapi selain potensi fisik yang tergambar diatas, Sumatera Barat
merupakan wilayah yang memiliki beberapa permasalahan fisik yang hams
dihadapi dalam pembangunan. Permasalahan fisik ini merupakan sisi lain dari
potensi fisik sumber daya alam yang terbentuk akibat proses geologi yang sama.
Potensi kesuburan tanah, mineral, keragaman bentang alam dan potensi sumber
daya air yang muncul akibat struktur dan proses geologi yang juga menimbulkan
berbagai permasalahan seperti terbatasnya lahan yang dapat dibudidayakan,
kerawanan terhadap bencana alam dan ancaman dampak lingkungan dari berbagai
aktifitas pemanfaatan lahan.
RTRW Provinsi Sumatera Barat telah disusun
direncanakan dalam jangka

pada tahun 2009 dan

20 tahun kedepan sampai 2029. Beberapa

permasalahan yang timbul dari RTRW yang telah disusun ini yaitu:
a) Berdasarkan evaluasi kegiatan Institution Building For The Integration Of
National-Regional Development And Spatial Planning (Bappenas - DSF - The
World Bank: 2010) dengan kasus beberapa provinsi di Indonesia, pada kasus
Provinsi Sumatera Barat ditemui masalah bahwa RTRW Sumatera Barat kurang
dipahami oleh aparat Pemerintah Daerah terkait konsep rencana pola ruangnya.
Aparat kesulitan memetakan (mapping) permasalahan dan arahan rencana
pembangunan dalam tata ruang selain itu masih terdapat kesulitan dalam
mengintegrasikan program pembangunan sektoral dalam kerangka arahan pola
ruang RTRW provinsi

Dalam penyusunan rencana strategis bidang tata ruang Provinsi Sumbar 201 12015 yang disusun (ketua peneliti dan angota tim peneliti hibah bersaing ini

tennasuk kedalam tim penyusun rencana strategis ini) terdapat kesulitan dalam
merumuskan program rinci penataan ruang karena RTRW Provinsi Sumbar
tahun 2009 tersebut hanya menggariskan zonasi penggunaan berdasarkan hngsi
dan kegiatan. Permasalahan dan potensi bagian wilayah provinsi tidak spesifik
dipetakan dalam RTRW. Dalam program yang diusulkan terdapat program
penyusunan rencana detil tata ruang yang disusun berdasarkan delineasi
fisiografi (seperti Rencana Detil Tata Ruang Kawasan Dataran Tinggi Alahan
Panjang Dan Lereng Merapi) meskipun dalam RTRW Provinsi Sumbar tidak
terdapat arahan penyusunannya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
a. Keragaman Fisiografis Wilayah

Penataan ruang merupakan salah satu jalur dalam pengelolaan pembangunan
yang bertujuan untuk: (a) mewujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan; (b) mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
(c) mewujudkan pelindungan kngsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang (W No 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang). Penyusunan rencana tata ruang sebagai langkah pertama
penataan ruang wilayah khususnya wilayah pedesaan dengan demikian merupakan
alat untuk mengarahkan dan mengelola pengembangan berbagai potensi
sumberdaya alam dan antisipasi terhadap kerawanan terhadap bencana dam.
Terdapat berbagai kondisi wilayah, dari yang memiliki fisiografi kurang
beragam (relatif homogen) sampai dengan keragaman yang tinggi. Wilayah dengan
fisiografi yang beragam disebabkan oleh beragamnya proses geologi yang terjadi.
Wilayah dengan pola fisiografis yang beragam seperti bergunung, berbukit, dataran
tinggi, dataran rendah, dataran aluvial dan lainnya memiliki potensi dan limitasi
pengembangan wilayah yang spesifik sesuai peluang dan kendala fisiografisnya.
Pada wilayah dengan fisiografi yang beragam dimungkinkan untuk pengembangan
potensi berbagai .sumber daya alam seperti berbagai komoditi yang beragam pada
sektor pertanian, pengembangan berbagai sumberdaya mineral pada sektor
pertambangan dan pengembangan beragam objek wisata. Narnun disisi lain, sering
terdapat limitasi yang disebabkan oleh kerawanan bencana geologis seperti gempa
dan gerakan tanah.
Kajian atau perencanaan wilayah dimaksudkan untuk mengarahkan dan
mengelola pengembangan berbagai potensi sumberdaya alam dan antisipasi
terhadap kerawanan terhadap bencana alam yang mungkin terjadi pada suatu
wilayah. Potensi wilayah dan kerawanan terhadap bencana spesifik pada setiap
wilayah. Oleh karena itu dalam perencanaan wilayah yang pertama perlu dilakukan
adalah membagi wilayah atas spesifikasi karakteristiknya.

