K ASUSK ONFLIKA NTAR W ARGA DIK ABUPATENS

Tanggapan Masyaarkat Terhadap Konten Media…
Hartiningsih

TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP KONTEN MEDIA MASSA DALAM KASUS KONFLIK ANTAR
WARGA DI KABUPATEN SIGI
PEOPLE RESPONSE TOWARD MASS MEDIA NEWS IN CONFLICT AMONG PEOPLE IN SIGI REGENCY
Hartiningsih
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Banjarmasin
Jl. Yos Sudarso No. 29 Banjarmasin 70119, Kalimantan Selatan, Indonesia. Telp. 0511 - 3353849
Email: hartiningsih@kominfo.go.id
diterima: 4 Agustus 2015 | direvisi: 19 Agustus 2015 | disetujui: 1 September 2015

ABSTRACT
A research about mass media news toward conflict among people in Sigi regency was done in Sigi regency.
This study aims to give description about people response in Sigi regency toward mass media news about
conflict among people in Sigi regency from neutrality side, news accuracy, positive and negative impact about
the news for Sigi people. Through qualitative approach with purposive informant, the result shows that mass
media news both print media and electronic media located in Central Sulawesi which informing about conflict
in Sigi regency are considered neutral, objective, and accurate. One of those indicators are the information of
mass media about Sigi tragedy mostly in line with the fact. The positive thing from that news is the rising of
awareness to introspect each other to keep the security and tranquility. The negative thing is information about

conflict in difference places could make trauma from the past. It can be conclude that mass media news toward
conflict among people in Sigi regency was already in line with the applicable law and ethics. Thus, it is hoped
that mass media are still prioritizing consciousness to consider the suitability of the news.
Keywords: Mass Media, Conflict, Among People, News

ABSTRAK
Penelitian konten pemberitaan media massa kasus konflik antar warga di Kabupaten Sigi di lakukan di
Kabupaten Sigi. Tujuan penelitian untuk memberikan gambaran mengenai tanggapan masyarakat Kabupaten
Sigi terhadap konten pemberitaan media massa dalam kasus konflik antar warga di Kabupaten Sigi dari sudut
netralitas, akurasi berita dan dampak positif serta negatifnya berita tersebut bagi masyarakat Sigi. Melalui
pendekatan kualitatif dengan infoman yang ditentukan secara porpusive hasil penelitian menunjukkan, bahwa
konten pemberitaan media massa baik media cetak, maupun elektronik yang terdapat di Sulawesi Tengah
mengenai konflik yang terjadi di Kabupaten Sigi dianggap informan cukup netral, dan juga cukup obyektif
serta akurat. Indikasi tersebut antara lain pemberitaan media massa tentang tragedi Sigi sebagian besar sesuai
dengan fakta yang terjadi di lapangan. Hal positif dari pemberitaan adalah munculnya kesadaran untuk saling
introspeksi menjaga keamanan dan ketentraman. Negatifnya, pemberitaan konflik ditempat yang berbeda
dapat menimbulkan kembali rasa troumatik masa lalu. Disimpulkan konten pemberitaan media massa dalam
kasus konflik di Kabupaten Sigi telah seasui dengan ketentuan hukum dan etika yang berlaku. Sekalipun
demikian, media massa hendaknya tetap mengedepankan hati nurani untuk mempertimbangkan kelayakan
berita.

Kata Kunci : Media Massa, Konflik, Warga, Berita

I.

sus konflik yang diistilahkannya dengan kerusuhan
terjadi di Tasikmalaya, Semanggi II, Cibadak Mall
dan Glodok Plaza serta kerusuhan antar warga dan
antar pelajar lainnya yang merupakan ekspresi

PENDAHULUAN

Kasus konflik di Indonesia secara kuantitas
maupun kualitas cukup tinggi. Pada tahun 1991
sampai dengan tahun 2000 terdapat sebanyak 1050
insiden. (Udi Rusadi 2005) mengatakan diantara ka95

Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.3 Oktober 2015: 95-106

terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan

umum, serta dapat memperjuangkan keadilan dan
kebenaran.
Kinerja media massa yang profesional dalam
peliputan konflik adalah sebuah tuntutan, sebab
masalah konflik sangat sensitif. Namun demikian,
banyak fakta yang menunjukkan bahwa demi mengejar deadline, ingin tampil lebih awal memberitakannya kepada masyarakat, maka tidak jarang
berita yang disajikan sering mengabaikan akurasi,
netralitas dan objektivitas. Hasil penelitian terhadulu
mengenai kerusuhan di Sampang terkait Pemilu 1997
yang dilakukan Sudji Siswanto menunjukkan bahwa,
sejumlah berita yang dimuat oleh media massa (surat
kabar) cukup tinggi.
Hal tersebut adalah sesuatu yang logis karena
kerusuhan atau konflik/ pertikaian merupakan momen yang penting dan menjadi sorotan utama para
awak media, dengan mempertontonkan bagaimana
antar pihak yang bertikai saling serang dengan membawa berbagai senjata yang dimiliki oleh masingmasing pihak yang seakan-akan memberikan suatu
gambaran sengitnya konflik yang terjadi.
Praktek media semacam itu kalau dikaitkan
dengan aturan yang berlaku tentu bertentangan
sebagaimana yang diatur pada Undang Undang

penyiaran Bab IV Pelaksanaan Penyiaran Pasal 36
ayat (5) poin B yang menyatakan isi siaran dilarang
untuk menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang.
Tujuan utama dari kebebasan pers adalah demi
kebebasan masyarakat untuk memperoleh informasi
serta mengungkapkan pikiran dan menyatakan pendapatnya. Namun kebebasan media massa sekarang
memang sering disalahartikan dalam implementtasinya sebagaimana yang diungkapkan Artakusuma,
(1989) yakni kebebasan pers sering disalahartikan,
seolah-olah demi kebebasan pers itu semata.
Tidak jarang, media massa atau pers yang dalam
hal ini mencakup surat kabar, radio, televisi, dan film
(Darwanto 2007) dalam kasus konflik di berbagai
daerah baik konflik antar warga, konflik politik,
budaya dan lain sebagainya yang sebenarnya hanya
kasus kecil namun oleh media dikontruksi seolaholah sebagai kasus besar, sehingga memunculkan
kesan ketidakkondusifan di daerah tersebut. Orangorang yang hanya mengetahui permasalahan hanya

