Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau

(1)

PERSEPSI PENGGUNA TERHADAP LAYANAN BILIK MELAYU

SEBAGAI SARANA PELESTARIAN BUDAYA MELAYU

DI PERPUSTAKAAN SOEMAN HS

PROVINSI RIAU

Skripsi

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam bidang studi

Ilmu Perpustakaan dan Informasi

OLEH:

KURROTA DZIKRA

120723007

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Dzikra, Kurrota. 2014. “Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau” Medan: Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pengguna Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau. Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi: layanan, koleksi, pustakawan, dan fasilitas atau sarana yang disediakan pada Layanan Bilik Melayu

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan mengelompokkan data hasil kuesioner berdasarkan kisi-kisi kuesioner. Populasi penelitian ini adalah seluruh pengguna Layanan Bilik Melayu yang berkunjung yaitu berjumlah 4.928 orang, dengan penentuan sampel dengan rumus Slovin tingkat kesalahan 10 % sehingga diperoleh 98 orang sampel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Layanan Bilik Melayu yang diterapkan sudah baik namun sistem tertutup yang diterapkan membuat pengguna merasa kesulitan. Jumlah koleksi sudah memadai dan kondisi fisik koleksi Bilik Melayu juga masih sangat baik, koleksi yang ada tergolong terbitan baru. Namun, masih belum sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pustakawan bersikap ramah dalam memberikan pelayanan. Namun, pustakawan yang bertugas belum tanggap dalam membantu pengguna mencari koleksi yang dibutuhkan. Pustakawan hanya memberikan arahan dimana koleksi tersebut diletakkan, tidak membantu langsung pengguna menemukan koleksi yang dibutuhkan. Fasilitas atau sarana pada Layanan Bilik Melayu. sudah sesuai dengan kebutuhan dan tertata dengan rapi. Namun, sarana penelusuran yang disediakan seperti katalog online kurang memadai karena jumlahnya yang masih terbatas dan jasa pembuatan fotokopi yang letaknya jauh dari jangkauan pengguna Layanan Bilik Melayu.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayahnya, sehingga penyusunan Skripsi dengan judul “Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Sosial dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan Skripsi ini banyak bimbingan, bantuan, dan dorongan baik secara moril maupun materil telah penulis peroleh dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Irawaty Kahar, M.Pd selaku Ketua Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi, juga selaku pembimbing II yang telah memberikan saran dan masukan serta kemudahan dalam proses penulisan skripsi ini.

3. Ibu Hotlan Siahaan S.Sos, M.I.Kom selaku dosen pembimbing I, yang telah banyak meluangkan waktu, membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran sehingga penulisan skripsi ini selesai.

4. Ibu Dra.Zaslina Zainuddin, M.Pd selaku dosen penguji I dan Ibu Himma Dewiyana, ST., M.Hum selaku dosen penguji II, yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Para Dosen Departemen Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi ilmu pengetahuan dan masukan yang membangun kepada penulis.

6. Para pustakawan Layanan Bilik Melayu serta staf/pegawai Unit Pelayanan Teknis Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau yang telah membantu dan mempermudah proses pengambilan data.

7. Teristimewa untuk kedua orang tercinta Abah Salfen Hasri dan Umi Helis Setiani, yang dengan penuh kasih sayang selalu memberikan yang terbaik, mendo’akan dan memberikan semangat penulis selama ini. Serta saudara-saudara tersayang Kurrota A’yuni, Bambang Wijiantoro, Mulkan Ikram,


(4)

Kurrota Hafidzah dan Rizkon As Shiddiqie yang telah dengan setia memberikan semangat, selalu memotivasi dan mendoakan penulis hingga penyelesaian studi ini.

8. Sahabat saya yang selalu setia menemani Kristi, Mutia, kak Ida, Iza juga teman-teman Kos Gang Kamboja No. 50 Ides, Putri, Tria, Sari, Nanda, Tiar dan Kak Melinda yang telah memberi semangat dan dukungan selama pembuatan skripsi ini. Teman-teman Ekstensi Ilmu Perpustakaan dan Informasi angkatan tahun 2012, Mona, Shinta, Pri, Feby, Kak Ribta, Kak Lidya, Nerly, Rahmi, Chece, Oji, Febri, Kak Ifat, Bg Aan, Ryan, Feni dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhirnya dengan mengharapkan Ridho Allah SWT. Penulis berharap Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2014 Penulis,


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Ruang Lingkup ... 4

BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Perpustakaan Umum ... 5

2.1.1 Pengertian Perpustakaan Umum ... 5

2.1.2 Tujuan Perpustakaan Umum ... 6

2.1.3 Fungsi Perpustakan Umum ... 7

2.1.4 Peran Perpustakaan Umum dalam Pelestarian Budaya Bangsa ... 11

2.2 Pelayanan Perpustakaan Umum ... 12

2.2.1 Unsur-unsur Pelayanan Perpustakaan ... 12

2.2.2 Jenis Layanan ... 13

2.2.3 Koleksi ... 16

2.2.4 Pustakawan ... 17

2.2.5 Fasilitas atau Sarana ... 19

2.3 Layanan Deposit ... 21

2.3.1 Pengertian Layanan Deposit ... 21

2.3.2 Tujuan dan Fungsi Layanan Deposit... 22

2.3.3 Jenis Koleksi Layanan Deposit ... 23

2.4 Persepsi ... 24

2.4.1 Pengertian Persepsi ... 24

2.4.2 Proses Pembentukan Persepsi ... 25

2.4.3 Pengelompokkan Persepsi ... 26

2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 27

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 29


(6)

3.3 Populasi ... 29

3.4 Sampel ... 29

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 31

3.7 Kisi-kisi Kuesioner ... 31

3.8 Analisis Data ... 32

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu Sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu ... 33

4.1.1 Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu... 33

4.1.2 Persepsi Pengguna Terhadap Koleksi Bilik Melayu ... 39

4.1.3 Persepsi Pengguna Terhadap Pustakawan Bilik Melayu ... 43

4.1.4 Persepsi pengguna Terhadap Fasilitas atau Sarana Bilik Melayu ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 50

5.2Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1: Kisi-kisi Kuesioner ... 31

Tabel 2: Penerapan Pelayanan Bilik Melayu ... 33

Tabel 3: Penerapan Sistem Layanan Bilik Melayu ... 34

Tabel 4: Peran Layanan Bilik Melayu ... 35

Tabel 5: Perkembangan Pelestarian Budaya Melayu ... 36

Tabel 6: Kesadaran Akan Pentingnya Budaya Melayu... 37

Tabel 7: Apresiasi Masyarakat Terhadap budaya Melayu ... 38

Tabel 8: Koleksi Literatur Budaya Melayu ... 39

Tabel 9: Kelengkapan Koleksi ... 40

Tabel 10: Jumlah Koleksi ... 40

Tabel 11: Kesesuaian Koleksi ... 41

Tabel 12: Kondisi Fisik Koleksi ... 42

Tabel 13: Sikap Pustakawan ... 43

Tabel 14: Jawaban Pustakawan Terhadap Pertanyaan Pengguna ... 44

Tabel 15: Ketanggapan Pustakawan ... 45

Tabel 16: Keterampilan dan Kecepatan Pustakawan ... 46

Tabel 17: Kondisi Ruangan ... 47

Tabel 18: Sarana Penelusuran Informasi... 48


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Kuesioner Penelitian ... 55

Lampiran 2: Tabulasi Data Hasil penelitian... 59

Lampiran 3: Gambaran Umum Perpustakaan Soeman HS ... 60


(9)

ABSTRAK

Dzikra, Kurrota. 2014. “Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau” Medan: Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pengguna Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau. Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi: layanan, koleksi, pustakawan, dan fasilitas atau sarana yang disediakan pada Layanan Bilik Melayu

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Data penelitian diperoleh melalui kuesioner dan studi kepustakaan. Analisis data dilakukan dengan mengelompokkan data hasil kuesioner berdasarkan kisi-kisi kuesioner. Populasi penelitian ini adalah seluruh pengguna Layanan Bilik Melayu yang berkunjung yaitu berjumlah 4.928 orang, dengan penentuan sampel dengan rumus Slovin tingkat kesalahan 10 % sehingga diperoleh 98 orang sampel.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Layanan Bilik Melayu yang diterapkan sudah baik namun sistem tertutup yang diterapkan membuat pengguna merasa kesulitan. Jumlah koleksi sudah memadai dan kondisi fisik koleksi Bilik Melayu juga masih sangat baik, koleksi yang ada tergolong terbitan baru. Namun, masih belum sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pustakawan bersikap ramah dalam memberikan pelayanan. Namun, pustakawan yang bertugas belum tanggap dalam membantu pengguna mencari koleksi yang dibutuhkan. Pustakawan hanya memberikan arahan dimana koleksi tersebut diletakkan, tidak membantu langsung pengguna menemukan koleksi yang dibutuhkan. Fasilitas atau sarana pada Layanan Bilik Melayu. sudah sesuai dengan kebutuhan dan tertata dengan rapi. Namun, sarana penelusuran yang disediakan seperti katalog online kurang memadai karena jumlahnya yang masih terbatas dan jasa pembuatan fotokopi yang letaknya jauh dari jangkauan pengguna Layanan Bilik Melayu.


(10)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Keberadaan perpustakaan dikalangan masyarakat dapat diartikan sebagai upaya untuk menampung, memilah, dan menyajikan informasi serta bahan bacaan demi pemenuhan kebutuhan informasi pengguna. Perpustakaan umum merupakan salah satu sumber informasi yang diperuntukkan bagi semua lapisan masyarakat tanpa memandang umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, dan suku. Sebagai wahana belajar sepanjang hayat, perpustakaan berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Menyediakan berbagai informasi pengetahuan, budaya, pendidikan, penelitian, pengajaran, dan bahkan juga sebagai pusat rekreasi kultural. Dengan peran tersebut maka perpustakaan umum bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui kebudayaan nasional.

Perpustakaan umum sebagai salah satu sumber pelestarian kekayaan budaya bangsa, hal ini sesuai dengan yang telah diamanatkan Undang-undang perpustakaan No. 43 Tahun 2007 Pasal 22. Peran tersebut semakin besar seiring dengan perkembangan pengetahuan dan informasi pada saat ini. Kemudahan informasi memungkinkan terjadinya pertukaran informasi budaya di berbagai negara atau bahkan sebaliknya budaya bangsa akan ditinggalkan karena dianggap tidak menarik dan kuno. Oleh karena itu perpustakaan berperan dalam menyimpan dan melestarikan informasi budaya bangsa tersebut, jangan sampai budaya bangsa hilang atau disalah gunakan oleh negara lain. Begitu penting dan berharganya budaya bangsa, namun rasa kesadaran untuk melestarikan warisan budaya yang turun-temurun tersebut masih terasa minim. Untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya bangsa, perpustakaan harus bisa mengembangkan dan meningkatkan layanannya. Tentunya layanan perpustakaan umum yang dapat mendukung perkembangan pendidikan dan budaya di daerah tersebut.

