Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca Anak pada Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau

(1)

KEGIATAN

STORYTELLING

DALAM MENINGKATKAN

MINAT BACA ANAK PADA PERPUSTAKAAN

SOEMAN HS PROVINSI RIAU

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Studi untuk meraih gelar Sarjana Sosial (S.Sos) dalam

Bidang Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi

OLEH:

SRI TERTA DEWI

120723006

DEPARTEMEN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

LEMBAR PERSERTUJUAN

Judul Skripsi : Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca Anak pada Perpustakaan Soeman Hs Provinsi

Riau

Oleh : Sri Terta Dewi

NIM : 120723006

Jurusan : Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas : Ilmu Budaya

Pembimbing I : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd.

NIP : 19511119 198601 2 001

Tanda Tangan :

Tanggal :

Pembimbing II : Dra. Zaslina Zainuddin, M.Pd.

NIP : 19570407 198603 2 001

Tanda Tangan :


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca Anak pada Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau

Oleh : Sri Terta Dewi

NIM : 120723006

DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI Ketua : Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd

NIP : 19511119 198601 2 001 Tanda Tangan :

Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA Dekan : Dr. Syahron Lubis, M.A

NIP : 19511013 197603 1 001 Tanda Tangan :


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ini adalah karya orisinal dan belum pernah disajikan sebagai suatu tulisan untuk memperoleh suatu kualifikasi tertentu atau dimuat pada media publikasi lain.

Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan tanda kutip.

Medan, April 2014 Peneliti

Sri Terta Dewi NIM: 120723006


(5)

ABSTRAK

Dewi, Sri Terta. 2014. Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca

Anak pada Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penelitian dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui: persiapan kegiatan storytelling, proses kegiatan storytelling saat berlangsung dan setelah kegiatan dilakukan, teknik-teknik yang digunakan dalam kegiatan storytelling, dan minat baca anak setelah mengikuti kegiatan storytelling yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau

Metode yang digunakan adalah deskriptif. responden penelitian adalah guru-guru yang mendampingi anak TK dalam mengikuti kegiatan storytelling. Pengambilan responden dengan menggunakan teknik total sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum kegiatan storytelling dimulai pendongeng harus menentukan judul dan jenis cerita, memperhatikan penampilan dan menguasai cerita, melakukan latihan dan mengingat kembali jalan cerita sebanyak (96,7%). Saat kegiatan storytelling berlangsung dan setelah kegiatan berlangsung pendongeng hendaknya memperhatikan ekspresi anak sebanyak (86,7%), Menggunakan bahasa yang sederhana, memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi anak ketika kegiatan berlangsung dan setelah kegiatan berlangsung seperti kontak mata, mimik wajah, gerak tubuh, suara, kecepatan dan alat peraga yang digunakan sebanyak (93,3%). Teknik-teknik yang digunakan yaitu Pendongeng membaca buku cerita, sering mengajak anak ngobrol, memberikan penekanan pada ungkapan ekspresi seperti ekspresi marah, sedih, terkejut, takut dan gembira sebanyak (83,3%). Setelah mengikuti kegiatan storytelling di perpustakaan minat baca anak meningkat, ini terlihat pada seringnya anak membaca buku baik itu di sekolah, taman bacaan maupun di toko buku sebanyak (80%).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Kegiatan Storytelling dalam meningkatkan Minat Baca Anak pada Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau”. Tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada program studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumaetra Utara.

Penulis menyampaikan rasa hormat dan mengucapkan banyak terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Orang Tua tercinta Mama dan Papa yang telah membesarkan, mendidik serta mendoakan dan memberikan dukungan moril dan materi kepada penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dr. Irawaty A. Kahar, M.Pd, selaku ketua Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi sekaligus Pembimbing I, dimana beliau telah banyak memberikan bimbingan. Rasa penghormatan dan terima kasih yang sangat luar biasa atas waktu, dukungan, petunjuk dan nasehatnya kepada penulis.

3. Ibu Himma Dewiyana, S.T, M.Hum. Selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Perpustakaan dan Informasi

4. Ibu Zaslina Zainuddin, M.Pd. selaku Pembimbing II, dimana beliau juga telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk serta nasehat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(7)

5. Ibu Hotlan Siahaan, S.Sos, M.Ikom. Selaku Dosen penguji I, dimana beliau telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam penulisan dan sidang skripsi.

6. Ibu Laila Hadri Nasution S.Sos, M.P. Selaku Dosen penguji II, dimana beliau juga telah banyak memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam penulisan dan sidang skripsi.

7. Seluruh Dosen dan Staf Administrasi Program Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi yang telah mendidik penulis selama ini.

8. Seluruh Staf Pegawai Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau, Khususnya kak Delvi, Mba’ e dan bang Pen selaku informan terima kasih atas waktunya yang telah banyak membantu dalam memberikan data dan informasi yang dibutuhkan penulis dalam penulisan skripsi ini.

9. Kepada orang-orang tersayang penulis yang sudah memberikan dukungan tiada hentinya dan kasih sayang yang luar biasa My Bro (Pak Ul) yang selalu cerewet kak Amel dan Abang Baim terima kasih atas segala hal yang telah kalian berikan.

10.Untuk sahabat-sahabat tercinta yang telah memberikan tawa serta menemani penulis dengan keadaan suka maupun duka dalam penulisan skripsi ini Yestina, Zura, Isra, Asista, dan Kak Deby terima kasih yang teramat luar biasa atas waktu, kenangan, dukungan, perhatian, nasehat serta doa’a nya selama penulisan skripsi ini. Pelukan kalian luar biasa.

11.Roomate tersayang Ayu Febrina, Astuni dan Anjani yang selalu memberikan dorongan dan semangatnya, terima kasih sayang-sayang ku.

12.Terima kasih tak terhingga untuk Bang Yudi, Bang Surya, Bang Fajar (Pengen namanya disebut), dan masih banyak lagi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

13.Terima kasih buat semua Senior dan Junior atas dukungannya selama penulisan skripsi ini.


(8)

Akhir kata, penulis juga menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Penulis juga berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkannya, terima kasih.

Medan, April 2014 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

  BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitan ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Ruang Lingkup ... 7

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Minat Baca dan Perpustakaan ... 9

2.2.1 Minat ... 9

  2.2.2 Membaca ... 10

2.2.3 Minat Baca ... 11

2.2.4 Minat Baca Anak ... 11

2.2.5 Proses Minat dan Kebiasaan Membaca... 13

2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Baca ... 14

2.2.7 Faktor Pendorong Timbulnya Mnat Baca ... 18

2.2.8 Faktor Penghambat Minat Baca ... 18

2.3 Layanan Storytelling di Perpustakaan ... 19

2.3.1 Storytelling ... 20

2.3.2 Jenis-jenis Storytelling ... 21

2.3.3 Proses Storytelling ... 22

  2.3.4 Storytelling dan Minat Baca anak ... 28

BAB IIIMETODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 32

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

3.3 Populas dan Sampel ... 32

3.3.1 Populasi ... 32

3.3.2 Sampel ... 33

3.4 Sumber Data ... 34

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.6 Analisis Data ... 35   


(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Data ... 37

4.2 hasil Penelitian dan Pembahasan ... 37

  4.2.1 Tanggapan Responden terhadap Kegiatan Storytelling ... 37

4.2.1.1 Persiapan Kegiatan Storytelling ... 38

4.2.1.2 Saat Kegiatan Storytelling Berlangsung... 45 

4.2.1.3 Setelah Kegiatan Storytelling ... 51 

  4.2.2 Tanggapan Responden terhadap Minat Baca Anak ... 53 

4.2.2.1 Proses Minat dan Kebiasaan Membaca... 53

  BAB VKESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 64

  DAFTAR PUSTAKA ……… 66


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1Rincian Populasi Penelitian ………...……… 33