b. Model Fisiografis Dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang

Wilayah dengan fisiografi yang beragam memiliki potensi dan kendala
spesifik sehingga dalam penyusunan rencana tata ruang perlu didekati berdasarkan
karakteristik fisiografinya. Penerapan model fisiografi dalam penyusunan rencana
tata ruang (spatial planning) diusulkan pertama kali oleh Fennemen (1916).
Keunggulan model fisiografi sebagai pendekatan penyusunan rencana tata ruang
menurut Godfiey (1977) yaitu: (a) dapat memecahkan masalah dan mengarahkan
pengembangan wilayah secara sistematis; (b) dapat diterapkan dalam berbagai
skala rencana; (c) berkait langsung dengan kenampakan bentang alam sehingga
tidak selalu terlebih dahulu membutuhkan data dan pengukuran yang rumit, dan (d)
dapat dilakukan dengan cepat. Lebih lanjut ditambahkan bahwa model fisiografis
lebih mudah dipahami oleh berbagai pihak yang bukan ahli. Dengan demikian tata
ruang sebagai rujukan pembangunan wilayah dengan cepat dan mudah dapat
dipetakan.
Wilayah dilihat secara bentang alam beserta kehidupan yang ada didalarnnya atau
dilihat secara ekologis (ecologzcal region) memiliki keragaman secara horizontal
(chorologic) dan secara vertikal (topologic) (Zonneveld, 1989). Keragaman secara
horizontal adalah perbedaan bentang alamhentuk lahan, tubuh tanah dan litologi
yang skalanya menurut Zonneveld dapat dibagi dari tingkat terkecil atas: skala site
(ecotope), skala microchore (landfacet), mesochore (land system), dan macrochore
(main landscape). Keragaman secara vertikal adalah keragaman iklim, vegetasi, fauna
dan manusia yang beraktifitas padanya. Wilayah dengan demikian dapat dibagi atas
berbagai satuan lahan berdasarkan kesamaan karakteristik horizontalnya dan isinya
yang merupakan satuan atributnya secara vertikal. Pengertian lahan disini adalah
totalitas karakter dari suatu bagian permukaan bumi yang terdiri atas bentuk lahan,
tanah, dan vegetasi serta fauna.

Gambar 1: Skema keragaman Fisiografi dalam bentang alam ekologi

LAND ATTRBVZES

ATMOSPHERE

(= bbsphere& n&m)

I
LAND UNITS
I

b
4--+
..-,.--I

I

ECOTOPE (site. tes8wa, d
l
,
see)

r LAND FACET (mkrorhonl
t

LAND SYSTEM f m e n l

I

MAIN LANDSCAPElm.ashon)

Sumber: Zonneveld (1989)

Salah satu pendekatan pembagian wilayah adalah berdasarkan karakteristik
fisiografi. Wilayah fisiografi (physiographic regron) adalah pembagian permukaan
bumi atas satuan morfologi yang memiliki kesatuan karakteristik bentuk lahan pada
skala tertentu. Pembagian wilayah sebagai dasar perencanaan wilayah berdasarkan
fisiografi diusulkan pertama kali oleh Fenneman. Fenneman (1 9 16) mengatakan
istilah fisiografi lebih dikenal di Arnerika Serikat sedangkan dalarn tradisi Eropah
dikenal istilah morfologi. Pembagian didasarkan atas faktor bentuk lahan dan bukan
iklim atau vegetasi. Satu satuan fisiografi