Layanan pada perpustakaan umum harus bisa memenuhi kebutuhan informasi masyarakat di wilayah perpustakaan itu berada. Layanan kepada pengguna juga dapat menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan kerja sebuah perpustakaan. Berhasil


(11)

tidaknya suatu pelayanan perpustakaan, dapat diketahui dengan melihat persepsi pengguna sebagai sasaran utama pelayanan. Pihak perpustakaan harus bisa mengetahui bagaimana persepsi masyarakat mengenai perpustakaan. Persepsi adalah suatu proses membuat penilaian atau membangun kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat dilapangan melalui penginderaan seseorang. Di perpustakaan persepsi lebih sering terjadi pada saat proses layanan pengguna berlangsung, karena pada saat itu pustakawan berhadapan langsung dengan pengguna.

Perpustakaan Umum Soeman HS terdapat di Provinsi Riau, yang terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Suku Melayu merupakan masyarakat terbesar dengan komposisi 37,74% dari seluruh penduduk Riau, sedangkan suku lainnya terdiri dari suku Jawa 25,05%, Minangkabau 11,26%, Batak 7,31%, Banjar 3,78%, Tionghoa 3,72%, Bugis 2,27%, lain-lain 8,87% (Sumber: BPS Provinsi Riau, 2010). Perpustakaan memberikan layanan bagi masyarakat umum setiap hari. Dengan jumlah anggota aktif perpustakaan hingga bulan Desember 2012 sebanyak 9.453 orang. Demi terwujudnya masyarakat daerah yang berbudaya, Perpustakaan Soeman HS berupaya memberikan layanan yang berciri khas budaya melayu. Layanan ini dikenal dengan Layanan Bilik Melayu, layanan ini juga berfungsi sebagai layanan deposit daerah. Layanan bilik melayu terletak di lantai 3 gedung perpustakaan dan diterapkan dengan sistem layanan tertutup. Dengan sistem layanan ini pengguna yang berkunjung tidak bisa meminjam koleksi untuk dibawa pulang, namun perpustakaan menyediakan layanan fotokopi dan koleksi yang dapat dibaca di tempat. Layanan Bilik Melayu menyimpan sejumlah literatur terkait budaya melayu. Berdasarkan data tahun 2012 koleksi pada Layanan Bilik Melayu terdiri dari 4.000 judul dengan total 7.000 eksemplar. Koleksi yang ada berupa terbitan daerah, rekaman musik daerah dan karya tokoh-tokoh daerah lainnya yang berkaitan dengan sejarah, sosial, geografi dan budaya melayu di Indonesia serta koleksi dan karya sastra lain berupa roman, puisi, gurindam dan cerita rakyat.

Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau telah ditunjuk sebagai salah satu

Center Of Excellent dalam pengembangan dan pelestarian budaya melayu untuk kawasan Sumatera semenjak tahun 2008. Kehadiran Perpustakaan Soeman HS


(12)

diharapkan menjadi simbol kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan budaya melayu. Berdasarkan pengamatan awal diketahui bahwa terdapat peningkatan kunjungan di Perpustakaan Soeman HS. Data perpustakaan menunjukkan bahwa adanya peningkatan kunjungan pengguna ke perpustakaan pada tahun 2012 dari pada kunjungan tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2011. Data menunjukkan 437.236 orang berkunjung ke perpustakaan pada tahun 2011 dan terjadi peningkatan kunjungan pengguna perpustakaan pada tahun 2012 menjadi 442.896 orang pengunjung. Sedangkan jumlah pengunjung yang memanfaatkan Layanan Bilik Melayu cenderung lebih sedikit dibandingkan layanan umum yang menerima kunjungan 200 orang pengunjung perhari. Diketahui data pengunjung bilik melayu dari bulan Desember 2011 hingga Desember 2012 adalah sebanyak 4.928 orang, dengan rata-rata pengunjung ± 15 orang perhari. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa jumlah pengguna yang memanfaatkan Layanan Bilik Melayu masih terbilang sedikit dibandingkan dengan keseluruhan jumlah pengunjung yang memanfaatkan perpustakaan. Secara umum, berdasarkan pengamatan awal yang telah dilakukan hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat Layanan Bilik Melayu, yang banyak mengandung nilai-nilai budaya, sejarah, dan kesenian yang harus dilestarikan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan serta pentingnya persepsi pengguna terhadap layanan perpustakaan dan untuk memperoleh gambaran mengenai Layanan Bilik Melayu yang dilakukan perpustakaan dalam upaya pelestarian budaya bangsa, maka diangkatlah permasalahan tersebut dengan judul “Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu, bagaimanakah Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau?


(13)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian adalah:

1. Bagi perpustakaan Soeman HS, yaitu sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak perpustakaan dalam menerapkan dan meningkatkan pelayanan pengguna di perpustakaan. Terutama dalam mengembangkan Layanan Bilik Melayu sebagai upaya dalam pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau.

2. Bagi peneliti Lanjutan, yaitu menambah referensi mengenai topik yang sama dalam aspek yang berbeda.

3. Bagi peneliti, yaitu menambah wawasan dan pengetahuan peneliti mengenai persepsi dan layanan pengguna dalam melestarikan budaya daerah setempat.

1.5Ruang Lingkup

Ruang Lingkup yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS yang dilihat dari layanan, koleksi, pustakawan, dan fasilitas atau sarana yang disediakan Layanan Bilik Melayu.


(14)

BAB II

KAJIAN TEORITIS 2.1Perpustakaan Umum

Untuk lebih memahami perpustakaan umum serta pentingnya keberadaan perpustakaan umum, maka pada bagian ini akan dijelaskan mengenai perpustakaan umum tujuan, fungsi dan peran perpustakaan umum dalam Pelestarian Budaya Bangsa.

2.1.1Pengertian Perpustakaan Umum

Perpustakaan umum merupakan salah satu sumber informasi yang didirikan bagi kepentingan masyarakat luas. Perpustakan menurut UU No. 43 tahun 2007 pasal 6 ayat 1 adalah “Institusi pengelola karya tulis, karya cetak, dan karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku, guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi dan referensi para pemustaka”. Sejalan dengan hal tersebut Sutarno (2003, 32) juga menyatakan bahwa, “Perpustakaan umum adalah lembaga pendidikan yang menyediakan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, jenis kelamin dan pendidikan”. Sedangkan menurut Hermawan (2006, 30), “Perpustakaan umum pada dasarnya didirikan oleh masyarakat, untuk masyarakat dan didanai dengan dana masyarakat”. Selain itu menurut Pamuntjak (2000, 3), “Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang menghimpun koleksi buku, bahan cetakan serta rekaman lain untuk kepentingan masyarakat umum”.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perpustakaan umum merupakan suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat dan untuk masyarakat, yang menyediakan berbagai macam informasi dan bacaan yang beraneka ragam untuk semua tingkatan dan lapisan masyarakat umum, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga lanjut usia.


(15)

2.1.2 Tujuan Perpustakaan Umum

Pada dasarnya perpustakaan umum diselenggarakan dengan beberapa tujuan yang ingin dicapai. Menurut Hermawan (2006, 31) tujuan perpustakaan umum antara lain:

1. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menggunakan bahan pustaka yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesejahteraan.

2. Menyediakan informasi yang murah, mudah, cepat dan tepat yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.

3. Membantu dalam pengembangan dan pemberdayaan komunitas melalui penyediaan bahan pustaka dan informasi.

4. Bertindak sebagai agen kultural, sehingga menjadi pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya.

5. Memfasilitasi masyarakat untuk belajar sepanjang hayat.

Sedangkan Manifesto Perpustakaan Umum yang dikeluarkan oleh UNESCO dalam Hasugian (2009, 77) menyatakan bahwa perpustakaan umum mempunyai empat tujuan utama yaitu:

1. Memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca bahan pustaka yang dapat membantu meningkatkan mereka ke arah kehidupan yang lebih baik. 2. Menyediakan informasi yang cepat, tepat dan murah bagi masyarakat,

terutama informasi mengenai topik yang berguna bagi mereka dan yang sedang hangat dibicarakan dalam kalangan masyarakat.

3. Membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, sejauh kemampuan tersebut dapat dikembangkan dengan bantuan bahan pustaka.

4. Bertindak sebagai agen kultural artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya. Perpustakaan umum bertugas menumbuhkan budaya masyarakat sekitarnya dengan cara menyelenggarakan pameran budaya, ceramah, pemutaran film dan penyediaan informasi yang dapat meningkatkan keikutsertaan, kegemaran dan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk seni.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui dan disimpulkan bahwa pada dasarnya perpustakaan umum bertujuan memberikan kesempatan bagi masyarakat umum untuk mendapatkan informasi, yang dapat membantu meningkatkan kehidupan mereka ke arah yang lebih baik. Perpustakaan umum menyediakan sumber informasi yang cepat, murah dan tepat mengenai topik-topik yang sedang hangat di kalangan


(16)

masyarakat maupun topik yang berguna bagi kehidupan mereka sehari-hari. Selain itu perpustakaan juga turut membina masyarakat menumbuhkan budaya daerah sekitar dengan cara menyelenggarakan pameran budaya, dan menyediakan informasi dalam bentuk bacaan atau lainnya yang dapat meningkatkan keikutsertaan, kegemaran dan apresiasi masyarakat terhadap segala bentuk seni budaya daerah.

2.1.3 Fungsi Perpustakaan Umum

Penyelenggaraan perpustakaan dengan tujuan yang telah dijabarkan sebelumnya, dapat terlaksana apabila perpustakaan umum telah menjalankan fungsinya dengan baik. Fungsi perpustakaan selalu dikaitkan dengan jenis dan misi perpustakaan tersebut. Menurut Yusuf (1996, 21) fungsi perpustakaan umum dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Fungsi edukatif, yaitu perpustakaan umum menyediakan berbagai jenis bahan bacaan berupa karya cetak dan karya rekam untuk dapat dijadikan sumber belajar dan menambah pengetahuan secara mandiri.

2. Fungsi informatif, yaitu perpustakaan umum sama dengan berbagai jenis perpustakaan lainnya, yaitu menyediakan buku-buku referansi, bacaan ilmiah populer berupa buku dan majalah ilmiah serta data-data penting lainnya yang diperlukan pembaca.

3. Fungsi kultural, yaitu perpustakaan umum menyediakan berbagai bahan pustaka sebagai hasil budaya bangsa yang direkam dalam bentuk tercetak/terekam. Perpustakaan merupakan tempat penyimpanan dan terkumpulnya berbagai karya budaya manusia yang setiap waktu dapat diikuti perkembangannya melalui koleksi perpustakaan.

4. Fungsi rekreasi, yaitu perpustakaan umum bukan hanya menyediakan bacaan-bacaan ilmiah, tetapi juga menghimpun bacaan-bacaan hiburan berupa buku-buku fiksi dan majalah hiburan untuk anak-anak, remaja dan dewasa. Bacaan fiksi dapat menambah pengalaman atau menumbuhkan imajinasi pembacanya dan banyak digemari oleh anak-anak dan dewasa.

Dalam fungsinya yang lain Hasugian (2009, 82) menyatakan bahwa, “Fungsi perpustakaan secara umum adalah sebagai penyimpanan, pendidikan, penelitian, informasi, dan kultural”. Sejalan dengan pendapat tersebut Sulistyo-Basuki (1993: 7) juga menyatakan bahwa, “Tujuan perpustakaan berfungsi sebagai agen kultural, artinya perpustakaan umum sebagai pusat utama kehidupan berbudaya masyarakat sekitarnya dan menumbuhkan apresiasi budaya masyarakat”.