konflik dalam masyarakat baik vertikal maupun
horizontal.
Hingga sekarang (2015) konflik pun masih

sering terjadi dan bahkan semakin menyebar
dihampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia. Di
Sulawesi Tengah misalnya merupakan salah satu
daerah yang masih sering terjadi konflik, terdapat
beberapa kabupaten di provinsi tersebut pernah
berkonflik seperti : di Kabupaten Poso, Kabupaten
Buol yang dikenal dengan insiden Ramadan berdarah, di Kabupaten Toli Toli dalam kasus Pemilukada dan konflik di Kabupaten Sigi dalam konflik
antar warga yang terjadi lebih dari puluhan kali selama tahun 2012 dan 2013.
Berbagai permasalahan yang memicu terjadinya
konflik di Kabupaten Sigi antara lain kenakalan
anak-anak remaja, ada pula yang memprediksikan
karena tingginya angka pengangguran, selain dikarenakan akibat dendam lama, kesenjangan sosial, dan
ekonomi, pengaruh minuman keras (Miras), miss
komunikasi dan berbagai persoalan ketersinggungan
lainnya yang membuat antar mereka saling meradang
hingga berujung saling serang. Sejumlah desa yang
pernah berkonflik di Kabupaten Sigi antara lain Desa
Binangga, Beka, Padende, Uluboju, Watunonju, Bora, Sidondo, Pakuli, Kotarindau, Kotapulu dan
Pambeve.
Konflik Kabupaten Sigi merupakan salah satu

dari sekian konflik yang terjadi di Indonesia yang
mendapat sorotan media massa lokal maupun
nasional, seperti surat kabar, radio dan televisi.
Bagi media massa konflik merupakan lumbung
berita dan momen yang sangat spesial. Tidak satu
media pun yang membiarkan kasus konflik berlalu
begitu saja karena kasus konflik memiliki nilai berita
yang mengandung human interest sangat tinggi atau
hard news yang bisa dipastikan mendapar perhatian
masyarakat luas.
Ruang gerak media massa dalam berekspresi
dan mengeksploitasi insiden dengan menguak
berbagai tabir yang terjadi dibalik peristiwa konflik
terbuka lebar. Kebebasan media massa dalam
mengekspose untuk kepentingan umum memang
dijamin oleh undang-undang, yakni Undang Undang
nomor 40 tahun 199 tentang Pers yang berbunyi :
memenuhi hak masyarakat untuk men getahui,
melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran
96


Tanggapan Masyaarkat Terhadap Konten Media…
Hartiningsih

kukan oleh banyak peneliti, antara lain seperti yang
dilakukan Rusadi (2005) tentang diskursus kerusuhan sosial dalam media massa. Studi kekuasaan di
balik sajian berita surat kabar dinya-takan dalam hasil penelitian bahwa bahwa media massa memproduksi citra ketidakpastian semakin tidak pasti, kemurnian semakin tidak murni karena media kehilangan pegangan dan larut dalam pertarungan kekuasaan. Industri bisa menciptakan, memperbesar, menenggelamkan citra pada suatu masalah. Kapasitas
tersebut digunakan oleh media dan berbagai pihak
untuk melakukan perjuangan dalam perta-rungan dalam memperoleh kekuasaan. Para pemain dan spesies
dalam pertarungan tersebut ialah pemilik media, pemodal, awak media, elit politik, penguasa, militer.
Pertarungan tersebut oleh media dijadikan komoditas
dalam memelihara kelanggengan institusi bisnis
untuk mempertahankan eksistensinya.
Penelitian lain mengenai Konteks Konflik dan
Media Massa dilakukan pula oleh (Siswanto 1999)
Diperoleh kesimpulan dari penelitian tersebut terdapat isu kontroversial tentang kerusuhan Pemilu 1997
yang diekspose oleh media massa dalam berbagai berita dengan frekuensi liputan yang sangat tinggi. Dikatakan pula, pada umunya media massa (surat kabar) kurang akurat dalam menyajikan berita. Kebanyakan wartawan karena dikejar deadline dan persaingan antar media dalam menyajikan berita aktual
menyebabkan mereka tidak melakukan check and
recheck.
Apa yang dikatakan dengan media massa, terdapat sejumlah versi yang tentang defisi media massa. Arifin (2010) misalnya membaginya kedalam tiga

bentuk, yang pertama media yang menyalurkan ucapan (the spoken word). Karena media tersebut hanya
dapat ditangkap melalui indera pendengaran yakni
telinga, maka dinamakan juga the auditif media (media dengar). Media yang termasuk dalam kategori ini
antara lain: telepon, kentongan, dan radio. Yang termasuk dalam kategori media massa seperti media
radio.
Kedua, media yang menyalurkan tulisan (the
printed writing) karena hanya dapat ditangkap oleh
mata maka disebut sebagai the visual media (media
pandang). Media yang masuk dalam golongan ini
antara lain: pamflet, brosur, poster, baliho, spanduk,

sepihak melalui media massa misalnya, bisa jadi
mendeskripsikan secara general bahwa di daerah itu
tidak aman dan tentram. Lokasi tempat tinggal
masyarakat yang relatif berdekatan obyek pemberitaan pun mungkin merasa was-was, tidak tenang,
tidak merasa aman, serta kekhawatiran akan terkena
imbas dari konflik.
Tanggapan masyarakat terhadap konteks penyajian dan penyiaran masalah konflik di media massa
menjadi urgen untuk diteliti, mengingat media massa
sering mengabaikan atauran dan etika yang menjadi

