MAKALAH M K A tentang Pencemaran

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang mempunyai potensi yang cukup besar
untuk pengembangan industri kelapa sawit. Hal ini disebabkan karena Indonesia
memiliki cadangan lahan yang cukup luas dan ketersediaan tenaga kerja. Pada
saat ini, perkembangan industri kelapa sawit meningkat cukup pesat karena
tingginya permintaan atas Crude Palm Oil (CPO) sebagai sumber minyak nabati
dan penyediaan untuk biofuel. Luas perkebunan kelapa sawit Indonesia 2007
sekitar 6,8 juta hektar (Hariyadi, 2009) yang terdiri dari sekitar 60 % diusahakan
oleh perkebunan besar dan sisanya sekitar 40 % diusahakan oleh perkebunan
rakyat (Soetrisno, 2008 dalam Marhaini, 2010). Luas perkebunan kelapa sawit
diprediksi akan meningkat menjadi 10 juta hektar pada 5 tahun mendatang.
Mengingat pengembangan kelapa sawit tidak hanya dikembangkan di wilayah
Indonesia bagian barat saja, tetapi telah menjangkau wilayah Indonesia bagian
timur.
Seiring dengan bertambahnya perkebunan kelapa sawit, maka akan
meningkatkan jumlah produksi dan mengakibatkan bertambahnya jumlah atau
kapasitas pengelolaan minyak sawit. Hal ini juga akan menimbulkan masalah,
karena jumlah limbah yang dihasilkan akan bertambah pula. Limbah industri
kelapa sawit terdiri dari limbah cair, padat dan gas. Di antara jenis limbah

tersebut yang sangat menjadi masalah adalah limbah cair. Setiap ton tandan
buah segar yang diolah menghasilkan limbah cair sekitar 50% dibandingkan
dengan total limbah lainnya, sedangkan tandan kosong sebanyak 23% (Sutarta
et. a.l., 2000 dalam Wibisono, 2013). Lubis dan Tobing (1989) dalam Wibisono
(2013) mengatakan bahwa setiap 1 ton CPO menghasilkan limbah cair sebanyak
5 ton dengan BOD 20.000 - 60.000 mg/l. Limbah cair dapat mencemari sungai
karena kandungan zat organiknya tinggi serta tingkat keasaman rendah,
sehingga limbah sebelum dibuang ke badan sungai harus dilakukan pengolahan
terlebih dahulu. Apabila tidak diolah akan dapat mengurangi biota dan
mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan.
Air dikatakan tercemar apabila air tersebut tidak dapat digunakan sesuai
dengan peruntukannya. Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air yang
keadaan normal akibat terkontaminasi oleh material atau partikel, dan bukan dari
1

proses pemurnian. Air sungai dikatakan tercemar apabila badan air tersebut tidak
sesuai lagi dengan peruntukannya dan tidak dapat lagi mendukung kehidupan
biota yang ada di dalamnya. Terjadinya suatu pencemaran di sungai umumnya
disebabkan oleh adanya masukan limbah ke badan sungai. Untuk mengetahui
pengaruh limbah cair industri kelapa sawit terhadap kualitas air, maka perlu

diketahui dari tiap-tiap parameter yang dipengaruhi oleh limbah industri kelapa
sawit.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun masalah yang dapat dirumuskan dari latar belakang di atas,
yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan pencemaran air?
2. Bagaimana perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia?
3. Bagaimana proses pengolahan minyak kelapa sawit?
4. Bagaimana pengaruh limbah cair industri kelapa sawit terhadap kualitas air?
5. Bagaimana proses pengolahan limbah cair industri kelapa sawit?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari makalah ini adalah untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman mengenai pencemaran air yang disebabkan oleh
limbah cair industri kelapa sawit. Serta mengenalkan kepada pembaca proses
pengolahan minyak kelapa sawit dan proses pengolahan limbah cair kelapa sawit
dalam suatu pabrik.

