Model Aktivitas Pendidikan Jasmani Adapt
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak Berkebutuhan Khusus atau Children With Special Needs
merupakan anak yang mengalami gangguan secara fisik, mental, emosional,
intelektual, sosial dan atau indranya mengalami gangguan yang sedemikian
rupa
sehingga
untuk
mengembangkan
potensinya
secara
optimal
membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education.
Seperti sudah disebutkan diatas, salah satu bentuk anak berkebutuhan
khusus ialah anak yang berkelainan emosional. Kelainan emosional
merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai di masyarakat. Individu
dengan kelainan emosional dikenal sebagai seseorang yang mungkin
mempunyai tipe kelainan yang misterius dan yang tidak dapat diselesaikan.
Kelainan emosional lebih menjelaskan tentang seseorang yang secara kronis
memiliki masalah yang menonjol dalam kehidupan sehari-hari dan bertingkah
laku kurang wajar.
Salah satu kategori penderita kelainan emosional ialah autisme. Autisme
merupakan suatu kondisi yang jarang ditemukan, yang biasanya mempunyai
ciri masalah yang serius dalam berkomunikasi dan ketidakmampuan
berhubungan secara normal dengan orang lain. Akibatnya para penderita autis
ini terisolasi dari kehidupan sosial di masyarakat sehingga mereka cenderung
memiliki minat dan keinginan yang rendah untuk melakukan aktivitas
termasuk di dalamnya juga yaitu aktivitas jasmani. Karena kondisi itu begitu
serius biasanya anak-anak autistik tidak menempuh jenjang pendidikan di
sekolah biasa walaupun mereka sehat, cerdas, dan sering cukup menarik.
Anak-anak autistik ini biasanya dimasukkan ke Sekolah Khusus Autis.
Sebenarnya anak autis memiliki potensi yang sama dengan anak yang
normal, IQ anak autis juga umumnya normal bahkan ada beberapa anak autis
memiliki IQ di atas rata-rata, namun beberapa anak memiliki retardasi mental
atau keterbelakangan mental. Dari sini dapat dikatakan bahwa anak autis
2
mempunyai potensi yang sama hanya saja perkembangannya terhambat dan
terganggu. Anak dengan autisme memiliki ketidakmampuan dalam belajar
dan kegiatan lain yang banyak memerlukan perhatian. Oleh karena itu guruguru kelas harus memberikan perhatian yang intensif kepada mereka karena
mereka sangat memerlukan banyak waktu dan perhatian khusus satu per satu
saat belajar. Anak-anak autistik cenderung menarik diri, apatis, dan tidak
responsif.
Ada dua tipe anak autistik yaitu hiperaktif dan hipoaktif. Tipe-tipe anak
autis
hiperaktif
sering
menunjukkan
perilaku-perilaku
aneh
seperti
menggoyang-goyangkan anggota tubuh, mengepak-ngepakkan tangan seperti
sayap, berputar-putar, melekukkan jarinya di depan mata dan masih banyak
lagi aktivitas anak-anak autis yang hiperaktif. Sedangkan anak-anak hipoaktif
biasanya mengalami hipokinetik. Hipokinetik sendiri merupakan suatu
keadaan kurang bergerak dalam kehidupan sehari-hari sehingga harus segera
di imbangi dengan aktivitas atau latihan fisik yang cukup.
Anak anak autis hipoaktif juga cenderung kurang memiliki minat untuk
melakukan suatu permainan, kurang memiliki kemampuan gerak dasar, hal
ini terlihat ketika anak hipoaktif mengikuti materi pembelajaran olahraga,
aktivitas gerak yang dilakukan cenderung berkurang dikarenakan anak lebih
suka menyendiri atau pasif ketika teman-temannya bermain. (Anggawati
Imanniyah, 2014: 2)
Anak autis juga mengalami gangguan dalam perkembangan saraf
motorik yang meliputi gangguan perkembangan koordinasi, gerakan
stereotype, gangguan perkembangan koordinasi ditandai dengan hambatan
dalam motoriknya sehingga menyebabkan anak autis sulit untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. (American Psychiatric Association 2013:32).
Dengan melakukan aktivitas jasmani yang baik, benar, terukur, dan
teratur dapat secara efektif dan efisien dapat meningkatkan keterampilan
motorik bahkan kemampuan sosialnya juga menjadi lebih terlatih.
Sepertihalnya anak berkebutuhan khusus lainnya, maka anak autis
hipoaktif juga memerlukan penanganan khusus dalam bidang pendidikan
3
untuk mengatasi permasalahan yang dialami yaitu hambatan motorik
kasarnya (gerak). Lutan (2001:21) menyatakan bahwa “kemampuan gerak
dasar dapat diterapkan dalam aneka permainan, olahraga, dan aktivitas
jasmani yang dilakukan sehari-hari”. Melalui aktivitas bermain, sangatlah
tepat untuk mengembangkan keterampilan gerak dasar anak terutama dalam
kehidupan sehari-hari.
Perbaikan keterampilan motorik pada anak autistik hipoaktif dapat
dilakukan melalui bina diri, konsep diri, dan pendidikan jasmani adaptif yang
memungkinkan peserta didik berpartisipasi aktif dalam kegiatan aktivitas
jasmani maupun olahraga dengan memperoleh kebugaran jasmani dan
membantu perkembangan sosial yang positif dalam berinteraksi di
masyarakat. Untuk mengembangkan kebugaran jasmani secara optimal
membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education melalui Pendidikan
Jasmani Adaptif (Adapted Physical Education).
Pendidikan jasmani khusus belum banyak dikenal dan dipahami oleh
para pendidik di Indonesia. Anak-anak autistik yang menempuh pendidikan
di lembaga penyelenggara pendidikan bagi anak yang normal tidak banyak
jumlahnya. Pada umumnya anak-anak autistik ketika dalam pembelajaran
pendidikan jasmani mereka tidak diikutsertakan oleh guru pendidikan jasmani
dalam program kegiatan pendidikan jasmani bagi siswa yang tidak
berkelainan.
Sebenarnya siswa yang berkelainan termasuk di dalamnya penderita autis
mempunyai hak yang sama dengan siswa normal lainnya dalam segala bentuk
kegiatan pembelajaran di sekolah termasuk pendidikan jasmani. Di lembaga
penyelenggara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, guru-guru kelas
maupun guru pendidikan jasmani adaptif harus merencanakan suatu kegiatan
jasmani yang disesuaikan dengan macam-macam dari siswa yang
berkelainan. Untuk dapat merencanakan dan melaksanakan program kegiatan
pendidikan jasmani khusus mereka harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan tambahan sesuai dengan hal-hal yang dibutuhkan sehingga
4
mereka memiliki kemampuan memberikan pendidikan jasmani adaptif yang
efektif dan efisien.
Keterampilan motorik pada anak autis hipoaktif dapat ditingkatkan salah
satunya melalui pendidikan jasmani adaptif (adapted physical education),
yaitu dengan kegiatan atau aktivitas olahraga maupun permainan. Anak autis
pada umumnya memiliki masalah dalam hal motorik yang dapat dilatih.
Demikian halnya permasalahan-permasalahan lain, dimana sebenarnya
masalah tersebut dapat diatasi asalkan ada penanganan khusus. Karena anak
autis bukan tidak bisa melakukan suatu hal (tidak dapat berkembang) hanya
saja mereka terhambat dalam perkembangannya. Semua cabang olahraga
maupun permainan sebenarnya dapat diterapkan pada anak autis. Karena pada
umumnya mereka tidak terganggu dalam aspek fisik. Hanya mungkin perlu
perhatian ekstra dan beberapa modifikasi, karena pada umumnya mereka
memiliki masalah dalam hal interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara),
perilaku emosi, pola bermain, gangguan sensorik dan motorik, perkembangan
terlambat atau tidak normal.
Pada kenyataannya pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan jasmani
adaptif di sekolah anak berkebutuhan khusus pada umumnya masih secara
klasikal, dengan kata lain belum melakukan pembelajaran secara individual.
Hal ini menyebabkan peserta didik belum mendapatkan perhatian yang
maksimal sehingga anak-anak penderita autis hipoaktif ini pun belum dapat
mengembangkan keterampilan motoriknya secara maksimal.
Beberapa fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan Penjas
Adaptif di enam SLB Surakarta masih dikelola secara klasikal berdasarkan
jenis-jenis gangguan/ kelainan/ketunaan yang disandang siswa. Di setiap SLB
belum memiliki guru Penjas Adaptif secara spesifik, guru yang mengajar
adalah guru kelas akibatnya keprofesionalannya dalam mengelola proses
pembelajaran tidak merata, individualistis, dan sangat beragam karena latar
pendidikan, motivasi serta kecintaan guru yang berbeda (LPPM UNS, 2012:
3).
5
Proses pembelajaran Penjas Adaptif cenderung konvensional, yang
terjadi di kelas (lapangan, ruang kelas, dan laboratorium) masih dilaksanakan
sesuai dengan kemampuan dan selera guru pada pokok bahasan atau
pembelajaran permainan dan aktivitas. Proses pembelajarannya kental dengan
praktik pembelajaran konvensional, yakni masih berorientasi ke penguasaan
teknik dasar permainan dan olahraga, dan belum berubah atau bergeser ke
arah proses bagaimana masalah taktik bermain dan berolahraga itu
dibelajarkan. Praktik yang mencolok adalah beberapa guru di SLB mengelola
kelas besar secara gabungan, terdiri atas siswa pada jenjang pendidikan yang
berbeda (SDLB, SMPLB, dan SMALB), sehingga program dan layanan
individual dalam pembelajaran tidak efektif, efisien dan kurang menarik.
Dari keadaan yang telah dijelaskan diatas, seharusnya guru-guru kelas
maupun guru pendidikan jasmani adaptif mampu mengerti, memahami, dan
membuat program aktivitas pendidikan jasmani dan permainan yang sesuai
dengan karakteristik, aktivitas-aktivitas jasmani yang boleh diajarkan dan
aktivitas jasmani yang diboleh diajarkan kepada anak-anak autistik,
menekankan pada pembelajaran pendekatan taktik dalam bentuk permainan
sehingga mereka terangsang untuk berinteraksi sosial dengan teman
sebayanya. Dengan demikian tujuan pelaksanaan pembelajaran pendidikan
jasmani
untuk
memperoleh
kebugaran
jasmani
dan
meningkatkan
keterampilan motorik serta membantu perkembangan sosialnya pun menjadi
lebih baik dan dapat tercapai secara maksimal. Akan tetapi tidak banyak dari
guru-guru kelas ataupun guru pendidikan jasmani adaptif mengetahui
karakteristik, aktivitas-aktivitas yang disarankan maupun yang dilarang bagi
penderita autisme serta macam-macam permainan yang baik untuk
meningkatkan kebugaran jasmani maupun kemampuan sosialnya.
Banyak karakteristik khusus dari kelainan sosial dapat menghambat
proses pembelajaran dalam pendidikan jasmani, oleh karena itu sebagai
seorang guru yang profesional harus mengetahui ciri-ciri maupun
karakteristik
dari
anak-anak
autistik
pembelajaran menjadi lebih kondusif.
hipoaktif
sehingga
lingkungan
6
Dalam melakukan pembelajaran pendidikan jasmani kepada penderita
autisme hipoaktif perlu menggunakan metode, pendekatan, dan strategi
instruksional yang tepat. Tetapi tidak banyak guru kelas maupun guru
pendidikan jasmani adaptif mampu menggunakan metode, cara, pendekatan
yang baik dan benar.
Disinilah pendidikan jasmani adaptif melakukan perannya sebagai bentuk
layanan langsung pendidikan khusus (special education) bagi anak-anak
autistik hipoaktif pada umumnya dan guru kelas maupun guru pendidikan
jasmani adaptif pada khususnya. Selain bermanfaat bagi penderita autisme
hipoaktif, pendidikan jasmani adaptif juga bermanfaat bagi guru-guru kelas
maupun guru pendidikan jasmani. Dengan dilaksanakannya pendidikan
jasmani adaptif di sekolah, para guru dapat memperoleh pengetahuan,
mengerti, memahami, dan dapat membuat rencana pembelajaran pendidikan
jasmani yang menyenangkan bagi peserta didik karena memang tujuan utama
dari pendidikan jasmani ialah siswa memperoleh kesenangan, bebas stres, dan
menumbuhkan jiwa sportivitas.
Pendidikan jasmani adaptif memungkinkan proses pembelajaran dapat
terlaksana dengan aman, tertib, lancar, bermanfaat dan menyenangkan
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa karakteristik dan strategi instruksional yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran pendidikan jasmani adaptif bagi anak autis?
2. Apa aktivitas-aktivitas yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam
pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak autis hipoaktif?
3. Bagaimana model aktivitas pendidikan jasmani adaptif yang dapat
meningkatkan kebugaran jasmani anak autis hipoaktif?
4. Apa contoh permainan sederhana yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran pendidikan jasmani adaptif untuk anak autis hipoaktif?
7
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang karakteristik dan strategi instruksional dalam
mengajar anak autis.
2. Untuk mengetahui aktivitas-aktivitas apa saja yang boleh dan yang tidak
boleh dilakukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif bagi
anak autis hipoaktif.
3. Dapat memahami dan membuat program aktivitas jasmani, latihan dan
atau permainanyang menyenangkan untuk anak autis hipoaktif.
4. Untuk mengetahui contoh-contoh permainan sederhana yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif untuk anak
autis hipoaktif.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Anak Berkebutuhan Khusus dan Autis
1.
Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang mengalami gangguan secara
fisik, mental, emosional, intelektual, sosial dan atau indranya mengalami
gangguan yang sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensinya
secara optimal membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education.
ABK memiliki hak yang sama dalam semua hal termasuk hak
memperoleh pelayanan pendidikan dan pengajaran seperti anak-anak lain
pada umumnya. Yang membedakan antara anak yang berkebutuhan khusus
dengan anak normal ialah adanya gangguan, kelainan, dan/atau ketunaan
yang disandangnya. Gangguan bisa terletak pada aspek fisik, mental,
emosional, intelektual, sosial, maupun indranya bahkan gabungan dari
beberapa kelainan yang ada. Mereka mempunyai gangguan atau kelainan
yang sedemikian rupa sehingga membutuhkan pendidikan jasmani adaptif.
