Karya Tulis dan Ilmiah Edit

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral

(KESDM) No. 09, Tahun 2009, bahwa sebagai persyaratan Ujian Kenaikan
Pangkat Penyesuaian Izajah, setiap pegawai di dalam lingkungan KESDM yang
akan mengikuti hal tersebut di atas (Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian
Izajah) diwajibkan untuk membuat karya tulis ilmiah. Untuk memenuhi syarat
tersebut penulis yang telah menyelesaikan pendidikan Strata - 1 pada Jurusan
Administrasi Bisnis, Program Studi Manajemen Ekonomi Publik Konsentrasi
Keuangan Publik, Sekolah Tinggi Administrasi Lembaga Administrasi Negara,
Bandung. Akan menyajikan tulisan yang berjudul “Manajemen Pengendalian
Internal untuk Optimalisasi Realisasi Anggaran di Pusat Survei Geologi”.
Mengingat pentingnya pengendalian internal yang berdampak pada capaian
kinerja secara keseluruhan di Pusat Survei Geologi.
Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, Pengendalian terhadap
pengelolaan keuangan sangatlah penting untuk ditingkatkan agar anggaran

pendapatan dan belanja melalui DIPA benar-benar dapat dikelola secara efektif,
efeisien, dan mencapai tujuan yang diharapkan (direncanakan). Hal itu,
bersesuaian dengan amanah undang-undang di bidang keuangan negara yang
membawa implikasi terhadap perlunya sistem pengelolaan keuangan negara
yang lebih akuntabel dan transparan. Prinsip ini hanya bisa dicapai jika seluruh
penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari
perencanaan,

pelaksanaan,

pengawasan,

pengendalian

sampai

dengan
1

pertanggungjawaban, dilakukan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien.

Maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa
penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai
tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara
secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan. Manajemen pengendalian internal yang dalam
penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta
mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi
Instansi Pemerintah tersebut.
Realisasi anggaran dan capaian kinerja realisasi pada semester I tahun
anggaran 2015 masih dibawah 15%. Rendahnya capaian kinerja tersebut diduga
oleh karena pelaksanaan manajemen pengendalian internal masih belum
optimal. Oleh karena itu dalam karya ilmiah yang saya akan sampaikan ini perlu
adanya evaluasi terhadap sistem pengawasan dan pengendalian internal dalam
suatu unit kerja sehingga capaian kinerja suatu unit kerja sesuai dengan yang
direncanakan dan diharapkan. Peran manajemen dan jajarannya juga menjadi
kunci penting dalam menyusun suatu pengendalian yang efektif dan yang lebih
penting lagi dalam pelaksanaannya.
Manajemen Pengendalian internal yang efektif tentunya akan menunjang
dalam optimalisasi realisasi anggaran di Pusat Survei Geologi, sebagai staff
pegawai di Bagian Keuangan tentunya penulis merupakan salah seorang dari

253 Aparatur Sipil Negara di unit Satuan Kerja Pusat Survei Geologi yang diberi
tugas jabatan sebagai pengadministrasi keuangan agar capaian realisasi
anggaran di satuan kerja Pusat Survei Geologi dapat berjalan sesuai
perencanaan.

Sistem

manajemen

pengendalian

yang

disusun

akan

2

mempermudah


dalam

pelaporan

realisasi

anggaran,

sehingga

realisasi

anggaran dan capaian kinerja dapat dipantau setiap saat dalam tahun anggaran
berjalan.
1.2.

Maksud dan tujuan
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa maksud dari


penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran
manajemen pengendalian internal terhadap optimalisasi realiasasi anggaran
sehingga dapat menunjang pelaksanaan capaian kinerja. Hal tersebut juga
menjadi dasar tujuan dalam penulisan makalah ini, adapun tujuannya secara
rinci adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui manajemen pengendalian anggaran internal di Pusat
Survei Geologi.
2. Untuk mengetahui optimalisasi realisasi anggaran di Pusat Survei Geologi.
3. Untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi realisasi anggaran berpengaruh
terhadap capaian kinerja satuan kerja di pusat survey geologi.
4. Untuk mengetahui peran manajemen pengendalian internal terhadap
optimalisasi realisasi anggaran dalam peningkatan capaian kinerja di Pusat
Survei Geologi.
1.3.

Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari penulisan karya ilmiah ini adalah :

1. Gambaran dari manajemen pengendalian internal di Pusat Survei Geologi
2. Sistem pelaporan yang efektif untuk meningkatkan realisasi anggaran

3. SOP pelaksanaan dalam merealisasikan anggaran

3

BAB II
KERANGKA PIKIR PENULISAN

2.1.

Konsep Manajemen
Manajemen dibutuhkan oleh siapa saja yang bekerja sama dalam

organisasi untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Untuk
itu Siagian (1996 : 5) mendefinisikan manajemen sebagai : “Kemampuan atau
keterampilan atau memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan
melalui kegiatan – kegiatan orang lain “.
Selanjutnya Hasibuan (2005 : 1-2) mengemukakan bahwa : “Manajemen
adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan
sumber – sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan
tertentu “. Kemudian Koontz & O’Donnel (1992 : 3), mengemukanan bahwa :

