Pendugaan Produktivitas Pohon Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) pada Kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Bukit Lawang.

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Orangutan

  Secara morofologis orangutan Sumatera dan Kalimantan sangat serupa, tetapi kedua spesies ini dapat dibedakan berdasarkan warna bulunnya (Napier dan Napier, 1967). Orangutan Kalimantan bila sudah dewasa warna bulunya mengarah pada warna coklat kemerahan dan orangutan Sumatera berwarna lebih pucat (Galdikas, 1978).

  Klasifikasi ilmiah orangutan Sumatera menurut Groves (2001) adalah sebagai berikut : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Bangsa : Primata Keluarga : Homonidae Subkeluarga : Pongoninae Marga : Pongo Jenis : Pongo abelii Lesson, 1827.

  Ciri fisik orangutan

  Kedua jenis orangutan ini secara genetis terpisah sekitar 1,5 juta tahun yang lalu. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) cenderung lebih kurus dibandingkan dengan saudaranya di Borneo (Pongo pygmaeus), memiliki rambut dengan warna merah yang lebih pucat dan lebih panjang, serta struktur wajah yang lebih panjang. Orangutan dewasa jantan memiliki kumis dan bantalan pipi yang tegas yang tertutup oleh rambut halus berwarna putih. Baik jantan maupun betina memiliki janggut yang panjang. Orangutan Borneo memiliki rambut yang kasar dan panjang yang bisa berwarna jingga, coklat, atau merah marun. Bayi orangutan lahir dengan wajah berwarna merah muda, namun sejalan dengan bertambahnya umur, pigmen kulitnya berubah menjadi coklat tua atau hitam. Orangutan jantan memiliki kantong leher yang besar dan menggantung. Dibandingkan dengan spesies Sumatera, orangutan Borneo memiliki pipi yang lebih besar dan ditutupi oleh rambut yang kasar dan pendek (Wich et al., 2011).

  Tabel 1. Perbedaan fisik orangutan Borneo dengan orangutan Sumatera

  Lebih tua, Warna rambut badan hampir merah marun Merah yang lebih pucat Janggut, terutama jantan Tidak begitu nyata Lebih nyata Bentuk wajah Berbentuk angka 8 Berbentuk 0

  Rahang Agak maju Lebih rata Bentuk badan Lebih gemuk Lebih berotot Rambut badan, terutama saat muda Lebih jarang Lebih padat

  Rambut kepala pada jantan Dekat, seperti tersisir ke dewasa Tidak bayak belakang Warna lingkar mata pada anakan Kebiruan Tidak tegas

  Kumis Tidak ada Ada Cembung keluar, Bantalan pipi (bentuk) persegi Rata dan menyudut Dapat terlihat, halus

  Bantalan pipi (rambut) Pendek dan kasar mengilat Kantong leher Besar menggantung Tidak begitu kasar Warna rambut di kepala antara kaki Seperti pada badan Putih atau kuning Gambar 1. Orangutan Sumatera (Pongo abelii. Lesson, 1827.) Habitat Orangutan

  Dua spesies orangutan terpisah secara geografis dan hanya bisa dijumpai di pulau Borneo dan Sumatera. Orangutan hidup dengan kepadatan populasi yang rendah di habitatnya dalam delapan wilayah Borneo, yaitu Sabah, Kutai, Kalimantan Tengah, Bukit Raya atau Bukit Baka, Tanjung Puting, Muara Kendawangan, Gunung Palung, dan Gunung Nyiut. Di Sumatera, orangutan terutama ditemukan di bagian barat laut dalam ekosistem Leuser dan sekitarnya.