(17)

Dari uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat diketahui bahwa perpustakaan umum memiliki fungsi utama edukatif, informatif, kultural, rekreatif yang mengarah kepada pelestarian hasil budaya umat manusia. Dimana sasaran dari pelaksanaan fungsi perpustakaan ini adalah terbentuknya masyarakat yang mempunyai budaya membaca dan belajar sepanjang hayat.

2.1.4 Peran Perpustakaan dalam Pelestarian Budaya Bangsa

Bangsa Indonesia sangat kaya dengan berbagai macam budaya dari suku bangsa yang beragam. Kebudayaan merupakan unsur sejarah yang penting bagi sebuah bangsa. Bangsa yang besar menghargai warisan sejarah kebudayaannya Menurut Saputra (2013, 1),

Warisan atau khazanah budaya bangsa merupakan karya cipta, rasa, dan karsa masyarakat di seluruh wilayah tanah air Indonesia yang dihasilkan secara sendiri-sendiri maupun akibat interaksi dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaanya dan terus berkembang sampai saat ini.

Seiring dengan perjalanan waktu dan zaman, banyak peninggalan bersejarah yang hilang, rusak bahkan terlupakan. Oleh karena itu diperlukan upaya dalam pelestarian peninggalan budaya. Sangat disayangkan apabila saat ini literatur tentang Indonesia justru banyak ditemukan di Universitas Laiden, Belanda dan di Universitas Cornell, New York AS (Saputra, 2014, 1). Sudah seharusnya pemerintah dan seluruh warga negara Indonesia berupaya untuk melestarikan warisan yang tidak ternilai harganya itu agar tidak musnah, hancur, lapuk, dipindahtangankan, ataupun hilang karena dicuri, dirampas baik dengan terang-terangan maupun secara halus. Menurut Arif (2006, 2),

Pelestarian warisan budaya bangsa dapat diartikan sebagai suatu kegiatan berkelanjutan dalam menjaga kumpulan kekayaan akal-budi, pengetahuan, dan budaya bangsa untuk tetap hidup dan bermanfaat bagi masyarakat masa kini dan masa yang akan datang.

Sedangkan menurut Hinani (2002, 2) “Perpustakaan memiliki peran kebudayaan sebagai wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa untuk memajukan kebudayaan nasional melalui penyediaan berbagai koleksinya”. Oleh sebab itu upaya


(18)

pelestarian khazanah budaya nasional secara tidak langsung dapat menjadi upaya menjaga martabat bangsa Indonesia di mata Internasional.

Perpustakaan berperan sebagai wahana pelestari sikap budaya manusia dari masa ke masa. Menurut Hasugian (2009, 95), Perpustakaan bertugas menyimpan khasanah budaya bangsa serta tempat untuk mendidik dan mengembangkan apresiasi budaya masyarakat”. Sedangkan menurut Astutiningtyas (2006, 11) “Perpustakaan yang hanya difungsikan sebagai tempat penyimpanan tidak akan memberikan pengaruh yang berarti dalam upaya pelestarian warisan budaya berupa nilai-nilai luhur”. Maka disinilah perpustakaan sangat berperan tidak hanya sekedar gedung atau ruang penyimpanan hasil pemikiran, ide atau gagasan seseorang, tetapi juga sebagai wahana pelestari budaya bangsa dalam upaya memajukan kebudayaan nasional. Melaksanakan berbagai kegiatan yang dapat meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap budaya bangsa, contohnya dengan mengadakan pameran budaya, pertunjukan seni daerah dan menyediakan informasi dalam bentuk bacaan atau lainnya.

Pernyataan mengenai keberadaan perpustakaan sebagai lembaga yang berfungsi melestarikan budaya tertuang dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang perpustakaan yang menyatakan bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota berkewajiban untuk menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasar kekhasan daerah masing-masing dan keberadaan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari peradaban dan budaya umat manusia. Perpustakaan sebagai sistem pengelolaan rekaman gagasan, pemikiran, pengalaman dan pengetahuan manusia, mempunyai fungsi utama melestarikan hasil budaya umat manusia tersebut, khususnya yang berbentuk dokumen karya cetak dan karya rekam.

Sebenarnya pemerintah juga sudah mulai menyadari arti penting kebudayaan dan peran perpustakaan dalam pelestariannya. Untuk itu pemerintah mengaturnya dalam berbagai produk perundang-undangan. Menurut Dwiyanto (2006, 1) setidaknya hingga saat ini telah ada dua undang dan satu rancangan undang-undang Perpustakaan Nasional terkait dengan peran perpustakaan dalam pelestarian khazanah budaya bangsa. undang-undang tersebut yaitu sebagai berikut:


(19)

1. UU hak cipta,

Sejak diundang-undangkan pada tahun 1982 undang-undang hak cipta di Indonesia mengalami beberapa kali revisi, saat ini UU yang berlaku yaitu UU No.19 Th 2002. Terkait dengan kegiatan pelestarian ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu, berapa lama hak cipta itu berlaku atas karya dan bagaimana dengan karya yang tidak diketahui penciptanya. Negara juga memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya nasional lainnya, folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik bersama seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.

2. UU serah simpan karya cetak dan karya rekam,

Pemerintah telah membuat UU No. 4 th 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam dilengkapi dengan PP No. 70th 1991 Pasal 4 ayat (c) UU No. 4th 1990, menyatakan salah satu tujuan perpustakaan adalah menyediakan wadah bagi pelestarian hasil budaya bangsa, baik berupa karya cetak, maupun karya rekam, melalui program wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam sesuai dengan undang-undang serah simpan karya cetak dan karya rekam. Kewajiban serah-simpan karya cetak dan karya rekam yang diatur dalam Undang-undang ini bertujuan untuk mewujudkan "Koleksi Deposit Nasional" dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

3. Rancangan UU perpustakaan, termasuk juga keputusan presiden mengenai pembentukan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia untuk mewujudkan koleksi deposit nasional. Sejak tahun 2005 PERPUSNAS mulai menyusun rancangan undang-undang perpustakaan. Terkait dengan pelestarian, sebelumnya PERPUSNAS menggunakan istilah pelestarian pustaka budaya bangsa sesuai dengan istilah yang diundangkan dalam Keppres No. 67 th 2000. Namun pada RUU perpustakaan istilah ini diganti menjadi pelestarian khazanah budaya bangsa. Untuk mempertegas fungsi perpustakaan sebagai pelestari khazanah budaya bangsa, UU No. 4/90 akan dilebur dalam undang-undang perpustakaan yang baru ini, termasuk didalamnya pengaturan dengan mengenai hak cipta, terutama yang dimiliki Negara. RUU Perpustakaan masih dalam bentuk draft, untuk itu perlu diadakan pengkajian lebih mendalam dan evaluasi dari berbagai pihak sebelum disahkan.

Terkait dengan peran dan keberadaan perpustakaan dalam menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum berdasarkan kekhasan daerah. Pemerintah melalui Badan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia juga telah memilih enam Provinsi yang dianggap mampu menjadi pusat unggulan kebudayaan lokal. Daerah yang telah ditunjuk menjadi Center Of Excellent dalam pelestarian budaya lokal tersebut adalah provinsi Riau sebagai pusat informasi kebudayaan Melayu, Jawa


(20)

Tengah sebagai pusat kebudayaan di seluruh pulau Jawa, Bali sebagai pusat informasi kebudayaan yang meliputi Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan menjadi pusat kebudayaan di seluruh pulau Sulawesi, Papua barat sebagai pusat kebudayaan wilayah Papua dan Provinsi Kalimantan Timur sebagai pusat kebudayaan seluruh pulau Kalimantan yang meliputi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa perpustakaan diselenggarakan selain berperan sebagai wahana pelestari berbagai jenis khazanah budaya bangsa, juga berperan membina dan menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap budaya daerah masing-masing dan karya anak bangsa yang ada di Indonesia serta dapat mewariskan budaya tersebut kepada setiap generasi baik dalam bentuk karya tulis, karya cetak maupun karya rekam.

2.2 Pelayanan Perpustakaan Umum

Pelayanan perpustakaan menjadi suatu aspek penting di perpustakaan karena pelayanan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam menyelenggarakan perpustakaan. Menurut Sutarno (2006, 90) “Pelayanan perpustakaan merupakan kegiatan yang memberikan layanan yang baik sebagaimana dikehendaki oleh pemakai dalam pemberian informasi”. Sedangkan menurut Murniaty (2011, 2)

“Pelayanan perpustakaan dapat diartikan sebagai kegiatan memberi bantuan pada pengguna untuk dapat memperoleh informasi yang sesuai dengan kebutuhannya. Termasuk didalamnya pemberian bantuan terhadap penggunaan seluruh sarana dan fasilitas yang tersedia di perpustakaan.”

Dapat disimpulkan bahwa pelayanan perpustakaan merupakan kegiatan yang berkaitan dengan memberikan bantuan dengan menawarkan jasa dan koleksi kepada pengguna sebagai upaya pihak perpustakaan untuk menyampaikan informasi kepada pengguna secara tepat dan maksimal. Jika dikaitkan dengan Layanan Bilik Melayu maka dapat diartikan bahwa semua kegiatan pemberian bantuan kepada pengguna baik dalam bentuk penawaran koleksi maupun penggunaan sarana dan prasarana lainnya yang telah disediakan Layanan Bilik Melayu untuk memenuhi kebutuhan pengguna.


(21)

2.2.1Unsur-unsur Pelayanan di Perpustakaan

Suatu perpustakaan dapat dikatakan baik apabila telah memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pengguna. Dalam menjalankan pelayanan yang tepat sasaran tersebut tentunya ada beberapa unsur yang harus dipenuhi. Menurut Mudhoffir (1986, 64) “Pelayanan di perpustakaan memiliki empat unsur, yaitu: koleksi, fasilitas atau sarana, staff atau pustakawan dan pengguna”. Keempat unsur tersebut harus terlaksana dengan baik agar menghasilkan pelayanan yang diharapkan. Sedangkan menurut Soeatminah (1992, 130) “Kegiatan layanan dapat menjadi tolok ukur keberhasilan perpustakaan, namun layanan juga harus didukung dengan pembinaan koleksi dan tenaga pelayanan”. Dengan mengacu pada kedua pendapat tersebut maka untuk memberikan pelayanan yang maksimal kepada pengguna,perpustakaan harus memenuhi beberapa unsur seperti koleksi, sarana dalam layanan dan pustakawan.

Selain itu untuk melihat apakah suatu pelayanan yang disediakan perpustakaan tersebut baik dan berkualitas Masruri menyatakan (2003, 167) ada lima aspek pokok yang harus diperhatikan sebagai berikut:

1. Keandalan (realibility), kemampuan lembaga untuk melaksanakan jasa layanan dengan tepat dan percaya.

2. Keresponsifan (responsiveness), merupakan kemauan untuk membantu pemustaka dalam memberikan jasa yang cepat dan tanggap.