Jumlah ABK usia sekolah di Indonesia tidak sedikit. Menurut data BPS,
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 sekitar 220 juta, jumlah penyandang
cacatnya 1,54 juta (0,7%) Sedangkan jumlah penyandang cacat usia sekolah
sebanyak 330 ribu (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006).
2.
Autis
Autistic berarti sendiri. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan anak
yang selalu mempunyai keinginan sendiri. Autis adalah anak yang mengalami
gangguan pada kontak afektif atau perasaan. (Tin Suharmini, 2009: 71).
Menurut Indra Gamayanti dalam Tin Suharmini (2009: 71) menjelaskan
bahwa
autisme
merupakan
suatu
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan suatu jenis gangguan perkembangan pervasif pada anak.
Kendala yang sangat menyolok pada anak autis ini adalah interaksi sosial dan
komunikasi.
9
Sedangkan menurut Yatim dalam Tin Suharmini (2009: 71) mengatakan
bahwa autis bukan gejala penyakit melainkan berupa syndrome, anak
mengalami gangguan perkembangan sosial, kemampuan bahasa dan
ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar sehingga anak autis seperti hidup
dalam dunianya sendiri.
Menurut Kak Okha (2013: 7) mengatakan bahwa autis adalah gangguan
perkembangan yang sangat kompleks pada anak yang gejalanya telah timbul
sebelum anak tersebut mencapai usia tiga tahun. Penyebabnya adalah
gangguan neurobiologist yang mempengaruhi fungsi otak sehingga anak
tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia luar secara
efektif.
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika memperkirakan 2% dari
semua anak dan pemuda menderita kelainan emosional. Hasil dari sejumlah
survey melaporkan bahwa autisme dijumpai satu dari 10.000 kelahiran
biasanya bayi laki-laki pertama.
Dulu anak-anak
dengan gejala autisme sering disebut sebagai
schizophremia anak-anak. Namun kemudian beberapa ahli menjelaskan
bahwa autisme tidak sama dengan schizophremia. Anak-anak autistik
biasanya sudah menunjukkan penyimpangan sejak dini, sedang penderita
schizophremia biasanya belum ada ketika anak masih kecil. Pada anak
autistik mengalami kesukaran dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan tidak
ada interest (ketertarikan) sehingga anak autistik ini tidak berhalusinasi. (Tin
Suhartini, 2009: 71). Sedangkan schizophremia sendiri merupakan individu
psikotik yang serius biasanya terlibat dalam perilaku yang berkaitan dengan
seseatu yang sangat menghantui pikirannya (obsesif) dan perilaku bercirikan
halusinasi. (Arma Abdoellah, 1996: 112).
Gejala autisme sebenarnya sudah dapat diamati sejak bayi, karena autis
dimulai sejak bayi lahir. Autisme dapat terdeteksi sejak usia ¾ bulan, yaitu
dengan melihat gejala seperti tidak ada kontak mata, tidak merespon
lingkungandengan ocehan-ocehan, dan tidak mengoceh. Pada usia satu tahun
menunjukkan hambatan interaksi sosial timbal balik contohnya menolak
10
dipeluk. Tidak adanya kontak mata menunjukkan anak tidak mempunyai
kemampuan untuk berinteraksi sosial dengan orang lain. Anak juga nampak
tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Anak autistik juga menunjukkan
ketidakmampuan dalam berkomunikasi.
Sampai saat ini beberapa penyebab autis masih dalam penelitian para
ahli. Ada yang menyebutkan bahwa penyebab autis adalah karena anak
kehilangan afeksi, gangguan perkembangan otak, atau sirkulasi darah ke otak.
Ada juga yang menyebutkan bahwa penyebab autis adalah disfungsi otak,
organik dan faktor keturunan. (Tin Suharmini, 2009: 72-73).
Kurang lebih 50% anak autistik mengalami gangguan berbahasa dan
berbicara. Ada anak yang mengalami gangguan pengucapan atau yang sering
disebut dengan echolalia. Echolalia sendiri merupakan suatu gangguan
pegucapan yang diasosiasikan dengan autis dimana anak-anak menggemakan
apa yang mereka dengar. Contohnya, jika ada orang lain yang bertanya
“Siapa namamu?”, maka dia akan menjawab “Siapa namamu?”. (Tin
Suharmini, 2009:73).
3.
Gejala dan Ciri-Ciri Anak Autis
Menurut Koegel & Lazebnik dalam Tin Suharmini (2009: 71)
memberikan gambaran bahwa gejala-gejala autis yaitu sebagi berikut:
a. Kesukaran untuk berkomunikasi dengan orang lain.
b. Kesukaran untuk berinteraksi dengan orang lain.
c. Tidak ada interest (ketertarikan).
Ketiga gejala ini terus menerus ada dalam diri dan kehidupan anak
tersebut.
Arma Abdoellah (1996: 112) menyebutkan bahwa anak-anak autistik
memperlihatkan satu atau lebih ciri khusus antara lain sebagai berikut:
a. Mempunyai kesulitan dalam berbicara dan bahasa.
b. Menarik diri, apatis, dan tidak responsif.
c. Tidak mau berubah, tidak bosan melakukan hal yang sama.
d. Tidak menaruh perhatian pada orang lain dan lingkungan.
11
e. Perhatian berlebih pada objek yang tidak hidup.
f. Hiperaktif (sering sibuk sendiri dengan perbuatan yang merangsang diri
sendiri seperti mengguncang-gunjang kepala, menggoyang-goyangkan
tubuh, mengepak-negepakkan sayap seperti sayap, menekuk jari-jarinya di
depan mata, melompat naik turun, dimanan perlaku-perilaku ini dilakukan
secara stereotype).
g. Sulit tidur dan makan.
Menurut Stone (Arma Abdoellah, 1996: 113) menyebutkan bahwa ada
beberapa perilaku yag kurang tepat dari peserta didik yang berkelainan
emosional pada saat diberikan pelajaran pendidikan jasmani yaitu:
a. Distraktibilitas (kemampuan mengalihkan perhatian orang lain dari satu
objek yang sedang diamati).
b. Kurang baik interaksi dengan teman sebaya.
c. Secara berlebihan mengganggu peserta didik lain.
d. Tingkah laku yang aneh.
e. Tidak berdiri dalam satu barisan.
f. Sukar mengerjakan tugas yang dilakukan sendiri.
g. Ketidakmampuan menerima petunjuk dan pengarahan.
h. Cepat marah.
i. Inaksesibilitas (tidak esponsif terhadap rangsang atau perintah verbal).
idak esponsif terhadap rangsang atau perintah verbal).
j. Perhatian tidak lama pada sesuatu.
k. Menggangu kegiatan rutin di kelas dan bertingkah laku merusak.
l. Menentang guru dan menyerang orang lain secara impulsif (tanpa
dipikirkan).
m. Ekspresi yang kosong, tidak dapat diramalkan, diam membeku dan
terkadang tertawa sendiri.
n. Merusak atau mengambil benda milik orang lain.
o. Eksitabilitas (mudah terangsang secara emosional).
p. Disorientasi (kehilangan menentukan tempat dn waktu).
12
4.
Perkembangan Motorik dan Keterampilan Motorik
Perkembangan motorik adalah suatu proses kemasakan motorik atau
gerakan yang langsung melibatkan otot untuk bergerak dan proses
pensyarafan yang menjadikan seseorang mampu menggerakkan anggota
tubuhnya. Sedangkan perkembangan
motorik menurut B. Suhartini
adalahbertambah baiknya aktivitas jasmani yang dikoordinasi oleh pusat
syaraf, syaraf dan otot. Ketiganya berjalan secara selaras. (Endang Rini
Sukamti, 2011: 11).
Menurut
Hurlock
perkembangan
motorik
adalah
perkembangan
pengendalian gerak jasmaniah melalui kegitan pusat syaraf, syaraf dan otor
yang terkoordinasi. Pengendalian tersenut berasal dari perkembangan refleksi
dan kegitan massa yang ada pada waktu lahir. (Endang Rini Sukamti,
2011:11).
Menurut Keogh mengatakan bahwa
perkembangan gerak yaitu
perubahan kompetensi kemampuan dari mulai bayi (infancy) sampai masa
dewasa (adulthoud) serta melibatkan berbagai aspek perilaku manusia,
kemampuan gerak, dan aspek perilaku yang ada pada manusia mempengaruhi
perkembangan gerak dan perkembangan gerak sendiri mempengaruhi
kemampuan dan perilaku manusia. (Endang Rini Sukamti, 2011:12).
Sedangkan menurut Cronbach mendefinisikan keterampilan motorik
dengan mengaitkan pada kata otomatik cepat dan akurat. Setiap rangkaian
keterampilan yang terlatih merupakan rangkaian koordinasi dari beratus-ratus
otot yang rumit dan melibatkan perbedaan isyarat serta koreksi kesalahan
yang berkesinambungan. (Endang Rini Sukamti, 2011: 13). Berikut hal-hal
penting yang perlu diperhatikan dalam mempelajari keterampilan motorik
yaitu:
a. Kesiapan belajar
b. Kesempatan belajar
c. Kesempatan berpraktik
d. Model yang baik
e. Bimbingan
13
f. Motivasi
g. Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu
h. Keterampilan sebaiknya dipelajari satu per satu.
Keterampilan motorik yang berbeda akan memainkan peran yang
berbeda pula dalam penyesuaian sosial dan pribadi anak. Dibawah ini
kategori fungsi keterampilan motorik menurut Endang Rini Sukamti (2011:
26) antara lain:
a. Keterampilan bantu diri (self help)
Untuk mencapai kemandiriannya, anak harus mempelajari keterampilan
motorik yang memungkinkan mereka mampu melakukan segala sesuatu
bagi diri mereka sendiri. Contohnya keterampilan makan, berpakaian,
merawat diri, dan mandi.
b. Keterampilan bantu sosial
Untuk menjadi anggota kelompok sosial yang diterima di dalm sekolah,
tetangga, dan lingkungan pergaulan, anak harus menjadi anggota yang
kooperatif. Untuk dapat diterima dalam kelompok, anak memerlukan
keterampilan tertentu.
c. Keterampilan bermain
Untuk dapat menikmati kegiatan kelompok sebaya dan menghibur diri
di luar kelompok sebaya. Anak harus mempelajari keterampilan bermain.
d. Keterampilan sekolah
Sebagaian besar pekerjaan di sekolah melibatkan keterampilan motorik
seperti menulis, menggambar, melukis, mewarnai, menari, dll. Semakin
banyak dan semakin baik keterampilan yang dimiliki, maka semakin baik
pula pola penyesuaian sosial yang dilakukan.
5.
Perkembangan Motorik Kasar
Motorik kasar memacu kemampuan anak saat beraktivitas dengan
menggunakan otot-otot besarnya, seperti lokomotor, nonlokomotor, dan
manipulatih. Nonlokomotor ialah aktivitas gerak tanpa harus memindahkan
tubuh ke tempat lain, contoh: meregang, mendorong, menarik, dan
14
membungkuk. Lokomotor ialah aktivitas gerak memindahkan tubuh daari
satu tempat ke tempat lain, contoh: jalan, lari, lompat, loncat, jingkat, dan
lompat tali. Manipulatif ialah aktivitas gerak memanipulasi benda, contoh:
melemper, menggiring, menangkap, dan menendang. (Endang Rini Sukamti,
2011: 53).
6.
Hakikat Pendidikan Jasmani
Pendidikan
Jasmani
adalah
sebuah
proses
pendidikan
yang
menitikberatkan pada kegiatan aktifitas fisik, sehingga pendidikan tersebut
dapat berguna untuk perbaikan kualitas hidup suatu individu, baik itu dalam
hal fisik, mental, serta emosional.
Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang memperhatikan dua aspek
unsur yang membentuk seseorang yaitu aspek fisik dan aspek mental.
Pendidikan Jasmani adalah suatu bidang kajian yang luas. Namun lebih
memperhatikan peningkatan gerak manusia. Terutama berkaitan dengan
hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan
dari perkembangan tubuh fisik dengan pikiran dan jiwanya. Tidak ada bidang
tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan
perkembangan total manusia.
Dalam literatur terdapat banyak definisi pendidikan jasmani yang
disampaikan oleh para pakar, antara lain: pendidikan jasmani sebagai proses
gerak insani (human movement) yang dapat berupa aktivitas jasmani,
permainan atau olahraga untuk mencapai tujuan pendidikan. Sejalan dengan
upaya mencapai tujuan pendidikan maka dalam pendidikan jasmani
dikembangkan potensi individu, kemampuan fisik, intelektual, emosional,
sosial, dan moral spiritual.
Menurut Nixon dan Jewett (Arma Abdoellah, 1996: 2) menyebutkan
bahwa pendidikan jasmani adalah suatu aspek dari pendidikan secara
keseluruhan yang berkenaan dengan dengan pengunaan dan perkembangan
kemampuan gerak individu yang sukarela dan berguna serta berlangsung
dengan respon mental, emosional dan sosial.
15
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani adalah salah satu aaspek
dari proses pendidikan keseluruhan peserta didik melalui kegiatan jasmani
yang dirancang secara sistematis yang dilakukan secara sadar dan terprogram
dalam usaha meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, sosial, dan
perkembangan kognitif.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 2) mengatakan bahwa tujuan
pendidikan jasmani dapat diklasifikasikan menjadi lima antara lain:
1. Perkembangan keehatan, jasmani, dan organ-organ tubuh.
2. Perkembangan mental-emosional
3. Perkembangan syaraf-otot (neuro-muskular) atau keterampilan jasmani.
4. Perkembangan sosial.
5. Perkembangan kecerdasan atau intelektual.
7.