pedoman yang berlaku. Disamping itu, media massa
memiliki potensi kekuatan untuk membentuk citra
atau pandangan masyarakat pada suatu masalah maupun dampak yang sangat besar bagi masyarakat.
Dengan demikian, fokus permasalahan yang diteliti
adalah: Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap
konten pemberitaan media massa dalam kasus konflik yang terjadi di Kabupaten Sigi dari segi netralitas
berita, akurasi berita, dampak positif dan negatifnya
berita konflik bagi masyarakat kabupaten Sigi?.
Tujuan dari penelitian adalah untuk memberikan
gambaran mengenai tanggapan masyarakat Kabupaten Sigi terhadap konten pemberitaan media massa
dalam kasus konflik di Kabupaten Sigi dari sudut
netralitas, akurasi berita dan dampak positif dan negatifnya berita konflik bagi masyarakat kabupaten
Sigi. Manfaat penelitian ini diharapkan secara teoritis
dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan
kontekstual media massa. Signifikansi dimensi praktis diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa
pemikiran untuk sebuah kebijakan yang bermuara
pada aspek profesionalisme media massa (pers).
Istilah konflik dalam bahasa Latin adalah Configere yang berarti saling memukul. Dari perspektif ilmu sosiologi, konflik diartikan sebagai suatu proses
sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak yang lainnya dengan menghancurkan
atau membuatnya tidak berdaya.

Dalam ilmu sosial ada tiga teori konflik yang
menonjol yaitu teori konflik Gerritz yaitu tentang
primordialisme, kedua teori konflik Karl Marx yaitu
tentang pertentangan kelas dan ketiga teori konflik
James Scott yaitu tentang Patron Klien.
Penelitian yang terkait dengan konflik atau
kerusuhan dalam peliputan media massa telah dila97

Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.3 Oktober 2015: 95-106

nilai-nilai dasar demokratis, mendorong terwujudnya
supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta
menghormati kebhinekaan. (c) Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat, dan benar. (d) Melakukan pengawasan, kritik,
koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kepentingan umum dan (e) Memperjuangkan
keadilan dan kebenaran.
Konflik yang cukup banyak terjadi diberbagai

wilayah di Indonesia menjadi lumbung informasi
bagi media massa. Hampir tiap hari masyarakat
disuguhi oleh berita konflik, baik konflik antar warga
karena perebutan tapal batas, konflik perebutaan lahan antar warga dengan perusahaan, konflik politik,
budaya, ekonomi dan sebagainya.
Konflik yang terjadi di Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah, merupakan konflik internal
yakni konflik antar warga kampung atau dusun. Kasus konflik di kabupaten tersebut dikenal dengan
konflik Sigi yang terjadi sekitar 2012 dan 2013.
Peristiwa konflik internal tersebut termasuk topik
hangat yang diangkat oleh berbagai media massa
baik lokal maupun media massa nasional, dan
diasumsikan sebagai salah satu lokasi tertinggi kasus
konflik karena terjadi puluhan kali di sejumlah desa
di Kabupaten Sigi.

majalah, buka dan surat kabar. Yang paling familiar
disebut sebagai media massa adalah surat kabar.
Ketiga, media yang menyalurkan gambar hidup
media ini dapat ditangkap oleh mata dan telinga sekaligus atau disebut pula sebagai the audio visual media
atau media pandang dengar. Media massa yang termasuk pada kategori ini adalah media film dan
televisi.
Diantara salah satu dari fungsi yang harus dijalankan oleh media massa sebagaimana disebutkan di
atas adalah sebagai media penyampai informasi yang
di dalam penelitian ini disebut berita. Bleyer (1991)
memberikan batasan bahwa berita adalah sesuatu
yang termassa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena dia dapat menarik
atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar,
atau karena dapat menarik pembaca-pembaca tersebut. Sementara William S. Maulsby menurut Dja’far
H Assegaff, berita didefinisikan sebabagi suatu penuturan secara benar, tidak memihak, bersumber dari
fakta-fakta dan mempunyai arti penting serta baru
terjadi yang dapat menarik perhatian para pembaca
surat kabar yang memuat berita tersebut.
Definisi dari berita dalam arti teknis adalah laporan tentang fakta atau ide terkini dan dipilih oleh
staf redaksi suatu harian untuk disiarkan, yang dapat
menarik perhatian pembaca, entah karena ia luar biasa, entah karena pentingnya, atau akibatnya, entah
pula karena ia mencakup segi-segi human interest
seperti humor, emosi dan ketegangan. (Assegaff
1991)
Definisi di atas titik beratnya lebih kepada
definisi berita media cetak dan ini dipahami karena
media cetak lebih awal diketemukan dibandingkan
dengan media lainnya, seperti radio dan televisi.
Ketentuan hukum bagaimana media masa menjalankan tugas, peran dan kewajibannya diatur dalam
Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers
seperti yang termuat pada Bab II Pasal 5 yang berisikan 3 ayat yang mana ayat (1) berbunyi : pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan
opini dengan menghormati norma-norma agama dan
rasa kesusilaan. Ayat (2) Pers wajib melayani hak
jawab. Ayat (3) Pers wajib melayani hak koreksi.
Berikutnya pada Pasal 6 mengatur tentang peranan pers yang mana poin (a) disebutkan memenuhi
hak masyarakat untuk mengetahui (b) menegakkan

II. METODOLOGI
Penelitian tersebut merupakan penelitian studi
kasus dengan lokasi Kabupaten Sigi, Provinsi karena
itu pemilihan lokasi dilakukan secara porposive sampling yakni Kabupaten Sigi. Kabupaten Sigi merupakan salah satu daerah konflik (pasca konflik).
Herdiansyah (2010) menyatakan: ”studi kasus adalah
suatu model penelitian kualitatif yang terperinci tentang suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu
tertentu”. Lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah-masalah atau fenomena yang bersifat
kontemporer (berbatas waktu).
Sampel penelitian diambil menggunakan teknik
snowball sampling, yakni pemilihan informan secara
berantai terhadap orang-orang yang memang yang
berkompeten memberikan infomasi konflik dan muatan media massa. Orang pertama dijadikan informan
adalah : (1) Humas Kabupaten Sigi, berikutnya terus
mengalir pada informan (2) sesuai rekomendasi informan pertama yakni camat Biromaru, terus berla98