3. Keyakinan (assurance), merupakan pengetahuan dan kesopanan pustakawan serta kemampuan untuk dapat menimbulkan kepercayaan, keyakinan dalam hati pemustaka.

4. Empati (emphaty), merupakan kepedulian, memberikan perhatian bagi semua pelangggan.

5. Berwujud (tangibles), berupa penampilan fisik, peralatan, perabotan, personal dan media komunikasi.

Dengan menyediakan layanan yang memperhatikan aspek di atas maka diharapkan organisasi perpustakaan dan sumber daya manusia dapat memberikan pelayanan yang konkrit dan sesuai standar yang dijanjikan kepada pengguna. Unsur-unsur dalam pelayanan tersebut akan dibahas pada uraian berikut:


(22)

2.2.2Jenis Layanan

Layanan di sebuah perpustakaan merupakan suatu hal yang penting dalam penyelenggaraan perpustakaan. Menurut Darmono (2001, 134) “Layanan perpustakaan adalah menawarkan semua bentuk koleksi yang dimiliki perpustakaan kepada pemakai yang datang ke perpustakaan dan meminta informasi yang dibutuhkannya”. Sedangkan menurut Sutarno (2006, 90) “Layanan di perpustakaan dapat menjadi barometer keberhasilan penyelenggaraan perpustakaan karena kegiatan ini berhubungan langsung dengan masyarakat”. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa layanan perpustakaan merupakan kegiatan penawaran jasa dan koleksi sesuai dengan kebutuhan pengguna untuk memperoleh informasi sesuai dengan kebutuhannya.

Layanan pengguna juga merupakan salah satu kegiatan pokok di perpustakaan. Menurut Soetminah (1992, 130) “Layanan yang diberikan oleh perpustakaan kepada pengguna merupakan tolok ukur keberhasilan kerja sebuah perpustakaan”. Hal ini terjadi karena kegiatan layanan merupakan kegiatan yang mempertemukan langsung pustakawan dengan penggunanya, penilaian dan persepsi pengguna akan muncul ketika kegiatan tersebut berlangsung. Menurut Suwarno (2009, 60) “Interaksi seorang pustakawan terhadap pemakainya merupakan pelayanan personal yang berarti bagaimana cara pelayanan yang diberikan”. Hal inilah yang dapat menjadi penilaian perpustakaan dimata pengguna. Interaksi yang terjadi antara pengguna dan pustakawan dalam kegiatan layanan di perpustakaan dapat menimbulkan persepsi baik dan buruk oleh pengguna.

Dalam memberikan layanan kepada pengguna perpustakaan juga perlu menentukan sistem layanan yang akan digunakan, hal ini dilakukan agar pengguna dapat memanfaatkan layanan dan koleksi perpustakaan dengan baik. Penentuan sistem layanan yang digunakan tentu harus sesuai dengan kebutuhan perpustakaan. Menurut Darmono (2001, 137) sistem layanan perpustakaan ada dua yaitu:

1.Sistem layanan terbuka (Opened Access).

Menurut Rahayuningsih (2007, 93), “Sistem layanan terbuka adalah sistem yang memungkinkan pengguna masuk kedalam ruang koleksi untuk memilih dan


(23)

mengambil sendiri koleksi yang diinginkan”. Sistem layanan terbuka memberikan kebebasan kepada pengguna perpustakaan memilih dan mengambil sendiri pustaka yang dikehendakinya dari ruang koleksi. Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan sistem layanan terbuka adalah:

a. Pemakai bebas memilih bahan pustaka yang dibutuhkan langsung pada jajaran koleksi.

b. Pemakai dapat menemukan koleksi lain yang sesuai atau menarik minat langsung pada jajaran koleksi sehingga dapat meningkatkan minat baca pemakai.

c. Pemakai dapat langsung mencari alternatif lain dengan subjek yang sama pada jajaran koleksi secara cepat.

d. Tidak memerlukan petugas yang banyak untuk melayani pengambilan koleksi.

Sedangkan kerugian atau kelemahan dari sistem layanan terbuka adalah: a. Frekwensi kerusakan lebih besar.

b. Kemungkinan bahan pustaka hilang lebih tinggi.

c. Terjadi kerusakan koleksi, susunan buku menjadi tidak teratur. Sehingga pustakawan harus lebih sering menyusun buku. (Sjahrial, 2000, 33)

2.Sistem layanan tertutup (Closed Access),

Sistem layanan tertutup menurut Soeatminah (1992, 131) adalah “Suatu sistem layanan yang tidak memperbolehkan pengunjung masuk keruang koleksi, pengunjung diperbolehkan mencari koleksi pada katalog yang telah disediakan dan dengan bantuan pustakawan untuk mengambilkannya”. Pada sistem layanan tertutup setiap pengguna harus mengetahui terlebih dahulu pengarang atau judul buku subjek yang diinginkan kemudian meminta petugas perpustakaan mencarikannya keruang koleksi. Adapun keuntungan menggunakan sistem layanan tertutup adalah:

a. Susunan koleksi akan tetap rapi karena hanya petugas perpustakaan yang dapat masuk kejajaran koleksi.

b. Terjadinya kehilangan dan kerusakan bahan perpustakaan dapat diperkecil. c. Ruangan perpustakaan yang disediakan tidak perlu luas.

d. Untuk koleksi yang sangat rentan terhadap kerusakan maka sistem ini sangat sesuai.

Sedangkan kerugian menggunakan sistem layanan tertutup

a. Dalam menemukan bahan pustaka pengguna hanya dapat mengetahui ciri-ciri kepengarangan dan ciri-ciri fisik bahan pustaka yaitu judul, pengarang, ukuran buku dan jumlah halaman.


(24)

b. Judul buku yang dipilih melalui katalog kartu maupun online tidak selalu menggunakan buku yang dimaksud.

c. Pengguna tidak dapat melakukan browsing dijajaran rak.

d. Jika peminjam banyak, dan tugas perpustakaan relativ terbatas hal ini membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup banyak (Sjahrial, 2000, 33)

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa sistem layanan yang diberlakukan di perpustakaan ada dua macam yaitu sistem layanan terbuka dan sistem layanan tertutup. Sistem layanan terbuka memungkinkan pengguna untuk memilih koleksi langsung dirak sebaliknya sistem layanan tertutup tidak memperbolehkan pengguna memilih langsung kerak melainkan pencarian melalui katalog dan bantuan pustakawan. Sistem yang akan digunakan disebuah perpustakaan berkaitan dengan bagaimana cara perpustakaan memberikan kesempatan pada pengguna untuk menemukan dan memanfaatkan informasi yang dimiliki perpustakaan tersebut

Selain menentukan sistem yang akan digunakan dalam layanan pengguna. Perpustakan terutama perpustakaan umum harus memilik layanan yang beraneka ragam, sesuai dengan kebutuhan pengguna yang juga berbeda-beda dan bermacam-macam. Menurut Hermawan (2006, 31) jenis-jenis layanan perpustakaan umum antara lain:

1. Layanan pendidikan, perpustakaan menyediakan koleksi dan informasi yang dibutuhkan pengguna dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan. 2. Layanan informasi, melalui perpustakaan umum perpustakan akan

mendapatkan layanan informasi dengan mudah, murah dan cepat. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan aktifitas masyarakat.

3. Layanan rekreatif, perpustakaan umum memberikan layanan bagi pengguna yang memungkinkan pengguna perpustakaan menggunakan waktu luangnya untuk berekreasi, baik melalui bahan pustaka tertulis maupun media.

Sedangkan menurut Sutarno (2006, 92), “Ada beberapa layanan yang dapat dikembangkan oleh perpustakaan antara lain: layanan informasi, layanan penelitian, layanan rekreasi, sirkulasi, referensi, penelusuran literatur, bimbingan pemakai, dan lain sebagainya”. Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pada umumnya jenis layanan yang ada di perpustakaan disediakan berdasarkan kebutuhan pengguna. Layanan yang umumnya disediakan oleh pihak perpustakaan antara lain terdiri dari layanan sirkulasi, layanan referensi, layanan deposit, layanan audiovisual,


(25)

layanan terbitan berseri dan layanan anak. Keberhasilan suatu perpustakaan dapat diukur dari bagaimana perpustakaan menyajikan berbagai pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pengguna.

Dari beberapa pendapat di atas, maka yang dimaksud dengan layanan adalah menawarkan beraneka ragam jenis koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan kepada pengguna dengan sistem layanan yang telah ditentukan sesuai kebutuhan informasi pengguna. Jika dikaitkan dengan Layanan Bilik Melayu Maksudnya adalah menawarkan berbagai jenis koleksi yang tersedia pada Layanan Bilik Melayu baik dalam bentuk cetak maupun karya rekam sesuai dengan kebutuhan pengguna Layanan Bilik Melayu.

2.2.3 Koleksi

Koleksi perpustakaan merupakan salah satu unsur yang penting. pelayanan perpustakaan tidak dapat berjalan dengan baik apabila tidak didukung oleh koleksi yang tepat. Menurut Siregar (2002, 2), “Koleksi perpustakaan adalah semua bahan pustaka yang dikumpulkan, diolah dan disimpan untuk disajikan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan pengguna akan informasi”. Kelengkapan koleksi disebut juga sebagai salah satu faktor utama yang dapat digunakan sebagai indikator suksesnya pelayanan karena kelengkapan koleksi di perpustakaan dapat menjawab kebutuhan informasi pengguna.

Untuk dapat memberikan pelayanan, perpustakaan harus berupaya menyediakan koleksi dan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Menurut Sutarno (2006, 75) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyediakan koleksi perpustakaan antara lain:

1. Kerelevanan, jenis koleksi yang akan dilayankan hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna perpustakaan.

2. Berorientasi kepada pengguna perpustakaan. 3. Kelengkapan koleksi.

4. Kemutakhiran koleksi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan yang dimaksud dengan koleksi adalah semua bahan yang dikumpulkan dan disajikan kepada pengguna demi


(26)

memenuhi kebutuhan informasi pengguna dengan tetap memperhatikan aspek kelengkapan dan kemutakhiran informasi tersebut, jika dikaitkan dengan Layanan Bilik Melayu maka maksudnya adalah semua bahan yang dikumpulkan, diolah, disimpan serta disajikan pihak Layanan Bilik Melayu dengan memperhatikan ketersediaan dan kelengkapan koleksi yang ada demi pemenuhan kebutuhan informasi pengguna Layanan Bilik Melayu. Selain itu keberagaman jenis koleksi yang dimiliki oleh Layanan Bilik Melayu tentu juga dapat memberikan alternatif yang lebih banyak bagi pengguna untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

2.2.4Pustakawan

Perpustakaan tentu tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya tenaga professional yang berperan dalam pelaksanakan kegiatan perpustakaan. Perpustakaan yang dilengkapi sarana dan fasilitas yang lengkap, koleksi bahan pustaka yang memadai, apabila tidak ditunjang oleh pustakawan yang mampu bekerja secara professional, maka perpustakaan tersebut tidak akan berarti. Menurut Suhernik (2006, 73),

Pustakawan adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan perpustakaan dengan jalan memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan tugas lembaga induknya berdasarkan ilmu pengetahuan, dokumentasi dan informasi yang dimilikinya melalui pendidikan.