“Management is getting things done through people bringing about this
coordinating of group activity the manager, as a manager plans, organizes, staff,
direct and control the activities other people. Maksud dari pendapat tersebut
diatas bahwa manajemen merupakan usaha organisasi untuk mencapai suatu
tujuan tertentu melalui kegiatan antara anggota organisasi. Kondisi tersebut
dicapai melalui perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan
pengendalian.
Stoner (1992 : 6) mengemukakan bahwa : “Management is the process of
planning, organizing, leading and controlling the efforts of organization members
and of using all other organizational resources to achieve stater organizational
goals “. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen
merupakan

proses

perencanaan,

pengoerganisasi,

pengarahan


dan
4

pengawasan atas usaha-usaha para anggota organisasi serta pemanfaatan
sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Manullang (1996 : 15) mengemukakan bahwa manajemen adalah : “Seni
dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan serta
pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan “.
Berdasarkan

beberapa

pendapat

tersebut,

manajemen


bisa

dikelompokkan ke dalam peranan sebagai sistem wewenang dan tanggung
jawab, proses, sifat kebersamaan, serta manajemen sebagai seni dan ilmu.
pengertian perananan dapat diartikan sebagai proses pengawasan untuk
mencapai tujuan secara rasional, efektif dan efesien.
Fungsi-fungsi manajemen
Berdasarkan pendapat diatas bahwa manajemen perupakan proses
kerjasama antar dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya. Sebagai ciri dari manajemen adalah adanya kelompok
manusia, kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih adanya kerjasama dari
kelompok

tersebut,

adanya

proses

,


bimbingan,

kepemimpinan

dan

pengendalian dan adanya tujuan
Sementara itu Terry (1997 : 25) mengklasifikasikan fungsi – fungsi
manajemen, sebagai berikut :
 Planning (Perencanaan)
 Organizing (Pengorganisasian)
 Actuating (Penggerakan)
 Controlling (Pengendalian dan pengawasan)

5

Fungsi – fungsi manajemen menurut Fayol (Siagian, 1996 : 105) terdiri
dari :
 Planning (Perencanaan)

 Organizing (Pengorganisasian)
 Commanding (Pemberian Komando)
 Coordinating (Pengkoordinasian)
 Controlling (Pengawasan)
Menurut Gulick (1997 : 104) bahwa fungsi-fungsi manajemen adalah
sebagai berikut :
 Planning (Perencanaan)
 Organizing (Pengorganisasian)
 Staffing (Pengadaan tenaga kerja)
 Directing (Pengarahan)
 Coordinating (Pengkoordinasian)
 Reforting (Pelaporan)
 Budgeting (Penganggaran)
 Pengawasan serta Pengendalian (Controlling)
Pendapat para ahli tersebut dia atas menunjukan bahwa pengendalian
merupakan

fungsi

dari

manajemen,

disamping

fungsi

lainnya

seperti

perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan karena fungsi – fungsi
tersebut mutlak harus dijalankan pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi.
2.2.

Konsep Pengendalian
Pengendalian (Controlling) merupakan suatu faktor penunjang penting

dalam efisiensi organisasi, demikian juga pada perencanaan pengorganisasian
dan pengarahan. Pengendalian adalah suatu fungsi yang positif dalam
menghindarkan dan memperkecil penyimpangan – penyimpangan dari sasaran –
sasaran atau target yang direncanakan. Setiap pengorganisasian oleh karena itu
6

harus memiliki sistem pengendalian. Perbedaan antara pengawasan dengan
pengendalian adalah pada wewenang dari pengembang kedua istilah tersebut.
Pengendalian memiliki wewenang turun tangan yang tidak dimiliki oleh
pengawasan. Pengawas hanya sebatas memberi saran, sedangkan tindak
lanjutnya dilakukan oleh pengendali.
Koontz &

O’Donnell (1992 : 29) memberikan pengertian mengenai

pengendalian sebagai berikut : “Controlling is the managerial function of
measuring and correcting performance of activities of subordinates in orfer to
assure that enterprise objectives and are being accomplished “ . Pengendalian
adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar
rencana- rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan
dapat terselenggara. Maksud dari pendapat diatas tersebut bahwa pengendalian
merupakan kegiatan dari fungsi manajerial guna memperbaiki pelaksanaan dari
berbagai kegiatan unit kerja agar sesuai dengan peraturan yang telah
ditentukan.
Sedangkan menurut LAN RI (1995) pengawasan ialah suatu kegiatan
untuk memperoleh apakah pelaksanaan pekerjaan/kegiatan telah dilakukan
sesuai dengan rencana semulailai dan . Kegiatan pengawasan pada dasarna
membandingkan

kondisi

yang

ada

dengan

yang

seharusnya

terjadi.

Pengendalian ialah apabila dalam pengawasan ternyata ditemukan adanya
penyimpangan atau hambatan maka segera diambil tindakan koreksi. Dalam hal
ini pengendalian mempunyai arti lain adalah kegiatan memantau, menilai dan
melaporkan kemajuan disertai dengan tindak lanjut.

7

2.3. Konsep Anggaran
Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang
meliputi seluruh kegiatan lembaga, yang dinyatakan dalam unit moneter dan
berlaku untuk jangka waktu yang akan datang (Suharyanto, 2005).
Sedangkan menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari
suatu perencanaan yang berupa daftar mengenai bermacam-macam kegiatan
terpadu, baik menyangkut penerimaannya maupun pengeluarannya yang
dinyatakan dalam satuan uang dalam jangka waktu tertentu. Negara Indonesia
menetapkan anggaran negaranya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang setelah
mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Mulyadi (1997:488) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan anggaran
adalah : “Merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif
yang diukur dalam satuan moneter standard an satuan ukuran yang lain yang
mencakup jangka waktu satu tahun”
Sedangkan Marwan (1993:6) mengemukakan bahwa : “ Anggaran adalah
sautu pendekatan yang formasl dan sistematis dasri pada pelaksanaan
tanggung

jawab

manajemen

di

dalam

perencanaan,

koordinasi

dan

pengawasan.”
Kemudian Munandar (1998 : 2) menjelaskan bahwa : “Anggaran adalah suatu
rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh perusahaan yang
dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu
tertentu.”

