Islam Nusantara Dan Islam Berkemajuan Ba
Islam Nusantara Dan Islam Berkemajuan Bagi Kaum Muda NU-Muhammadiyahi
Rupanya tidak hanya mirip dalam penentuan satu syawal akan tetapi juga mirip
dalam menyelenggarakan muktamar. Awal bulan Agustus 2015 ini, dua organisasi
masyarakat ( ormas ) Islam yakni Nahdhatul Ulama ( NU ) dan Persyarikatan
Muhammadiyah sama-sama mengadakan musyawarah tingkat tertinggi atau muktamar.
Harian Jawa Pos sempat mengadakan diskusi pra-muktamar dua ormas Islam.
Representasi NU menyampaikan wacana
)slam Nusantara
dengan argumen
keniscayaan bagi akulturasi masyarakat Indonesia yang memiliki aneka budaya dan
tradisi sehingga nilai identitas keberagaman patut dipertahankan ditengah arus
globalisasi. Kemudian representasi Muhammadiyah menyampaikan wacana
Berkemajuan
)slam
dengan argumen masyarakat Islam Indonesia telah memiliki dasar
sejarah yang kuat, hanya secara kekinian dan masa yang akan datang bagaimana umat
Islam Indonesia memiliki kualitas yang visioner.
Dari pengamatan berbagai artikel tulisan pemikiran Islam yang berkembang di
ranah NU-Muhammadiyah, setiap Ormas Islam memiliki cara bagaimana wacana ini
diamalkan. Moqsith Ghazali sebagai intelektual representasi NU berpendapat bahwa
Islam Nusantara memiliki metodologi yang berdasar dari kaedah Ushululul Fiqhiyah
yakni Maslahah Mursalah, Istihsan, dan Urf. Pada tiga pokok ini Urf dapat menjadi asas
bahwa kebudayaan mempunyai kedudukan yang setara dengan Nash atau pedoman AlQur’an dan Al-Hadist. Maka menurut Moqsith Ghazali, Islam sangat terbuka untuk
menghargai kreasi kebudayaan yang berupa tradisi selama tradisi tersebut tidak
mengurangi derajat kemanusiaan. Sedangkan Amin Abdullah sebagai representasi
Muhammadiyah berpendapat bingkai Keislaman kini ditengah arus globalisasi sehingga
para muslim di Indonesia mengalami perjumpaan antara warga Indonesia ( Indonesian
Citizenship ) dengan warga dunia ( Global Citizenship ). Dengan pendapat tersebut maka
Muhammadiyah memiliki konsep dasar Ushululul Fiqhiyah yakni Ats-Tsawabit atau halhal yang menjadi dasar dan tetap karena Al-Quran sebagai pedoman ( maroji )
menjamin perubahan dengan dalil-dalil yang menyampaikan perihal waktu dan ruang
1
seperti Wal Ashri. Lalu pada konsep kedua terdapat Al-Mutaghayyirat atau hal-hal yang
diyakini terus berubah seperti dinamika masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam
perspektif ilmu sosial sehingga dengan mengerti makna zaman maka Islam akan terus
maju maka muncul wacana Islam Berkemajuan atau gerakan pembaruan ( tajdid ).
Islam Berkemajuan adalah upaya mendialogkan ilmu-ilmu agama ( ulumuddin ) seperti
Kalam dan Fiqh dengan ilmu humaniora dan ilmu teknik yang mampu menciptakan
teknologi sehingga membuat Islam selalu pada garis terdepan.
Namun disayangkan pada aras generasi muda NU dan Muhammadiyah memiliki
kenyataan yang sebaliknya bahwa gagasan dua wacana ini tidak dipahami sebagai
landasan gerakan yang aktual. Kaum muda NU dan Muhammadiyah kini hanya bergerak
pada kaderisasi internal yang sebatas pada tataran
apa itu )slam dengan berbagai
turunannya atau pada istilah filsafat disebut aspek ontologis dengan derivasinya.
Dengan tidak mengerti wacana Islam tersebut pun terkadang meloncat pada gerakan
politik sehingga akhirnya terjerembab. Bahkan karena porsi yang terlalu besar dalam
mengungkap definisi Islam maka terjerembab pada cara-cara politis karena dimasa
kaderisasi, para generasi muda tidak mengkaji bagaimana ( aspek metodologi )
berkembang pesat daripada ontologi.