Pendidikan Jasmani Adaptif
Pendidikan jasmani khusus merupakan suatu sistem penyampaian
pelayanan yang komprehensif yang dirancang untuk mengidentifikasi, dan
memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Pelayanan tersebut mencakup
penilaian, porgram pendidikan individual (PPI), pengajaran bersifat
pengembangan dan/atau yang disarankan, konseling, dan koordinasi dari
sumber atau layanan untuk memberikan pengalaman pendidikan jasmani
yang optimal kepada semua anak dan pemuda. (Sherril dalam Arma
Abdoellah, 1996: 3).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani khusus adalah
satu bagian khusus dalam pendidikan jasmani yang dikembangkan untuk
menyediakan program bagi individu yang berkebutuhan khusus. (French dan
Jansma, 1982: 8).
Sedang pendidikan jasmani disesuaikan atau yang sering dikenal dengan
istilah pendidikan jasmani adaptif (adapted physical education) adalah
pendidikan melalui program aktivitas jasmani yang dimodifikasi untuk
memungkin individu yang berkelainan memperoleh kesempatan untuk dapat
16
berpartisipasi dengan aman, sukses, dan memperoleh kesenangan yang
berarti.
8.
Tujuan Pendidikan Jasmani Adaptif
Tujuan pendidikan jasmani adaptif bagi anak berkebutuhan khusus juga
bersifat holistik, seperti tujuan penjasorkes untuk anak-anak normal pada
umumnya, yaitu mencakup tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, keterampilan gerak, sosial, dan intelektual. Di
samping itu, proses pendidikan itu penting untuk menanamkan nilai-nilai dan
sikap positif terhadap keterbatasan kemampuan baik dari segi fisik maupun
mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan
memiliki rasa percaya diri dan harga diri.
Oleh karena itu para guru penjaskes adaptif seyogyanya membantu
peserta didiknya agar tidak merasa rendah diri dan terisolasi dari
lingkungannya. Kepada peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan
aktifitas jasmani melalui berbagai macam olahraga dan permainan. Pemberian
kesempatan itu merupakan pengakuan bahwa mereka memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan anak-anak normal. Melalui aktivitas pendidikan
jasmani adaptif yang mengandung unsur kegembiraan dan kesenangan, anakanak dapat memahami dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan serta mengoreksi kelainan-kelainan yang dialami setiap anak.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 4) menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan jasmani bagi anak yang berkebutuhan khusus adalah untuk
membantu mereka mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani,
emosional, sosial, intelektual yang sepadan dengan potensi mereka melalui
program aktivitas jasmani biasa dan khusus yang dirancang dengan hati-hati.
Adapun tujuan khusus pendidikan jasmani adaptif adalah untuk menolong
peserta didik untuk mencapai tujuan umum sebagai berikut:
a. Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat di perbaiki.
b. Untuk membantu siswa melindungi diri sendir dan kondisi apapun yang
akan mempeprburuk keadaannya melalui aktivitas jasmani tertentu.
17
c. Untuk memberikan kesempatan siswa mempelajari dan berpartisipasi
dalam kegiatan aktivitas jasmani dan permainan yang rekreatif.
d. Untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan
mentalnya.
e. Untuk
membantu
siswa
melakukan
penyesusaian
sosial
dan
mengembangkan perasaan memiliki harga diri.
f. Untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan apresiasi
terhadap mekanika tubuh yang baik.
g. Untuk menolong siswa memahami dan menghargai berbagai macam
olahraga maupun permainan yang dapat dinikmatinya sebagai penonton.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 9) ada enam manfaat pendidikan jasmani
adaptif yaitu:
a. Aktivitas jasmani dapat membantu perkembangan jasmani secara
maksimal.
b. Aktivitas jasmani mempengaruhi perkembangan keterampilan gerak, dapat
membantu anak mengembangkan gerak secara efisien koordinasi syarafotot (neuromuskular).
c. Dapat membantu anak mengembangkan tingkat kebugaran jasmaninya
secara optimal untuk kehidupan sehari-hari.
d. Anak dapat belajar untuk menguasai emosinya dan perilaku lainnya
dengan baik.
e. Pendidikan jasmani dapat membantu anak belajar dengan cara berinteraksi
dengan orang lain.
18
BAB III
PEMBAHASAN
A. Karakteristik dan Strategi Instruksional
Banyak dari karakteristik khusus dari anak autistik yang dapat
menghambat pembelajaran pendidikan jasmani. Oleh karena itu para pendidik
harus
memperhatikan
karakteristik
dan
harus
mengetahui
strategi
instruksional yang tepat dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
Karakteristik anak autistik dan strategi insruksional dalam pembelajaran
pendidikan jasmani menurut Arma Abdoellah (1996: 115) antara lain:
KARAKTERISTIK
a. Psikomotor
STRATEGI INSTRUKSIONAL
1. Peserta didik dengan kelainan Pilih aktivitas jasmani dengan tujuan
emosional biasanya mencapai meningkatkan perkembangan afektif.
pertumbuhan
fisiologis
dan Contohnya: Permainan Ular Naga
anatomis tanpa perkembangan Panjang, permainan ini membutuhkan
afektif yang sama.
kerja sama dan kekompakan dalam
tim. Hal ini akan mengakibatkan
peserta didik berkomunikasi satu sama
lain.
2. Semakin
besar
emosional
kelainan Lakukan
aktivitas
penguatan
semakin ulanglah
aktivitas
tersebut
cenderung individu kurang meningkatkan
tajam
daya
kebugaran
persepsi
dan keterampilan
dan
untuk
kebugaran
jasmani,
gerak,
dan
jasmaninya. perkembangan sosialnya.
Secara khusus hal ini benar
bagi individu yang sangat
emosional.
3. Individu
Menyusun
program
pendidikan
berkelainan jasmani yang sistematis. Hal ini
emosional sering mempunyai cenderung
merangsangn
reaksi
emosi yang meningkat secara fisiologis yang alami dan akan dapat
19
langsung
sehingga menyalurkan
mempengaruhi
fisiologisnya
dengan
baik
parameter kemarahannya.
(contohnya
denyut jantung meningkat)
yang
dapat
menyebabkan
kemarahan yang tidak wajar.
4. Peserta
didik
Usahakan menyusun satu program
berkelainan pendidikan jasmani untuk perorangan.
emosional mempunyai satu
rentangan yang luas dalam
gerak dan kebugaran jasmani
dari yang rendah ke yang
tinggi.
Mengendalikan perilaku dan menjalin
5. Gangguan perilaku khusus komunikasi adalah prasyarat penting
tipe apapun (agresi, tidak dalam pembelajaran psikomotorik.
responsif,
menarik
menghalangi
gerak
dan
diri)
pembelajaran
peningkatan
kebugaran jasmani.
6. Untuk
dari
kerja
peserta
Kumpulkan data dari kemampuan
psikomotorik jasmani,
didik
kebugaran
berguna dan memberikan informasi.
Semua
didik
atau
dapat jasmani. Skor-skor terbaik akan sangat
berubah dari waktu ke waktu.
7. Peserta
gerak
cenderung jasmani
tipe
aktivitas
dapat
pendidikan
diberikan
dengan
berorientasi tindakan (action
sukses.
oriented).
Lebih ditekankan pada olahraga dan
8. Peserta didik yang tidak dapat permainan, namun guru pendidikan
menyesuaikan
sosial
yang
diri
secara jasmani juga menjelaskan kepada
berkelainan mereka
bahwa
kemampuan
emosional sering mencapai akademiknya jangan diabaikan.
kemampuan yang menonjol
dalam
olahraga
dan
20
permainan.
Jangan dipaksakan aktivitas olahraga
9. Sebagaian dari peserta didik kepada peserta didik yang enggan
yang
tidak
dapat untuk melakukannya. Secara sedikit
menyesuaikan diri atau nakal demi sedikit perkenalkan aktivitas
cenderung
tidak
mau jasmani dengan penekanan awal pada
berolahraga yang ada unsur partisipasi dan kesukaan menonton.
“kalah-menang” di dalamnya.
b. Kognitif
Secara tradisional dorongan yang kuat
1. Skor tes IQ peserta didik untuk berprestasi dalam semua bidang
berkelainan emosional rata- adalah hak istimewa bila berpartisi
rata di bawah normal. Prestasi adalam olahraga antar sekolah dan
mereka di sekolah biasanya intramural.
lebih rendah daripada yang
diramalkan, dan banyak juga
masalah dalam belajar.
Harus jujur dengan peserta didik,
2. Peserta didik yang emosinya secara langsung bicarakan masalah
terganggu atau kacau sering yang mereka hadapi pada waktu yang
salah memahami reaksi atau tepat.
maksud orang lain.
3. Beberapa
peserta
Ciptakan
didik membatasi
satu
dan
lingkungan
yang
peraturan
pokok
dengan gangguan emosional dipatuhi oleh guru dan peserta didik.
yang
sangat
sekali
berat,
tidak
sama
mempunyai
pengertian
tentang
keselamatan
dan
mengabaikannya.
Rencanakan
beberapa
aktivitas
4. Banyak peserta didik yang jasmani dalam setiap pembelajaran
menaruh
perhatian
tidak pendidikan jasmani. Jika peserta didik
terlalu lama pada satu objek.
membantu dalam perencanaan, maka
perhatian mereka cenderung lebih
21
baik.
Amati dengan cermat serta bersikap
5. Peserta
didik
sering empatik
mengkomunikasikan
kebutuhan
Temukan
peserta
tingkat Usaha
yang
yang
sumber-sumber
yang
didik menjembatani dwi bahasa (bilingual).
mempunyai
khususnya
bereaksi
tidak atau pantas.
dengan kata-kata.
kekecewaan
terpaksa
terhadap perilaku yang kurang baik
mereka
6. Beberapa
jika
ini
dapat
mencakup
rendah penggunaan bahasa sebagai syarat
berkaitan dalam pendidikan jasmani. Bantu
dengan persepsi orang lain peserta didik memiliki kebanggaan
mengenai
bahasa
yang dengan
mereka gunakan.
latar
belakang
etniknya.
Kelambatan dan kurang sabar dalam
bahasa
jangan
dikaitkan
dengan
kurang cerdas.
c. Afektif
1. Sebagai
Merencanakan program perorangan
satu
individu
populasi, secara hati-hati.
berkelainan
emosional khususnya dalam Ciptakan komunikasi dengan peserta
bidang afektif.
2. Peserta
didik
didik
sebelum
menggunakan
berkelakuan manipulasi kinestetik dan manual.
tidak baik, terkadang peka Semua rangsang lingkungan harus di
terhadap sentuhan.
3. Peserta
didik
bawah
yang rangsang
kontrol
yang
guru.
Tonjolkan
relevan
dan
berkelainan emosional dapat kurangirangsang yang mengganggu.
dengan
mudah
perhatiannya.
terganggu Harus tenang dan sabar. Gabungkan
aktivitas tenang dengan yang tidak
tenang.
4. Peserta didik sering mudah Berikan aktivitas jasmani yang tidak
22
marah atau tersinggung.
5. Sejumlah
peserta
berkelainan
memenuhi
kebutuhan
didik psikomotor, tetapi juga menhindari
emosional perilaku yang ekstrim. Sifat agresif
cenderung
perilaku
hanya
memperlihatkan dan
ekstrovert
marah
kadang-kadang
perlu
seperti ditangani untuk pengendalian diri.
agresi.
Berikan perhatian pada hubungan yng
6. Peserta
didik
cenderung sehat
memperlihatkan
melalui
aktivitas
yang
perilaku menciptakan interaksi. Aktivitas satu
introvert seperti menarik diri lawan satu, kelompok kecil dan
atau mengurung diri.
kelompok
besar
harus
diberikan
secara bertingkat.
Tegakkan disiplin dan sikap konsisten.
7. Peserta
didik
terkadang Yang paling utama adalah tetap
menentang secara lisan atau tenang, menjadi pendengar yang aktif,
fisik
kewenangan
tertentu gunakan tindakan fisik jika peserta
dari guru.
didik
bertindak
membahayakan
dirinya tau orang lain.
Berikan rencana pelajaran yang tidak
8. Peserta didik asyik dengan hanya
pikirannya
sendiri
memenuhi
bahkan perkembangan,
kebutuhan
tetapi
juga
agar
kadang tidak masuk akal. membentuk gerak yang lancar.
Mereka
asyik
dengan
berhalusinasi dan berkhayal.
Guru
memberikan
perhatian
dan
9. Peserta didik kadang-kadang menasihati peserta didik, mencari
menunjukkan
diri
dalam bantuan dengan tim pendidikan yang
bentuk merusak diri sendiri.
mempunyai pengetahuan lebih banyak
dalam
menangani
gangguan
psikologis dan reaksi tidak dapat
menyesuaikan diri.
Gunakan aktivitas yang rileks dan
10. Perilaku yang bertentangan nonkompetitif untuk anak hiperaktif,
23
seperti
hiperaktivitas
hipoaktivitas
peserta
adalah
dan permainan dengan unsur banyak gerak
ciri paling tepat untuk anak hipoaktif.
didik
yang
berkelainan emosional.
11. Peserta
didik
Berikan aktivitas pendidikan jasmani
kurang yang
mempunyai konsep diri.
sistematis
memungkinkan
sehinnga
anak
memperoleh
sukses. Hal ini kan memperbaiki
penampilan dan perasaan harga diri.
Menciptakan
hubungan
dan
12. Peserta didik sering curiga komunikasi yang baik dengan peserta
terhadap orang lain.
didik.
Komunikasikan dengan positif semua
13. Peserta
didim
dengan hal yang ada, usahakan agar mereka
masalah perilaku sering sulit mempunyai
menerima perubahan, kritik, perbedaan
dan pembatasan.
apresiasi
setiap
terhadap
orang
sehingga
mereka menerima perubahan tanpa
menarik diri dari pergaulan.
Melibatkan
14. Peserta
didik
peserta
didik
dalam
cenderung aktivitas yang tidak menakutkan dan
mudah takut dan sering takut tidak ada menang-kalah.
akan
sanksi
sesungguhnya
sosial
atau
yang
dibayangkan.
Berikan peran menjadi pemimpin
15. Peserta didik sering berusaha kepada mereka yang berperilaku baik.
untuk
menarik
perhatian
dalam bentuk apapun.
