Chapter II Pengaruh Budaya Kerja, Lingkungan Kerja dan Komitmen Organisasi Terhadap Citizenship Behavior Pada PT.Adi Sarana Armada Tbk, Cabang Medan
Dasar kepribadian untuk OCB ini merefleksikan ciri atau kepribadian
karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh.
Yang lebih penting untuk OCB adalah bahwa karyawan harus merasa mereka
diperlakukan secara adil,bahwa prosedur dan hasil adalah adil. Perilaku extra-role
dalam organisasi juga dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior
(OCB), dan orang yang menampilkan perilaku OCB disebut sebagai karyawan yang
baik (good citizen). OCB merupakan perilaku yang berkaitan dengan kontribusi di
luar peran formal yang ditampilkan oleh seorang karyawan dan tidak mengharapkan
imbalan atau hadiah formal dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas
organisasi. Menurut Robbins (2005:203) contoh perilaku yang termasuk kelompok
OCB adalah membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat
kerja, menghindari konflik dengan rekan kerja, melindungi properti organisasi,
menghargai peraturan yang berlaku di organisasi, toleransi pada situasi yang kurang
ideal/menyenangkan di tempat kerja, memberi saran-saran yang membangun di
tempat kerja, serta tidak membuang-buang waktu di tempat kerja.
Berdasarkan pengertian yang telah dideskripsikan oleh beberapa peneliti,
maka dapat disimpulkan bahwa, OCB merupakan perilaku extra-role atau perilaku di
luar peranan (job description) yang telah ditentukan oleh perusahaan, timbul karena
adanya sikap prososial dan atas dasar kerelaan pribadi dari karyawan.
2.1.1 Dimensi Organizational Citizenship Behavior(OCB)
Penelitian mengenai OCB telah banyak dilakukan, beberapa dimensi OCB
dikemukakan secara berbeda-beda di dalam setiap penelitian yang dilakukan. Melalui
dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh peneliti terdahulu perilaku OCB di antara
karyawan dapat terdeteksi dengan jelas agar selanjutnya dapat terus dilakukan upayaupaya oleh perusahaan untuk menjaga perilaku positif ini. Menurut Organ dalam
Asgari (2008: 22) Terdapat lima dimensi dari OCB dikemukakan oleh, yaitu :
a)
Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami
kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam
organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah pada
memberi
pertolongan
yang
bukan
merupakan
kewajiban
yang
ditanggungnya. Contoh : bersedia membantu mengerjakan laporan milik
rekan kerja yang pada hari ini tidak dapat masuk kerja karena sakit atau
bersedia menggantikan tugas rekan kerja untuk sementara pada jam
istirahat.
b)
Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan
perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas
karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari
panggilan tugas. Contoh : seorang karyawan bagian cleaning service
bersedia untuk membantu karyawan lain yang membutuhkan foto
copydokumendokumen yang dibutuhkannya.
c) Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal
dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang
mempunyai tingkatan yang tinggi dalam dimensi ini akan meningkatkan
iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan
bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja
yang
lebih
menyenangkan.
Contoh
:
Apabila
terjadi
pergantian
kepemimpinan perusahaan yang baru dan berdampak pada diubahnya
sebagian darikebijakan dari kepemimpinan lama yang dirasa kurang sesuai
dengan keinginan karyawan saat ini, karyawan berusaha untuk beradaptasi
dengan cepat dan tetap memberikan kinerja terbaik tanpa membicarakan sisi
negatif pemimpin baru dengan karyawan lainnya yang justru akan
menurunkan kinerja karyawan lain.
d)
Courtessy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari
masalahmasalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi itu adalah
orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain. Contoh: selalu
menyapa rekan dan memberikan senyuman kepada rekan kerja merupakan
salah satu cara kecil dalam membina hubungan baik dengan sesama rekan
kerja. Selain itu, mengadakan pertemuan di luar jam kerja dengan rekanrekan kerja yang lain untuk refreshing merupakan salah satu perwujudan
dimensi ini.
e) Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi.
Dimensi ini mengaruh pada tanggung jawab yang diberikan organisasi
kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang
ditekuni. Contoh : mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil
inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau proseduurprosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang
dimiliki oleh organisasi
2.1.2 Motif yang Mendasari Organizational Citizenship Behavior(OCB)
OCB memiliki kesamaan dengan perilaku-perilaku lain yang akan muncul
dalam kehidupan berorganisasi, yaitu OCB akan muncul dengan dilatar belakangi
oleh beberapa hal, baik itu berasal dari dalam diri karyawan maupun pengaruh dari
perusahaan. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi, bahwa manusia
memiliki tiga tingkatan motif, yaitu :
a. Motif berprestasi, keinginan untuk memenuhi sesuatu yang sulit, mendorong
orang untuk menunjukkan suatu standard keistimewaan (excellence), mencari
prestasi dari tugas, kesempatan atu kompetisi.
b. Motif afiliasi, keinginan untuk meluangkan waktu dalam aktivitas dan
hubungan sosial, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara, dan
memperbaiki hubungan dengan orang lain.
c. Motif kekuasaan, keinginan seorang individu untuk mempengaruhi,
membimbing, mengajar, atau mendorong orang lain untuk berprestasi.
2.1.3 Kontribusi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam perusahaan
OCB merupakan perilaku positif karyawan yang bersedia dengan keinginan
sendiri untuk melakukan kegiatan prososial, sekalipun itu di luar deskripsi
pekerjaannya dan di luar sistem penghargaan yang diatur oleh perusahaan.
Berdasarkan definisi tersebut, tentu OCB memiliki banyak kontribusi baik bagi
hubungan antar karyawan dan bagiefektivitas perusahaan. Beberapa kontribusi OCB
bagi perusahaan, yaitu berupa peningkatan produktivitas rekan kerja, peningkatan
produktivitas manajer, menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan
organisasi secara keseluruhan, membantu memelihara fungsi kelompok, menjadi
sangat efektif untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kelompok kerja,
meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan
karyawan terbaik, meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan.
Menurut Hardaningtyas dalam Budiawan (2012:6) menguraikan kontribusi
OCB, sebagai berikut :
a. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja
b. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian
tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan
tersebut.
c. Seiring berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan
akan membantu menyebarkan best practiceke seluruh unit kerja atau kelompok.
d. OCB meningkatkan produktivitas manajer
1) Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
2) Karyawan yang sopan dan menghindari konflik dengan rekan kerja
akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen
3) OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan
organisasi secara keseluruhan
4) Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah
dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan
tugas lain, seperti membuat perencanaan bagi organisasi.
5) Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan
melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi
biaya untuk keperluan tersebut.
e. OCB membantu menghemat energi sunber daya yang langka untuk memelihara
fungsi kelompok
1) Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat,
moral, dan kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok atau
manajer tidak perlu menghabiskan energi dan
waktu untuk
pemeliharaan fungsi kelompok
2) Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja
akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang
dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang.
f. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan
kelompok kerja
1) Karyawan yang menampilakan perilaku civic virtue, seperti
menghindari dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan unit kerjanya,
akan membantu koordinasi di antara anggota kelompok, yang
akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi
dalam kelompok.
2) Karyawan yang menampilakan perilaku courtesy, seperti saling
memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain
akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu
dan tenaga untuk diselesaikan
g. OCB
meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
menarik
dan
mempertahankan karyawan terbaik
1) Perilaku menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta
perasaan saling memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan
meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik
dan mempertahankan karyawan yang baik.
2) Memberi contoh pada karyawan laindengan menampilkan perilaku
sportmanship, misalnya tidak mengeluh karena
permasalahanpermasalahan kecil, akan menumbuhkan loyalitas dan
komitmen pada organisasi
2.2 Budaya Kerja
2.2.1 Pengertian Budaya Kerja
Suatu keberhasilan kerja, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku
yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama,
norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku
kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan
budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu atau kualitas kerja, maka
dinamakan budaya kerja. Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang
melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi.
Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif,
serta berupaya membiasakan (habituating process) pola perilaku tertentu agar tercipta
suatu bentuk baru yang lebih baik.
Menurut Nawawi (2003:65) Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan
berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap
kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara
moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus
ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Menurut Triguno
(2005:13) Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong,
membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan
yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Melaksanakan budaya kerja mempunyai
arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya
manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi
tantangan masa depan. Menurut Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja (2006:60)
mendefinisikan budaya kerja yaitu, Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran
dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi
kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat.
Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam khairiyah (2010:34) menerangkan
bahwa Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis
yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi.
Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh
setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi.
Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi
menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan
dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga agar
masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.
2.2.2 Terbentuknya Budaya Kerja
Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu
dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam
organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat
karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran,
pendapat
bahkan
kritik
yang
bersifat
membangun
dari
ruang
lingkup
pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja
akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat
yang
berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap
individu dalam
mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai
kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing
Untuk
bertahun-tahun
memperbaiki
untuk
budaya
kerja
yang
merubahnya,
maka
itu
baik
perlu
membutuhkan
adanya
waktu
pembenahan-
pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti
para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin
atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan
bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan
dalam perangkat satuan kerja atau organisasi. Maka dalam hal ini budaya kerja
terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan
budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja
atau
organisasi
belajar
dalam
menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi. Cakupan
makna setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:
1) Disiplin yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu
kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.