  Beberapa lainnya kemungkinan tersebar ke arah pantai barat. Orangutan dengan kepadatan populasi yang tinggi dapat ditemui di daerah yang memiliki berbagai jenis habitat yang menyediakan pakan dalam jumlah besar sepanjang tahun, seperti hutan rawa dataran rendah dengan keragaman pohon lebih tinggi dibandingkan daerah berbukit atau bergunung. Hutan rawa gambut merupakan areal yang dapat menyokong kehidupan orangutan dengan kepadatan populasi sedang, sedangkan hutan meranti merupakan tempat hidup sebagian orangutan dengan kepadatan populasi rendah. Dalam hutan gambut dan hutan rawa dataran rendah di Borneo yang memiliki keragaman fauna yang tinggi, wilayah jelajah

  

2

  oranguatan betina mencapai 3,5 hingga 6 km . Di Sumatera, orangutan menempati dataran yang lebih tinggi dan hutan rawa dengan keragaman rendah. Wilayah jelajah orangutan betina di areal tersebut cenderung lebih luas, yaitu mendekati

  2 8,5 km (Hartman et al., 2009).

  Orangutan sumatera hanya terdapat di hutan pulau Sumatera (Rijksen dan Meijaard, 1999). Khususnya, populasi liar yang bertahan saat ini hanya di daerah barat laut pulau itu tepatnya di provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Kedua provinsi ini berlokasi diantara Samudra Hindia di sebelah barat hingga Selat Malaka yang memisahkan daratan Sumatera dari Malaysia di bagian timur. Kedua provinsi ini juga disekat oleh pegunungan bukit Barisan yang berjejer di sepanjang pulau Sumatera. Pegunungan ini mencapai ketinggian lebih dari 3.000 meter di atas permukaan laut (m dpl), dengan puncak tertinggi adalah Gunung Kerinci di Sumatera Barat (3800 m dpl) dan Gunung Leuser (3404 m dpl) di Aceh dan memberikan suatu pengaruh besar pada pola curah hujan. Daerah bagian barat lebih besar menerima curah hujan dibandingkan di daerah timur, seperti yang berlaku angin dari laut Indonesia dipaksa menuju ke tempat yang lebih tinggi, mendinginkan lebih cepat dan mengembunkan (kondensasi) uap air yang kemudian jatuh sebagai air hujan.

  Perilaku Orangutan

  Maple (1980) menyatakan bahwa aktivitas utama orangutan dipenuhi oleh aktivitas makan, selanjutnya istirahat, berjalan-jalan, bermain dan aktivitas yang dilakukan dalam prosentase waktu yang relatif sedikit adalah aktivitas mebuat sarang. Di alam liar secara umum orangutan turun dari sarang tidurnya sekitar 30 menit sebelum matahari terbit (MacKinnon, 1974 diacu dalam Maple, 1980). Orangutan masuk ke sarangnya ketika hari sudah mulai gelap. Setiap harinya orangutan selalu bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain dengan jarak rata-rata 500 m. Aktivitas orangutan cukup lamban dan malas (MacKinnon, 1974 diacu dalam Maple, 1980).

  Tidak dapat diragukan bahwa orangutan pilih-memilih makanan mereka. Kenyataan bahwa makan kulit kayu turun sampai nol sedang laju makan daun menurun secara tajam selama bulan-bulan ketika banyak spesies pohon mulai berbunga atau berbuah, member kesan bahwa buah merupakan makanan yang paling disenangi. Meskipun demikian, antara berbagai spesies buah yang dapat dimakan, masih ada jenis tertentu yang lebih disenangi daripada jenis yang lain. Pohon-pohon tertentu dari spesies yang disenangi dikunjungi berulang kali sedang pohon-pohon yang berbuah lebat dari spesies yang kurang disenangi diabaikan, bahkan kadang-kadang tidak dijamah sama sekali (Galdikas, 1978).

  Makanan Orangutan Tidak dapat diragukan bahwa orangutan pilih-memilih makanan mereka.

  Kenyataan bahwa makan kulit kayu turun sampai nol sedang laju makan daun menurun secara tajam selama bulan-bulan ketika banyak spesies pohon mulai berbunga atau berbuah, member kesan bahwa buah merupakan makanan yang paling disenangi. Meskipun demikian, antara berbagai spesies buah yang dapat dimakan, masih ada jenis tertentu yang lebih disenangi daripada jenis yang lain. Pohon-pohon tertentu dari spesies yang disenangi dikunjungi berulang kali sedang pohon-pohon yang berbuah lebat dari spesies yang kurang disenangi diabaikan, bahkan kadang-kadang tidak dijamah sama sekali (Galdikas, 1978).