Jangan
16. Reaksi emosional terhadap peserta
paksakan
didik.
aktivtas
Secara
aktivitas baru dalam bentuk perkenalkan
aktivitas
ketakutan
yang
yang
berlebihan lingkungan
dan kekhawatiran yang sangat Dimulai
adalah biasa.
dari
aktivitas
menuju kompleks.
bertahap
baru
sudah
kepada
dalam
dikenal.
sederhana
24
Bermain dalam olahraga beregu dapat
17. Melanggar peraturan dengan menimbulkan rasa hormat terhadap
sengaja adalah ciri individu peraturan, guru, dan teman sebaya.
yang
tidak
menyesuaikan
dapat
diri
secara
emosional.
d. Umum
Tidak semua peserta didik dengan
1. Cenderung ke arah ekstrim masalah yang sama harus ditempatkan
dalam frekuensi, lamanya dan dalam kelas yang sama.
perilaku yang tidak pentas.
2. Peserta
didik
Mereka harus diberi tahu akibat dari
biasanya perilaku yang tidak dapat diramalkan
mempunyai ciri melakukan dan yang tidak baik.
sesuatu
yang
tidak
dapat
diramalkan.
3. Gangguan
kemampuan
Intervensi dini dan memperlihatkan
perilaku
dan perilaku yang baik akan membantu
menyesuaikan dalam pencegahan gangguan perilaku.
diri yang berlangsung lama
akan membentuk gaya hidup
individu.
Guru pendidikan jasmani adaptif sebaiknya memahami karakteristik anak
autis dan mengetahui strategi instruksional dalam pelaksanaan pembelajaran
pendidikan jasmani sehingga tujuan-tujuan telah ditentukan dapat dicapai
dengan baik. Ketika guru memahami karakteristik dan kebutuhan peserta
didiknya maka pembelajaran dapat terlaksana dengan aman, tertib, lancar,
dan bermanfaat bagi peserta didik. Guru juga harus membuat program
pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik sehingga aspek motorik,
aspek perkembangan sosial dan psikologis dapat berkembangan secara
maksimal. Guru menyusun program aktivitas jasmani, latihan maupun
25
permainan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketika seorang guru
bertujuan meningkatkan keterampilan motorik kasar maka guru harus
menyusun program latihan, aktivitas jasmani atau permainan yang sesuai dan
merujuk pada inti latihan yaitu melatih komponen-komponen keterampilan
motorik kasar seperti pola gerak dasar. Maka dari itu guru sebaiknya paham
mengenai prinsip-prinsip perkembangan keterampilan manusia dan tahapan
perkembangan keterampilan motorik anak sehingga hal ini dapat dijadikan
pedoman untuk menyusun program latihan yang sesuai.
Dalam proses pembelajaran guru juga harus mampu mengendalikan
peserta didik atau lebih tepatnya pengelolaan kelas agar lingkungan
pembelajaran menjadi lebih kondusif dan efektif.
B. Aktivitas yang Disarankan dan Dilarang untuk Anak Autis Hipoaktif
1. Kebugaran Jasmani
Menurut Arma Abdoellah (1996: 119) menyatakan bahwa indeks
kebugaran jasmani dari peserta didik yang berkelainan emosional
cenderung berada di bawah normal. Penelitian juga mendukung pendapat
bahwa gambar diri dan konsep diri peserta didik cenderung kurang. Jadi
peserta didik autis membutuhkan program pendidikan jasmani yang
menitikbertakan pada kebugaran jasmani dan keterampilan gerak
(motorik).
Perbaikan atau peningkatan kebugaran jasmani tidak saja akan
memberikan gambar diri dan konsep diri, tetapi juga memungkinkan
partisipasi dalam olahraga, aktivitas jasmani, maupun permainan yang
mempunyai dampak langsung terhadap pengalaman sosial yang positif.
Selain itu dengan kebugaran jasmani yang baik peserta didik dapat lebih
baik dalam mengahadapi kegiatan pembelajaran di kelas termasuk
pendidikan jasmani yang menuntut aktivitas jasmani yang lebih kompleks.
Dengan tingkat kebugaran jasmani yang baik pula dapat sedikitnya
mengurangi resiko terkena pernyakit.
26
Oleh karena itu pendidikan jasmani adaptif seharusnya ditekankan
pada program mengembangkan daya tahan tubuh, kardiovaskuler, dan
kardiorespirasi. Aktivitas kesegaran jasmani dapat dilaksanakan dalam
situasi terbuka jika sarana dan prasarana kurang memadai. Contohnya
dengan melakukan senam kebugaran jasmani di halaman sekolah secara
berkelompok. Latihan penguluran dan lari bersama-sama satu arah secara
berkelompokpun dapat dilakukan. Ban-ban bekas dapat pula digunakan
untuk membatasi gerak pada suatu tempat.
2. Keterampilan Motorik Kasar dan Pola Gerak Dasar
Peserta didik berkelainan terbukti juga kurang dalam penguasaan
keterampilan gerak dan pola gerak dasar. Anak-anak harus diberikan
aktivitas secara terus-menerus untuk meningkatkan pemahaman orientasi
tempat, arah, gambar diri, konsep diri gerak, sikap tubuh, koordinasi mata
dengan tangan adan kaki, keseimbangan dan irama.
Semua anak memerlukan kepercayaan diri dalam bekerja secara
individual dengan sarana dan prasarana yang tidak menakutkan untuk
meningkatkan pola gerak dasar. Hal ini diperlukan untuk dapat
berpartisipasi dalam permainan, dan yang lebih penting ialah unsur sosial
yang sangat dibutuhkan.
Untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar, seorang guru dapat
memerintahkan kepada peserta didik untuk membuat terowongan dari
kedua tangan peserta didik. Anak-anak yang lain berbaris kebelakang dan
diperintahkan
bernyanyi
sambil
berjalan
melewati
terowongan.
Barangsiapa yang berada dalam terowongan saat lagu berhenti maka dia
berfungsi sebagai terowongan dan berdiri di belakang kedua temannya
yang bertugas sebagai terowongan. Begitu seterusnya sampai habis barisan
peserta didiknya.
Peserta didik juga dapat melakukan aktivitas memantulkan bola atau
lempar tangkap bola warna-warni dengan teman sepermainannya. Setelah
itu selesai peserta didik diarahkan membentuk formasi lingkaran. Dan satu
anak di tengah sebagai serigala dan lainnya bertugas sebagai harimau.
27
Mereka akan bermain kejar-kejaran ketika seorang serigala melemparkan
bola ke salah satu harimau, harimau harus lari dan mengumpan atau
melempar bola ke teman yang lain agar dia tidak menjadi target kejaran
dari serigala. Apabila bola yang dilempar mengenai atau bahkan
tertangkap oleh serigala maka harimau yang mmelempar berubah menjadi
serigala pemburu. Permainan ini dapat melatih gerak seperti jalan, lari,
menangkap, melempar, dan koordinasi tubuh.
3. Aktivitas Individual dan Kelompok
Partisipasi dalam aktivitas perorangan dan kelompok tidak saja
memberikan keuntungan psikomotik, tetapi memberikan satu suasan
dimana mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Aktivitas
perorangan dan kelompok mempunyai unsur yang memungkinkan
mengurangi sifat agresif dan energi yang menumpuk dengan cara yang
dapat diterima secara sosial. Selain itu peserta didik dapat memperoleh
kesenangan sehingga mampu berinteraksi dan bekerjasama dengan teman
satu kelompoknya.
Guru pendidikan jasmani harus memberikan aktivitas sosial untuk
penguatan dan memasukkanya secra sistematis dalam program pendidikan
jasmani. Guru harus memperkenalkan permain dari yang mudah menjadi
sulit dan sederhana menjadi kompleks.
4. Pendidikan Gerak
Peserta didik yang perhatiannya mudah terganggu mungkin akan
memperoleh keuntungan dari pendidikan gerak yang tidak terstruktur,
tetapi karena banyak gerak yang acak jelas akan mengganggu peserta didik
lain. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah bermain menurut cerita
atau sosiodram yang kreatif dapat memperbaiki perilaku tertentu.
Contohnya melakukan gerakan menggergaji kayu, atau bermain patunganpatungan. Hal ini dapat mengurangi ketegangan dan sifat agresif.
Menghayalkan kelas mengunjungi Disneyland dan memerankannya dalam
sebuah cerita akan meningkatkan sosialisasi anak yang menarik diri dari
pergaulan.
28
5. Mengelompokkan Peserta Didik
Guru harus selalu memberikan perhatian pada saat pengelompokan
peserta didik dan pengaruhnya terhadap dinamika antar individu. Dalam
pemilihan tim pun dibutuhkan perhatian khusus yang sungguh-sungguh
saat menentukan cara memilih tim dan pemimpinnya. Salah satu cara yang
kelihatannya mempunyai nilai tinggi adalah pemilihan pemimpin secara
acak, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan setengah dari anggota tim
oleh pemimpin tiap tim. Selebihnya guru memilih anggota tim untuk tiap
tim. Dengan menggunakan sistem ini peserta didik yang kurang terampil
dan memiliki harga diri rendah tidak akan terakhir dipilih.
6. Memodifikasi Peraturan
Peraturan permainan dapat dimodifikasi menjadi lebih sederhana dari
permainan yang sesungguhnya. Akan tetapi tetap memperhatikan unsurunsur pokok dari permainan yang dimodifikasi. Hal-hal yang dapat
dimodifikasi dalam permainan yaitu peraturan, lapangan, alat, dan jumlah
pemainnya.Setiap guru pendidikan jasmani harus mampu membuat
permainan modifikasi yang aman, menyenangkan dan bermanfaat bagi
peserta didik.
Ketika dalam permainan guru sebaiknya menggunakan tanda yang
tepat untuk memulai ataupun mengakhiri permainan. Tanpa ada
kesepakatan yang jelas mengenai tanda yang digunakan akan menggangu
perilaku anak. Peluit, suara, cahaya dan alat lainnya merupakan tandatanda biasanya yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
7. Mengontrol Agresi
Peserta didik yang sangat agresif dan menyenangi kompetisi dapt
diberikan aktivitas yang mendorong mereka untuk menarik, mendorong,
memukul, menyepak, dan meninju objek yang berada dalam satu
lingkungan yang terkontrol. Guru harus mampu mengawasi mereka yang
agresif akan tetap dalam batasan-batasan yang wajar saat bermain. Salah
satu tanggung jawab guru ialah mengajarkan dan memperlihatkan kepada
peserta didik cara bagaimana mengontrol agresi dengan cara yang dapat
29
diterima dengan baik. Contohnya, guru menyarankan menjunjung tinggi
peraturan dan sikap sportivitas saat bermain. Karena tujuan dari
pendidikan jasmani sendiri membuat siswa merasa senang.
Beberapa aktivitas bagi anak-anak yang secara alami dapat
mengontrol agresi yaitu tenis, bulutangkis, bola voli, dan renang. Aktivitas
sepakbola, bola basket, permainan striking/fielding sebaiknya dihindari
bagi peserta didik yang mempunyi kecenderungan tidak dapat mengontrol
sifat agresif dan yang tidak dapat berkompetisi.
C. Model
Aktivitas
Pendidikan
Jasmani
untuk
Meningkatkan
Keterampilan Motorik Kasar Anak Autis Hipoaktif
Untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar pada anak autis
hipoaktif perlu menggunakan suatu permainan yang dimodifikasi secara
menyenangkan sehingga dapat menarik minat dan perhatian mereka. Berikut
salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan
jasmani bagi anak autis hipoaktif:
1. Pemanasan (Alokasi waktu 20 Menit)
Mengikuti Alunan Musik
a. Anak-anak autis diminta di dalam ruangan,di hall senam maupun di
lapangan terbuka. Jika di dalam ruangan, ruangan dirancang sedemikian
rupa dengan aneka hiasan yang menarik dan dijauhkan dari bendabenda berbahaya. Jika dilakukan di lapangan terbuka guru sebaiknya
melakukan pengawasan terhadap masing-masing anak.
b. Anak autis di putarkan sebuah musik yang menyenangkan bagi mereka,
sebelumnya anak-anak autis diputarkan beberapa musik, kemudian
musik yang dirasa menarik dan dapat membuat seorang anak autis
menari dapat digunakan dalam latihan ini.
c. Di sini anak-anak autis dibiarkan bergerak mengikuti alunan musik
sesuai kehendak mereka selama 5 menit, latihan ini hendaknya
dilakukan oleh lebih dari 5 anak agar ada interaksi diantara anak-anak.
30
d. Dengan mereka bergerak mengikuti alunan musik secara tidak langsung
mereka sudah melakukan aktivitas jasmani.
e. Kemudian guru bertugas membimbing anak-anak autis untuk
melakukan gerakkan yang dicontohkan. Guru sebagai pembimbing
memberikan contoh-contoh gerakan yang dinamis sesuai dengan tujuan
dari latihan inti. Guru membantu anak-anak yang mengalami kesulitan.
Pemanasan ini dilakukan selama 10 menit.
Permainan ini dapat melatih kemampuan gerak dasar anak seperti
berjalan, jalan ditempat, melompat, meloncat, berjinjit dan sebagainya
yang tujuannya dapat melatih keterampilan motorik kasar anak autis
hipoaktif. Tujuan lainnya yaitu untuk meningkatkan interaksi dan
sosialisasi di antara mereka yang sedang melakukan aktivitas.
f. Setelah melakukan gerakan yang terstruktur, peserta didik diminta
melakukan permainan selama 5 menit. Contoh permainan:
Menjala ikan
Guru menentukan tiga orang anak bertugas sebagai jala, dan
sisanya sebagai ikan. Ikan dianggap terjala bila dapat dilingkari oleh
jala dengan saling berpegang tangan. Ikan y
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak Berkebutuhan Khusus atau Children With Special Needs
merupakan anak yang mengalami gangguan secara fisik, mental, emosional,
intelektual, sosial dan atau indranya mengalami gangguan yang sedemikian
rupa
sehingga
untuk
mengembangkan
potensinya
secara
optimal
membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education.