2) Keterbukaan, yaitu kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar
dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.
3) Saling menghargai, yaitu perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap
individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.
Menurut Triguno (2005:124) unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain:
1. Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi, dan
teknologi.
2. Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features, conformance,
durability, serviceability, aesthetics, perseived quality, value, responveness,
humanity, security, dan competency.
3. Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-pelanggan,
orientasi pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan penyempurnaan terusmenerus.
Menurut Budhi dalam Ndraha (2006:24) budaya kerja dapat dibagi menjadi:
a) Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan
kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari
kesibukan pekerjaan sendiri, atau merasa terpaksa melakukan suatu hanya untuk
kelangsungan hidupnya
b) Prilaku waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-
hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan
kewajibannya, suka membantu sesama karyawan atau sebaliknya.
Sikap maupun perilaku kerja tersebut terbentuk baik di dalam masyarakat
maupun di dalam organisasi atau perusahaan.sudah barang tertentu,warna budaya
kerja sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat (makro) atau budaya
organisasi (perusahaan)yang bersangkutan.Terkait dengan dengan budaya kerja
merupakan awal terbentuknya budaya perusahaan.
2.2.3 Unsur – unsur Budaya Kerja
Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau
masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan
menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi
tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus
diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan
melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan
teknik-teknik pendukung. Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses
panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan
waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan
penyempurnaan dan perbaikan.
Menurut Ndraha (2007:76) budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur,
yaitu:
1) sikap terhadap pekerjaan, manusia menunjukkan berbagai sikap terhadap
pekerjaan.
Misalnya,
berdasarkan
anggapan
dasar
bahwa
kerja
itu
hukuman,maka timbullah sikap tertentu terhadap kerja. Kerja dipandang
(disikapi) sebagai siksaan.berbeda halnya jika kerja dianggap sebagai gengsi,dari
sini timbul sikap memilih-milih pekerjaan. Sikap terhadap kerja bisa berubah.
Maka sikap terhadap pekerjaan dipengaruhi oleh dua faktor:
a)
Pengetahuan dan informasi kerja
b)
Kesadaran akan kepentingan
2) Perilaku ketika bekerjaan, dari sikap terhadap pekerjaan,lahir perilaku saat
bekerja.misalnya dari kepercayaan bahwa kerja adalah ibadah,lahir sikap
semangat terhadap suatu pekerjaan. Perilaku terbentuk oleh insentif: reward atau
punishment. Tetapi bisa terjadi, bekerja tidak bersal dari sikap terhadap kerja,
misalnya sikap negatif, melainkan dari ketakutankan punishment.
Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya
untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik.
Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari
perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi
atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda
nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Setiap nilainilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan pemimpin lainnya,
bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi kerja mereka. Adapun
indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha dapat dikategorikan tiga
Yaitu :
1. Kebiasaan
Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku
berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan
kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun
kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain
yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian (position), jika
sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan keteguhan atau
kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah
laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam
keadaan tidak disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat
dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya
aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan.
2. Peraturan
Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas
pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan
merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai
disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di
lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran
yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap peraturan yang berlaku baik
dalam organisasi perusahaan.
3. Nilai-nilai
Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau
kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar
atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri melalui
media atau encoder tertentu. Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau
dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja. Jadi
nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada
keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan. Maka
penilaian dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja
pegawai agar dapat memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas
2.3 Lingkungan Kerja
2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat perlu ketika
karyawan melakukan aktivitas bekerja. Dengan memperhatikan lingkungan kerja
yang baik atau menciptakan kondisi bekerja yang mampu memberikan motivasi
untuk bekerja, maka akan membantu pengaruh terhadap kegairahan atau semangat
karyawan dalam bekerja. Menurut Nitisemito dalam Sunyoto (2015:34)
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang di bebankan
misalnya kebersihan, musik, penerangan, dan lain-lain. Menurut Sukanto dan
Indriyo dalam Khoiriyah (2009:24) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi
mengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan
tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja. Menurut Sukanto dan
Indriyo dalam Khoiriyah (2009:24) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi
mengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan
tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja. Berdasarkan pengertian
di atas, ruang lingkup lingkungan kerja adalah:
1)
Bahwa lingkungan organisasi tertentu tercermin pada karyawan gaya
kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang demokrasi akan
berpengaruh pula terhadap karyawan
2)
Lingkungan kerja yang timbul dalam organisasi merupakan faktor yang
menentukan perilaku karyawan.
Menurut Sedarmayanti (2001:21) Secara garis besar, jenis lingkungan kerja
terbagi menjadi dua, yaitu Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non
Fisik:
1) Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat
disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara
langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi menjadi
dua kategori yaitu:
a) Lingkungan kerja yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti
pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya.
b) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya
temparatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.
Untuk dapat memperkecil penguruh lingkungan fisik terhadap karyawan,
maka langkah pertama harus mempelajari manusia, baik mengenal fisik dan tingkah
lakunya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai
2) Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan
dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.
Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja
sama antar tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status yang sama.
Menurut Nitisemito (2000:171) Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah
suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Jadi
lingkungan kerja non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja
yang tidak bisa diabaikan.
2.3.2 Faktor- faktor Lingkungan kerja
Setiap perusahaan pasti mempunyai cara atau suatu faktor yang mendukung
dari keberhasilan dan kemajuan perusahaan. Menurut Nitisemito dalam Sunyoto
(2015:36), beberapa faktor yang berkaitan dengan lingkungan organisasi, yaitu:
1) Hubungan karyawan
Dalam hubungan karyawan terdapat dua hubungan, yaitu hubungan sebagai
individu dan hubungan sebagai kelompok.hubungan sebagai individu, motivasi
yang diperoleh seorang karyawan datangnya dari rekan-rekan sekerja maupun
atasan. Menjadi sebuah motivasi, jika hubungan karyawan dengan rekan
sekerja maupun atasannya berlangsung humoris. Begitu juga dengan
sebaliknya, jika hubungan di antara mereka tidak harmonis, maka akan
mengakibatkan kurangnya atau tidak ada motivasi di dalam diri karyawan yang
bekerja. Sedangkan untuk hubungan sebagai kelompok, maka seseorang
karyawan akan berhubungan dengan banyak orang, baik secara individu
maupun secara kelompok. Dalam hubungan ini ada beberapa yang
mendapatkan perhatian agar keberadaan kelompok ini menjadi lebih produktif,
yaitu:
a. Kepemimpinan yang baik
Gaya kepemimpinan seseorang akan sangat berpengaruh pada baik dan
tidaknya dalam pengembangan sumber daya manusia untuk waktu yang
akan datang. Seseorang pemimpin yang baik harus benar-benar mengerti
lingkungan sekitarnya, termasuk di dalamnya apa yang diperlukan oleh
para karyawan,agar mereka termotivasi untuk lebih giat bekerja.
b. Distribusi informasi yang baik
Distribusi dan pendistribusian informasi yang baik akan dapat
memperlancar arus informasi yang diperlukan oleh organisasi atau
perusahaan. Kecepatan melakukan tindakan akan tergantung dari
informasi yang cepat dipahami ataukah tidak. Semakin baik distribusi
informasi yang diperoleh, maka akan semakin cepat pula dilakukan
tindakan dan bahkan mempercepat pengambilan keputusan
c. Kondisi yang baik
Kondisi kerja yang baik adalah kondisi yang dapat mendukung dalam
penyelesaian pekerjaan oleh karyawan. Segenap fasilitas yang diperlukan
dalam mengerjakan atau meyelesaikan pekerjaan bagi karyawan
merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau
organisasi.
d. Sistem pengupahan yang jelas
Seluruh karyawan mengerti dan jelas berapa upah yang bakal diterima.
Para karyawan dapat menghitung sendiri jumlah upah yang diterima
dengan mudah. Sehingga ini akan menambah tingkat keyakinan para
karyawan terhadap pihak perusahaan, dengan demikian akan dapat
menimbulkan saling percaya diantara mereka
e. Tingkat kebisingan lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang tidak tenang atau bising akan dapat menimbulkan
pengaruh yang kurang baik, yaitu adanya ketidaktenangan dalam bekerja.