BAB II

2


PEMBAHASAN
2.1 Pencemaran Air
Pencemaran lingkungan hidup menurut UU Republik Indonesia No. 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan
pencemaran lingkungan hidup yaitu: masuknya atau dimasukkannya makhluk
hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup, oleh
kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan

lingkungan

hidup

tidak

dapat

berfungsi


sesuai

dengan

peruntukannya. Demikian pula dengan lingkungan air yang dapat pula tercemar
karena

masuknya

atau

dimasukannya

makhluk

hidup

atau

zat


yang

membahayakan bagi kesehatan (Anonimous, 2011).
Pencemaran air dapat terjadi karena pengaruh kualitas air limbah yang
melebihi baku mutu air limbah, di samping itu juga ditentukan oleh debit air
limbah yang dihasilkan. Indikator pencemaran air selain secara fisik dan kimia
juga dapat secara biologis, seperti kehidupan plankton. Di dalam kegiatan
industri, air limbah industri tidak boleh langsung dibuang ke lingkungan perairan
karena dapat menyebabkan pencemaran. Air limbah industri tersebut harus
diolah terlebih dahulu agar mempunyai kualitas yang sama dengan kualitas
perairan. Jadi, air limbah industri harus mengalami proses daur ulang sehingga
dapat digunakan lagi atau dibuang kembali ke perairan tanpa menyebabkan
pencemaran.
Berdasarkan definisinya pencemaran air yang diindikasikan dengan
turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak
dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat
tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan. Dan berfungsi
sebagi tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air. Dengan
ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi airnya

akan dapat dihitung berapa beban pencemar yang dapat ditenggang oleh air
penerima sehingga sesuai dengan baku mutu air dan tetap berfungsi sesuai
dengan peruntukannya (Azwir, 2006).
Menurut Anonimous (2011), berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Pasal 8
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, klasifikasi dan kriteria mutu air
dibedakan menjadi 4 kelas, yaitu:

3

Kelas 1 : air yang dapat digunakan untuk bahan baku air minum atau peruntukan
lainnya mempersyaratkan mutu air yang sama.
Kelas 2 : air yang dapat digunakan untuk prasarana / sarana rekreasi air,
budidaya ikan air tawar, peternakan, dan pertanian.
Kelas 3 : air yang dapat digunakan untuk budidaya ikan air tawar, peternakan
dan pertanian.
Kelas 4 : air yang dapat digunakan untuk mengairi pertanaman/ pertanian.
Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya
perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu:
1.


Pengamatan secara fisis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya
perubahan warna, bau dan rasa.

2.

Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan
zat kimia yang terlarut, seperti perubahan pH.

3.

Pengamatan

secara

biologis,

yaitu


pengamatan

pencemaran

air

berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya
bakteri patogen.
Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air
diantaranya adalah :
1.

DO (Dissolved Oxygen) / Oksigen Terlarut
Dissolved Oxygen adalah oksigen terlarut yang terkandung di dalam
air, berasal dari udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Oksigen
terlarut yang dibutuhkan organisme perairan adalah paling sedikit 5 mg/liter
atau 5 ppm. Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi
bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan
berkembang (Anonimous, 2011).


2.

BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD (Biochemical Oxygen Demand) artinya kebutuhan oksigen
biokimia yang menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi
oksidasi oleh bakteri. Air yang bersih adalah yang BOD nya kurang dari 1 mg/
l atau 1 ppm, jika BOD nya di atas 4 ppm, air dikatakan tercemar
(Anonimous, 2011).

3.

COD (Chemical Oxygen Demand)

4

COD (Chemical Oxygen Demand) sama dengan BOD, yang
menunjukkan jumlah oksigen yang digunakan dalam reaksi kimia oleh
bakteri. Pengujian COD pada air limbah memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan pengujian BOD. Keunggulan itu antara lain :



Sanggup menguji air limbah industri yang beracun yang tidak dapat diuji
dengan BOD karena bakteri akan mati.



Waktu pengujian yang lebih singkat, kurang lebih hanya 3 jam
(Anonimous, 2011).
Nilai COD pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari

29 mg/liter. Sedangkan pada perairan yang tercemar dapat lebih dari 200
mg/liter

pada

limbah

industri

dapat


mencapai

60.000

mg/liter

(UNISCO/WHO/UNEP. 1992 dalam Azwir, 2006).
4.