Seperti sudah disebutkan diatas, salah satu bentuk anak berkebutuhan
khusus ialah anak yang berkelainan emosional. Kelainan emosional
merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai di masyarakat. Individu
dengan kelainan emosional dikenal sebagai seseorang yang mungkin
mempunyai tipe kelainan yang misterius dan yang tidak dapat diselesaikan.
Kelainan emosional lebih menjelaskan tentang seseorang yang secara kronis
memiliki masalah yang menonjol dalam kehidupan sehari-hari dan bertingkah
laku kurang wajar.
Salah satu kategori penderita kelainan emosional ialah autisme. Autisme
merupakan suatu kondisi yang jarang ditemukan, yang biasanya mempunyai
ciri masalah yang serius dalam berkomunikasi dan ketidakmampuan
berhubungan secara normal dengan orang lain. Akibatnya para penderita autis
ini terisolasi dari kehidupan sosial di masyarakat sehingga mereka cenderung
memiliki minat dan keinginan yang rendah untuk melakukan aktivitas
termasuk di dalamnya juga yaitu aktivitas jasmani. Karena kondisi itu begitu
serius biasanya anak-anak autistik tidak menempuh jenjang pendidikan di
sekolah biasa walaupun mereka sehat, cerdas, dan sering cukup menarik.
Anak-anak autistik ini biasanya dimasukkan ke Sekolah Khusus Autis.
Sebenarnya anak autis memiliki potensi yang sama dengan anak yang
normal, IQ anak autis juga umumnya normal bahkan ada beberapa anak autis
memiliki IQ di atas rata-rata, namun beberapa anak memiliki retardasi mental
atau keterbelakangan mental. Dari sini dapat dikatakan bahwa anak autis
2
mempunyai potensi yang sama hanya saja perkembangannya terhambat dan
terganggu. Anak dengan autisme memiliki ketidakmampuan dalam belajar
dan kegiatan lain yang banyak memerlukan perhatian. Oleh karena itu guruguru kelas harus memberikan perhatian yang intensif kepada mereka karena
mereka sangat memerlukan banyak waktu dan perhatian khusus satu per satu
saat belajar. Anak-anak autistik cenderung menarik diri, apatis, dan tidak
responsif.
Ada dua tipe anak autistik yaitu hiperaktif dan hipoaktif. Tipe-tipe anak
autis
hiperaktif
sering
menunjukkan
perilaku-perilaku
aneh
seperti
menggoyang-goyangkan anggota tubuh, mengepak-ngepakkan tangan seperti
sayap, berputar-putar, melekukkan jarinya di depan mata dan masih banyak
lagi aktivitas anak-anak autis yang hiperaktif. Sedangkan anak-anak hipoaktif
biasanya mengalami hipokinetik. Hipokinetik sendiri merupakan suatu
keadaan kurang bergerak dalam kehidupan sehari-hari sehingga harus segera
di imbangi dengan aktivitas atau latihan fisik yang cukup.
Anak anak autis hipoaktif juga cenderung kurang memiliki minat untuk
melakukan suatu permainan, kurang memiliki kemampuan gerak dasar, hal
ini terlihat ketika anak hipoaktif mengikuti materi pembelajaran olahraga,
aktivitas gerak yang dilakukan cenderung berkurang dikarenakan anak lebih
suka menyendiri atau pasif ketika teman-temannya bermain. (Anggawati
Imanniyah, 2014: 2)
Anak autis juga mengalami gangguan dalam perkembangan saraf
motorik yang meliputi gangguan perkembangan koordinasi, gerakan
stereotype, gangguan perkembangan koordinasi ditandai dengan hambatan
dalam motoriknya sehingga menyebabkan anak autis sulit untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. (American Psychiatric Association 2013:32).
Dengan melakukan aktivitas jasmani yang baik, benar, terukur, dan
teratur dapat secara efektif dan efisien dapat meningkatkan keterampilan
motorik bahkan kemampuan sosialnya juga menjadi lebih terlatih.
Sepertihalnya anak berkebutuhan khusus lainnya, maka anak autis
hipoaktif juga memerlukan penanganan khusus dalam bidang pendidikan
3
untuk mengatasi permasalahan yang dialami yaitu hambatan motorik
kasarnya (gerak). Lutan (2001:21) menyatakan bahwa “kemampuan gerak
dasar dapat diterapkan dalam aneka permainan, olahraga, dan aktivitas
jasmani yang dilakukan sehari-hari”. Melalui aktivitas bermain, sangatlah
tepat untuk mengembangkan keterampilan gerak dasar anak terutama dalam
kehidupan sehari-hari.
Perbaikan keterampilan motorik pada anak autistik hipoaktif dapat
dilakukan melalui bina diri, konsep diri, dan pendidikan jasmani adaptif yang
memungkinkan peserta didik berpartisipasi aktif dalam kegiatan aktivitas
jasmani maupun olahraga dengan memperoleh kebugaran jasmani dan
membantu perkembangan sosial yang positif dalam berinteraksi di
masyarakat. Untuk mengembangkan kebugaran jasmani secara optimal
membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education melalui Pendidikan
Jasmani Adaptif (Adapted Physical Education).
Pendidikan jasmani khusus belum banyak dikenal dan dipahami oleh
para pendidik di Indonesia. Anak-anak autistik yang menempuh pendidikan
di lembaga penyelenggara pendidikan bagi anak yang normal tidak banyak
jumlahnya. Pada umumnya anak-anak autistik ketika dalam pembelajaran
pendidikan jasmani mereka tidak diikutsertakan oleh guru pendidikan jasmani
dalam program kegiatan pendidikan jasmani bagi siswa yang tidak
berkelainan.
Sebenarnya siswa yang berkelainan termasuk di dalamnya penderita autis
mempunyai hak yang sama dengan siswa normal lainnya dalam segala bentuk
kegiatan pembelajaran di sekolah termasuk pendidikan jasmani. Di lembaga
penyelenggara pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, guru-guru kelas
maupun guru pendidikan jasmani adaptif harus merencanakan suatu kegiatan
jasmani yang disesuaikan dengan macam-macam dari siswa yang
berkelainan. Untuk dapat merencanakan dan melaksanakan program kegiatan
pendidikan jasmani khusus mereka harus mempunyai pengetahuan dan
keterampilan tambahan sesuai dengan hal-hal yang dibutuhkan sehingga
4
mereka memiliki kemampuan memberikan pendidikan jasmani adaptif yang
efektif dan efisien.
Keterampilan motorik pada anak autis hipoaktif dapat ditingkatkan salah
satunya melalui pendidikan jasmani adaptif (adapted physical education),
yaitu dengan kegiatan atau aktivitas olahraga maupun permainan. Anak autis
pada umumnya memiliki masalah dalam hal motorik yang dapat dilatih.
Demikian halnya permasalahan-permasalahan lain, dimana sebenarnya
masalah tersebut dapat diatasi asalkan ada penanganan khusus. Karena anak
autis bukan tidak bisa melakukan suatu hal (tidak dapat berkembang) hanya
saja mereka terhambat dalam perkembangannya. Semua cabang olahraga
maupun permainan sebenarnya dapat diterapkan pada anak autis. Karena pada
umumnya mereka tidak terganggu dalam aspek fisik. Hanya mungkin perlu
perhatian ekstra dan beberapa modifikasi, karena pada umumnya mereka
memiliki masalah dalam hal interaksi sosial, komunikasi (bahasa dan bicara),
perilaku emosi, pola bermain, gangguan sensorik dan motorik, perkembangan
terlambat atau tidak normal.
Pada kenyataannya pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan jasmani
adaptif di sekolah anak berkebutuhan khusus pada umumnya masih secara
klasikal, dengan kata lain belum melakukan pembelajaran secara individual.
Hal ini menyebabkan peserta didik belum mendapatkan perhatian yang
maksimal sehingga anak-anak penderita autis hipoaktif ini pun belum dapat
mengembangkan keterampilan motoriknya secara maksimal.
Beberapa fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan Penjas
Adaptif di enam SLB Surakarta masih dikelola secara klasikal berdasarkan
jenis-jenis gangguan/ kelainan/ketunaan yang disandang siswa. Di setiap SLB
belum memiliki guru Penjas Adaptif secara spesifik, guru yang mengajar
adalah guru kelas akibatnya keprofesionalannya dalam mengelola proses
pembelajaran tidak merata, individualistis, dan sangat beragam karena latar
pendidikan, motivasi serta kecintaan guru yang berbeda (LPPM UNS, 2012:
3).
5
Proses pembelajaran Penjas Adaptif cenderung konvensional, yang
terjadi di kelas (lapangan, ruang kelas, dan laboratorium) masih dilaksanakan
sesuai dengan kemampuan dan selera guru pada pokok bahasan atau
pembelajaran permainan dan aktivitas. Proses pembelajarannya kental dengan
praktik pembelajaran konvensional, yakni masih berorientasi ke penguasaan
teknik dasar permainan dan olahraga, dan belum berubah atau bergeser ke
arah proses bagaimana masalah taktik bermain dan berolahraga itu
dibelajarkan. Praktik yang mencolok adalah beberapa guru di SLB mengelola
kelas besar secara gabungan, terdiri atas siswa pada jenjang pendidikan yang
berbeda (SDLB, SMPLB, dan SMALB), sehingga program dan layanan
individual dalam pembelajaran tidak efektif, efisien dan kurang menarik.
Dari keadaan yang telah dijelaskan diatas, seharusnya guru-guru kelas
maupun guru pendidikan jasmani adaptif mampu mengerti, memahami, dan
membuat program aktivitas pendidikan jasmani dan permainan yang sesuai
dengan karakteristik, aktivitas-aktivitas jasmani yang boleh diajarkan dan
aktivitas jasmani yang diboleh diajarkan kepada anak-anak autistik,
menekankan pada pembelajaran pendekatan taktik dalam bentuk permainan
sehingga mereka terangsang untuk berinteraksi sosial dengan teman
sebayanya. Dengan demikian tujuan pelaksanaan pembelajaran pendidikan
jasmani
untuk
memperoleh
kebugaran
jasmani
dan
meningkatkan
keterampilan motorik serta membantu perkembangan sosialnya pun menjadi
lebih baik dan dapat tercapai secara maksimal. Akan tetapi tidak banyak dari
guru-guru kelas ataupun guru pendidikan jasmani adaptif mengetahui
karakteristik, aktivitas-aktivitas yang disarankan maupun yang dilarang bagi
penderita autisme serta macam-macam permainan yang baik untuk
meningkatkan kebugaran jasmani maupun kemampuan sosialnya.
Banyak karakteristik khusus dari kelainan sosial dapat menghambat
proses pembelajaran dalam pendidikan jasmani, oleh karena itu sebagai
seorang guru yang profesional harus mengetahui ciri-ciri maupun
karakteristik
dari
anak-anak
autistik
pembelajaran menjadi lebih kondusif.
hipoaktif
sehingga
lingkungan
6
Dalam melakukan pembelajaran pendidikan jasmani kepada penderita
autisme hipoaktif perlu menggunakan metode, pendekatan, dan strategi
instruksional yang tepat. Tetapi tidak banyak guru kelas maupun guru
pendidikan jasmani adaptif mampu menggunakan metode, cara, pendekatan
yang baik dan benar.
Disinilah pendidikan jasmani adaptif melakukan perannya sebagai bentuk
layanan langsung pendidikan khusus (special education) bagi anak-anak
autistik hipoaktif pada umumnya dan guru kelas maupun guru pendidikan
jasmani adaptif pada khususnya. Selain bermanfaat bagi penderita autisme
hipoaktif, pendidikan jasmani adaptif juga bermanfaat bagi guru-guru kelas
maupun guru pendidikan jasmani. Dengan dilaksanakannya pendidikan
jasmani adaptif di sekolah, para guru dapat memperoleh pengetahuan,
mengerti, memahami, dan dapat membuat rencana pembelajaran pendidikan
jasmani yang menyenangkan bagi peserta didik karena memang tujuan utama
dari pendidikan jasmani ialah siswa memperoleh kesenangan, bebas stres, dan
menumbuhkan jiwa sportivitas.
Pendidikan jasmani adaptif memungkinkan proses pembelajaran dapat
terlaksana dengan aman, tertib, lancar, bermanfaat dan menyenangkan
sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan efektif dan efisien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa karakteristik dan strategi instruksional yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran pendidikan jasmani adaptif bagi anak autis?
2. Apa aktivitas-aktivitas yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dalam
pembelajaran pendidikan jasmani bagi anak autis hipoaktif?
3. Bagaimana model aktivitas pendidikan jasmani adaptif yang dapat
meningkatkan kebugaran jasmani anak autis hipoaktif?
4. Apa contoh permainan sederhana yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran pendidikan jasmani adaptif untuk anak autis hipoaktif?
7
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang karakteristik dan strategi instruksional dalam
mengajar anak autis.
2. Untuk mengetahui aktivitas-aktivitas apa saja yang boleh dan yang tidak
boleh dilakukan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif bagi
anak autis hipoaktif.
3. Dapat memahami dan membuat program aktivitas jasmani, latihan dan
atau permainanyang menyenangkan untuk anak autis hipoaktif.
4. Untuk mengetahui contoh-contoh permainan sederhana yang dapat
diterapkan dalam pembelajaran pendidikan jasmani adaptif untuk anak
autis hipoaktif.
8
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Anak Berkebutuhan Khusus dan Autis
1.
Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang mengalami gangguan secara
fisik, mental, emosional, intelektual, sosial dan atau indranya mengalami
gangguan yang sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensinya
secara optimal membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education.
ABK memiliki hak yang sama dalam semua hal termasuk hak
memperoleh pelayanan pendidikan dan pengajaran seperti anak-anak lain
pada umumnya. Yang membedakan antara anak yang berkebutuhan khusus
dengan anak normal ialah adanya gangguan, kelainan, dan/atau ketunaan
yang disandangnya. Gangguan bisa terletak pada aspek fisik, mental,
emosional, intelektual, sosial, maupun indranya bahkan gabungan dari
beberapa kelainan yang ada. Mereka mempunyai gangguan atau kelainan
yang sedemikian rupa sehingga membutuhkan pendidikan jasmani adaptif.