3.2Kisi-kisi Kuesioner ………...……… 36

4.1Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 1 ……… 38

4.2Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 2 ……… 39

4.3Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 3 ……… 40

4.4Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 4 ……… 41

4.5Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 5 ……… 41

4.6Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 6 ……… 42

4.7Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 7 ……… 43

4.8Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 8 ……… 44

4.9Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 9 ……… 44

4.10 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 10 ……… 46

4.11 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 11 ……… 46

4.12 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 12 ……… 47

4.13 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 13 ……… 48

4.14 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 14 ……… 49

4.15 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 15 ……… 50

4.16 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 16 ……… 50

4.17 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 17 ……… 51

4.18 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 18 ……… 52

4.19 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 19 ……… 53

4.20 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 20 ……… 54

4.21 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 21 ……… 55

4.22 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 22 ……… 56

4.23 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 23 ……… 56

4.24 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 24 ……… 57

4.25 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 25 ……… 58

4.26 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 26 ……… 58

4.27 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 27 ……… 59

4.28 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 28 ……… 60

4.29 Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 29 ……… 61


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(13)

ABSTRAK

Dewi, Sri Terta. 2014. Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca

Anak pada Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penelitian dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui: persiapan kegiatan storytelling, proses kegiatan storytelling saat berlangsung dan setelah kegiatan dilakukan, teknik-teknik yang digunakan dalam kegiatan storytelling, dan minat baca anak setelah mengikuti kegiatan storytelling yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau

Metode yang digunakan adalah deskriptif. responden penelitian adalah guru-guru yang mendampingi anak TK dalam mengikuti kegiatan storytelling. Pengambilan responden dengan menggunakan teknik total sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum kegiatan storytelling dimulai pendongeng harus menentukan judul dan jenis cerita, memperhatikan penampilan dan menguasai cerita, melakukan latihan dan mengingat kembali jalan cerita sebanyak (96,7%). Saat kegiatan storytelling berlangsung dan setelah kegiatan berlangsung pendongeng hendaknya memperhatikan ekspresi anak sebanyak (86,7%), Menggunakan bahasa yang sederhana, memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi anak ketika kegiatan berlangsung dan setelah kegiatan berlangsung seperti kontak mata, mimik wajah, gerak tubuh, suara, kecepatan dan alat peraga yang digunakan sebanyak (93,3%). Teknik-teknik yang digunakan yaitu Pendongeng membaca buku cerita, sering mengajak anak ngobrol, memberikan penekanan pada ungkapan ekspresi seperti ekspresi marah, sedih, terkejut, takut dan gembira sebanyak (83,3%). Setelah mengikuti kegiatan storytelling di perpustakaan minat baca anak meningkat, ini terlihat pada seringnya anak membaca buku baik itu di sekolah, taman bacaan maupun di toko buku sebanyak (80%).


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Membaca merupakan suatu kegiatan untuk mendapat informasi yang diperlukan dari bahan tertulis. Dengan membaca kita akan mengetahui banyak hal dan dapat memberikan pengetahuan kepada kita. Namun, sayangnya masyarakat yang ada di Indonesia masih memiliki minat baca yang rendah. UNESCO pada tahun 2012 melaporkan bahwa minat baca warga Indonesia baru mencapai angka 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang memiliki minat baca (Minat Baca Warga Indonesia Sangat Rendah 2013). Diperjelas lagi bahwa Indonesia berada pada urutan 124 dari 187 negara dunia dalam penilaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) khususnya terpenuhi kebutuhan dasar penduduk, termasuk kebutuhan pendidikan, kesehatan dan ‘melek huruf’ (Ciyus 12 Fakta SBY Gagal Tingkatkan Minat Baca 2013).

Rendahnya minat baca pada anak dapat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya a) sistem pembelajaran di Indonesia yang belum mengharuskan anak untuk membaca dan mencari informasi yang dibutuhkan selain dari pada yang diajarkan, b) banyaknya jenis hiburan dan permainan (game) serta tayangan televisi yang dapat mengalihkan perhatian anak, c) banyaknya tempat hiburan yang dapat menghabiskan waktu seperti mall, taman rekreasi, tempat karaoke, dll, d) budaya membaca yang belum pernah diwariskan oleh nenek moyang kita, e) kesibukan orang tua sehingga tidak ada waktu untuk membacakan sebuah cerita kepada anak. Padahal peran keluarga sangat penting dalam menumbuhkan minat


(15)

baca pada anak, dan masih banyak lagi faktor yang mendukung rendahnya minat baca anak.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi minat baca anak diantaranya; a) bahan bacaan baik berupa fiksi dan komik yang ringan dan menarik namun masih bernuansa pendidikan dan juga menyelenggarakan pameran buku dengan tema-tema tertentu misalnya cerita petualangan, kisah-kisah nabi dan humor; b) menyelenggarakan lomba mewarnai dan kegiatan mendongeng (storytelling); c) tersedianya fasilitas yang lengkap, memadai, bersih dan nyaman sehingga anak-anak menyukai dan mencintai suatu ruangan yang disebut dengan perpustakaan; d) kegiatan storytelling yang diadakan baik dsekolah maupun diperpustakaan umum.

Perpustakaan merupakan wadah atau tempat menyimpan dan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Di perpustakaan terdapat berbagai macam sumber informasi yang dapat diakses dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Berdasarkan tingkat kebutuhannya perpustakaan dibagi menjadi beberapa jenis yaitu perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan umum, perpustakaan nasional dan perpustakaan khusus. Salah satu perpustakaan yang selalu dikunjungi oleh masyarakat adalah perpustakaan umum. Perpustakaan umum merupakan perpustakaan yang menyediakan akses dan layanan kepada masyarakat yang ada diwilayah tertentu. Peran perpustakaan umum sebagai salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sangat didukung oleh fasilitas yang disediakan pemerintah tanpa persyaratan dan tanpa bayar. Perpustakaan umum menyediakan sumber belajar sesuai dengan kebutuhan


(16)

masyarakat, mulai dari layanan anak-anak, remaja, dewasa dan sebagainya. Pelayanan ini dilakukan tanpa melihat atau membedakan orang dari segi suku bangsa, jenis kelamin, usia dan tingkat sosial. Salah satunya adalah Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Provinsi Riau yang dikenal dengan Perpustakaan Soeman Hs.

Perpustakaan Soeman Hs merupakan Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Riau. Perpustakaan ini mempunyai 6 lantai guna memenuhi fasilitas masyarakat. Selain menjadi ruang baca, perpustakaan juga menjadi ruang publik bagi masyarakat. Gedung yang mirip dengan buku yang sedang terbuka ini memiliki program pengembangan minat dan budaya baca untuk masyarakat Riau dengan beberapa kegiatan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan storytelling yang diadakan setiap hari kamis atau sabtu (sesuai dengan permintaan sekolah) untuk anak-anak tingkat Pendidikan Ansk Usia Dini (PAUD) dan Taman kkanak (TK). Perpustakaan ini juga mempunyai layanan khusus untuk anak-anak.

Layanan anak ini memiliki ruang tersendiri dan terpisah dari layanan remaja dan dewasa. Ruangan layanan anak-anak didesain khusus seperti tempat bermain namun masih bernilai pendidikan. Kegiatan layanan yang dilakukan yaitu layanan membaca, bimbingan membaca, layanan referensi anak, pemutaran film, peminjaman buku, pengembalian buku dan Storytelling. Koleksi yang tersedia tidak hanya literatur ilmiah tetapi ditambah dengan komik-komik dan cerita rakyat yang mempunyai nilai edukasi tinggi baik umum maupun agama. Selain itu juga memiliki layanan Kids Smart yaitu layanan yang diperuntukkan kepada


(17)

anak-anak berupa fasilitas komputer yang menyajikan game edukasi. Dengan memberikan layanan ini berarti perpustakaan telah berupaya untuk menumbuhkan minat baca pada anak sedini mungkin.

Pada observasi awal, di perpustakaan terlihat bahwa faktor penyebab rendahnya minat baca pada anak, yaitu minimnya koleksi yang ada di perpustakaan, koleksi yang tersedia hanya ada lebih kurang 5000 eksemplar saja. Tidak sebanding dengan jumlah anak-anak yang rata-rata berkunjung lebih kurang 100 orang perhari. Kondisi perpustakaan yang tidak kondusif dalam meningkatkan minat baca anak, hal ini diindikasikan layanan anak berada dekat pintu masuk perpustakaan. Kebanyakan anak-anak lebih memilih menggunakan layanan Kids Smart dari pada membaca buku. Layanan Kids Smart yang disediakan disini berjumlah 10 unit, 8 unit bisa dipakai dan 2 unit lagi rusak.