terjadi karena proses pembentukan dan

tahapan perkembangan sepanjang waktu. Dengan demikian satu satuan fisiografi
terdiri dari tiga unsur yaitu bentuk lahan, proses geologi, dan tahapan
perkembangannya.
Bentuk lahan dapat dibagi atas pembagian dengan ciri topografi yang jelas dapat
dibayangkan dalam wujud 3 dimensional seperti lembah sungai, pegunungan, pesisir
dan lainnya. Proses geologi merupakan asal pembentukan terdiri atas proses endogen
yang bersumber dari energi dari dalam bumi (berupa proses vulkanik dan tektonik)
dan proses eksogen (denudasional) yang disebabkan

iklim, arus air, angin,

gelombang dan sebagainya

dalam proses seperti pelapukan, sedimentasi, atau

gerakan batuan. Tahapan perkembangan merupakan sejarah geomorfik dari muda,
dewasa dan tua. Dari sejarah tersebut dapat dilihat bencana geomorfik yang mungkin
terjadi.
Satu satuan fisiografi adalah satu bagian permukaan burni yang memiliki ciri-ciri
topografi, struktur, karakteristik fisik, dan sejarah geologi dan geomorfik yang
berbeda dengan satuan lainnya. Satu satuan fisiografi mengintegrasikan berbagai
unsur seperti jenis batuan, jenis tanah, iklim. Dengan demikian satu satuan fisiografi
memiliki kesesuaian penggunaan lahan yang sama atau memiliki tipe vegetasi yang
spesifk. Pembagian fisiografi

atas beragam sistem seperti: pegunungan,

perbukitan, vulkanik, karst, aluvial, dataran sampai marine. Satu satuan fisiografi
merupakan satu sistem yang menjadi kerangka dalam mengintegrasikan data fisik
dan biotik dimana unsur lain seperti jenis tanah, litologi, dan vegetasi menjadi
subsistem dalam sistem ini.
Dalam suatu wilayah terdapat kelompok-kelompok bentuk lahan. Bentuk lahan
yang sama memiliki -kesesuaian pemanfaatan lahan yang sama. Pendekatan
fisiografi membagi tingkatan bentuk lahan dari skala kecil dengan informasi detil
sarnpai besar dengan informasi lebih umum.
Sistem klasifikasi satuan fisiografi telah banyak dirumuskan. Fenneman (1 9 14)
membagi atas 3 kategori yaitu: major divisions, provinces, dan sections. Klasifikasi
lebih rinci kemudian banyak dibuat. Seperti Godfiey (1977) membagi atas 5 kategori:
(a) province berdasarkan struktur geologi. Kategori ini berguna untuk perencanaan
guna lahan nasional atau bagian wilayah nasional (b) section membagi province lebih
lanjut berdasarkan perbedaan satu aspek atau lebih seperti iklim, vegetasi, jenis tanah,
ketinggian, sejarah erosi geologi atau deposisional, (c) subsection/land type yang
merupakan bagian section yang berupa satu bentuk lahan yang memiliki kesamaan
litologi, proses geomor£ik dan geologi. Kategori ini berguna untuk perencanaan
regional, (d) land type yang merupakan pembagian yang dapat diamati di atas lahan
seperti bukit, lembah, ngarai dimana elemen geomorfi, biologi, dan hidrologi dari
suatu land type sangat saling terkait. Kategori ini berguna untuk perencanaan lokal,
dan (e) topographic element yang merupakan elemen terkecil dengan ciri topografi

1

yang sama. Kategori ini berguna untuk perencanaan ditingkat proyek fisik.

1

Gambar 2: Contoh Model Sistem Klasifikasi Fisiografis Menurut Godfrey
EXAMPLES

CATEGORY

C

Souttrern Rocky

Colorodo

0
n
.
e

I

s d o n
Land Type Group

nd Type

W i h t Slop

Rgum 1. Examples of phyliographic categofie3 on the western edge of the Oolorado Plateau.

