Mujahidin Sulbar Sahabatku at BULLET BUK
Mujahidin Sulbar Sahabatku
Berjuta Harapan Untuk Mendapatkan Yang Terbaik – Dadio Gurune Jagad
ABOUT
ARTIKEL
BELUM ADA JUDUL
BUKU TAMU
CATATAN HARIAN
DAFTAR ISI
DOWNLOAD SEMUA PERHITUNGAN TENTANG TEKNIK SIPIL
KISAH CINTAKU
RUANG INFORMASI
PELAJARAN KULIAH KU
Teori Drainase Perkotaan
Download Perhitungan Drainase Perkotaan format xls
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam upaya untuk mengisi/mengurangi masalah genangan air hujan di berbagai kota di Indonesia,
maka pemerintah Indonesia mempunyai strategi dan program-program di bidang Cipta Karya, dimana salah
satu program tersebut adalah Sektor Drainase.
Di tinjau dari ketersediaan prasarana drainase kota yang ada saat ini, terdapat indikasi bahwa tingkat
kebutuhan sudah jauh diatas tingkat penyediaan, utamanya untuk kota-kota yang sedang pesat mengalami
proses pembangunan.
Sebab-sebab terjadinya banjir/genangan, pada dasarnya dapat dibagi dua, yaitu akibat kondisi alam setempat
misalnya curah hujan yang relatif tinggi, kondisi topografi yang landai, dan adanya pengaruh pengempangan
(back water) dari sungai atau laut. Sedang yang termaksud akibat dari tingkah laku manusia misalnya masih
adanya kebiasaan membuang sampah ke dalam saluran/sungai, hunian di bantaran sungai, dan adanya
penyempitan saluran/sungai akibat adanya suatu bangunan misalnya gorong-gorong atau jembatan.
Selain dari itu masalah banjir/genangan dapat pula disebabkan oleh karena belum tertatanya dengan baik
sistem drainase yang diperlukan, atau karena kurang terpeliharanya sistem drainase yang telah ada.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud
:
Tugas ini merupakan bagian dari mata kuliah Drainase Perkotaan dan merupakan prasyarat
untuk mengikuti ujian.
Tujuan
:
Tujuan dari tugas Drainase Perkotaan ini adalah sebagai berikut :
Analisa data curah hujan dari stasiun wilayah yang direncanakan.
Menghitung intensitas curah hujan.
Menghitung debit rencana.
Mendimensi saluran drainase.
Membuat gambar rencana.
BAB II
KRITERIA PERENCANAAN
Dalam suatu pekerjaan untuk melaksanakan perencanaan yang mendetail suatu proyek maka diperlukan
suatu pedoman perencanaan untuk memudahkan perencanaan pedoman tersebut tersebut biasa disebut dengan
Kriteria Perencanaan.
Kriteria Perencanaan harus disesuaikan dengan keadaan lokasi proyek, agar didapat hasil seperti yang
diharapkan. Kriteria Perencanaan untuk proyek Drainase Perkotaan terdiri dari 5 (lima) pembahasan teknis
utama yaitu:
1.
Kriteria Penentuan/Pembagian Daerah Layanan (Sub. Catchment Area)
2.
Kriteria Pengukuran Topografi
3.
Kriteria Hidrologi
4.
Kriteria Hidrolika saluran dan bangunan
5.
Kriteria Struktur.
2.1. Kriteria Penentuan Pembagian Daerah Layanan
(Sub. Catchment Area)
Dalam menentukan luasan catchment area dari sebuah saluran yang melayani suatu areal tertentu, perlu
diperhatikan sistem drainase pada kota tersebut secara keseluruhan. Mengingat masing-masing areal pelayanan
dari setiap saluran merupakan sebuah subsistem dari sistem drainase kota sebagai suatu kesatuan. Penentuan
besarnya catchment area sangat tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
1.
Kondisi topografi daerah proyek.
2.
Sarana/prasarana drainase yang sudah ada.
3.
Sarana/prasarana jalan yang sudah ada dan akan dibangun.
4.
Sarana/prasarana kota lainnya seperti jaringan listrik, air bersih, telepon, dan lain-lain.
5.
Ketersediaan lahan alur saluran.
2.2 Kriteria Pengukuran Topografi
Pengukuran topografi saluran adalah untuk mendapatkan situasi memanjang dan melintang
saluran serta situasi bangunan yang ada dan yang akan direncanakan. Sebagai referensi untuk pelaksanaan
pengukuran topografi digunakan titik-titik tetap yang telah ada di kota yang bersangkutan.
Metode pengukuran yang dilakukan meliputi :
Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
PengukuranWaterPass (Levelling)
Cross Section
Pemasangan Bench Mark (BM)
Titik Referensi
2.2.1
Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
Pengukuran ini pada base line yang ddibuat disebelah saluran (pada bahu jalan atau tanggul)
melalui patok-patok dengan prosedur sudut polygon diukur seri ganda (biasa/luar biasa dengan menggunakan
Theodolit (To).
2.2.2
Pengukuran Water Pass/Levelling
PengukuranWaterPass ini menggunakan alat uur Automatic Levelling seperti B2 Sokhisha dan
Topcon. Pengukuran dilakukan pada titik polygon dan diikat ke titik referensi yang dipakai.
2.2.3
Cross Section
Cross Section dilakukan setiap interval maksmum 100 meter dengan metode stadia survey
dimana titik cross jalur sudah dikontrol elevesinya dengan alat Automatic Levelling.
2.2.4
Pemasangan Bench Mark (BM)
Pemasangan Bench Mark (BM) dilakukan pada tempat-tempat yang aman dan diikat ke sistem
koordinat yang ada. BM ini dibuat dari kolom beton 20/20 cm dengan tinggi 1,00 m, dan bagian yang tertanam
dalam tanah ±70 cm yang pangkalnya dibuat kaki (pondasi telapak) bersilang untuk pemberat dan stabilitas.
2.2.5
Titik Referensi
Titik refensi yang digunakan untuk pekerjaan Drainase adalah titik tetap yang ada di dalam
kota.
2.3 Kriteria Hidrologi
2.3.1
Data Curah Hujan
Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan pengamatan periode jangka pendek,
yakni dalam satuan menit. Data yang dipergunakan diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan otomatis
yang digambarkan dalam bentuk grafik. Stasiun yang dipilih adalah stasiun yang terletak di daerah
perencanaan/observasi (Point Rainfall) dan pada staiun yang berdekatan dan masih memberi pengaruh pada
daerah perencanaan dengan syarat benar-benar dapat mewakili kondisi curah hujan daerah tersebut.
Tahap awal yang perlu dilakukan dalam pemilihan data curah hujan yang akan dipakai dalam analisa adalah
meneliti kualitas data curah hujan, yakni mengenia lokasi pengamatan, lama pengamatan yang didapat di
Andal adalah lebih besar dari 15 tahun. Semakin banyak data dan lebih lama periode pengamatan akan lebih
akurat karena kemungkinan kesalahan/penyimpangan bisa diperkecil.
Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak didapatkan pada daerah perencanaan, maka analisa
Intenstas Curah Hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan pengamatan maksimum selama
24 jam.
2.3.2
Analisa Curah Hujan
1.
1.
Analisa Frekuensi
Analisa Frekuensi adalah analisa kejadian yang diharapkan terjadi rata-rata sekali N tahun atau dengan
kata lain periode berulangnya sekian tahun.
Metode analisa frekuensi yang diterapkan pada perencanaan sistem drainase adalah dengan cara “Eksterm
Value” dari E. G. Gumbel, yakni suatu metode distribusi frekuensi yang mendasarkan pada karakteristik dari
penyebaran dengan menggunakan suatu koreksi yang veriabel dan menggunakan distribusi dari harga-harga
maksimum. Rumus umum untuk menghitung analisa frekuensi adalah :
Xtr
=
k
=
Ytr
=
+ k.Sd
– (0,834 + 2,303 log.log )
dimana :
Xtr
=
=
besar aliran/curah hujan untuk periode ulang tr tahun
curah hujan maksimum rata-rata selama pengamtan
Sd
=
Standar Deviasi
k
=
faktor frekuensi
Sn & Tn merupakan fungsi dari besarnya data
Ytr
=
Reduced Variate
Tabel 2-1 : Reduced Variate (YT)
Return Periode (years) = T
Reduced Variate = Yr
2
0,3665
5
1,4999
10
2,2502
20
2,9702
25
3,1985
50
3,9019
100
4,6001
200
5,2958
Keterangan :
1.
2.
Untuk setiap perhitungan yang mempergunakan Tabel 2-1 dapat pula dipakai rumus
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah curah hujan yang terjadi pada satu satuan waktu. Intensitas Curah hUjan
diperhitungkan terhadap lamanya hujan (durasi) dan frekuensinya atau dikenal dengan Lengkung Intensitas
Durasi frekuensi (IDF Curve). Intensitas curah hujan diperlukan untuk menentukan besar aliran permukaan
(run off).
Pada perhitungan intensitas curah hujan diperlukan data curah hujan jangka pendek (5-60 menit), yang mana
data curah hujan jangka pendek ini hanya didapat dari data pengamatan curah hujan otomatic dari kertas
diagram yang terdapat pada peralatan pencatatan.
Apabila data curah hujan yang tersedia hanya merupakan data pencatatan curah hujan rata-rata maksimum
harian (R24) maka dapat digunakan rumus Bell.
Pi = (0,21 Ln T – 0,52) (0,54 t0,25 – 0,50) P60 (T)
dimana :
Pi
=
P60 (T) =
presipitasi/intensitas curah hujan t menit dengan periode ulang T tahun
perkiraan curah hujan jangka waktu 60 menit dengan periode ulang T tahun
Perhitungan intensitas curah hujan dengan data pengamatan jangka pendek sesuai durasi dipakai rumus-rumus
sbb :
a. Formula Talbot
I =
a/t+b
dimana :
a =
b =
b. Formula Sherman
I =
dimana :
log a =
n =
c. Formula Ishiguro
I =
dimana :
a =
b =
I
=
intensitas curah huajn (mm/menit)
t
=
lamanya curah hujan atau durasi (menit)
I
=
presipitasi/intensitas curah hujan jangka pendek t menit
a, b, n
=
konstanta yang bergantung pada lamanya curah hujan
N
=
jumlah pengamatan
Seandainya data curah hujan pengamatan janga pendek tidak didapat pada daerah perencanaan, maka analisa
intensitas curah hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan pengamatan maksimum selama
24 jam dan selanjutnya dihitung dengan memakai formula Dr. Mononobe.
I =
dimana :
I
=
intensitas curah hujna (mm/jam)
t
=
waktu hujan atau durasi (menit)
R24
=
curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
2.3.3
Hubungan Antara Intensitas, Durasi, dan Frekuensi
Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungna antara intensitas, durasi, dan frekuensi hujan adalah data
rekaman curah hujan dengan hasil akhir disajikan dalam bentuk tabel dan kurva. Data tersebut sangat
dipengaruhi oleh letak serta kerapatan stasiun curah hujan, ketepatan mengukur dan lamanya/panjang
pengamatan.