Melihat fenomena tersebut, telah banyak dilakukan upaya untuk meningkatkan minat baca masyarakat terutama anak-anak. Salah satu upaya yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau adalah mengadakan kegiatan storytelling. Kegiatan storytelling atau mendongeng yaitu kegiatan bercerita yang dilakukan si pencerita kepada anak-anak. Kegiatan ini sudah ada sejak zaman dahulu dan masih ada sampai sekarang. Dalam kegiatan storytelling ini, terjadi sebuah penyerapan pengetahuan yang disampaikan pencerita kepada anak-anak. Proses inilah yang menjadi pengalaman seorang anak dan menjadi tugas penceritalah untuk menampilkan kesan menyenangkan pada saat bercerita. Dengan demikian, timbullah keinginan anak-anak untuk mengetahui cerita-cerita lain selain yang disampaikan oleh si pencerita.


(18)

Menyajikan storytelling pada anak tidaklah mudah. Membuat anak-anak tertarik dengan cerita yang dibawakan si pencerita membutuhkan keahlian khusus dan teknik yang bagus. Terlebih anak-anak hanya bisa berkonsentrasi dalam waktu yang singkat, apabila kegiatan mendongeng memakan waktu yang lama maka anak-anak akan cepat bosan dan tidak antusias lagi.

Latar belakang penulis mengangkat tema tersebut karena storytelling berfungsi untuk mengenalkan anak-anak kepada dunia baca guna merangsang minat baca di usia dini. Maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih jelas tentang kegiatan storytelling dalam meningkatkan minat baca anak di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau.

1.2Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana persiapan kegiatan storytelling yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau?

2. Bagaimana proses kegiatan storytelling saat berlangsung dan setelah kegiatan dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau?

3. Bagaimana teknik-teknik yang digunakan dalam kegiatan storytelling di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau?

4. Bagaimana minat baca anak setelah mengikuti kegiatan storytelling yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau?


(19)

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui persiapan kegiatan storytelling yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau.

2. Untuk mengetahui proses kegiatan storytelling saat berlangsung dan setelah kegiatan dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau.

3. Untuk mengetahui teknik-teknik yang digunakan dalam kegiatan storytelling di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau.

4. Untuk mengetahui minat baca anak setelah mengikuti kegiatan storytelling yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk:

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan oleh Perpustakaan Soeman Hs untuk menetapkan kebijakan dalam meningkatkan minat baca melalui kegiatan storytelling

b. Pustakawan mengetahui teknik-teknik storytelling yang baik

c. Menjadi bukti empirik bahwa kegiatan storytelling dapat meningkatkan minat baca anak.

d. Dapat dijadikan sebagai referensi peneliti lain dalam aspek yang berbeda e. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dalm meningkatkan minat baca anak


(20)

1.5Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada kajian pengguna khususnya menyangkut kegiatan storytelling dan minat baca anak. Dalam kegiatan storytelling ini akan membahas tentang persiapan, saat kegiatan storytelling berlangsung sampai kegiatan selesai dilakukan dan membahas tentang peningkatan minat baca anak setelah dilakukannya kegiatan storytelling.


(21)

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Beberapa penelitian yang dapat menjadi referensi peneliti dalam melakukan penelitian adalah sebagai berikut:

Pertama, penelitian dari Herawati pada tahun 2012 dengam judul “Upaya Tutor dalam Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Dini melalui Metode Storytelling (Studi Deskritif di Kober Bunga Alami Cimahi)”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskritif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kegiatan Storytelling di Kober Bunga Alami Cimahi dapat meningkatkan minat baca anak usia dini. Adapun relevansinya dengan penelitian yang dilakukan peneliti yang berjudul “Kegiatan Storytelling dapat Meningkatkan Minat Baca Anak di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau” penelitian ini sama-sama membahas mengenai storytelling. Namun, Meti Dian Herawati lebih menekankan pada Upaya tutor sedangkan peneliti lebih menekankan kepada kegiatannya.

Kedua, penelitian dari Yuliantini pada tahun 2012 dengam judul “Efektivitas Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca Anak Usia Dini pada Pos Paud Sakura RW 02 Kelurahan Cigugur Tengah Kota Cimahi”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskritif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan storytelling dapat meningkatkan minat baca pada anak usia dini di Pos PAUD Sakura. Adapun relevansinya


(22)

dengan penelitian yang dilakukan peneliti yang berjudul “Kegiatan Storytelling dalam Meningkatkan Minat Baca Anak di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau” penelitian ini sama-sama membahas mengenai storytelling. Namun, peneliti melakukan kegiatan penelitian dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif, sedangkan peneliti sebelumnya menggunakan metode deskriptif.

2.2 Minat Baca dan Perpustakaan

Keberadaan perpustakaan dalam masyarakat sangat diperlukan sedangkan perpustakaan tanpa masyarakat jelas tidak bisa berdiri sendiri. Perpustakaan merupakan wadah bagi masyarakat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimiliki. Secara teoritis sebagian masyarakat sudah mengetahui hal tersebut, namun secara praktis masih sedikit yang benar-benar memperlakukan perpustakaan sebagai gudang ilmu pengetahuan dan informasi. Dalam hal ini peran pustakawan juga sangat dibutuhkan untuk memberdayakan perpustakaan sehingga menimbulkan minat baca.

2.2.1 Minat

Sebelum membicarakan tentang minat baca, terlebih dahulu kita akan mengetahui pengertian dari minat. Ekspresi minat dapat dilihat dari suatu pernyataan maupun kelakuan yang menunjukkan seseorang lebih menyukai sesuatu dari pada yang lain. Menurut Sutarno (2006, 23) “minat adalah suatu keinginan atau kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu.”

Sedangkan menurut Marksheffel dalam Bafadal (2006) minat merupakan: a. Minat bukan hasil pembawaan manusia, tetapi dapat dibentuk atau


(23)

b. Minat bisa dihubungkan untuk maksud-maksud tertentu untuk bertindak.

c. Secara sempit, minat itu diasosiasikan dengan keadaan sosial seseorang.

d. Minat itu biasanya membawa inisiatif dan mengarah kepda kelakuan atau tabiat manusia.

Berdasarkan kedua uraian di atas maka dapat diketahui bahwa minat merupakan keinginan hati yang tinggi terhadap sesuatu yang dapat dibentuk atau dipelajari sehingga membawa inisiatif yang mengarah kepada kelakuan atau tabiat manusia.

2.2.2 Membaca

Membaca pada era globalisasi informasi ini merupakan suatu keharusan yang mendasar untuk membentuk perilaku seseorang. Membaca merupakan sarana penting bagi setiap orang yang ingin maju. Seseorang dapat menambah ilmu pengetahuan dan mengetahui perkembangan serta manfaat penggunaan teknologi melalui proses membaca. Menurut Hardjoprakoso (2005, 145) “membaca merupakan suatu kegiatan pendidikan yang membuat umat manusia giat berpikir dan memperoleh ilmu pengetahuan”.

Sedangkan menurut Subyantoro (2011, 9) ”membaca merupakan suatu keterampilan, dimana jika anda sudah melakukannya lambat laun akan menjadi perilaku keseharian bagi anda dan akan memiliki sikap tertentu pada awalnya sebelum keterampilan terbentuk pada diri anda”. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa membaca merupakan suatu kegiatan dimana jika sering dilakukan akan menjadi sebuah kebiasaan dan akan membuat umat manusia giat berpikir dan memperoleh ilmu pengetahuan.


