Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca Anak pada Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Beberapa penelitian yang dapat menjadi referensi peneliti dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut:

  Pertama, penelitian dari Herawati pada tahun 2012 dengam judul “Upaya

  Tutor dalam Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Dini melalui Metode

  

Storytelling (Studi Deskritif di Kober Bunga Alami Cimahi)”. Metode yang

  digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskritif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kegiatan Storytelling di Kober Bunga Alami Cimahi dapat meningkatkan minat baca anak usia dini. Adapun relevansinya dengan penelitian yang dilakukan peneliti yang berjudul “Kegiatan Storytelling dapat Meningkatkan Minat Baca Anak di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau” penelitian ini sama- sama membahas mengenai storytelling. Namun, Meti Dian Herawati lebih menekankan pada Upaya tutor sedangkan peneliti lebih menekankan kepada kegiatannya.

  Kedua, penelitian dari Yuliantini pada tahun 2012 dengam judul

  “Efektivitas Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Dini pada Pos Paud Sakura RW 02 Kelurahan Cigugur Tengah Kota Cimahi”.

  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskritif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan storytelling dapat meningkatkan minat baca pada anak usia dini di Pos PAUD Sakura. Adapun relevansinya

  8

  dengan penelitian yang dilakukan peneliti yang berjudul “Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca Anak di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau” penelitian ini sama-sama membahas mengenai storytelling. Namun, peneliti melakukan kegiatan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan metode deskriptif.

2.2 Minat Baca dan Perpustakaan

  Keberadaan perpustakaan dalam masyarakat sangat diperlukan sedangkan perpustakaan tanpa masyarakat jelas tidak bisa berdiri sendiri. Perpustakaan merupakan wadah bagi masyarakat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Secara teoritis sebagian masyarakat sudah mengetahui hal tersebut, namun secara praktis masih sedikit yang benar-benar memperlakukan perpustakaan sebagai gudang ilmu pengetahuan dan informasi. Dalam hal ini peran pustakawan juga sangat dibutuhkan untuk memberdayakan perpustakaan sehingga menimbulkan minat baca.

2.2.1 Minat

  Sebelum membicarakan tentang minat baca, terlebih dahulu kita akan mengetahui pengertian dari minat. Ekspresi minat dapat dilihat dari suatu pernyataan maupun kelakuan yang menunjukkan seseorang lebih menyukai sesuatu dari pada yang lain. Menurut Sutarno (2006, 23) “minat adalah suatu keinginan atau kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.”

  Sedangkan menurut Marksheffel dalam Bafadal (2006) minat merupakan: a.

  Minat bukan hasil pembawaan manusia, tetapi dapat dibentuk atau diusahakan, dipelajari, dan dikembangkan.

  9   b.

  Minat bisa dihubungkan untuk maksud-maksud tertentu untuk bertindak.

  c.

  Secara sempit, minat itu diasosiasikan dengan keadaan sosial seseorang.

  d.

  Minat itu biasanya membawa inisiatif dan mengarah kepda kelakuan atau tabiat manusia. Berdasarkan kedua uraian di atas maka dapat diketahui bahwa minat merupakan keinginan hati yang tinggi terhadap sesuatu yang dapat dibentuk atau dipelajari sehingga membawa inisiatif yang mengarah kepada kelakuan atau tabiat manusia.

2.2.2 Membaca

  Membaca pada era globalisasi informasi ini merupakan suatu keharusan yang mendasar untuk membentuk perilaku seseorang. Membaca merupakan sarana penting bagi setiap orang yang ingin maju. Seseorang dapat menambah ilmu pengetahuan dan mengetahui perkembangan serta manfaat penggunaan teknologi melalui proses membaca. Menurut Hardjoprakoso (2005, 145) “membaca merupakan suatu kegiatan pendidikan yang membuat umat manusia giat berpikir dan memperoleh ilmu pengetahuan”.

  Sedangkan menurut Subyantoro (2011, 9) ”membaca merupakan suatu keterampilan, dimana jika anda sudah melakukannya lambat laun akan menjadi perilaku keseharian bagi anda dan akan memiliki sikap tertentu pada awalnya sebelum keterampilan terbentuk pada diri anda”. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa membaca merupakan suatu kegiatan dimana jika sering dilakukan akan menjadi sebuah kebiasaan dan akan membuat umat manusia giat berpikir dan memperoleh ilmu pengetahuan.

