BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Bank Umum - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Masyarakat Dalam Memilih Bank Syariah Sebagai Sumber Kredit Pemilikan Rumah (KPR): Survei di Kecamatan Medan Tuntungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bank Umum

  Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Bank disebutkan sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.

  Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

  Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh Bank Umum: Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito

   berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Memberikan kredit.  Menerbitkan surat pengakuan utang.

   Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan

   dan atas perintah nasabahnya. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

   nasabah.

  Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada

   bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

   perhitungan dengan antar pihak ketiga. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.

   Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu

   kontrak. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk

   surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.

   Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip

   Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak

   bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (OJK, 2014).

2.2 Pengertian Bank Syariah

  Menurut Undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan syariah, yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum bank syariah berarti bank yang tata cara operasinya dilandaskan pada tata cara bermuamalah secara Islami , yaitu yang mengacu pada Al-Quran dan hadist.

  Mudrajad Kuncoro (2002) mendefinisikan bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yaitu mengacu kepada ketentuan- ketentuan yang ada dalam Al-Quran dan Al-Hadits. Dengan mengacu kepada Al- Quran dan Al-Hadits, maka bank syariah diharapkan dapat menghindari kegiatan- kegiatan yang mengandung unsur-unsur riba dan bertentangan dengan syariat Islam.

  Berdasarkan penjelasan di atas dapat dirumuskan, yang dimaksud dengan bank syariah adalah bank yang beroperasi dan menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan serta sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara islam yang mengacu kepada ketentuan- ketentuan dalam Al-qur’an dan Hadits. Dan secara lebih terperinci pada pasal 1 ayat

  13 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 perbankan syariah dijelaskan bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan kegiataan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

2.3 Tujuan, Fungsi dan Peran Bank Syariah

  Tujuan utama dari pendirian lembaga keuangan dan perbankan berlandaskan syariah adalah sebagai upaya kaum muslimin untuk mendasari segenap aspek kehidupan ekonominya berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah (Antonio Syafi’i, 2001) .

  Berdasarkan filosofis serta tujuan bank Islam maka dirumuskan fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntasi yang dikeluarkan oleh AAOIFFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic

  Financial Institution). Fungsi dan peran tersebut yaitu:

  a. Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah

  b. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.

  c. Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya institusi perbankan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

  d. Pelaksana kegiatan sosial, sebagai suatu ciri yang melekat pada entitas keuangan Islam, bank syariah juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.

  Dari fungsi dan peran tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara bank Islam dengan nasabahnya baik sebagai dari investor maupun pelaksana dari investasi merupakan hubungan kemitraan, tidak seperti hubungan pada bank konvensional yang bersifat debitur-kreditur.

2.4 Perbedaan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional

  Ada beberapa perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional. Perbedaan ini meliputi aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja (Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, 2010).

Tabel 2.1 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional

  

Parameter Bank Syariah Bank Konvensional

  Landasan hokum UU Perbankan dan Landasan UU Perbankan Syariah

  Return Bagi hasil, margin Bunga, komisi/fee pendapatan sewa, komisi/fee Hubungan dengan Kemitraan, Investor-investor, Debitur-kreditur nasabah investor-pengusaha Fungsi dan Intermediasi, manager Intermediasi, jasa kegiatan Bank investasi, investor, sosial, keuangan jasa keuangan

  Prinsip dasar Anti riba dan anti maysir Tidak anti riba dan

  maysir

  operasi (spekulasi) Prioritas

  1. Tidakbebas nilai (prinsip

  1. Bebas nilai (prinsip pelayanan syariah Islam) materialis)

  2. Uang sebagai alat tukar

  2. Uang sebagai dan bukan komoditi komoditi

  3. Bagi hasil, jual beli, sewa

  3. Bunga Orientasi Kepentingan publik Kepentingan pribadi Bentuk usaha Tujuan sosial-ekonomi Islam, Keuntungan keuntungan Evaluasi nasabah Bank komersial, bank Bank komersial pembangunan, bank universal, atau multi purpose Hubungan nasabah Lebih hati-hati karena partisipasi dalam risiko Kepastian pengembalian pokok dan bunga

  Sumber likuiditas jangka pendek Erat sebagai mitra usaha Terbatas debitur-kreditur

  negative spread

  Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan akad, seperti hal-hal berikut:

  Sumber : Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, 2010

  haram

  Bankable, Halal Bankable, Halal atau

  Dewan komisaris Kriteria pembiayaan

  Dewan komisaris, Dewan Pengawas Syariah, Dewan Syariah Nasional

  Terbatas pada administrasi Struktur Organisasi Pengawas

  Monitoring pembiayaan/Kredit Memungkinkan bank ikut dalam manajemen nasabah

  2. Kemungkinan terjadi

  Pinjaman yang diberikan Terbatas Pasar uang, bank sentral

  1. Risiko bank tidak terkait langsung dengan debitur, risiko debitur tidak terkait langsung dengan bank

  negative spread

  2. Tidak mungkin terjadi

  1. Dihadapi bersama antara bank dan nasabah dengan prinsip keadilan dan kejujuran

  Pengadilan, Arbitrase Risiko Investasi

  Pengadilan, Badan Arbitrase Syariah Nasional

  Pengelolaan dana Pasiva ke Aktiva Aktiva ke Pasiva Lembaga penyelesaian sengketa

  Prinsip usaha Komersial dan nonkomersial, berorentasi laba dan nirlaba Komersial dan nonkomersial, berorientasi laba

2.5 Jenis Akad dan Produk Bank Syariah

  1. Rukun : Penjual, Pembeli, Barang, Harga, Akad/ Ijab Kabul.

  2. Syarat : misalnya, barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang.

  Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/2007 disebutkan bahwa pemenuhan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa, dilakukan sebagai berikut:

  1. Dalam kegiatan penghimpunan danadengan mempergunakan antara lain Akad

  Wadi’ah dan Mudharabah;

  2. Dalam kegiatan peyaluran dana berupa Pembiayaan dengan mempergunakan antara lain Akad Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’, Ijarah,

  Ijarah Muntahiya Bittamlik dan Qardh; dan

  3. Dalam kegiatan pelayanan jasa dengan mempergunakan antara lain Akad Kafalah, Hawalah, dan Sharf.

2.6 Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

2.6.1 Pengertian Kredit

  Kredit berasal dari kata credere yang dalam bahasa Romawi berarti kepercayaan (Djumhana Muhammad, 1993). Sehingga hubungan yang terjalin dalam kegiatan perkreditan di antara pihak yang menerima kredit dengan pihak yang memberikan kredit harus didasari oleh adanya rasa saling percaya, pemberi kredit (kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi kewajibannya baik pembayaran, bunga atau imbalan hasil dalam

  Berdasarkan Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dijelaskan tentang kewajiban adanya pedoman perkreditan pada setiap bank yang selengkapnya berbunyi : “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan

  

melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak

merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya pada

bank.”

  Selanjutnya juga dijelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

  Sedangkan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.. Hal ini disesuaikan mengingat kontra prestasi atau balas jasa yang berupa imbalan dari bagi hasil merupakan kontra prestasi atau balas jasa yang khusus terdapat dalam pembiayaan berdasarkan syariah yang sangat berbeda perhitungannya dengan kontra prestasi atau balas jasa berupa bunga yang terdapat pada bank konvensional.

  2.6.2 Unsur-Unsur Kredit

  Menurut Simorangkir (1991:101), kredit memiliki empat unsur yaitu :

  a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari kreditur bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang.

  b. Waktu, yaitu masa yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang.

  c. Degree of risk, yaitu suatu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima dikemudian hari.

  d. Prestasi, atau obyek kredit itu tidak saja diberikan pemberian dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk barang dan jasa. Namun karena kehidupan ekonomi yang semakin modern transaksi kredit sering kali hanya berupa uang.

  2.6.3 Prinsip Pemberian Kredit

  Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002:250) terdapat 5 prinsip pemberian kredit atau biasa yang dikenal dengan prinsip “5C”, yaitu : a. Character (analisis watak)

  Dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran akan kemauan membayar dari pemohon, mencakup perilaku pemohon sebelum dan selama permohonan kredit. b. Capacity (analisis kemampuan) Bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan mengembalikan kredit dari usaha yang dibiayai (the first way out), mencakup aspek manajemen (kemampuan mengelola perusahaan), aspek produksi (kemampuan berproduksi secara berkesinambungan), aspek pemasaran (kemampuan memasarkan hasil produksi), aspek personalia (kemampuan tenaga kerja dalam mendukung aktifitas perusahaan), aspek finansial (kemampuan menghasilakan laba).

  c. Capital (analisis modal) Bertujuan untuk mengukur kemampuan pemohon dalam menyediakan modal sendiri (own share), yang mencakup besar dan komposisi modal, perkembangan laba usaha selama tiga periode sebelumnya, angka rasio perbandingan antara hutang dan modal sendiri (Debt Equity Ratio).

  d. Condition (analisis kondisi/prospek usaha) Dengan tujuan untuk mengetahui prospektif atau tidaknya suatu usaha yang akan dibiayai, yang meliputi siklus bisnis mulai dari bahan baku (pemasok), pengolahan, dan pemasaran (pembeli).

  e. Collateral (analisis agunan atau jaminan) Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya nilai agunan yang dapat dipergunakan sebagai alat pengaman lapis kedua (the second way out) bagi bank dalam setiap pemberian kredit.