Bagi para karyawan tertentu saja ketenangan lingkungan kerja sangat
membantu dalam penyelesaian pekerjaan dan ini dapat meningkatkan
produktivitas kerja
f. Peraturan kerja
Peraturan kerja yang baik dan jelas dapat memberikan pengaruh yang
baik
terhadap
kepuasan
dan
kinerja
para
karyawan
untuk
mengembangkan karier di perusahaan tersebut. Dengan perangkat
peraturan
tersebut
karyawan
akan
dituntut
untuk
menjalankan
aktivitasnya guna mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan individu
dengan pasti. Di samping itu karyawan akan lebih termotivasi untuk
bekerja lebih baik
g. Penerangan
Dalam hal ini, penerangan bukanlah sebatas pada penerangan listrik,
tetapi termasuk juga penerangan matahari. Karyawan memerlukan
penerangan yang cukup, apalagi jika pekerjaan yang dilakukan
memenuhi ketelitian
h. Sirkulasi udara
Untuk sirkulasi atau pertukaran udara yang cukup maka pertama yang
harus dilakukan yaitu pengadaan ventilasi. Ventilasi harus cukup lebar
terutama pada ruangan-ruangan yang di anggap terlalu panas. Bagi
perusahaan yang merasa pertukaran udaranya kurang atau kepengapan
masih dirasakan, dapat mengusahakan pengaturan suhu udara. Cara untuk
mengatur suhu udara sebagai berikut : Ventilasi yang cukup, Pemasangan
kipas angin atau AC, Pemasangan Humidifier
i. Keamanan
Lingkungan kerja dengan rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan
kenyamanan, di mana hal ini akan dapat memberikan dorongan semangat
untuk bekerja. Keamanan yang dimaksudkan kedalam lingkungan kerja
adalah keamanan terhadap milik pribadi karyawan.
Dari penjelasan ini Lingkungan kerja menunjuk hal-hal yang berkaitan dengan
struktur tugas, desain pekerjaan, pola kepemimpinan, pola kerjasama, prasarana, dan
imbalan (rewardsystem). Jika hal-hal dalam struktur tugas, desain pekerjaan, pola
kepemimpinan,
pola kerjasama, ketersediaan alat kerja dan imbalan dapat
diwujudkan, maka tidak sulit untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan di tempat
tugas. Pada gilirannya, karyawan akan meningkatkan kinerjanya. Hal-hal yang paling
dekat yang dapat dilihat, bahwa semangat kerja karyawan meningkat, kohoesivitas
kelompok tinggi, penyelesaian tugas membaik, menurunnya angka absensi
mempengaruhi kinerja karena lingkungan kerja yang baik akan menciptakan
kemudahan pelaksanaan tugas. Lingkungan kerja ini sendiri terdiri dari lingkungan
kerja fisik dan non fisik yang melekat dengan karyawan sehingga tidak dapat
dipisahkan dari usaha pengembangan kinerja karyawan.
2.4 Komitmen Organisasi
2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi sering didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk tetap
sebagai anggota organisasi tertentu, kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi,
suatu keyakinan tertentu,dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.
Menurut Luthnas dalam sutrisno (2010:292), Komitmen juga dapat
didefinisikan sebagai jaminan dan janji baik secara eksplisit maupun implisit dari
berlangsungnya hubungan antara partner dalam pertukaran tingkat keterlibatan
psikoligis anggota pada organisasi tertentu. Upaya mencapai tujuan organisasi dengan
kemampuan mengarahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan ketertarikan
untuk tetap menjadi bagian organisasi. Komitmen ditentukan oleh variabel personal
dan variabel organisasi, variabel personal meliputi usia,masa jabatan dalam organisasi
dan disposisi individu.sedangkan variabel organisasional meliputi rancangan tugas
pekerjaan dan gaya kepemimpinan supervisor. Menurut Griffin (2005:46), komitmen
organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu
mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki
komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.
Dengan kata lain, komitmen organisasi ini merupakan sikap loyalitas pegawai
terhadap organisasinya dan juga merupakan suatu proses mengekspresikan perhatian
dan partisipasinya terhadap organisasi
2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui
proses yang cukup panjang dan bertahap. Menurut Steers dalam Sopiah (2008:4)
menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain :
1. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi
kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan
rekan sekerja
3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara
pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang
organisasi.
Menurut Minner dalam Sopiah (2008:7) mengemukakan empat faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
kerja dan kepribadian
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,
konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan
3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi,
kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi
terhadap karyawan
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru
beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam
organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan
2.4.3 Teori-teori dasar komitmen
Menurut Moreland dkk dalam Sutrisno ( 2010: 298), ada beberapa teori yang
menjelaskan dasar-dasar motivasional munculnya komitmen individu dalam
organisasi, yaitu:
a) Teori sosialisasi kelompok
Menurut model ini, baik kelompok maupun individu melakukan proses
evaluasi dalam hubungan bersama dan membandingkan value-nya dengan
hubungan yang selama ini berlangsung. Dalam evaluasi ini perubahan
perasaan akan berpengaruh terhadap komitmen yang dimiliki individu.
Semakin
tinggi
perasaan
positif
semakin
besar
juga
komitmen
organisasinya
b) Teori pertukaran sosial
Orang dapat berpartisipasi dalam beberapa hubungan secara simultan,
sehingga nilai relatif pada suatu hubungan juga dipengaruhi relationship
yang lain sesuai partisipasi.
c) Teori kategorisasi Diri
Membahas berbagai fenomena kelompok seperti pembentukan kelompok,
konformitas, penyimpangan dalam pengambilan keputusan, dan kelompok.
d) Teori Identitas
Teori ini menawarkan perspektif lain pada komitmen dan perannya dalam
kelompok sosial.yaitu, peran sosial yang merupakan representasi dari suatu
harapan tertentu dari seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap
perilaku dan peran sosial yang merupakan representasi dari suatu harapan
tertentu dari seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku
Allen dan Mayer dalam Greenberg dan Baron (2003:76) mengemukakan tiga
dimensi komitment organisasi adalah:
1) Komitmen afektif (affective comitment):
Mengacu pada keterikatan emosional, identifikasi serta keterlibatan seorang
karyawan pada suatu organisasi. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih
kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapanharapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya. Komitmen afektif
menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu
organisasi
karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan memang
berkeinginan melakukannya. Pegawai yang mempunyai komitmen afektif yang
kuat tetap bekerja dengan perusahaan karena mereka menginginkan untuk
bekerja di perusahaan itu.
2) Komitmen berkelanjutan (continuence commitment):
Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan
dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau
benefit. Konsep side-bets orientation yang menekankan pada sumbangan
seseorang yang sewaktu-waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan
organisasi. Tindakan meninggalkan organisasi menjadi sesuatu yang beresiko
tinggi karena orang merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka
tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak mungkin
mencari gantinya. Komitmen berkelanjutan juga dapat di artikan suatu komitmen
yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini
terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus
dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini
adalah kebutuhan untuk bertahan (need to)
3) Komitmen normatif (normative commiment):
Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap berada dalam
organisasi karena memang harus begitu. Tindakan tersebut merupakan hal benar
yang harus dilakukan. Komitmen normatif juga dapat diartikan sebagai
komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi
keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus
bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk
bertahan dalam organisasi(ought to).
Maka kesimpulan komitmen organisasi yaitu komitmen organisasi merupakan
hal penting bagi organiasi, terutama untuk menjaga kelangsungan dan pencapai
tujuan. Namun untuk memperoleh komitmen yang tinggi diperlukan kondisikondisi yang memadai untuk mencapainya.
2.5 Penelitian terdahulu
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
No
Penelitian
Judul
Hasil Penelitian
1.
Yunanda
(2014)
Pengaruh Lingkungan Kerja
Dan Kepuasan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Perum Jasa
Tirta I Malang Bagian
Laboratorium Kualitas Air
(1) Terdapat pengaruh langsung antara
lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan. (2) Terdapat pengaruh
langsung antara kepuasan kerja terhadap
kinerja
karyawan..
(3)
Terdapat
pengaruh langsung antara lingkungan
kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.
t.(4)
Terdapat
pengaruh
tidak
langsung antara lingkungan kerja
terhadap kinerja melalui kepuasan
kerja karyawan.
2.
Dwi Agung
Nugroho Arianto
(2013)
Pengaruh
kedisiplinan,
lingkungan kerja dan budaya
kerja terhadap kinerja tenaga
pengajar
budaya kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Budaya kerja yang kuat dapat
menciptakan suasana kerja yang
kondusif sehingga kualitas kerja akan
meningkat dan merupakan kunci
No
Penelitian
Judul
Hasil Penelitian
keberhasilan bagi suatu organisasi, di
mana keberhasilan organisasi menjadi
satu indicator kepuasan kerja karyawan
3.
Yohanas Oemar
(2013)
pengaruh
budaya
kerja,
kemampuan
kerja
dan
komitmen organisasi terhadap
organizational
citizenship
behavior (OCB) pegawai pada
BAPPEDA Kota Pekanbaru
Budaya organisasi berpengaruh positif
dan signifikansecara parsial terhadap
organizational
citizenship behavior
(OCB) pegawai pada Bappeda Kota
Pekanbaru. Kondisi ini menunjukkan
jika budaya organisasi meningkat maka
OCB pegawai pada Bappeda Kota
Pekanbaru
juga
mengalami
peningkatan, demikianpula sebaliknya,
Kemampuan kerja berpengaruh positif
dan signifikan secara parsial terhadap
organizational citizenship behavior
(OCB) pegawai pada Bappeda Kota
Pekanbaru
4.
Arum Darmawati.
Lina Nur Hidayati.
Dyna Herlina S.
(2013
Pengaruh kepuasan kerja,
komitmen organisasi terhadap
organizational
citizenshipbehavior(OCB)
karyawan karyawan bagian
Tata Usaha FISE UNY
Penelitian ini menemukan bahwa
kepuasan kerja memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap variabel
OCB.