I

Di Indonesia, Brahrnantyo (2006) membagi satuan (dengan istilah geomorfologi)
sesuai dengan tingkatan penyusunan rencana tata ruang di Indonesia, yaitu atas: (a)
provinsi geomorfologi untuk skala nasional yang didasarkan atas kriteria kesamaan
genetik, zona struktur geologi, dan asosiasi batuan, dengan skala peta 1:1.000.000, (b)
satuan utama geomorfologi untuk skala provinsi

yang didasarkan atas kriteria

genetik, bentuk, struktur, asosiasi batuan dan proses utama, dengan skala peta
1:250.000, (c) satuan geomorfologi untuk skala kabupaten yang didasarkan atas
kriteria genetik, bentuk, struktur, rona dan tekstur muka bumi, asosiasi batuan, dan
proses geomorfologi dominan, dengan skala peta 1:50.000/100.000, (d) satuan
geomorfologi untuk skala kotakabupaten yang didasarkan atas kriteria genetik,
bentuk, struktur, rona dan tekstur muka burni, asosiasi batuan, dan proses
geomorfologi dominan, dengan skala peta 1:25.000, (e) rincian geomorfologi untuk
skala kawasan detil yang didasarkan atas kriteria lereng, relief, litologi, tanah dan
I

proses-proses geomorfologi, dengan skala peta 1:5.000/1:10.000.

c.

Kegunaan Pendekatan Fisiografi Dalam Perencanaan Tata Ruang

Menurut Zonneveld ( 1989), dengan membagi wilayah atas satuan lahan (land

unit) sebagai suatu sistem yang merangkum karakteristik lahan yang lain, , akan
memudahkan geolog, geografer dan perencana pada umumnya dalam mengorganisir
data, menganalisis dan menyusun perencanaan. Perlunya sistem pembagian satuan
lahan seperti dikatakan Zonneveld:

"Such systems are very usejhl, however, for adding, wbstracting and
recombining existing, separate @io)physical h t a , and for integrating spatial
social and economic data with @io)physical land unit qualities as is required in
land evaluation".
(Sistem ini berguna untuk menambah, menyarikan, dan mengkombinasikan data
fisik yang terpisah dan memadukannya dengan data sosial ekonomi yang
dibutuhkan dalam evaluasi lahan).
Pendekatan fisiografi merupakan salah satu kerangka yang bisa dipakai dalam
perencanaan wilayah khususnya pada wilayah yang memiliki keragaman bentuk
lahan. Dengan pendekatan fisiografi dalam perencanaan tata ruang

menurut

Godfiey (1977) bisa mefokuskan permasalahan perencanaan dalarn berbagai skala
sehingga dapat juga menghemat tenaga d m waktu dalam perencanaannya, terkait
langsung dengan karakteristik konkrit bentang alam dan menampilkan data dan peta
dalam bentuk yang sederhana sehingga mudah dipahami oleh pengguna yang awam
dalam ha1 teknis tata ruang.
Penamaan fisiografi wilayah menjadi unsur penting dalam perencanaan tata
ruang karena akan memudahkan dalam memetakan wilayah dan mengidentifikasi
potensi dan kendalanya. Penamaan memudahkan orientasi bagi orang awam untuk
memahami rencana.

Menurut Brahmantyo, penamaan satuan paling sedikit

mengikuti prinsip tiga kata, atau paling banyak empat kata bila ada kekhususan;
terdiri dari bentuk~geometri/morfologi,genesa morfologis, dan nama geografis
seperti: Lembah Antiklin Welaran, Dataran Banjir Lokulo; Kubah Lava Merapi,
Perbukitan Dinding Kaldera Maninjau. Penamaan lain satuan fisiografi wilayah
menurut Puslittanak (1993) yaitu berdasarkan grup fisiografi, litologi, morfologi,

bentuk wilayah, dan tingkat torehan, contohnya: lereng atas gunung api berbahan
induk andesit, landai (2-5 %), tertoreh ringan
Pemetaan fisiografi atau geomorfologi di Indonesia telah banyak dilakukan
yaitu: klasifikasi landform Verstappen, klasifikasi lahan untuk Proyek LREP-I
tahun 1985-1990, Van Zuidam dan Zuidam-Cancelado, Buunnan dan Balsem
(l3rahmanty0, 2006). Peta fisiografi atau geomorfologi yang telah tersedia ini dapat
menjadi rujukan awal dalam membuat rencana tata ruang berbasis fisiografi

d. Penerapan Pendekatan Fisiografi dalam Perencanaan Tata Ruang

Pendekatan fisiografi dapat diterapkan untuk menyusun rencana tata guna lahan
atau rencana sektoral yang bersifat spasial seperti rencana pariwisata, pertanian,
konservasi lahan,