Tanggapan Masyaarkat Terhadap Konten Media…
Hartiningsih

dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS,
foto-foto, rekaman video, benda-benda lainnya yang
dapat meperkaya data primer. (Arikunto 2013)
Data diolah dengan tahapan : melakukan reduksi data yakni melakukan proses penggabungan dan
penyeragaman yang diperoleh menjadi suatu bentuk
tulisan yang akan dianalisis. Tahap berikutnya, display data yakni pengolahan data setengah jadi yang
sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas ke dalam suatu kategorisasi sesuai tema-tema yang sudah dikelompokkan serta sudah memecah tema-tema tersebut ke
dalam bentuk yang lebih kongkret, selanjutnya verifikasi yakni tahap pengelompokan jawaban sesuai
dengan variabel permasalahan yang diajukan dengan
mengungkap apa dan bagaimana. (Herdiansyah
2010).
Data dianlisis secara deskriptif kualitatif, yakni
memberikan gambaran berupa narasi fenomena yang
raelistis berdasarkan data lisan, tulisan dan hasil
pencermatan obyektif di lapangan.

njut hingga peneliti menentukan informasi yang didapat sudah mencukupi. Jumlah informan dimaksud
dalam penelitian tersebut hingga berjumlah 10 informan terdiri dari : Humas Kabupaten Sigi, Camat Biromaru, Kabid Dishubkominfo, berikutnya dari
DPRD Kabupaten Sigi bagian media massa, berikutnya pendidik (guru), dari TNI ABRI Kecamatan
Dolo, Tokoh Masyarakat/ulama, dan unsur pemuda
serta anggota KIM.
Sejumlah narasumber tersebut digolongkan kedalam beberapa bagian terdiri dari:
Humas Kabupaten Sigi, Camat Biromaru dan
Kabid Media Dishubkominfi Sigi disebut sebagai unsur yang mewakili unsur informal. Berikutnya, dari
anggota DPRD disebut sebagai unsur legislatif, Guru
dan dosen disebut sebagai unsur pendidik, dari ABRI
TNI disebut sebagai unsur penegakl hukum, pemuka
agama.tokoh masyarakat disebut sebagai unsur informal, dan unsur pemuda serta anggota KIM (Kelompok Informasi Masyarakat) disebut sebagai unsur
Ormas. Dengan demikian, informan pada penelitian
terbagi dalam 6 unsur.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview) kepada sejumlah informan yang ditentukan secara porpusive
sampling yakni informan yang dianggap berkompeten dan dianggap banyak mengetahui perihal kasus
insiden Sigi serta muatan media massa terhadap hal
itu.
Hasil wawancara ditulis dalam buku catatan
yang telah tersedia (notebook). Untuk mengantisipasi hal-hal yang mungkin saja terabaikan dalam pencatatan wawancara, peneliti juga menggunakan alat perekam untuk merekam semua informasi
/keterangan dari wawancara. Hasil wawancara tersebut dijadikan sebagai data primer.
Selain data primer penelitian juga menggali data
sekunder berupa monografi Kabupaten Sigi, dan kliping berita-berita media massa termasuk kliping berita tragedi kerusuhan konflik Sigi.
Berdasarkan teori, agar penelitian kualitatif dapat betul-betul berkualitas, maka data yang dikumpulkan harus lengkap yaitu data primer dan sekunder.
Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau
kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-gerik
atau perilaku yang dilakukan oleh subyek. Data
sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.

Akurasi Berita Terhadap Konflik Sigi

Akurasi pemberitaan konteks peliputan media
massa lokal kasus konflik di beberapa desa di Kabupaten Sigi memang diamini oleh sebagian besar
informan, dari unsur ligislatif mengatakan :
“Media massa baik berita pada surat
kabar, berita di radio, maupun berita
pada televisi cukup akurat memberitakan
kasus konflik di Kabupaten Sigi antara
lain seperti yang terjadi di Desa Sidondo
maupun yang terjadi di Desa Pasaku,
Rampadende, Pulu, Kotarindau, Oluboju, Watunujo, Desa Binangga, Pakuli,
Bora, dan beberapa desa lainnya yang
berkonflik. Berita yang dilaporkan adalah berita atau kejadian yang sebenarnya. Kan tinggi resikonya jika media
membuat berita yang dikarang-karang,
maksudnya di tambah-tambah, nanti malah kantornya yang menjadi sasaran
massa atau tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media massa akan luntur.
Tapi sekadar diketahui, diantara masyarakat yang berkonflik tidak senang jika
selalu diliput oleh media.”
99

Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.3 Oktober 2015: 95-106

“Saat terjadi konflik, seluruh media
massa meliput kejadian itu, dan sejumlah
media massa pula baik surat kabar
maupun televisi meminta keterangan
keberbagai pihak seperti ke pihak
keamanan/penegak
hukum,
tokoh
masyarakat, dan pihak lainnya yang
mungkin mereka anggap mengetahui
akar permasalahan terjadinya konflik.
Sayangnya
media
massa
tidak
mengkonfirmasi keanggota masyarakat
yang terlibat. Makanya, kalau kita boleh
menilai media kurang cermat juga atau
kurang lengkap dalam menghimpun data
yang akan diekspos. Harusnya mereka
juga mengakomodir informasi dari
masyarakat yang memang mengetahui
betul akar permasalahan. Memang untuk
sementara ini berita yang mereka
ungkap ya sesuai saja, tetapi masih
banyak lagi yang mungkin tidak
terungkap oleh media.”