8

 Anggaran Berbasis Kinerja
Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis
menunjukan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya.
Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk
melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana
manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggung jawaban kepada
publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk
digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah
(Halim, 2004: 177).
Anggaran berbasis kinerja (ABK) adalah proses penyusunan APBD yang
diberlakukan dengan harapan dapat mendorong proses tata kelola pemerintahan
yang lebih baik. Penerapannya diharapkan akan membuat proses pembangunan
menjadi lebih efisien dan partisipatif, karena melibatkan pengambil kebijakan,
pelaksana kegiatan,bahkan dalam tahap tertentu juga melibatkan warga
masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan public (Utomo
Dkk, 2007).
Anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi
pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan
Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan
sumber daya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai
ëoutput measurementí sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006).
Pengertian penganggaran berbasis kinerja menurut Halim (2004:177)
merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mangaitkan setiap
pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil
yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran

9

tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada
setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam
program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan.
Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen
kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta
memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan
oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk
mencapai kinerja tahunan.
Penganggaran

berbasis

kinerja

ini

berfokus

pada

efisiensi

penyelenggaraan suatu aktivitas atau kegiatan. Efisiensi itu sendiri adalah
perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien,
apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output
yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak
hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada
sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu
yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya
yang cukup dan terukur juga penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif
(Putra, 2010). Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional,
penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output.
Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka
mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output",
berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap
langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi
penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya

10

diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance
atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan dan rasionalitas yang tinggi
dengan mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi
rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target
dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan
(Halim, 2004:174)
 Anggaran Sektor Publik
Mardiasmo (2002) menjelaskan mengenai definisi anggaran sektor publik
yaitu sebagai suatu rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk
rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran
sektor publik merupakan rincian seluruh aspek kegiatan yang akan dilaksanakan
yang tersusun atas rencana pendapatan dan pengeluaran yang akan
dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun. Oleh karena itu anggaran publik
dapat dinyatakan bahwa merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan:
a. Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja);
b. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk
mendanai rencana tersebut (pendapatan).
Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu pemerintah dalam
menentukan tingkat kebutuhan masyarakat seperti listrik, air bersih, kualitas
kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya agar terjamin secara layak dan
tingkat kesejahteraan masyarakat akan semakin terjamin serta penggunaan dan
pengalokasiannya lebih efektif dan efisien.
Anggaran sektor publik disusun oleh pemerintah dengan tujuan untuk
melaksanakan pelayanan publik kepada masyarakat yaitu dalam bentuk

11

kebutuhan dasar masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih,
dan transportasi; serta infrastruktur seperti jaringan jalan, sanitasi, dan fasilitas
umum agar terjamin secara layak. Oleh karena itu, anggaran merupakan blue
print keberadaan sebuah negara dan merupakan arahan di masa yang akan
datang.
Mardiasmo (2002) berpendapat, alasan pentingnya anggaran sektor publik
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai alat pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial
ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat
2. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tak terbatas dan terus
berkembang.
3. Adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources),
pilihan (choice), dan trade offs.

2.4. Konsep Optimalisasi
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, (W.J.S. Poerdwadarminta (1997 : 753)
mengemukakan bahwan : “Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan
keingingan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara
efektif dan efisien”.
Optimalisasi banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua
kebutuhan dapat terpenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Menurut
Winardi (1999:363) Optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya
tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut usaha, optimalisasi adalah usaha
memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan keuntungan yang diinginkan

12

atau dikehendaki. Dari uraian diatas diketahui bahwa optimalisasi hanya dapat
diwujudkan apabila dalam perwujudannya secara efektif dan efesien. Dalam
penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk mencapai hasil
secara efektif dan efesien agar optimal.

13

BAB III
TINJAUAN UNIT KERJA PUSAT SURVEI GEOLOGI

Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2010, mengenai organisasi
dan tatakerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menjelaskan
bahwa tugas fungsi Pusat Survei Geologi adalah melaksanakan penelitian,
penyelidikan dan pelayanan di bidang survei geologi. Dalam melaksanakan
tugas fungsi tersebut, secara umum kegiatan di Pusat Survei Geologi meliputi
kegiatan survei dan penelitian di berbagai kelompok kerja serta pelaksanaan
administrasi rutin di berbagai bidang. Hal tersebut tentunya diperlukan adanya
sistem pengendalian dalam hal realisasi anggaran, hal ini sesuai dengan adanya
himbauan dan anjuran dari pemerintah.

3.1. Sejarah Pusat Survei Geologi
Dalam perjalanan sejarahnya, Pusat Survei Geologi yang dikenal
sekarang ini telah berevolusi melewati tiga kurun waktu. Dimulai dari Dienst van
het mijnwezzen pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1820). Setelah
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia institusi ini menjadi Direktorat
Geologi yang kemudian pada tahun 1979 berubah menjadi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, dan sejak tahun 2006 menjadi Pusat Survei Geologi.
Penelitian dan pengembangan geologi di Indonesia diawali Dienst van het
mijnwezzen dengan dipaparkannya teori undasi, penemuan lajur anomali gaya
berat free air negatif, dan penemuan fosil hominid oleh ilmuwan Belanda sekitar
tahun 1850. Pada tahun 1946, Direktorat Geologi memulai program pemetaan
geologi sistematik, eksplorasi mineral logam dan mineral industri, survei
14

hidrogeologi dan geologi teknik, penyelidikan dan pemantauan gunungapi.
Pemetaan gayaberat sistematik dimulai padatahun 1964.
Sejak tahun 1979 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi mulai
merangkum berbagai hasil kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya menjadi
paket-paket data dan informasi kebumian berupa peta-peta geologi digital, serta
paket data geologi Irian Jaya (Papua) dan Kalimantan. Kegiatan litbang
kebumian dimulai dengan penajaman pada pencarian sumber-sumber baru
energi dan mineral, serta aspek lingkungan dan kebencanaan. Hasil-hasil litbang
yang berupa data dan informasi tentang potensi kebumian itu disebarluaskan
kepada para pemangku kepentingan (stakeholder), kalangan industri dan
masyarakat luas.
 Tugas dan Fungsi Organisasi
Pusat Survei Geologi merupakan salah satu unit pengendali keuangan
Negara eselon II di lingkungan Badan Geologi – Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, dimana Badan Geologi adalah unit eselon I yang
bertugas memberikan pelayanan informasi geologi.
Pusat Survei Geologi dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 0018 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Peraturan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral yang digunakan sekarang, menggantikan Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang dahulu yaitu Nomor 0030 Tahun
2005.