Cara Analisa Seri Waktu
Cara ini dapat dilakukan apabila semua data lengkap, pertama setiap durasi hujan tertentu dengan intensitas
maksimum tahunannya dicatat dan ditabulasikan, satu data mewakili satu tahun. Disusun secara berurut dan
dihitung analisa frekuensinya, susun durasi hujan menurut frekuensi.
Turunkan intensitas curah hujan (mm/jam) kemdian diplot dalam salib sumbu dengan durasi sebagai axis dan
intensitas sebagai ordinat
2.3.4
Periode Ulang
Periode ulang ditetapkan berdasarkan kebutuhan drainase pada suatu daerah sesuai Catchment Area seperti
pada tabel di bawah ini :
Tabel 2-2 : Periode Ulang
CATCHMENT AREA (Ha)
JENIS KOTA
10
10 – 100
100 – 500
> 500
Metropoitan
1–2
2–5
5 – 10
10 – 25
Kota Besar
1–2
2–5
2–5
5 – 15
Kota Sedang
1–2
2–5
2–5
10
Kota Kecil
1–2
1–2
1–2
2–5
1
1
1
–
Kota Sangat Kecil
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
Pada tahun 1993 Makasar masuk kategori kota metropolitan denganjumlah penduduk kurang lebih 1
juta jiwa. Namun dalam perhitungan desain masih dianggap kota besar. Karena keterbatasan dana dan lahan
serta sistem pengaliran yang ada adalah gravitasi.
2.3.5
Metode Analisa Curah Hujan
Dalam menganalisa data curah hujan, terlebih dahulu di analisa sifdat statistik dari data curah hujan yang ada
dengan menggunakan Metode Parameter Statistik. Seteleh di analisa kemudian digunakanlah metode analisa
curah hujan yang ada seperti metode Normal, metode Log Normal, metode Gumbel, dan metode Log Pearson
Type III. Dari ke empat metode analisa curah hujan di atas dipakai yang paling cocok dengan sifat statistik dari
data curah hujan yang tadi sudah dianalisa dengan menggunakan Parameter Statistik.
1.
1.
Rumus :
Xt = + K.Sx
K =
Sx =
dimana :
Metode Gumbel
Xt = Besaran yang diahrapkan terjadi dalam t tahun
= Harga pengamatan rata-rata
t
= Periode ulang
K = Faktor frekuensi
Yt = Reduced Variate (lihat tabel 2.1)
Yn = Reduced Mean (lihat tabel 2.3)
Sn = Reduced standard deviasi (lihat tabel 2.4)
Sx = Standard deviasi
Tabel 2-3
REDUCED MEAN (Yn)
n
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
0,495
2
0,499
6
0,503
5
0,507
0
0,510
0
0,512
8
0,515
7
0,518
1
0,520
2
0,522
0
2
0
0,523
6
0,525
2
0,526
8
0,528
3
0,529
6
0,530
0
0,582
0
0,588
2
0,534
3
0,535
3
3
0
0,536
2
0,537
1
0,538
0
0,538
8
0,539
6
0,540
0
0,541
0
0,541
8
0,542
4
0,543
0
4
0
0,543
6
0,544
2
0,544
8
0,545
3
0,545
8
0,546
8
0,546
8
0,547
3
0,547
7
0,548
1
5
0
0,548
5
0,548
9
0,549
3
0,549
7
0,550
1
0,550
4
0,550
8
0,551
1
0,551
5
0,551
8
6
0
0,552
1
0,552
4
0,552
7
0,553
0
0,553
3
0,553
5
0,553
8
0,554
0
0,554
3
0,554
5
7
0,554
0,555
0,555
0,555
0,555
0,555
0,556
0,556
0,556
0,556
0
8
0
2
5
7
9
1
3
5
7
8
0
0,556
9
0,557
0
0,557
2
0,557
4
0,557
6
0,557
8
0,558
0
0,558
1
0,558
3
0,558
5
9
0
0,558
6
0,558
9
0,558
9
0,559
1
0,559
2
0,559
3
0,559
5
0,559
6
0,559
8
0,559
9
Tabel 2-4
REDUCED STANDARD DEVIATION (Sn)
n
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
0,949
6
0,967
6
0,983
3
0,997
1
1,000
0
1,020
6
1,031
6
1,041
1
1,049
3
1,056
5
2
0
1,062
8
1,069
6
1,075
4
1,081
1
1,086
4
1,091
5
1,096
1
1,100
4
1,104
7
1,108
0
3
0
1,112
4
1,115
9
1,119
3
1,122
6
1,125
5
1,128
5
1,131
3
1,133
9
1,136
3
1,138
8
4
0
1,141
3
1,143
6
1,145
8
1,148
0
1,149
9
1,151
9
1,153
8
1,155
7
1,157
4
1,159
0
5
0
1,160
7
1,162
3
1,163
8
1,165
8
1,166
7
1,168
1
1,169
6
1,170
8
1,172
1
1,173
4
6
0
1,174
7
1,175
9
1,177
0
1,178
2
1,179
3
1,180
3
1,181
4
1,182
4
1,183
4
1,184
4
7
0
1,185
4
1,186
3
1,187
3
1,188
1
1,189
0
1,189
8
1,190
6
1,191
5
1,192
3
1,193
0
8
0
1,193
8
1,194
5
1,195
3
1,195
9
1,196
7
1,197
3
1,198
0
1,198
7
1,199
4
1,200
1
9
0
1,200
7
1,201
3
1,202
0
1,202
6
1,203
2
1,203
6
1,204
4
1,204
9
1,205
5
1,206
0
2. Metode Hasper
Rumus :Rt
=
R + Sn . Ut
dimana :
Rt =
Curah hujan dengan periode ulang tertentu
R =
Curah hujan maksimum rata-rata
Sn =
Standard deviasi untuk n tahun pengamatan
Ut =
Standart variabel untuk periode ulang tertentu
Sn =
dimana :
R1 = Curah hujan maksimum I
R2 = Curah hujan maksimum II
U1 = Standart variabel untuk periode ulang R1
U2 = Standart variabel untuk periode ulang R2
Untuk nilai U dan T dapat dilihat pada tabel 2.5 di bawah ini.
HUBUNGAN ANTARA T dan U
T
U
T
U
T
U
1,00
– 1,86
15,00
1,63
70
3,08
1,01
– 1,35
16,00
1,69
72
3,11
1,02
– 1,28
17,00
1,74
74
3,13
1,03
– 1,23
18,00
1,80
76
3,16
1,04
– 1,19
19,00
1,85
78
3,16
1,05
– 1,15
20,00
1,89
80
3,21
1,06
– 1,12
21,00
1,94
82
3,23
1,08
– 1,07
22,00
1,98
84
3,26
1,10
– 1,02
23,00
2,02
86
3,28
1,15
– 0,93
24,00
2,06
88
3,30
1,20
– 0,85
25,00
2,10
90
3,33
1,25
– 0,79
26,00
2,13
92
3,35
1,30
– 0,73
27,00
2,17
94
3,37
1,35
– 0,68
28,00
2,19
96
3,39
1,40
– 0,63
29,00
2,24
98
3,41
1,50
– 0,54
30,00
2,27
100
3,43
1,60
– 0,46
31,00
2,30
110
3,53
1,70
– 0,40
32,00
2,33
120
3,62
1,80
– 0,33
33,00
2,36
130
3,70
1,90
– 0,28
34,00
2,39
140
3,77
2,00
– 0,22
35,00
2,41
150
3,84
2,20
– 0,13
36,00
2,44
160
3,91
2,40
– 0,04
37,00
2,47
170
3,97
3.
Metode Iwai
2,60
0,04
38,00
2,49
180
4,03
2,80
0,11
39,00
2,51
190
4,09
3,00
0,17
40,00
2,54
200
4,14
3,20
0,24
41,00
2,56
220
4,24
3,40
0,29
42,00
2,59
240
4,33
3,60
0,34
43,00
2,61
260
4,42
3,80
0,39
44,00
2,63
280
4,50
4,00
0,44
45,00
2,65
300
4,57
4,50
0,55
46,00
2,67
350
4,77
5,00
0,64
47,00
2,69
400
4,88
5,50
0,73
48,00
2,71
450
5,01
6,00
0,81
49,00
2,73
500
5,13
6,50
0,88
50,00
2,75
600
5,33
7,00
0,95
52,00
2,79
700
5,51
7,50
1,01
54,00
2,83
800
5,56
8,00
1,06
56,00
2,86
900
5,80
9,00
1,17
58,00
2,90
1000
5,92
10,00
1,26
60,00
2,93
5000
7,90
11,00
1,35
62,00
2,96
10000
8,83
12,00
1,43
64,00
2,99
50000
11,08
13,00
1,50
66,00
3,00
80000
12,32
14,00
1,57
68,00
3,05
500000
13,74
Rumus :
Perkiraan harga b
b
=»
Perkiraan harga Xo :
Xo
= log (Xo + b)
=
Perkiraan harga c :
dimana :
Xs = harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terbesar
Xt = harga pengamatan dengan nomo urutan m dari yang terkecil
n
= banyaknya data
m = n/10, angka bulat (dibulatkan ke angka yang terdekat)
xo = arc log xi
xi = hujan maksimum 24 jam
XT = hujan perencanaan untuk periode ulang T tahun
4.