Zat Padat Terlarut / TSS (Total Suspended Solid)
Air alam mengandung zat padat terlarut yang berasal dari mineral
dan garam-garam yang terlarut ketika air mengalir di bawah atau di
permukaan tanah. Apabila air dicemari oleh limbah yang berasal dari industri
pertambangan

dan pertanian,

kandungan

zat

padat

tersebut

akan

meningkat. Jumlah zat padat terlarut ini dapat digunakan sebagai indikator
terjadinya pencemaran air (Anonimous, 2011).
5.

Perubahan pH atau Konsentrasi Ion Hidrogen
Air normal yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai
antara 6,5 – 7,5. Air limbah industri belum terolah yang dibuang langsung ke
sungai akan mengubah pH air yang dapat mengganggu kehidupan
organisme di dalam perairan. Air yang tercemar limbah organik biasanya
menurunkan nilai pH perairan (Anonimous, 2011).

6.

Total Padatan Terlarut / TDS (Total Dissolved Solids)
Total Dissolved Solid atau total padatan terlarut merupakan bahan
dalam air yang dapat melewati filter dengan 2.0 mikrometer atau lebih kecil
ukuran rata-rata nominal pori (Anonimous, 2011).

7.

Lemak dan Minyak
Menurut Sugiharto (1987) dalam Azwir (2006), bahwa lemak
tergolong benda organik yang relatif tidak mudah teruraikan oleh bakteri.
Untuk air sungai kadar maksimum lemak dan minyak 1 mg/l.

8.

Nitrogen Amoniak (NH3-N)

5

Merupakan salah satu parameter dalam menentukan kualitas air,
baik air minum maupun air sungai. Amoniak berupa gas yang berbau tidak
enak sehingga kadarnya harus rendah, pada air minum kadarnya harus nol
sedangkan air sungai kadarnya 0.5 mg/l (Azwir, 2006).
2.2 Perkembangan Industri Kelapa Sawit di Indonesia
Tanaman kelapa sawit merupakan komoditi perkebunan yang terkenal di
Indonesia, dan sebagai tanaman penghasil minyak paling tinggi persatuan luas.
Tanaman kelapa sawit mulai dapat dipanen pada umur 3,5 sampai 4 tahun sejak
pembibitan (Aritonang, 1986 dalam Azwir, 2006). Selain produksi minyak kelapa
sawit yang tinggi, produk samping atau limbah pabrik kelapa sawit juga tinggi.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia banyak dikelola oleh perusahaan negara
(BUMN) dan perkebunan besar swasta yang berlokasi di luar pulau jawa, seperti
Kalimantan, Sumatera Utara, dan Riau. Khususnya di Riau dari tahun ketahun
perkebunan kelapa sawit selalu mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2004
memiliki perusahaan sebanyak 40 perusahaan yang bergerak dalam bidang PKS
(Azwir, 2006). Provinsi Riau merupakan daerah penghasil CPO terbesar di
Indonesia yaitu dengan produksi 3,3 juta ton pertahun atau hampir 30 persen
dari total produksi sawit Indonesia. Dengan angka produksi sebesar ini maka
CPO parit yang dihasilkan adalah 0.1065 juta ton atau 106,5 ribu ton (Afrizal,
2007 dalam Anonimous, 2010).
2.3 Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Menurut Azwir (2006), proses pengolahan minyak kelapa sawit
menghasilkan dua produk, yaitu minyak mentah (Crude Palm Oil) dan inti sawit.
Secara garis besar pengolahan minyak kelapa sawit dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

6

Gambar 2.1. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Kelapa Sawit
Beberapa tahapan pengolahan minyak kelapa sawit yang potensial
menghasilkan air limbah adalah sebagai berikut :
1.

Proses Perebusan
Perebusan buan tandan segar (TBS) kelapa sawit diberikan tekanan
uap panas 2,4 sampai 3,4 kg/cm, dengan temperatur 1350C – 1450C selama
60 – 90 menit. Tujuan perebusan adalah untuk sterilisasi bakteri,
menonaktifkan enzim yang dapat mengubah minyak menjadi asam lemak,
dan melumatkan daging buah segar mudah dalam proses selanjutnya. Pada
proses perebusan ini dihasilkan air buangan yang banyak mengandung
minyak dan kotoran yang bersifat asam.

2.

Proses Pengeperasan
Proses pengeperasan merupakan tahap pemurnian minyak dengan
memisahkan minyak dari kotoran air. Alat yang digunakan adalah decanter,

7

pada proses ini banyak memerlukan air panas sebagai media pemisah
antara CPO dengan Sludge. Limbah cair yang paling potensial sebagai
sumber pencemar adalah air limbah (sludge) dari proses pengeperasan.
3.