15

Adapun Kedudukan Tugas dan Fungsi Pusat Survei Geologi sebagai berikut:
1. Kedudukan
Pusat Survei Geologi dipimpin oleh Kepala Pusat Survei Geologi yang
berada di bawah Badan Geologi dan Bertanggung Jawab kepada
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
2. Tugas Pokok
Berdasarkan Pasal 664, Pusat Survei Geologi mempunyai tugas
melaksanakan penelitian, penyelidikan dan pelayanan di bidang survei
geologi.
3. Fungsi
Berdasakan Pasal 665, Pusat Survei Geologi menyelenggarakan fungsi;
a. Penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program
penelitian, penyelidikan dan pelayanan di bidang survei geologi.
b. Pelaksanaan penelitian, penyelidikan, pemetaan sistematik dan
tematik, perekayasaan, permodelan geologi, geofisika dan geokimia,
serta pengelolaan dan pelayanan sarana prasarana teknik, dan
informasi di bidang survei geologi;
c. Pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan pelaksanaan penelitian,

penyelidikan dan pelayanan d bidang survei geologi; dan
d. Pelaksanaan administrasi Pusat Survei Geologi.
 Struktur Organisasi
Dalam menjalankan tugas dan fungsi yang telah dibebankan, Pusat
Survei Geologi dipimpin oleh seorang Kepala Pusat dan struktur organisasinya
terdiri atas :

16

a.

Bagian Tata Usaha;
i) Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian dan
ii) Sub. Bagian Keuangan

b.

Bidang Program dan Kerjasama;
i) Sub. Bidang Program dan
ii) Sub. Bidang Kerjasama

c.

Bidang Sarana Teknik;
i)

Sub. Bidang Laboratorium dan

ii)

Sub. Bidang Sarana Penyelidikan

d.

Bidang Informasi;
i)

Sub. Bidang Sistem Informasi dan (dahulu Sub.
Bidang penerapan sistem informasi)

ii)

Sub. Bidang Pelayanan Informasi

(dahulu Sub.

Bidang penyediaan informasi public)
e.

Kelompok Jabatan Fungsional

Struktur Organisasi Pusat Survei Geologi sesuai dengan Keputusan
Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Nomor 0018 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

17

STRUKTUR ORGANISASI
PUSAT SURVEI GEOLOGI
BADAN GEOLOGI
PERMEN
0030/2005

PERMEN
18/2010
PUSAT
SURVEI
GEOLOGI

PUSAT
SURVEI
GEOLOGI

BAGIAN TATA
USAHA

Subbagian
Umum dan
Kepegawaian

BIDANG
SARANA
TEKNIK

BIDANG
PROGRAM
DAN KERJA
SAMA

Subbagian
Keuangan dan
Rumah Tangga

Subbidang
Program

Subbidang
Penerapan
Sistem
Informasi

Subbidang
Sarana
Penyelidikan

Subbidang
Kerja Sama

Subbidang
Penyediaan
Informasi
Publik

Subbagian
Umum dan
Kepegawaian

BIDANG
PROGRAM
DAN
KERJA SAMA

BIDANG
INFORMASI

Subbidang
Laboratorium

BAGIAN
T ATA USAHA

KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL

BIDANG
SARANA
T EKNIK

Subbagian
Keuangan

BIDANG
INFORMASI

Subbidang
Program

Subbidang
Laboratorium

Subbidang
Sistem
Informasi

Subbidang
Kerja Sama

Subbidang
Sarana
Penyelidikan

Subbidang
Pelayanan
Informasi

KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL

Nomenklatur berubah sesuai penataan fungsi

Tabel 1 : Struktur Organisasi Pusat Survei Geologi

 Peran dan Posisi Bidang Geologi dalam Pembangunan
Indonesia memiliki potensi energi yang beragam, baik yang berasal dari
energi fosil maupun energi non fosil dan potensi sumber daya geologi yang ada
sekarang haruslah dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pemenuhan
kebutuhan dalam negeri dan penerimaan negara.
Badan Geologi, khususnya Pusat Survei Geologi harus mampu
memberikan informasi data bidang kegeologian yang up to date dan mudah di
akses sebagai informasi publik bagi kepentingan pembangunan nasional.
Diharapkan dengan adanya data-data informasi geologi yang berkualitas mampu
meningkatkan para pelaku usaha atau pengguna produk kegeologian untuk lebih
mengembangkan potensi-potensi efisiensi dan nilai tambah dari sumber daya
alam dan potensi energi Indonesia. Pelaku usaha selalu ingin bebas dari resiko
18

tentang sumber daya, dalam pengusahaan sumber daya mineral dan energi.
Oleh sebab itu pemerintah perlu memberikan insentif non-fiskal berupa data dan
informasi

geosain

sebagai

bentuk

risk-sharing,

arahan

eksplorasi

dan

eksploitasi.
Dalam menjawab tantangan dan mandat dari undang-undang dan
peraturan yang ditugaskan Badan Geologi melalui Pusat survei Geologi maka di
bentuk 5 kelompok kerja yang terdiri dari : Kelompok Pemetaan Geologi,
Kelompok Pemetaan Geokimia dan Metalogenik, Kelompok Pemetaan Geofisika
Udara, Kelompok Dinamika Cekungan, Kelompok Dinamika Kuarter
Untuk itu, Pusat Survei Geologi dituntut untuk terus menerus dapat
menemukan dan mengungkapkan sumber-sumber baru potensi energi, mineral
dan seluruh informasi mengenai geologi Indonesia guna memenuhi permintaan.
Produk kegiatan kegeologian biasa digunakan oleh Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, Kementerian Pekerjaan Umum, Pertanian, Lingkungan
Hidup, dan Kementerian lainnya, lembaga Pemerintah non-Kementerian serta
industri.
 Program dan Kegiatan
Nomenklatur Program dari Badan Geologi adalah Program Penelitian,
Mitigasi dan Pelayanan Geologi. Nomenklatur anggaran Kegiatan Pusat Survei
Geologi adalah Survei dan Pelayanan Geologi. Kegiatan tersebut untuk
mendukung indikator utama program yang menyangkut tentang : Terpenuhinya
Kebutuhan Pegawai, Sarana Prasarana dan Lancarnya Kegiatan Sehari Hari
Perkantoran, Jumlah Peta Geologi yang Digunakan, Jumlah Peta Geologi
bersistem dan peta geologi tematis yang dihasilkan, serta

Jumlah data dan

geosains yang dihasilkan.