Metode “Weduwen”
Rumus :
Rn =
dimana:
Rn =
Curah hujan dengan periode ulang n tahun
Mn =
Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode ulang n
Mp =
Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode ulang
R maks II = Curah hujan maksimum kedua
Tabel 2-6
Koefisien Mn dan Mp
Untuk Perhitungan Curah Hujan Maksimum
Menurut Metode Ir. J.P. Der Weduwen
n
Mn
p
Mp
1/5
0,238
1/4
0,262
1/3
0,291
1/2
0,336
1
0,41
2
0,49
3
0,541
4
0,579
5
0,602
10
0,705
15
0,766
20
0,811
25
0,845
30
0,875
40
0,915
50
0,948
60
0,975
70
1
80
1,02
90
1,03
100
1,05
5. Metode Log Pearson Type III
Tabel 2-7: Nilai Cs dan k Distribusi Log-Pearson III
Kemencengan
(Cs)
Periode Ulang (tahun)
2
5
10
25
50
100
200
1000
Peluang (%)
50
20
10
4
2
1
0,5
0,1
3,0
-0,396
0,420
1,180
2,278
3,152
4,051
4,970
7,250
2,5
-0,360
0,518
1,250
2,262
3,048
3,845
4,652
6,600
2,2
-0,330
0,574
1,284
2,240
2,977
3,705
4,444
6,200
2,0
-0,307
0,609
1,302
2,219
2,912
3,605
4,298
5,910
1,8
-0,282
0,643
1,318
2,193
2,848
3,499
4,147
5,660
1,6
-0,254
0,675
1,329
2,163
2,780
3,388
3,990
5,390
1,4
-0,225
0,705
1,337
2,128
2,706
3,328
3,828
5,110
1,2
-0,195
0,732
1,340
2,087
2,626
3,149
3,661
4,820
1,0
-0,164
0,758
1,400
2,043
2,542
3,022
3,489
4,540
0,9
-0,148
0,769
1,339
2,180
2,498
2,957
3,401
4,395
0,8
-0,132
0,780
1,336
1,998
2,453
2,891
3,312
4,250
0,7
-0,116
0,790
1,333
1,967
2,407
2,824
3,223
4,105
0,6
-0,099
0,800
1,328
1,939
2,359
2,755
3,132
3,960
0,5
-0,083
0,808
1,323
1,910
2,311
2,686
3,041
3,815
0,4
-0,066
0,816
1,318
1,880
2,261
2,615
2,949
3,677
0,3
-0,050
0,824
1,309
1,849
2,211
2,544
2,856
3,525
0,2
-0,033
0,830
1,301
1,818
2,159
2,472
2,763
3,380
0,1
-0,170
0,836
1,292
1,785
2,107
2,400
2,670
3,235
0,0
0,000
0,842
1,282
1,751
2,054
2,326
2,576
3,090
-0,1
0,170
0,846
1,270
1,716
2,000
2,252
2,482
3,950
-0,2
0,033
0,850
1,258
1,680
1,945
2,178
2,388
2,810
-0,3
0,050
0,853
1,245
1,643
1,890
2,104
2,294
2,678
-0,4
0,066
0,855
1,231
1,606
1,134
2,209
2,220
2,540
-0,5
0,083
0,856
1,216
1,567
1,777
1,955
2,108
2,400
-0,6
0,099
0,857
1,200
1,528
1,720
1,880
2,016
2,275
-0,7
0,116
0,857
1,183
1,488
1,663
1,806
1,926
2,150
-0,8
0,132
0,856
1,166
1,448
1,606
1,773
1,837
2,035
-0,9
0,148
0,854
1,147
1,407
1,549
1,660
1,749
1,910
-1,0
0,164
0,852
1,128
1,366
1,492
1,588
1,664
1,800
-1,2
0,195
0,844
1,086
1,282
1,379
1,449
1,501
1,625
-1,4
0,225
0,832
1,041
1,198
1,270
1,318
1,351
1,465
-1,6
0,254
0,817
0,994
1,116
1,166
1,197
1,216
1,280
-1,8
0,282
0,799
0,945
1,035
1,069
1,087
1,097
1,130
-2,0
0,307
0,777
0,895
0,959
0,980
0,990
0,995
1,000
-2,2
0,330
0,752
0,844
0,888
0,900
0,905
0,907
0,910
-2,5
0,360
0,711
0,771
0,793
0,798
0,799
0,800
0,802
-3,0
0,396
0,636
0,660
0,666
0,666
0,667
0,667
0,668
Sumber : Hidrologi Jilid 1 (Aplikasi Metode Statistik untuk
Analisa Data), hal 219
Rumus :
Log
s
=
Log
g
=
Log =
Log XTr = Log + k.(gLog )
2.3.6
Debit Aliran
1. Debit Puncak
Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan Rasional Method (RM) dimana data hidrologi memberikan
kurva intensitas durasi frekuensi (IDF) yang seragam dengan debit puncak dari curah hujan rata-rata sesuai
wahtu konsentrasi.
Debit puncak dapat diformulasikan sebagai berikut :
Q = 0,00278 . Cs . C . I . A
dimana :
Q = Debit puncak rencana (m3/detik)
I
= Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF curve berdasarkan waktu konsentrasi
A = Luas catchment area (Ha)
Cs = Storage Cofficient
1.
2.
Koefisien Pengaliran (Run Off Cofficient)
Pada saat terjadi hujan pada umunya sebagian air hujan akan menjadi limpasan dan sebagian
mengalami infiltrasi dan evaporasi. Bagian hujan yang mengalir di atas permukaan tanah dan saat sesudahnya
merupakan limpasan/pengaliran. Besarnya koefisien pengaliran untuk daerah perencanaan disesuaikan dengan
karakteristik daerah pengaliran yang dipengaruhi oleh tata guna lahan (Land Use) yang terdapat dalam wilayah
pengaliran tersebut.
Besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel 2.8
Tabel 2-8 : Besarnya Koefisien Pengaliran
KONDISI
Pusat
Perdagangan
Lingkungan
Sekitar
Rumah-rumah
Tinggal
KOEFISIE
N
KARAKTERISTIK
KOEFISIE
N
0,70 – 0,95
Permukaan Aspal
0,70 – 0,95
0,50 – 0,70
Permukaan Beton
0,80 – 0,95
0,30 – 0,50
Permukaan Batu
Buatan
0,70 – 0,85
0,40 – 0,60
0,15 – 0,35
Permukaan Kerikil
0,25 – 0,40
Kompleks
Perumahan
0,10 – 0,85
Alur Setapak
Daerah Pinggiran
0,50 – 0,70
Atap
0,75 – 0,95
Apartemen
0,50 – 0,80
Lahan Tanah
Berpasir :
0,05 – 0,10
Indusrti
Berkembang
0,60 – 0,90
0,10 – 0,15
Kemiringan 2%
0,10 – 0,25
Industri Besar
0,15 – 0,20
Kemiringan 2-7%
0,10 – 0,25
Taman Pekuburan
0,13 – 0,17
Bertrap 7%
0,25 – 0,40
Taman Bermain
0,10 – 0,30
Lapangan dan Rel
Kereta
Daerah Belum
Berkembang
0,18 – 0,22
Lahan Tanah
Keras :
0,25 – 0,35
Kemiringan 2%
Kemiringan 2-7%
Bertrap 7%
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
1.
3.
Waktu Konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik terjauh dari catchment
menuju suatu titik tujuan. Besar waktu konsentrasi dihitung dengan rurmus :
tc = to + td
dimana :
tc =
waktu konsentrasi (menit)
to =
waktu pengaliran air pada permukaan tanah dapat dianalisa dengan gambar
td =
waktu pengaliran pada saluran, besarnya dapat dianalisa dengan rumus
td =
Ls/v
dimana :
Ls =
jarak aliran dari tempat masuknya air sampai ke tempat yang di tuju (m)
v
kecepatan aliran (m/detik)
=
1.
4.
Koefisien Penampungan
Makin besar Catchment Area, maka perlu adanya gelombang banjir harus diperhitungkan, untuk itu pengaruh
tampungan saluran di saat mengalami puncak pengaliran debit dihitung dengan menggunakan Rasional
Method dengan mengalikan suatu koefisien daya tampung daerah tangkapan hujan, sehingga bentuk
perhitungan menggunakan Metode Rasional Modifikasi (MRM), besar koefisien tersebut :
Cs =
dimana :
tc =
waktu pengumpulan total (waktu konsentrasi)
td =
waktu pengaliran pada saluran sampai titik yang ditinjau
Keterangan :
Rumus Rasional Method sesuai digunakan untuk daerah pengaliran yang kecil dengan batasan 20 sampai 300
Ha, sedangkan untuk Rasional Modifikasi dapat digunakan untuk daerah pengaliran sampai 1300 Ha.
Sedangkan untuk daerah pengaliran yang lebih besar dari itu maka digunakan Snyder Synthetic Unit
Hydrograph Method.
1.
5.
Metode Hydroraph dari SCS (US Soil Conservation Service)
Salah satu metode ysng digunsksn dslsm perhiutngna debit puncak dengna Hydrograph aliran adalah metode
SCS. Rumus ini dipakai untuk menghitung debit dengan luas Catchment Area lebih besar dari 1300 Ha.
Rumus tersebut adalah :
Qp =
dimana :
Qp = Debit puncak banjir (m3/detik)
A
= Luas daerah tangkapan (Ha)
Tp = Waktu puncak hydrograph aliran (jam)
D/2 + log Time atau 0,70 Tc
D =
Lamanya terjadi hujan
Q =
Aliran permukaan/limpasan langsung (Direct Run Off)
Q =
S
=
N =
dimana :
IA
=
Abstraksi awal (IA = 2,5 mm untuk DAS Indonesia)
=
0,2 S
P
=
CN =
Hujan harian maksimum
Curva Number (Lihat Tabel)
S
=
Daya Tampung Maksimum (cm)
Tp =
D/2 + log Time atau 0,70 x Tc
D
Lamanya hujan
=
Klasifikasi Kelompok Jenis Tanah Hidrologi :
1. Kelompok A : Terdiri dari tanah-tanah berpotensi rendah , daya resapan besar, walauoun kondisi basah.
Pada umumnya tersiri dari pasir sampai kerikil yang cukup dalam dengan tingkat transmisi yang tinggi (cepat
mngering dengan baik).
2. Kelompok B : Terdiri dari tanah-tanah dengan daya laju penyusupan (infiltrasi) sedang keadaan basah.
Umumnya semakin dalam semakin kering dengna tekstur halus sampai kasar dan tingkat transmisi airnya
rendah.
3. Kelompok C : Terdiri ddri tanah-tanah dengan daya laju penyusupan yang lambat pada dalam keadaan
basah. Biasanya mempunyai lapisan tanah liat yang menghambat proses pengeringan vertikal tekstur agak
halus sampai cukup halus dengna transmisi airnya lambat.
4. Kelompok D : Terdiri dari tanah-tanah dengan potensi limpasan tinggi, mempunyai daya laju penyusupan
(infiltrasi) yang sangat lambat saat basah, umumnya terdiri dari tanah liat dengan penyerapan air yang tinggi
(daya swelling) dimana permukaan air tanah (water table)sangat tinggi di atas permukaan atau tanah-tanah
dangkal, tingkat transmisi airnya sangat lambat.
2.4
Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan
2.4.1
1.
Hidrolika Saluran
1.
Penentuan Dimensi Saluran
B dan h saluran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Bentuk segiempat
A=bxh
1.
2.
Kapasitas Saluran
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah pengaliran dalam saluran adalah Rumus Manning :
Q =
Dengan asumsi aliran dalam tampang saluran adalah Aliran Seragam.
1.
3.
Koefisien Kekasaran Manning
Besarnya koefisien kekasaran Manning (n) diambil :
Pasangan batu kali/gunung tidak diplester 0,20
Pasangan batu kali/gunung diplester 0,018
Tanah 0,025
1.
4.
Kecepatan Dalam Saluran
Kecepatan aliran dalam saluran direncanakan sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan erosi pada dasar
dan dinding saluran serta tidak terjadi penumpukan sedemikian/kotoran di hulu saluran.
Kecepatan aliran yang diizinkan dalam saluran diambil :
Kecepatan maksimum
=
3,0 m/detik pakai lining
Kecepatan maksimum
=
1,6 m/detik tanpa lining
Kecepatan minimum
=
0,3 m/detik pakai lining
Kecepatan minimum
=
0,6 m/detik tanpa lining
Kemiringan dasar saluran direncanakan sedemikian rupa, sehingga akan memberikan kecepatan aliran yang
besarnya terdekat diantara nilai toleransi kecepatan maksimum dan minimum.