Ungkapan dari unsur pemerintah dan penegak
hukum mengatakan:
“keakuratan berita kasus konflik yang
pernah terjadi di Kabupten Sigi sebagian
besar memang akurat. Kisruh itu pula
kadang menjadi head line dalam
pemberitaan media. Memang, kita tidak
bisa menutupi persoalan tentang konflik
antar warga di Sigi. Namun satu hal
yang terkadang kita kurang respon
terhadap liputan media adalah skala
kejadian. Maksudnya, insan media
pandai menakar mana kejadian yang
harus diberitakan mana pula kejadian
yang tidak harus masuk ranah media.
Contoh konflik yang kecil yang sudah
diselesaikan oleh masyarakat desa
sendiri, masa harus diberitakan juga,
kan tidak perlu. Dampak dari
pemberitaan yang tersebar luas di media
pula harus dipertimbangkan karena
bagaimanapun
pasti
mengungkap
kepedihan dan kesedihan, apa lagi
diantara mereka masih ada ikatan
persaudaraan, dengan adanya konflik
bukan saja dapat menimbulkan kerugian
harta benda tetapi juga korban jiwa, dan
dikhawatirkan berita yang dilansir justru
meningkatkan suhu yang makin
memanas. Apa lagi jika yang menjadi
korban dalam konflik itu semisal hanya
dua orang, di dalam berita media massa
disebutkan tiga orang. Pemberitaaan
semacam itu kan bisa menyesatkan.
Jumlah rumah yang dibakar yang hanya
dua atau tidak buah tetapi dalam
pemberitaan
misalnya
disebutkan
puluhan buah rumah. Jadi benar apa
yang digariskan di dalam peraturannya
bahwa media harus mengutamakan
ketelitian, kecermatan bukan kecepatan
karena dikejar dead line atau keaktualan
berita karena dorongan persaingan
antar media. Kita tahu, berita yang
pertama mereka (masyarakat) ketahui
(baca, dengar, tonton) maka itulah yang
menjadi pegangan yang dipercaya.
Kalaupun tenyata ada ralat belum tentu
diikuti masyarakat”

Masalah konflik baik konflik antar warga, konflik lahan dan sebagainya merupakan berita yang
cukup sensitif. Para jurnalis harus sangat berhatihati dalam menyampaikannya kepada publik, karena terdapat sedikit kesalahan dalam informasi bisa
berakibat sangat fatal. Kasus konflik kerusuhan Pemilu di Sampang Madura beberapa tahun silam
misalnya, berdampak pada intimidasi dan pencarian
massa terhadap wartawan yang kurang tepat dalam
memberitakan kasus tersebut.
Sisi lain, pemberitaan media massa besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini publik. Ketika ada pemberitaan yang keliru maka opini yang
berkembang akan keliru, demikian pula kesimpulan
mereka miliki. Dengan demikian. Mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat, dan benar merupakan peran yang harus diperhatikan oleh media massa. Sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang nomor 40 tahun 1999 tentang pers Pasal 6 poin b yakni: mengembangkan
pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat,
akurat dan benar.
Koreksi terhadap pers memang pernah
dilakukan sebagaimana pengakuan informan dari
unsur pemerintah berikut ini:

Dari unsur Ormas mengatakan:

“Memang pernah ada pemberitaan yang
menyangkut kejadian di Sigi ini yang
100

Tanggapan Masyaarkat Terhadap Konten Media…
Hartiningsih

mengatakan:

terjadi di daerah kita (Sigi) misalnya
yang tidak sesuai dengan kenyataan
sebenarnya artinya, pemberitaan itu
sepertinya terlalu dibesar besarkan
misalnya jumlah kerugian harta benda
dan korban terluka atau meninggal. Nah
inikan sangat tidak baik dampaknya. Ada
lagi kejadian hal kecil yang menurut
kacamata kita tidak perlulah dibuat
dalam pemberitaan media karena hal
biasa, tetapi oleh media menjadi topik
berita. Fakta semacam ini maka dengan
segera pula kita melakukan klarifikasi
dan melakukan konfirmasi pada media
bersangkutan Hal ini diperlukan agar
tidak semakin memperkeruh suasana dan
tidak terjadi pembohongan publik”.

“Netralitas media dalam menyampaikan
atau menyajikan berita konflik di Sigi
jujur dikatakan secara umum bisa dikatakan netral. Sesekali memang tampak
ada yang kurang netral, sama seperti
ketika media massa memberitakan kasus
politik di tanah air bertepanan dengan
pelaksanaan Pilpres. Kita lihat saja dalam tayangaan televisi semacam ada
kubu-kubuan. Yang jelas-jelas dapat
terbaca oleh orang awan. Contohnya
pemberitaan kisruh dalam tubuh Partai
Golongan Karya.
Dalam hal kasus Sigi khususnya yang
terjadi di Kecamatan Dolo misalnya,
media lebih berpihak pada pemeritaan
pertikaian antara massa, jumlah korban
dalam pertikaian itu, kerugian harta
benda, dan lain sebagainya. namun
ketika ada pihak tertentu yang sepertinya
ikutan membela salah satu kelompok
massa/kanpung tertentu itu tidak muncul
pada pemberitaan. Nah apakah media
tidak tahu gerak gerik pihak tertentu
yang membela atau melindungi kelompok itu, atau media sengaja untuk tidak
tahu, kita tidak mengerti. Tapi mana
mungkin media tidak tahu, karena dalam
inseden itu jelas terlihat adalanya
ketidakseimbangan atau adanya perlakuan yang berbeda dari penanganan
konflik.
“Perlakuan media massa mmereka anggap kurang netral. lainnya sehari panca
terjadi peristiwa konflik suasana desa
sepi, warga tidak berani keluar rumah
dan adanya pihak tertentu yang turut
mendobrak kembali sebagian rumah
warga di salah desa yang berkonflik, ada
pula yang melakukan penjebolan atap
rumah, tetapi media tidak dimuat media,
demikian pula perlakukan pihak tertentu
yang pilih kasih dalam menegakkan
hukum tidak pula terangkat dalam
kontrol media, Kalaupun ada yang
mengetengahkan itu cuma sedikit dan
frekuensi pemuatannya pun paling cuma
satu kali.
Sisi lain, gesekan terjadi konflik lanjutan
masih tinggi. Namun media yang pula
melakukan kontrol, untuk suatu
antisipasi dan sigapnya aparat jika
konflik harus juga terjadi. Memang kalau

Upaya menghadirkan berita yang teraktual dan
terdepan dari media yang lainnya mmerupakan
praktik yang sering dilakukan media massa.
Sementera praktik yang demikian sering menggiring media pada penyesatan informasi dan pencibiran massa, karena pada gilirannya akan terungkap fakta berita yang sebenarnya. Karena tantangan media massa adalah cepat, dapat dan tepat.
Artinya, kasus konflik memang sangat penting
untuk diberitakan, banyak hal positif dari pemberitaan itu, seperti masyarakat akan lebih berhati-hati,
perhatian dari pemerintah maupun aparat penegak
hukum terhadap penanganan agar kasusnya tidak
meluasnya menjadi tinggi, demikian pula pemulihkan keadaan yang lebih kondusif ditangani lebih
konsen.
B.