5.
No
Emmanuel
Majekodunmi
Ajala
(2012)
Penelitian
The influence of workplace
environment
workers,Welfare,performance
and productivity
Poor and unsafe workplace environment,
result in significant losses for workers,
their families, and national economy. A
conducive workplace environment that
aid
the
performance
of
work
automatically improves productivity
improved or adequate lighting improves
productivity, fewer rejects, enhanced
safety, lower insurance premiums, better
morale
and
increased
customer
satisfaction.
A
good
workplace
communication will involve employees in
the development and implementation of
healthy workplace practices, virile
employees, enthusiastic employers and
sustenance of the organization.
Judul
Hasil Penelitian
6.
Darmawan & Riana Analisis faktor-faktor
yang
mempengaruhi budaya kerja
(2011)
pada pegawai di PT.Jamsostek
(Persero) Cabang Bali I
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
budaya
kerja
pegawai
pada PT.
Jamsostek (Persero) Cabang Bali I terdiri
dari tiga faktor yaitu :(1) Faktor 1 yang
terdiri dari 13 variabel antara lain
kemampuan untuk memberikan ide
kepada
anggota,
kemampuan
untukberpartisipasi
dengan
anggota,kemampuan
untuk
mendelegasikan
kepada
anggota,
visioner, agen perubahan, gaji
7.
Akinyele Samuel
Taiwo
(2010)
This research has provided an insight
into
the
influence of
work
environment on workers productivity.
The finding indicates that 42.63% of
the respondents were of the opinion
that work environment is poor as to
enhance their productivity. 70.49% of
The
influence
of
work
environment on workers
productivity: A case of selected
oil and gas industry in Lagos,
Nigeria
the respondents were of the opinion
that high pay, conducive and better
work environment are the factors that
can lead to improvement in workers’
productivity and 3.28% of the
respondents did not know how to
improve their productivity. 63.30% of
the respondents experience stress,
8.
No
Yutaka Ueda
(2006)
Penelitian
Organizationalcitizenship
his research revealed that OCB was
behavior
in
aJapanese influenced by individual factors in a way
organization: The effects of job that was similar to the findings of past
involvement,
organizational research, even when data collected from
Japanese employees was used. First, job
commitment, and collectivism
involvement was related to civic virtue
and helping behavior.Job involvement
included positive behavior orientation
toward improving job performance.
Attending meetings or conferences as an
act of civic virtue is a typical way to get
information necessary to improve one’s
job performance. Positive attitude
towards one’s job is also considered to
Judul
Hasil Penelitian
interact with positive attitudes towards
coworkers, particularly in a work
environment like a Japanese organization,
which emphasizes harmonious human
relationships
9.
Sumarno
(2005)
Pengaruh komitmen organisasi
dan
gaya
kepemimpinan
terhadap
hubungan
antara
partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial
bahwa (a) terdapat pengaruh dan
hubungan negatif yang kuat antara
partisipasi
anggaran
dan
kinerja
manajerial,
(b)pengaruh
komitmen
organisasi
terhadap
hubungan
partisipasi
anggaran
dan
kinerja
manajerial adalah positif dan signifikan
(R = 0.639), jadi Hipotesis 2 diterima.
Hasil ini konsisten dengan penelitian
2.6 Kerangka Konseptual
2.6.1 Hubungan Budaya Kerja terhadap OCB
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku
sumber daya manusia (SDM) yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja
untuk menghadapi berbagai tantangan dimasa yang akan datang. Manfaat dari
penerapan budaya kerja yang baik adalah dapat meningkatkan jiwa gotong royong,
meningkatkan kebersamaan,saling terbuka satu sama lain, meningkatkan jiwa
kekeluargaan, meningkatkan rasa kekeluargaan, membangun komunikasi yang lebih
baik, meningkatkan produktivitas kerja, tanggap dengan perkembangandunia luar,
dan lain sebagainya, yang sebagian besar merupakan bagian dari Organizational
Citizenship Behavior (OCB)
2.6.2
Hubungan Lingkungan Kerja terhadap OCB
Lingkungan fisik dan non fisik yang baik, bisa menimbulkan rasa bangga,
rasa aman, dan menciptakan hubungan yang harmonis sehingga kebutuhan karyawan
terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan karyawan tersebut akan menimbulkan kepuasan
kerja bagi karyawan. Lingkungan kerja yang cukup memuaskan para karyawan
perusahaan akan mendorong para karyawan tersebut untuk bekerja dengan sebaikbaiknya, sehingga pelaksanaan proses kerja dengan baik.
2.6.3
Hubungan Komitmen Organisasi terhadap OCB
Bahwa komitmen organisasi merupakan keyakinan yang kuat dan penerimaan
pada tujuan organisasi dan nilai-nilai, kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup
atas nama organisasi, dan keinginan yang pasti untuk mempertahankan keanggotaan
organisasi. Sampai dengan saat ini terdapat banyak penelitian yang meneliti
hubungan antara komitmen organisasional terhadap organizational citizenship
behavior (OCB) di antara karyawan dalam perusahaan.
Bakhshi, Sharma, Kumar (2011) telah melakukan penelitian terhadap 77
karyawan yang bekerja pada National Hydroelectric Power Corporation Ltd., sebuah
organisasi sektor publik
di India mengenai hubungan komitmen organisasional
dengan OCB. Hasil dari penelitian ini adalah tiga komponen dari
komitmen organisasional, yang terdiri dari komitmen afektif, komitmen keberlanjutan
(continuance), dan komitmen normatif memiliki hubungan yang positif terhadap
OCB. Selain itu, pada penelitian ini juga dihasilkan bahwa tidak ada hubungan antara
variabel demografi (umur, jenis kelamin, masa jabatan, status perkawinan dan
kualifikasi) terhadap OCB
Secara skematis kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan dalam
bentuk skema sebagai berikut:
Budaya Kerja
Lingkungan Kerja
Organization
Citizen Behavior
(OCB)
Komitmen
Organisasi
Gambar 2.1 Kerangka konseptual
2.7 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, dan kerangka konseptual
yang telah di uraikan maka hipotesis penelitian ini adalah:
1. Budaya Kerja berpengaruh terhadap organization citizen behavior (OCB) pada
karyawan PT. Adi Sarana Armada Tbk, Cabang Medan
2. Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap organization citizen behavior (OCB)
pada karyawan PT. Adi Sarana Armada Tbk, Cabang Medan
3. Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap organization citizen behavior
(OCB) pada karyawan PT. Adi Sarana Armada Tbk, Cabang Medan
4. Budaya Kerja,Lingkungan kerja dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap
Organization citizen behavior (OCB) pada karyawan PT. Adi Sarana Armada
Tbk, Cabang Medan
karyawan yang kooperatif, suka menolong, perhatian, dan bersungguh-sungguh.
Yang lebih penting untuk OCB adalah bahwa karyawan harus merasa mereka
diperlakukan secara adil,bahwa prosedur dan hasil adalah adil. Perilaku extra-role
dalam organisasi juga dikenal dengan istilah organizational citizenship behavior
(OCB), dan orang yang menampilkan perilaku OCB disebut sebagai karyawan yang
baik (good citizen). OCB merupakan perilaku yang berkaitan dengan kontribusi di
luar peran formal yang ditampilkan oleh seorang karyawan dan tidak mengharapkan
imbalan atau hadiah formal dengan tujuan untuk mencapai tujuan dan efektivitas
organisasi. Menurut Robbins (2005:203) contoh perilaku yang termasuk kelompok
OCB adalah membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan ekstra di tempat
kerja, menghindari konflik dengan rekan kerja, melindungi properti organisasi,
menghargai peraturan yang berlaku di organisasi, toleransi pada situasi yang kurang
ideal/menyenangkan di tempat kerja, memberi saran-saran yang membangun di
tempat kerja, serta tidak membuang-buang waktu di tempat kerja.
Berdasarkan pengertian yang telah dideskripsikan oleh beberapa peneliti,
maka dapat disimpulkan bahwa, OCB merupakan perilaku extra-role atau perilaku di
luar peranan (job description) yang telah ditentukan oleh perusahaan, timbul karena
adanya sikap prososial dan atas dasar kerelaan pribadi dari karyawan.
2.1.1 Dimensi Organizational Citizenship Behavior(OCB)
Penelitian mengenai OCB telah banyak dilakukan, beberapa dimensi OCB
dikemukakan secara berbeda-beda di dalam setiap penelitian yang dilakukan. Melalui
dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh peneliti terdahulu perilaku OCB di antara
karyawan dapat terdeteksi dengan jelas agar selanjutnya dapat terus dilakukan upayaupaya oleh perusahaan untuk menjaga perilaku positif ini. Menurut Organ dalam
Asgari (2008: 22) Terdapat lima dimensi dari OCB dikemukakan oleh, yaitu :
a)
Altruism
Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami
kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam
organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah pada
memberi
pertolongan
yang
bukan
merupakan
kewajiban
yang
ditanggungnya. Contoh : bersedia membantu mengerjakan laporan milik
rekan kerja yang pada hari ini tidak dapat masuk kerja karena sakit atau
bersedia menggantikan tugas rekan kerja untuk sementara pada jam
istirahat.
b)
Conscientiousness
Perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha melebihi yang diharapkan
perusahaan. Perilaku sukarela yang bukan merupakan kewajiban atau tugas
karyawan. Dimensi ini menjangkau jauh diatas dan jauh ke depan dari
panggilan tugas. Contoh : seorang karyawan bagian cleaning service
bersedia untuk membantu karyawan lain yang membutuhkan foto
copydokumendokumen yang dibutuhkannya.
c) Sportmanship
Perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang kurang ideal
dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang
mempunyai tingkatan yang tinggi dalam dimensi ini akan meningkatkan
iklim yang positif diantara karyawan, karyawan akan lebih sopan dan
bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja
yang
lebih
menyenangkan.