1.
5.
Kemiringan Talud
Besarnya kemiringan talud disesuaikan dengan ruang yang tersedia (lebar tanah) dan juga kestabilan tanahnya.
Untuk kemiringan talud direncanakan 0,33 – 0,25 untuk saluran lining (pasangan) dan 1,00 – 0,33 untuk
saluran tanah. Untuk kondisi-kondisi tertentu talud tegak dapat diterapkan.
1.
6.
Tinggi Jagaan (Fre Board)
Fungsi jagaan digunakan untuk menjaga adanya faktor-faktor yang kemungkinan adanya penambahan debit,
untuk jagaan di sini diambil :
Saluran primer
: 0,20 – 0,30 m
Saluran sekunder
: 0,10 – 0,20 m
Saluran tersier
: 0,10 m
Atau disesuaikan dengan kondisi muka tanah yang ada.
Dapat juga dihitung dengan rumus :
dimana :
w =
Free Board (m)
h
tinggi muka air rencana (m)
=
Q
0,
8
Q
1.
<
≤
0,8
Q
c
≤
8
c
=
0,14
0
=
0,23
0
≥
8
7.
Keliling Basah dan Jari-jari Hidrolis
Keliling basah
c
=
0,14
0
–
0,2
3
P=
b+2h
Jari-jari hidrolis
A
R=
P
2.4.2
1.
Hidrolika Bangunan
1.
Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah suatu bangunan yang berfungsi mengalirkan air drainase di bawah jalan raya atau jalan
kereta api. Untuk drainase perkotaan di kotamadya Makassar dipakai tipe segi empat dengan konstruksi
retaining wall dan lantai dari pasangan batu yang penutupnya terbuat dari beton campuran 1:2:3 dan
diperhitungkan sebagai jembatan kelasI. Jarak antara jalan dan puncak gorong-gorong (t) diusahakan minimum
0,6 m
1.
Tipe Submerged
Tipe ini dipakai di tempat-tempat datar, dimana elevasi muka air di saluran drainase terlalu tinggi, maka
gorong-gorong dipasang pada elevasi yang agak rendah untuk mendapatkan t minimum.
b. Tipe Unsubmerged
Tipe ini dipakai apabila tinggi elevasi muka air saluran drainase relatif rendah terhadap elevasi jalan yaitu
setinggi t minimum sehingga mudah tercapai.
1.
2.
Perhitungan Kehilangan Energi
a. Akibat Pemasukan
hc = Cc x
dimana :
hc =
kehilangan tinggi akibat gesekan (m)
Cc =
0.3
hf =
hf =
kehilangan energi dalam gorong-gorong (m)
n
koefisien kekasaran Manning untuk gorong-gorong
=
R =
jari-jari hidrolis (m)
P
=
kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/detik)
g
=
10 m/detik2
b. Akibat Pengeluaran
ho = 0,5 x
dimana :
ho =
kehilangan tinggi akibat pengeluaran (m)
V2 =
kecepatan di dalam gorong-gorong (m/detik)
V3 =
kecepatan air di hilir (m/detik)
g
10 m/detik2
=
2.4.3
Bangunan Terjun
Bangunan terjun (vertical drops) dibuat khususnya untuk saluran sekunder dan tersier yang mengalami
penampang. Pada saat terjadi muka air tinggi (debit puncak) di saluran, aliran di saluran drainase tidak
mengakibatkan terjunan air muka . Kemudian pada kondisi dimana aliran di saluran drainase lebih kecil dari
debit puncak, maka penurunan (drop) muka air akan terjadi. Biasanya penurunan muka air itu berkisar dari 0 –
0,60 m maksimum. Apabila penurunan (terjunan) maksimum terjadi, berarti debitnya sangat kecil atau 0.
Untuk bangunan terjun jenis ini maka tidak diperlukan perhitungan peredaman energi (energi dissipation).
Terjunan ini dasar saluran, disarankan untuk sekunder maksimum 0,6 m dan untuk tersier maksimum 0,4 m.
Untuk pasangan terjun seperti ini, disarankan dengan dinding pasangan batu tegak dengan lantai di hulu dan
hilirnya dan pengaman tebing. Bangunan terjun ini akan berfungsi sebagai transisi.
2.4.4
Pemasukan (Inlet)
Apabila ada renacana pemasukan dari saluran ke saluran, dimana yang masuk itu tidak termasuk dalam desain
saat ini, maka pekerjaan yang akan datang dibuat sepanjang 5 m.
2.4.5
1.
Out Fall
1.
Out Fall ke Sungai
Bangunan ini dibuat di tempat pertemuan antara saluran drainase sekunder dengan sungai. Bangunan ini
diperlukan untuk menghindari kerusakan akibat scouring. Fungsi dari outlet ini adalah untuk memindahkan air
banjir dari elevasi yang lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah dan meredam energi yang ditimbulkannya.
Konstruksi ini dibuat dari pasangan batu dengan campuran 1 semen : 4 pasir . dalam analisa stabilitas harus
diambil keadaan yang paling tipis.
1.
2.
Out Fall ke Laut
Saluran-saluran sekunder mengalirkan air menuju laut dengan debit yang deras sehingga pada bagian
hilir sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Untuk mencegah efek dari aliran yang deras tersebut, maka
perlu adanya bangunan out fall yang mana memerlukan data-data detail sbb:
Kondisi pantai yang digunakan dan pemeliharaannya
Bentuk dan jalur out fall yang memungkinkan
Dasar penempatan yang alami
Pergerakan air pada titik pembuangan
1.
3.
Hidrolika Out Fall
Perhitungan hidrolika untuk out fall yang perlu diperhatikan adalah loncat air sebagai fungsi momentum yang
perlu diredam. Loncatan hidrolika terjadi pada lantai horizontal, sehingga dapat dihitung berdasarkan bilangan
Froude (Fr).
Fr =
dimana :
V =
kecepatan air saat mulai terjadi loncatan (m/detik)
g
=
percepatan gaya gravitasi (m/detik2)
h
=
kedalaman air pada loncatan pertama (m)
Bilangan Froude dapat juga digunakan untuk menghitung kedalaman hidrolik yang kedua dengan memakai
rumus :
h2 =
Dari kedalaman air ada h2 daapt diperhitungkan Tail Water (TW) yang terjadi di sepanjang kolam olakan.
Dengan menambahkan 5% pada kedalaman h2, maka dalam Tail Water yang terjadi pada loncatan hidrolik
yang kedua adalah :
TW = 1,05.h2
Dari pengujian kedalama air akibat loncatan hidrolik maka panjang lantai olakan dapat dihitung dengan
rumus :
L = 5 ( h + X ) (Forster and Sterinde)
dimana :
h1
=
tinggi air saat loncatan hidrolik pertama (m)
h2
=
tinggi air saat loncatan hidrolik kedua (m)
X
=
tinggi Trap ujung lantai olakan
L
=
panjang kolam olakan (m)
2.4.6
Bak Kontrol (Manhole)
Bak kontrol pada umumnya digunakan pada sistem sambungan pipa pembuang sebagai fasilitas pada
perubahan dimensi dan tingkatam tipe bak kontrol yang umum digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.9 : Ukuran dan Jarak Manhole
Ukuran Pipa (mm)
Jarak Maksimum (m)
375 atau lebih kecil
120
450 – 900
150
1050 atau lebih besar
180
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
Faktor-faktor yang memperhitungkan dalam perencanaan manhole adalah sebagai berikut :
1.
Kehilangan energi
2.
Beban-beban vertikal
3.
Beban permukaan dari dua arah
Sedangkan stabilitas tidak perlu diperhitungkan secara keseluruhan sebab dikelilingi oleh tanah tipe manhole .
Type Manhole untuk saluran pembuang :
1.
Berbentuk lonjong dengan diameter yang tetap
2.
Berbentuk setengah kerucut
3.
Bentuk berubah (dari potongan 4 feet ke 3 feet )
4.
Menggunakan penutup beton yang bisa digerakkan .
(ft x 0,304 f = dalam meter x 2,54 = cm)
2.5. Struktur
Kriteria desain sturktur dibutuhkan untuk perencanaan konstruksi bangunan pada perencanaan
drainase perkotaan, khususnya pada perhitungan struktural.
2.5.1
1.
Rencana Beban (Design Load)
1.
Beban Sendiri
Beban/berat sendiri adalah beban mati yang berasal dari konstruksi itu sendiri. Biasanya setiap bahan
mempunyai unit weight (berat/volume) yang berbeda, dan ini bisa dilihat pada tabel 2.5.1.
Tabel 2.10 : Unit weight bahan konstruksi
Unit Weight
Bahan
(kg/m3)
Air
Beton biasa
1000
2200 – 2300
Beton bertulang
2400
Aspal beton
2000
Pasangan batu
2200
Bangunan besi
7850
Besi tuang
7250
Kayu
1000
Lapisan bata
1700
Tanah biasa
1750
Tanah urug padat
1900
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
1.
2.
Beban Luar
a. Tekanan Air.
Semua sturktur permanen ataupun tidak permanen yang terendam harus direncanakan untuk tekanan
hidrostatis sebesar 1000 kg.m2 per meter kedalaman.
b. Tekanan angkat (Uplift Presure)
Tekanan angkat dipakai untuk merancang semua struktur yang seluruhnya atau sebagian terendam dalam air.
Tekanan angkat diperhitungkan efektif pada bidang dasar 100% apabila struktur seluruhnya terendam air satu
pihak, atau muatan air yang berbeda pada sisi yang berlawanan, tekanan angkat berubah sebanding dengan
tinggi hidrostatik pada kedua sisi struktrur.
c. Tekanan Tanah
Tekanan tanah aktif dapat dihitung dengan rumus Rankine. Diagram tekanan diasumsikan sebagai segitiga,
sama dengan tekanan air, dengan gaya resultante bekerja 1/3 h diatas atas diagram.
2.5.2
1.
Material Konstruksi
1.
Beton dan Besi Bertulang
Mutu beton dan besi tulangan harus disesuaikan dengan bahan yang tersedia di lapangan. Untuk
kotamadya Makassar, dipakai mutu beton K175 dan mutu besi U24, sedang analisa perhitungannya dipakai PBI
(1971).
1.
2.
Pasangan Batu
Pasangan batu untuk saluran dipakai 1 semen : 4 pasir. Pasangan batu untuk gorong-gorong yaitu 1
semen : 3 pasir.
Sumber :
https://jidinmsirajuddin.wordpress.com/pelajaran-kuliah-ku/drainase-perkotaan/drainase-perkotaan/
diakses tanggal 23 mei 2017
Berjuta Harapan Untuk Mendapatkan Yang Terbaik – Dadio Gurune Jagad
ABOUT
ARTIKEL
BELUM ADA JUDUL
BUKU TAMU
CATATAN HARIAN
DAFTAR ISI
DOWNLOAD SEMUA PERHITUNGAN TENTANG TEKNIK SIPIL
KISAH CINTAKU
RUANG INFORMASI
PELAJARAN KULIAH KU
Teori Drainase Perkotaan
Download Perhitungan Drainase Perkotaan format xls
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Dalam upaya untuk mengisi/mengurangi masalah genangan air hujan di berbagai kota di Indonesia,
maka pemerintah Indonesia mempunyai strategi dan program-program di bidang Cipta Karya, dimana salah
satu program tersebut adalah Sektor Drainase.