2.6.4 Fungsi dan Tujuan Kredit

  Menurut Simorangkir (1991:102) tujuan perbankan memberikan kredit adalah untuk mengemban tugas sebagai agent of development antara lain : a. Turut menyukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan.

  b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.

  c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.

  Sedangkan fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan perdagangan menurut Simorangkir (1991:103) adalah sebagai berikut : a. Kredit pada hakikatnya untuk meningkatkan daya guna uang.

  b. Kredit dapat meningkatkan peredaran lalu lintas uang

  c. Kredit dapat meningkatkan daya guna dan peredaran barang

  d. Kredit sebagai salah satu alat stabilitas ekonomi

  e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha

  f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional.

2.6.5 Jenis-Jenis Kredit

  Jenis-jenis kredit yang diberikan oleh perbankan kepada masyarakat dapat

  1. Kredit dari sudut tujuannya.

  a. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya proses konsumtif.

  b. Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperlancar jalannyaproses produksi.

  c. Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membeli barang-barang untuk dijual lagi.

  2. Kredit dilihat dari sudut jangka waktunya.

  a. Kredit jangka pendek (short term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu maksimum 1 tahun.

  b. Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit yang berjangka 1 sampai 3 tahun.

  c. Kredit jangka panjang (long term loan), yaitu kredit yang berjangka waktu lebih dari 3 tahun.

  3. Kredit dilihat dari sudut jaminannya.

  a. Kredit tanpa jaminan (unsecured loan), yaitu kredit pinjaman yang dilakukan tanpa adanya agunan.

  b. Kredit dengan agunan (secured loan), yaitu kredit pinjaman yang dilakukan dengan agunan berupa barang, perorangan ataupun saham dan surat berharga.

  4. Kredit dilihat dari sudut penggunaannya.

  a. Kredit Eksploitasi yaitu kredit yang berjangka waktu pendek yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja perusahaan sehingga dapat berjalan dengan lancar. Kredit ini sering disebut dengan kredit modal kerja/kredit produk karena bantuan modal kerja digunakan untuk menutup biaya-biaya eksploitasi perusahaan secara luas.

  b. Kredit Investasi yaitu kredit jangka menengah atau jangka panjang yang diberikan oleh suatu bank kepada perusahaan untuk melakukan investasi atau penanaman modal.

2.6.6 Pengertian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

  Menurut Bank Indonesia, Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah suatu fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan salah satu jenis pinjaman khusus (produk perbankan khusus) bagi nasabah untuk memenuhi kebutuhan dalam pembangunan rumah atau renovasi rumah (Hardjono, 2008).

  Prinsip KPR dilakukan dengan cara membiayai terlebih dahulu biaya pembelian atau pembangunan rumah, kemudian dana untuk membayar kembali biaya pembelian atau pembangunan rumah tersebut dilakukan dengan angsuran khusus berbeda-beda sehingga dalam pengelompokkan produk yang ingin ditawarkan pun berbeda-beda. Pada perbankan konvensional transaksi pembiayaan KPR dilakukan dengan perjanian hutang piutang sehingga dibebankan bunga bagi nasabah pada setiap kali pembayaran angsuran atau cicilan. Kemudian perbankan islam mengadopsi konsep kredit rumah ini kedalam jenis produk pembiayaan atau pendanaan dengan prinsip atau akad perbankan syariah . Produk pembiayaan atau pendanaan ini selanjutnya dikenal sebagai kredit pemilikan rumah syariah.

2.6.7 Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Syariah

  Menurut Deputi gubernur Bank Indonesia, Maulana Ibrahim, prinsip yang digunakan untuk KPR syariah adalah Murabahah, Istishna, Mudharabah, dan juga Musyarakah Mutanaqisah. Namun secara umum dalam prakteknya akad

  

murabahah (jual beli) menjadi akad yang sering paling digunakan dalam

pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

  Akad murabahah merupakan akad jual beli barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati antara penjual dengan pembeli (Karim, 2003). Menurut fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.

  Dalam praktek Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di perbankan syariah,

  

murabahah merupakan akad jual beli dimana bank bertindak sebagai penjual dan

  nasabah sebagai pembeli. Dengan sistem murabahah yang diterapkan dalam pembiayaan KPR ini berarti pihak Bank Syari’ah harus memberitahukan harga perolehan atau harga asal rumah yang dibeli dari developer kepada nasabah KPR Syari’ah dan menentukan suatu tingkat keuntungan (profit margin) sebagai tambahan (Syafi’i, 2001).