Sedangkan menurut Hasugian (2009, 138), “Pustakawan adalah seseorang yang bekerja di perpustakaan yang memiliki keahlian dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan dalam bidang perpustakaan dan informasi”. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pustakawan adalah seseorang yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan di perpustakaan yang telah memperoleh pendidikan mengenai perpustakaan dan informasi. Untuk dapat disebut sebagai pustakawan harus memenuhi beberapa persyaratan. Pustakawan Indonesia yang ideal harus memiliki beberapa persyaratan. Menurut Suhernik (2006: 73) ada beberapa persyaratan antara lain sebagai berikut:

1. Aspek professional. Pustakawan Indonesia berpendidikan formal ilmu pengetahuan. Pustakawan juga dituntut gemar membaca, trampil, kreatif, cerdas, tanggap, berwawasan luas, berorientasi ke depan, mampu menyerap


(27)

ilmu lain, objektif (berorientasi pada data) generalis di satu sisi, tetapi memerlukan disiplin ilmu tertentu di pihak lain, berwawasan lingkungan, mentaati etika profesi pustakawan, mempunyai motivasi tinggi, berkarya di bidang kepustakawanan dan mampu melaksanakan penelitian dan penyuluhan,

2. Aspek kepribadian dan perilaku. Pustakawan indonesia harus bertakwa kepada tuhan yang maha esa, bermoral pancasila, mempunyai tanggung jawab sosial dan kesetiakawanan, memiliki etos kerja yang tinggi, mandiri, loyalitas yang tinggi terhadap profesi, luwes, komunikatif dan bersikap suka melayani, ramah dan simpatik, terbuka terhadap kritik dan saran, selalu siaga dan tanggap kemajuan dan perkembangan ilmu dan teknologi, berdisiplin tinggi dan menjunjung tinggi etika pustakawan indonesia.

Disamping persyaratan di atas, agar layanan yang diberikan kepada pengguna lebih berhasil menurut Soeatminah (1992, 132) pustakawan juga harus memiliki persyaratan sebagai berikut:

1. Memiliki kemampuan dan kemauan dalam melayani pengguna dengan ramah, baik, sopan, teliti dan tekun.

2. Berpenampilan menyenangkan.

3. Pandai bergaul sehingga orang lain merasa diperhatikan. 4. Memiliki pengetahuan yang luas.

5. Dan lain sebagainya.

Dari penjelasan yang telah diuraikan, maka dapat diketahui bahwa setiap pustakawan yang bertugas di perpustakan harus mampu bekerja secara profesional, berpenampilan menyenangkan serta memiliki kepribadian yang ramah sehingga pengguna yang berkunjung merasa diperhatikan. Apabila dikaitkan dengan Layanan Bilik Melayu maksudnya adalah seseorang yang bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pelayanan pada Layanan Bilik Melayu yang memiliki amanat dan beperan besar dalam pelaksanaan kegiatan pada layanan tersebut. Pustakawan yang bertugas pada Layanan Bilik Melayu diminta untuk mampu bersikap baik dalam memberikan bantuan ataupun bimbingan secara tepat dan cepat kepada pengguna. Berdasarkan tugas yang diamanatkan tersebut maka pustakawan Layanan Bilik Melayu juga bertanggung jawab dalam pelestarian budaya bangsa sehingga dapat membantu meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap budaya daerah.


(28)

2.2.5Fasilitas atau Sarana Perpustakaan

Fasilitas perpustakaan merupakan sarana yang disediakan oleh perpustakaan dalam memudahkan pengguna memanfaatkan perpustakaan. Menurut Yusup (2009, 467),” Fasilitas perpustakaan adalah segala peralatan dan perabotan serta berbagai alat bantu lainnya yang disediakan perpustakaan, berfungsi sebagai fasilitas untuk memudahkan pemanfaatan koleksi informasi dan sumber informasi yang ada di perpustakaan”. Fasilitas tersebut antara lain:

1. Gedung dan Ruangan Perpustakaan.

Dalam kegiatan dan pelaksanakan perpustakaan diperlukan gedung dan ruangan. Keadaan ruang perpustakaan juga merupakan salah satu hal yang penting dalam penyelenggarakan perpustakaan. Gedung dan ruangan tidak bisa dipisahkan dari perpustakaan menurut Sulistyo-Basuki dalam Lasa (2005, 147) “Perpustakaan bagian sebuah gedung ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual”. Sedangkan Siregar (2007, 14) menyatakan bahwa ruang baca adalah “Ruangan yang dipergunakan oleh pengguna/pengunjung perpustakaan untuk membaca bahan perpustakaan yang diperlukan”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ruang perpustakaaan adalah bagian dari gedung perpustakaan yang dipergunakan pengguna dalam kegiatan memanfaatkan layanan dan koleksi perpustakaan.

2. Perabot dan Perlengkapan Perpustakaan.

Perabot dan perlengkapan di perpustakaan tergantung pada jenis atau sistem layanan yang diterapkan untuk layanan kepada pengguna. Menurut Siregar (2007, 18) perabot adalah:

Barang-barang yang berfungsi sebagai wadah atau wahana penunjang fungsi perpustakaan seperti meja, kursi, rak, buku dan lain-lain. Sedangkan perlengkapan adalah barang-barang yang merupakan perlengkapan dari suatu komponen dan kegiatan perpustakaan antara lain mesin tik, komputer, layar proyektor dan lain-lain.

Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (1993, 309) Perabot dan perlengkapan bergerak mencakup barang-barang untuk umum, ruang kerja, pemberian jasa serta


(29)

barang tambahan lainnya. Adapun perlengkapan, peralatan dan perabot utama sebuah perpustakaan menurut Sutarno (2006, 85) yaitu:

a. Rak bahan pustaka: buku, majalah, surat kabar, pandang dengar (audio visual).

b. Lemari katalog; ukurannya disesuaikan dengan ukuran kartu katalog. c. Meja kursi untuk para pembaca di ruang baca, bentuknya dapat

bermacam-macam.

d. Meja sirkulasi/layanan.

e. Mesin tik untuk pembuatan kartu katalog dan surat-surat. f. Meja kerja pengolahan dan untuk pegawai.

g. Lemari penitipan tas/ barang. h. Papan pamer (display).

i. Alat baca khusus untuk koleksi tertentu. j. Lemari arsip untuk tata usaha.

k. Papan pengumuman. l. Kotak saran.

m. Jam dinding.

n. Troli pembawa bahan pustaka. o. Komputer, dan lain-lain.

Dapat disimpulkan bahwa perabot dan perlengkapan perpustakaan adalah barang-barang yang disediakan berdasarkan jenis layanan untuk menunjang fungsi dan kebutuhan perpustakaan.

3. Sarana Penelusuran Informasi.

Perpustakaan sebagai lembaga yang menawarkan jasa dalam bentuk informasi harus menyediakan sarana yang diperlukan dalam penelusuran. Agar setiap informasi dan bahan pustaka dapat dengan mudah dan cepat ditemukan. Katalog perpustakaan merupakan salah satu sarana dalam penelusuran dan temu balik informasi. Menurut Sulistyo-Basuki (1993, 315), “Katalog perpustakaan adalah daftar buku dalam sebuah perpustakaan atau dalam sebuah koleksi”. Sarana penelusuran informasi tidak hanya berupa katalog menurut Soeatminah (1992, 52), “Jasa penelusuran di perpustakaan juga meliputi pembuatan fotokopi dari informasi yang diperoleh”. Tanpa adanya sarana penelusuran informasi di perpustakaan pengguna akan mengalami kesulitan dalam mengakses informasi yang ada di perpustakaan.

Seiring perkembangan zaman katalog mengalami perubahan yang lebih baik. Awalnya katalog hanya dapat diakses secara manual tetapi sekarang dapat diakses


(30)

secara online. Katalog yang aksesnya dilakukan secara online merupakan katalog komputer terpasang atau disebut juga Online Public Access Catalogue (OPAC). Menurut Hasugian (2009, 155) “OPAC adalah suatu sistem temu balik informasi berbasis komputer yang digunakan pengguna untuk menelusur koleksi suatu perpustakaan atau informasi lainnya”.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat diketahui bahwa perpustakaan perlu menyediakan alat penelusuran agar dapat mempermudah pengguna dalam menemu balikkan informasi. Jasa penelusuran tersebut dapat disediakan oleh perpustakaan dengan membuat katalog baik secara manual maupun penelusuran secara online. Dari uraian tersebut, apabila dikaitkan dengan Layanan Bilik Melayu maka maksudnya adalah segala sarana yang berkaitan dengan peralatan dan perabotan yang disediakan perpustakaan pada Layanan Bilik Melayu seperti ruangan yang dilengkapi perabotan utama (rak buku, lemari, meja, kursi) dan sarana penelusuran informasi (katalog dan mesin fotokopi) untuk mempermudah pengguna memanfaatkan Layanan Bilik Melayu.

2.3 Layanan Deposit

Salah satu fungsi perpustakaan umum adalah sebagai pusat deposit. Untuk lebih memahami mengenai Layanan Deposit pada perpustakaan maka pada bagian ini akan diuraikan mengenai pengertian Layanan Deposit, tujuan dan fungsi Layanan Deposit serta jenis koleksi Layanan Deposit.

2.3.1 Pengertian Layanan Deposit

Layanan deposit berfungsi menyimpan hasil karya yang diterbitkan suatu daerah. Menurut Hasmaniah (1998, 15), “Deposit yaitu pusat penyimpan bahan pustaka yang menyangkut suatu daerah, baik yang diterbitkan didaerah tersebut maupun ditempat lain”. Sedangkan dalam Buku Panduan Koleksi Perpustakaan Daerah (1992, 30), “Koleksi deposit adalah pusat penyimpanan bahan pustaka yang diterbitkan di wilayah propinsi dimana perpustakaan daerah berdominasi: bahan perpustakaaan yang berisi tentang aspek-aspek di wilayah tersebut”. Oleh karena itu perpustakaan harus bisa menyediakan layanan yang dapat mendukung perkembangan


(31)

pendidikan dan budaya di daerah tersebut serta mampu menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya bangsa.

2.3.2 Tujuan dan Fungsi Layanan Deposit

Layanan yang dimiliki oleh perpustakaan memiliki tujuan dan fungsi masing-masing. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 telah dijelaskan mengenai tujuan serah simpan bahwa “Kewajiban serah-simpan karya rekam film ceritera atau film dokumenter bertujuan untuk mewujudkan koleksi nasional dan melestarikannya sebagai hasil budaya bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Sedangkan menurut Nasution (1990, 2) dinyatakan bahwa tujuan koleksi deposit daerah adalah:

1. Agar perpustakaan wilayah menjadi pusat informasi yang lengkap tentang daerahnya sehingga setiap perpustakaan wilayah mampu memberikan jawaban dan informasi tentang daerah dimana perpustakaan itu berada.

2. Agar perpustakaan wilayah dapat melakukan pengumpulan, pelestarian dan pengorganisasian semua jenis bahan pustaka yang bersifat kedaerahan dari daerahnya masing-masing baik yang sudah pernah terbit, terekam ataupun dalam bentuk manuskrip dan lain-lain.