19

3.2.

Kondisi Sekarang
Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun

2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
171/PMK.05/2007 sebagaimana telah diubah dengan 233/PMK.05/2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Menteri/Pimpinan
Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan
menyampaikan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) yang
meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan
Keuangan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, dalam rangka
penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
Laporan Keuangan Kantor Pusat Survei Geologi telah disusun dan
disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara
anggaran dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan dan
belanja selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun anggaran
berjalan, seperti contohnya tertuang di bawah ini :

20

31 Desember 2014
Uraian

31 Desember 2013
%
Realisasi
terhadap
Anggaran

Catatan
Anggaran

Realisasi

Realisasi

PENDAPATAN
1
.

Penerimaan Negara
Bukan Pajak

450.000.000

6.616.930.961

1470,42

1.965.217.378

Jumlah Pendapatan

450.000.000

6.616.930.961

1470,42

1.965.217.378

19.855.815.000

15.512.846.047

78,13

16.802.764.995

BELANJA
1
.

Belanja Pegawai

2
.

Belanja Barang

170.673.136.000

81.522.421.155

47,77

91.594.531.751

3
.

Belanja Modal

187.590.314.000

15.321.850.500

8,17

92.687.490.610

Jumlah Belanja

378.119.265.000

112.357.117.702

29,71

201.084.787.356

Tabel 2 : Ringkasan PNBP dan Belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran per 31 Desember
2014 dan 31 Desember 2013 (dalam Rupiah)
31 Desember 2014
Uraian
Anggaran
Pendapatan Negara
Belanja Negara

31 Desember 2013
% Real. Thd
Anggaran

Realisasi

450.000.000

6.616.930.961

378.119.265.000

112.357.117.702

Realisasi

1.470,42

1.965.217.378

29,71

201.084.787.356

Tabel 3 : Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran per 31Desember 2014 dan 31 Desember 2013
(dalam Rupiah)

Sedangkan untuk realisasi anggaran semester I Tahun 2015 yang berakhir pada
30 juni 2015 ini tertuang pada :
URAIAN
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Total Belanja Kotor
Pengem balian Belanja
Jumlah

30-Jun-15
Anggaran

(%) Real
Angg.

Realisasi

53.052.703.000

11.541.573.179

21,75%

209.125.389.000

23.514.416.158

11,24%

75.852.389.000

-

0,00%

338.030.481.000

35.055.989.337

338.030.481.000

(126.845.654)
34.929.143.683

10,33%

Tabel 4 : Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Belanja per 30 Juni 2015 (dalam rupiah)

21

30-Jun-15
Uraian
Pendapatan dari Hasil Pengelolaan BMN
Pendapatan Jasa
Pendapatan Lain-lain
Jumlah

Anggaran

Realisasi

% Real
Angg.

125.000.000
350.000.000
-

41.975.000
91.675.000
160.826.889

33.58
26.19
#DIV/0!

475.000.000

294.476.889

62.00

Tabel 5 : Ringkasan Estimasi dan realisasi pendapatan per 30 Juni 2015 (dalam rupiah)

Laporan Keuangan pula menjadi tolak ukur dari capaian realisasi
anggaran, kemudian setelah mencermati rendahnya realisasi anggaran belanja
beberapa tahun belakangan ini di sebabkan oleh beberapa aspek, diantaranya :
1. Gagalnya usulan penghematan anggaran yang berasal dari belanja modal
yang mengakibatkan tidak terlaksananya beberapa kegiatan

pengadaan

paket lelang.
2. Tidak terlaksananya sebagian pengadaan paket lelang karena keterbatasan
waktu sehingga mempengaruhi pada realisasi belanja modal .
3. Rendahnya realisasi dari belanja pegawai karena adanya beberapa pegawai
yang memasuki masa purna bakti.
4. Tidak digunakannya belanja uang lembur dan tunjangan lain-lain sehingga
mempengaruhi ke realisasi belanja pegawai pada tahun 2014
5. Tidak dilaksanakannya beberapa kegiatan paket meeting dalam kota dan
luar kota.
Dari jenis belanja diketahui bahwa yang sangat berpengaruh menjadi
penyebab rendahnya realisasi anggaran adalah dari belanja modal yang batal
dilaksanakan atau gagal lelang, dimana memiliki nilai pagu anggaran yang
besar, sehingga mempengaruhi persentase realisasi anggaran. Sumber daya
manusia yang tidak memadai untuk di lakukannya Survei sesuai dengan Pagu
anggaran yang tersedia menjadi kendala pula dalam penyerapan anggaran.

22

Sistem pengajuan serta pelaporan anggaran yang dikeluarkan Direktorat
Jenderal perbendaharaan yang berubah-ubah juga memberikan kontribusi
terhadap rendahnya capaian realisasi anggaran

3.3.

Tantangan dan Kendala
Untuk mendukung kinerja bidang keuangan di Kementerian Energi dan

Sumber Daya Mineral agar mendapatkan penilaian WTP (wajar tanpa
pengecualian) dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tentunya bersumber dari
kinerja unit – unit satuan kerja eselon 1 dan 2 di bawah Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, dalam hal ini unit Pusat Survei Geologi pula memiliki
rencana dan sasaran kinerja yang akan dicapai dalam satu tahun, tetapi dalam
laporan realisasi anggaran ternyata penyerapan anggarannya termasuk dalam
golongan rendah.
Tantangan dan kendala yang dihadapi dalam pengendalian realisasi
anggaran berasal dari internal dan ekstnal, seperti yang diuraikan di bawah ini :
1. Dalam hal administrasi internal satuan kerja Pusat Survei Geologi
mengalami keterlambatan dalam penetapan Surat Keputusan setiap
kegiatan dan pengelola keuangan
2. Pada sistem administrasi eksternal yaitu dalam hal ini adalah sistem
administrasi dan birokrasi yang terdapat pada KPPN Bandung I dalam
pencairan anggaran, walaupun KPPN telah menerapkan pelayanan prima
kepada satuan kerja dengan menggunakan pelayanan maksimal 1 jam
dana sudah dapat dicairkan tanpa prosedur yang berbelit-belit yang
sejalan dengan adanya reformasi birokrasi di tubuh kementerian

