BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Income Smoothing Dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Perkeb

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Laporan Keuangan

2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan

  Menurut Martani et. al. (2012:35) , pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut: Laporan keuangan menyajikan informasi perubahan posisi keuangan dan tidak diwajibkan menyediakan informasi nonkeuangan. Laporan keuangan menjelaskan kinerja entitas dalam satu periode dalam laporan laba rugi komprehensif. Informasi tentang kinerja diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi, memprediksi kemampuan entitas untuk menghasilkan kas di masa depan, serta memberikan informasi mengenai efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Pengertian laporan keuangan dalam Pernyataan Standar

  Akuntansi Keuangan No.1 (2009) adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas serta menunjukkan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.Jadi, dapat disimpulkan laporan keuangan adalah laporan yang menyajikan informasi keuangan mengenai posisi keuangan dan kinerja suatu entitas yang digunakan sebagai bahan pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

2.1.1.2 Tujuan Laporan Keuangan

  Menurut APB Statement No. 4 dalam Yadiati (2007), tujuan laporan keuangan digolongkan sebagai berikut:

  1. Tujuan Khusus Tujuannya untuk menyajikan laporan posisi keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan lainnya secara wajar dan sesuai dengan GAAP.

  2. Tujuan Umum Tujuan umum adalah memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber-sumber ekonomi, dan kewajiban perusahaan; memberikan informasi yang terpercaya tentang sumber kekayaan bersih yang berasal dari kegiatan usaha dalam mencari laba; menaksir informasi keuangan yang dapat digunakan untuk menaksir potensi perusahaan dalam menghasilkan laba; mengungkapkan informasi relevan lainnya yang dibutuhkan para pemakai laporan.

  3. Tujuan kualitatif Tujuan kualitatif yang dirumusakan APB Statements No. 4 adalah : a.

  Relevance Memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan dalam proses pengambilan keputusan.

  b.

  Understandability Informasi yang dipilih untuk disajikan bukan saja yang penting tetapi juga harus informasi yang dimengerti para pemakainya.

  c.

  Verifiability Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak lain yang akan menghasilkan pendapat yang sama.

  d.

  Neutrality Laporan akuntansi itu netral terhadap pihak-pihak yang berkepentingan.

  e.

  Timeliness Laporan akuntansi hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat.

  f.

  Comparability Informasi akuntansi harus dapat saling dibandingkan, artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama baik untuk suatu perusahaan maupun perusahaan lain. g.

  Completeness Informasi akuntansi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan yang layak dari para pemakai.

  Tujuan laporan keuangan dalam PSAK No.1 (2009) yaitu memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi.

2.1.1.3 Jenis- jenis Laporan Keuangan

  Dalam PSAK 1 (2009), laporan keuangan yang lengkap terdiri atas:

  1. Laporan posisi keuangan pada akhir periode merupakan laporan yang menyediakan informasi mengenai nilai dan jenis investasi perusahaan, kewajiban perusahaan kepada kreditur dan ekuitas pemilik.

  2. Laporan laba rugi komprehensif selama periode berfungsi untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan antara tanggal neraca. Laporan ini mencerminkan aktivitas operasi perusahaan yang menyediakan rincian pendapatan, beban, untung dan rugi perusahaan untuk suatu periode waktu serta digunakan untuk mengetahui indikasi profitabilitas perusahaan.

3. Laporan perubahan ekuitas selama periode menyajikan informasi tentang perubahan- perubahan pada pos ekuitas.

  Laporan ini bermanfaat untuk mengidentifikasi alasan perubahan klaim pemegang ekuitas atas aktivitas perusahaan.

  4. Laporan arus kas selama periode merupakan laporan yang menyajikan dan melaporkan informasi tentang arus kas masuk dan arus kas keluar bagi aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan perusahaan secara terpisah selama suatu periode tertentu.

  5. Catatan atas laporankeuangan berisi informasi tambahan atas apa yangsajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendapatan komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Catatan atas laporan keuangan memberikan penjelasan atau rincian dari pos-pos yang disajikan dalam laporan keuangan tersebut dan informasi mengenai pos- pos yang tidak memenuhi kriteria pengakuan dalam laporan keuangan.

  6. Laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif disajikan ketika entitas menerapkan suatu kebijakan akuntansi secara retrospektif atau membuat penyajian kembali pos- pos laporan keuangan, atau ketika entitas mengklasifikasikan pos- pos dalam laporan keuangannya.

2.1.1.4 Pengguna Laporan Keuangan

  Pelanggan: kemampuan entitas menjamin kelangsungan hidupnya.

  Menurut Stice, Stice, dan Skousen (2009:240), laba adalah pengambilan atas investasi kepada pemilik. Hal ini mengukur nilai yang dapat diberikan oleh entitas kepada investor dan entitas masih memiliki kekayaan yang sama dengan awalnya. Menurut Martani et al (2012:44), laba digunakan sebagai ukuran kinerja dan dasar bagi

  Masyarakat: menilai tren dan perkembangan kemakmuran entitas.

  g.