Contoh
:
Apabila
terjadi
pergantian
kepemimpinan perusahaan yang baru dan berdampak pada diubahnya
sebagian darikebijakan dari kepemimpinan lama yang dirasa kurang sesuai
dengan keinginan karyawan saat ini, karyawan berusaha untuk beradaptasi
dengan cepat dan tetap memberikan kinerja terbaik tanpa membicarakan sisi
negatif pemimpin baru dengan karyawan lainnya yang justru akan
menurunkan kinerja karyawan lain.
d)
Courtessy
Menjaga hubungan baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari
masalahmasalah interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi itu adalah
orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain. Contoh: selalu
menyapa rekan dan memberikan senyuman kepada rekan kerja merupakan
salah satu cara kecil dalam membina hubungan baik dengan sesama rekan
kerja. Selain itu, mengadakan pertemuan di luar jam kerja dengan rekanrekan kerja yang lain untuk refreshing merupakan salah satu perwujudan
dimensi ini.
e) Civic Virtue
Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi.
Dimensi ini mengaruh pada tanggung jawab yang diberikan organisasi
kepada seorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang
ditekuni. Contoh : mengikuti perubahan dalam organisasi, mengambil
inisiatif untuk merekomendasikan bagaimana operasi atau proseduurprosedur organisasi dapat diperbaiki, dan melindungi sumber-sumber yang
dimiliki oleh organisasi
2.1.2 Motif yang Mendasari Organizational Citizenship Behavior(OCB)
OCB memiliki kesamaan dengan perilaku-perilaku lain yang akan muncul
dalam kehidupan berorganisasi, yaitu OCB akan muncul dengan dilatar belakangi
oleh beberapa hal, baik itu berasal dari dalam diri karyawan maupun pengaruh dari
perusahaan. Salah satu pendekatan motif dalam perilaku organisasi, bahwa manusia
memiliki tiga tingkatan motif, yaitu :
a. Motif berprestasi, keinginan untuk memenuhi sesuatu yang sulit, mendorong
orang untuk menunjukkan suatu standard keistimewaan (excellence), mencari
prestasi dari tugas, kesempatan atu kompetisi.
b. Motif afiliasi, keinginan untuk meluangkan waktu dalam aktivitas dan
hubungan sosial, mendorong orang untuk mewujudkan, memelihara, dan
memperbaiki hubungan dengan orang lain.
c. Motif kekuasaan, keinginan seorang individu untuk mempengaruhi,
membimbing, mengajar, atau mendorong orang lain untuk berprestasi.
2.1.3 Kontribusi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dalam perusahaan
OCB merupakan perilaku positif karyawan yang bersedia dengan keinginan
sendiri untuk melakukan kegiatan prososial, sekalipun itu di luar deskripsi
pekerjaannya dan di luar sistem penghargaan yang diatur oleh perusahaan.
Berdasarkan definisi tersebut, tentu OCB memiliki banyak kontribusi baik bagi
hubungan antar karyawan dan bagiefektivitas perusahaan. Beberapa kontribusi OCB
bagi perusahaan, yaitu berupa peningkatan produktivitas rekan kerja, peningkatan
produktivitas manajer, menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan
organisasi secara keseluruhan, membantu memelihara fungsi kelompok, menjadi
sangat efektif untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan kelompok kerja,
meningkatkan kemampuan organisasi untuk menarik dan mempertahankan
karyawan terbaik, meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan
perubahan lingkungan.
Menurut Hardaningtyas dalam Budiawan (2012:6) menguraikan kontribusi
OCB, sebagai berikut :
a. OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja
b. Karyawan yang menolong rekan kerja lain akan mempercepat penyelesaian
tugas rekan kerjanya, dan pada gilirannya meningkatkan produktivitas rekan
tersebut.
c. Seiring berjalannya waktu, perilaku membantu yang ditunjukkan karyawan
akan membantu menyebarkan best practiceke seluruh unit kerja atau kelompok.
d. OCB meningkatkan produktivitas manajer
1) Karyawan yang menampilkan perilaku civic virtue akan membantu
manajer mendapatkan saran dan atau umpan balik yang berharga dari
karyawan tersebut untuk meningkatkan efektivitas unit kerja.
2) Karyawan yang sopan dan menghindari konflik dengan rekan kerja
akan menolong manajer terhindar dari krisis manajemen
3) OCB menghemat sumber daya yang dimiliki manajemen dan
organisasi secara keseluruhan
4) Jika karyawan saling tolong-menolong dalam menyelesaikan masalah
dalam suatu pekerjaan sehingga tidak perlu melibatkan manajer,
konsekuensinya manajer dapat memakai waktunya untuk melakukan
tugas lain, seperti membuat perencanaan bagi organisasi.
5) Karyawan lama yang membantu karyawan baru dalam pelatihan dan
melakukan orientasi kerja akan membantu organisasi mengurangi
biaya untuk keperluan tersebut.
e. OCB membantu menghemat energi sunber daya yang langka untuk memelihara
fungsi kelompok
1) Keuntungan dari perilaku menolong adalah meningkatkan semangat,
moral, dan kerekatan kelompok, sehingga anggota kelompok atau
manajer tidak perlu menghabiskan energi dan
waktu untuk
pemeliharaan fungsi kelompok
2) Karyawan yang menampilkan perilaku courtesy terhadap rekan kerja
akan mengurangi konflik dalam kelompok, sehingga waktu yang
dihabiskan untuk menyelesaikan konflik manajemen berkurang.
f. OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasi kegiatan-kegiatan
kelompok kerja
1) Karyawan yang menampilakan perilaku civic virtue, seperti
menghindari dan berpartisipasi aktif dalam pertemuan unit kerjanya,
akan membantu koordinasi di antara anggota kelompok, yang
akhirnya secara potensial meningkatkan efektivitas dan efisiensi
dalam kelompok.
2) Karyawan yang menampilakan perilaku courtesy, seperti saling
memberi informasi tentang pekerjaan dengan anggota dari tim lain
akan menghindari munculnya masalah yang membutuhkan waktu
dan tenaga untuk diselesaikan
g. OCB
meningkatkan
kemampuan
organisasi
untuk
menarik
dan
mempertahankan karyawan terbaik
1) Perilaku menolong dapat meningkatkan moral dan kerekatan serta
perasaan saling memiliki di antara anggota kelompok, sehingga akan
meningkatkan kinerja organisasi dan membantu organisasi menarik
dan mempertahankan karyawan yang baik.
2) Memberi contoh pada karyawan laindengan menampilkan perilaku
sportmanship, misalnya tidak mengeluh karena
permasalahanpermasalahan kecil, akan menumbuhkan loyalitas dan
komitmen pada organisasi
2.2 Budaya Kerja
2.2.1 Pengertian Budaya Kerja
Suatu keberhasilan kerja, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku
yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama,
norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku
kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan
budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu atau kualitas kerja, maka
dinamakan budaya kerja. Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang
melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi.
Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif,
serta berupaya membiasakan (habituating process) pola perilaku tertentu agar tercipta
suatu bentuk baru yang lebih baik.
Menurut Nawawi (2003:65) Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan
berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap
kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara
moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus
ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan. Menurut Triguno
(2005:13) Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup
sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong,
membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang
tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan
yang terwujud sebagai kerja atau bekerja. Melaksanakan budaya kerja mempunyai
arti yang sangat dalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya
manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi
tantangan masa depan. Menurut Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja (2006:60)
mendefinisikan budaya kerja yaitu, Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran
dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi
kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat.
Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam khairiyah (2010:34) menerangkan
bahwa Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis
yang terinternalisasi sangat mendalam dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi.
Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh
setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi.
Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi
menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan
dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga agar
masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.
2.2.2 Terbentuknya Budaya Kerja
Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu
dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam
organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat
karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran,
pendapat
bahkan
kritik
yang
bersifat
membangun
dari
ruang
lingkup
pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja
akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat
yang
berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap
individu dalam
mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai
kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing
Untuk
bertahun-tahun
memperbaiki
untuk
budaya
kerja
yang
merubahnya,
maka
itu
baik
perlu
membutuhkan
adanya
waktu
pembenahan-
pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti
para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin
atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan
bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan
dalam perangkat satuan kerja atau organisasi. Maka dalam hal ini budaya kerja
terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan
budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja
atau
organisasi
belajar
dalam
menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi. Cakupan
makna setiap nilai budaya kerja tersebut, antara lain:
1) Disiplin yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu
kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.