Di tinjau dari ketersediaan prasarana drainase kota yang ada saat ini, terdapat indikasi bahwa tingkat
kebutuhan sudah jauh diatas tingkat penyediaan, utamanya untuk kota-kota yang sedang pesat mengalami
proses pembangunan.
Sebab-sebab terjadinya banjir/genangan, pada dasarnya dapat dibagi dua, yaitu akibat kondisi alam setempat
misalnya curah hujan yang relatif tinggi, kondisi topografi yang landai, dan adanya pengaruh pengempangan
(back water) dari sungai atau laut. Sedang yang termaksud akibat dari tingkah laku manusia misalnya masih
adanya kebiasaan membuang sampah ke dalam saluran/sungai, hunian di bantaran sungai, dan adanya
penyempitan saluran/sungai akibat adanya suatu bangunan misalnya gorong-gorong atau jembatan.
Selain dari itu masalah banjir/genangan dapat pula disebabkan oleh karena belum tertatanya dengan baik
sistem drainase yang diperlukan, atau karena kurang terpeliharanya sistem drainase yang telah ada.
1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud
:
Tugas ini merupakan bagian dari mata kuliah Drainase Perkotaan dan merupakan prasyarat
untuk mengikuti ujian.
Tujuan
:
Tujuan dari tugas Drainase Perkotaan ini adalah sebagai berikut :
Analisa data curah hujan dari stasiun wilayah yang direncanakan.
Menghitung intensitas curah hujan.
Menghitung debit rencana.
Mendimensi saluran drainase.
Membuat gambar rencana.
BAB II
KRITERIA PERENCANAAN
Dalam suatu pekerjaan untuk melaksanakan perencanaan yang mendetail suatu proyek maka diperlukan
suatu pedoman perencanaan untuk memudahkan perencanaan pedoman tersebut tersebut biasa disebut dengan
Kriteria Perencanaan.
Kriteria Perencanaan harus disesuaikan dengan keadaan lokasi proyek, agar didapat hasil seperti yang
diharapkan. Kriteria Perencanaan untuk proyek Drainase Perkotaan terdiri dari 5 (lima) pembahasan teknis
utama yaitu:
1.
Kriteria Penentuan/Pembagian Daerah Layanan (Sub. Catchment Area)
2.
Kriteria Pengukuran Topografi
3.
Kriteria Hidrologi
4.
Kriteria Hidrolika saluran dan bangunan
5.
Kriteria Struktur.
2.1. Kriteria Penentuan Pembagian Daerah Layanan
(Sub. Catchment Area)
Dalam menentukan luasan catchment area dari sebuah saluran yang melayani suatu areal tertentu, perlu
diperhatikan sistem drainase pada kota tersebut secara keseluruhan. Mengingat masing-masing areal pelayanan
dari setiap saluran merupakan sebuah subsistem dari sistem drainase kota sebagai suatu kesatuan. Penentuan
besarnya catchment area sangat tergantung dari beberapa faktor, antara lain :
1.
Kondisi topografi daerah proyek.
2.
Sarana/prasarana drainase yang sudah ada.
3.
Sarana/prasarana jalan yang sudah ada dan akan dibangun.
4.
Sarana/prasarana kota lainnya seperti jaringan listrik, air bersih, telepon, dan lain-lain.
5.
Ketersediaan lahan alur saluran.
2.2 Kriteria Pengukuran Topografi
Pengukuran topografi saluran adalah untuk mendapatkan situasi memanjang dan melintang
saluran serta situasi bangunan yang ada dan yang akan direncanakan. Sebagai referensi untuk pelaksanaan
pengukuran topografi digunakan titik-titik tetap yang telah ada di kota yang bersangkutan.
Metode pengukuran yang dilakukan meliputi :
Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
PengukuranWaterPass (Levelling)
Cross Section
Pemasangan Bench Mark (BM)
Titik Referensi
2.2.1
Pengukuran Polygon/Perbaikan Peta
Pengukuran ini pada base line yang ddibuat disebelah saluran (pada bahu jalan atau tanggul)
melalui patok-patok dengan prosedur sudut polygon diukur seri ganda (biasa/luar biasa dengan menggunakan
Theodolit (To).
2.2.2
Pengukuran Water Pass/Levelling
PengukuranWaterPass ini menggunakan alat uur Automatic Levelling seperti B2 Sokhisha dan
Topcon. Pengukuran dilakukan pada titik polygon dan diikat ke titik referensi yang dipakai.
2.2.3
Cross Section
Cross Section dilakukan setiap interval maksmum 100 meter dengan metode stadia survey
dimana titik cross jalur sudah dikontrol elevesinya dengan alat Automatic Levelling.
2.2.4
Pemasangan Bench Mark (BM)
Pemasangan Bench Mark (BM) dilakukan pada tempat-tempat yang aman dan diikat ke sistem
koordinat yang ada. BM ini dibuat dari kolom beton 20/20 cm dengan tinggi 1,00 m, dan bagian yang tertanam
dalam tanah ±70 cm yang pangkalnya dibuat kaki (pondasi telapak) bersilang untuk pemberat dan stabilitas.
2.2.5
Titik Referensi
Titik refensi yang digunakan untuk pekerjaan Drainase adalah titik tetap yang ada di dalam
kota.
2.3 Kriteria Hidrologi
2.3.1
Data Curah Hujan
Data curah hujan yang diperlukan adalah data curah hujan pengamatan periode jangka pendek,
yakni dalam satuan menit. Data yang dipergunakan diperoleh dari stasiun pengamatan curah hujan otomatis
yang digambarkan dalam bentuk grafik. Stasiun yang dipilih adalah stasiun yang terletak di daerah
perencanaan/observasi (Point Rainfall) dan pada staiun yang berdekatan dan masih memberi pengaruh pada
daerah perencanaan dengan syarat benar-benar dapat mewakili kondisi curah hujan daerah tersebut.
Tahap awal yang perlu dilakukan dalam pemilihan data curah hujan yang akan dipakai dalam analisa adalah
meneliti kualitas data curah hujan, yakni mengenia lokasi pengamatan, lama pengamatan yang didapat di
Andal adalah lebih besar dari 15 tahun. Semakin banyak data dan lebih lama periode pengamatan akan lebih
akurat karena kemungkinan kesalahan/penyimpangan bisa diperkecil.
Apabila data curah hujan pengamatan jangka pendek tidak didapatkan pada daerah perencanaan, maka analisa
Intenstas Curah Hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan pengamatan maksimum selama
24 jam.
2.3.2
Analisa Curah Hujan
1.
1.
Analisa Frekuensi
Analisa Frekuensi adalah analisa kejadian yang diharapkan terjadi rata-rata sekali N tahun atau dengan
kata lain periode berulangnya sekian tahun.
Metode analisa frekuensi yang diterapkan pada perencanaan sistem drainase adalah dengan cara “Eksterm
Value” dari E. G. Gumbel, yakni suatu metode distribusi frekuensi yang mendasarkan pada karakteristik dari
penyebaran dengan menggunakan suatu koreksi yang veriabel dan menggunakan distribusi dari harga-harga
maksimum. Rumus umum untuk menghitung analisa frekuensi adalah :
Xtr
=
k
=
Ytr
=
+ k.Sd
– (0,834 + 2,303 log.log )
dimana :
Xtr
=
=
besar aliran/curah hujan untuk periode ulang tr tahun
curah hujan maksimum rata-rata selama pengamtan
Sd
=
Standar Deviasi
k
=
faktor frekuensi
Sn & Tn merupakan fungsi dari besarnya data
Ytr
=
Reduced Variate
Tabel 2-1 : Reduced Variate (YT)
Return Periode (years) = T
Reduced Variate = Yr
2
0,3665
5
1,4999
10
2,2502
20
2,9702
25
3,1985
50
3,9019
100
4,6001
200
5,2958
Keterangan :
1.
2.
Untuk setiap perhitungan yang mempergunakan Tabel 2-1 dapat pula dipakai rumus
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah curah hujan yang terjadi pada satu satuan waktu. Intensitas Curah hUjan
diperhitungkan terhadap lamanya hujan (durasi) dan frekuensinya atau dikenal dengan Lengkung Intensitas
Durasi frekuensi (IDF Curve). Intensitas curah hujan diperlukan untuk menentukan besar aliran permukaan
(run off).
Pada perhitungan intensitas curah hujan diperlukan data curah hujan jangka pendek (5-60 menit), yang mana
data curah hujan jangka pendek ini hanya didapat dari data pengamatan curah hujan otomatic dari kertas
diagram yang terdapat pada peralatan pencatatan.
Apabila data curah hujan yang tersedia hanya merupakan data pencatatan curah hujan rata-rata maksimum
harian (R24) maka dapat digunakan rumus Bell.
Pi = (0,21 Ln T – 0,52) (0,54 t0,25 – 0,50) P60 (T)
dimana :
Pi
=
P60 (T) =
presipitasi/intensitas curah hujan t menit dengan periode ulang T tahun
perkiraan curah hujan jangka waktu 60 menit dengan periode ulang T tahun
Perhitungan intensitas curah hujan dengan data pengamatan jangka pendek sesuai durasi dipakai rumus-rumus
sbb :
a. Formula Talbot
I =
a/t+b
dimana :
a =
b =
b. Formula Sherman
I =
dimana :
log a =
n =
c. Formula Ishiguro
I =
dimana :
a =
b =
I
=
intensitas curah huajn (mm/menit)
t
=
lamanya curah hujan atau durasi (menit)
I
=
presipitasi/intensitas curah hujan jangka pendek t menit
a, b, n
=
konstanta yang bergantung pada lamanya curah hujan
N
=
jumlah pengamatan
Seandainya data curah hujan pengamatan janga pendek tidak didapat pada daerah perencanaan, maka analisa
intensitas curah hujan dapat dilakukan dengan menggunakan data curah hujan pengamatan maksimum selama
24 jam dan selanjutnya dihitung dengan memakai formula Dr. Mononobe.
I =
dimana :
I
=
intensitas curah hujna (mm/jam)
t
=
waktu hujan atau durasi (menit)
R24
=
curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
2.3.3
Hubungan Antara Intensitas, Durasi, dan Frekuensi
Data dasar yang dipakai untuk menurunkan hubungna antara intensitas, durasi, dan frekuensi hujan adalah data
rekaman curah hujan dengan hasil akhir disajikan dalam bentuk tabel dan kurva. Data tersebut sangat
dipengaruhi oleh letak serta kerapatan stasiun curah hujan, ketepatan mengukur dan lamanya/panjang
pengamatan.