  Pemerintah: menilai bagaimana alokasi sumbe daya.

  f.

  e.

  Menurut Martani et. al. (2012:34), pengguna laporan keuangan menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan informasi yang berbeda antara lain : a.

  Pemasok dan kreditur lain: kemampuan entitas membayar liabilitasnya pada saat jatuh tempo.

  d.

  Pemberi jaminan: kemampuan membayar utang dan bunga yang mempengaruhi keputusan apakah akan memberikan pinjaman.

  c.

  Karyawan: kemampuan memberikan balas jasa, manfaat pension, dan kesempatan kerja.

  b.

  Investor: menilai entitas dan kemampuan entitas membayar dividen di masa mendatang.

2.1.2 Laba

2.1.2.1 Pengertian Laba

  ukuran kinerja investasi (return on investement) atau kinerja saham dengan melihat laba per saham (earnings per share).

  Jadi, dapat disimpulkan bahwa laba merupakan selisih lebih pendapatan dikurangi dengan biaya yang digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja perusahaan dan dasar dalam pengambilan keputusan investasi.

2.1.2.2 Tujuan Pelaporan Laba

  Pelaporan laba merupakan suatu informasi yang penting dalam suatu perusahaan. Apabila perusahaan tidak melaporkan laba perusahaan maka menandakan perusahaan tersebut sedang mengalami masalah/ tidak sehat (financial distress) seperti mengalami kerugian hingga perusahaan tersebut bangkrut.

  Menurut Suwardjono (2005:456), tujuan pelaporan laba umumnya dapat digunakan antara lain:

  1. Indikator efisiensi penggunaan dana yang tertanam dalam perusahaan yang diwujudkan dalam tingkat kembalian atas investasi 2. Pengukur prestasi atau kinerja badan usaha dan manajemen

  3. Dasar penentuan besarnya pengenaan pajak 4.

  Alat pengendalian alokasi sumber daya ekonomik suatu negara

  5. Dasar penentuan dan penilaian kelayakan tarif dalam perusahaan publik

  6. Alat pengendalian terhadap debitor dalam kontrak utang

  7. Dasar kompensasi dan pembagian bonus 8.

  Alat motivasi manajemen dalam pengendalian perusahaan

  9. Dasar pembagian dividen

2.1.3 Teori Keagenan

  Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara satu orang atau lebih pemilik (principal) yang menyewa manajer (agent) untuk melakukan beberapa jasa atas nama pemilik meliputi pendelegasian wewenang pengambilan keputusan kepada

  

agent .Michelson et al (1995) mendefinisikan keagenan sebagai suatu

  hubungan berdasarkan persetujuan antara dua pihak, dimana manajemen (agent) setuju untuk bertindak atas nama pihak lain yaitu pemilik (principal).

  Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa: “If both parties to the relationship are utility maximizers there is good

  

reason to believe that the agent will not always act in the best interests of

the principal. The principal can limit divergences from his interest by

establishing appropriate incentives for the agent and by incurring

monitoring costs designed to limit the aberrant activities of the

agent”. Dapat disimpulkan bahwa apabila hubungan principal dan agent

  adalah memaksimalkan manfaat kedua belah pihak maka secara logis pihak agen tidak akan pernah melakukan tugasnya sesuai dengan kepentingan

  

principal dengan baik. Pihak principal dapat membatasi perbedaan

  kepentingan tersebut dengan menggunakan insentif kepada pihak agen yang menimbulkan biaya pengawasan untuk membatasi kegiatan agen yang menyimpang.

  Dalam teori keagenan yang dimaksud dengan principal adalah pemilik perusahaan (pemegang saham) dan agent adalah manajemen yang diberikan wewenang dari pemegang saham untuk menjalankan perusahaan. Diasumsikan, manajer perusahaan menginginkan kompensasi insentif atau bonus sebesar- besarnya atas kinerjanya selama menjalankan perusahaan. Di sisi lain, pemilik perusahaan lebih tertarik mendapatkan return sesegera mungkin dari hasil modal/saham yang diinvestasikan dalam perusahaan tersebut. Apabila dalam hubungan antara principal dan agent terjadi masalah akan menyebabkan timbulnya asimetri informasi (asymmetric

  information ).

  Asymmetric information adalah ketidakseimbangan informasi yang

  dimiliki oleh prinsipal dan agen, ketika prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen sebaliknya, agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan (Widyaningdyah, 2001).

  Menurut Eisenhardt (1989), masalah keagenan timbul pada saat: (1) keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan, dan (2) merupakan suatu hal yang sulit atau mahal bagi prinsipal untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen.

  Teori keagenan muncul untuk mengatasi masalah hubungan keagenan yang muncul antara pihak pemegang saham dan manajer karena adanya perbedaan tujuan dan informasi yang diinginkan. Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989):

  “

  Asumsi-asumsitersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsikeorganisasian dan asumsi informasi.