  Pembiayaan murabahah yang terdapat pada perbankan syariah mempunyai beberapa syarat, antara lain:

  a.

  Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah.

  b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.

  c. Kontrak harus bebas dari riba.

  d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.

  e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

  Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d), dan (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan : a. Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.

  b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.

  c. Membatalkan kontrak.

  Sedangkan ketentuan umum murabahah dalam perbankan syariah dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.59, Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah.

  

Murabahah berdasarkan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat

  nasabah untuk membeli barang yang dipesannya. Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya. Apabila aktiva murabahah yang telah dibeli bank (sebagai penjual) dalam murabahah pesanan mengikat mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual (bank) dan penjual (bank) akan mengurangi nilai akad.

  Selain itu dalam murabahah juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga untuk cara pembayaran yang berbeda. Bank dapat memberikan potongan apabila nasabah mempercepat pembayaran cicilan; atau melunasi piutang murabahah sebelum jatuh tempo. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Jika bank mendapat potongan dari pemasok maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan tersebut terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

  Bank juga dapat meminta nasabah menyediakan agunan atas piutang

  

murabahah, antara lain dalam bentuk barang yang telah dibeli dari bank. Bank

  dapat meminta kepada nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi dengan kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang muka itu lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan dari nasabah.

  Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai dengan yang diperjanjikan, bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak mampu melunasi. Denda diterapkan bagi nasabah mampu yang menunda pembayaran. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).

  Transaksi murabahah memiliki beberapa manfaat dan resiko yang harus diantisipasi sesuai dengan sifat bisnisnya (tijarah). Salah satu manfaatnya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem pembiayaan murabahah sangatlah sederhana,

  2 BANK DEVELOPER

  3

  1

  6

  4

  5 NASABAH Gambar 2.1 Skema Proses Transaksi Murabahah

  Keterangan (Sjahdeini,2010): Tahap 1. Pembuatan akad jual beli barang antara bank dan nasabah yang sekaligus merupakan pemesanan barang oleh nasabah kepada bank. Tahap 2. Pembuatan akad jual beli yang diikuti pelaksanaan pembayaran harga barang oleh bank.

  Tahap 3. Penjualan dan penyerahan hak kepemilikan barang oleh developer kepada bank.

  Tahap 4. Penjualan barang dengan markup/margin& penyerahan hak kepemilikan oleh bank kepada nasabah.

  Tahap 5. Pengiriman barang secara fisik oleh developer kepada nasabah. Tahap 6. Pelunasan harga barang oleh nasabah kepada bank secara cicilan atau secara sekaligus pada akhir waktu pelunasan.

2.6.8 Perbedaan KPR Konvensional dengan KPR Syariah

  Perbedaan pokok antara KPR konvensional dengan syariah terletak pada perjanjian atau akadnya. Pada bank konvensional perjanjian atau akad yang digunakan adalah pinjam meminjam dengan bunga sebagai variabelnya. Di dalam transaksi ini menggunakan sistem bunga yang fluktuatif dan meningkat seiring lamanya pelunasan hutang tersebut. Sedangkan pada bank syariah perjanjian atau akad yang digunakan adalah jual-beli dimana Status Bank Syari’ah dalam pembiayaan KPR adalah sebagai pedagang, karena Bank membeli langsung dari pihak developer secara penuh. Setelah rumah tersebut dibeli oleh Bank Syari’ah, secara otomatis rumah tersebut menjadi milik Bank secara penuh. Kemudian nasabah membelinya dari Bank dengan pembayaran secara angsuran atau cicilan.

  KPR syariah tidak mengenal bunga namun memakai harga penjualan rumah ditambah dengan keuntungan (margin profit) yang disepakati berkisar 10% - 20% (Karim, 2007) . Dalam memperhitungkan besarnya margin profit maupun bagi hasil, ada beberapa variabel yang diperhitungkan oleh pihak bank syariah.

  Variabel-variabel tersebut antara lain adalah biaya tenaga kerja dan operasional, biaya bagi hasil untuk nasabah penabung, deviden, dan lain-lain. Sehingga dalam transaksi ini, margin profit yang dibayarkan bersifat flat atau tetap hingga berakhir masa atau rentang waktu angsuran.

  Berikut adalah perumusan umum yang biasa dipakai untuk menghitung angsuran per bulan pinjaman ditambah dengan bunga pada KPR

  Bunga = Jumlah Pinjaman × Tingkat Suku Bunga × Periode pinjaman (Tahun) Total pinjaman = Jumlah Pinjaman + Bunga Angsuran per bulan = Total Pinjaman ÷ ( Periode pinjaman × 12 bulan )

  Sedangkan perumusan umum yang digunakan untuk menghitung angsuran per bulan pada KPR syariah dengan akad murabahah adalah :

  Harga dibiayai bank = Harga Rumah – Uang Muka Angsuran per bulan = ( Harga dibiayai bank × ( keuntungan bank (%) × Periode pinjaman (tahun)) + Harga dibiayai bank) ÷ Periode Pinjaman (bulan)

2.7 Minat dan Teori Permintaan

2.7.1 Minat

  Secara etimologi pengertian minat adalah perhatian, kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu keinginan (Poerwadarminta, 1982) .