  10

  2.2.3 Minat Baca

  Minat dan kebiasaan membaca merupakan keterampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan. Dalam membaca kedudukan minat menduduki tingkat teratas, karena tanpa minat seseorang akan sukar melakukan kegiatan membaca. Menurut Wiyono dalam Wijayanti (2007, 6) bahwa “minat baca merupakan perasaan senang seseorang terhadap bacaan karena adanya pengertian bahwa dengan membaca itu dapat ditegaskan bahwa minat baca terkadang unsur keinginan, perhatian, kesadaran dan rasa senang untuk membaca.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Siregar (2008) menyatakan minat baca adalah keinginan atau kecenderungan hati yang tinggi (gairah) untuk membaca. Minat baca dapat dipupuk, dibina dan dikembangkan karena minat baca adalah suatu keterampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan keterampilan bawaan. Dengan demikian minat baca berarti adanya perhatian atau kesukaan (kecenderungan hati) untuk membaca. Jadi, minat baca anak merupakan hasrat atau keinginan anak yang tinggi untuk membaca.

  2.2.4 Minat Baca Anak Menimbulkan minat baca pada anak bisa dilakukan sejak anak baru lahir.

  Yaitu, a) Membacakan buku sejak anak baru lahir, membacakan buku kepada bayi dengan cara seolah-seolah mengajak dia berbicara dan bercerita sehingga menarik perhatian bayi. b) Membuat pola membaca, kebiasaan membaca yang ditanamkan sejak bayi cenderung membentuk pola membaca (reading pattern) pada anak. c)

  11

  Bukalah buku bersama anak, ajaklah anak untuk membaca bersama anda, dengan mengajak anak membuka buku bersama dapat merangsang minat untuk membaca.

  d) Berikan buku yang sesuai, anak membaca dengan caranya sendiri terkadang buku dibolak balik hingga tanpa sadar robek. e) Pilihlah bacaan yang bergizi, artinya buku-buku yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi jiwa, hati dan pikiran anak. Pilihlah buku yang memiliki struktur penceritaan sangat kuat, hal ini dapat memberikan pengaruh besar pada kemampuan dan cara berfikir anak.

  Ada berbagai cara untuk meningkatkan minat baca pada anak menurut (Bunanta 2008) diantaranya.

  a.

  Melalui peningkatan mutu layanan perpustakaan Meningkatkan mutu layanan perpustakaan mencakup 2 hal pokok, yaitu melalui sarana dan prasarana perpustakaan yang memadai dan melalui kemampuan dan keaktifan pustakawan dalam mengelola serta menjalankan fungsi perpustakaan secara optimal dan maksimal.

  b.

  Melalui peran orang tua dan guru 1)

  Peranan Ibu dan Bapak Minat dan kecintaan membaca seorang anak harus ditanamkan dan dimulai oleh orang tuanya. Orang tua harus dapat memberikan contoh kepada anak-anaknya, karena itu orang tua haruslah merupakan pribadi yang gemar membaca yang dapat menunjukkan kepada anak bahwa buku adalah sebuah objek yang dapat dinikmati, memberi kesenangan dan informasi yang berguna.

  12

 

  2) Peran Guru Sekolah dan Perpustakaan

  Selain orang tua, guru dan perpustakaan merupakan pengganti orang tua di luar lingkungan keluarga. Gurulah yang bertanggung jawab mengenalkan anak-anak pada bacaan. Salah satu cara untuk mendekatkan anak kepada bacaan adalah dengan cara bercerita.

2.2.5 Proses Minat dan Kebiasaan Membaca

  Untuk mengembangkan minat dan kebiasaan membaca seseorang memerlukan suatu proses karena minat baca tidak datang secara tiba-tiba.

  Menurut Sutarno (2006, 261) proses terjadinya minat dan kebiasaan membaca adalah: a.

  Adanya dasar pengertian bahwa membaca itu perlu b. Terpupuknya suatu kegemaran dan kesenangan c. Terbentuknya suatu kebiasaan membaca d. Terbentuknya suatu kondisi dimana membaca merupakan suatu kebutuhan e. Tersedianya sumber bacaan yang memadai.

  Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat diketahui bahwa proses terjadinya minat dan kebiasaan membaca adalah adanya kesadaran bahwa membaca itu perlu, kemudian setelah kesadaran muncul maka akan menjadi kegemaran dan kesenangan sehingga akan menimbulkan kebiasaan membaca dan semua akan terwujud apabila didukung oleh sumber bacaan yang memadai.

  Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (2009, 26) menyatakan proses dan kebiasaan membaca terdiri dari empat komponen, yaitu:

  13

 

  Gambar 2.1

Proses Terbentuknya Minat dan Kebiasaan Baca

  Minat Selera

  Membaca Koleksi Kebiasaan

  Bacaan Membaca Pada gambar terlihat bahwa timbulnya selera membaca adalah karena faktor koleksi yang beragam dan bervariasi. Banyaknya jenis dan beragam koleksi yang ada akan menimbulkan hasrat atau minat untuk membaca, selanjutnya minat baca akan menghasilkan kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca tidak bisa berkembang tanpa koleksi yang menimbulkan selera serta minat dan kebiasaan membaca. Jadi, antara koleksi dan kebiasaan membaca saling mempengaruhi.

  Koleksi dapat berkembang karena minat dan kebiasaan membaca yang ditandai dengan banyaknya permintaan bahan pustaka dari pencari informasi, sebaliknya kebiasaan membaca tercipta karena ketersediaan koleksi bacaan yang bermutu, terutama yang dapat menimbulkan selera untuk membaca.

2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Baca

  Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi minat baca seseorang dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya: a.

  Dimulai sejak usia anak-anak atau dini b. Dilakukan secara terus menerus

  14

  c.

  Tersedia bahan bacaan yang mencukupi d. Ditanamkan suatu kebiasaan e. Lingkungan yang mendukung f. Adanya suatu kebutuhan g.

  Menghadapi tantangan target dan penyelesaian masalah h. Tersedia fasilitas dan kemudahan seperti teknologi informasi dan peralatan yang memadai. (Sutarno 2006, 261)

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat baca adalah kebiasaan membaca yang dimulai sejak usia anak-anak, dilakukan secara terus-menerus sehingga bisa menjadi sebuah kebiasaan dengan didukung oleh koleksi yang memadai, lingkungan yang baik, dan tersedianya fasilitas teknologi informasi sehingga mampu menghadapi tantangan dan menyelesaikan permasalahan yang ada.

  Pendapat lain dikemukakan oleh Lamb dan Arnold dalam Rahim (2005), adalah: a.

  Faktor fisiologis Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca.

  b.

  Faktor intelektual Intelegensi itu sendiri menurut Henmon dalam Azwar (1996) terdiri atas dua macam faktor, yaitu: kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.

  c.

  Faktor lingkungan Faktor lingkungan itu mencakup: 1)

  Faktor latar belakang dan pengalaman individu di rumah

  15

  Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahas individu. Kondisi di rumah mempengaruhi pribadi dan penyesuaian diri individu dalam masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu individu, dan dapat juga mengahalangi individu dalam membaca. Individu yang tinggal di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak-anaknya, dan mempersiapkan seorang individu dengan harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam membaca.

  2) Faktor sosial ekonomi

  Faktor sosial ekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah individu. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status sosioekonomi individu mempengaruhi kemampuan verbal individu. Semakin tinggi status sosioekonomi individu semakin tinggi kemampuan verbal individu. Anak-anak yang mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang berbicara dan mendorong anak-anak mereka berbicara akan mendukung perkembangan bahasa dan intelegensi anak. Begitu pula dengan kemampuan membaca individu. Individu yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi.

  d.

  Faktor psikologis Faktor psikologis ini juga mencakup beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:

  16

 

  1) Motivasi

  Motivasi adalah faktor kunci dalam membaca. Kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa/individu praktik pengajaran dengan minat dan pengalaman individu, sehingga individu memahami belajar itu sendiri sebagai suatu kebutuhan. 2)

  Kematangan sosial, ekonomi, emosi dan penyesuaian diri Individu yang lebih mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya, daripada individu yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri akan mendapat kesulitan dalam membaca. Individu yang kurang percaya diri, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya, walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannnya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri. Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat baca adalah faktor fisiologis, faktor intelektual, faktor lingkungan seperti latar belakang dan pengalaman individu di rumah dan faktor sosial ekonomi dan yang treakhir adalah faktor sosiologis yaitu motivasi dan kematangan sosial, ekonomi, emosi dan penyesuaian diri Individu.