  Asumsi sifat manusia menekankan bahwamanusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), memilikiketerbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (riskaversion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,efisiensi sebagai kriteria efektivitas, dan adanya asimetri informasi antara principaldan agen. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yangbisa diperjualbelikan.”

2.1.4 Teori Sinyal

  Menurut Bini et. al. (2011), “ The signalling theory was born at the beginning of the 1970 and is based on two main research contributions: Arrow (1972) and Spence (1973)”.Teori sinyal menjelaskan alasan perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal (Wolk, et al. 2001). Teori sinyal menunjukkan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut (Restuti, 2007). Teori sinyal merupakan teori bagaimana cara perusahaan memberikan sinyal terhadap investor dan masyarakat luar.

  Dalam suatu perusahaan, manajemen merupakan pihak internal yang memiliki informasi akurat mengenai kondisi dan nilai perusahaan yang tidak diketahui oleh pihak luar, sehingga apabila manajemen menyampaikan informasi perusahaan ataupun mempublikasikan laporan keuangan ke pasar maka informasi tersebut dianggap sebagai suatu sinyal bagi pihak luar. Sinyal tersebut yang akan digunakan oleh pihak luar untuk menilai apakah ada atau tidaknya perubahan nilai suatu perusahaan tersebut. Begitu pula menurut Assih (2000), informasi laba yang dilaporkan manajemen merupakan sinyal mengenai laba di masa yang akan datang bagi pengguna laporan keuangan untuk membuat prediksi atas laba perusahaan di masa yang akan datang.

  Pratiwi (2013) menyatakan bahwa: Dalam signalling theory, kesulitan untuk membedakan mana perusahaan yang berkualitas rendah maupun yang berkualitas tinggi dapat dihindari, karena setiap manajer perusahaan yang kualitas perusahaannya lebih tinggi akan mampu memberikan sinyal-sinyal yang lebih baik atau mahal kepada investor dibandingkan perusahaan dengan kualitas yang rendah.

2.1.5 Teori Akuntansi Positif

  Watts dan Zimmerman (1986) menjelaskan tiga hipotesa yang diaplikasikan untukmelakukan prediksi dalam teori akuntansi positif mengenai motivasi manajemen melakukanincome smoothing. Tiga hipotesa yang dijelaskannya adalah sebagai berikut:

  1. Bonus plan hypothesis Hipotesa ini menjelaskan bahwa apabila manajemen diberikan janji bonus sesuai dengan performance perusahaan khususnya ditandai dengan laba perusahaan maka manajemen akan cenderung menggunakan metode akuntansi yang mampu memaksimalkan laba perusahaan seperti mengakui laba perusahaan yang seharusnya menjadi bagian di masa depan pada laba perusahaan tahun berjalan. Sehingga, bonus yang didapatkan oleh manajemen akan lebih besar.

  2. Debt covenant hypothesis Hipotesa ini menjelaskan bahwa apabila perusahaan ingin mengajukan permohonon pinjaman atau perjanjian utang kepada pihak eksternal (kreditur) maka perusahaan harus memenuhi syarat yang diajukan oleh pihak kreditur. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah kondisi keuangan perusahaan yang sehat. Kondisi keuangan perusahaan yang sehat pada umumnya memiliki kriteria memiliki laba yang relatif tinggi dan stabil, serta dapat diukur dari rasio-rasio keuangannya.

3. Political cost hypothesis

  Hipotesa ini menjelaskan dampak politik dari pemilihan kebijakan akuntansi yang dilakukan oleh manajemen. Pada umumnya, semakin besar ukuran suatu perusahaan mengakibatkan perusahaan tersebut diharapkan mampu memberikan perhatian yang lebih terhadap lingkungan sekitarnya khususnya masyarakat. Jadi, perusahaan besar dengan laba yang tinggi cenderung memilih metode akuntansi yang mampu menurunkan laba perusahaannya. Ini disebabkan oleh tuntutan masyarakat yang meningkat serta pemerintah yang dapat segera mengambil kebijakan regulator.

2.1.6 Manajemen Laba

2.1.6.1 Pengertian Manajemen Laba

  Akibat adanya asimetri informasi (information asymmetry) membuat pihak manajemen tertarik untuk melakukan perilaku yang tidak semestinya (disfunctional behavior). Disfunctional behavior yang dilakukan oleh pihak manajemen adalah tindakan memanipulasi data dalam laporan keuangan sesuai harapan principal walaupun tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya.

  Manajemen laba merupakan salah satu tindakan manipulasi data laporan keuangan yang paling mudah dilakukan oleh pihak manajemen.

  Menurut Sugiri (1998), pengertian manajemen laba menjadi dua, yaitu:

1. Definisi sempit

  Manajemen laba dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Manajemen laba dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk bermain dengan komponen discretionary accrual dalam menentukan besarnya laba.