2) Keterbukaan, yaitu kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar
dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.
3) Saling menghargai, yaitu perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap
individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.
Menurut Triguno (2005:124) unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain:
1. Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi, dan
teknologi.
2. Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features, conformance,
durability, serviceability, aesthetics, perseived quality, value, responveness,
humanity, security, dan competency.
3. Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-pelanggan,
orientasi pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan penyempurnaan terusmenerus.
Menurut Budhi dalam Ndraha (2006:24) budaya kerja dapat dibagi menjadi:
a) Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan
kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari
kesibukan pekerjaan sendiri, atau merasa terpaksa melakukan suatu hanya untuk
kelangsungan hidupnya
b) Prilaku waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-
hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan
kewajibannya, suka membantu sesama karyawan atau sebaliknya.
Sikap maupun perilaku kerja tersebut terbentuk baik di dalam masyarakat
maupun di dalam organisasi atau perusahaan.sudah barang tertentu,warna budaya
kerja sedikit banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat (makro) atau budaya
organisasi (perusahaan)yang bersangkutan.Terkait dengan dengan budaya kerja
merupakan awal terbentuknya budaya perusahaan.
2.2.3 Unsur – unsur Budaya Kerja
Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau
masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan
menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi
tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus
diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan
melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan
teknik-teknik pendukung. Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses
panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan
waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan
penyempurnaan dan perbaikan.
Menurut Ndraha (2007:76) budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur,
yaitu:
1) sikap terhadap pekerjaan, manusia menunjukkan berbagai sikap terhadap
pekerjaan.
Misalnya,
berdasarkan
anggapan
dasar
bahwa
kerja
itu
hukuman,maka timbullah sikap tertentu terhadap kerja. Kerja dipandang
(disikapi) sebagai siksaan.berbeda halnya jika kerja dianggap sebagai gengsi,dari
sini timbul sikap memilih-milih pekerjaan. Sikap terhadap kerja bisa berubah.
Maka sikap terhadap pekerjaan dipengaruhi oleh dua faktor:
a)
Pengetahuan dan informasi kerja
b)
Kesadaran akan kepentingan
2) Perilaku ketika bekerjaan, dari sikap terhadap pekerjaan,lahir perilaku saat
bekerja.misalnya dari kepercayaan bahwa kerja adalah ibadah,lahir sikap
semangat terhadap suatu pekerjaan. Perilaku terbentuk oleh insentif: reward atau
punishment. Tetapi bisa terjadi, bekerja tidak bersal dari sikap terhadap kerja,
misalnya sikap negatif, melainkan dari ketakutankan punishment.
Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya
untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik.
Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari
perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi
atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda
nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Setiap nilainilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan pemimpin lainnya,
bagaimana perilaku setiap orang akan mempengaruhi kerja mereka. Adapun
indikator-indikator budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha dapat dikategorikan tiga
Yaitu :
1. Kebiasaan
Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku
berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan
kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun
kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain
yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian (position), jika
sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan keteguhan atau
kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah
laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam
keadaan tidak disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat
dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya
aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan.
2. Peraturan
Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas
pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan
merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai
disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di
lembaga pendidikan. Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran
yang tinggi sesuai dengan konsekwensi terhadap peraturan yang berlaku baik
dalam organisasi perusahaan.
3. Nilai-nilai
Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau
kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar
atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri melalui
media atau encoder tertentu. Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau
dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja. Jadi
nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada
keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan. Maka
penilaian dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi terhadap kinerja
pegawai agar dapat memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas
2.3 Lingkungan Kerja
2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja merupakan bagian komponen yang sangat perlu ketika
karyawan melakukan aktivitas bekerja. Dengan memperhatikan lingkungan kerja
yang baik atau menciptakan kondisi bekerja yang mampu memberikan motivasi
untuk bekerja, maka akan membantu pengaruh terhadap kegairahan atau semangat
karyawan dalam bekerja. Menurut Nitisemito dalam Sunyoto (2015:34)
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang
dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang di bebankan
misalnya kebersihan, musik, penerangan, dan lain-lain. Menurut Sukanto dan
Indriyo dalam Khoiriyah (2009:24) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi
mengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan
tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja. Menurut Sukanto dan
Indriyo dalam Khoiriyah (2009:24) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dalam bekerja meliputi
mengaturan penerangan, pengontrolan suara gaduh, pengaturan kebersihan
tempat kerja dan pengaturan keamanan tempat kerja. Berdasarkan pengertian
di atas, ruang lingkup lingkungan kerja adalah:
1)
Bahwa lingkungan organisasi tertentu tercermin pada karyawan gaya
kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang demokrasi akan
berpengaruh pula terhadap karyawan
2)
Lingkungan kerja yang timbul dalam organisasi merupakan faktor yang
menentukan perilaku karyawan.
Menurut Sedarmayanti (2001:21) Secara garis besar, jenis lingkungan kerja
terbagi menjadi dua, yaitu Lingkungan Kerja Fisik dan Lingkungan Kerja Non
Fisik:
1) Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat
disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara
langsung maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi menjadi
dua kategori yaitu:
a) Lingkungan kerja yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti
pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya.
b) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya
temparatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanik, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.
Untuk dapat memperkecil penguruh lingkungan fisik terhadap karyawan,
maka langkah pertama harus mempelajari manusia, baik mengenal fisik dan tingkah
lakunya, kemudian digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai
2) Lingkungan Kerja Non Fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan
dengan sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.
Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung kerja
sama antar tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status yang sama.
Menurut Nitisemito (2000:171) Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah
suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri. Jadi
lingkungan kerja non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja
yang tidak bisa diabaikan.
2.3.2 Faktor- faktor Lingkungan kerja
Setiap perusahaan pasti mempunyai cara atau suatu faktor yang mendukung
dari keberhasilan dan kemajuan perusahaan. Menurut Nitisemito dalam Sunyoto
(2015:36), beberapa faktor yang berkaitan dengan lingkungan organisasi, yaitu:
1) Hubungan karyawan
Dalam hubungan karyawan terdapat dua hubungan, yaitu hubungan sebagai
individu dan hubungan sebagai kelompok.hubungan sebagai individu, motivasi
yang diperoleh seorang karyawan datangnya dari rekan-rekan sekerja maupun
atasan. Menjadi sebuah motivasi, jika hubungan karyawan dengan rekan
sekerja maupun atasannya berlangsung humoris. Begitu juga dengan
sebaliknya, jika hubungan di antara mereka tidak harmonis, maka akan
mengakibatkan kurangnya atau tidak ada motivasi di dalam diri karyawan yang
bekerja. Sedangkan untuk hubungan sebagai kelompok, maka seseorang
karyawan akan berhubungan dengan banyak orang, baik secara individu
maupun secara kelompok. Dalam hubungan ini ada beberapa yang
mendapatkan perhatian agar keberadaan kelompok ini menjadi lebih produktif,
yaitu:
a. Kepemimpinan yang baik
Gaya kepemimpinan seseorang akan sangat berpengaruh pada baik dan
tidaknya dalam pengembangan sumber daya manusia untuk waktu yang
akan datang. Seseorang pemimpin yang baik harus benar-benar mengerti
lingkungan sekitarnya, termasuk di dalamnya apa yang diperlukan oleh
para karyawan,agar mereka termotivasi untuk lebih giat bekerja.
b. Distribusi informasi yang baik
Distribusi dan pendistribusian informasi yang baik akan dapat
memperlancar arus informasi yang diperlukan oleh organisasi atau
perusahaan. Kecepatan melakukan tindakan akan tergantung dari
informasi yang cepat dipahami ataukah tidak. Semakin baik distribusi
informasi yang diperoleh, maka akan semakin cepat pula dilakukan
tindakan dan bahkan mempercepat pengambilan keputusan
c. Kondisi yang baik
Kondisi kerja yang baik adalah kondisi yang dapat mendukung dalam
penyelesaian pekerjaan oleh karyawan. Segenap fasilitas yang diperlukan
dalam mengerjakan atau meyelesaikan pekerjaan bagi karyawan
merupakan suatu hal yang harus dipenuhi oleh perusahaan atau
organisasi.
d. Sistem pengupahan yang jelas
Seluruh karyawan mengerti dan jelas berapa upah yang bakal diterima.
Para karyawan dapat menghitung sendiri jumlah upah yang diterima
dengan mudah. Sehingga ini akan menambah tingkat keyakinan para
karyawan terhadap pihak perusahaan, dengan demikian akan dapat
menimbulkan saling percaya diantara mereka
e. Tingkat kebisingan lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang tidak tenang atau bising akan dapat menimbulkan
pengaruh yang kurang baik, yaitu adanya ketidaktenangan dalam bekerja.