  

17

 

  2.2.7 Faktor Pendorong Timbulnya Minat Baca

  Berprinsip hidup bahwa membaca merupakan kebutuhan rohani. Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa faktor yang dapat membangkitkan minat baca seseorang adalah adanya komitmen didalam diri bahwa dengan membaca kita bisa memperoleh keuntungan ilmu pengetahuan, menambah wawasan serta didukung dengan bahan bacaan yang menarik, berkualitas dan beragam dan tersedianya waktu untuk membaca baik dirumah diperpustakaan ataupun ditempat lainnya.

  Terbatasnya jumlah karya cetak, khususnya buku yang diterbitkan baik jumlah eksemplar maupun judulnya yang sesuai dengan kebutuhan anak.

  c.

  Banyak tenaga kependidikan yang kurang memperhatikan perkembangan minat baca peserta didiknya.

  b.

  Kurangnya perhatian orang tua terhadap perkembangan minat baca anak- anaknya.

  Perkembangan minat baca tidak hanya ditentukan oleh keinginan dan sikap terhadap bahan-bahan bacaan. Banyak faktor yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar diri sendiri. Menurut Siregar (2004, 139) faktor-faktor yang mempengaruhi yang berada diluar diri sendiri adalah: a.

  2.2.8 Faktor Penghambat Minat Baca

  e.

  Minat baca seseorang tidak akan tumbuh tanpa didukung oleh berbagai faktor. Seperti yang dikemukakan Sutarno (2006, 29) faktor-faktor yang mampu mendorong bangkitnya minat baca seseorang adalah: a.

  Rasa haus informasi, rasa ingin tahu terutama yang actual.

  d.

  Keadaan lingkungan sosial yang lebih kondusif, maksudnya adanya iklim yang selalu dimanfaatkan dalam waktu tertentu untuk membaca.

  c.

  Keadaan lingkungan fisik yang memadai dalam arti tersedianya bahan bacaan yang menarik, berkualitas dan beragam.

  b.

  Rasa ingin tahu yang tinggi atas fakta,teori, prinsip, pengetahuan dan informasi.

  18

  d.

  Derasnya arus hiburan melaui media televisi dan film.

  e.

  Rendahnya pendapatan masyarakat mempengaruhi daya beli atau prioritas kebutuhan dimana buku bukan merupakan kebutuhan utama.

  Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa faktor yang menghambat tumbuhnya minat baca yaitu, datang dari lingkungan keluarga yang kurang mendukung hal tersebut terlihat dari kurangnya perhatian orng tua terhadap minat baca anak ditambah tenaga pendidik yang kurang memotivasi siswa untuk gemar membaca, kurangnya bahan bacaan serta dizaman sekarang lebih banyak orng yang mengakses informasi melalui media elektronik seperti televisi dan radio.

  Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa minat baca anak adalah hasrat atau keinginan hati anak yang besar atau tinggi terhadap bacaan. Dengan aspek-aspek yaitu proses minat dan kebiasaan membaca anak, dengan rincian: a) Frekuensi membaca anak; b) Jumlah bahan bacaan yang dibaca oleh anak; c) Jenis bahan bacaan yang dibaca anak; d) Ketersediaan koleksi yang diperlukan anak; e) Kemudahan dalam memperoleh bahan bacaan.

2.3 Layanan Storytelling di Perpustakaan

  Kemajuan teknologi informasi zaman sekarang ini membuat fungsi layanan di perpustakaan semakin berkembang. Perpustakaan yang dulunya sebagai tempat penyimpanan buku sekarang sudah mulai digital. Perkembangan ini terlihat pada banyaknya variasi layanan yang dipromosikan perpustakaan.

  Seperti layanan storytelling yang sudah diubah tata cara penyampaiannya agar menjadi menarik bagi pendengarnya terutama anak-anak.

  19

 

2.3.1 Storytelling

  Storytelling atau dongeng merupakan dunia hayalan dan imajinasi dari

  pemikiran seseorang yang kemudian diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi (id.m.wikipedia.org/). Latif menjelaskan bahwa dongeng adalah bertutur dengan intonasi yang jelas, menceritakan sesuatu hal yang berkesan, menarik, memiliki nilai-nilai khusus dan tujuan khusus (Latif 2012, 14).