23

keuangan. akan tetapi prosedur dan peraturan yang berubah-ubah
menyebabkan kendala dalam pencairan anggaran.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh satuan kerja yang
ditunjuk sebagai panitia pengadaan barang dan jasa belum memahami
dengan baik tata cara dan prosedur teknisnya pengadaan barang dan
jasa. Hal tersebut disebabkan karena karena pegawai yang ditunjuk
sebagai panitia pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mengalami
perubahan besar.
4. kekurangan akan jumlah pegawai pada pengelola keuangan yang
memiliki

kompetensi

dan

keahlian

yang

memadai,

mengingat

Kementerian Keuangan dewasa ini selalu mengeluarkan terobosanterobosan berupa aplikasi pengelolaan anggaran yang membutuhkan
kualifikasi sumber daya manusia yang kompeten pula.
5. Sumber Daya Manusia di Pejabat Fungsional yang tidak mencukupi untuk
di laksanakannya semua kegiatan yang telah tercantum dalam DIPA
Anggaran Pusat Survei Geologi tahun berjalan.
Rendahnya presentase Realisasi Anggaran tersebut yang telah penulis
gambarkan diatas tidak sepenuhnya disebabkan karena ketidakmampuan Satker
Pusat Survei Geologi untuk membelanjakan dana sesuai alokasi tersebut tapi
juga karena berbagai faktor yang tidak sepenuhnya bisa dikontrol oleh unit.
Seperti kendala yang dihadapi pada poin 1 di atas mengenai terlambat
nya Surat Keputusan setiap kegiatan dipengaruhi oleh Perubahan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA), para pejabat dan pengelola anggaran merupakan
penyebab masalah yang cukup signifikan.

Dengan perubahan tersebut

menyebabkan beban kerja dari pengendali keuangan menjadi semakin besar.

24

Hal ini menyebabkan dokumen-dokumen yang harus ditandatangani oleh PPK
menjadi terlambat ditandatangani karena keterbatasan waktu yang tersedia dan
ini menyebabkan proses selanjutnya juga menjadi terhambat.
Hal lain yang menjadi masalah adalah keterlambatan dalam sosialisasi
perubahan-perubahan
pelaksanaan

kegiatan

yang
di

terjadi
tingkat

sampai

ke

tingkat

masing-masing

user,

bidang

sehingga
mengalami

keterlambatan. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam realisasi anggaran.

3.4.

Kondisi Yang Diinginkan
Kondisi lemahnya manajemen pengendalian dalam realisasi anggaran

untuk capaian kinerja satuan kerja pusat survey geologi, mendorong penulis
memiliki keinginan untuk memperbaiki dan mencoba untuk sumbang fikiran dan
ide untuk kemajuan satuan kerja pusat survei geologi. Kondisi yang diinginkan
penulis untuk unit Pusat Survei Geologi, yaitu :
a. Tercapainya manajemen sistem pengendalian realisasi angaran yang
efektif dan efisien
b. Terbentuknya Tim akuntabel yang kompeten sebagai penguji dan
memverifikasi pengelolaan keuangan satuan kerja, yang dapat mengawasi
pengeluaran anggaran agar sesuai dengan aturan dan undang-undang
yang berlaku
c. Agar unit Pusat Survei Geologi memiliki suatu aplikasi internal sebagai
acuan untuk pengendalian sistem realisasi anggaran
d. Setiap bidang di Pusat Survei Geologi memiliki SOP (Standard Operating
Procedures) yang jelas dan dilaksanakan secara berkesinambungan

25

sebagai titik awal Manajemen pengendalian untuk optimalisasi realisasi
anggaran
Untuk

bidang pengendalian anggaran khususnya kepada para pengelola

anggaran atau para pejabat yang terkait agar dapat :


Mengawasi serta mengendalikan kegiatan-kegiatan dan pengeluaranpengeluaran.



Mencegah secara umum pemborosan-pemborosan, atau penyimpanganpenyimpangan. Pengendalian serta pengawasan terhadap pelaksanaan
pekerjaan diharapkan dapat mengurangi terjadinya temuan oleh pihak
pengawas baik dari internal maupun eksternal.

26

BAB IV
ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

4.1.

Metodologi Pemecahan Masalah
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan

metode studi kasus pada Pusat Survei Geologi. Menurut Bogdan dan Bikien
(1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau
satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa
tertentu. Stake (1995) dan Cresswell (2010), mengemukakan studi kasus
merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara
cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu.
Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan
informasi

secara

lengkap

dengan

menggunakan

berbagai

prosedur

pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
Penelitian yang dilakukan dengan mengamati langsung yang menjadi
obyek penelitian yaitu Pusat Survei Geologi, dengan metode sebagai berikut :
1. Dokumentasi
Dokumentasi data yang dilakukan dengan cara mempelajari data dan
informasi yang relevan terhadap penelitian, bersumber dari obyek
penelitian. Beberapa dokumen tersebut meliputi :
b. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian
ESDM
c. Perencanaan Strategis (Renstra)
d. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga (RKAKL)