konservasi air. Dalam pendekatan ini, rencana disusun

berdasarkan pembagian satuan fisiografi sebagai kerangka yang mengintegrasikan
unsur-unsur rencana lainnya. Dalam pendekatan fisiografi, rencana penggunaan
lahan dan program pembangunan disusun konsisten sesuai dengan satuan fisiografi.
Beberapa ha1 yang ditekankan dalam pendekatan fisiografi yaitu:
a) Pendekatan fisiografi lebih menekankan analisis karakteristik fisik lahan secara
kualitatif berdasarkan atributnya yang membedakan dengan jelas karakteristik
lahan serta potensi dan permasalahan spesifiknya.

b) Analisis dan perumusan rencana penggunaan lahan disusun konsisten
berdasarkan satuan fisiografi.
c) Penggunaan lahan dapat dibedakan atas berbagai ragam dimensi seperti:
karakteristik site, jenis kegiatan, jenis hngsi, tipe struktur terbangun, atau status
kepemilikan lahan. Pendekatan fisiografi lebih menekankan kepada karakteristik
site yaitu karakteristik dari setiap satuan fisiografi.
d) Penamaan satuan fisiografi yang mudah dipahami dan mudah dibayangkan
secara nyata 3 dimensional menjadi dasar untuk memudahkan pemahana
terhadap rencana yang disusun.

Gambar 3: Contoh iklan wisata dengan memperkenalkan berbagai potensi
objek wisata dalam keragaman fisiografi wilayah
9 €-ST *t..or p-mdq ~ r r*.
b i r n hf e d r b u m s

and Pa m i d l d
F-rm I.- mi! rhp-tpoupmrr* d Y k W+
of bllgmu p r o m m hk . d d ++u
P l M Wdr M w d w-dbr~eyw urn-.
mtCZ Sn&
UWs d t W
Hlo,
F.r&n
Ipa.e?~-mqb.
lbpd ? h t a ' m w a f 1
.~IDnrl
*)* omq. CUs-9. 4krm-d
md
$me1 r h ~ immm
t
l h

n n a b rhs . q n nnrrarq r-.
W~kK+faWat&.q c p p r t w l a n !sun) IWv m ib hprt
rhr berm l a m a of Nvt*

T'k . ~ m I Y r O l d t . t ~ d ~ k n a t * a a ~ e c r t

*
*

o+to%rbhsu~rgnrSornh.

*

+

-

*

-.

-.

rwL.~Rw,mffnvd~rhrrnrur
nrar rorl.en-r&
ST-s
W C m rhc .Xhyi)w

AwH-=tk,xii
m ~ l ~ ~m
u s .r

Utf&ht+
h s -d *.=$IS -4 p a r O& 4 w+ Ckk .n r k
Chawylg I h ~ S*hM I=~VPO. of tk.Z m n TmWri Clmikl. fal

Bkb-a
* Enmswe
weussf
-nq

.....

?.?.,..

..

w d m s m frrndnn n.&+GW!EI S
J a h a d ~ c ~ & ) * ~ l h r W d ~ ~
C w hnr 25 Irdr-4 -=.ran LL
! c * + + ~ bicrsnj-vmrrul
.~*r:apd ud iolilr b r l
* b t spw.cr of O S ~ J T I I +-I w-d
t r rk(~ m WM *hnlW m r s
L

-*:

h

*l. ~ l l l l n Y J

..-.........

.:

.C*

(;utw hpl a c c m ~ k .o~f mltwds In lk crmddk ol

.

cq t r q;.'g r

h

tCssvnrr r h 1 hsll AS=

m r r~
r g ~ h n etnrkrtr. ~ m m c n .

Gome see the beauty of Knn&
- ..... -. .....- ... -... ,-

. . .

. ?*b
~ w . + . * ' r l . r l * . r .
:

L

Z

-

r

*

n

t

t

c.aa*--m<

*4I0la(,".rr

y

.Dbl**

.QCltO-th*

F&IV

y

-:-&F?.?.

.......
;
M f:.

-

....-. -.. .....

ahr &?-

+-myc-iurrl*.q

mrcerr
w-

0.'-

-

.......

;-EEL* r.-

A?'',..