  Dalam kamus bahasa Indonesia, dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi. jadi, dongeng merupakan cerita hayalan yang diceritakan kepada generasi selanjutnya dengan menyajikan secara jelas dan memiliki nilai dan tujuan khusus.

  Asfandiyar (200, 719) menyatakan bercerita merupakan suatu proses kreatif anak-anak. Jadi, dengan bercerita dapat memancing proses berfikir, emosi dan imajinasi anak-anak. Dari bercerita, anak-anak memperoleh banyak hal diluar dari pengalaman mereka. Anak-anak dikenalkan dengan berbagai macam pola dan tingkah laku manusia.

  Kegiatan mendongeng tidak hanya sekedar hiburan saja, melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur yakni mengenalkan alam lingkungan, budi pekerti dan mendorong anak berperilaku positif. Di samping itu, mendongeng merupakan cara termudah, tercepat untuk membina hubungan antara guru-murid, dan salah satu cara paling efektif untuk membentuk tingkah laku di kemudian hari. Dengan kata lain tujuan utama mendongeng adalah memperkaya pengalaman batin anak dan menstimulir reaksi sehat atasnya (Priyono 2001, 14). Selain itu, tujuan mendongeng menurut Priyono (2001, 15) untuk:

  20 a.

  Merangsang dan menumbuhkan imajinasi dan daya fantasi anak secara wajar.

  b.

  Mengembangkan daya penalaran sikap kritis serta kreatif.

  c.

  Mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa.

  d.

  Dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang buruk dan tidak perlu dicontoh.

  e.

  Punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak-anak.

  Selain memiliki tujuan, dongeng juga memiliki banyak manfaat bagi anak- anak. Beberapa manfaat dongeng untuk anak-anak (Latif 2012, 86-89) yaitu: a.

  Merangsang kekuatan berfikir b. Sebagai media efektif c. Mengasah kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian d. Menumbuhkan minat baca e. Menumbuhkan rasa empati f. Menambah kecerdasan g.

  Menumbuhkan rasa humor yang sehat.

2.3.2 Jenis-jenis Storytelling

  Dalam kegiatan storytelling ada berbagai jenis dongeng yang dapat dipilih oleh pustakawan/pendongeng untuk diceritakan. Menurut Asfandiyar (2007, 85- 87) ada 6 (enam) jenis-jenis dongeng: a.

  Dongeng Tradisional Berkaitan dengan cerita rakyat yang disampaikan secara turun temurun.

  Dongeng ini disajikan sebagai pengisi waktu istirahatpenuh humor dan menarik. Misalnya, Malinkundang, Asal Mula Danau Toba, Sangkuriang, dan lain-lain.

  21 b.

  Dongeng Futuristik (Modern) Dongeng yang disajikan secara modern dan biasanya bercerita tentang masa depan. Misalnya, Jumanji, Star Trek, dan lain-lain.

  c.

  Dongeng Pendidikan Dongeng yang disampaikan dengan misi pendidikan. Misalnya, menggugah sikap hormat kepada orang tua.

  d.

  Fabel Dongeng yang bercerita tentang kehidupan binatang yang bisa bicara seperti manusia. Misalnya, dongeng kancil, kelinci dan kura-kura, dan lain-lain.

  e.

  Dongeng Sejarah Dongeng yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Misalnya, kisah para sahabat Rasulullah SAW, sejarah perjuangan Indonesia, dan lain-lain.

  f.

  Dongeng Terapi Dongeng yang diceritakan untuk anak-anak korban bencana atau anak-anak yang sakit. Dongeng ini bisa membuat rileks saraf otak dan membuat hati menjadi tenang.

2.3.3 Proses Storytelling

  Storytelling atau mendongeng dilakukan dengan beberapa cara (Priyono

  2001, 16-17) yaitu a.

  Mendongeng tanpa alat peraga, seperti yang dilakukan ibu pada sore hari sambil bersantai atau sebelum anaknya tidur dan sambil mengusap/membelai rambut.

  22 b.

  Mendongeng dengan menggunakan alat peraga, yaitu mendongeng yang dilakukan dengan menggunakan boneka, buku gambar, dan lain-lain yang dapat membuat cerita menjadi lebih menarik lagi.