27

e. Laporan Keuangan Pusat Survei Geologi periode berakhir 30 juni
2015
f. Tugas dan Fungsi Pusat Survei Geologi
g. Dokumen pendukung lainnya yang berhubungan dengan penelitian
2. Pengamatan atau observasi lapangan
Metode ini digunakan dengan maksud untuk mengamati dan mencatat
gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian pada saat keadaan
atau situasi yang alami atau yang sebenarnya sedang berlangsung,
meliputi kondisi sumber daya manusia, kondisi sarana dan prasarana
yang ada, proses penganggaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan
dan pelaporan serta kendala-kendala dalam penganggaran dan kondisi
lain yang dapat mendukung hasil penelitian.
Analisis data ini terdiri dari:
1. Data dari observasi dan dokumentasi diorganisir kesamaan dan
perbedaannya sesuai dengan pertanyaan penelitian.
2. Data yang sudah diorganisir ditentukan temanya.
3. Mencari keterkaitan antar tema.
4. Interpretasi atas temuan sesuai dengan keterkaitan antar tema
dengan menggunakan teori yang relevan.
5. Hasil interpretasi dituangkan dalam deskriptif analitik kontekstual.
Penulis yang telah menyelesaikan program studi Manajemen Ekonomi
Publik Konsentrasi Keuangan Publik, akan mencoba menghubungkan mengenai
manajemen pengendalian realisasi anggaran dengan Ekonomi bersektor
Pelayanan publik sekarang ini. Mengingat Pusat Survei Geologi merupakan
salah satu Satuan Kerja di bawah Badan Geologi, Kementerian Sumber Daya

28

Energi dan Mineral yang mengelola sumber dana APBN yang cukup besar,
sehingga diperlukan pertanggungjawaban keuangan yang sangat besar juga.
Dengan tanggungjawab yang besar tentu saja banyak kendala yang dihadapi
terutama dalam hal merealisasikan anggaran serta akuntabilitas kinerja .
Terjadinya

kelemahan

sistem

pengendalian

intern

(SPI)

dan

ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian
terhadap keuangan Negara/daerah di atas, menurut pendapat penulis, langsung
maupun tidak langsung dikarenakan masih lemahnya pelaksanaan pengendalian
serta pengawasan internal. Khususnya di unit Pusat Survei Geologi, Beberapa
faktor menjadi penyebab lemahnya pengendalian serta pengawasan internal
tersebut

seperti

yang

telah

penulis

uraikan

Memecahkan masalah Bagaimana meningkatkan

dalam

bab

sebelumnya.

Manajemen pengendalian

internal untuk optimalisasi realisasi anggaran yang ada di Pusat Survei Geologi
agar lebih efektif sehingga target yang telah ditentukan dalam

realisasi

anggaran tercapai?
Pengendalian internal didesain untuk memberikan keyakinan memadai
tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan,
efektivitas dan efisiensi operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku (Arens et al., 2008).
Menyikapi perkembangan ini, Pemerintah telah mengadopsi struktur
pengenalian intern COSO kedalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
(SPIP) yang ditetapkan dalam bentuk PP Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah. Menurut PP Nomor 60 Tahun 2008, SPI adalah
proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan

29

memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan. Sebagaimana komponen dalam
COSO, maka dalam pasal 3 PP No. 60 tahun 2008 disebutkan bahwa SPIP
terdiri dari lima unsur yang sama. Kelima komponen tersebut juga telah
dijabarkan oleh Sudjono dan Hoesodo (2009) dalam Kawedar (2010) yang
menyatakan bahwa suatu SPIP dikatakan baik jika memenuhi lima komponen,
yaitu:
1. Lingkungan pengendalian dalam instansi pemerintah yang memengaruhi
efektivitas pengendalian intern.
2. Penilaian risiko atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian
tujuan dan sasaran instansi pemerintah.
3. Kegiatan pengendalian untuk mengatasi risiko serta penetapan dan
pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan
mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif.
4. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang
dapat

digunakan

untuk

pengambilan

keputusan

dalam

rangka

penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Komunikasi adalah
proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol
atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
mendapatkan umpan balik.
5. Pemantauan pengendalian intern atas mutu kinerja SPI dan proses yang
memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera
ditindaklanjuti.

30

Adapun definisi SPI lainnya juga tertuang dalam berbagai peraturan
perundangan, antara lain menurut PP Nomor 8 Tahun 2006 dan Permendagri
Nomor 4 Tahun 2008, SPI adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh
manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam
pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundangundangan

yang

berlaku,

dan

keandalan

penyajian

laporan

keuangan

Pemerintah.
PP Nomor 60 Tahun 2008 merupakan pelaksanaan dari amanat yang ada
dalam Pasal 58 UU Nomor 1 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa dalam
rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara, Presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan
menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan
secara menyeluruh. Sementara teknis pelaksanaan dari SPIP ini harus
dikerjakan dan menjadi tanggung jawab dari setiap instansi pemerintah, baik
yang ada di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Dalam melaporkan
kelemahan pengendalian internal atas pelaporan keuangan, pemeriksa BPK
harus dapat mengidentifikasi “kondisi yang dapat dilaporkan” yang secara
sendiri-sendiri

maupun

kumulatif

merupakan

kelemahan

yang

material.

Pemeriksa harus menempatkan identifikasi tersebut menjadi suatu temuan
dalam perspektif yang wajar (SPKN, 2007). Untuk memberikan dasar bagi
pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam mempertimbangkan kejadian dan
konsekuensi kondisi tersebut, hal yang diidentifikasi harus dihubungkan dengan
hasil pemeriksaan secara keseluruhan. Sejalan dengan definisi wajar menurut
standar

pemeriksaan

tersebut,

auditor

BPK

diharuskan

menggunakan

pertimbangan profesionalnya dalam menentukan apakah telah terjadi kasus

31

kelemahan pengendalian internal atau tidak, serta apakah temuan tersebut
dirasa cukup material untuk dilaporkan atau tidak. Beberapa contoh “kondisi
yang dapat dilaporkan” tersebut seperti yang dirumuskan dalam SPAP antar lain:
1. Tidak ada pemisahan tugas yang memadai sesuai dengan tujuan
pengendalian yang layak.
2. Tidak ada reviu dan persetujuan yang memadai untuk transaksi pencatatan
akuntansi atau output dari suatu sistem.
3. Tidak memadainya berbagai persyaratan untuk pengamanan aktiva.
4. Bukti kelalaian yang mengakibatkan kerugian, kerusakan, atau penggelapan
aktiva.
5. Bukti bahwa suatu sistem gagal menghasilkan output yang lengkap dan
cermat sesuai dengan tujuan pengendalian yang ditentukan oleh entitas yang
diperiksa, karena kesalahan penerapan prosedur pengendalian.
6. Bukti adanya kesengajaan mengabaikan pengendalian intern oleh orangorang yang mempunyai wewenang, sehingga menyebabkan kegagalan
tujuan menyeluruh sistem tersebut.
7. Bukti kegagalan untuk menjalankan tugas yang menjadi bagian dari
pengendalian intern, seperti tidak dibuatnya rekonsiliasi atau pembuatan
rekonsiliasi tidak tepat waktu.
8. Kelemahan dalam lingkungan pengendalian, seperti tidak adanya tingkat
kesadaran yang memadai tentang pengendalian dalam organisasi tersebut.
9. Kelemahan yang signifikan dalam disain atau pelaksanaan pengendalian
intern