(24)

2.2.3 Minat Baca

Minat dan kebiasaan membaca merupakan keterampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan. Dalam membaca kedudukan minat menduduki tingkat teratas, karena tanpa minat seseorang akan sukar melakukan kegiatan membaca. Menurut Wiyono dalam Wijayanti (2007, 6) bahwa “minat baca merupakan perasaan senang seseorang terhadap bacaan karena adanya pengertian bahwa dengan membaca itu dapat ditegaskan bahwa minat baca terkadang unsur keinginan, perhatian, kesadaran dan rasa senang untuk membaca.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) minat merupakan kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Siregar (2008) menyatakan minat baca adalah keinginan atau kecenderungan hati yang tinggi (gairah) untuk membaca. Minat baca dapat dipupuk, dibina dan dikembangkan karena minat baca adalah suatu keterampilan yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan keterampilan bawaan. Dengan demikian minat baca berarti adanya perhatian atau kesukaan (kecenderungan hati) untuk membaca. Jadi, minat baca anak merupakan hasrat atau keinginan anak yang tinggi untuk membaca.

2.2.4 Minat Baca Anak

Menimbulkan minat baca pada anak bisa dilakukan sejak anak baru lahir. Yaitu, a) Membacakan buku sejak anak baru lahir, membacakan buku kepada bayi dengan cara seolah-seolah mengajak dia berbicara dan bercerita sehingga menarik perhatian bayi. b) Membuat pola membaca, kebiasaan membaca yang ditanamkan sejak bayi cenderung membentuk pola membaca (reading pattern) pada anak. c)


(25)

Bukalah buku bersama anak, ajaklah anak untuk membaca bersama anda, dengan mengajak anak membuka buku bersama dapat merangsang minat untuk membaca. d) Berikan buku yang sesuai, anak membaca dengan caranya sendiri terkadang buku dibolak balik hingga tanpa sadar robek. e) Pilihlah bacaan yang bergizi, artinya buku-buku yang dapat memberikan manfaat yang optimal bagi jiwa, hati dan pikiran anak. Pilihlah buku yang memiliki struktur penceritaan sangat kuat, hal ini dapat memberikan pengaruh besar pada kemampuan dan cara berfikir anak.

Ada berbagai cara untuk meningkatkan minat baca pada anak menurut (Bunanta 2008) diantaranya.

a. Melalui peningkatan mutu layanan perpustakaan

Meningkatkan mutu layanan perpustakaan mencakup 2 hal pokok, yaitu melalui sarana dan prasarana perpustakaan yang memadai dan melalui kemampuan dan keaktifan pustakawan dalam mengelola serta menjalankan fungsi perpustakaan secara optimal dan maksimal.

b. Melalui peran orang tua dan guru 1) Peranan Ibu dan Bapak

Minat dan kecintaan membaca seorang anak harus ditanamkan dan dimulai oleh orang tuanya. Orang tua harus dapat memberikan contoh kepada anak-anaknya, karena itu orang tua haruslah merupakan pribadi yang gemar membaca yang dapat menunjukkan kepada anak bahwa buku adalah sebuah objek yang dapat dinikmati, memberi kesenangan dan informasi yang berguna.


(26)

2) Peran Guru Sekolah dan Perpustakaan

Selain orang tua, guru dan perpustakaan merupakan pengganti orang tua di luar lingkungan keluarga. Gurulah yang bertanggung jawab mengenalkan anak-anak pada bacaan. Salah satu cara untuk mendekatkan anak kepada bacaan adalah dengan cara bercerita.

2.2.5 Proses Minat dan Kebiasaan Membaca

Untuk mengembangkan minat dan kebiasaan membaca seseorang memerlukan suatu proses karena minat baca tidak datang secara tiba-tiba. Menurut Sutarno (2006, 261) proses terjadinya minat dan kebiasaan membaca adalah:

a. Adanya dasar pengertian bahwa membaca itu perlu b. Terpupuknya suatu kegemaran dan kesenangan c. Terbentuknya suatu kebiasaan membaca

d. Terbentuknya suatu kondisi dimana membaca merupakan suatu kebutuhan e. Tersedianya sumber bacaan yang memadai.

Berdasarkan uraian pendapat di atas dapat diketahui bahwa proses terjadinya minat dan kebiasaan membaca adalah adanya kesadaran bahwa membaca itu perlu, kemudian setelah kesadaran muncul maka akan menjadi kegemaran dan kesenangan sehingga akan menimbulkan kebiasaan membaca dan semua akan terwujud apabila didukung oleh sumber bacaan yang memadai.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (2009, 26) menyatakan proses dan kebiasaan membaca terdiri dari empat komponen, yaitu:


(27)

Gambar 2.1

Proses Terbentuknya Minat dan Kebiasaan Baca

Pada gambar terlihat bahwa timbulnya selera membaca adalah karena faktor koleksi yang beragam dan bervariasi. Banyaknya jenis dan beragam koleksi yang ada akan menimbulkan hasrat atau minat untuk membaca, selanjutnya minat baca akan menghasilkan kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca tidak bisa berkembang tanpa koleksi yang menimbulkan selera serta minat dan kebiasaan membaca. Jadi, antara koleksi dan kebiasaan membaca saling mempengaruhi. Koleksi dapat berkembang karena minat dan kebiasaan membaca yang ditandai dengan banyaknya permintaan bahan pustaka dari pencari informasi, sebaliknya kebiasaan membaca tercipta karena ketersediaan koleksi bacaan yang bermutu, terutama yang dapat menimbulkan selera untuk membaca.

2.2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Baca

Faktor- faktor yang dapat mempengaruhi minat baca seseorang dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:

a. Dimulai sejak usia anak-anak atau dini b. Dilakukan secara terus menerus

Kebiasaan Membaca Koleksi

Bacaan

Selera Minat


(28)

c. Tersedia bahan bacaan yang mencukupi d. Ditanamkan suatu kebiasaan

e. Lingkungan yang mendukung f. Adanya suatu kebutuhan

g. Menghadapi tantangan target dan penyelesaian masalah

h. Tersedia fasilitas dan kemudahan seperti teknologi informasi dan peralatan yang memadai. (Sutarno 2006, 261)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat baca adalah kebiasaan membaca yang dimulai sejak usia anak-anak, dilakukan secara terus-menerus sehingga bisa menjadi sebuah kebiasaan dengan didukung oleh koleksi yang memadai, lingkungan yang baik, dan tersedianya fasilitas teknologi informasi sehingga mampu menghadapi tantangan dan menyelesaikan permasalahan yang ada.

Pendapat lain dikemukakan oleh Lamb dan Arnold dalam Rahim (2005), adalah:

a. Faktor fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis, dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca.

b. Faktor intelektual

Intelegensi itu sendiri menurut Henmon dalam Azwar (1996) terdiri atas dua macam faktor, yaitu: kemampuan untuk memperoleh pengetahuan dan pengetahuan yang telah diperoleh.

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan itu mencakup:


(29)

Lingkungan dapat membentuk pribadi, sikap, nilai, dan kemampuan bahas individu. Kondisi di rumah mempengaruhi pribadi dan penyesuaian diri individu dalam masyarakat. Kondisi itu pada gilirannya dapat membantu individu, dan dapat juga mengahalangi individu dalam membaca. Individu yang tinggal di dalam rumah tangga yang harmonis, rumah yang penuh dengan cinta kasih, yang orang tuanya memahami anak-anaknya, dan mempersiapkan seorang individu dengan harga diri yang tinggi, tidak akan menemukan kendala yang berarti dalam membaca.

2) Faktor sosial ekonomi

Faktor sosial ekonomi, orang tua, dan lingkungan tetangga merupakan faktor yang membentuk lingkungan rumah individu. Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa status sosioekonomi individu mempengaruhi kemampuan verbal individu. Semakin tinggi status sosioekonomi individu semakin tinggi kemampuan verbal individu. Anak-anak yang mendapat contoh bahasa yang baik dari orang dewasa serta orang tua yang berbicara dan mendorong anak-anak mereka berbicara akan mendukung perkembangan bahasa dan intelegensi anak. Begitu pula dengan kemampuan membaca individu. Individu yang memberikan banyak kesempatan membaca, dalam lingkungan yang penuh dengan bahan bacaan yang beragam akan mempunyai kemampuan membaca yang tinggi. d. Faktor psikologis

Faktor psikologis ini juga mencakup beberapa faktor, diantaranya sebagai berikut:


(30)

1) Motivasi

Motivasi adalah faktor kunci dalam membaca. Kunci motivasi itu sederhana, tetapi tidak mudah untuk mencapainya. Kuncinya adalah guru harus mendemonstrasikan kepada siswa/individu praktik pengajaran dengan minat dan pengalaman individu, sehingga individu memahami belajar itu sendiri sebagai suatu kebutuhan.