Cara Analisa Seri Waktu
Cara ini dapat dilakukan apabila semua data lengkap, pertama setiap durasi hujan tertentu dengan intensitas
maksimum tahunannya dicatat dan ditabulasikan, satu data mewakili satu tahun. Disusun secara berurut dan
dihitung analisa frekuensinya, susun durasi hujan menurut frekuensi.
Turunkan intensitas curah hujan (mm/jam) kemdian diplot dalam salib sumbu dengan durasi sebagai axis dan
intensitas sebagai ordinat
2.3.4
Periode Ulang
Periode ulang ditetapkan berdasarkan kebutuhan drainase pada suatu daerah sesuai Catchment Area seperti
pada tabel di bawah ini :
Tabel 2-2 : Periode Ulang
CATCHMENT AREA (Ha)
JENIS KOTA
10
10 – 100
100 – 500
> 500
Metropoitan
1–2
2–5
5 – 10
10 – 25
Kota Besar
1–2
2–5
2–5
5 – 15
Kota Sedang
1–2
2–5
2–5
10
Kota Kecil
1–2
1–2
1–2
2–5
1
1
1
–
Kota Sangat Kecil
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
Pada tahun 1993 Makasar masuk kategori kota metropolitan denganjumlah penduduk kurang lebih 1
juta jiwa. Namun dalam perhitungan desain masih dianggap kota besar. Karena keterbatasan dana dan lahan
serta sistem pengaliran yang ada adalah gravitasi.
2.3.5
Metode Analisa Curah Hujan
Dalam menganalisa data curah hujan, terlebih dahulu di analisa sifdat statistik dari data curah hujan yang ada
dengan menggunakan Metode Parameter Statistik. Seteleh di analisa kemudian digunakanlah metode analisa
curah hujan yang ada seperti metode Normal, metode Log Normal, metode Gumbel, dan metode Log Pearson
Type III. Dari ke empat metode analisa curah hujan di atas dipakai yang paling cocok dengan sifat statistik dari
data curah hujan yang tadi sudah dianalisa dengan menggunakan Parameter Statistik.
1.
1.
Rumus :
Xt = + K.Sx
K =
Sx =
dimana :
Metode Gumbel
Xt = Besaran yang diahrapkan terjadi dalam t tahun
= Harga pengamatan rata-rata
t
= Periode ulang
K = Faktor frekuensi
Yt = Reduced Variate (lihat tabel 2.1)
Yn = Reduced Mean (lihat tabel 2.3)
Sn = Reduced standard deviasi (lihat tabel 2.4)
Sx = Standard deviasi
Tabel 2-3
REDUCED MEAN (Yn)
n
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
0,495
2
0,499
6
0,503
5
0,507
0
0,510
0
0,512
8
0,515
7
0,518
1
0,520
2
0,522
0
2
0
0,523
6
0,525
2
0,526
8
0,528
3
0,529
6
0,530
0
0,582
0
0,588
2
0,534
3
0,535
3
3
0
0,536
2
0,537
1
0,538
0
0,538
8
0,539
6
0,540
0
0,541
0
0,541
8
0,542
4
0,543
0
4
0
0,543
6
0,544
2
0,544
8
0,545
3
0,545
8
0,546
8
0,546
8
0,547
3
0,547
7
0,548
1
5
0
0,548
5
0,548
9
0,549
3
0,549
7
0,550
1
0,550
4
0,550
8
0,551
1
0,551
5
0,551
8
6
0
0,552
1
0,552
4
0,552
7
0,553
0
0,553
3
0,553
5
0,553
8
0,554
0
0,554
3
0,554
5
7
0,554
0,555
0,555
0,555
0,555
0,555
0,556
0,556
0,556
0,556
0
8
0
2
5
7
9
1
3
5
7
8
0
0,556
9
0,557
0
0,557
2
0,557
4
0,557
6
0,557
8
0,558
0
0,558
1
0,558
3
0,558
5
9
0
0,558
6
0,558
9
0,558
9
0,559
1
0,559
2
0,559
3
0,559
5
0,559
6
0,559
8
0,559
9
Tabel 2-4
REDUCED STANDARD DEVIATION (Sn)
n
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
1
0
0,949
6
0,967
6
0,983
3
0,997
1
1,000
0
1,020
6
1,031
6
1,041
1
1,049
3
1,056
5
2
0
1,062
8
1,069
6
1,075
4
1,081
1
1,086
4
1,091
5
1,096
1
1,100
4
1,104
7
1,108
0
3
0
1,112
4
1,115
9
1,119
3
1,122
6
1,125
5
1,128
5
1,131
3
1,133
9
1,136
3
1,138
8
4
0
1,141
3
1,143
6
1,145
8
1,148
0
1,149
9
1,151
9
1,153
8
1,155
7
1,157
4
1,159
0
5
0
1,160
7
1,162
3
1,163
8
1,165
8
1,166
7
1,168
1
1,169
6
1,170
8
1,172
1
1,173
4
6
0
1,174
7
1,175
9
1,177
0
1,178
2
1,179
3
1,180
3
1,181
4
1,182
4
1,183
4
1,184
4
7
0
1,185
4
1,186
3
1,187
3
1,188
1
1,189
0
1,189
8
1,190
6
1,191
5
1,192
3
1,193
0
8
0
1,193
8
1,194
5
1,195
3
1,195
9
1,196
7
1,197
3
1,198
0
1,198
7
1,199
4
1,200
1
9
0
1,200
7
1,201
3
1,202
0
1,202
6
1,203
2
1,203
6
1,204
4
1,204
9
1,205
5
1,206
0
2. Metode Hasper
Rumus :Rt
=
R + Sn . Ut
dimana :
Rt =
Curah hujan dengan periode ulang tertentu
R =
Curah hujan maksimum rata-rata
Sn =
Standard deviasi untuk n tahun pengamatan
Ut =
Standart variabel untuk periode ulang tertentu
Sn =
dimana :
R1 = Curah hujan maksimum I
R2 = Curah hujan maksimum II
U1 = Standart variabel untuk periode ulang R1
U2 = Standart variabel untuk periode ulang R2
Untuk nilai U dan T dapat dilihat pada tabel 2.5 di bawah ini.
HUBUNGAN ANTARA T dan U
T
U
T
U
T
U
1,00
– 1,86
15,00
1,63
70
3,08
1,01
– 1,35
16,00
1,69
72
3,11
1,02
– 1,28
17,00
1,74
74
3,13
1,03
– 1,23
18,00
1,80
76
3,16
1,04
– 1,19
19,00
1,85
78
3,16
1,05
– 1,15
20,00
1,89
80
3,21
1,06
– 1,12
21,00
1,94
82
3,23
1,08
– 1,07
22,00
1,98
84
3,26
1,10
– 1,02
23,00
2,02
86
3,28
1,15
– 0,93
24,00
2,06
88
3,30
1,20
– 0,85
25,00
2,10
90
3,33
1,25
– 0,79
26,00
2,13
92
3,35
1,30
– 0,73
27,00
2,17
94
3,37
1,35
– 0,68
28,00
2,19
96
3,39
1,40
– 0,63
29,00
2,24
98
3,41
1,50
– 0,54
30,00
2,27
100
3,43
1,60
– 0,46
31,00
2,30
110
3,53
1,70
– 0,40
32,00
2,33
120
3,62
1,80
– 0,33
33,00
2,36
130
3,70
1,90
– 0,28
34,00
2,39
140
3,77
2,00
– 0,22
35,00
2,41
150
3,84
2,20
– 0,13
36,00
2,44
160
3,91
2,40
– 0,04
37,00
2,47
170
3,97
3.
Metode Iwai
2,60
0,04
38,00
2,49
180
4,03
2,80
0,11
39,00
2,51
190
4,09
3,00
0,17
40,00
2,54
200
4,14
3,20
0,24
41,00
2,56
220
4,24
3,40
0,29
42,00
2,59
240
4,33
3,60
0,34
43,00
2,61
260
4,42
3,80
0,39
44,00
2,63
280
4,50
4,00
0,44
45,00
2,65
300
4,57
4,50
0,55
46,00
2,67
350
4,77
5,00
0,64
47,00
2,69
400
4,88
5,50
0,73
48,00
2,71
450
5,01
6,00
0,81
49,00
2,73
500
5,13
6,50
0,88
50,00
2,75
600
5,33
7,00
0,95
52,00
2,79
700
5,51
7,50
1,01
54,00
2,83
800
5,56
8,00
1,06
56,00
2,86
900
5,80
9,00
1,17
58,00
2,90
1000
5,92
10,00
1,26
60,00
2,93
5000
7,90
11,00
1,35
62,00
2,96
10000
8,83
12,00
1,43
64,00
2,99
50000
11,08
13,00
1,50
66,00
3,00
80000
12,32
14,00
1,57
68,00
3,05
500000
13,74
Rumus :
Perkiraan harga b
b
=»
Perkiraan harga Xo :
Xo
= log (Xo + b)
=
Perkiraan harga c :
dimana :
Xs = harga pengamatan dengan nomor urutan m dari yang terbesar
Xt = harga pengamatan dengan nomo urutan m dari yang terkecil
n
= banyaknya data
m = n/10, angka bulat (dibulatkan ke angka yang terdekat)
xo = arc log xi
xi = hujan maksimum 24 jam
XT = hujan perencanaan untuk periode ulang T tahun
4.