2. Definisi luas

  Manajemen laba merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit usaha dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan (penurunan) profitabilitas ekonomi jangka panjang unit tersebut.

2.1.6.2 Motivasi Manajemen Laba

  Menurut Scott (2003:377), beberapa motivasi yang mendorong manajemen melakukan earning management, antara lain sebagai berikut:

  1. Motivasi bonus, yaitu manajer akan berusaha mengatur laba bersih agar dapat memaksimalkan bonusnya.

  2. Motivasi kontrak, berkaitan dengan utang jangka panjang, yaitu manajer menaikkan laba bersih untuk mengurangi kemungkinan perusahaan mengalami technical default.

  3. Motivasi politik, aspek politis ini tidak dapat dilepaskan dari perusahaan, khususnya perusahaan besar dan industri strategis karena aktivitasnya melibatkan hajat hidup orang banyak.

  4. Motivasi pajak, pajak merupakan salah satu alasan utama perusahaan mengurangi laba bersih yang dilaporkan.

  5. Pergantian CEO (Chief Executive Officer), banyak motivasi yang timbul berkaitan dengan CEO, seperti CEO yang mendekati masa pensiun akan meningkatkan bonusnya, CEO yang kurang berhasil memperbaiki kinerjanya untuk menghindari pemecatannya, CEO baru untuk menunjukkan kesalahan dari CEO sebelumnya.

  6. Penawaran saham perdana (IPO), manajer perusahaan yang going public melakukan earning management untuk memperoleh harga yang lebih tinggi atas sahamnya dengan harapan mendapatkan respon pasar yang positif terhadap peramalan laba sebagai sinyal dari nilai perusahaan.

  7. Motivasi misalnya untuk mengungkapkan informasi privat yang dimiliki perusahaan kepada investor dan kreditor.

2.1.6.3 Klasifikasi Manajemen Laba

  Menurut Scott (2003:383) berbagai pola yang sering dilakukan manajer dalam earning management adalah:

  1. Taking a bath Bentuk ini mengakui adanya pengakuan biaya pada periode yang akan datang dan kerugian pada periode berjalan pada saat kondisi yang tidak menguntungkan pada periode tersebut.

  2. Income minimization

  Bentuk ini hampir sama dengan “taking a bath” namun lebih ekstrim. Pada saat profitabilitas perusahaan sangat tinggi, perusahaan sengaja membebankan biaya iklan, biaya penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi, dan penghapusan atas modal dan aktiva tidak berwujud.

  3. Income maximization

  Pada bentuk ini, manajemen sengaja memanipulasi data akuntansi dengan melaporkan laba perusahaan yang tinggi untuk tujuan pembayaran bonus tahunan yang lebih besar. Biasanya tindakan ini dilakukan pada saat laba bersih perusahaan menurun.

  4. Income smoothing

  Bentuk ini mungkin yang paling menarik. Hal ini dilakukan dengan meratakan laba yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.7 Income Smoothing (Perataan Laba)

2.1.7.1 Pengertian Income Smoothing

  Seperti kita ketahui bahwa tindakan income smoothing merupakan bagian dari manajemen laba. Income smoothing timbul akibat adanya teori keagenan dan teori sinyal. Beidleman (1973) menyatakan bahwa: “Perataan laba didefinisikan sebagai upaya yang sengaja dilakukan manajemen untuk memperkecil fluktuasi laba sehingga laba yang dilaporkan akan dianggap normal bagi suatu perusahaan atau mengurangi hal yang tidak normal dalam laba pada tingkat yang diijinkan oleh prinsip- prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat”.

  MenurutFudenberg dan Tirole (1995), income smoothing is

  

the process of manipulating the time profile of earnings or earnings

reports to make the reported income stream less variable, while not

increasing reported earnings over the long run . Menurut Wolk et al.

  (2001:421), income smoothing is hypothesis has been that managers

  

seek to smooth income over time so that a more stable earnings

stream with less year-to year variance would lead to higher firm

valuation .Assih dan Gudono (2000) merjelaskan bahwa:

  “rekening yang secarapotensial dapat digunakan untuk melakukan perataan laba antara lain adalahdividen yang diterima dari unconsolidated subsidiaries, penjualan aktiva tetap daninvestasi jangka panjang, investment tax credit,

  unusual gain and losses,investment in the common stock of other firm, transaksi investasi darinonsubsidiaries investment, discretionary accrual, dan extraordinary items”.

  Dari ketiga pengertian income smoothing dapat disimpulkan bahwa income smoothing merupakan salah satu bentuk dari manajemen laba yang dilakukan oleh manajer untuk memperkecil laba pada saat profitabilitas perusahaan sedang meningkat atau memperbesar laba pada saat profitibiltas perusahaan sedang menurun. Income smoothing juga dapat diartikan sebagai tindakan merubah data akuntansi dalam laporan keuangan yang paling sering dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan tujuan untuk menarik investor akibat laba yang terlihat stabil (konstan).