3. Agar perpustakaan wilayah dapat meningkatkan kegiatan penelitian dan penginventarisasian terhadap bahan pustaka yang sudah pernah dipublikasikan dengan bekerja sama dengan semua instansi dan masyarakat yang relevan. 4. Agar perpustakaan wilayah dapat menimbulkan usaha menggali dan meneliti

sumber-sumber informasi daerah yang potensial untuk menunjang pembangunan bangsa.

5. Meningkatkan upaya penerbitan bibliografi dan penyebaran informasi tentang daerahnya masing-masing.

6. Menyempurnakan sarana untuk pelaksanaan layanan bahan pustaka dan informasi daerah secara regional dan nasional.

Berdasarkan tujuan layanan deposit tersebut maka dapat diketahui fungsi dari layanan deposit adalah sebagai pusat pelestarian hasil budaya bangsa, baik dalam bentuk fisik maupun dari segi kandungan informasinya. Serta meningkatkan penerbitan dan penyebaran hasil karya anak bangsa yang diterbitkan di daerah dan menjadi pusat informasi daerah yang lengkap bagi masyarakat sekitar.


(32)

2.3.3 Jenis Koleksi Layanan Deposit

Pada layanan deposit terdapat beberapa jenis koleksi, menurut Nasution dalam Huda (2007, 18) jenis koleksi deposit adalah:

1. Terbitan pemerintah sendiri seperti peraturan daerah, surat-surat keputusan, pidato-pidato resmi, lembaran negara, statistik, dan laporan tahunan.

2. Hasil-hasil penelitian dari segala bidang yang dilaksanakan di daerah, hasil seminar, lokakarnya, temukarya, dan bahan lain yang serupa baik dari intansi pemerintah dan swasta.

3. Hasil terbitan perpustakaan daerah, katalog induk, accession list, majalah-majalah yang diterbitkan oleh perpustakaan daerah.

4. Buku-buku dokumen langka tentang daerah, peta bahan kartografis daerah dan perjalanan.

5. Tulisan dan ringkasan lengkap atau rekaman lengkap tentang kepariwisataan dan hal-hal yang lain yang berkaitan dengan turisme, tentang sejarah daerah, tentang silsilah keturunan suatu bangsa disuatu daerah kemudian tentang hasil-hasil penelitian sejarah dan tentang kebudayaan, kesusasteraan dan bahasa daerah.

6. Rekaman musik tradisional dan ciptaan-ciptaan baru di daerah rekaman kegiatan penelitian sejarah lisan baik kaset, slide, film, video, dan rekaman tarian daerah serta permainan rakyat.

Sedangkan jenis koleksi layanan deposit menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 1991 salah satunya diperoleh dari hasil serah simpan karya cetak dan karya rekam. Dalam hal ini dinyatakan bahwa,

“Terdapat tujuh jenis karya cetak yang wajib diserahkan kepada Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Umum Daerah yang terdiri dari: buku fisik, buku non fisik, buku rujukan, karya artistik, karya ilmiah yang dipublikasikan, majalah, surat kabar, peta, brosur dan karya cetak lain yang ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional”.

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Jenis karya rekam film ceritera atau film dokumenter yang diserah-simpankan kepada Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah “terdiri dari atas karya intelektual dan artistik yang direkam dan digandakan dalam bentuk media karya rekam, pita, piringan, dan bentuk media karya rekam lain sesuai dengan perkembangan teknologi”.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa jenis koleksi deposit biasanya diperoleh melalui serah simpan karya cetak dan karya rekam, berupa


(33)

terbitan pemerintah, hasil-hasil penelitian, hasil terbitan perpustakaan daerah, tulisan, buku-buku dokumen langka dan rekaman. Apabila dikaitkan dengan Layanan Bilik Melayu yang juga dikenal sebagai Layanan Deposit maka dapat diartikan bahwa Layanan Bilik Melayu merupakan salah satu layanan yang disediakan oleh perpustakaan umum yang bertujuan melestarikan berbagai kandungan informasi dari hasil karya anak bangsa yang diterbitkan di daerah Riau baik berupa karya cetak maupun karya rekam.

2.4Persepsi

Manusia mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu kejadian. Untuk lebih memahami bagaimana persepsi bisa terjadi, maka pada bagian ini akan dijelaskan pengertian persepsi, proses pembentukan persepsi, pengelompokkan persepsi dan dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.

2.4.1 Pengertian Persepsi

Perbedaan pengetahuan yang dimiliki maupun pengalaman yang dialami oleh seseorang terhadap suatu kejadian, mengakibatkan seseorang memiliki persepsi yang berbeda terhadap suatu kejadian. Persepsi berasal dari kata percipere yang berarti menerima, perception, pengumpulan, penerimaan, pandangan. Persepsi menurut Mulyana (2002, 167) adalah “Proses internal yang memungkinkan seseorang memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku”. Sedangkan menurut Suwarno (2009, 52), “Persepsi adalah suatu proses membuat penilaian atau membangun kesan mengenai berbagai macam hal yang terdapat di lapangan penginderaan seseorang”. Sementara itu Rakhmat (2001, 51) juga mendefenisikan, “Persepsi sebagai suatu pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan meyimpulkan informasi, menafsirkan pesan dan memberikan makna pada stimulasi inderawi (sensory stimuly)”.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses diterimanya rangsangan berupa objek maupun peristiwa yang menimbulkan kesan yang dapat mempengaruhi penilaian dan perilaku seseorang.


(34)

Pada dasarnya persepsi merupakan proses kognitif yang dialami setiap orang ketika berusaha memahami informasi yang diterima. Jika dikaitkan dengan Persepsi pengguna Layanan Bilik Melayu maka maksudnya adalah penilaian pengguna Layanan Bilik Melayu tentang berbagai macam hal yang diterima pada saat melakukan kegiatan dan interaksi pada Layanan ini.

2.4.2Proses Pembentukan Persepsi

Proses terjadinya persepsi dapat dikatakan sebagai suatu proses yang unik karena menggambarkan sesuatu yang terkadang berbeda dengan kenyataan. Proses tersebut dapat dikatakan sebagai praduga atau anggapan sesaat. Proses terjadinya persepsi dapat dimulai dari objek yang menimbulkan rangsangan hingga dapat disadari dan dimengerti. Menurut Kenneth dalam Mulyana (2002, 169) “Ada tiga aktivitas dalam proses persepsi yaitu seleksi, organisasi, dan interpretasi”. Sedangkan menurut Thoha (2003, 145) proses terbentuknya persepsi didasari pada beberapa tahapan:

1. Stimulus atau rangsangan. Terjadinya persepsi diawali ketika seseorang dihadapkan pada suatu stimulus atau rangsangan yang hadir dari lingkungannya.

2. Registrasi. Dalam proses registrasi, suatu gejala yang nampak adalah mekanisme fisik yang berupa penginderaan dan syaraf seseorang berpengaruh melalui alat indera yang dimilikinya. Seseorang dapat mendengarkan atau melihat informasi yang terkirim kepadanya. Kemudian mendaftar semua informasi yang terkirim kepadanya tersebut.

3. Interprestasi. Interprestasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti kepada stimulus yang diterimanya. Proses interprestasi bergantung pada cara pendalamannya, motivasi dan kepribadian seseorang.

Sedangkan menurut Widyatun (1999, 111), “Proses terjadinya persepsi adalah karena objek yang merangsang untuk ditangkap oleh panca indera objek menjadi perhatian panca indera kemudian objek perhatian tadi dibawa ke otak hingga terjadi kesan atau respon, respon dibalikkan ke indera berupa tanggapan atau persepsi hasil kerja indera berupa pengalaman hasil pengolahan otak”.


(35)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa proses persepsi terjadi ketika individu mendapatkan stimulus atau rangsangan kemudian individu melakukan seleksi terhadap stimulus yang mengenainya, dan disini berperannya perhatian yang kemudian menjadi respon dalam pikiran manusia. Respon sebagai reaksi terhadap stimulus tersebut dan kemudian terjadilah persepsi. Apabila dikaitkan dengan Layanan Bilik Melayu maka proses pembentukan persepsi pengguna Layanan Bilik Melayu terjadi ketika pengguna berkunjung dan menemukan objek yang dapat merangsang panca indera atau melakukan interaksi kemudian terjadilah proses registrasi dalam diri pengguna yang menghasilkan respon dalam bentuk pengalaman positif maupun pengalaman negatif.

2.4.3Pengelompokan Persepsi

Pengelompokkan persepsi secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu persepsi mengenai benda dan persepsi sosial. Menurut Suwarno (2009, 53) yang membedakan persepsi benda dan persepsi sosial adalah

Sifat dari unsur-unsur mediasi atau pengantar, kemajemukan stimulinya dan peranan dari proses kontruksi dalam pemberian makna. Objek stimulus persepsi benda bersifat nyata dan dapat diraba. Unsur perantaranya terbatas seperti gelombang cahaya, suara, suhu dan gerakan lain yang pada umumnya merupakan gerakan fisik. Sedangkan persepsi sosial bisa terjadi karena kontak secara tidak langsung, cerita orang lain, surat kabar, radio dan lainnya.

Sedangkan jenis-jenis persepsi pada manusia menurut Mulyana (2002, 171) sebenarnya terbagi dua, yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia (persepsi sosial). Kedua jenis persepsi tersebut mempunyai perbedaan, perbedaan tersebut mencakup:

1. Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik),

Persepsi lingkungan fisik merupakan proses penafsiran terhadap objek-objek tidak bernyawa yang ada disekitar lingkungan kita. Terkadang dalam mempersepsikannya lingkungan fisik, kita melakukan kekeliruan, karena indera kita terkadang menipu kita, itulah yang disebut ilusi. Persepsi terhadap objek ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor: latar belakang pengalaman, latar belakang budaya, latar belakang psikologis, latar belakang nilai, keyakinan dan harapan, dan yang terakhir adalah kondisi faktual alat-alat indera.


(36)

2. Persepsi terhadap manusia (persepsi sosial).

Persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita lihat alami dalam lingkungan kita. Oleh karena manusia bersifat emosional, sehingga penilaian terhadap orang akan mengandung resiko. Persepsi saya terhadap anda mempengaruhi persepsi anda terhadap saya, dan pada gilirannya persepsi anda terhadap saya juga akan mempengaruhi persepsi saya terhadap anda, dan begitu seterusnya, setiap orang mempunyai gambaran berbeda mengenai realitas disekelilingnya. Karena setiap orang mempunyai persepsi berbeda terhadap lingkungan sosialnya.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa persepsi pada umumnya dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu persepsi benda dan persepsi sosial. Masing- masing persepsi memiliki rangsangan dan proses yang juga berbeda. Jika dikaitan dengan Layanan Bilik Melayu maka persepsi pengguna terbagi atas persepsi terhadap objek atau benda yaitu fasilitas atau sarana yang disediakan oleh Layanan Bilik Melayu dan persepsi terhadap manusia yaitu terhadap pustakawan layanan Bilik Melayu.