  Sedangkan menurut istilah ialah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian, prasangka atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu (Mappiare,1997). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu gairah atau keinginan. Minat merupakan bentuk minat berhubungan dengan nilai-nilai yang membuat seseorang mempunyai ataupun menentukan pilihan dalam hidupnya (Ginting, 2005).

  Minat merupakan motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Setiap minat akan memuaskan suatu kebutuhan. Dalam melakukan fungsinya kehendak itu berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Pikiran mempunyai kecenderungan bergerak dalam sektor rasional analisis, sedang perasaan yang bersifat halus/tajam lebih mendambakan kebutuhan. Sedangkan akal berfungsi sebagai pengingat fikiran dan perasaan itu dalam koordinasi yang harmonis, agar kehendak bisa diatur dengan sebaik-baiknya (Sukanto, 1985).

  Ada 3 tahapan minat yang menyebabkan seseorang memutuskan untuk menjadi nasabah antara lain (nafis, 2011) :

  1. Informasi yang jelas sebelum menjadi nasabah

  2. Pertimbangan yang matang sebelum menjadi nasabah

  3. Keputusan menjadi nasabah Menurut Crow and Crow dalam bukunya Abdul Rahman Saleh berpendapat ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya minat, yaitu: a. Dorongan dari dalam diri individu.

  b. Motif sosial, dapat menjadi faktor yang membangkitkan minat untuk melakukan suatu aktivitas tertentu.

  c. Faktor emosional, minat mempunyai hubungan yang erat dengan emosi.

  Selanjutnya dalam Durianto (2003), minat konsumen dalam membeli merupakan sesuatu yang berhubungan dengan rencana konsumen untuk membeli produk tertentu sesuai dengan banyaknya unit produk yang dibutuhkan pada periode tertentu. Minat membeli merupakan pernyataan mental konsumen yang merefleksikan rencana pembelian sejumlah produk dengan merek dan kriteria tertentu. Minat membeli konsumen dapat dipengaruhi oleh rangsangan pemasaran (Kotler, 2000). Rangsangan pemasaran tersebut terdiri dari :

  1. Produk, yaitu produk apa yang secara tepat diminati oleh konsumen baik kualitas maupun kuantitas

  2. Harga, yaitu seberapa besar harga sebagai pengorbanan konsumen dalam memperoleh manfaat produk yang diinginkan.

  3. Distribusi, yaitu bagaimana pendistribusian barang sehingga produk dapat sampai kepada konsumen dengan mudah.

  4. Promosi, yaitu pasar-pasar yang dikomunikasikan sehingga keunggulan produk dapat disampaikan kepada konsumen.

  Menurut Setiadi (2003), minat membeli konsumen selanjutnya akan diikuti dengan pengambilan keputusan untuk membeli yang secara spesifik urutannya terdiri dari :

  1. Pengenalan kebutuhan, yaitu proses dimulainya saat memilih barang atau jasa dengan menyadari adanya banyak pilihan dalam memperoleh

  2. Pencarian informasi, yaitu proses melakukan pecarian informasi sebanyak mungkin yang dibutuhkan yang berhubungan dengan kebutuhan yang diharapkan atau diinginkan. Tingkatan pencarian ini dibagi menjadi dua tingkat. Tingkat pertama adanya perhatian yang meningkat dan yang kedua adalah pencarian informasi secara aktif yang dilakukan dengan mencari dari segala sumber.

  3. Penilaian alternatif yaitu konsumen memproses informasi tentang pilihan mereka untuk membuat keputusan akhir. Konsumen akan mencari manfaat tertentu dan selanjutnya melihat kepada atribut dari produk atau jasa.

  4. Keputusan membeli yaitu pada tahap ini konsumen menyusun merekmerek dalam himpunan pilihan serta membentuk niat pembelian dan akan menjatuhkan pilihan dengan apa yang ia sukai.

  5. Prilaku setelah pembelian yaitu konsumen akan mengalami dua hal yaitu akan mengalami tingkat kepuasan dan atau ketidakpuasan sama sekali.