Jumlah ABK usia sekolah di Indonesia tidak sedikit. Menurut data BPS,
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 sekitar 220 juta, jumlah penyandang
cacatnya 1,54 juta (0,7%) Sedangkan jumlah penyandang cacat usia sekolah
sebanyak 330 ribu (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006).
2.
Autis
Autistic berarti sendiri. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan anak
yang selalu mempunyai keinginan sendiri. Autis adalah anak yang mengalami
gangguan pada kontak afektif atau perasaan. (Tin Suharmini, 2009: 71).
Menurut Indra Gamayanti dalam Tin Suharmini (2009: 71) menjelaskan
bahwa
autisme
merupakan
suatu
istilah
yang
digunakan
untuk
menggambarkan suatu jenis gangguan perkembangan pervasif pada anak.
Kendala yang sangat menyolok pada anak autis ini adalah interaksi sosial dan
komunikasi.
9
Sedangkan menurut Yatim dalam Tin Suharmini (2009: 71) mengatakan
bahwa autis bukan gejala penyakit melainkan berupa syndrome, anak
mengalami gangguan perkembangan sosial, kemampuan bahasa dan
ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar sehingga anak autis seperti hidup
dalam dunianya sendiri.
Menurut Kak Okha (2013: 7) mengatakan bahwa autis adalah gangguan
perkembangan yang sangat kompleks pada anak yang gejalanya telah timbul
sebelum anak tersebut mencapai usia tiga tahun. Penyebabnya adalah
gangguan neurobiologist yang mempengaruhi fungsi otak sehingga anak
tidak mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia luar secara
efektif.
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika memperkirakan 2% dari
semua anak dan pemuda menderita kelainan emosional. Hasil dari sejumlah
survey melaporkan bahwa autisme dijumpai satu dari 10.000 kelahiran
biasanya bayi laki-laki pertama.
Dulu anak-anak
dengan gejala autisme sering disebut sebagai
schizophremia anak-anak. Namun kemudian beberapa ahli menjelaskan
bahwa autisme tidak sama dengan schizophremia. Anak-anak autistik
biasanya sudah menunjukkan penyimpangan sejak dini, sedang penderita
schizophremia biasanya belum ada ketika anak masih kecil. Pada anak
autistik mengalami kesukaran dalam berkomunikasi, berinteraksi, dan tidak
ada interest (ketertarikan) sehingga anak autistik ini tidak berhalusinasi. (Tin
Suhartini, 2009: 71). Sedangkan schizophremia sendiri merupakan individu
psikotik yang serius biasanya terlibat dalam perilaku yang berkaitan dengan
seseatu yang sangat menghantui pikirannya (obsesif) dan perilaku bercirikan
halusinasi. (Arma Abdoellah, 1996: 112).
Gejala autisme sebenarnya sudah dapat diamati sejak bayi, karena autis
dimulai sejak bayi lahir. Autisme dapat terdeteksi sejak usia ¾ bulan, yaitu
dengan melihat gejala seperti tidak ada kontak mata, tidak merespon
lingkungandengan ocehan-ocehan, dan tidak mengoceh. Pada usia satu tahun
menunjukkan hambatan interaksi sosial timbal balik contohnya menolak
10
dipeluk. Tidak adanya kontak mata menunjukkan anak tidak mempunyai
kemampuan untuk berinteraksi sosial dengan orang lain. Anak juga nampak
tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Anak autistik juga menunjukkan
ketidakmampuan dalam berkomunikasi.
Sampai saat ini beberapa penyebab autis masih dalam penelitian para
ahli. Ada yang menyebutkan bahwa penyebab autis adalah karena anak
kehilangan afeksi, gangguan perkembangan otak, atau sirkulasi darah ke otak.
Ada juga yang menyebutkan bahwa penyebab autis adalah disfungsi otak,
organik dan faktor keturunan. (Tin Suharmini, 2009: 72-73).
Kurang lebih 50% anak autistik mengalami gangguan berbahasa dan
berbicara. Ada anak yang mengalami gangguan pengucapan atau yang sering
disebut dengan echolalia. Echolalia sendiri merupakan suatu gangguan
pegucapan yang diasosiasikan dengan autis dimana anak-anak menggemakan
apa yang mereka dengar. Contohnya, jika ada orang lain yang bertanya
“Siapa namamu?”, maka dia akan menjawab “Siapa namamu?”. (Tin
Suharmini, 2009:73).
3.
Gejala dan Ciri-Ciri Anak Autis
Menurut Koegel & Lazebnik dalam Tin Suharmini (2009: 71)
memberikan gambaran bahwa gejala-gejala autis yaitu sebagi berikut:
a. Kesukaran untuk berkomunikasi dengan orang lain.
b. Kesukaran untuk berinteraksi dengan orang lain.
c. Tidak ada interest (ketertarikan).
Ketiga gejala ini terus menerus ada dalam diri dan kehidupan anak
tersebut.
Arma Abdoellah (1996: 112) menyebutkan bahwa anak-anak autistik
memperlihatkan satu atau lebih ciri khusus antara lain sebagai berikut:
a. Mempunyai kesulitan dalam berbicara dan bahasa.
b. Menarik diri, apatis, dan tidak responsif.
c. Tidak mau berubah, tidak bosan melakukan hal yang sama.
d. Tidak menaruh perhatian pada orang lain dan lingkungan.
11
e. Perhatian berlebih pada objek yang tidak hidup.
f. Hiperaktif (sering sibuk sendiri dengan perbuatan yang merangsang diri
sendiri seperti mengguncang-gunjang kepala, menggoyang-goyangkan
tubuh, mengepak-negepakkan sayap seperti sayap, menekuk jari-jarinya di
depan mata, melompat naik turun, dimanan perlaku-perilaku ini dilakukan
secara stereotype).
g. Sulit tidur dan makan.
Menurut Stone (Arma Abdoellah, 1996: 113) menyebutkan bahwa ada
beberapa perilaku yag kurang tepat dari peserta didik yang berkelainan
emosional pada saat diberikan pelajaran pendidikan jasmani yaitu:
a. Distraktibilitas (kemampuan mengalihkan perhatian orang lain dari satu
objek yang sedang diamati).
b. Kurang baik interaksi dengan teman sebaya.
c. Secara berlebihan mengganggu peserta didik lain.
d. Tingkah laku yang aneh.
e. Tidak berdiri dalam satu barisan.
f. Sukar mengerjakan tugas yang dilakukan sendiri.
g. Ketidakmampuan menerima petunjuk dan pengarahan.
h. Cepat marah.
i. Inaksesibilitas (tidak esponsif terhadap rangsang atau perintah verbal).
idak esponsif terhadap rangsang atau perintah verbal).
j. Perhatian tidak lama pada sesuatu.
k. Menggangu kegiatan rutin di kelas dan bertingkah laku merusak.
l. Menentang guru dan menyerang orang lain secara impulsif (tanpa
dipikirkan).
m. Ekspresi yang kosong, tidak dapat diramalkan, diam membeku dan
terkadang tertawa sendiri.
n. Merusak atau mengambil benda milik orang lain.
o. Eksitabilitas (mudah terangsang secara emosional).
p. Disorientasi (kehilangan menentukan tempat dn waktu).
12
4.
Perkembangan Motorik dan Keterampilan Motorik
Perkembangan motorik adalah suatu proses kemasakan motorik atau
gerakan yang langsung melibatkan otot untuk bergerak dan proses
pensyarafan yang menjadikan seseorang mampu menggerakkan anggota
tubuhnya. Sedangkan perkembangan
motorik menurut B. Suhartini
adalahbertambah baiknya aktivitas jasmani yang dikoordinasi oleh pusat
syaraf, syaraf dan otot. Ketiganya berjalan secara selaras. (Endang Rini
Sukamti, 2011: 11).
Menurut
Hurlock
perkembangan
motorik
adalah
perkembangan
pengendalian gerak jasmaniah melalui kegitan pusat syaraf, syaraf dan otor
yang terkoordinasi. Pengendalian tersenut berasal dari perkembangan refleksi
dan kegitan massa yang ada pada waktu lahir. (Endang Rini Sukamti,
2011:11).
Menurut Keogh mengatakan bahwa
perkembangan gerak yaitu
perubahan kompetensi kemampuan dari mulai bayi (infancy) sampai masa
dewasa (adulthoud) serta melibatkan berbagai aspek perilaku manusia,
kemampuan gerak, dan aspek perilaku yang ada pada manusia mempengaruhi
perkembangan gerak dan perkembangan gerak sendiri mempengaruhi
kemampuan dan perilaku manusia. (Endang Rini Sukamti, 2011:12).
Sedangkan menurut Cronbach mendefinisikan keterampilan motorik
dengan mengaitkan pada kata otomatik cepat dan akurat. Setiap rangkaian
keterampilan yang terlatih merupakan rangkaian koordinasi dari beratus-ratus
otot yang rumit dan melibatkan perbedaan isyarat serta koreksi kesalahan
yang berkesinambungan. (Endang Rini Sukamti, 2011: 13). Berikut hal-hal
penting yang perlu diperhatikan dalam mempelajari keterampilan motorik
yaitu:
a. Kesiapan belajar
b. Kesempatan belajar
c. Kesempatan berpraktik
d. Model yang baik
e. Bimbingan
13
f. Motivasi
g. Setiap keterampilan motorik harus dipelajari secara individu
h. Keterampilan sebaiknya dipelajari satu per satu.
Keterampilan motorik yang berbeda akan memainkan peran yang
berbeda pula dalam penyesuaian sosial dan pribadi anak. Dibawah ini
kategori fungsi keterampilan motorik menurut Endang Rini Sukamti (2011:
26) antara lain:
a. Keterampilan bantu diri (self help)
Untuk mencapai kemandiriannya, anak harus mempelajari keterampilan
motorik yang memungkinkan mereka mampu melakukan segala sesuatu
bagi diri mereka sendiri. Contohnya keterampilan makan, berpakaian,
merawat diri, dan mandi.
b. Keterampilan bantu sosial
Untuk menjadi anggota kelompok sosial yang diterima di dalm sekolah,
tetangga, dan lingkungan pergaulan, anak harus menjadi anggota yang
kooperatif. Untuk dapat diterima dalam kelompok, anak memerlukan
keterampilan tertentu.
c. Keterampilan bermain
Untuk dapat menikmati kegiatan kelompok sebaya dan menghibur diri
di luar kelompok sebaya. Anak harus mempelajari keterampilan bermain.
d. Keterampilan sekolah
Sebagaian besar pekerjaan di sekolah melibatkan keterampilan motorik
seperti menulis, menggambar, melukis, mewarnai, menari, dll. Semakin
banyak dan semakin baik keterampilan yang dimiliki, maka semakin baik
pula pola penyesuaian sosial yang dilakukan.
5.
Perkembangan Motorik Kasar
Motorik kasar memacu kemampuan anak saat beraktivitas dengan
menggunakan otot-otot besarnya, seperti lokomotor, nonlokomotor, dan
manipulatih. Nonlokomotor ialah aktivitas gerak tanpa harus memindahkan
tubuh ke tempat lain, contoh: meregang, mendorong, menarik, dan
14
membungkuk. Lokomotor ialah aktivitas gerak memindahkan tubuh daari
satu tempat ke tempat lain, contoh: jalan, lari, lompat, loncat, jingkat, dan
lompat tali. Manipulatif ialah aktivitas gerak memanipulasi benda, contoh:
melemper, menggiring, menangkap, dan menendang. (Endang Rini Sukamti,
2011: 53).
6.
Hakikat Pendidikan Jasmani
Pendidikan
Jasmani
adalah
sebuah
proses
pendidikan
yang
menitikberatkan pada kegiatan aktifitas fisik, sehingga pendidikan tersebut
dapat berguna untuk perbaikan kualitas hidup suatu individu, baik itu dalam
hal fisik, mental, serta emosional.
Pendidikan Jasmani adalah pendidikan yang memperhatikan dua aspek
unsur yang membentuk seseorang yaitu aspek fisik dan aspek mental.
Pendidikan Jasmani adalah suatu bidang kajian yang luas. Namun lebih
memperhatikan peningkatan gerak manusia. Terutama berkaitan dengan
hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan
dari perkembangan tubuh fisik dengan pikiran dan jiwanya. Tidak ada bidang
tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang berkepentingan dengan
perkembangan total manusia.
Dalam literatur terdapat banyak definisi pendidikan jasmani yang
disampaikan oleh para pakar, antara lain: pendidikan jasmani sebagai proses
gerak insani (human movement) yang dapat berupa aktivitas jasmani,
permainan atau olahraga untuk mencapai tujuan pendidikan. Sejalan dengan
upaya mencapai tujuan pendidikan maka dalam pendidikan jasmani
dikembangkan potensi individu, kemampuan fisik, intelektual, emosional,
sosial, dan moral spiritual.
Menurut Nixon dan Jewett (Arma Abdoellah, 1996: 2) menyebutkan
bahwa pendidikan jasmani adalah suatu aspek dari pendidikan secara
keseluruhan yang berkenaan dengan dengan pengunaan dan perkembangan
kemampuan gerak individu yang sukarela dan berguna serta berlangsung
dengan respon mental, emosional dan sosial.
15
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan jasmani adalah salah satu aaspek
dari proses pendidikan keseluruhan peserta didik melalui kegiatan jasmani
yang dirancang secara sistematis yang dilakukan secara sadar dan terprogram
dalam usaha meningkatkan kemampuan dan keterampilan jasmani, sosial, dan
perkembangan kognitif.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 2) mengatakan bahwa tujuan
pendidikan jasmani dapat diklasifikasikan menjadi lima antara lain:
1. Perkembangan keehatan, jasmani, dan organ-organ tubuh.
2. Perkembangan mental-emosional
3. Perkembangan syaraf-otot (neuro-muskular) atau keterampilan jasmani.
4. Perkembangan sosial.
5. Perkembangan kecerdasan atau intelektual.
7.