2) Kematangan sosial, ekonomi, emosi dan penyesuaian diri Individu yang lebih mudah mengontrol emosinya, akan lebih mudah memusatkan perhatiannya pada teks yang dibacanya, daripada individu yang mudah marah, menangis, dan bereaksi secara berlebihan ketika mereka tidak mendapatkan sesuatu, atau menarik diri akan mendapat kesulitan dalam membaca. Individu yang kurang percaya diri, tidak akan bisa mengerjakan tugas yang diberikan kepadanya, walaupun tugas itu sesuai dengan kemampuannnya. Mereka sangat bergantung kepada orang lain sehingga tidak bisa mengikuti kegiatan mandiri.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat baca adalah faktor fisiologis, faktor intelektual, faktor lingkungan seperti latar belakang dan pengalaman individu di rumah dan faktor sosial ekonomi dan yang treakhir adalah faktor sosiologis yaitu motivasi dan kematangan sosial, ekonomi, emosi dan penyesuaian diri Individu.


(31)

2.2.7 Faktor Pendorong Timbulnya Minat Baca

Minat baca seseorang tidak akan tumbuh tanpa didukung oleh berbagai faktor. Seperti yang dikemukakan Sutarno (2006, 29) faktor-faktor yang mampu mendorong bangkitnya minat baca seseorang adalah:

a. Rasa ingin tahu yang tinggi atas fakta,teori, prinsip, pengetahuan dan informasi.

b. Keadaan lingkungan fisik yang memadai dalam arti tersedianya bahan bacaan yang menarik, berkualitas dan beragam.

c. Keadaan lingkungan sosial yang lebih kondusif, maksudnya adanya iklim yang selalu dimanfaatkan dalam waktu tertentu untuk membaca. d. Rasa haus informasi, rasa ingin tahu terutama yang actual.

e. Berprinsip hidup bahwa membaca merupakan kebutuhan rohani.

Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa faktor yang dapat membangkitkan minat baca seseorang adalah adanya komitmen didalam diri bahwa dengan membaca kita bisa memperoleh keuntungan ilmu pengetahuan, menambah wawasan serta didukung dengan bahan bacaan yang menarik, berkualitas dan beragam dan tersedianya waktu untuk membaca baik dirumah diperpustakaan ataupun ditempat lainnya.

2.2.8 Faktor Penghambat Minat Baca

Perkembangan minat baca tidak hanya ditentukan oleh keinginan dan sikap terhadap bahan-bahan bacaan. Banyak faktor yang mempengaruhi baik dari dalam maupun dari luar diri sendiri. Menurut Siregar (2004, 139) faktor-faktor yang mempengaruhi yang berada diluar diri sendiri adalah:

a. Kurangnya perhatian orang tua terhadap perkembangan minat baca anak-anaknya.

b. Banyak tenaga kependidikan yang kurang memperhatikan perkembangan minat baca peserta didiknya.

c. Terbatasnya jumlah karya cetak, khususnya buku yang diterbitkan baik jumlah eksemplar maupun judulnya yang sesuai dengan kebutuhan anak.


(32)

d. Derasnya arus hiburan melaui media televisi dan film.

e. Rendahnya pendapatan masyarakat mempengaruhi daya beli atau prioritas kebutuhan dimana buku bukan merupakan kebutuhan utama.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa faktor yang menghambat tumbuhnya minat baca yaitu, datang dari lingkungan keluarga yang kurang mendukung hal tersebut terlihat dari kurangnya perhatian orng tua terhadap minat baca anak ditambah tenaga pendidik yang kurang memotivasi siswa untuk gemar membaca, kurangnya bahan bacaan serta dizaman sekarang lebih banyak orng yang mengakses informasi melalui media elektronik seperti televisi dan radio.

Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa minat baca anak adalah hasrat atau keinginan hati anak yang besar atau tinggi terhadap bacaan. Dengan aspek-aspek yaitu proses minat dan kebiasaan membaca anak, dengan rincian: a) Frekuensi membaca anak; b) Jumlah bahan bacaan yang dibaca oleh anak; c) Jenis bahan bacaan yang dibaca anak; d) Ketersediaan koleksi yang diperlukan anak; e) Kemudahan dalam memperoleh bahan bacaan.

2.3 Layanan Storytelling di Perpustakaan

Kemajuan teknologi informasi zaman sekarang ini membuat fungsi layanan di perpustakaan semakin berkembang. Perpustakaan yang dulunya sebagai tempat penyimpanan buku sekarang sudah mulai digital. Perkembangan ini terlihat pada banyaknya variasi layanan yang dipromosikan perpustakaan. Seperti layanan storytelling yang sudah diubah tata cara penyampaiannya agar menjadi menarik bagi pendengarnya terutama anak-anak.


(33)

2.3.1 Storytelling

Storytelling atau dongeng merupakan dunia hayalan dan imajinasi dari pemikiran seseorang yang kemudian diceritakan secara turun temurun dari generasi ke generasi (id.m.wikipedia.org/). Latif menjelaskan bahwa dongeng adalah bertutur dengan intonasi yang jelas, menceritakan sesuatu hal yang berkesan, menarik, memiliki nilai-nilai khusus dan tujuan khusus (Latif 2012, 14). Dalam kamus bahasa Indonesia, dongeng adalah cerita yang tidak benar-benar terjadi. jadi, dongeng merupakan cerita hayalan yang diceritakan kepada generasi selanjutnya dengan menyajikan secara jelas dan memiliki nilai dan tujuan khusus.

Asfandiyar (200, 719) menyatakan bercerita merupakan suatu proses kreatif anak-anak. Jadi, dengan bercerita dapat memancing proses berfikir, emosi dan imajinasi anak-anak. Dari bercerita, anak-anak memperoleh banyak hal diluar dari pengalaman mereka. Anak-anak dikenalkan dengan berbagai macam pola dan tingkah laku manusia.

Kegiatan mendongeng tidak hanya sekedar hiburan saja, melainkan memiliki tujuan yang lebih luhur yakni mengenalkan alam lingkungan, budi pekerti dan mendorong anak berperilaku positif. Di samping itu, mendongeng merupakan cara termudah, tercepat untuk membina hubungan antara guru-murid, dan salah satu cara paling efektif untuk membentuk tingkah laku di kemudian hari. Dengan kata lain tujuan utama mendongeng adalah memperkaya pengalaman batin anak dan menstimulir reaksi sehat atasnya (Priyono 2001, 14). Selain itu, tujuan mendongeng menurut Priyono (2001, 15) untuk:


(34)

a. Merangsang dan menumbuhkan imajinasi dan daya fantasi anak secara wajar. b. Mengembangkan daya penalaran sikap kritis serta kreatif.

c. Mempunyai sikap kepedulian terhadap nilai-nilai luhur budaya bangsa.

d. Dapat membedakan perbuatan yang baik dan perlu ditiru dengan yang buruk dan tidak perlu dicontoh.

e. Punya rasa hormat dan mendorong terciptanya kepercayaan diri dan sikap terpuji pada anak-anak.

Selain memiliki tujuan, dongeng juga memiliki banyak manfaat bagi anak-anak. Beberapa manfaat dongeng untuk anak-anak (Latif 2012, 86-89) yaitu: a. Merangsang kekuatan berfikir

b. Sebagai media efektif

c. Mengasah kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian d. Menumbuhkan minat baca

e. Menumbuhkan rasa empati f. Menambah kecerdasan

g. Menumbuhkan rasa humor yang sehat. 2.3.2 Jenis-jenis Storytelling

Dalam kegiatan storytelling ada berbagai jenis dongeng yang dapat dipilih oleh pustakawan/pendongeng untuk diceritakan. Menurut Asfandiyar (2007, 85-87) ada 6 (enam) jenis-jenis dongeng:

a. Dongeng Tradisional

Berkaitan dengan cerita rakyat yang disampaikan secara turun temurun. Dongeng ini disajikan sebagai pengisi waktu istirahatpenuh humor dan menarik. Misalnya, Malinkundang, Asal Mula Danau Toba, Sangkuriang, dan lain-lain.