Kernel
Inti sawit dan cangkang dipisahkan dengan menggunakan separator,
selanjutnya inti sawit masuk dalam alat pengering. Inti sawit yang sudah
kering dipecah dan menghasilkan cangkang. Untuk memisahkan cangkang
dari inti sawit diperlukan alat hidrocyclone, alat ini banyak memerlukan air
untuk memisahkan dua komponen yang berbeda berat jenisnya, sehingga
banyak dihasilkan sisa air kotor.

2.4 Pengaruh Limbah Cair Industri Kelapa Sawit Terhadap Kualitas Air
Limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik
yang sangat tinggi, sehinggga kadar bahan pencemar akan semakin tinggi.
Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil Mill Effluent (POME) air buangan
kondensat (8-12 %) air hasil pengolahan (13-23 %) (Marhaini, 2010). Industri
pengolahan minyak kelapa sawit menghasilkan tiga jenis limbah, yaitu limbah
cair, limbah padat dan gas. Di antara limbah di atas yang menjadi permasalahan
adalah limbah cair karena jumlahnya cukup banyak. Apabila kandungan bahan
organik dalam air limbah kelapa sawit sangat tinggi dengan angka perbandingan
BOD dan COD cukup besar menunjukan bahwa air limbah kelapa sawit tidak
mengandung komponen-komponen organik yang sukar didegradasi (Chin, et. al.,
1985 dalam Azwir, 2006).
Limbah cair industri minyak kelapa sawit mengandung bahan organik
yang sangat tinggi yaitu BOD 25.500 mg/l, dan COD 48.000 mg/l, sehingga kadar
bahan pencemaran akan semakin tinggi. Oleh sebab itu bila air limbah minyak
kelapa sawit tidak langsung diolah akan mengakibatkan terjadinya proses
pembusukan di badan air penerima. Proses pembusukan mengakibatkan
berkurangnya kadar oksigen terlaut dalam air, sehingga akan mengganggu
kehidupan biodata air (Arjuna, 1990 dalam Azwir, 2006). Limbah cair industri
kelapa sawit bila dibiarkan tanpa diolah lebih lanjut akan terbentuk amonia, hal ini
disebabkan bahan organik yang terkandung dalam limbah cair tersebut terurai
dan membentuk amonia. Terbentuk amonia ini akan mempengaruhi kehidupan
biota air dan dapat menimblkan bau busuk.

8

Menurut Azwir (2006), salah satu bentuk teknik pengendalian dan
pengoperasian limbah pabrik kelapa sawit ialah dengan melakukan biodegradasi
terhadap komponen organik menjadi senyawa organik sederhana dalam kondisi
anaerob sehingga baku mutu limbah cair dapat disesuaikan dengan daya dukung
lingkungan. Dengan demikian aspek pengendalian pengolahan secara optimal
dapat :
1. Mengurangi dampak negatif atau tingkat pencemaran yang ditimbulkan
dapat dikendalikan.
2. Tercapainya standar/baku mutu limbah cair pabrik kelapa sawit yang dapat
disesuaikan dengan daya dukung lingkungan, terutama terhadap media air. Pada
tabel 2.1. disajikan karakteristik limbah cair industri minyak kelapa sawit.

Tabel 2.1. Karakteristik Air Limbah Industri Kelapa Sawit dan Baku Mutu Air
Limbah. Sumber : Loebis dan Tobing (1989) dalam Azwir (2006).
Berdasarkan karakteristik tersebut, maka limbah cair industri kelapa sawit
sebelum dibuang ke badan air harus mendapat perlakuan terlebih dahulu.
2.5 Proses Pengolahan Limbah Cair Industri Kelapa Sawit
Salah satu hal penting yang perlu ada dalam operasional pabrik kelapa
sawit adalah dalam hal pengolahan limbah, salah satunya adalah pengolahan
limbah cair kelapa sawit. Tindakan pengolahan limbah cair yaitu melalui sistem
kolam yang kemudian dapat diaplikasikan ke lahan. Menurut Kittikun, et. al.
(2000) dalam Wibisono (2013), limbah cair dalam sistem kolam terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu:
1. Kolam Pendinginan C. Agar proses limbah cair pabrik kelapa sawit memiliki
temperatur 75-900C