  Karena kegiatan storytelling ini sangat penting bagi anak, maka kegiatan tersebut dikemas sedemikian rupa agar menarik. Untuk itu dibutuhakan adanya tahapan-tahapan dalam storytelling, teknik yang digunakan dalam storytelling serta siapa saja pihak yang terlibat dalam kegiatan storytelling yang turut menentukan lancer tidaknya proses kegiatan ini.

  a.

  Tahapan Storytelling (Bunanta 2008, 24) menyebutkan tahap-tahapan dalam storytelling, yaitu: 1)

  Persiapan sebelum Storytelling Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memilih judul buku yang menarik dan mudah diingat. Studi linguistik membutikan bahwa judul mempunyai kontribusi terhadap memori cerita. Melalui judul, anak-anak maupun pembaca akan memanfaatkan latar belakang pengetahuan untuk isi cerita isi cerita secara top down. Storytelling yang pernah didongengkan waktu kecil yang masih diingat dapat dipilih untuk mulai mendongeng kepada anak-anak, seperti Bawang Merah Bawang Putih, Si Kancil, maupun cerita legenda tanah air yang pernah didengar.

  Setelah memilih dan memahami cerita, selanjutnya yaitu mendalami karakter tokoh-tokoh dalam cerita yang akan disampaikan. Karena kekuatan sebuah cerita terletak pada bagaimana karakter tersebut dimunculkan. Semakin jelas pembawaan karakter tokoh, semakin mudah

  

23

  cerita tersebut dipahami. Agar dapat menampilkan karakter tokoh, pendongeng terlebih dahulu harus dapat menghayati sifat-sifat tokoh dan memahami relevansi antara nama dan sifat-sifat yang dimilikinya. Ketika memerankan tokoh-tokoh tersebut, pendongeng diharapkan mampu menghayati bagaimana perasaan, pikiran, dan emosi tokoh pada saat mendongeng. Dengan demikian ketika mendongengkannya tidak ragu- ragu lagi karena sudah mengenal ceritanya, sifat tokoh-tokohnya, tempat kejadiannya, serta pilihan kata yang digunakan dalam menyampaikan cerita dengan baik dan lancar.

  Tahapan terakhir persiapan storytelling yaitu latihan. Bagi pendongeng profesional yang sudah terbiasa mendongeng mungkin tahap ini sudah tidak diperlukan lagi. Namun bagi pustakawan, guru maupun pendongeng pemula tahap latihan ini cukup penting. Dengan latihan terlebih dahulu kita dapat mengevaluasi kekurangan-kekurangan pada saat mendongeng, memikirkan durasi yang dibutuhkan, mengingat kembali jalan cerita dan mempraktikannya sehingga pada saat storytelling nanti dapat tampil prima. Latihan ini juga dapat menumbuhkan kepercayaan diri si pendongeng dan memperbaiki kualitas dalam storytelling.

  2) Saat Storytelling Berlangsung

  Saat terpenting dalam proses storytelling adalah pada saat kegiatan berlangsung. Saat akan memasuki sesi acara storytelling, pendongeng harus menunggu kondisi hingga anak-anak siap untuk menyimak dongeng yang akan disampaikan. Jangan memulai storytelling jika suasana masih

  24   belum cukup tenang. Acara storytelling dapat dimulai dengan menyapa terlebih dahulu, ataupun membuat sesuatu yang dapat menarik perhatian.

  Awalan ini harus membuat anak tertarik karena awalan juga mementukan akhir dongeng yang akan diceritakan. Kemudian secara perlahan pendongeng dapat membawa anak-anak memasuki cerita dongeng. Pada saat mendongeng ada beberapa faktor yang dapat menunjang berlangsungnya proses storytelling agar menjadi menarik untuk disimak yaitu Kontak mata, Mimik wajah, Gerak tubuh, Suara, Kecepatan, Alat Peraga.

  Tata cara yang perlu diperhatikan saat mendongeng (Priyono 2001, 19- 20) adalah sebagai berikut.

  1) cerita dongeng harus diambil dari dunia anak sesuai dengan usia mereka. 2) mengandung unsur nilai-nilai pendidikan dan hiburan. 3) usahakan selalu tercipta suasana gembira saat mendongeng. 4) bahasa harus sederhana, sesuai dengan tingkat pengetahuan anak. 5) dalam mendongeng harus menghayati benar isi cerita yang dibawakan meresapi seluruh bagian dari cerita yang didongengkan.