  2.1.7.2 Alasan Income Smoothing

  Menurut Hepworth (1953), alasan manajer melakukan

  

income smoothing adalah untuk mengurangi pajak, meningkatkan

  kepercayaan investor, mempererat hubungan antara manajer dan karyawan, menghindari kenaikan upah/gaji karyawan, dan memiliki dampak psikologis terhadap perekonomian. Tindakan income

  

smoothing yang mengurangi laba dan meningkatkan biaya

  perusahaan menghasilkan laba yang stabil sehingga pihak investor dapat merancang kebijakan dividen yang stabil sesuai yang diharapkan, serta menghindari fluktuasi peningkatan laba yang terlalu tinggi.

  2.1.7.3 Tujuan Income Smoothing

  Tujuan manajer melakukan income smoothing menurut Foster (1986) adalah untuk membantu pihak eksternal memprediksi potensi perusahaan dalam memperoleh laba di masa depan yang akan berdampak terhadap citra perusahaan tersebut dimana pihak eksternal dapat menilai risiko maupun kondisi perusahaan tersebut.

  Apabila banyak pihak eksternal yang berinvestasi pada suatu perusahaan, maka secara tidak langsung manajemen perusahaan tersebut akan mendapatkan kompensasi yang besar atas kinerjanya dalam memperoleh kepercayaan pihak eksternal.

  2.1.7.4 Klasifikasi Income Smoothing Income smoothing terdiri atas dua menurut Eckel (1981),

  yaitu: 1.

  Natural smoothing terjadi akibat dari proses menghasilkan laba yang stabil

  2. Intentional smoothing terjadi akibat adanya tindakan manajemen yang disengaja. Intentional smoothing juga diklasifikasikan menjadi dua, yaitu real smoothing (mengubah transaksi ekonomi untuk menghasilkan laba yang stabil) dan artificial smoothing (meminimalkan pengungkapan aliran laba untuk menghasilkan laba yang stabil).

  2.1.7.5 Teknik Income Smoothing

  Menurut Ronen dan Sadan (1981), cara-cara yang dapat digunakan oleh manajer untuk melakukan income smoothing adalah melalui waktu kejadian maupun pengakuan akuntansi, metode alokasi, dan klasifikasi item. Manajemen dapat mengatur waktu kejadian dengan cara memasukkan biaya yang jarang terjadi, seperti biaya litbang (penelitian dan pengembangan) sehingga laba yang dilaporkan menjadi kecil serta mengklasifikasikan laba atau biaya sebagai ordinary atau extraordinary item.

2.1.8 Analisis Laporan Keuangan

  Analisis laporan keuangan merupakan salah satu cara yang memudahkan investor dalam melihat laporan keuangan. Harahap (2008:190) menyatakan bahwa:

  “Analisis laporan keuangan berarti menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungan yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain, baik antara kuantitatif maupun data non kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.”

  Manfaat analisis laporan keuangan menurut Brigham dan Houston (2006:78) adalah:

  Dari sudut pandang seorang investor, analisis laporan keuangan digunakan untuk memprediksi masa depan, sedangkan dari sudut padang manajemen, analisis laporan keuangan akan bermanfaat baik untuk membantu mengantisipasi kondisi-kondisi di masa depan, dan yang lebih penting, sebagai titik awal untuk melakukan perencanaan tindakan yang akan mempengaruhi peristiwa di masa depan.

  Menurut Syahyunan (2013:91), analisis rasio keuangan merupakan analisis laporan keuangan yang paling populer untuk mengidentifikasi kondisi keuangan dan kinerja keuangan perusahaan. Menurut Prihadi (2011: 152), analisis rasio keuangan digunakan secara khusus oleh investor dan kreditur dalam keputusan investasi atau penyaluran dana.

  Menurut Brigham dan Houston (2006:79), jenis- jenis rasio keuangan meliputi:

  1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang jatuh tempo.

  2. Rasio Aktivitas (Activity Ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola aktivanya.

  3. Rasio Leverage (Leverage Ratio) merupakan rasio yang digunakan untuk mengetahui seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang dan apakah perusahaan dapat melunasi utang perusahaannya tersebut.

  4. Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio) merupakan rasio yang menunjukkan pengaruh gabungan dari kebijakan likuiditas, aktivitas, dan leverage terhadap hasil operasi.

  5. Rasio Nilai Pasar (Market Value Ratio) merupakan rasio yang menghubungkan harga saham perusahaan dengan laba dan nilai buku per saham yang memberikan petunjuk mengenai apa yang dipikirkan investor atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di masa mendatang.

2.1.9 Return on Equity (ROE)

  Return on equity (ROE) adalah salah satu rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Brigham dan Houston (2006:91),

  

return on equity merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat

  pengembalian atas investasi pemegang saham. Menurut Harahap (2008:305), return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Menurut Kasmir (2012:204), return on

  

equity adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal

sendiri.