(35)

b. Dongeng Futuristik (Modern)

Dongeng yang disajikan secara modern dan biasanya bercerita tentang masa depan. Misalnya, Jumanji, Star Trek, dan lain-lain.

c. Dongeng Pendidikan

Dongeng yang disampaikan dengan misi pendidikan. Misalnya, menggugah sikap hormat kepada orang tua.

d. Fabel

Dongeng yang bercerita tentang kehidupan binatang yang bisa bicara seperti manusia. Misalnya, dongeng kancil, kelinci dan kura-kura, dan lain-lain. e. Dongeng Sejarah

Dongeng yang berkaitan dengan peristiwa sejarah. Misalnya, kisah para sahabat Rasulullah SAW, sejarah perjuangan Indonesia, dan lain-lain.

f. Dongeng Terapi

Dongeng yang diceritakan untuk anak-anak korban bencana atau anak-anak yang sakit. Dongeng ini bisa membuat rileks saraf otak dan membuat hati menjadi tenang.

2.3.3 Proses Storytelling

Storytelling atau mendongeng dilakukan dengan beberapa cara (Priyono 2001, 16-17) yaitu

a. Mendongeng tanpa alat peraga, seperti yang dilakukan ibu pada sore hari sambil bersantai atau sebelum anaknya tidur dan sambil mengusap/membelai rambut.


(36)

b. Mendongeng dengan menggunakan alat peraga, yaitu mendongeng yang dilakukan dengan menggunakan boneka, buku gambar, dan lain-lain yang dapat membuat cerita menjadi lebih menarik lagi.

Karena kegiatan storytelling ini sangat penting bagi anak, maka kegiatan tersebut dikemas sedemikian rupa agar menarik. Untuk itu dibutuhakan adanya tahapan-tahapan dalam storytelling, teknik yang digunakan dalam storytelling serta siapa saja pihak yang terlibat dalam kegiatan storytelling yang turut menentukan lancer tidaknya proses kegiatan ini.

a. Tahapan Storytelling

(Bunanta 2008, 24) menyebutkan tahap-tahapan dalam storytelling, yaitu: 1) Persiapan sebelum Storytelling

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah memilih judul buku yang menarik dan mudah diingat. Studi linguistik membutikan bahwa judul mempunyai kontribusi terhadap memori cerita. Melalui judul, anak-anak maupun pembaca akan memanfaatkan latar belakang pengetahuan untuk isi cerita isi cerita secara top down. Storytelling yang pernah didongengkan waktu kecil yang masih diingat dapat dipilih untuk mulai mendongeng kepada anak-anak, seperti Bawang Merah Bawang Putih, Si Kancil, maupun cerita legenda tanah air yang pernah didengar.

Setelah memilih dan memahami cerita, selanjutnya yaitu mendalami karakter tokoh-tokoh dalam cerita yang akan disampaikan. Karena kekuatan sebuah cerita terletak pada bagaimana karakter tersebut dimunculkan. Semakin jelas pembawaan karakter tokoh, semakin mudah


(37)

cerita tersebut dipahami. Agar dapat menampilkan karakter tokoh, pendongeng terlebih dahulu harus dapat menghayati sifat-sifat tokoh dan memahami relevansi antara nama dan sifat-sifat yang dimilikinya.

Ketika memerankan tokoh-tokoh tersebut, pendongeng diharapkan mampu menghayati bagaimana perasaan, pikiran, dan emosi tokoh pada saat mendongeng. Dengan demikian ketika mendongengkannya tidak ragu-ragu lagi karena sudah mengenal ceritanya, sifat tokoh-tokohnya, tempat kejadiannya, serta pilihan kata yang digunakan dalam menyampaikan cerita dengan baik dan lancar.

Tahapan terakhir persiapan storytelling yaitu latihan. Bagi pendongeng profesional yang sudah terbiasa mendongeng mungkin tahap ini sudah tidak diperlukan lagi. Namun bagi pustakawan, guru maupun pendongeng pemula tahap latihan ini cukup penting. Dengan latihan terlebih dahulu kita dapat mengevaluasi kekurangan-kekurangan pada saat mendongeng, memikirkan durasi yang dibutuhkan, mengingat kembali jalan cerita dan mempraktikannya sehingga pada saat storytelling nanti dapat tampil prima. Latihan ini juga dapat menumbuhkan kepercayaan diri si pendongeng dan memperbaiki kualitas dalam storytelling.

2) Saat Storytelling Berlangsung

Saat terpenting dalam proses storytelling adalah pada saat kegiatan berlangsung. Saat akan memasuki sesi acara storytelling, pendongeng harus menunggu kondisi hingga anak-anak siap untuk menyimak dongeng yang akan disampaikan. Jangan memulai storytelling jika suasana masih


(38)

belum cukup tenang. Acara storytelling dapat dimulai dengan menyapa terlebih dahulu, ataupun membuat sesuatu yang dapat menarik perhatian. Awalan ini harus membuat anak tertarik karena awalan juga mementukan akhir dongeng yang akan diceritakan. Kemudian secara perlahan pendongeng dapat membawa anak-anak memasuki cerita dongeng. Pada saat mendongeng ada beberapa faktor yang dapat menunjang berlangsungnya proses storytelling agar menjadi menarik untuk disimak yaitu Kontak mata, Mimik wajah, Gerak tubuh, Suara, Kecepatan, Alat Peraga.

Tata cara yang perlu diperhatikan saat mendongeng (Priyono 2001, 19-20) adalah sebagai berikut.

1) cerita dongeng harus diambil dari dunia anak sesuai dengan usia mereka.

2) mengandung unsur nilai-nilai pendidikan dan hiburan. 3) usahakan selalu tercipta suasana gembira saat mendongeng. 4) bahasa harus sederhana, sesuai dengan tingkat pengetahuan

anak.

5) dalam mendongeng harus menghayati benar isi cerita yang dibawakan meresapi seluruh bagian dari cerita yang didongengkan.

6) susunlah gambar-gambar peraga sesuai dengan urutan ceritanya dan jangan sampai membingungkan

7) hapalkan nyanyian yang akan dibawakan dengan irama tertentu untuk menambah suasana.

8) senantiasa mengamati perkembangan rekasi emos pada diri anak-anak, seraya tetap mempertahankan kesan menyenangkan.

9) Saat mendongeng usahakan mengucapkan kata-kata dengan jelas dan jangan menggumam.

10)Ajukan pertanyaan-pertanyaan kepada anak-anak secara tiba-tiba dan libatkan mereka dalam tokoh cerita yang didongengkan.

11)Usahakan selalu memelihara kerahasiaan jalan cerita sehingga perhatian anak-anak tetap terpusat pada tiap adegan


(39)

yang dimainkan dan sesekali beri kejutan untuk merangsang pengekspresian emosi mereka secara wajar.

12)Lama waktu mendongeng dapat disesuaikan dengan situasi yang berkembang dan kondisi kemampuan anak-anak dalam mendengarkan dongeng tersebut.

3) Sesudah Kegiatan Storytelling Selesai

setelah kegiatan mendongeng selesai maka pendongeng memberi anak waktu sejenak untuk beristirahat setelah mendengarkan cerita kemudian jelaskan apa maksud dan tujuan dari cerita yang sudah dsampaikan tadi agar anak-anak paham dan mengerti dengan maksud yang disampakan pendongeng.

b. Teknik dalam Storytelling

Berikut ini ada beberapa teknik yang menjadi pengetahuan dasar kita bercerita kepada anak-anak:

1) Banyak membaca dari buku-buku cerita atau dongeng yang benarbenar sesuai untuk anak-anak, serta banyak membaca dari pengalaman atau kejadian sehari-hari yang pantas diberikan kepada anak-anak. Banyak membaca akan memperkaya “bank” cerita kita, sehingga cerita yang kita bacakan lebih variatif dan tidak membuat anak bosan.