yang

dapat

mengakibatkan

pelanggaran

ketentuan

peraturan

perundang-undangan yang berdampak langsung dan material atas laporan
keuangan.

32

10. Kegagalan untuk melakukan tindak lanjut dan membentuk sistem informasi
pemantauan tindak lanjut untuk secara sistematis dan tepat waktu
memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pengendalian intern yang
sebelumnya telah diketahui.
Kondisi-kondisi tersebut mempengaruhi jumlah temuan atas kasus
kelemahan SPI yang berakibat pada level efektivitas SPI yang pada akhirnya
dijadikan dasar dalam penentuan pemberian opini. Dan dapat dijadikan dasar
dalam pengendalian pengelolaan keuangan di Pusat Survei Geologi sehingga
optimalisasi realisasi anggaran dapat tercapai sesuai dengan rencana dan juga
menurut undang-undang yang berlaku, sehingga output yang dihasilkan dapat
akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Negara secara baik dan
benar.

4.2.

Pemecahan Masalah
Hasil pengamatan yang ada menunjukkan bahwa tidak semua pegawai

mengetahui ada sistem pengendalian internal di Pusat Survei Geologi,
sedangkan dalam penelusuran dokumen sistem pengendalian internal di Pusat
Survei Geologi tidak terfokus kepada optimalisasi realisasi anggaran sehingga
pengendalian secara global dilakukan hanya melalui audit eksternal dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Audit internal yang dilakukan oleh Inspektorat
Jenderal (Irjen).
Agar tugas-tugas yang ada didalam operasional kegiatan dapat
diselesaikan dengan cepat, tepat dan efektif diperlukan standar operasional
prosedur (SOP). standar tersebut merupakan elemen yang harus ditentukan
sebelum melaksanakan anggaran berbasis kinerja, terutama yang menyangkut

33

tugas dan fungsi setiap unit kerja. Tugas dan fungsi merupakan rencana kerja
dasar suatu unit kerja, sedangkan anggaran untuk menjabarkan bagaimana
suatu unit kerja dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya.
Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka ada beberapa langkah yang
dapat ditempuh oleh Pusat Survei Geologi yaitu :
a. Perlunya membuat sistem dan tim pengendalian internal yang
dioptimalkan

kepada

percepatan

realisasi

anggaran

dengan

mengeluarkan surat keputusan (SK) Kepala Pusat
b. Perlunya membuat sosialisasi isi PP nomor 60 tahun 2008
c. Membuat Sistem Operasi dan Prosedur
d. Studi Banding terhadap satuan kerja yang telah menerapkan Sistem
Pengendalian Intern
Pelaksanaan anggaran merupakan suatu proses dalam merealisasikan
apa yang sudah tertuang dalam dokumen perencanaan. Setelah proses
penganggaran selesai maka Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum
Negara

mengesahkan

dibuat/disusun

satker

dokumen
kementerian

isian

pelaksanaan

negara/lembaga

(K/L)

anggaran

yang

melalui

Dirjen

Perbendaharaan atau Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Dokumen tersebut
yang menjadi dasar pelaksanaan anggaran belanja satuan kerja yang
bersangkutan dan pembayaran oleh Kuasa Bendahara Umum Negara. DIPA
berlaku satu tahun anggaran dan memuat satuan-satuan terukur yang berfungsi
sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran. Paling sedikit
DIPA memuat informasi : fungsi, subfungsi, program, dan kegiatan; hasil
(outcome) yang akan dicapai; indikator kinerja utama program dan indikator

34

kinerja kegiatan; keluaran (output) yang dihasilkan; pagu yang dialokasikan;
rencana penarikan dana yang akan dilakukan; dan penerimaan yang
diperkirakan dapat dipungut. Pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran
tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan adanya DIPA, pengguna anggaran maupun
kuasa

pengguna

anggaran

di

tiap

Kementerian/Lembaga

baru

bisa

menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan kegiatan yang ada di dalam DIPA.
Pelaksanaan anggaran erat kaitannya dengan petunjuk operasional kegiatan
yang mengambarkan secara rinci untuk melaksanakan anggaran.
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa seluruh pegawai mengetahui
tentang pelaksanaan anggaran sedangkan kendala pelaksanaan anggaran lebih
banyak terkendala dari administrasi, aturan dan prosedur pelaksanaan. Ketaatan
pada perencanaan awal masih terlihat,

tetapi memang di tengah perjalanan

tahun anggaran seringkali merevisi baik dari kesalahan menerapkan mata
anggaran atau jumlah dana yang kurang atau adanya penugasan mendadak dari
puncak manajemen.

Administrasi dan Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk faktor pengendalian internal bidang administrasi dan SDM
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan
kerja sehingga bisa mempengaruhi penyerapan anggaran satuan kerja. Hal ini
disebabkan

oleh

adanya

beberapa

faktor

yang

berhubungan

dengan

administrasi seperti penetapan SK pejabat pengelola keuangan yang belum
ditetapkan pada awal tahun oleh satuan kerja.

35

Berdasarkan data-data tersebut, memang masih ada beberapa faktor
pembentuk yang masih buruk terkait variabel administrasi dan SDM pada satuan
kerja. Namun dalam hal ini variabel administrasi dan SDM berpengaruh dal