  Proses pengambilan keputusan konsumen tersebut tidak biasa terjadi dengan sendirinya, sebaliknya masalah kebudayaan, sosial, individu dan psikologi secara kuat mempengaruhi proses keputusan tersebut. Menurut Lamb, Hair dan Mcdaniel (2001) menyatakan bahwa prilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial, individu, dan faktor psikologis.

2.7.2 Teori Permintaan

  Menurut Sukirno (2005) permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga tertentu selama periode waktu tertentu. Fungsi permintaan seorang konsumen akan suatu barang dapat dirumuskan sebagai :

  Dx = f ( Y, Py, T, u )

  Dimana : Dx = Jumlah barang yang diminta Y = Pendapatan Konsumen Py = Harga Barang Lain T = Selera u = Faktor-faktor Lainnya

  Persamaan tersebut berarti jumlah barang X yang diminta dipengaruhi oleh harga barang X, pendapatan konsumen, harga barang lain, selera dan faktor-faktor lainnya. Dimana DX adalah jumlah barang X yang diminta konsumen, Y adalah pendapatan konsumen, Py adalah harga barang selain X, T adalah selera konsumen dan U adalah Faktor-faktor lainnya. Dalam kenyataannya permintaan menggantikan barang yang mengalami kenaikan harga. Dalam jangka waktu lebih lama konsumen akan mencari barang alternatif untuk akan suatu barang tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri namun juga oleh faktor-faktor lain.

  Jadi dapat disimpulkan bahwa, jumlah properti itu sendiri di pengaruhi oleh harga, pendapatan konsumen, dan harga subtitusinya. Hal inilah yang permintaan akan rumah sebagai sarana tempat tinggal jarang mengakami penurunan seiring dengan pertumbuhan penduduk.

  Permintaan pasar merupakan jumlah total suatu barang yang ingin dibeli oleh setiap konsumen pada setiap tingkat harga, atau dengan kata lain merupakan penjumlahan permintaan individual. Permintaan individual adalah jumlah suatu barang yang dibeli oleh konsumen pada setiap tingkat harga.

  ,I )

  Permintaan Pasar = f ( P x i = f ( P , I )+F ( P ,I )

  x a b x b

  = a f i ( P x ,I i ) Dimana P

  X adalah harga barang X, Ia adalah pendapatan konsumen A,

  I adalah pendapatan konsumen B. Dengan adanya persamaan diatas, maka

  b

  kita dapat melihat bahwa harga properti akan cenderung mengalami kenaikan dikarenakan pendapatan masyarakat semakin berkembang dan juga kebutuhan akan tempat tinggal juga akan bertambah. Hal inilah yang dapat membentuk harga suatu properti dikarenakan semakin banyak permintaan pasar, maka permintaan-permintaan ini akan membentuk suatu tingkat harga tertentu sesuai dengan permintaan pasarnya.

  Menurut Sukirno (2005), ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa suatu permintaan konsumen terhadap suatu barang berubah : a. Harga barang itu berubah sedang faktor yang lain tetap, perubahan ini hanya menyebabkan pergerakan di sepanjang kurva permintaan. b. Salah satu atau lebih faktor-faktor lain berubah (tidak ada lagi ceteris paribus).

  Perubahan ini menyebabkan terjadi pergeseran seluruh kurva permintaan. Kenaikan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergerak naik ke kanan. Sebaliknya jika permintaan turun makan kurva permintaan akan bergeser turun ke kiri. Adapun faktor-faktor pembentuk keadaan ceteris paribus adalah :

  a. Pendapatan Bila pendapatan konsumen naik maka permintaan akan naik dan sebaliknya. Namun untuk kasus barang inferior peningkatan pendapatan justru akan mengurangi permintaan suatu barang.

  b. Jumlah konsumen di pasar Peningkatan konsumen akan meningkatkan permintaan suatu barang di pasar.

  c. Selera atau preferensi konsumen Bila selera konsumen terhadap suatu barang naik, maka kurva permintaan akan bergeser ke kanan, yang berarti di setiap tingkat harga konsumen akan menambah konsumsinya.

  Elastisitas merupakan suatu hubungan kuantitatif antar variabel- variabel, misal antara jumlah yang diminta dengan harga barang tersebut.