9

2. Kolam Pengasaman. Pada kolam pengasaman akan terjadi penurunan pH dan
pembentukan karbondioksida. Proses pengasaman ini dibiarkan selama 30 hari.
3. Kolam Pembiakan Bakteri. Pada fase ini terjadi pembiakan bakteri, bakteri
tersebut berfungsi untuk pembentukan methane, karbondioksida dan kenaikan
pH. Proses pembiakan bakteri hingga limbah tersebut dapat diaplikasikan
memerlukan waktu 30-40 hari.
Menurut Azwir (2006), proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.

Fat Pit Pond
Pada tahap ini merupakan awal proses pengolahan air limbah kelapa
sawit yaitu sebagai tempat pengutipan sisa minyak (Oil Losse) yang terikat
dalam limbah cair dan dikembalikan dalam proses pengolahan, sehingga
kadar minyak dalam air dapat berkurang. Volume kolam 210 m 3 (7m x 5m x
6m), dimana waktu tinggal dalam kolam ini 2 (dua) hari, selanjutnya dialirkan
ke Cooling Pond.

Gambar 2.2. Fit Pit Pond (Wibisono, 2013).
b.

Cooling Pond
Kolam ini terdiri dari dua unit dengan kedalaman ± 2 meter.
Diperkirakan di kolam pendingin ini suhu limbah dapat diturunkan dari 60 –
850C menjadi 40 –500C dengan volume kolam masing-masing 60 m3 (2m x
5m x 6m) waktu tinggal ± 5 hari. Kolam ini selain berfungsi untuk
mendinginkan limbah juga berfungsi untuk pengutipan minyak yang masih
lolos dari Fat Pit Pond.

10

Gambar 2.3. Cooling Pond (Wibisono, 2013).
c.

Neutralization Pond
Kolam ini berfungsi untuk menetralkan pH menjadi 6,5 dengan
menambahkan kapur (CaCO3), volume kolam 2.750 m3 (25m x 25m x 6m),
waktu tinggal 23 hari.

Gambar 2.4. Kolam Netralisasi (Google Image, 2014).
d.

Kolam Anaerobik
Kolam Anaerobik terdiri dari dua kolam (primary dan secondary),
ukuran masing-masing kolam 45m x 45m x 4,5m, sedangkan volume kolam
9,112,5 m3,waktu tinggal masing-masing kolam ± 43 hari. Bahan organik
yang telah dipecah menjadi asam lemak, yang lebih sederhana menghasilkan
gas CH4 dan H2O.

11

Gambar 2.5. Kolam Anaerobik (Google Image, 2014).
e.

Kolam Aerobik
Di dalam kolam ini terjadi proses aerasi dengan oksigen berasal dari
udara bebas. Kedalaman kolam dibuat 3,8 m agar sinar matahari dapat
tembus sampai dasar kolam, sehingga dapat memberikan kesempatan pada
fitoplankton dan algae untuk melakukan fotosintesa yang menghasilkan
oksigen. Volume kolam Aerobic Primary dan Secondary masing-masing
adalah 7.245 m3 (18m x 115m x 3,5m) dan waktu tinggal di masing-masing
kolam ± 43 hari. Di samping itu juga dilakukan tambaban aerasi dengan
menggunakan air terjun, sehingga air dapat mengikat oksigen lebih banyak
dari udara, dengan demikian proses bakteri aerobik dalam peruraian bahan
organik akan semakin aktif dengan bertambahnya oksigen terlarut.

Gambar 2.6. Kolam Aerobik (Wibisono, 2013).
f.

Kolam Fakultatif
Air limbah dibiarkan beberapa lama ± 43 hari untuk memberikan
kesempatan bakteri aerobik mencerna limbah menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana. Kolam ini berukuran 36m x 45m x 2,5 m (4,050 m 3).
Pada kolam fakultatif, bakteri dapat hidup dan berkembang baik dalam
12

suasana anaerobik maupun aerobik, apabila tersedia oksigen akan
memperoleh energi dan merombak bahan organik, tetapi bila tanpa oksigen
akan memperoleh energi dari merombak bahan organik, tetapi bila tanpa ada
oksigen

akan

memperoleh

energi

dengan

menggunakan

senyawa

pengoksidasi seperti, sulfat dan nitrat.