Bagi para karyawan tertentu saja ketenangan lingkungan kerja sangat
membantu dalam penyelesaian pekerjaan dan ini dapat meningkatkan
produktivitas kerja
f. Peraturan kerja
Peraturan kerja yang baik dan jelas dapat memberikan pengaruh yang
baik
terhadap
kepuasan
dan
kinerja
para
karyawan
untuk
mengembangkan karier di perusahaan tersebut. Dengan perangkat
peraturan
tersebut
karyawan
akan
dituntut
untuk
menjalankan
aktivitasnya guna mencapai tujuan perusahaan maupun tujuan individu
dengan pasti. Di samping itu karyawan akan lebih termotivasi untuk
bekerja lebih baik
g. Penerangan
Dalam hal ini, penerangan bukanlah sebatas pada penerangan listrik,
tetapi termasuk juga penerangan matahari. Karyawan memerlukan
penerangan yang cukup, apalagi jika pekerjaan yang dilakukan
memenuhi ketelitian
h. Sirkulasi udara
Untuk sirkulasi atau pertukaran udara yang cukup maka pertama yang
harus dilakukan yaitu pengadaan ventilasi. Ventilasi harus cukup lebar
terutama pada ruangan-ruangan yang di anggap terlalu panas. Bagi
perusahaan yang merasa pertukaran udaranya kurang atau kepengapan
masih dirasakan, dapat mengusahakan pengaturan suhu udara. Cara untuk
mengatur suhu udara sebagai berikut : Ventilasi yang cukup, Pemasangan
kipas angin atau AC, Pemasangan Humidifier
i. Keamanan
Lingkungan kerja dengan rasa aman akan menimbulkan ketenangan dan
kenyamanan, di mana hal ini akan dapat memberikan dorongan semangat
untuk bekerja. Keamanan yang dimaksudkan kedalam lingkungan kerja
adalah keamanan terhadap milik pribadi karyawan.
Dari penjelasan ini Lingkungan kerja menunjuk hal-hal yang berkaitan dengan
struktur tugas, desain pekerjaan, pola kepemimpinan, pola kerjasama, prasarana, dan
imbalan (rewardsystem). Jika hal-hal dalam struktur tugas, desain pekerjaan, pola
kepemimpinan,
pola kerjasama, ketersediaan alat kerja dan imbalan dapat
diwujudkan, maka tidak sulit untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan di tempat
tugas. Pada gilirannya, karyawan akan meningkatkan kinerjanya. Hal-hal yang paling
dekat yang dapat dilihat, bahwa semangat kerja karyawan meningkat, kohoesivitas
kelompok tinggi, penyelesaian tugas membaik, menurunnya angka absensi
mempengaruhi kinerja karena lingkungan kerja yang baik akan menciptakan
kemudahan pelaksanaan tugas. Lingkungan kerja ini sendiri terdiri dari lingkungan
kerja fisik dan non fisik yang melekat dengan karyawan sehingga tidak dapat
dipisahkan dari usaha pengembangan kinerja karyawan.
2.4 Komitmen Organisasi
2.4.1 Pengertian Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi sering didefinisikan sebagai keinginan kuat untuk tetap
sebagai anggota organisasi tertentu, kemauan usaha yang tinggi untuk organisasi,
suatu keyakinan tertentu,dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasi.
Menurut Luthnas dalam sutrisno (2010:292), Komitmen juga dapat
didefinisikan sebagai jaminan dan janji baik secara eksplisit maupun implisit dari
berlangsungnya hubungan antara partner dalam pertukaran tingkat keterlibatan
psikoligis anggota pada organisasi tertentu. Upaya mencapai tujuan organisasi dengan
kemampuan mengarahkan segala daya untuk kepentingan organisasi dan ketertarikan
untuk tetap menjadi bagian organisasi. Komitmen ditentukan oleh variabel personal
dan variabel organisasi, variabel personal meliputi usia,masa jabatan dalam organisasi
dan disposisi individu.sedangkan variabel organisasional meliputi rancangan tugas
pekerjaan dan gaya kepemimpinan supervisor. Menurut Griffin (2005:46), komitmen
organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seseorang individu
mengenal dan terikat pada organisasinya. Seseorang individu yang memiliki
komitmen tinggi kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi.
Dengan kata lain, komitmen organisasi ini merupakan sikap loyalitas pegawai
terhadap organisasinya dan juga merupakan suatu proses mengekspresikan perhatian
dan partisipasinya terhadap organisasi
2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen
Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui
proses yang cukup panjang dan bertahap. Menurut Steers dalam Sopiah (2008:4)
menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang karyawan antara lain :
1. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi, dan variasi
kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap karyawan
2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan
rekan sekerja
3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau dan cara
pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaannya tentang
organisasi.
Menurut Minner dalam Sopiah (2008:7) mengemukakan empat faktor yang
mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman
kerja dan kepribadian
2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan dalam pekerjaan,
konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan
3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi,
kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi
terhadap karyawan
4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh
terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru
beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam
organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan
2.4.3 Teori-teori dasar komitmen
Menurut Moreland dkk dalam Sutrisno ( 2010: 298), ada beberapa teori yang
menjelaskan dasar-dasar motivasional munculnya komitmen individu dalam
organisasi, yaitu:
a) Teori sosialisasi kelompok
Menurut model ini, baik kelompok maupun individu melakukan proses
evaluasi dalam hubungan bersama dan membandingkan value-nya dengan
hubungan yang selama ini berlangsung. Dalam evaluasi ini perubahan
perasaan akan berpengaruh terhadap komitmen yang dimiliki individu.
Semakin
tinggi
perasaan
positif
semakin
besar
juga
komitmen
organisasinya
b) Teori pertukaran sosial
Orang dapat berpartisipasi dalam beberapa hubungan secara simultan,
sehingga nilai relatif pada suatu hubungan juga dipengaruhi relationship
yang lain sesuai partisipasi.
c) Teori kategorisasi Diri
Membahas berbagai fenomena kelompok seperti pembentukan kelompok,
konformitas, penyimpangan dalam pengambilan keputusan, dan kelompok.
d) Teori Identitas
Teori ini menawarkan perspektif lain pada komitmen dan perannya dalam
kelompok sosial.yaitu, peran sosial yang merupakan representasi dari suatu
harapan tertentu dari seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap
perilaku dan peran sosial yang merupakan representasi dari suatu harapan
tertentu dari seseorang memiliki pengaruh yang kuat terhadap perilaku
Allen dan Mayer dalam Greenberg dan Baron (2003:76) mengemukakan tiga
dimensi komitment organisasi adalah:
1) Komitmen afektif (affective comitment):
Mengacu pada keterikatan emosional, identifikasi serta keterlibatan seorang
karyawan pada suatu organisasi. Komitmen afektif seseorang akan menjadi lebih
kuat bila pengalamannya dalam suatu organisasi konsisten dengan harapanharapan dan memuaskan kebutuhan dasarnya dan sebaliknya. Komitmen afektif
menunjukkan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu
organisasi
karena ia memang setuju dengan organisasi itu dan memang
berkeinginan melakukannya. Pegawai yang mempunyai komitmen afektif yang
kuat tetap bekerja dengan perusahaan karena mereka menginginkan untuk
bekerja di perusahaan itu.
2) Komitmen berkelanjutan (continuence commitment):
Komitmen berdasarkan kerugian yang berhubungan dengan keluarnya karyawan
dari organisasi. Hal ini mungkin karena kehilangan senioritas atas promosi atau
benefit. Konsep side-bets orientation yang menekankan pada sumbangan
seseorang yang sewaktu-waktu dapat hilang jika orang itu meninggalkan
organisasi. Tindakan meninggalkan organisasi menjadi sesuatu yang beresiko
tinggi karena orang merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka
tanamkan pada organisasi itu dan menyadari bahwa mereka tak mungkin
mencari gantinya. Komitmen berkelanjutan juga dapat di artikan suatu komitmen
yang didasarkan akan kebutuhan rasional. Dengan kata lain, komitmen ini
terbentuk atas dasar untung rugi, dipertimbangkan atas apa yang harus
dikorbankan bila akan menetap pada suatu organisasi. Kunci dari komitmen ini
adalah kebutuhan untuk bertahan (need to)
3) Komitmen normatif (normative commiment):
Komitmen normatif berkaitan dengan perasaan wajib untuk tetap berada dalam
organisasi karena memang harus begitu. Tindakan tersebut merupakan hal benar
yang harus dilakukan. Komitmen normatif juga dapat diartikan sebagai
komitmen yang didasarkan pada norma yang ada dalam diri karyawan, berisi
keyakinan individu akan tanggung jawab terhadap organisasi. Ia merasa harus
bertahan karena loyalitas. Kunci dari komitmen ini adalah kewajiban untuk
bertahan dalam organisasi(ought to).
Maka kesimpulan komitmen organisasi yaitu komitmen organisasi merupakan
hal penting bagi organiasi, terutama untuk menjaga kelangsungan dan pencapai
tujuan. Namun untuk memperoleh komitmen yang tinggi diperlukan kondisikondisi yang memadai untuk mencapainya.
2.5 Penelitian terdahulu
Ringkasan Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
No
Penelitian
Judul
Hasil Penelitian
1.