Metode “Weduwen”
Rumus :
Rn =
dimana:
Rn =
Curah hujan dengan periode ulang n tahun
Mn =
Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode ulang n
Mp =
Koefisien perbandingan curah hujan dengan periode ulang
R maks II = Curah hujan maksimum kedua
Tabel 2-6
Koefisien Mn dan Mp
Untuk Perhitungan Curah Hujan Maksimum
Menurut Metode Ir. J.P. Der Weduwen
n
Mn
p
Mp
1/5
0,238
1/4
0,262
1/3
0,291
1/2
0,336
1
0,41
2
0,49
3
0,541
4
0,579
5
0,602
10
0,705
15
0,766
20
0,811
25
0,845
30
0,875
40
0,915
50
0,948
60
0,975
70
1
80
1,02
90
1,03
100
1,05
5. Metode Log Pearson Type III
Tabel 2-7: Nilai Cs dan k Distribusi Log-Pearson III
Kemencengan
(Cs)
Periode Ulang (tahun)
2
5
10
25
50
100
200
1000
Peluang (%)
50
20
10
4
2
1
0,5
0,1
3,0
-0,396
0,420
1,180
2,278
3,152
4,051
4,970
7,250
2,5
-0,360
0,518
1,250
2,262
3,048
3,845
4,652
6,600
2,2
-0,330
0,574
1,284
2,240
2,977
3,705
4,444
6,200
2,0
-0,307
0,609
1,302
2,219
2,912
3,605
4,298
5,910
1,8
-0,282
0,643
1,318
2,193
2,848
3,499
4,147
5,660
1,6
-0,254
0,675
1,329
2,163
2,780
3,388
3,990
5,390
1,4
-0,225
0,705
1,337
2,128
2,706
3,328
3,828
5,110
1,2
-0,195
0,732
1,340
2,087
2,626
3,149
3,661
4,820
1,0
-0,164
0,758
1,400
2,043
2,542
3,022
3,489
4,540
0,9
-0,148
0,769
1,339
2,180
2,498
2,957
3,401
4,395
0,8
-0,132
0,780
1,336
1,998
2,453
2,891
3,312
4,250
0,7
-0,116
0,790
1,333
1,967
2,407
2,824
3,223
4,105
0,6
-0,099
0,800
1,328
1,939
2,359
2,755
3,132
3,960
0,5
-0,083
0,808
1,323
1,910
2,311
2,686
3,041
3,815
0,4
-0,066
0,816
1,318
1,880
2,261
2,615
2,949
3,677
0,3
-0,050
0,824
1,309
1,849
2,211
2,544
2,856
3,525
0,2
-0,033
0,830
1,301
1,818
2,159
2,472
2,763
3,380
0,1
-0,170
0,836
1,292
1,785
2,107
2,400
2,670
3,235
0,0
0,000
0,842
1,282
1,751
2,054
2,326
2,576
3,090
-0,1
0,170
0,846
1,270
1,716
2,000
2,252
2,482
3,950
-0,2
0,033
0,850
1,258
1,680
1,945
2,178
2,388
2,810
-0,3
0,050
0,853
1,245
1,643
1,890
2,104
2,294
2,678
-0,4
0,066
0,855
1,231
1,606
1,134
2,209
2,220
2,540
-0,5
0,083
0,856
1,216
1,567
1,777
1,955
2,108
2,400
-0,6
0,099
0,857
1,200
1,528
1,720
1,880
2,016
2,275
-0,7
0,116
0,857
1,183
1,488
1,663
1,806
1,926
2,150
-0,8
0,132
0,856
1,166
1,448
1,606
1,773
1,837
2,035
-0,9
0,148
0,854
1,147
1,407
1,549
1,660
1,749
1,910
-1,0
0,164
0,852
1,128
1,366
1,492
1,588
1,664
1,800
-1,2
0,195
0,844
1,086
1,282
1,379
1,449
1,501
1,625
-1,4
0,225
0,832
1,041
1,198
1,270
1,318
1,351
1,465
-1,6
0,254
0,817
0,994
1,116
1,166
1,197
1,216
1,280
-1,8
0,282
0,799
0,945
1,035
1,069
1,087
1,097
1,130
-2,0
0,307
0,777
0,895
0,959
0,980
0,990
0,995
1,000
-2,2
0,330
0,752
0,844
0,888
0,900
0,905
0,907
0,910
-2,5
0,360
0,711
0,771
0,793
0,798
0,799
0,800
0,802
-3,0
0,396
0,636
0,660
0,666
0,666
0,667
0,667
0,668
Sumber : Hidrologi Jilid 1 (Aplikasi Metode Statistik untuk
Analisa Data), hal 219
Rumus :
Log
s
=
Log
g
=
Log =
Log XTr = Log + k.(gLog )
2.3.6
Debit Aliran
1. Debit Puncak
Untuk menghitung debit puncak rencana digunakan Rasional Method (RM) dimana data hidrologi memberikan
kurva intensitas durasi frekuensi (IDF) yang seragam dengan debit puncak dari curah hujan rata-rata sesuai
wahtu konsentrasi.
Debit puncak dapat diformulasikan sebagai berikut :
Q = 0,00278 . Cs . C . I . A
dimana :
Q = Debit puncak rencana (m3/detik)
I
= Intensitas (mm/jam) diperoleh dari IDF curve berdasarkan waktu konsentrasi
A = Luas catchment area (Ha)
Cs = Storage Cofficient
1.
2.
Koefisien Pengaliran (Run Off Cofficient)
Pada saat terjadi hujan pada umunya sebagian air hujan akan menjadi limpasan dan sebagian
mengalami infiltrasi dan evaporasi. Bagian hujan yang mengalir di atas permukaan tanah dan saat sesudahnya
merupakan limpasan/pengaliran. Besarnya koefisien pengaliran untuk daerah perencanaan disesuaikan dengan
karakteristik daerah pengaliran yang dipengaruhi oleh tata guna lahan (Land Use) yang terdapat dalam wilayah
pengaliran tersebut.
Besarnya koefisien pengaliran dapat dilihat pada tabel 2.8
Tabel 2-8 : Besarnya Koefisien Pengaliran
KONDISI
Pusat
Perdagangan
Lingkungan
Sekitar
Rumah-rumah
Tinggal
KOEFISIE
N
KARAKTERISTIK
KOEFISIE
N
0,70 – 0,95
Permukaan Aspal
0,70 – 0,95
0,50 – 0,70
Permukaan Beton
0,80 – 0,95
0,30 – 0,50
Permukaan Batu
Buatan
0,70 – 0,85
0,40 – 0,60
0,15 – 0,35
Permukaan Kerikil
0,25 – 0,40
Kompleks
Perumahan
0,10 – 0,85
Alur Setapak
Daerah Pinggiran
0,50 – 0,70
Atap
0,75 – 0,95
Apartemen
0,50 – 0,80
Lahan Tanah
Berpasir :
0,05 – 0,10
Indusrti
Berkembang
0,60 – 0,90
0,10 – 0,15
Kemiringan 2%
0,10 – 0,25
Industri Besar
0,15 – 0,20
Kemiringan 2-7%
0,10 – 0,25
Taman Pekuburan
0,13 – 0,17
Bertrap 7%
0,25 – 0,40
Taman Bermain
0,10 – 0,30
Lapangan dan Rel
Kereta
Daerah Belum
Berkembang
0,18 – 0,22
Lahan Tanah
Keras :
0,25 – 0,35
Kemiringan 2%
Kemiringan 2-7%
Bertrap 7%
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
1.
3.
Waktu Konsentrasi (tc)
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari titik terjauh dari catchment
menuju suatu titik tujuan. Besar waktu konsentrasi dihitung dengan rurmus :
tc = to + td
dimana :
tc =
waktu konsentrasi (menit)
to =
waktu pengaliran air pada permukaan tanah dapat dianalisa dengan gambar
td =
waktu pengaliran pada saluran, besarnya dapat dianalisa dengan rumus
td =
Ls/v
dimana :
Ls =
jarak aliran dari tempat masuknya air sampai ke tempat yang di tuju (m)
v
kecepatan aliran (m/detik)
=
1.
4.
Koefisien Penampungan
Makin besar Catchment Area, maka perlu adanya gelombang banjir harus diperhitungkan, untuk itu pengaruh
tampungan saluran di saat mengalami puncak pengaliran debit dihitung dengan menggunakan Rasional
Method dengan mengalikan suatu koefisien daya tampung daerah tangkapan hujan, sehingga bentuk
perhitungan menggunakan Metode Rasional Modifikasi (MRM), besar koefisien tersebut :
Cs =
dimana :
tc =
waktu pengumpulan total (waktu konsentrasi)
td =
waktu pengaliran pada saluran sampai titik yang ditinjau
Keterangan :
Rumus Rasional Method sesuai digunakan untuk daerah pengaliran yang kecil dengan batasan 20 sampai 300
Ha, sedangkan untuk Rasional Modifikasi dapat digunakan untuk daerah pengaliran sampai 1300 Ha.
Sedangkan untuk daerah pengaliran yang lebih besar dari itu maka digunakan Snyder Synthetic Unit
Hydrograph Method.
1.
5.
Metode Hydroraph dari SCS (US Soil Conservation Service)
Salah satu metode ysng digunsksn dslsm perhiutngna debit puncak dengna Hydrograph aliran adalah metode
SCS. Rumus ini dipakai untuk menghitung debit dengan luas Catchment Area lebih besar dari 1300 Ha.
Rumus tersebut adalah :
Qp =
dimana :
Qp = Debit puncak banjir (m3/detik)
A
= Luas daerah tangkapan (Ha)
Tp = Waktu puncak hydrograph aliran (jam)
D/2 + log Time atau 0,70 Tc
D =
Lamanya terjadi hujan
Q =
Aliran permukaan/limpasan langsung (Direct Run Off)
Q =
S
=
N =
dimana :
IA
=
Abstraksi awal (IA = 2,5 mm untuk DAS Indonesia)
=
0,2 S
P
=
CN =
Hujan harian maksimum
Curva Number (Lihat Tabel)
S
=
Daya Tampung Maksimum (cm)
Tp =
D/2 + log Time atau 0,70 x Tc
D
Lamanya hujan
=
Klasifikasi Kelompok Jenis Tanah Hidrologi :
1. Kelompok A : Terdiri dari tanah-tanah berpotensi rendah , daya resapan besar, walauoun kondisi basah.
Pada umumnya tersiri dari pasir sampai kerikil yang cukup dalam dengan tingkat transmisi yang tinggi (cepat
mngering dengan baik).
2. Kelompok B : Terdiri dari tanah-tanah dengan daya laju penyusupan (infiltrasi) sedang keadaan basah.
Umumnya semakin dalam semakin kering dengna tekstur halus sampai kasar dan tingkat transmisi airnya
rendah.
3. Kelompok C : Terdiri ddri tanah-tanah dengan daya laju penyusupan yang lambat pada dalam keadaan
basah. Biasanya mempunyai lapisan tanah liat yang menghambat proses pengeringan vertikal tekstur agak
halus sampai cukup halus dengna transmisi airnya lambat.
4. Kelompok D : Terdiri dari tanah-tanah dengan potensi limpasan tinggi, mempunyai daya laju penyusupan
(infiltrasi) yang sangat lambat saat basah, umumnya terdiri dari tanah liat dengan penyerapan air yang tinggi
(daya swelling) dimana permukaan air tanah (water table)sangat tinggi di atas permukaan atau tanah-tanah
dangkal, tingkat transmisi airnya sangat lambat.
2.4
Kriteria Hidrolika Saluran dan Bangunan
2.4.1
1.
Hidrolika Saluran
1.
Penentuan Dimensi Saluran
B dan h saluran dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Bentuk segiempat
A=bxh
1.
2.
Kapasitas Saluran
Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah pengaliran dalam saluran adalah Rumus Manning :
Q =
Dengan asumsi aliran dalam tampang saluran adalah Aliran Seragam.
1.
3.
Koefisien Kekasaran Manning
Besarnya koefisien kekasaran Manning (n) diambil :
Pasangan batu kali/gunung tidak diplester 0,20
Pasangan batu kali/gunung diplester 0,018
Tanah 0,025
1.
4.
Kecepatan Dalam Saluran
Kecepatan aliran dalam saluran direncanakan sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan erosi pada dasar
dan dinding saluran serta tidak terjadi penumpukan sedemikian/kotoran di hulu saluran.
Kecepatan aliran yang diizinkan dalam saluran diambil :
Kecepatan maksimum
=
3,0 m/detik pakai lining
Kecepatan maksimum
=
1,6 m/detik tanpa lining
Kecepatan minimum
=
0,3 m/detik pakai lining
Kecepatan minimum
=
0,6 m/detik tanpa lining
Kemiringan dasar saluran direncanakan sedemikian rupa, sehingga akan memberikan kecepatan aliran yang
besarnya terdekat diantara nilai toleransi kecepatan maksimum dan minimum.