Netralitas Berita Media Massa

Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang
Penyiaran pada Bab IV Pelaksanaan Penyiaran
Pasal 6 ayat (4) ditulis: Isi siaran wajib dijaga
netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan
kepentingan golongan tertentu.
Konteks dengan pelaksanaan Pasal pada ayat
tersebut media massa sering mendapat cibiran atau
penilaian yang miring, karena prakteknya media
massa dalam menjalankan tugas, peran dan
fungsinya sering dianggap tidak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Bagaimana pula dengan
tanggapan sejumlah informan pada penelitian ini
berikut ungkapan mereka. Dari unsur Ormas
101

Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.3 Oktober 2015: 95-106

jadi tutup mata pada fakta lainnya. Dengan kata lain,
perlakuan media yang juga tidak memberitakan
adanya ketimpangan perlakuan pihak tertentu pula
saat konflik berlangsung seperti ungkapan unsur
Ormas artinya, masyarakat sekarang adalah
masyarakat yang cukup kritis dan cerdas, mereka
mampu menilai apakah media massa sudah bekerja
secara profesional atau belum.
Media massa sebagai lembaga sosial yang
memiliki fungsi umum: memberikan informasi,
mendidik, menghibur dan melakukan kontrol sosial.
Dalam menjalankan peran dan fungsi tersebut media
tidak terlepas dari ketentuan hukum, norma dan etika
sebagai acuan dan rujukan.
Wartawan dalam mencari, mengolah dan
menyaring berita menjadi suatu berita tentu
menurujuk pada ketentuan, noma maupun etika yang
berlaku, namun tidak menutup kemungkinan
didasarkan pula pada kepribadian, visi dan misa
media massa dimana wartawan tersebut bekerja.
(Arifin, 2010) mengatakan bahwa kepribadian
sebuah media akan tercermin dalam isi, bentuk dan
gaya berita yang disajikannya dalam media.
Disinilah media memperoleh status, prestise dan
kribilitas dalam masyarakat dan sekaligus
memperoleh citranya dari khalayak. Ketika media
massa dianggap kurang netral dalam melaporkan
pemberitaan yang berarti pula media mengurangi
citranya dihadapan publik.

liputan sejumlah media sudah siap dan
selalu sigap dengan liputannya. Secepat
kilat mereka sampai ketempat konflik
yang jaraknya cukup jauh dari kota ke
kabupaten”.
Ungkapan yang berbeda tentang netralitas
media diungkapkan oleh unsur pemerintah,
pendidik, tokoh masyarakat dan pihak legislatif,
pendidik dan penegak hukum mereka mengatakan
bahwa:
”Media massa dalam memuat sajian
berita kasus konflik antar warga di
Kabupaten Sigi cukup netral. Media
tidak penah timpang sebelah dalam
memuat pemberitaan. Media massa
cukup apik, bijak dan selalu berhati-hati
dalam memberitakan masalah konflik
yang terjadi baik konflik yang terjadi
tahun 2012 maupun pada tahun 2013,
seperti
yang
terjadi
di
desa
Rarampadende, Pakuli, Kotarindau,
Kotapulu dan beberapa desa lainnya
yang sangat tragis dengan pembakaran
puluhan buah rumah, semua itu
diberitakan secara netral oleh media
massa.
Secara ideal media harus bersikap netral tidak
memihak pada sudut manapun dalam memberikan
informasi, mendidik, dan kontrol sosial untuk
kepentingan publik.
Memang agak sulit mendapatkan media massa
yang mampu menjalankan perannya yang benarbenar netral. menjadi media yang netral diera
kebebasan seperti sekarang ini memang sulit karena
hampir semua segi ada unsur politis juga, paling
tidak politis media”.
Konteks netralitas pemberitaan kasus konflik
antar warga di Sigi beberapa waktu lalu dinilai oleh
sebagian besar informan tidak jauh berbeda dengan
pandangan informan terhadap akurasi berita artinya,
ada sebagian yang beranggapan netral namun ada
pula yang beranggapan sebagian media kurang
netral. Amir menyimpulkan dalam hal netralitas
media dalam menjalankan tugasnya hanyalah teori,
tidak ada media massa yang seratuspersen dapat
menjalankan tugasnya secara netral.
Ungkapan informan bahwa media massa yang
hanya melirik satu sudut pemberitaan tertentu boleh

C.

Positif dan Negatifnya Pemberitaan Konflik
Sigi

Dalam upaya menarik pemisra/pembaca dan
pendengar berbagai cara digunakan media bahkan
sering membuat orang tidak bisa lagi membedakan
yang benar, palsu, simulasi, riil dan yang hiperiil.
(Haryatmoko, 2007).
Ketentuan pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ)
yang di dalam Bab I pasal 3 disebutkan bahwa
Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita,
tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis dan
sensasi berlebihan.
Dipahami, bahwa kasus pelanggaran hukum
dan kriminalitas apa lagi kasus konflik sering menjadi topik utama dalam pemberitaan media massa.
Tidak jarang pula jika media massa memberitakan
102