2) Biasakan untuk ngobrol dengan anak karena dengan mengobrol kita bisa mengetahui dan memahami gaya bahasa anak kita, istilah yang dia gunakan, serta sejauh mana pemahamannya akan sesuatu. Dengan menaggapai obrolannya, ceritanya, pembicaraannya, kita jadi lebih paham apa yang ia sukai dan ia tidak sukai, sehingga memudahkan kita bercerita


(40)

kepadanya. Kemauan mendengar merupakan realisasi dari cinta dan kasih sayang kita kepadanya.

3) Berikan penekanan pada dialog atau kalimat tertentu dalam cerita yang kita bacakan atau kita tuturkan, kemudian lihat reaksi anak. Ini untuk mengetahui apakah cerita kita menarik hatinya atau tidak, sehingga kita bisa melanjutkannya atau menggantinya dengan cerita yang lain.

4) Ekspresikan ungkapan emosi dalam cerita, seperti marah, sakit, terkejut, bahagia, gembira atau sedih agar anak mengenal dan memahami bentuk-bentuk emosi. Bila perlu sertakan benda-benda tambahan seperti boneka, bunga atau benda lain yang tidak membahayakan.

5) Berceritalah pada waktu yang tepat, yaitu di waktu anak kita bisa mendengarkan dengan baik, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam cerita bisa diserap dengan baik. Storytelling dapat dijadikan sebagai media membentuk kepribadian dan moralitas anak usia dini. Sebab, dari kegiatan mendongeng terdapat manfaat yang dapat dipetik oleh pendongeng beserta para pendengar (dalam hal ini adalah anak usia dini). Manfaat tersebut adalah, terjalinnya interaksi komunikasi harmonis antara pendongeng dengan anak, sehingga bisa menciptakan relasi yang akrab, terbuka, dan tanpa sekat.

c. Pihak yang Terkait Saat Storytelling 1) Pendongeng/Pencerita

Kriteria pendongeng yang baik:


(41)

b) Sang pendongeng harus menyukai dan menikmati cerita maupun proses penyampaiannya

c) Berkaitan dengan isi cerita dan cara bercerita d) Ikatan batin dengan anak-anak

e) Memperhatikan kebutuhan dan keinginan audiencenya f) Menjadikan diri sebagai bagian dari audience

2) Audience/Pendengar (Anak-anak)

Macam-macam gaya belajar menurut (Gardner 2008, 2), seorang anak belajar dengan menggunakan tiga cara, yaitu:

a) Audio

Anak yang memiliki gaya belajar audio, belajar dengan mengandalkan pendengaran untuk bisa memahami sekaligus mengingatnya.

b) Visual

Anak yang memiliki gaya belajar visual, belajar dengan menitikberatkan ketajaman penglihatan.

c) Kinestetik

Anak yang memiliki gaya belajar kinestetik mengharuskan anak tersebut menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya.

2.3.4 Storytelling dan Minat Baca Anak

Perpustakaan dapat menjadi alat untuk menumbuhkan dan meningkatkan minat baca bila perpustakaan dapat berfungsi sebagai pusat minat baca (Bunanta 2008, 122). Namun pada kenyataannya masih banyak perpustakaan yang belum


(42)

mampu menjadi alat dalam peningkatan minat baca. Dari hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh Bunanta menyatakan:

a. Perpustakaan belum dianggap sebagai sarana yang penting dalam menunjang pendidikan dan pengajaran.

b. Penempatan ruang baca untuk anak pada perpustakaan umum belum mendapat prioritas terbaik atau memadai.

c. Perpustakaan sekolah beralih fungsi menjadi ruang penyimpanan alat-alat olahraga.

d. Kurangnya petugas perpustakaan yang professional dalam bidang bacaan anak dan perpustakaan.

e. Kurangnya koleksi bacaan yang tersedia, baik dalam jenis bacaan maupun jumlahnya.

f. Hampir tidak ada program yang dapat memotivasi anak untuk gemar membaca.

Jadi, gambaran perpustakaan sebagai sebuah pusat minat baca yaitu perpustakaan yang nyaman dan tenang serta mencirikan suatu tempat yang ramah dan menyenangkan bagi anak-anak dan remaja. Aktif memiliki program bacaan sebagai cara untuk menarik minat anak agar berkunjung keperpustakaan dan memanfaatkan bahan bacaan yang disediakan perpustakaan.

Langkah-langkah yang dilakukan perpustakaan untuk menarik minat anak-anak (Bunanta 2008, 123-125) yaitu:


(43)

a. Menciptakan suasana membaca

1) Fisik: ruangan yang bersih dan nyaman, buku-buku tersusun rapi di rak dan terawatt dengan baik.

2) Mental: orang tua/guru tidak hanya mengajar membaca, tetapi juga memotivasi anak untuk menyukai perpustakaan

3) Sarana: anak-anak harus dikeliling dengan buku. Untuk itu, perpustakaan harus mempunyai banyak koleksi yang mudah didapat.

b. Menyelenggarakan berbagai program

1) Melalui acara yang tidak ada kaitannya secara langsung dengan buku 2) Melalui program sastra, yaitu yang berkaitan dengan buku

c. Mengadakan kerjasama dengan masyarakat (Orang Tua, Sukarelawan, Penerbit, Organisasi Soasial, dll)

d. Membangun jaringan kerja (Networking) antar sekolah, antarperpustakaan, antarguru/antarpustakawan

e. Mempromosikan perpustakaan, misalnya melalui media cetak/brosur, buku telepon, dll.

f. Mencari dana

Untuk menjadikan anak memiliki budaya baca yang baik, maka perlu melakukan pembinaan minat baca anak. Pembinaan minat baca anak merupakan langkah awal sekaligus cara yang efektif menuju bangsa berbudaya baca. Pembinaan minat baca anak merupakan modal dasar untuk memperbaiki kondisi minat baca masyarakat, salah satu cara dalam rangka menumbuhkan minat baca anak sejak dini adalah dengan memperkenalkan kegiatan storytelling. Dalam


(44)

storytelling terdapat pesan moral yang dalam dan komprehensif, sehingga cerita bisa dijadikan cara mendidik yang tanpa disadari anak.

Dari beberapa pendapat pakar di atas dapat disimpulkan bahwa storytelling atau dongeng adalah cerita hayalan yang diceritakan kepada generasi selanjutnya dengan menyajikan secara jelas dan memiliki nilai dan tujuan khusus. Dengan aspek-aspek sebagai berikut. a) Persiapan kegiatan storytelling; b) Saat kegiatan storytelling berlangsung; c) Setelah kegiatan storytelling berlangsung.


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Arikunto (2003, 234) penelitian deskriptif adalah penelitian yang tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya untuk menggambarkan tentang suatu variabel, gejala atau keadaan. Dalam penelitian ini data yang akan diuraikan merupakan data yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner sebagai instrument penelitian.

3.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau yang beralamat di Jl. Jend. Sudirman No. 462 Pekanbaru, Riau. Waktu penelitian ini mulai bulan April 2014 sampai dengan bulan Mei 2014. Penelitian ini dilakukan selama empat minggu.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Untuk memudahkan penelitian, penulis menetapkan populasi penelitian. Menurut Sugiyono (2009, 119) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Berdasarkan pernyataan tersebut, yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu guru-guru pendamping dari setiap sekolah yang mengikuti kegiatan storytelling. Sekolah yang menjadi populasi pada penelitian ini berjumlah 10 sekolah yang terdiri dari


(46)

sekolah PAUD dan TK, setiap sekolah mempunyai 3 guru pendamping, sehingga jumlah seluruh populasi sebanyak 30 orang guru pendamping. Alasan diambilnya sepuluh sekolah ini karena sering berkunjung ke perpustakaan Umum Soeman Hs Provinsi Riau.