  6) susunlah gambar-gambar peraga sesuai dengan urutan ceritanya dan jangan sampai membingungkan

  7) hapalkan nyanyian yang akan dibawakan dengan irama tertentu untuk menambah suasana. 8) senantiasa mengamati perkembangan rekasi emos pada diri anak-anak, seraya tetap mempertahankan kesan menyenangkan.

  9) Saat mendongeng usahakan mengucapkan kata-kata dengan jelas dan jangan menggumam.

  10) Ajukan pertanyaan-pertanyaan kepada anak-anak secara tiba- tiba dan libatkan mereka dalam tokoh cerita yang didongengkan.

  11) Usahakan selalu memelihara kerahasiaan jalan cerita sehingga perhatian anak-anak tetap terpusat pada tiap adegan

  25 yang dimainkan dan sesekali beri kejutan untuk merangsang pengekspresian emosi mereka secara wajar. 12)

  Lama waktu mendongeng dapat disesuaikan dengan situasi yang berkembang dan kondisi kemampuan anak-anak dalam mendengarkan dongeng tersebut. 3)

  Sesudah Kegiatan Storytelling Selesai setelah kegiatan mendongeng selesai maka pendongeng memberi anak waktu sejenak untuk beristirahat setelah mendengarkan cerita kemudian jelaskan apa maksud dan tujuan dari cerita yang sudah dsampaikan tadi agar anak-anak paham dan mengerti dengan maksud yang disampakan pendongeng.

  b.

  Teknik dalam Storytelling Berikut ini ada beberapa teknik yang menjadi pengetahuan dasar kita bercerita kepada anak-anak: 1)

  Banyak membaca dari buku-buku cerita atau dongeng yang benarbenar sesuai untuk anak-anak, serta banyak membaca dari pengalaman atau kejadian sehari-hari yang pantas diberikan kepada anak-anak. Banyak membaca akan memperkaya “bank” cerita kita, sehingga cerita yang kita bacakan lebih variatif dan tidak membuat anak bosan. 2)

  Biasakan untuk ngobrol dengan anak karena dengan mengobrol kita bisa mengetahui dan memahami gaya bahasa anak kita, istilah yang dia gunakan, serta sejauh mana pemahamannya akan sesuatu. Dengan menaggapai obrolannya, ceritanya, pembicaraannya, kita jadi lebih paham apa yang ia sukai dan ia tidak sukai, sehingga memudahkan kita bercerita

  26

  kepadanya. Kemauan mendengar merupakan realisasi dari cinta dan kasih sayang kita kepadanya.

  3) Berikan penekanan pada dialog atau kalimat tertentu dalam cerita yang kita bacakan atau kita tuturkan, kemudian lihat reaksi anak. Ini untuk mengetahui apakah cerita kita menarik hatinya atau tidak, sehingga kita bisa melanjutkannya atau menggantinya dengan cerita yang lain.

  4) Ekspresikan ungkapan emosi dalam cerita, seperti marah, sakit, terkejut, bahagia, gembira atau sedih agar anak mengenal dan memahami bentuk- bentuk emosi. Bila perlu sertakan benda-benda tambahan seperti boneka, bunga atau benda lain yang tidak membahayakan.

  5) Berceritalah pada waktu yang tepat, yaitu di waktu anak kita bisa mendengarkan dengan baik, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam cerita bisa diserap dengan baik. Storytelling dapat dijadikan sebagai media membentuk kepribadian dan moralitas anak usia dini. Sebab, dari kegiatan mendongeng terdapat manfaat yang dapat dipetik oleh pendongeng beserta para pendengar (dalam hal ini adalah anak usia dini). Manfaat tersebut adalah, terjalinnya interaksi komunikasi harmonis antara pendongeng dengan anak, sehingga bisa menciptakan relasi yang akrab, terbuka, dan tanpa sekat.

  c.