2.4.4Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Banyak hal yang dapat mempengaruhi proses pembentukan persepsi pada diri seseorang. Tidak semua informasi atau rangsangan yang diterima menjadi persepsi atau penilaian yang sama oleh setiap orang. Menurut Suwarno (2009, 57) faktor yang mempengaruhi perbedaan informasi yang diterima antara lain:

1. Stereotip, yaitu pandangan tentang ciri-ciri tingkah laku dari masyarakat tertentu.

2. Persepsi diri, yaitu pandangan terhadap diri sendiri yang dapat mempengaruhi pembentukan kesan pertama.

3. Situasi dan kondisi, yaitu pandangan terhadap seseorang yang dipengaruhi oleh situasi atau kondisi tertentu.

4. Ciri yang ada pada diri orang lain, yaitu daya tarik fisik seseorang yang dapat menimbulkan penilaian khusus pada saat pertama kali bertemu.

Sedangkan menurut Walgito (2004, 89), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi antara lain:

1. Objek yang dipersepsi (stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor). Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai


(37)

syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun stimulus terbesar datang dari luar individu.

2. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf (untuk menerima stimulus) disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respon deperlukan syaraf motoris.

3. Perhatian (untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi), yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktifitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Dari hal-hal tersebut dapat dikemukakan bahwa untuk mengadakan persepsi adanya beberapa faktor yang berperan yaitu: objek atau stimulus yang dipersepsi, alat indera dan syaraf-syaraf serta pusat susunan syaraf yang merupakan syarat biologis, dan perhatian, yang merupakan syarat psikologis.

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi maka dapat disimpulkan bahwa seseorang dapat saja melakukan persepsi yang berbeda antara satu dengan yang lain. Faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut bisa saja bersumber dari dalam dirinya sendiri atau bahkan faktor dari luar.

Jika dikaitkan dengan pengguna Layanan Bilik Melayu maka faktor yang dapat mempengaruhi persepsi Layanan Bilik Melayu adalah pandangan pengguna terhadap situasi dan kondisi layanan yang berasal dari diri sendiri berdasarkan pengalamannya mengunjungi layanan ini dan juga dapat dipengaruhi oleh tingkah laku atau pengalaman dari orang lain.


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan prosedur yang dipergunakan dalam penelitian sehingga memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan. Menurut Sugiyono (2012, 3) “Metode penelitian adalah cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Menurut Arikunto (2009, 234) “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya untuk menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel, gejala atau keadaan”.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perpustakan Soeman HS Provinsi Riau yang berlokasi di Jalan Jendral Sudirman No. 462 Pekanbaru, Riau.

3.3 Populasi

Untuk memudahkan penelitian ini, maka penulis menetapkan populasi penelitian. Menurut Sugiyono (2012, 119) “Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”. Berdasarkan pernyataan tersebut, yang menjadi populasi penelitian ini adalah seluruh pengguna Layanan Bilik Melayu yang berkunjung dan terdaftar pada buku tamu Layanan Bilik Melayu di Perpustakaan Soeman HS pada bulan Desember 2011 sampai dengan bulan Desember 2012 yaitu berjumlah 4.928 orang.

3.4 Sampel

Penentuan sampel dalam sebuah penelitian merupakan langkah awal berhasilnya sebuah penelitian. Sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar dapat mewakili populasi. Menurut Sugiyono (2012, 120) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Dari jumlah populasi 4.928


(39)

orang maka jumlah sampel berdasarkan rumus Slovin dalam Prasetyo (2005, 136) dengan tingkat kesalahan 10% adalah 98 orang.

n = N

1+ Ne2

Keterangan: n = Besaran sampel

N = Besaran populasi

e = nilai kritis yang diinginkan (sebesar 10%) 1 = konstanta

Apabila perhitungan sampel di lakukan sesuai dengan rumus Slovin tersebut, maka sampel dalam penelitian ini adalah:

n = N 1+ Ne2 n = 4.928 1+4.928(0.1)2 n = 4.928 1+4.928(0.01) n = 4.928 50.28

n = 98, 01 = 98 orang (dibulatkan)

Teknik penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan Sampling accidental. Menurut Sugiyono (2012, 126) “Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui tersebut cocok sebagai sumber data”. Dalam hal ini adalah pengguna yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti di Layanan Bilik Melayu.


(40)

3.5Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang baik dan akurat, maka dalam mengumpulkan data penelitian digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Kuesioner, yaitu bentuk pengumpulan data dengan cara memberikan daftar pertanyaan tertulis untuk diisi oleh responden.

2. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data melalui berbagai literatur dan dokumen lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.6 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner. 2. Data sekunder adalah data yang mendukung data primer yang bersumber

dari buku, jurnal, laporan tahunan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3.7Kisi-kisi Kuesioner

Berpedoman pada kajian teoritis yang telah diuraikan, maka dapat dibentuk kisi-kisi kuesioner. Untuk mengetahui persepsi pengguna terhadap Layanan Bilik Melayu, maka ditentukan indikator dari variabel tersebut sebagai berikut:

Tabel 1: Kisi-kisi Kuesioner

Variabel Indikator Item pertanyaan Jumlah Item

Persepsi Pengguna

1. Layanan 1, 2, 3, 4, 5, 6 6

2. Koleksi 7, 8, 9, 10,11 5

3. Pustakawan 12, 13, 14, 15 4

4. Fasilitas atau Sarana


(41)

3.8Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan menelaah dan mempelajari seluruh data yang terkumpul. Bogdan dalam Sugiyono (2012, 332) mendefinisikan bahwa,

Data analysis is the process of systematically searching and arranging the interview transcripts, field notes, and other materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you to present what you have discovered to others.

Pendapat tersebut dapat diartikan bahwa, “Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah dipahami dan mudah diinformasikan kepada orang lain”. Data yang terkumpul dari penyebaran kuesioner dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif dan ditabulasi dengan menyusun ke dalam tabel, kemudian dihitung persentasenya untuk selanjutnya dianalisis dan di interpretasikan. Untuk menghitung persentase jawaban yang diberikan oleh responden digunakan rumus persentase yang dikemukakan oleh Hadi (2001, 42) sebagai berikut:

P = f X 100 %

n

Keterangan: P = Persentase

f = Jumlah jawaban yang diperoleh

n = Jumlah Responden

Untuk menafsirkan besarnya persentase yang didapatkan dari tabulasi data, maka digunakanlah metode penafsiran yang dikemukakan oleh Supardi (1979: 20) sebagai berikut:

1- 25% Sebagian kecil 26- 49% Hampir setengah 50% Setengah

51-75% Sebagian besar 76-99% Pada umumnya 100% Seluruhnya


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan hasil penelitian dan pembahasan. Data penelitian diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada responden penelitian yang dilakukan di Perpustakaan Soeman HS Provinsi Riau. Kuesioner terdiri dari 18 butir pertanyaan yang telah disebarkan kepada 98 orang responden.

4.1Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu Sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu

Untuk mengetahui Persepsi Pengguna Layanan Bilik Melayu sebagai Sarana Pelestarian Budaya Melayu di Perpustakaan Soeman HS yang dilihat melalui layanan, koleksi, pustakawan, dan fasilitas atau sarana yang disediakan oleh Layanan Bilik Melayu. Maka jawaban responden dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut:

4.1.1Persepsi Pengguna Terhadap Layanan Bilik Melayu

Untuk mengetahui persepsi pengguna terhadap layanan bilik melayu, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2: Penerapan Pelayanan Bilik Melayu No.

Item

Pertanyaan Pilihan jawaban Frekuensi Persentase

1 Bagaimana menurut anda kondisi pelayanan yang diterapkan layanan bilik melayu di perpustakaan Soeman HS?

a.Sangat baik b.Baik

c.Kurang baik d.Tidak baik

8 47 39 4

8 % 48% 40% 4%

Total 98 100%

Berdasarkan jawaban responden pada Tabel 2, mengenai persepsi pengguna terhadap pelayanan yang diterapkan pelayanan Bilik Melayu di perpustakaan, diketahui 8 (8%) responden menyatakan bahwa pelayanan yang diterapkan bilik melayu sangat baik, 47 (48%) responden menyatakan baik, 39 (40%) responden menyatakan kurang baik dan 4 (4%) responden menyatakan layanan yang diterapkan tidak baik.


(43)

Dari keseluruhan jawaban responden pada Tabel 2 di atas diketahui bahwa 56% responden menjawab Layanan Bilik Melayu yang diterapkan baik. Menurut penelitian yang telah dilakukan secara keseluruhan Layanan Bilik Melayu telah memberikan pelayanan yang baik sesuai dengan jam dan jadwal layanan yang telah ditentukan. Namun diketahui bahwa pustakawan yang seharusnya bertugas memberikan bantuan terhadap penggunaan seluruh sarana dan fasilitas yang tersedia pada layanan ini sering datang tidak tepat waktu sehingga pengguna yang membutuhkan bantuan pustakawan harus rela menunggu pustakawan yang bertugas, hal inilah yang melatarbelakangi 44 % responden menyatakan bahwa pelayanan pada Layanan Bilik Melayu kurang baik.

Tabel 3: Penerapan Sistem Layanan Bilik Melayu No.

Item

Pertanyaan Pilihan jawaban Frekuensi Persentase

2 Sistem layanan bilik melayu disediakan dengan sistem layanan tertutup, koleksi tidak boleh dipinjam dan hanya dapat dibaca di tempat.

Setujukah anda?

a.Sangat setuju b.Setuju

c.Kurang setuju d.Tidak setuju

4 24 48 22

4% 25% 49% 22%

Total 98 100%

Dari Tabel 3 dapat diketahui persepsi pengguna terhadap sistem layanan yang diterapkan layanan Bilik Melayu di perpustakaan, 4 (4%) responden menyatakan sangat setuju dengan sistem layanan tertutup yang diterapkan bilik melayu, 24 (25%) responden menyatakan setuju, 48 (49%) responden menyatakan kurang setuju dan 22 (22%) responden lainnya menyatakan tidak setuju.

Berdasarkan jawaban responden di atas maka dapat disimpulkan bahwa sistem layanan tertutup yang diterapkan kurang disukai sebagian besar pengguna perpustakaan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa Layanan Bilik Melayu menerapkan sistem layanan tertutup sama halnya dengan Layanan referensi, dimana pengguna yang berkunjung dapat mencari koleksi yang dibutuhkan sendiri dan apabila mengalami kesulitan dapat meminta bantuan kepada pustakawan. Pihak perpustakaan menerapkan sistem layanan tertutup dengan alasan bahwa


(1)

Soeman Hs, Idrus Tintin, sampai Sutardji Calzoum Bachri dan sastrawan dari angkatan yang lebih muda. Perpustakaan Soeman HS juga telah ditetapkan sebagai pusat buku-buku sejarah kebudayaan Melayu untuk kawasan Sumatera oleh Badan Perpustakaan Nasional.

3.6.1Tujuan dan Peran Layanan Bilik Melayu

Tujuan Layanan Bilik Melayu ini adalah melestarikan bentuk fisik maupun kandungan informasi dari hasil karya anak bangsa yang diterbitkan di Riau. Berperan juga sebagai pusat informasi yang lengkap mengenai daerah lokal yang bertujuan menghimpun seluruh informasi tentang Riau baik yang diterbitkan di dalam dan di luar negeri. Sehingga dapat memberikan informasi lengkap tentang Riau serta sebagai sarana penggalian kebudayaan Melayu dalam mendukung pelestarian dan potensi Budaya Melayu yang ada di Riau.