  Dari pengertian di atas, return on equity merupakan rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan modal (ekuitas) perusahaan. Semakin tinggi nilai return on equity akan memaksimalkan usaha perusahaan untuk melakukan tindakan perataan laba (income smoothing). Rumus untuk menghitung rasio return on equity adalah: Netincome after tax

  ReturnonEquity= Totalequity

2.1.10 Debt to Total Assets (DAR)

  Debt to total assets (DAR) merupakan salah satu rasio leverage yang

  digunakan dalam penelitian ini. Menurut Brigham dan Houston (2006:86),

  

debt to total assets merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur total

  aset yang dibiayai oleh total utang. Menurut Fahmi (2011:127), debt to total

  

assets adalah rasio yang melihat perbandingan utang perusahaan, yaitu

diperoleh dari perbandingan total utang dibagi total aset.

  Pihak kreditur lebih menyukai rasio DAR yang rendah karena semakin rendah DAR, maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditor dalam peristiwa likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan mengingikan leverage yang lebih besar karena dapat meningkatkan laba yang diharapkan (Brigham dan Houston, 2006:86). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa debt to total assets adalah rasio yang digunakan untuk mengukur total aset yang dibiayai oleh total utang perusahaan. Semakin tinggi nilai debt to total assets maka semakin besar resiko yang dihadapi perusahaan sehingga manajemen akan cenderung melakukan perataan laba. Rumus untuk menghitung rasio total debt to assets adalah:

  Totaldebt DebttoTotalAsset =

  TotalAsset

  2.1.11 Net Profit Margin (NPM) Net profit margin (NPM) merupakan rasio profitabilitas yang juga

  digunakan dalam penelitian ini. Menurut Brigham dan Houston (2006:89),

  

net profit margin adalah rasio yang dihitung dengan membagi laba bersih

  sesudah pajak dengan penjualan. Menurut Fahmi (2011:136), net profit

  

margin adalah margin laba bersih sama dengan laba bersih dibagi dengan

  penjualan bersih. Menurut Kasmir (2012:200), net profit margin merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan untuk melihat pendapatan bersih perusahaan atau penjualan.

  Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa net profit margin merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba bersih dengan total volume penjualan perusahaan. Semakin tinggi nilai net profit margin maka semakin besar dorongan manajemen untuk melakukan income smoothing. Rumus untuk menghitung rasio net profit margin adalah:

  Net income after tax Net Profit Margin=

  Total sales

  2.1.12 Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan merupakan suatu skala yang memberikan gambaran besar kecilnya perusahaan dimana ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dari total nilai aset yang dimiliki oleh perusahaan (Machfoedz, 1994). Ukuran perusahaan yang besar lebih menarik perhatian investor dan masyarakat sehingga perusahaan yang berukuran besar lebih cenderung melakukan income smoothing dibandingkan perusahaan yang berukuran kecil.

  Perusahaan yang besar akan lebih berhati-hati dalam mengelola laporan keuangan karena apabila laba perusahaan terlalu kecil akan membuat hilangnya kepercayaan investor sedangkan apabila laba perusahaan terlalu besar akan menarik perhatian pemerintah dalam membuat kebijakan untuk meningkatkan pendapatan perusahaan seperti pajak. Ukuran perusahaan dapat dihitung dengan rumus:

  Ukuran perusahaan=Ln Total Aset

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Penelitian-penelitian terdahulu yang berhasil ditemukan yang meneliti pengaruh variabel rasio keuangan terhadap income smoothing menunjukkan hasil yang berbeda. Fitriasrini (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “PengaruhCompany Size, Financial Leverage, dan Profitability Terhadap

  IncomeSmoothing (Studi Kasus pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang

Listing di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2008 – 2010)” memberikan bukti

  bahwa hanya variabel company size dan debt to total equity (DER) yang berpengaruh secara parsial terhadap income smoothing, serta vairabel company

  

size, debt to total assets, debt to total equity, return on assets, return on equity,

dan net profit margin secara simultan berpengaruh terhadap income smoothing.

  Azhari (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analysis of Factors

  

Influencing Income Smoothing on Manufacturing Companies of Basic and

Chemical Industry Sector Listed in Indonesia Stock Exchange (2004-2008)”

  memberikan bukti bahwa hanya variabel net profit margin dan operating profit margin yang berpengaruh terhadap income smoothing.

  Hutagalung (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Financial Leverage, Net Profit Margin, dan Operating Profit Margin Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan Property, Real

  

Estate, and Building Construction yang Terdaftar di BEI” memberikan bukti

  bahwa hanya variabel ukuran perusahaan dan operating profit margin berpengaruh secara parsial terhadap income smoothing, serta variabel ukuran perusahaan, financial leverage, net profit margin, dan operating profit margin berpengaruh secara simultan terhadap income smoothing.

  Lubis (2012) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Return On

  

Investment (ROI), Return On Equity (ROE), Leverage Operasi Terhadap Indikasi

  Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia” memberikan bukti bahwa semua variabel independen yaitu return on

  

investment, return on equity, dan leverage operasi berpengaruh secara parsial

terhadap variabel dependen (income smoothing).