  Sesuai dengan hukum permintaan komoditi tersebut. Besar perubahan keadaan lain. Secara teori ekonomi dikenal istilah elastisitas harga permintaan (price elasticity of demand) sebagai suatu konsep yang menghubungkan perubahan kuantitas pembelian/ permintaan optimal atas suatu komoditi dengan perubahan harga relatifnya

  Menurut Sukirno (2005:102) pengukuran elastisitas permintaan sangat bermanfaat bagi pihak swasta dan pemerintah. Bagi pihak swasta pengukuran elastisitas permintaan dapat digunakan sebagai landasan untuk menyusun kebijakan perekonomian yang akan dilaksanakannya seperti misalnya kebjakan impor komoditi yang akan mempengaruhi harga yang ditanggung rakyatnya. Pengukuran elastisitas permintaan kerap dinyatakan dalam ukuran koefisien elastisitas permintaan. Koefisien permintaan merupakan ukuran perbandingan persentase perubahan harga atas barang tersebut (Sukirno, 2005:104). Koefisien elastisitas permintaan dapat di rumuskan sebagai berikut.: a. Elastis, Barang dikatakan elastis sempurna bila kurva permintaan mempunyai koefisien elastisitas lebih besar daripada satu. Hal ini terjadi bila jumlah barang yang diminta lebih besar daripada persentase perubahan harga barang tersebut.

  b. Elastisitas Uniter, Barang dikatakan elastis uniter bila kurva permintaan mempunyai koefisien elastisitas sebesar satu. Persentase perubahan harga direspon proporsional terhadap persentase jumlah barang yang diminta. c. Tidak elastic, Barang dikatakan tidak elastis bila persentase perubahan jumlah yang diminta lebih kecil daripada persentase perubahan harga sehingga koefisien elastisitas permintaannya antara nol dan satu.

  Menurut Sukirno (2005: 111) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi elastisitas permintaan suatu barang, yaitu: a. Tingkat kemampuan barang – barang lain untuk menggantikan barang yang bersangkutan. Apabila suatu barang mempunyai banyak barang pengganti

  (barang substitusi), permintaan atas barang tersebut cenderung akan bersifat elastis. Perubahan harga yang kecil akan beralih ke barang lain sebagai penggantiannya. Untuk barang yang tidak memiliki barang pengganti, permintaan atas barang tersebut barang yang tidak memiliki barang pengganti, permintaan atas barang tersebut bersifat tidak elastis. Karena konsumen sukar memperoleh barang pengganti apabila harga barang tersebut naik permintaan tidak banyak berkurang.

  b. Persentase pendapatan yang akan dibelanjakan untuk membeli barang tersebut. Besar bagian pendapatan yang digunakan untuk membeli suatu barang dapat mempengaruhi elastisitas permintaan terhadap barang tersebut. Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan elastisitas permintaan terhadap barang tersebut. Semakin besar bagian pendapatan yang diperlukan untuk membeli suatu barang, maka permintaan barang tersebut akan semakin elastis. c. Jangka waktu pengamatan atas permintaan, semakin lama jangka waktu permintaan dianalisis, permintaan atas barang tersebut semakin elastis.

  Jangka waktu yang singkat permintaan tidak bersifat elastis karena perubahan pasar belum diketahui oleh konsumen.

2.8 Margin Keuntungan Bank

  Bank syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah (amount), maupun waktu (timing), seperti pembiayaan murabahah, ijarah, salam dan istishna’.

  Referensi margin keuntungan pada bank syari’ah adalah margin keuntungan yang ditetapkan dalam rapat Asset/ Liability Management Committee (ALCO) Bank Syari’ah. Organisasi dari fungsi ALCO di bank yang kecil dapat terdiri dari Direktur Utama dan beberapa manajer kunci yang aktif dalam keputusan-keputusan kredit, investasi dan pasar uang. Di dalam bank yang lebih besar, ALCO dapat terdiri dari para manajer pos-pos utama dari neraca, Direktur Utama, Kepala Bagian Keuangan dan Akunting, Kepala Divisi Kredit, Manajer Investasi, Kepala Bagian Deposit dan fungsi liabilitas, ekonom dan supervisi kebijakan kredit. Tanggung jawab ALCO biasanya meliputi pemberian arahan umum mengenai penguasaan dan pengalokasian dana-dana untuk memaksimumkan pendapatan, dan memastikan permintaan dan sumber dana.

  Dengan demikian ALCO mempunyai akses kepada liabilitas dan strategi pricing atas pinjaman, membangun praktek penguasaan dana-dana dan pilihan untuk pengalokasian pinjaman, memantau spread, distribusiasset/ liabilitas, jangka waktu, bagaimana dealing dengan secondary reserve untuk kegiatan Pasar Uang, me-review variasi anggaran, dan yang paling penting adalah menyusun action

  

plan berdasarkan sebab-sebab terjadinya variasi. Secara umum, tanggung jawab

  ALCO adalah mengelola posisi dan alokasi dana-dana bank agar tersedia likuiditas yang cukup, memaksimalkan profitabilitas dan meminimalkan resiko.