Di kisaran era pasca reformasi, elit kaum muda umat Islam lebih banyak
berdebat pada aspek-aspek ontologis daripada beramal. Contoh apabila memang
berbeda secara metode dalam penentuan satu syawal. Mengapa harus diperdebatkan
secara politis. Akibat dari perdebatan itu, umat Islam Indonesia kebingungan mengenai
pelaksanaan ibadah shalat Ied atau shalat hari raya. Dalam momentum ini tidak ada
satu tokoh generasi muda Islam yang mendirikan lembaga aeronautika yang membahas
ilmiah tentang bumi, alam semesta, dan konservasi seperti LAPAN, ESA, dan NASA
meskipun secara independen. Atau yang lebih hebat melakukan terobosan menciptakan
alat yang langsung memantau dan menghitung bulan. Mungkin begini nasib-nasib
negeri-negeri yang sedang berkembang dengan lebih mudah melakukan debat ontologis
yang murah daripada mengembangkan cara atau metodologi yang terkesan mahal
tetapi mampu mengukur secara benar dan dilandasi kaedah Islam. Apabila tidak dapat
menciptakan apapun akan lebih baik kaum muda NU-Muhammadiyah berdiam saja dan
melakukan sinergitas secara sederhana dan dapat dicapai. Daripada melakukan
perdebatan yang tidak kunjung selesai dan membuat umat Islam kebingungan. Akan
2
lebih manfaat pula apabila kaum muda NU-Muhammadiyah melakukan kebaktian
sosial-ekonomi dengan terobosan-terobosan kecil yang dapat dijangkau.
Wacana Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan adalah tujuan mulia. Akan
tetapi hanya bagaimana mengamalkan dari tingkat personal hingga pada tingkat
masyarakat Islam yang awam terhadap Islam kekinian. Menurut ulama almarhum AR
Fakhruddin dan Abdurrahman Wachid universalitas nilai-nilai Islam adalah kunci
mengembangkan
peradaban
Indonesia
yang
maju
dan
berdaulat.
Nilai-nilai
universalitas Islam adalah kedamaian, kasih sayang dan kesejahteraan sosial yang telah
terkandung dalam masyarakat dan perlu disemai secara berkelanjutan. Menurut saya
tidaklah mudah mengamalkan universalitas Islam dalam wacana Islam Nusantara dan
Islam Berkemajuan apalagi dengan tantangan globalisasi dan kesenjangan sosial saat
ini. Hanya orang-orang Islam bertafakur dan bekerja secara sabar yang mampu
mengembangkan masyarakat Islam dan Indonesia lebih berkharisma. Seperti yang
dikutip dalam hadist Nabi
Bertafakur satu kali lebih baik daripada beribadah satu
tahun atau dalam Al-Qur’an juga disebutkan Tidakkah mereka berfikir
QS : 0 .
Semoga musyawarah tertinggi NU-Muhammadiyah yang berlangsung pada bulan
Syawal ini mampu memberikan berkah dan pencerahan bagi generasi mudanya.
Selamat bermuktamar.
i
Oleh Ahmad M. Arrozy. Staff [email protected]. Kajian dinamika gerakan pemuda
dalam skripsi Antara Jakarta dan Yogyakarta : Gerakan Mahasiswa )slam Masa Orde Baru . Alumnus
Sejarah FIB UGM. E-Mail : [email protected].
3
Rupanya tidak hanya mirip dalam penentuan satu syawal akan tetapi juga mirip
dalam menyelenggarakan muktamar. Awal bulan Agustus 2015 ini, dua organisasi
masyarakat ( ormas ) Islam yakni Nahdhatul Ulama ( NU ) dan Persyarikatan
Muhammadiyah sama-sama mengadakan musyawarah tingkat tertinggi atau muktamar.
Harian Jawa Pos sempat mengadakan diskusi pra-muktamar dua ormas Islam.
Representasi NU menyampaikan wacana
)slam Nusantara
dengan argumen
keniscayaan bagi akulturasi masyarakat Indonesia yang memiliki aneka budaya dan
tradisi sehingga nilai identitas keberagaman patut dipertahankan ditengah arus
globalisasi. Kemudian representasi Muhammadiyah menyampaikan wacana
Berkemajuan
)slam
dengan argumen masyarakat Islam Indonesia telah memiliki dasar
sejarah yang kuat, hanya secara kekinian dan masa yang akan datang bagaimana umat
Islam Indonesia memiliki kualitas yang visioner.
Dari pengamatan berbagai artikel tulisan pemikiran Islam yang berkembang di
ranah NU-Muhammadiyah, setiap Ormas Islam memiliki cara bagaimana wacana ini
diamalkan. Moqsith Ghazali sebagai intelektual representasi NU berpendapat bahwa
Islam Nusantara memiliki metodologi yang berdasar dari kaedah Ushululul Fiqhiyah
yakni Maslahah Mursalah, Istihsan, dan Urf. Pada tiga pokok ini Urf dapat menjadi asas
bahwa kebudayaan mempunyai kedudukan yang setara dengan Nash atau pedoman AlQur’an dan Al-Hadist. Maka menurut Moqsith Ghazali, Islam sangat terbuka untuk
menghargai kreasi kebudayaan yang berupa tradisi selama tradisi tersebut tidak
mengurangi derajat kemanusiaan. Sedangkan Amin Abdullah sebagai representasi
Muhammadiyah berpendapat bingkai Keislaman kini ditengah arus globalisasi sehingga
para muslim di Indonesia mengalami perjumpaan antara warga Indonesia ( Indonesian
Citizenship ) dengan warga dunia ( Global Citizenship ). Dengan pendapat tersebut maka
Muhammadiyah memiliki konsep dasar Ushululul Fiqhiyah yakni Ats-Tsawabit atau halhal yang menjadi dasar dan tetap karena Al-Quran sebagai pedoman ( maroji )
menjamin perubahan dengan dalil-dalil yang menyampaikan perihal waktu dan ruang
1
seperti Wal Ashri. Lalu pada konsep kedua terdapat Al-Mutaghayyirat atau hal-hal yang
diyakini terus berubah seperti dinamika masyarakat perkotaan dan pedesaan dalam
perspektif ilmu sosial sehingga dengan mengerti makna zaman maka Islam akan terus
maju maka muncul wacana Islam Berkemajuan atau gerakan pembaruan ( tajdid ).