  Suryandari (2012) dalam penelitiannya berjudul “Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Income Smoothing” memberikan bukti bahwa hanya variabel ukuran perusahaan yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap

  

income smoothing . Tetapi, menurut Erly dan Sherlita (2013) dalam penelitiannya yang berjudul ”Analysis of Factors Affecting Income Smoothing Among Listed

  Companies in Indonesia ” memberikan bukti bahwa semua variabel independen,

  Analysis of Factors Influencing Income Smoothing on Manufacturing Companies of Basic and Chemical Industry Sector Listed in Indonesia Stock Exchange (2004-2008)

  Hasil uji F menunjukkan bahwa company size, debt

  to total assets, debt to total equity, return on assets, return on equity, dan net profit margin secara

  bersama- sama berpengaruh terhadap income smoothing. Hasil uji t menunjukan bahwa hanya company size dan debt to total equity berpengaruh positif terhadap income smoothing, sedangkan debt to total

  assets berpengaruh negatif

  terhadap income smoothing, serta return on assets,

  return on equity, dan net profit margin tidak

  berpengaruh terhadap income smoothing. Azhari (2010)

  Variabel Independen :

  Variabel dependen :

  1.Firm size

  2.Net profit

  margin

  3.Operating

  

profit margin

  4.Return on

  asset

  5.Debt to Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya variabel net profit margin dan operating profit margin yang berpengaruh signifikan terhadap income

  Income smoothing

  margin

  yaitu firm size, return on asset, debt to total assets, dan net profit margin tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (income smoothing). Berikut ini tabel rincian hasil penelitian terdahulu:

  1.Company

Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu

  Peneliti Judul Variabel Kesimpulan & Hasil Fitriasrini (2012)

  PengaruhCompany

  Size, Financial Leverage, dan Profitability

  Terhadap Income

  Smoothing (Studi

  Kasus pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Listing di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2008 – 2010)

  Variabel independen:

  size

  6.Net profit

  2.Debt to

  total assets

  3.Debt to

  total equity

  4.Return on

  assets

  5.Return on

  equity

  smoothing.

  total assets

  berpengaruh terhadap perataan laba (income

  (ROE), Leverage Operasi Terhadap Indikasi Perataan Laba (Income

  Smoothing) pada

  Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia

  Variabel independen:

  1.Return on

  investment

  2.Return on

  equity

  3.Leverage Operasi Variabel dependen :

  Income smoothing

  Hasil uji t menunjukan bahwareturn on investment,

  return on equity, dan leverage operasi

  smoothing).

  Pengaruh Return On

  Suryandari (2012)

  Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi

  Income Smoothing

  Variabel Independen :

  1.Ukuran perusahaan

  2.Return on

  asset

  3.Net profit

  margin

  4.Debt to

  total assets

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya ukuran perusahaan yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap income

  smoothing. Sedangkan return on asset, net profit margin, debt to total assets,

  Investment (ROI), Return On Equity

  berpengaruh terhadap income smoothing . Lubis (2012)

  Variabel Dependen :

  2.Financial

  Income Smoothing

  Hutagalung (2011)

  Pengaruh Ukuran Perusahaan,

  Financial Leverage, Net Profit Margin,

  dan Operating

  Profit Margin

  Terhadap Perataan Laba (Income

  Smoothing) pada

  Perusahaan

  Property, Real Estate, and Building Construction yang

  Terdaftar di BEI Variabel independen:

  1.Ukuran perusahaan

  leverage

  financial leverage dan net profit margin tidak

  3.Net profit

  margin

  4.Operating

  

profit margin

  Variabel dependen : Perataan laba (income

  smoothing)

  Hasil uji F menunjukkan bahwa ukuran perusahaan,

  financial leverage, net profit margin, dan operating profit margin

  secara bersama- sama berpengaruh terhadap

  income smoothing.

  Hasil uji t menunjukkan bahwa hanya ukuran perusahaan dan operating

  profit margin yang

  berpengaruh terhadap perataan laba sedangkan

  dan debt to equity tidak berpengaruh terhadap

  5.Debt to income smoothing.

  equity

  Variabel Dependen :

  

Income

Smoothing

  Sherlita Analysis of Factors Variabel Hasil penelitian dan Affecting Income Independen : menunjukkan bahwa semua Kurniawan Smoothing Among

  1.Firm size variabel independen yaitu (2013) Listed Companies in

  2.Return on firm size, return on asset, Indonesia asset debt to total assets, dan net

  3.Debt to profit margin tidak

  total assets berpengaruh terhadap 4.Net profit income smoothing.

margin

  Variabel Dependen :

  

Income

Smoothing

  Dari beberapa hasil penelitian terdahulu seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1, maka terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian kali ini.