  Galdikas (1984) menyatakan meskipun variabilitas pada susunan makanan orangutan sangat besar, orangutan pada dasarnya bersifat sebagai pemakan buah (Frugivora). Waktu makan buah merupakan 61% dari seluruh waktu makan. Di ketambe, Rijksen (1978) menyatakan bahwa buah merupakan sumber pakan utama 58% dari waktu makan digunakan makan buah, 25% daun muda, 14% insekta dan 3% kulit kayu. Selanjutnya Galdikas (1984) juga menyatakan makan kulit kayu turun sampai nol dan makan daun muda turun tajam selama bulan- bulan ketika spesies pohon lain berbuah.

  Makanan utama orangutan adalah buah-buahan, termasuk beberapa diantaranya berisi biji besar yang hanya beberapa spesies saja yang dapat mengkonsumsinya, dan akhirnya menyebarkan biji-biji tersebut di wilayah yang luas. Jika primata pemakan buah besar dikeluarkan dari hutan tropis (misalnya dengan perburuan), maka penyebaran spesies pohon yang berbiji besar akan semakin terbatas, frekuensi penyebarannya akan berhenti sama sekali. Selain itu, orangutan juga melakukan peran aktif dalam perkecambahan bijiuntuk spesies tertentu (Zulkipli, 1999).

  Morfologi Tumbuhan

  Morfologi tumbuhan yaitu ilmu yang mempelajari struktur organ tumbuhan baik mengenai akar, batang, daun, bunga, buah, maupun bijinya. Daun merupakan bagian vegetatif dari tumbuhan dimana proses fotosintesis dapat berlangsung. Adapun bentuk dan keadaan daun sangat bervariasi. Berdasarkan macamnya, dikenal adanya daun tunggal dan daun majemuk. Perbedaan utama dari keduanya adalah pada ketiak daun tunggal terdapat tunas, sedangkan pada ketiak anak daun tidak ada. Pada beberapa tumbuhan sering dijumpai daun penumpu (stipula) yang terdapat pada pangkal tangkai daun. Bunga merupakan bagian reprodukif yang kompleks dari tumbuhan berbunga dimana dihasilkan buah dan biji. Meskipun tipe bunga sangat bervariasi, namun pola dasar dari bunga adalah sama (Parjatmo et al., 1987).

  Produktivitas Pohon

  Sumber pakan yang sangat dominan dikonsumsi oleh orangutan adalah yang berasal dari pohon. Pohon merupakan sumber pakan tertinggi yang dapat menghasilkan daun-daun, tunas muda, bunga, biji, epifit, liana, dan kulit kayu. Kelimpahan pohon pakan hingga saat ini belum dapat dipastikan dapat memenuhi kebutuhan aktivitas makan orangutan, terlebih lagi jika terdapat ancaman yang terjadi pada habitat orangutan tersebut (Galdikas, 1978).

  Untuk mengetahui produktivitas pohon pakan maka dilakukan pengukuran

  

Diameter Breast High (DBH) pohon pakan. Data pengukuran DBH pohon pakan

  akan membantu dalam menentukan ada atau tidaknya korelasi antara DBH dengan produktivitas pohon pakan orangutan dalam menyediakan sumber pakan bagi orangutan. Untuk menilai variasi temporal dalam ketersediaan pangan dan produktivitas hutan di lokasi penelitian c. Sekitar 1500 pohon di 2 hektar fenologi petak diperiksa bulanan untuk kehadiran dan kelimpahan bunga , buah dan daun muda . Di Tuanan, misalnya, plot terletak di sepanjang dua transek di tengah daerah penelitian . Semua pohon dalam 5 m di kedua sisi transek dan dengan diameter setinggi dada (dbh) dari

  ≥ 10 cm telah diberi label dengan angka , diukur dan diidentifikasi. Menurut Van Schaik (1996) pengambilan data ketersediaan pakan orangutan ditentukan dengan metode fenologi (monitoring pohon pakan), yakni mengetahui ketersediaan pohon pakan yang dilihat dari daun muda, buah masak dan belum masak, serta bunga. Ketersediaan pakan ini ditentukan berdasarkan klasifikasi pada Tabel 2.