Yunanda
(2014)
Pengaruh Lingkungan Kerja
Dan Kepuasan Kerja Terhadap
Kinerja Karyawan Perum Jasa
Tirta I Malang Bagian
Laboratorium Kualitas Air
(1) Terdapat pengaruh langsung antara
lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan. (2) Terdapat pengaruh
langsung antara kepuasan kerja terhadap
kinerja
karyawan..
(3)
Terdapat
pengaruh langsung antara lingkungan
kerja terhadap kepuasan kerja karyawan.
t.(4)
Terdapat
pengaruh
tidak
langsung antara lingkungan kerja
terhadap kinerja melalui kepuasan
kerja karyawan.
2.
Dwi Agung
Nugroho Arianto
(2013)
Pengaruh
kedisiplinan,
lingkungan kerja dan budaya
kerja terhadap kinerja tenaga
pengajar
budaya kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja karyawan.
Budaya kerja yang kuat dapat
menciptakan suasana kerja yang
kondusif sehingga kualitas kerja akan
meningkat dan merupakan kunci
No
Penelitian
Judul
Hasil Penelitian
keberhasilan bagi suatu organisasi, di
mana keberhasilan organisasi menjadi
satu indicator kepuasan kerja karyawan
3.
Yohanas Oemar
(2013)
pengaruh
budaya
kerja,
kemampuan
kerja
dan
komitmen organisasi terhadap
organizational
citizenship
behavior (OCB) pegawai pada
BAPPEDA Kota Pekanbaru
Budaya organisasi berpengaruh positif
dan signifikansecara parsial terhadap
organizational
citizenship behavior
(OCB) pegawai pada Bappeda Kota
Pekanbaru. Kondisi ini menunjukkan
jika budaya organisasi meningkat maka
OCB pegawai pada Bappeda Kota
Pekanbaru
juga
mengalami
peningkatan, demikianpula sebaliknya,
Kemampuan kerja berpengaruh positif
dan signifikan secara parsial terhadap
organizational citizenship behavior
(OCB) pegawai pada Bappeda Kota
Pekanbaru
4.
Arum Darmawati.
Lina Nur Hidayati.
Dyna Herlina S.
(2013
Pengaruh kepuasan kerja,
komitmen organisasi terhadap
organizational
citizenshipbehavior(OCB)
karyawan karyawan bagian
Tata Usaha FISE UNY
Penelitian ini menemukan bahwa
kepuasan kerja memiliki pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap variabel
OCB.
5.
No
Emmanuel
Majekodunmi
Ajala
(2012)
Penelitian
The influence of workplace
environment
workers,Welfare,performance
and productivity
Poor and unsafe workplace environment,
result in significant losses for workers,
their families, and national economy. A
conducive workplace environment that
aid
the
performance
of
work
automatically improves productivity
improved or adequate lighting improves
productivity, fewer rejects, enhanced
safety, lower insurance premiums, better
morale
and
increased
customer
satisfaction.
A
good
workplace
communication will involve employees in
the development and implementation of
healthy workplace practices, virile
employees, enthusiastic employers and
sustenance of the organization.
Judul
Hasil Penelitian
6.
Darmawan & Riana Analisis faktor-faktor
yang
mempengaruhi budaya kerja
(2011)
pada pegawai di PT.Jamsostek
(Persero) Cabang Bali I
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
budaya
kerja
pegawai
pada PT.
Jamsostek (Persero) Cabang Bali I terdiri
dari tiga faktor yaitu :(1) Faktor 1 yang
terdiri dari 13 variabel antara lain
kemampuan untuk memberikan ide
kepada
anggota,
kemampuan
untukberpartisipasi
dengan
anggota,kemampuan
untuk
mendelegasikan
kepada
anggota,
visioner, agen perubahan, gaji
7.
Akinyele Samuel
Taiwo
(2010)
This research has provided an insight
into
the
influence of
work
environment on workers productivity.
The finding indicates that 42.63% of
the respondents were of the opinion
that work environment is poor as to
enhance their productivity. 70.49% of
The
influence
of
work
environment on workers
productivity: A case of selected
oil and gas industry in Lagos,
Nigeria
the respondents were of the opinion
that high pay, conducive and better
work environment are the factors that
can lead to improvement in workers’
productivity and 3.28% of the
respondents did not know how to
improve their productivity. 63.30% of
the respondents experience stress,
8.
No
Yutaka Ueda
(2006)
Penelitian
Organizationalcitizenship
his research revealed that OCB was
behavior
in
aJapanese influenced by individual factors in a way
organization: The effects of job that was similar to the findings of past
involvement,
organizational research, even when data collected from
Japanese employees was used. First, job
commitment, and collectivism
involvement was related to civic virtue
and helping behavior.Job involvement
included positive behavior orientation
toward improving job performance.
Attending meetings or conferences as an
act of civic virtue is a typical way to get
information necessary to improve one’s
job performance. Positive attitude
towards one’s job is also considered to
Judul
Hasil Penelitian
interact with positive attitudes towards
coworkers, particularly in a work
environment like a Japanese organization,
which emphasizes harmonious human
relationships
9.
Sumarno
(2005)
Pengaruh komitmen organisasi
dan
gaya
kepemimpinan
terhadap
hubungan
antara
partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial
bahwa (a) terdapat pengaruh dan
hubungan negatif yang kuat antara
partisipasi
anggaran
dan
kinerja
manajerial,
(b)pengaruh
komitmen
organisasi
terhadap
hubungan
partisipasi
anggaran
dan
kinerja
manajerial adalah positif dan signifikan
(R = 0.639), jadi Hipotesis 2 diterima.
Hasil ini konsisten dengan penelitian
2.6 Kerangka Konseptual
2.6.1 Hubungan Budaya Kerja terhadap OCB
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku
sumber daya manusia (SDM) yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja
untuk menghadapi berbagai tantangan dimasa yang akan datang. Manfaat dari
penerapan budaya kerja yang baik adalah dapat meningkatkan jiwa gotong royong,
meningkatkan kebersamaan,saling terbuka satu sama lain, meningkatkan jiwa
kekeluargaan, meningkatkan rasa kekeluargaan, membangun komunikasi yang lebih
baik, meningkatkan produktivitas kerja, tanggap dengan perkembangandunia luar,
dan lain sebagainya, yang sebagian besar merupakan bagian dari Organizational
Citizenship Behavior (OCB)
2.6.2
Hubungan Lingkungan Kerja terhadap OCB
Lingkungan fisik dan non fisik yang baik, bisa menimbulkan rasa bangga,
rasa aman, dan menciptakan hubungan yang harmonis sehingga kebutuhan karyawan
terpenuhi. Terpenuhinya kebutuhan karyawan tersebut akan menimbulkan kepuasan
kerja bagi karyawan. Lingkungan kerja yang cukup memuaskan para karyawan
perusahaan akan mendorong para karyawan tersebut untuk bekerja dengan sebaikbaiknya, sehingga pelaksanaan proses kerja dengan baik.
2.6.3
Hubungan Komitmen Organisasi terhadap OCB
Bahwa komitmen organisasi merupakan keyakinan yang kuat dan penerimaan
pada tujuan organisasi dan nilai-nilai, kemauan untuk mengerahkan usaha yang cukup
atas nama organisasi, dan keinginan yang pasti untuk mempertahankan keanggotaan
organisasi. Sampai dengan saat ini terdapat banyak penelitian yang meneliti
hubungan antara komitmen organisasional terhadap organizational citizenship
behavior (OCB) di antara karyawan dalam perusahaan.
Bakhshi, Sharma, Kumar (2011) telah melakukan penelitian terhadap 77
karyawan yang bekerja pada National Hydroelectric Power Corporation Ltd., sebuah
organisasi sektor publik
di India mengenai hubungan komitmen organisasional
dengan OCB. Hasil dari penelitian ini adalah tiga komponen dari
komitmen organisasional, yang terdiri dari komitmen afektif, komitmen keberlanjutan
(continuance), dan komitmen normatif memiliki hubungan yang positif terhadap
OCB. Selain itu, pada penelitian ini juga dihasilkan bahwa tidak ada hubungan antara
variabel demografi (umur, jenis kelamin, masa jabatan, status perkawinan dan
kualifikasi) terhadap OCB
Secara skematis kerangka pikir penelitian ini dapat digambarkan dalam
bentuk skema sebagai berikut:
Budaya Kerja
Lingkungan Kerja
Organization
Citizen Behavior
(OCB)
Komitmen
Organisasi
Gambar 2.1 Kerangka konseptual
2.7 Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian.
Berdasarkan latar belakang masalah, perumusan masalah, dan kerangka konseptual
yang telah di uraikan maka hipotesis penelitian ini adalah:
1. Budaya Kerja berpengaruh terhadap organization citizen behavior (OCB) pada
karyawan PT. Adi Sarana Armada Tbk, Cabang Medan
2. Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap organization citizen behavior (OCB)
pada karyawan PT. Adi Sarana Armada Tbk, Cabang Medan
3. Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap organization citizen behavior
(OCB) pada karyawan PT. Adi Sarana Armada Tbk, Cabang Medan
4. Budaya Kerja,Lingkungan kerja dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap
Organization citizen behavior (OCB) pada karyawan PT. Adi Sarana Armada
Tbk, Cabang Medan