Pendidikan Jasmani Adaptif
Pendidikan jasmani khusus merupakan suatu sistem penyampaian
pelayanan yang komprehensif yang dirancang untuk mengidentifikasi, dan
memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Pelayanan tersebut mencakup
penilaian, porgram pendidikan individual (PPI), pengajaran bersifat
pengembangan dan/atau yang disarankan, konseling, dan koordinasi dari
sumber atau layanan untuk memberikan pengalaman pendidikan jasmani
yang optimal kepada semua anak dan pemuda. (Sherril dalam Arma
Abdoellah, 1996: 3).
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani khusus adalah
satu bagian khusus dalam pendidikan jasmani yang dikembangkan untuk
menyediakan program bagi individu yang berkebutuhan khusus. (French dan
Jansma, 1982: 8).
Sedang pendidikan jasmani disesuaikan atau yang sering dikenal dengan
istilah pendidikan jasmani adaptif (adapted physical education) adalah
pendidikan melalui program aktivitas jasmani yang dimodifikasi untuk
memungkin individu yang berkelainan memperoleh kesempatan untuk dapat
16
berpartisipasi dengan aman, sukses, dan memperoleh kesenangan yang
berarti.
8.
Tujuan Pendidikan Jasmani Adaptif
Tujuan pendidikan jasmani adaptif bagi anak berkebutuhan khusus juga
bersifat holistik, seperti tujuan penjasorkes untuk anak-anak normal pada
umumnya, yaitu mencakup tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan jasmani, keterampilan gerak, sosial, dan intelektual. Di
samping itu, proses pendidikan itu penting untuk menanamkan nilai-nilai dan
sikap positif terhadap keterbatasan kemampuan baik dari segi fisik maupun
mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan
memiliki rasa percaya diri dan harga diri.
Oleh karena itu para guru penjaskes adaptif seyogyanya membantu
peserta didiknya agar tidak merasa rendah diri dan terisolasi dari
lingkungannya. Kepada peserta didik diberikan kesempatan untuk melakukan
aktifitas jasmani melalui berbagai macam olahraga dan permainan. Pemberian
kesempatan itu merupakan pengakuan bahwa mereka memiliki hak dan
kewajiban yang sama dengan anak-anak normal. Melalui aktivitas pendidikan
jasmani adaptif yang mengandung unsur kegembiraan dan kesenangan, anakanak dapat memahami dan mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan serta mengoreksi kelainan-kelainan yang dialami setiap anak.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 4) menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan jasmani bagi anak yang berkebutuhan khusus adalah untuk
membantu mereka mencapai pertumbuhan dan perkembangan jasmani,
emosional, sosial, intelektual yang sepadan dengan potensi mereka melalui
program aktivitas jasmani biasa dan khusus yang dirancang dengan hati-hati.
Adapun tujuan khusus pendidikan jasmani adaptif adalah untuk menolong
peserta didik untuk mencapai tujuan umum sebagai berikut:
a. Untuk menolong siswa mengkoreksi kondisi yang dapat di perbaiki.
b. Untuk membantu siswa melindungi diri sendir dan kondisi apapun yang
akan mempeprburuk keadaannya melalui aktivitas jasmani tertentu.
17
c. Untuk memberikan kesempatan siswa mempelajari dan berpartisipasi
dalam kegiatan aktivitas jasmani dan permainan yang rekreatif.
d. Untuk menolong siswa memahami keterbatasan kemampuan jasmani dan
mentalnya.
e. Untuk
membantu
siswa
melakukan
penyesusaian
sosial
dan
mengembangkan perasaan memiliki harga diri.
f. Untuk membantu siswa dalam mengembangkan pengetahuan dan apresiasi
terhadap mekanika tubuh yang baik.
g. Untuk menolong siswa memahami dan menghargai berbagai macam
olahraga maupun permainan yang dapat dinikmatinya sebagai penonton.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 9) ada enam manfaat pendidikan jasmani
adaptif yaitu:
a. Aktivitas jasmani dapat membantu perkembangan jasmani secara
maksimal.
b. Aktivitas jasmani mempengaruhi perkembangan keterampilan gerak, dapat
membantu anak mengembangkan gerak secara efisien koordinasi syarafotot (neuromuskular).
c. Dapat membantu anak mengembangkan tingkat kebugaran jasmaninya
secara optimal untuk kehidupan sehari-hari.
d. Anak dapat belajar untuk menguasai emosinya dan perilaku lainnya
dengan baik.
e. Pendidikan jasmani dapat membantu anak belajar dengan cara berinteraksi
dengan orang lain.
18
BAB III
PEMBAHASAN
A. Karakteristik dan Strategi Instruksional
Banyak dari karakteristik khusus dari anak autistik yang dapat
menghambat pembelajaran pendidikan jasmani. Oleh karena itu para pendidik
harus
memperhatikan
karakteristik
dan
harus
mengetahui
strategi
instruksional yang tepat dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
Karakteristik anak autistik dan strategi insruksional dalam pembelajaran
pendidikan jasmani menurut Arma Abdoellah (1996: 115) antara lain:
KARAKTERISTIK
a. Psikomotor
STRATEGI INSTRUKSIONAL
1. Peserta didik dengan kelainan Pilih aktivitas jasmani dengan tujuan
emosional biasanya mencapai meningkatkan perkembangan afektif.
pertumbuhan
fisiologis
dan Contohnya: Permainan Ular Naga
anatomis tanpa perkembangan Panjang, permainan ini membutuhkan
afektif yang sama.
kerja sama dan kekompakan dalam
tim. Hal ini akan mengakibatkan
peserta didik berkomunikasi satu sama
lain.
2. Semakin
besar
emosional
kelainan Lakukan
aktivitas
penguatan
semakin ulanglah
aktivitas
tersebut
cenderung individu kurang meningkatkan
tajam
daya
kebugaran
persepsi
dan keterampilan
dan
untuk
kebugaran
jasmani,
gerak,
dan
jasmaninya. perkembangan sosialnya.
Secara khusus hal ini benar
bagi individu yang sangat
emosional.
3. Individu
Menyusun
program
pendidikan
berkelainan jasmani yang sistematis. Hal ini
emosional sering mempunyai cenderung
merangsangn
reaksi
emosi yang meningkat secara fisiologis yang alami dan akan dapat
19
langsung
sehingga menyalurkan
mempengaruhi
fisiologisnya
dengan
baik
parameter kemarahannya.
(contohnya
denyut jantung meningkat)
yang
dapat
menyebabkan
kemarahan yang tidak wajar.
4. Peserta
didik
Usahakan menyusun satu program
berkelainan pendidikan jasmani untuk perorangan.
emosional mempunyai satu
rentangan yang luas dalam
gerak dan kebugaran jasmani
dari yang rendah ke yang
tinggi.
Mengendalikan perilaku dan menjalin
5. Gangguan perilaku khusus komunikasi adalah prasyarat penting
tipe apapun (agresi, tidak dalam pembelajaran psikomotorik.
responsif,
menarik
menghalangi
gerak
dan
diri)
pembelajaran
peningkatan
kebugaran jasmani.
6. Untuk
dari
kerja
peserta
Kumpulkan data dari kemampuan
psikomotorik jasmani,
didik
kebugaran
berguna dan memberikan informasi.
Semua
didik
atau
dapat jasmani. Skor-skor terbaik akan sangat
berubah dari waktu ke waktu.
7. Peserta
gerak
cenderung jasmani
tipe
aktivitas
dapat
pendidikan
diberikan
dengan
berorientasi tindakan (action
sukses.
oriented).
Lebih ditekankan pada olahraga dan
8. Peserta didik yang tidak dapat permainan, namun guru pendidikan
menyesuaikan
sosial
yang
diri
secara jasmani juga menjelaskan kepada
berkelainan mereka
bahwa
kemampuan
emosional sering mencapai akademiknya jangan diabaikan.
kemampuan yang menonjol
dalam
olahraga
dan
20
permainan.
Jangan dipaksakan aktivitas olahraga
9. Sebagaian dari peserta didik kepada peserta didik yang enggan
yang
tidak
dapat untuk melakukannya. Secara sedikit
menyesuaikan diri atau nakal demi sedikit perkenalkan aktivitas
cenderung
tidak
mau jasmani dengan penekanan awal pada
berolahraga yang ada unsur partisipasi dan kesukaan menonton.
“kalah-menang” di dalamnya.
b. Kognitif
Secara tradisional dorongan yang kuat
1. Skor tes IQ peserta didik untuk berprestasi dalam semua bidang
berkelainan emosional rata- adalah hak istimewa bila berpartisi
rata di bawah normal. Prestasi adalam olahraga antar sekolah dan
mereka di sekolah biasanya intramural.
lebih rendah daripada yang
diramalkan, dan banyak juga
masalah dalam belajar.
Harus jujur dengan peserta didik,
2. Peserta didik yang emosinya secara langsung bicarakan masalah
terganggu atau kacau sering yang mereka hadapi pada waktu yang
salah memahami reaksi atau tepat.
maksud orang lain.
3. Beberapa
peserta
Ciptakan
didik membatasi
satu
dan
lingkungan
yang
peraturan
pokok
dengan gangguan emosional dipatuhi oleh guru dan peserta didik.
yang
sangat
sekali
berat,
tidak
sama
mempunyai
pengertian
tentang
keselamatan
dan
mengabaikannya.
Rencanakan
beberapa
aktivitas
4. Banyak peserta didik yang jasmani dalam setiap pembelajaran
menaruh
perhatian
tidak pendidikan jasmani. Jika peserta didik
terlalu lama pada satu objek.
membantu dalam perencanaan, maka
perhatian mereka cenderung lebih
21
baik.
Amati dengan cermat serta bersikap
5. Peserta
didik
sering empatik
mengkomunikasikan
kebutuhan
Temukan
peserta
tingkat Usaha
yang
yang
sumber-sumber
yang
didik menjembatani dwi bahasa (bilingual).
mempunyai
khususnya
bereaksi
tidak atau pantas.
dengan kata-kata.
kekecewaan
terpaksa
terhadap perilaku yang kurang baik
mereka
6. Beberapa
jika
ini
dapat
mencakup
rendah penggunaan bahasa sebagai syarat
berkaitan dalam pendidikan jasmani. Bantu
dengan persepsi orang lain peserta didik memiliki kebanggaan
mengenai
bahasa
yang dengan
mereka gunakan.
latar
belakang
etniknya.
Kelambatan dan kurang sabar dalam
bahasa
jangan
dikaitkan
dengan
kurang cerdas.
c. Afektif
1. Sebagai
Merencanakan program perorangan
satu
individu
populasi, secara hati-hati.
berkelainan
emosional khususnya dalam Ciptakan komunikasi dengan peserta
bidang afektif.
2. Peserta
didik
didik
sebelum
menggunakan
berkelakuan manipulasi kinestetik dan manual.
tidak baik, terkadang peka Semua rangsang lingkungan harus di
terhadap sentuhan.
3. Peserta
didik
bawah
yang rangsang
kontrol
yang
guru.
Tonjolkan
relevan
dan
berkelainan emosional dapat kurangirangsang yang mengganggu.
dengan
mudah
perhatiannya.
terganggu Harus tenang dan sabar. Gabungkan
aktivitas tenang dengan yang tidak
tenang.
4. Peserta didik sering mudah Berikan aktivitas jasmani yang tidak
22
marah atau tersinggung.
5. Sejumlah
peserta
berkelainan
memenuhi
kebutuhan
didik psikomotor, tetapi juga menhindari
emosional perilaku yang ekstrim. Sifat agresif
cenderung
perilaku
hanya
memperlihatkan dan
ekstrovert
marah
kadang-kadang
perlu
seperti ditangani untuk pengendalian diri.
agresi.
Berikan perhatian pada hubungan yng
6. Peserta
didik
cenderung sehat
memperlihatkan
melalui
aktivitas
yang
perilaku menciptakan interaksi. Aktivitas satu
introvert seperti menarik diri lawan satu, kelompok kecil dan
atau mengurung diri.
kelompok
besar
harus
diberikan
secara bertingkat.
Tegakkan disiplin dan sikap konsisten.
7. Peserta
didik
terkadang Yang paling utama adalah tetap
menentang secara lisan atau tenang, menjadi pendengar yang aktif,
fisik
kewenangan
tertentu gunakan tindakan fisik jika peserta
dari guru.
didik
bertindak
membahayakan
dirinya tau orang lain.
Berikan rencana pelajaran yang tidak
8. Peserta didik asyik dengan hanya
pikirannya
sendiri
memenuhi
bahkan perkembangan,
kebutuhan
tetapi
juga
agar
kadang tidak masuk akal. membentuk gerak yang lancar.
Mereka
asyik
dengan
berhalusinasi dan berkhayal.
Guru
memberikan
perhatian
dan
9. Peserta didik kadang-kadang menasihati peserta didik, mencari
menunjukkan
diri
dalam bantuan dengan tim pendidikan yang
bentuk merusak diri sendiri.
mempunyai pengetahuan lebih banyak
dalam
menangani
gangguan
psikologis dan reaksi tidak dapat
menyesuaikan diri.
Gunakan aktivitas yang rileks dan
10. Perilaku yang bertentangan nonkompetitif untuk anak hiperaktif,
23
seperti
hiperaktivitas
hipoaktivitas
peserta
adalah
dan permainan dengan unsur banyak gerak
ciri paling tepat untuk anak hipoaktif.
didik
yang
berkelainan emosional.
11. Peserta
didik
Berikan aktivitas pendidikan jasmani
kurang yang
mempunyai konsep diri.
sistematis
memungkinkan
sehinnga
anak
memperoleh
sukses. Hal ini kan memperbaiki
penampilan dan perasaan harga diri.
Menciptakan
hubungan
dan
12. Peserta didik sering curiga komunikasi yang baik dengan peserta
terhadap orang lain.
didik.
Komunikasikan dengan positif semua
13. Peserta
didim
dengan hal yang ada, usahakan agar mereka
masalah perilaku sering sulit mempunyai
menerima perubahan, kritik, perbedaan
dan pembatasan.
apresiasi
setiap
terhadap
orang
sehingga
mereka menerima perubahan tanpa
menarik diri dari pergaulan.
Melibatkan
14. Peserta
didik
peserta
didik
dalam
cenderung aktivitas yang tidak menakutkan dan
mudah takut dan sering takut tidak ada menang-kalah.
akan
sanksi
sesungguhnya
sosial
atau
yang
dibayangkan.