  Tabel 2 Klasifikasi penentuan produktivitas pohon pakan orangutan (Zweifel, 2012) Daun muda Buah Bunga 0% = 0 0 = 0 Tidak Ada = 0 0<YL<5% = 2,5 1 – 10 = 1+ Sedikit = 1 5<YL<25% = 15 10 – 100 = 10+ Sedang = 2 5<YL<25% = 15 100 – 1000 = 100+ Banyak = 3 50%<YL<75% = 62,5 1000 – 10000 = 1000+ 75%<YL<100% = 87,5 Relung Ekologi

  Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar makhluk hidup dengan lingkungannya. Hubungan ini sangat erat dan kompleks sehingga Odum (1957, 1971) menyatakan bahwa ekologi adalah biologi lingkungan (enviromental

  

biology). Relung ekologi (ecological niche) adalah jumlah total semua

penggunaan sumberdaya biotik dan abiotik oleh organisme di lingkungannya.

  Salah satu cara unuk menangkap konsep itu adalah melalui analogi yang dibuat oleh ahli ekologi Eugene Odum : Jika habitat suatu organisme adalah alamatnya, relung adalah pekerjaannya. Dengan kata lain, relung suatu organisme adalah peranan ekologisnya bagaimana ia “cocok dengan” suatu ekosistem. Relung suatu populasi kadal pohon tropis, misalnya terdiri dari banyak variabel, antara lain kisaran suhu yang dapat ia tolerir, ukuran pohon dimana ia bertengger, waktu siang hari ketika ia aktif, serta ukuran dan jenis serangga yang ia makan.

  Istilah relung fundamental (fundamental niche) mengacu pada kumpulan sumberdaya yang secara teoristis mampu digunakan oleh suatu populasi dibawah keadaan ideal. Pada kenyataannya, masing-masing populasi terlibat dalam jaring- jaring interaksi dengan populasi spesies lain, dan pembatas biologis, seperti kompetisi, predasi, atau ketidakhadiran beberapa sumberdaya yang dapat digunakan, bisa memaksa populasi tersebut untuk hanya menggunakan sebagian relung fundamentalnya. Sumberdaya yang sesungguhnya digunakan oleh suatu populasi secara kolektif disebut relung realisasi (realized niche)–nya.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Sistem Saraf - Gambaran Psikologis dan Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

0 1 18

Gambaran Psikologis dan Kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Stres dan Kualitas Tidur pada Lansia di Kecamatan Porsea dapat diselesaikan dengan baik

1 4 22

SK Dirjen Pendis Nomor 5161 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MI (Madrasah Ibtidaiyah) - Berkas Edukasi

1 3 81

SK Dirjen Pendis Nomor 5162 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MTs (Madrasah Tsanawiyah) - Berkas Edukasi

1 3 88

SK Dirjen Pendis Nomor 3751 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA (Madrasah Aliyah) - Berkas Edukasi

0 6 86

Pengaruh Pertumbuhan Rasio Keuangan ( Current Ratio, Debt To Eqiuty Ratio , Total Asset Turn Over ) dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.2 . Kinerja Perusahaan - Pengaruh Pertumbuhan Rasio Keuangan ( Current Ratio, Debt To Eqiuty Ratio , Total Asset Turn Over ) dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Te

0 0 24

Pengaruh Pertumbuhan Rasio Keuangan ( Current Ratio, Debt To Eqiuty Ratio , Total Asset Turn Over ) dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

0 0 11

Pendugaan Produktivitas Pohon Pakan Orangutan Sumatera (Pongo abelii) pada Kawasan Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS), Bukit Lawang.

0 0 34