Tanggapan Masyaarkat Terhadap Konten Media…
Hartiningsih

kasus konflik pada frekuensi yang tinggi dengan
tingkat intensitas yang cukup sering.
Satu hal yang sudah biasa dilakukan media
massa adalah sedikit sentilan dengan sansasi.
Contoh pemberitaan yang ringan bisa menjadi suatu
yang penting dan dapat menarik perhatian publik.
Cukup banyak pemberitaan yang dapat diambil
contoh, suatu berita yang awalnya tidak mendapat
perhatian masyarakat, akan tetapi karena rentang
waktu yang cukup lama berbulan-bulan, frekuensi
pemberitaan yang cukup tinggi maka jadilah sebuah
sebuah berita media yang mendapat rating tinggi.
Memang tidak semua peristiwa bisa menjadi
berita kata karena tidak semua berita itu manarik
perhatian publik. Untuk itu, suatu peristiwa yang
menarik perhatian publik membutuhkan ukuran atau
nilai sehingga menjadi standar umum dalam penilaian suatu peristiwa. (Wazis, 2012)
Namun demikian, kasus konflik adalah kasus
nerw value yakni peristiwa yang memang menarik
perhatian publik dan memiliki nilai human interest.
Kasus konflik di Kabupaten Sigi merupakan salah
satu peristiwa memperihatikan yang menjadi perhatian publik yang bukan saja mendapat perhatian
masyarakat Sulawesi Tengah saja, tetapi masyarakat
lainnya di berbagai provinsi.
Seperti diketengahkan sebelumnya bahwa
Kabupaten Sigi memiliki 15 kecamatan dengan 176
desa dan 1 unit pemukiman transmigrasi, beberapa
desa diantaranya yang pernah berkonflik seperti :
desa diantaranya meliputi : Desa Bora, Oloboju,
Watununjo, Sidondo, Kota rindau, Kotapulu, Desa
Pesaku, Kinovaro, Binangga, Desa Rapadende, dan
Pakuli,
Selama tahun 2012, paling tidak terdapat
puluhan kali insiden konflik terjadi di beberapa desa, demikian pula pada tahun 2013. Akan tetapi
sejak tahun 2014 hingga sekarang pertengahan
tahun 2015, Seluruh informan dari unsur pemerintah, legislatif, pendidik, tokoh masyarakat,
Penegak hukum, dan Ormas menyagatakan:

sejumlah orang kehilangan nyawa
atau korban jiwa yang bukan saja pada
masyarakat bertikai tetapi juga pada
warga dan anak yang tidak berdosa.
Suasana yang kondusif seperti sekarang ini
tidak terlepas dari munculnya kesadaran masyarakat
akan dampak buruk dan mirisnya pertikaian,
disamping pula karena antisipasi dari segenap
elemen formal maupun informal, penegak hukum,
tokoh agama dan adat, serta berbagai pihak lainnya
yang berkompeten yang memberikan pemahaman
untuk mempersatukan dan mempererat tali silaturrahmi antar warga, atau memediasi kese-pakatan
damai antar warga yang bertikai.
Hal yang lebih teknis lagi adalah penempatan
Kantor Polres Kabupaten Sigi didaerah rawan
konflik. Dengan unsur kedekatan kantor pihak keamanan dengan lokasi rawan konflik tersebut bertujuan antara lain : segala geliat atau riak yang
mengarah pada konflik cepat tercium dan terantisipasi aparat, dan masyarakat yang berkonflik pun
berpikir dua kali jika ingin melakukan keonaran.
Konteks pemberitaan media massa dalam kasus konflik di Kabupaten Sigi mengandung unsur
positif dan negatif. Unsur positif menurut sejumlah
sebagian besar informan mengatakan :
Berita konflik di Kabupaten Sigi yang terjadi
dibeberapa desa begitu banyak diungkapkan oleh
media massa, baik berupa pemberitaan atau semacam informasi maupun berita berita fakta semata.
Ungapan dari Pemerintah, penegak hukum, dewan,
tokoh masyarakat menilai :
Potret pemberitaan konflik Sigi paling
tidak ada beberapa hikmah positif
yang bisa didapat antara lain :
Mengundang simpati bagi berbagai
unsur untuk turut menyelesaikan
konflik yang terjadi, masyarakat bisa
lebih berhati-hati dan waspada agar
tidak terkena imbas konflik. Positif
lainnya pemberitaan itu merupakan
salah
satu
kontrol
terhadap
pemerintah dan pihak terkait yang
berkompeten lainnya untuk memiliki
rancangan/strategi
meminimalisir
konflik sekecil mungkin, dan banyak
lagi hal positif dari pemberitaan atas
suatu kasus apapun, terutama dalam
hal kesadaran atau intraspeksi diri

“Suasana Sigi sudah kondusif, antar
warga sepertinya sudah saling
menyadari dampak dari konflik, yang
tidak saja rusak dan hilangnya harta
benda akibat pembakaran sejumlah
rumah, sejumlah warga terluka, dan
103

Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
Vol. 19 No.3 Oktober 2015: 95-106

dan saling menghargai serta menghormati antar
sesama. Potret kehidupan yang damai membangunan daerah dan manusia yang berkualitas
patut ditanamkan oleh media seperti dalam
suara pers atau menggali pemberitaan melalui
sumber atau tokoh-tokoh yang memiliki
kharismatik yang suaranya dapat menjadi panutan masyarakat. Dengan kata lain, media
massa tidak terkesan hanya menarik keuntungan dibalik peristiwa yang menyedihkan
dan sangat memperihatinkan.
Media cetak misalnya merupakan media
yang memiliki rekam jejak sangat otentik,
dapat dibaca ulang, didokumenkan dalam sebuah kliping, dan sebagainya. Karenanya pemberitaan seperti pada media apakah menimbukan reaksi dan aksi positif atau negatif sangat
tergantung dari ulasan produk berita yang diolah atau diulas, baik oleh media cetak, televisi
maupun radio.
Dampak negatifpun tidak kalah banyak
dalam skala besar dapat menurunkan minat investor untuk menanamkan modal, kunjungan
wisata yang menurun. Sisi lain, warga masyarakat atau orang yang benkunjung ketempat
itu senantiasa diselimuti oleh perasaan tidak
tenang dan was-was.