Berikan peran menjadi pemimpin
15. Peserta didik sering berusaha kepada mereka yang berperilaku baik.
untuk
menarik
perhatian
dalam bentuk apapun.
Jangan
16. Reaksi emosional terhadap peserta
paksakan
didik.
aktivtas
Secara
aktivitas baru dalam bentuk perkenalkan
aktivitas
ketakutan
yang
yang
berlebihan lingkungan
dan kekhawatiran yang sangat Dimulai
adalah biasa.
dari
aktivitas
menuju kompleks.
bertahap
baru
sudah
kepada
dalam
dikenal.
sederhana
24
Bermain dalam olahraga beregu dapat
17. Melanggar peraturan dengan menimbulkan rasa hormat terhadap
sengaja adalah ciri individu peraturan, guru, dan teman sebaya.
yang
tidak
menyesuaikan
dapat
diri
secara
emosional.
d. Umum
Tidak semua peserta didik dengan
1. Cenderung ke arah ekstrim masalah yang sama harus ditempatkan
dalam frekuensi, lamanya dan dalam kelas yang sama.
perilaku yang tidak pentas.
2. Peserta
didik
Mereka harus diberi tahu akibat dari
biasanya perilaku yang tidak dapat diramalkan
mempunyai ciri melakukan dan yang tidak baik.
sesuatu
yang
tidak
dapat
diramalkan.
3. Gangguan
kemampuan
Intervensi dini dan memperlihatkan
perilaku
dan perilaku yang baik akan membantu
menyesuaikan dalam pencegahan gangguan perilaku.
diri yang berlangsung lama
akan membentuk gaya hidup
individu.
Guru pendidikan jasmani adaptif sebaiknya memahami karakteristik anak
autis dan mengetahui strategi instruksional dalam pelaksanaan pembelajaran
pendidikan jasmani sehingga tujuan-tujuan telah ditentukan dapat dicapai
dengan baik. Ketika guru memahami karakteristik dan kebutuhan peserta
didiknya maka pembelajaran dapat terlaksana dengan aman, tertib, lancar,
dan bermanfaat bagi peserta didik. Guru juga harus membuat program
pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik sehingga aspek motorik,
aspek perkembangan sosial dan psikologis dapat berkembangan secara
maksimal. Guru menyusun program aktivitas jasmani, latihan maupun
25
permainan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran. Ketika seorang guru
bertujuan meningkatkan keterampilan motorik kasar maka guru harus
menyusun program latihan, aktivitas jasmani atau permainan yang sesuai dan
merujuk pada inti latihan yaitu melatih komponen-komponen keterampilan
motorik kasar seperti pola gerak dasar. Maka dari itu guru sebaiknya paham
mengenai prinsip-prinsip perkembangan keterampilan manusia dan tahapan
perkembangan keterampilan motorik anak sehingga hal ini dapat dijadikan
pedoman untuk menyusun program latihan yang sesuai.
Dalam proses pembelajaran guru juga harus mampu mengendalikan
peserta didik atau lebih tepatnya pengelolaan kelas agar lingkungan
pembelajaran menjadi lebih kondusif dan efektif.
B. Aktivitas yang Disarankan dan Dilarang untuk Anak Autis Hipoaktif
1. Kebugaran Jasmani
Menurut Arma Abdoellah (1996: 119) menyatakan bahwa indeks
kebugaran jasmani dari peserta didik yang berkelainan emosional
cenderung berada di bawah normal. Penelitian juga mendukung pendapat
bahwa gambar diri dan konsep diri peserta didik cenderung kurang. Jadi
peserta didik autis membutuhkan program pendidikan jasmani yang
menitikbertakan pada kebugaran jasmani dan keterampilan gerak
(motorik).
Perbaikan atau peningkatan kebugaran jasmani tidak saja akan
memberikan gambar diri dan konsep diri, tetapi juga memungkinkan
partisipasi dalam olahraga, aktivitas jasmani, maupun permainan yang
mempunyai dampak langsung terhadap pengalaman sosial yang positif.
Selain itu dengan kebugaran jasmani yang baik peserta didik dapat lebih
baik dalam mengahadapi kegiatan pembelajaran di kelas termasuk
pendidikan jasmani yang menuntut aktivitas jasmani yang lebih kompleks.
Dengan tingkat kebugaran jasmani yang baik pula dapat sedikitnya
mengurangi resiko terkena pernyakit.
26
Oleh karena itu pendidikan jasmani adaptif seharusnya ditekankan
pada program mengembangkan daya tahan tubuh, kardiovaskuler, dan
kardiorespirasi. Aktivitas kesegaran jasmani dapat dilaksanakan dalam
situasi terbuka jika sarana dan prasarana kurang memadai. Contohnya
dengan melakukan senam kebugaran jasmani di halaman sekolah secara
berkelompok. Latihan penguluran dan lari bersama-sama satu arah secara
berkelompokpun dapat dilakukan. Ban-ban bekas dapat pula digunakan
untuk membatasi gerak pada suatu tempat.
2. Keterampilan Motorik Kasar dan Pola Gerak Dasar
Peserta didik berkelainan terbukti juga kurang dalam penguasaan
keterampilan gerak dan pola gerak dasar. Anak-anak harus diberikan
aktivitas secara terus-menerus untuk meningkatkan pemahaman orientasi
tempat, arah, gambar diri, konsep diri gerak, sikap tubuh, koordinasi mata
dengan tangan adan kaki, keseimbangan dan irama.
Semua anak memerlukan kepercayaan diri dalam bekerja secara
individual dengan sarana dan prasarana yang tidak menakutkan untuk
meningkatkan pola gerak dasar. Hal ini diperlukan untuk dapat
berpartisipasi dalam permainan, dan yang lebih penting ialah unsur sosial
yang sangat dibutuhkan.
Untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar, seorang guru dapat
memerintahkan kepada peserta didik untuk membuat terowongan dari
kedua tangan peserta didik. Anak-anak yang lain berbaris kebelakang dan
diperintahkan
bernyanyi
sambil
berjalan
melewati
terowongan.
Barangsiapa yang berada dalam terowongan saat lagu berhenti maka dia
berfungsi sebagai terowongan dan berdiri di belakang kedua temannya
yang bertugas sebagai terowongan. Begitu seterusnya sampai habis barisan
peserta didiknya.
Peserta didik juga dapat melakukan aktivitas memantulkan bola atau
lempar tangkap bola warna-warni dengan teman sepermainannya. Setelah
itu selesai peserta didik diarahkan membentuk formasi lingkaran. Dan satu
anak di tengah sebagai serigala dan lainnya bertugas sebagai harimau.
27
Mereka akan bermain kejar-kejaran ketika seorang serigala melemparkan
bola ke salah satu harimau, harimau harus lari dan mengumpan atau
melempar bola ke teman yang lain agar dia tidak menjadi target kejaran
dari serigala. Apabila bola yang dilempar mengenai atau bahkan
tertangkap oleh serigala maka harimau yang mmelempar berubah menjadi
serigala pemburu. Permainan ini dapat melatih gerak seperti jalan, lari,
menangkap, melempar, dan koordinasi tubuh.
3. Aktivitas Individual dan Kelompok
Partisipasi dalam aktivitas perorangan dan kelompok tidak saja
memberikan keuntungan psikomotik, tetapi memberikan satu suasan
dimana mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Aktivitas
perorangan dan kelompok mempunyai unsur yang memungkinkan
mengurangi sifat agresif dan energi yang menumpuk dengan cara yang
dapat diterima secara sosial. Selain itu peserta didik dapat memperoleh
kesenangan sehingga mampu berinteraksi dan bekerjasama dengan teman
satu kelompoknya.
Guru pendidikan jasmani harus memberikan aktivitas sosial untuk
penguatan dan memasukkanya secra sistematis dalam program pendidikan
jasmani. Guru harus memperkenalkan permain dari yang mudah menjadi
sulit dan sederhana menjadi kompleks.
4. Pendidikan Gerak
Peserta didik yang perhatiannya mudah terganggu mungkin akan
memperoleh keuntungan dari pendidikan gerak yang tidak terstruktur,
tetapi karena banyak gerak yang acak jelas akan mengganggu peserta didik
lain. Salah satu cara untuk mengatasi hal ini adalah bermain menurut cerita
atau sosiodram yang kreatif dapat memperbaiki perilaku tertentu.
Contohnya melakukan gerakan menggergaji kayu, atau bermain patunganpatungan. Hal ini dapat mengurangi ketegangan dan sifat agresif.
Menghayalkan kelas mengunjungi Disneyland dan memerankannya dalam
sebuah cerita akan meningkatkan sosialisasi anak yang menarik diri dari
pergaulan.
28
5. Mengelompokkan Peserta Didik
Guru harus selalu memberikan perhatian pada saat pengelompokan
peserta didik dan pengaruhnya terhadap dinamika antar individu. Dalam
pemilihan tim pun dibutuhkan perhatian khusus yang sungguh-sungguh
saat menentukan cara memilih tim dan pemimpinnya. Salah satu cara yang
kelihatannya mempunyai nilai tinggi adalah pemilihan pemimpin secara
acak, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan setengah dari anggota tim
oleh pemimpin tiap tim. Selebihnya guru memilih anggota tim untuk tiap
tim. Dengan menggunakan sistem ini peserta didik yang kurang terampil
dan memiliki harga diri rendah tidak akan terakhir dipilih.
6. Memodifikasi Peraturan
Peraturan permainan dapat dimodifikasi menjadi lebih sederhana dari
permainan yang sesungguhnya. Akan tetapi tetap memperhatikan unsurunsur pokok dari permainan yang dimodifikasi. Hal-hal yang dapat
dimodifikasi dalam permainan yaitu peraturan, lapangan, alat, dan jumlah
pemainnya.Setiap guru pendidikan jasmani harus mampu membuat
permainan modifikasi yang aman, menyenangkan dan bermanfaat bagi
peserta didik.
Ketika dalam permainan guru sebaiknya menggunakan tanda yang
tepat untuk memulai ataupun mengakhiri permainan. Tanpa ada
kesepakatan yang jelas mengenai tanda yang digunakan akan menggangu
perilaku anak. Peluit, suara, cahaya dan alat lainnya merupakan tandatanda biasanya yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan jasmani.
7. Mengontrol Agresi
Peserta didik yang sangat agresif dan menyenangi kompetisi dapt
diberikan aktivitas yang mendorong mereka untuk menarik, mendorong,
memukul, menyepak, dan meninju objek yang berada dalam satu
lingkungan yang terkontrol. Guru harus mampu mengawasi mereka yang
agresif akan tetap dalam batasan-batasan yang wajar saat bermain. Salah
satu tanggung jawab guru ialah mengajarkan dan memperlihatkan kepada
peserta didik cara bagaimana mengontrol agresi dengan cara yang dapat
29
diterima dengan baik. Contohnya, guru menyarankan menjunjung tinggi
peraturan dan sikap sportivitas saat bermain. Karena tujuan dari
pendidikan jasmani sendiri membuat siswa merasa senang.
Beberapa aktivitas bagi anak-anak yang secara alami dapat
mengontrol agresi yaitu tenis, bulutangkis, bola voli, dan renang. Aktivitas
sepakbola, bola basket, permainan striking/fielding sebaiknya dihindari
bagi peserta didik yang mempunyi kecenderungan tidak dapat mengontrol
sifat agresif dan yang tidak dapat berkompetisi.
C. Model
Aktivitas
Pendidikan
Jasmani
untuk
Meningkatkan
Keterampilan Motorik Kasar Anak Autis Hipoaktif
Untuk meningkatkan keterampilan motorik kasar pada anak autis
hipoaktif perlu menggunakan suatu permainan yang dimodifikasi secara
menyenangkan sehingga dapat menarik minat dan perhatian mereka. Berikut
salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran pendidikan
jasmani bagi anak autis hipoaktif:
1. Pemanasan (Alokasi waktu 20 Menit)
Mengikuti Alunan Musik
a. Anak-anak autis diminta di dalam ruangan,di hall senam maupun di
lapangan terbuka. Jika di dalam ruangan, ruangan dirancang sedemikian
rupa dengan aneka hiasan yang menarik dan dijauhkan dari bendabenda berbahaya. Jika dilakukan di lapangan terbuka guru sebaiknya
melakukan pengawasan terhadap masing-masing anak.
b. Anak autis di putarkan sebuah musik yang menyenangkan bagi mereka,
sebelumnya anak-anak autis diputarkan beberapa musik, kemudian
musik yang dirasa menarik dan dapat membuat seorang anak autis
menari dapat digunakan dalam latihan ini.
c. Di sini anak-anak autis dibiarkan bergerak mengikuti alunan musik
sesuai kehendak mereka selama 5 menit, latihan ini hendaknya
dilakukan oleh lebih dari 5 anak agar ada interaksi diantara anak-anak.
30
d. Dengan mereka bergerak mengikuti alunan musik secara tidak langsung
mereka sudah melakukan aktivitas jasmani.
e. Kemudian guru bertugas membimbing anak-anak autis untuk
melakukan gerakkan yang dicontohkan. Guru sebagai pembimbing
memberikan contoh-contoh gerakan yang dinamis sesuai dengan tujuan
dari latihan inti. Guru membantu anak-anak yang mengalami kesulitan.
Pemanasan ini dilakukan selama 10 menit.
Permainan ini dapat melatih kemampuan gerak dasar anak seperti
berjalan, jalan ditempat, melompat, meloncat, berjinjit dan sebagainya
yang tujuannya dapat melatih keterampilan motorik kasar anak autis
hipoaktif. Tujuan lainnya yaitu untuk meningkatkan interaksi dan
sosialisasi di antara mereka yang sedang melakukan aktivitas.
f. Setelah melakukan gerakan yang terstruktur, peserta didik diminta
melakukan permainan selama 5 menit. Contoh permainan:
Menjala ikan
Guru menentukan tiga orang anak bertugas sebagai jala, dan
sisanya sebagai ikan. Ikan dianggap terjala bila dapat dilingkari oleh
jala dengan saling berpegang tangan. Ikan y