Islam Berkemajuan adalah upaya mendialogkan ilmu-ilmu agama ( ulumuddin ) seperti
Kalam dan Fiqh dengan ilmu humaniora dan ilmu teknik yang mampu menciptakan
teknologi sehingga membuat Islam selalu pada garis terdepan.
Namun disayangkan pada aras generasi muda NU dan Muhammadiyah memiliki
kenyataan yang sebaliknya bahwa gagasan dua wacana ini tidak dipahami sebagai
landasan gerakan yang aktual. Kaum muda NU dan Muhammadiyah kini hanya bergerak
pada kaderisasi internal yang sebatas pada tataran
apa itu )slam dengan berbagai
turunannya atau pada istilah filsafat disebut aspek ontologis dengan derivasinya.
Dengan tidak mengerti wacana Islam tersebut pun terkadang meloncat pada gerakan
politik sehingga akhirnya terjerembab. Bahkan karena porsi yang terlalu besar dalam
mengungkap definisi Islam maka terjerembab pada cara-cara politis karena dimasa
kaderisasi, para generasi muda tidak mengkaji bagaimana ( aspek metodologi )
berkembang pesat daripada ontologi.
Di kisaran era pasca reformasi, elit kaum muda umat Islam lebih banyak
berdebat pada aspek-aspek ontologis daripada beramal. Contoh apabila memang
berbeda secara metode dalam penentuan satu syawal. Mengapa harus diperdebatkan
secara politis. Akibat dari perdebatan itu, umat Islam Indonesia kebingungan mengenai
pelaksanaan ibadah shalat Ied atau shalat hari raya. Dalam momentum ini tidak ada
satu tokoh generasi muda Islam yang mendirikan lembaga aeronautika yang membahas
ilmiah tentang bumi, alam semesta, dan konservasi seperti LAPAN, ESA, dan NASA
meskipun secara independen. Atau yang lebih hebat melakukan terobosan menciptakan
alat yang langsung memantau dan menghitung bulan. Mungkin begini nasib-nasib
negeri-negeri yang sedang berkembang dengan lebih mudah melakukan debat ontologis
yang murah daripada mengembangkan cara atau metodologi yang terkesan mahal
tetapi mampu mengukur secara benar dan dilandasi kaedah Islam. Apabila tidak dapat
menciptakan apapun akan lebih baik kaum muda NU-Muhammadiyah berdiam saja dan
melakukan sinergitas secara sederhana dan dapat dicapai. Daripada melakukan
perdebatan yang tidak kunjung selesai dan membuat umat Islam kebingungan. Akan
2
lebih manfaat pula apabila kaum muda NU-Muhammadiyah melakukan kebaktian
sosial-ekonomi dengan terobosan-terobosan kecil yang dapat dijangkau.
Wacana Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan adalah tujuan mulia. Akan
tetapi hanya bagaimana mengamalkan dari tingkat personal hingga pada tingkat
masyarakat Islam yang awam terhadap Islam kekinian. Menurut ulama almarhum AR
Fakhruddin dan Abdurrahman Wachid universalitas nilai-nilai Islam adalah kunci
mengembangkan
peradaban
Indonesia
yang
maju
dan
berdaulat.
Nilai-nilai
universalitas Islam adalah kedamaian, kasih sayang dan kesejahteraan sosial yang telah
terkandung dalam masyarakat dan perlu disemai secara berkelanjutan. Menurut saya
tidaklah mudah mengamalkan universalitas Islam dalam wacana Islam Nusantara dan
Islam Berkemajuan apalagi dengan tantangan globalisasi dan kesenjangan sosial saat
ini. Hanya orang-orang Islam bertafakur dan bekerja secara sabar yang mampu
mengembangkan masyarakat Islam dan Indonesia lebih berkharisma. Seperti yang
dikutip dalam hadist Nabi
Bertafakur satu kali lebih baik daripada beribadah satu
tahun atau dalam Al-Qur’an juga disebutkan Tidakkah mereka berfikir
QS : 0 .
Semoga musyawarah tertinggi NU-Muhammadiyah yang berlangsung pada bulan
Syawal ini mampu memberikan berkah dan pencerahan bagi generasi mudanya.
Selamat bermuktamar.
i
Oleh Ahmad M. Arrozy. Staff [email protected]. Kajian dinamika gerakan pemuda
dalam skripsi Antara Jakarta dan Yogyakarta : Gerakan Mahasiswa )slam Masa Orde Baru . Alumnus
Sejarah FIB UGM. E-Mail : [email protected].
3