1.
5.
Kemiringan Talud
Besarnya kemiringan talud disesuaikan dengan ruang yang tersedia (lebar tanah) dan juga kestabilan tanahnya.
Untuk kemiringan talud direncanakan 0,33 – 0,25 untuk saluran lining (pasangan) dan 1,00 – 0,33 untuk
saluran tanah. Untuk kondisi-kondisi tertentu talud tegak dapat diterapkan.
1.
6.
Tinggi Jagaan (Fre Board)
Fungsi jagaan digunakan untuk menjaga adanya faktor-faktor yang kemungkinan adanya penambahan debit,
untuk jagaan di sini diambil :
Saluran primer
: 0,20 – 0,30 m
Saluran sekunder
: 0,10 – 0,20 m
Saluran tersier
: 0,10 m
Atau disesuaikan dengan kondisi muka tanah yang ada.
Dapat juga dihitung dengan rumus :
dimana :
w =
Free Board (m)
h
tinggi muka air rencana (m)
=
Q
0,
8
Q
1.
<
≤
0,8
Q
c
≤
8
c
=
0,14
0
=
0,23
0
≥
8
7.
Keliling Basah dan Jari-jari Hidrolis
Keliling basah
c
=
0,14
0
–
0,2
3
P=
b+2h
Jari-jari hidrolis
A
R=
P
2.4.2
1.
Hidrolika Bangunan
1.
Gorong-gorong
Gorong-gorong adalah suatu bangunan yang berfungsi mengalirkan air drainase di bawah jalan raya atau jalan
kereta api. Untuk drainase perkotaan di kotamadya Makassar dipakai tipe segi empat dengan konstruksi
retaining wall dan lantai dari pasangan batu yang penutupnya terbuat dari beton campuran 1:2:3 dan
diperhitungkan sebagai jembatan kelasI. Jarak antara jalan dan puncak gorong-gorong (t) diusahakan minimum
0,6 m
1.
Tipe Submerged
Tipe ini dipakai di tempat-tempat datar, dimana elevasi muka air di saluran drainase terlalu tinggi, maka
gorong-gorong dipasang pada elevasi yang agak rendah untuk mendapatkan t minimum.
b. Tipe Unsubmerged
Tipe ini dipakai apabila tinggi elevasi muka air saluran drainase relatif rendah terhadap elevasi jalan yaitu
setinggi t minimum sehingga mudah tercapai.
1.
2.
Perhitungan Kehilangan Energi
a. Akibat Pemasukan
hc = Cc x
dimana :
hc =
kehilangan tinggi akibat gesekan (m)
Cc =
0.3
hf =
hf =
kehilangan energi dalam gorong-gorong (m)
n
koefisien kekasaran Manning untuk gorong-gorong
=
R =
jari-jari hidrolis (m)
P
=
kecepatan air di dalam gorong-gorong (m/detik)
g
=
10 m/detik2
b. Akibat Pengeluaran
ho = 0,5 x
dimana :
ho =
kehilangan tinggi akibat pengeluaran (m)
V2 =
kecepatan di dalam gorong-gorong (m/detik)
V3 =
kecepatan air di hilir (m/detik)
g
10 m/detik2
=
2.4.3
Bangunan Terjun
Bangunan terjun (vertical drops) dibuat khususnya untuk saluran sekunder dan tersier yang mengalami
penampang. Pada saat terjadi muka air tinggi (debit puncak) di saluran, aliran di saluran drainase tidak
mengakibatkan terjunan air muka . Kemudian pada kondisi dimana aliran di saluran drainase lebih kecil dari
debit puncak, maka penurunan (drop) muka air akan terjadi. Biasanya penurunan muka air itu berkisar dari 0 –
0,60 m maksimum. Apabila penurunan (terjunan) maksimum terjadi, berarti debitnya sangat kecil atau 0.
Untuk bangunan terjun jenis ini maka tidak diperlukan perhitungan peredaman energi (energi dissipation).
Terjunan ini dasar saluran, disarankan untuk sekunder maksimum 0,6 m dan untuk tersier maksimum 0,4 m.
Untuk pasangan terjun seperti ini, disarankan dengan dinding pasangan batu tegak dengan lantai di hulu dan
hilirnya dan pengaman tebing. Bangunan terjun ini akan berfungsi sebagai transisi.
2.4.4
Pemasukan (Inlet)
Apabila ada renacana pemasukan dari saluran ke saluran, dimana yang masuk itu tidak termasuk dalam desain
saat ini, maka pekerjaan yang akan datang dibuat sepanjang 5 m.
2.4.5
1.
Out Fall
1.
Out Fall ke Sungai
Bangunan ini dibuat di tempat pertemuan antara saluran drainase sekunder dengan sungai. Bangunan ini
diperlukan untuk menghindari kerusakan akibat scouring. Fungsi dari outlet ini adalah untuk memindahkan air
banjir dari elevasi yang lebih tinggi ke elevasi yang lebih rendah dan meredam energi yang ditimbulkannya.
Konstruksi ini dibuat dari pasangan batu dengan campuran 1 semen : 4 pasir . dalam analisa stabilitas harus
diambil keadaan yang paling tipis.
1.
2.
Out Fall ke Laut
Saluran-saluran sekunder mengalirkan air menuju laut dengan debit yang deras sehingga pada bagian
hilir sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut. Untuk mencegah efek dari aliran yang deras tersebut, maka
perlu adanya bangunan out fall yang mana memerlukan data-data detail sbb:
Kondisi pantai yang digunakan dan pemeliharaannya
Bentuk dan jalur out fall yang memungkinkan
Dasar penempatan yang alami
Pergerakan air pada titik pembuangan
1.
3.
Hidrolika Out Fall
Perhitungan hidrolika untuk out fall yang perlu diperhatikan adalah loncat air sebagai fungsi momentum yang
perlu diredam. Loncatan hidrolika terjadi pada lantai horizontal, sehingga dapat dihitung berdasarkan bilangan
Froude (Fr).
Fr =
dimana :
V =
kecepatan air saat mulai terjadi loncatan (m/detik)
g
=
percepatan gaya gravitasi (m/detik2)
h
=
kedalaman air pada loncatan pertama (m)
Bilangan Froude dapat juga digunakan untuk menghitung kedalaman hidrolik yang kedua dengan memakai
rumus :
h2 =
Dari kedalaman air ada h2 daapt diperhitungkan Tail Water (TW) yang terjadi di sepanjang kolam olakan.
Dengan menambahkan 5% pada kedalaman h2, maka dalam Tail Water yang terjadi pada loncatan hidrolik
yang kedua adalah :
TW = 1,05.h2
Dari pengujian kedalama air akibat loncatan hidrolik maka panjang lantai olakan dapat dihitung dengan
rumus :
L = 5 ( h + X ) (Forster and Sterinde)
dimana :
h1
=
tinggi air saat loncatan hidrolik pertama (m)
h2
=
tinggi air saat loncatan hidrolik kedua (m)
X
=
tinggi Trap ujung lantai olakan
L
=
panjang kolam olakan (m)
2.4.6
Bak Kontrol (Manhole)
Bak kontrol pada umumnya digunakan pada sistem sambungan pipa pembuang sebagai fasilitas pada
perubahan dimensi dan tingkatam tipe bak kontrol yang umum digunakan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.9 : Ukuran dan Jarak Manhole
Ukuran Pipa (mm)
Jarak Maksimum (m)
375 atau lebih kecil
120
450 – 900
150
1050 atau lebih besar
180
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
Faktor-faktor yang memperhitungkan dalam perencanaan manhole adalah sebagai berikut :
1.
Kehilangan energi
2.
Beban-beban vertikal
3.
Beban permukaan dari dua arah
Sedangkan stabilitas tidak perlu diperhitungkan secara keseluruhan sebab dikelilingi oleh tanah tipe manhole .
Type Manhole untuk saluran pembuang :
1.
Berbentuk lonjong dengan diameter yang tetap
2.
Berbentuk setengah kerucut
3.
Bentuk berubah (dari potongan 4 feet ke 3 feet )
4.
Menggunakan penutup beton yang bisa digerakkan .
(ft x 0,304 f = dalam meter x 2,54 = cm)
2.5. Struktur
Kriteria desain sturktur dibutuhkan untuk perencanaan konstruksi bangunan pada perencanaan
drainase perkotaan, khususnya pada perhitungan struktural.
2.5.1
1.
Rencana Beban (Design Load)
1.
Beban Sendiri
Beban/berat sendiri adalah beban mati yang berasal dari konstruksi itu sendiri. Biasanya setiap bahan
mempunyai unit weight (berat/volume) yang berbeda, dan ini bisa dilihat pada tabel 2.5.1.
Tabel 2.10 : Unit weight bahan konstruksi
Unit Weight
Bahan
(kg/m3)
Air
Beton biasa
1000
2200 – 2300
Beton bertulang
2400
Aspal beton
2000
Pasangan batu
2200
Bangunan besi
7850
Besi tuang
7250
Kayu
1000
Lapisan bata
1700
Tanah biasa
1750
Tanah urug padat
1900
Sumber : Urban Drainage Guidelines and Design Standards
1.
2.
Beban Luar
a. Tekanan Air.
Semua sturktur permanen ataupun tidak permanen yang terendam harus direncanakan untuk tekanan
hidrostatis sebesar 1000 kg.m2 per meter kedalaman.
b. Tekanan angkat (Uplift Presure)
Tekanan angkat dipakai untuk merancang semua struktur yang seluruhnya atau sebagian terendam dalam air.
Tekanan angkat diperhitungkan efektif pada bidang dasar 100% apabila struktur seluruhnya terendam air satu
pihak, atau muatan air yang berbeda pada sisi yang berlawanan, tekanan angkat berubah sebanding dengan
tinggi hidrostatik pada kedua sisi struktrur.
c. Tekanan Tanah
Tekanan tanah aktif dapat dihitung dengan rumus Rankine. Diagram tekanan diasumsikan sebagai segitiga,
sama dengan tekanan air, dengan gaya resultante bekerja 1/3 h diatas atas diagram.
2.5.2
1.
Material Konstruksi
1.
Beton dan Besi Bertulang
Mutu beton dan besi tulangan harus disesuaikan dengan bahan yang tersedia di lapangan. Untuk
kotamadya Makassar, dipakai mutu beton K175 dan mutu besi U24, sedang analisa perhitungannya dipakai PBI
(1971).
1.
2.
Pasangan Batu
Pasangan batu untuk saluran dipakai 1 semen : 4 pasir. Pasangan batu untuk gorong-gorong yaitu 1
semen : 3 pasir.
Sumber :
https://jidinmsirajuddin.wordpress.com/pelajaran-kuliah-ku/drainase-perkotaan/drainase-perkotaan/
diakses tanggal 23 mei 2017