  Persamaannya yaitu menggunakan variabel independen meliputi rasio profitabilitas dan rasio leverage. Rasio profitabilitas dan leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio return on equity (ROE), debt to total assets (DAR), dan net profit margin (NPM).

  Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menambahkan variabel moderating yaitu ukuran perusahaan serta objek penelitian yang diteliti merupakan perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI dan Bursa Malaysia. Begitupula, tahun penelitian yang diamati adalah selama tahun 2010 – 2013. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil berupa apakah ROE, DAR, dan NPM berpengaruh terhadap income smoothing serta apakah ukuran perusahaan dapat berfungsi sebagai variabel moderating yaitu memperkuat, memperlemah atau tidak berpengaruh terhadap hubungan ROE, DAR, dan NPM terhadap income smoothing pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI dan Bursa Malaysia.

  2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis

  2.3.1 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual menjelaskan bagaimana hubungan teori dengan faktor faktor penting yang telah diketahui dalam masalah tersebut. Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut ini

  H

  4 Return on Equity

  (ROE)

  X

  1 H2

  H

  1 Debt to Total

  Income H

  2 Assets

  Smoothing (DAR)

  Y

  X

  2 H3

  H

  5 H

  3 Net Profit Margin

  (NPM)

  X

  3 Ukuran Perusahaan

  (Z)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Return on equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk

  mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan menggunakan total ekuitas perusahaan. Semakin besar nilai ROE menunjukkan bahwa perusahaan tersebut memiliki profitabilitas yang tinggi berarti kinerja perusahaan yang baik. Perusahaan yang memiliki nilai ROE tinggi mengakibatkan manajemen cenderung melakukan tindakan perataan laba (income smoothing) karena manajemen yakin akan kemampuan perusahaan mendapatkan laba di masa yang akan datang. Dapat disimpulkan bahwa return on equity berpengaruh positif terhadap income smoothing.

  Debt to total assets (DAR) merupakan rasio yang digunakan untuk

  mengukur seberapa besar total aset perusahaan yang dibiayai oleh total utang perusahaan. Semakin besar nilai DAR menunjukkan bahwa rata- rata total aset perusahaan dibiayai total utang yang mengakibatkan resiko perusahaan tinggi di mata investor. Dengan kondisi seperti itu, para kreditur dan investor akan berusaha menghindar untuk meminjamkan atau berinvestasi di dalam perusahaan tersebut yang akan mengakibatkan sumber dana perusahaan tersebut menurun drastis. Sehingga, perusahaan dengan nilai DAR yang besar terdorong untuk melakukan tindakan perataan laba (income smoothing) untuk mendapatkan kepercayaan dari pihak investor maupun pihak kreditur. Dapat disimpulkan bahwa debt to total assets berpengaruh positif terhadap income smoothing.

  Net profit margin ( NPM) merupakan rasio yang menunjukkan

  perbandingan laba bersih sesudah pajak dengan total penjualan. Perusahaan yang memiliki nilai NPM yang tinggi cenderung melakukan income

  

smoothing karena manajemen pada umumnya dituntut untuk memperoleh

  laba yang besar walaupun laba tidak berasal dari penjualan. Dapat disimpulkan bahwa net profit margin berpengaruh positif terhadap income

  smoothing.

  Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

  

income smoothing. Ukuran perusahaan juga mampu digunakan untuk

  melihat kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Apabila ukuran perusahaan kecil maka total aset relatif lebih rendah dan laba kecil sehingga sumber pendanaan perusahaan kemungkinan besar berasal dari pinjaman kepada pihak luar. Pada umumnya, nilai return on equity dan net profit

  

margin pada perusahaan berukuran kecil akan lebih rendah, dan nilai debt to

total assets lebih besar. Namun, perusahaan yang berukuran besar lebih

Dokumen yang terkait

Analisis Kinerja Reksa Dana dengan Metode Sharpe, Metode Treynor dan Metode Sortiono (Studi pada Reksa Dana Saham di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2012-2014)

0 0 24

2.1.1.2 Tujuan Investasi - Analisis Kinerja Reksa Dana dengan Metode Sharpe, Metode Treynor dan Metode Sortiono (Studi pada Reksa Dana Saham di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2012-2014)

0 1 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Kinerja Reksa Dana dengan Metode Sharpe, Metode Treynor dan Metode Sortiono (Studi pada Reksa Dana Saham di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2012-2014)

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kewirausahaan - Pengaruh Keterampilan Berwirausaha Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Doorsmeer Sabena

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Atribusi - Analisis Akuntansi Forensik Dan Audit Investigatif Terhadap Pelaksanaan Prosedur Audit Dalam Penerapan Good Corporate Governance

0 0 49

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur dan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Ruang Lingkup Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) 2.1.1.1 Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR) - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibil

0 2 25

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur dan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

0 0 11

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Perusahaan Manufaktur dan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2011-2013

0 1 12

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Income Smoothing Dengan Ukuran Perusahaan sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bursa Malaysia)

0 0 19