  Pihak yang Terkait Saat Storytelling 1)

  Pendongeng/Pencerita Kriteria pendongeng yang baik:

  a) Sang pendongeng harus mempunyai cerita yang bagus

  27

  b) Sang pendongeng harus menyukai dan menikmati cerita maupun proses penyampaiannya c)

  Berkaitan dengan isi cerita dan cara bercerita

  d) Ikatan batin dengan anak-anak

  e) Memperhatikan kebutuhan dan keinginan audiencenya

  f) Menjadikan diri sebagai bagian dari audience

  2) Audience/Pendengar (Anak-anak)

  Macam-macam gaya belajar menurut (Gardner 2008, 2), seorang anak belajar dengan menggunakan tiga cara, yaitu: a)

  Audio Anak yang memiliki gaya belajar audio, belajar dengan mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya.

  b) Visual

  Anak yang memiliki gaya belajar visual, belajar dengan menitikberatkan ketajaman penglihatan.

  c) Kinestetik

  Anak yang memiliki gaya belajar kinestetik mengharuskan anak tersebut menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya.

2.3.4 Storytelling dan Minat Baca Anak

  Perpustakaan dapat menjadi alat untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat baca bila perpustakaan dapat berfungsi sebagai pusat minat baca (Bunanta 2008, 122). Namun pada kenyataannya masih banyak perpustakaan yang belum

  

28

  mampu menjadi alat dalam peningkatan minat baca. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Bunanta menyatakan: a.

  Perpustakaan belum dianggap sebagai sarana yang penting dalam menunjang pendidikan dan pengajaran.

  b.

  Penempatan ruang baca untuk anak pada perpustakaan umum belum mendapat prioritas terbaik atau memadai.

  c.

  Perpustakaan sekolah beralih fungsi menjadi ruang penyimpanan alat-alat olahraga.

  d.

  Kurangnya petugas perpustakaan yang professional dalam bidang bacaan anak dan perpustakaan.

  e.

  Kurangnya koleksi bacaan yang tersedia, baik dalam jenis bacaan maupun jumlahnya.

  f.

  Hampir tidak ada program yang dapat memotivasi anak untuk gemar membaca.

  Jadi, gambaran perpustakaan sebagai sebuah pusat minat baca yaitu perpustakaan yang nyaman dan tenang serta mencirikan suatu tempat yang ramah dan menyenangkan bagi anak-anak dan remaja. Aktif memiliki program bacaan sebagai cara untuk menarik minat anak agar berkunjung keperpustakaan dan memanfaatkan bahan bacaan yang disediakan perpustakaan. Langkah-langkah yang dilakukan perpustakaan untuk menarik minat anak-anak (Bunanta 2008, 123-125) yaitu:

  

29

  a.

  Menciptakan suasana membaca 1)

  Fisik: ruangan yang bersih dan nyaman, buku-buku tersusun rapi di rak dan terawatt dengan baik.

  2) Mental: orang tua/guru tidak hanya mengajar membaca, tetapi juga memotivasi anak untuk menyukai perpustakaan

  3) Sarana: anak-anak harus dikeliling dengan buku. Untuk itu, perpustakaan harus mempunyai banyak koleksi yang mudah didapat.

  b.

  Menyelenggarakan berbagai program 1)

  Melalui acara yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan buku 2)

  Melalui program sastra, yaitu yang berkaitan dengan buku c. Mengadakan kerjasama dengan masyarakat (Orang Tua, Sukarelawan,

  Penerbit, Organisasi Soasial, dll) d. Membangun jaringan kerja (Networking) antar sekolah, antarperpustakaan, antarguru/antarpustakawan e.

  Mempromosikan perpustakaan, misalnya melalui media cetak/brosur, buku telepon, dll.

  f.

  Mencari dana Untuk menjadikan anak memiliki budaya baca yang baik, maka perlu melakukan pembinaan minat baca anak. Pembinaan minat baca anak merupakan langkah awal sekaligus cara yang efektif menuju bangsa berbudaya baca. Pembinaan minat baca anak merupakan modal dasar untuk memperbaiki kondisi minat baca masyarakat, salah satu cara dalam rangka menumbuhkan minat baca anak sejak dini adalah dengan memperkenalkan kegiatan storytelling. Dalam

  

30

 

  

storytelling terdapat pesan moral yang dalam dan komprehensif, sehingga cerita

bisa dijadikan cara mendidik yang tanpa disadari anak.

  Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa storytelling atau dongeng adalah cerita hayalan yang diceritakan kepada generasi selanjutnya dengan menyajikan secara jelas dan memiliki nilai dan tujuan khusus. Dengan aspek-aspek sebagai berikut. a) Persiapan kegiatan storytelling; b) Saat kegiatan

  storytelling berlangsung; c) Setelah kegiatan storytelling berlangsung.