  Penetapan margin keuntungan pembiayaan berdasarkan rekomendasi, usul dan saran dari Tim ALCO Bank Syari’ah, dengan mempertimbangkan beberapa hal berikut:

  a. Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) Yang dimaksudkan dengan Direct Competitor’s Market Rate (DCMR) adalah tingkat margin keuntungan rata-rata perbankan syari’ah, atau tingkat margin keuntungan rata-rata beberapa bank syari’ah yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai kelompok competitor langsung, atau tingkat margin keuntungan bank syari’ah tertentu yang ditetapkan dalam rapat ALCO sebagai Competitor langsung terdekat.

  b. Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) Yang dimaksud dengan Indirect Competitor’s Market Rate (ICMR) adalah tingkat suku bunga rata-rata perbankan konvensional, atau tingkat rata-rata suku kelompok competitor tidak langsung, atau tingkat rata-rata suku bunga bank konvensional tertentu yang dalam rapat ALCO ditetapkan sebagai competitor tidak langsung yang terdekat.

  c. Expected Competitive Return for Investors (ECRI) Yang dimaksud Expected Competitive Return for Investors (ECRI) adalah target bagi hasil competitive yang diharapkan dapat diberikan kepada dana pihak ketiga.

  d. Acquiring Cost Yang dimaksud Acquiring Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.

  e. Overhead Cost Yang dimaksud Overhead Cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh bank yang tidak langsung terkait dengan upaya untuk memperoleh dana pihak ketiga.

  Selain harga profit margin merupakn bagian ysng memegang peranan penting dalam menetapkan pembiayaan murabahah pada perbankan syari’ah. Karena

  

murabahah merupakan akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan

  dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Sehingga tingkat margin keuntungan yang ditetapkan perusahaan akan berpengaruh pada harga sebuah produk yang ditawarkan kepada nasabah.

  Menurut Syafi’i Antonio (2001), ada beberapa metode penentuan profit

  margin yang dapat diterapkan dalam pembiayaan di bank syariah di antaranya:

  Jika bank syariah hendak menerapkan metode mark-up pricing, metode ini hanya tepat jika digunakan untuk pembiayaan yang sumber dananya dari Restricted Investment Account (RIA) atau Mudharabah Muqayyadah sebab akad mudharabah muqayyadah adalah akad di mana pemilik dana menuntut adanya kepastian hasil dari modal yang diinvestasikan.

  b. Penerapan Target Return Pricing untuk Pembiayaan Syariah Bank syariah beroperasi dengan tidak menggunakan bunga. Mekanisme operasional dalam memperoleh pendapatan dapat dihasilkan berdasarkan klasifikasi akad, yaitu akad yang menghasilkan keuntungan secara pasti, disebut natural certainty contract, dan akad yang menghasilkan keuntungan yang tidak pasti, disebut natural uncertainty contract. Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural certainty contract, maka metode yang digunakan adalah

  Required Profit Rate (RPR): RPR = n.v

  di mana : n = tingkat keuntungan dalam transaksi tunai v = jumlah transaksi dalam satu periode

  Jika pembiayaan dilakukan dengan akad natural uncertainty contract, maka metode yang digunakan adalah Expected Profit Rate (EPR) EPR diperoleh berdasarkan: i) Tingkat keuntungan rata-rata pada industri sejenis ii) Pertumbuhan ekonomi iii) Dihitung dari nilai RPR yang berlaku di bank yang bersangkutan Perhitungannya:

  Nisbah bank = EPR / expected return bisnis yang dibiayai*100% Actual return bank = nisbah bank + actual return bisnis

2.9 Pelayanan

  Menurut (Zeithaml, 1988) kualitas pelayanan merupakan penilaian pelanggan atas keunggulan atau keistimewaan yang dirasakan konsumen atas suatu produk atau layanan secara menyeluruh. Kualitas pelayanan menurut Wyckof (dalam Tjiptono,2000) adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan atau konsumen. Dengan demikian terdapat faktor utama kualitas pelayanan, yaitu expected service dan perceived service.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Income Smoothing Dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Perkeb

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Income Smoothing Dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bursa Malaysia

0 1 13

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Income Smoothing Dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bursa Malaysia)

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori tentang Kinerja Keuangan 2.1.1. Pengertian Kinerja Keuangan - Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Risiko Sistematis Terhadap Harga Saham Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

0 0 22

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Risiko Sistematis Terhadap Harga Saham Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

0 0 8

Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan dan Risiko Sistematis Terhadap Harga Saham Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Analisis Tentang Pernikahan Dini di Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2015

0 1 44

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja - Analisis Tentang Pernikahan Dini di Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2015

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar belakang - Analisis Tentang Pernikahan Dini di Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2015

0 0 10

BAB II SERAT OPTIK 2.1 Umum - Analisa Rugi-Rugi Pelengkungan Pada Serat Optik Singel Mode Terhadap Pelemahan Intensitas Cahaya

0 0 28