3.6.2Sasaran Program Pelayanan

Sasaran pelayanan dalam Layanan Bilik Melayu ini adalah pengguna perpustakaan terutama mahasiswa dan masyarakat umum, dengan program sebagai berikut:

1. Mensosialisasikan program pemanfaatan koleksi perpustakaan pada pengguna. 2. Meningkatkan jumlah pengunjung perpustakaan terutama pada layanan Bilik

Melayu

3. Menginformasikan koleksi Budaya Melayu dan terbitan daerah yang dimiliki 4. Mengenalkan Budaya Melayu yang menjadi akar budaya dan sejarah bagi


(2)

Bagan Organisasi

Badan Perpustakaan, Arsip

dan Dokumentasi Provinsi Riau

KEPALA BPAD Drs.Chairul Risky, MP NIP.19650610.198702.1.001

Sub Bag.Umum Keuangan & perlengkapan

Sekretaris Asy’ari, SH

NIP.1965078.199803.1.003

Bidang Akuisisi & Penyimpanan Arsip Sub Bag Umum &

kepegawaian

Sub Bag.Bina Program

Bidang Pembinaan & Pelayanan Arsip

Sub Bid.Penyimpanan & Perawatan Arsip Sub Bid.Akuisisi & Pengolahan Arsip

Sub Bid.Pembinaan & Pelayanan Arsip

Sub Bid. Pelayanan & Informasi Arsip

Kassubag. TU UPT Layanan Perpustakaan

Kepala UPT Layanan Perpustakaan Bidang

Perpustakaan Sub Bid Pembinaan

Sub Bid Pengembangan & Pelestarian Bahan

Pustaka Bidang

Dokumentasi

Sub Bid. Kerjasama Dokumentasi Sub Bid .Pengelolaan Dokumentasi Kelompok Jabatan Fungsional: 1.Pustakawan 2.Arsiparis Ket:

Jumlah PNS: 135 orang Jumlah PTT: 54 orang


(3)

LAMPIRAN 4

PROFIL PROVINSI RIAU 4.1 Sejarah Berdirinya Provinsi Riau

Secara etimologi kata Riau berasal dari bahasa Portugis, Rio berarti sungai. Pada tahun 1514 terdapat sebuah ekspedisi militer Portugis menelusuri Sungai Siak bertujuan mencari lokasi kerajaan yang diyakini mereka ada pada kawasan tersebut, dan sekaligus mengejar pengikut Sultan Mahmud Syah yang melarikan diri setelah kejatuhan Malaka. Pembentukan Provinsi Riau ditetapkan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Kemudian diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 61 Tahun 1958.

Berdirinya Provinsi Riau memakan waktu dan perjuangan yang cukup panjang, yaitu hampir 6 tahun (17 November 1952 s.d 5 Maret 1958). Dengan surat keputusan Presiden tertanggal 27 Februari 1958 No.258/M/1958 telah diangkat Mr. S. M. Amin, Gubernur KDH Provinsi Riau di lakukan pada tanggal 5 Maret 1958 di Tanjungpinang oleh Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Sekjen Mr. Sumarman. Kemudian berdasarkan Kepmendagri nomor Desember 52/I/44-25, pada tanggal 20 Januari 1959, Pekanbaru resmi menjadi ibu kota provinsi Riau menggantikan Tanjung Pinang.

Luas Wilayah Provinsi Riau adalah 107.932,71 Km2 yang membentang dari lereng Bukit Barisan hingga Selat Malaka, ini membuat provinsi riau berada pada jalur yang sangat strategis karena terletak pada jalur perdagangan Regional dan Internasional di kawasan ASEAN. Memiliki Luas daratan 89.150,15 Km2 dan luas lautan 18.782,56 Km2, di daratan terdapat 15 (lima belas) sungai diantaranya ada 4 (empat) sungai dapat digunakan sebagai prasarana perhubungan, yaitu: Sungai Siak (300 Km) dengan kedalamam 8-12 m, Sungai Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman 6-8 m. Sungai-sungai tersebut membelah dari pegunungan dataran tinggi Bukit Barisan dan bermuara ke Selat Malaka dan Laut Cina.


(4)

Secara umum, jumlah total penduduk di Provinsi Riau pada tahun 2012 adalah 6.456.322 jiwa. Jumlah ini terdiri dari 3.347.886 jiwa penduduk laki-laki dan 3.108.436 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk terbesar berada di Kota pekanbaru dengan 894.255 jiwa, kemudian diikuti oleh Kabupaten Kampar dengan jumlah penduduk 799.954 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kepulauan Meranti dengan 221.039 jiwa. Bahasa yang dipergunakan oleh penduduk adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan juga yang menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu.

4.2 Kesenian Riau dan Perkembangannya

Dalam tradisi Melayu, ada semacam ungkapan “Adat Bersendikan Syarak, dan Syarak Bersendikan Kitabullah”. Hal ini menyiratkan bahwa secara langsung atau tidak tradisi kebudayaan melayu tetap berpegang teguh pada ajaran Islam. Adat dalam Melayu sangat diutamakan dan menjadi ukuran derajat seseorang. Orang yang tidak tahu adat atau kurang mengerti adat dianggap sangat memalukan dan dapat dikucilkan dari kelompok masyarakat. Ungkapan atau cap kepada mereka yang “tak tabu adat” atau “tak beradat”. Begitu pentingnya sehingga timbul ungkapan lain, “Biar mati Anak, jangan mati Adat”. Ungkapan lainnya adalah: “Biar mati Istri, jangan mati Adat”. Semua ungkapan ini Menunjukan betapa adat-istiadat dalam masyarakat Melayu sangat dijunjung tinggi. “Tak kan Melayu hilang di bumi”, adalah keyakinan masyarakat Melayu Riau akan tradisi dan budayanya. Kalimat ini diucapkan secara turun-temurun dan telah mendarah-daging bagi orang Melayu. Sifat masyarakat Melayu yang terbuka menyebabkan terbentuknya tradisi yang majemuk. Tradisi luar masuk ke Kepulauan Riau sejak zaman Kerajaan Sriwijaya, saat mana budaya Melayu Kuno telah bercampur dengan tradisi Hindu dan Budha. Akibat perdagangan antar daerah yang berlangsung selama puluhan tahun, masuk pula tradisi Bugis, Banjar, Minang, Jawa dan lain-lain. Semasa masuknya Portugis ke Melaka, datang pula tradisi Sunda mewarnai tradisi Melayu Riau.


(5)

Kesenian merupakan salah satu unsur kebudayaan Melayu Riau yang paling menonjol, meliputi seni sastra, seni tari, seni suara, seni musik, seni rupa dan seni teater. Seni sastra Riau terdiri dari sastra tulis (berupa syair, hikayat, kesejarahan, kesatraan, adat istiadat dan lain-lain) dan sastra ligan seperti pantun (pepatah, petitih, peribahasa, bidal, perumpamaan dan lain-lain), mantra cerita rakyat, koba, kayat dan nyanyi panjang. Karya seni sastra paling terkenal adalah Gurindam Dua Belas hasil karya Raja Ali Haji. Upacara Perkawinan di Riau ditandai dengan berbagai acara, seperti: Merisik, Meminang, Menggantung, Malam Berinai, Akad Nikah, Tepung Tawar, Berinai Lebai, Berandam, Berkhatam Qur'an, Hari Lansung/Bersanding, Makan Bersuap-suapan, Makan Hadap-hadapan, Menyembah Mertua, Mandi Damai, Mandi Taman dan Mengantuk atau Mengasah Gigi. Wujud kebudayaan Melayu di Provinsi Riau sendiri sangat majemuk. Karena letak geografisnya yang sejak dulu merupakan jalur lintas perdagangan internasional memberi peluang terjadinya kontak budaya antara penduduk Melayu dengan berbagai etnis lainnya. Kontak budaya ini berlanjut dan berkembang menjadi pembauran kebudayaan sehingga terbentuk kebudayaan yang majemuk.

4.2.1 Upacara-upacara Adat

Selain Upacara Perkawinan, ada beberapa upacara adat yang berkembang di masyarakat Riau, yaitu:

1. Upacara Betobo, adalah kegiatan bergotong royong dalam mengerjakan

sawah, ladang, dan sebagainya.

2. Upacara Menyemah Laut, adalah upacara untuk melestarikan laut dan isinya, agar mendatangkan manfaat bagi manusia.

3. Upacara Menumbai, adalah upacara untuk mengambil madu lebah di pohon

Sialang.

4. Upacara Belian, adalah pengobatan tradisional.

5. Upacara Bedewo, adalah pengobatan tradisional yang sekaligus dapat


(6)

6. Upacara Menetau Tanah, adalah upacara membuka lahan untuk pertanian atau mendirikan bangunan.

4.2.2Rintisan Pengarang Riau Abad Ke-19 Dan Awal Abad Ke-20

Bidang sastra di Riau mempunyai landasan yang cukup kokoh. Pada abad ke 19 para penulis daerah ini mencapai puncak kreativitasnya. Hal ini terlihat bukan saja dari jumlah karya yang dihasilkan, tetapi juga dari hasrat masyarakat untuk bersusastra, seperti yang dijelaskan oleh Virginia Matheson dan Barbara Watson Andaya dalam tulisannya “Pikiran Islam dan Tradisi Melayu, Tulisan Raja Ali Haji dari Riau” yang dimuat dalam buku Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka.

Tampilnya Raja Ali Haji sebagai seorang sastrawan, ahli bahasa, penulis sejarah, dan ulama menjadikan Riau terpandang dalam dunia kebudayaan. Beliau pergi meninggalkan jejak yang diikuti oleh sederetan penulis yang juga menghasilkan karya tulis, antara lain Raja Ali Kelana. Raja Ali Kelana telah menghasilkan buku Pohon Perhimpunan, Percakapan Si Bakhil, dan Bughyat al Ani Fi Huruf al Ma‘ani. Jejak ini juga diikuti oleh Hitam Khalid bin Hassan, Engku Umar bin Hassan Midai, Raja Ahmad Tabib, Abu Muhammad Adnan, dan lain-lain. Para penulis wanita pun tidak ketinggalan, sehingga Riau mengenal Raja Zaleha, Aisyah Sulaiman, Salmah binti Ambar, dan Badriyah Muhammad Taher.

Rintisan yang dibuat oleh para penulis Riau abad ke 19 dan awal abad ke 20 ini kelak memunculkan penulis-penulis seperti Hanafi Tsuyaku, Soeman Hs, Wan Khalidin, S.H. yang dikenal dengan nama Dass Chall, kemudian berlanjut kepada penulis masa kini yang menghasilkan karya-karya sastra berbentuk sajak cerita pendek, novel, naskah sandiwara, esai dan artikel budaya, serta cerita anak- anak. Semua itu menggambarkan bahwa hasrat berkesenian/bersusastra di kalangan seniman dan sastrawan Melayu Riau tidak pernah padam. Sayangnya seniman dan sastrawan Riau ini kurang mendapat sambutan dan kurang dikenal di daerahnya. Mereka seperti orang asing di kampungnya sendiri.