terhadap masyarakat yang bertikai.
Unsur negatifnya juga tidak kalah
banyak karena adanya pemberitaan
pertama,
memberikan gambaran
bahwa Kabupaten Sigi merupakan
salah satu kabupaten yang rawan
konflik dengan tingkat kondisi
keamanan yang masih diragukan,
kedua, menguak gambaran bahwa di
tempat itu penyelesaian masalah
dilakukan
secara
kekerasan
berikutnya, masih lemahnya perhatian
pemerintah
setempat
terhadap
dinamika
kehidupan
warganya
kemudian, pemberitaan konflik bisa
jadi menyisakan dendam pada anak
cucu-cucu mereka dikemudian hari.- ,
dan traomatik yang semakin susah
untuk dilupakan, apalgi jika ada
tayangan atai bearita diserupa
diungkap media massa
Tetapi itu sama sekali tidak kita
harapkan, karenanya media massa
selain bertugas memberitakan atau
mengontrol, tetapi juga dapat
menanamkan nilai edukasi. Banyak
tulisan atau ungkapan yang dapat
menyadarkan
masyarakat untuk
berbuat kepada hal yang lebih baik,
untuk menyelesaikan masalah dengan
musyawarah dan kepala dingin. Atau
menyerahkan semua kasus kepada
pihak yang berwenang”.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Diketengahkan sebelumnya bahwa beberapa media massa yang menjadi sumber
informasi dan pengetahuan bagi sejumlah
informan dalam mencerna konten pemberitaan
konflik Sigi maupun berita lainnya adalah :
Radar Sulteng, Nuansa Post, Mercusuar dan
Sulteng Post. (terbitan lokal). Disamping itu
informan juga mengikuti siaran radio seperti :
RRI Palu, dan radio Alkhairat. Sedangkan
media televisi adalah TVRI Palu dan Nuansa
TV.
Pemberitaan konflik yang dilasir media
massa tentulah memiliki konsekuensi dampak
yakni positif dan negatif bagi masyarakat.
Edukasi publik terhadap kasus konflik merupakan produk informasi yang paling tepat. Atau
berdampak positif. Karenanya media massa
patut menanamkan betapa penting hidup rukun

A. Kesimpulan
Media massa menjadi konsumsi publik
manakala terjadi peristiwa konflik antar wagra di
beberapa daerah di Kabupaten Sigi. Mereka
mengikuti segala kajadian itu melalui surat kabar
ataupun mendengarkan radio dan menonton televisi.
Media massa baik surat kabar, radio maupun televisi
dianggap oleh sebagian besar informan cukup baik
dalam menjalankan peran, fungsi serta kewajibannya
memberikan informasi mengeani konflik Sigi
kepada publik. Media cukup akurat dan netral dalam
pemberitaan. Ketidakakuratan dan ketidaknetralan
dalam pemberitaan relatif sangat kecil. Konsekwensi
positif dari pemberitaan konflik dapat meningkatkan
kewaspadaan berikut, masyarakat dapat mengambil
pelajar berharga dari kasus konflik. Konsekuensi
104

Tanggapan Masyaarkat Terhadap Konten Media…
Hartiningsih

Peraturan Presiden tentang Penyiaran Tahun 2005.
Menkumham RI

negatif dapat menimbulkan rasa takut dan traumatik
yang dalam jika ada tayangan serupa di media massa,
rasa tidak aman ketika berada di kabupaten tersebut
cukup tinggi, dan juga minyisakan perasaan dendam
bagi anak cucu dan keturunan mereka kelak.

Rusadi, U., 2005. Diskursur kerusuhan Sosial dalam
Media mssa Studi Kekuasaan Dibalik Sajian
Berita Surat Kabar. Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Komunikasi dan Informatika
Vol 44

B. Saran
Media massa dalam memerlukan tugas dan
fungsinya hendaknya dapat bekerja cepat, dapat dan
tepat dan mengedapnankan netralitas.

Siswanto, S., 1998. Peran Surat Kabar dan Kyai
Dalam Pembentukan Opini Publik Kasus
Kerusuhan Pemilu 1997 di Kabupaten
Sampang, Madura, Jawa Timur. Jurnal
Penelitian dan Komunikasi Pembangunan.
Vol.4 (2)

UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada
Pemerintah Kabupaten Sigim Camat biromaru,
Dishubkominfo, DPRD Kab. Sigi, Kepala BPPKI
Banjarmasin dan sejumlah pihak ang telah
mamfasilitasi dan membantu kelancaran penelitian
ini.

Sugiyono, 2003. Metode Penelitian Administrasi.
Bandung: Alfabeta
Suwaso, L., 1998. Wajah Media Massa Kita, Jakarta:
AJI Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Triasnani, 1999. Apresiasi Masyarakat Jawa Timur
terhadap Berita Televisi, Jurnal Penelitian
Media Massa.

Anwar, A., 2010. Opini Publik. Depok: Kota
Penerbit
Arikonto, S., 2013. Prosedur Penelitian. Jakarta:
Reneka Cipta

Undang Undang Pers No 40 tahun l999, Departemen
Pengerangan RI, Jakarta.

Assegaff, H. D., 1991, Jurnalistik Masa Kini
Pengatar Ke Praktik Kewartawanan. Jakarta:
Ghalia Indonesia

Undang Undang Penyiaran. No.32 tahun 2002.
Menkumham RI

Darwanto, 2011. Televisi Sebagai Media Pendidikan.
Yogyakarta.: Pustaka Pelajar

Wazis, K. 2012, Media Massa dan Konstruksi
Realitas. Yogyakarta: Aditiya Media.

Harjatmoko, 2007. Etika Komunikasi, Manipulasi
Media,
Kekerasan,
dan
Pornograf.
Yogyakarta.: Kanisius
Hartiningsih, 2014. Komunikasi Massa, televisi Dan
Tayangan
Kekerasan Dalam Pendekatan
Kasus. Jakarta: RajaGrafindo Persada
Herdiansyah, H., 2010. Metode Penelitian Kuanlitatif
Untuk Ilmu Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba
Kusuma, A., 1998. Kebebasan Pers Untuk kebebasan
Masyarakat, Aliansi Jurnalistik Independen,
Jakarta : AJI Indonesua
105