Gambar 2.7. Kolam Fakultatif (Google Image, 2014).
g.

Saluran Zik-Zak
Sebelum air limbah pabrik kelapa sawit dibuang dari outlet, maka
dibuat parit zik zak sepanjang 3.000 m. Di ujung parit zik zak ditampung
kembali pada kolam pantau, sehingga air limbah industri kelapa sawit
sebelum terkontaminasi dengan badan sungai, sudah mengalami penurunan
parameter-parameter limbah sehingga mengurangi pencemaran terhadap
sungai. Fungsinya agar buangan limbah dari outlet dengan mempunyai zik
zak dengan panjang 3.000 m dan lebar 4 m, bisa mengurangi beban
pencemaran sebelum kontak dengan sungai.
Berikut adalah gambar alur proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa

sawit.

13

Gambar 2.8. Alur Proses Pengolahan Limbah Cair

14

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan definisinya pencemaran air yang diindikasikan dengan
turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air
tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
2. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 Pasal 8 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, klasifikasi dan kriteria mutu air dibedakan menjadi 4
kelas.
3. Beberapa parameter yang digunakan untuk menentukan kualitas air
diantaranya, yaitu: DO (Dissolved Oxygen) / Oksigen Terlarut,

BOD

(Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), Zat
Padat Terlarut / TSS (Total Suspended Solid), Perubahan pH atau
Konsentrasi Ion Hidrogen, Total Padatan Terlarut / TDS (Total Dissolved
Solids), Lemak dan Minyak, dan Nitrogen Amoniak (NH3-N).
4. Tahapan pengolahan minyak kelapa sawit yang potensial menghasilkan
air limbah, yaitu: proses perebusan, proses pengeperasan, dan kernel.
5. Limbah cair kelapa sawit membawa pengaruh negatif bagi perairan
karena proses pembusukannya mengakibatkan berkurangnya kadar
oksigen terlaut dalam air, sehingga akan mengganggu kehidupan biodata
air, serta bila limbah cair industri kelapa sawit dibiarkan tanpa diolah lebih
lanjut akan terbentuk amonia.
6. Karakteristik air limbah industri kelapa sawit dan baku mutu air
limbah:

15

7. Pada tahap proses pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit melewati
6 kolam dan 1 saluran, yaitu: Fat Pit Pond, Cooling Pond, Neutralization
Pond, Kolam Anaerobik, Kolam Aerobik, Kolam Fakultatif, dan Saluran
Zik-Zak.
3.2 Saran
Disarankan kepada mahasiswa agar mencari lebih banyak informasi lagi
mengenai pencemaran air oleh limbah cair industri kelapa sawit dari berbagai
sumber. Dan juga disarankan kepada masyarakat dan industri agar dapat
mengurangi pencemaran perairan dengan menerapkan proses pengolahan
limbah yang baik dan benar, sehingga tercipta lingkungan yang bersih.

16

DAFTAR PUSTAKA

Anonimousa. 2010. Limbah Pabrik Kelapa Sawit. Diakses pada tanggal 12 Maret
2014 dari http://belalangtue.wordpress.com/2010/11/22/limbah-pabrikkelapa-sawit/.
Anonimousb. 2011. Pencemaran Air. Diakses pada tanggal 12 Maret 2014 dari
http://3superelektron.wordpress.com/pencemaran-air/.
Azwir. 2006. Analisa Pencemaran Air Sungai Tapung Kiri oleh Limbah Industri
Kelapa Sawit PT.Peputra Masterindo di Kabupaten Kampar. Tesis
UNDIP: Semarang.
Marhaini. 2010. Pencemaran Lingkungan dari Industri Pengolahan Buah Kelapa
Sawit. Diakses pada tanggal 12 Maret 2014 dari http://marhainimarhaini.blogspot.com/2010/01/pencemaran-lingkungan-dariindustri.html.
Wibisono, A. 2013. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit. Diakses pada
tanggal 12 Maret 2014 dari http://anomwibisono.blogspot.com/2013/05/
pengolahan-limbah-cair-pabrik-kelapa.html.

.

17