Tabel 3.1

Rincian Populasi Penelitian

No. Nama Sekolah Alamat Sekolah Jumlah Guru

Pendamping 1. TK Aisyiyah 5 Jalan Wonosari No. 1 3 2. TK Al-Azzam Jalan Terubuk Kavling 5 3 3. TK An-Namiroh 4 Jalan Wijaya Kusuma No. 11 3

4. IT BPMAA Jalan Burhanuddin 3

5. TK Kartika 1-50 Jalan Hangtuah No. 63A 3

6. TK Pertiwi Jalan Semeru 3

7. TK RA Fadhilah Jalan Muhajirin 3

8. TK RA Matahari 2 Jalan Hang Jebat No. 52 3 9. TK Tunas Harapan Jalan Paus Ujung No. 2 3 10. TK YKWI I Kota

Pekanbaru

Jalan K. H. Hasyim Ashari No. 6 3

Total 30 3.3.2 Sampel

Penentuan sampel dalam sebuah penelitian merupakan langkah awal berhasilnya sebuah penelitian. Sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar dapat mewakili populasi. Menurut Sugiyono (2009, 120) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini menggunakan seluruh populasi yang di sebut dengan total sampling, berjumlah 30 orang.


(47)

3.4. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder:

1. Data primer

Data primer merupakan data penelitian yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Dalam penelitian ini data primer yang dikumpulkan diperoleh dari responden melalui kuesioner yang berisi daftar pertanyaan serta jawaban yang disediakan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat oleh pihak lain, dalam hal ini diambil dari laporan atau dokumen perpustakaan yang berkaitan dengan kegiatan storytelling.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data penelitian digunakan teknik pengumpulan data, sebagai berikut:

1. Kuesioner, yaitu pengumpulan data dengan cara menyebarkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden.

2. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data melalui berbagai literatur dan dokumen lain yang berkaitan dengan masalah penelitian.


(48)

3.6 Analisis Data

Proses analisis data yaitu hasil kuesioner yang telah dijawab oleh responden akan dianalisis menggunakan analisis deskriptif dengan persentase:

P = persentase

F = jumlah jawaban yang diperoleh n = jumlah responden (Hadi 1981, 421)

dengan interpretasi (Supardi 1979, 20) sebagai berikut 1-25 % : Sebagian kecil

26-49 % : Hampir setengah 50% : Setengah

51-75% : Sebagian besar 76-99% : Pada umumnya 100% : Seluruhnya


(49)

Tabel 3.2 Kisi-kisi kuesioner

No. Variabel Aspek-aspek Sub Aspek-aspek Nomor item kuesioner

Jumlah item 1. Storytelling a. Persiapan

kegiatan storytelling

1) Frekuensi kegiatan storytelling

1, 2, 3, 4 4 2) Jenis cerita

yang

disampaikan

5, 6, 7, 8, 9 5 b. Saat kegiatan

storytelling berlangsung

1) Cara

penyampaian storytelling

10, 11, 12, 13

4 2) Bahasa yang

digunakan dalam

menyampaika n storytelling

14, 15, 16 3

c. Setelah kegiatan storytelling berlangsung Penyampaian maksud cerita

17, 18 2

2. Minat baca anak Proses minat dan kebiasaan membaca anak 1) Frekuensi membaca anak

19, 20, 21, 22

4 2) Jumlah bahan

bacaan yang dibaca oleh anak

23, 24, 25 3

3) Jenis bahan bacaan yang dibaca oleh anak

26, 27 2

4) Kemudahan dalam memperoleh bahan bacaan

28, 29, 30 3


(50)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1Deskripsi Data

Data penelitian mengenai kegiatan storytelling dalam meningkatkan minat baca anak di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau penulis peroleh melalui observasi dan kuesioner. Observasi penulis lakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap layanan anak di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau. kuesioner penulis berikan kepada 30 responden yaitu guru yang mendampingi anak-anak TK dalam mengikuti kegiatan storytelling. Waktu pelaksanaan penyebaran kuesioner yaitu pada hari Kamis 20 maret, senin 24 maret, kamis 27 maret dan kamis 3 April 2014.

4.2Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kuesioner yang sudah disebar dan dijawab oleh responden kemudian dianalisis dan dijabarkan sesuai dengan metode yang digunakan. Hasil penelitian ini akan di jelaskan dan dibahas berdasarkan aspek-aspek yang terdapat pada bab sebelumnya. Penjelasannya dapat dilihat sebagai berikut.

4.2.1 Tanggapan Responden terhadap Kegiatan Storytelling

Kegiatan storytelling merupakan kegiatan bercerita yang diadakan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau yang dilakukan pada salah satu layanan di perpustakaan di bagian layanan anak-anak. kegiatan ini merupakan salah satu cara untuk mempromosikan perpustakaan kepada anak khususnya untuk memicu timbulnya minat baca anak.


(51)

Untuk mengetahui tanggapan responden mengenai kegiatan storytelling di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau dapat diketahui melalui jawaban responden pada pertanyaan kuesioner nomor 1 (satu) sampai dengan 18 (delapan belas).

4.2.1.1Persiapan Kegiatan Storytelling

Sebelum kegiatan storytelling dimulai, maka pendongeng perlu mempersiapkan segala sesuatu yang dianggap perlu sebagai pendukung untuk kesuksesan kegiatan tersebut.

Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap persiapan kegiatan storytelling yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 1 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Efektif Efektif

Kurang Efektif

Tidak Efektif

Sangat Tidak

Efektif Total % F % F % F % F % F %

1 3 10 15 50 12 40 0 0 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 1 yaitu “apakah menurut anda kegiatan storytelling sudah efektif dilakukan satu kali dalam satu minggu?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 3 responden (10%) menjawab sangat efektif, 15 responden (50%) menjawab efektif dan 12 responden (40%) menjawab kurang efektif.


(52)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setengah (50%) responden menjawab bahwa kegiatan storytelling sudah efektif dilakukan satu kali dalam satu minggu. Artinya, kegiatan tersebut dapat dikategorikan sangat efektif dan efektif sebanyak (60%) dan (40%) lagi menyatakan kurang efektif karena responden merasa kegiatan satu kali dalam seminggu itu masih kurang. Hal ini harus ditingkatkan lagi agar kegiatan ini dapat memberikan dampak yang lebih besar lagi dalam meningkatkan minat baca anak.

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 2 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Baik Baik

Kurang Baik

Tidak Baik

Sangat Tidak

Baik Total % F % F % F % F % F %

2 8 26,7 21 70 1 3,3 0 0 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 2 yaitu “bagaimana kerja sama antara pihak perpustakaan dengan pihak sekolah dalam menentukan jadwal untuk pelaksanaan storytelling?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 8 responden (26,7%) menjawab sangat baik, 21 responden (70%) menjawab baik dan 1 responden (3,3%) menjawab tidak baik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar atau (70%) responden menjawab baik kerja sama yang dilakukan perpustakaan dengan pihak sekolah dalam menentukan jadwal untuk pelaksanaan storytelling. Artinya, dalam kerja sama yang dilakukan ini dapat dikategorikan sangat baik dan baik sebanyak (96,7%). Hal ini dapat dilihat bahwa kerja sama yang dilakukan dapat membentuk


(53)

hubungan yang baik antara perpustakaan dan sekolah sehingga harus dipertahakan agar kegiatan storytelling dapat terus dilakukan.

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 3 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Puas Puas

Kurang Puas

Tidak Puas

Sangat Tidak

Puas

Total %

F % F % F % F % F %

3 2 6,7 25 83,3 2 6,7 1 3,3 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 3 yaitu “apakah anda puas dengan waktu yang disediakan oleh pihak perpustakaan dalam kegiatan storytelling?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 2 responden (6,7%) menjawab sangat puas, 25 responden (83,3%) menjawab puas, 2 responden (6,7%) menjawab kurang puas dan 1 responden (3,3%) menjawab tidak puas.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya atau (83,3%) responden menjawab puas dengan waktu yang disediakan oleh pihak perpustakaan dalam kegiatan storytelling. Artinya, waktu yang disediakan oleh pihak perpustakaan dalam kegiatan storytelling dapat memberikan kepuasan kepada responden yaitu sangat puas dan puas sebanyak (90%). Dengan demikian kegiatan ini harus tetap berjalan dan hendaknya waktu yang sudah disediakan sebaiknya ditambah lagi.


(54)

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 4 Tanggapan Responden

Nomor Pertanya

an

Sangat

Kondusif Kondusif

Kurang Kondusif Tidak Kondusif Sangat Tidak Kondusif To tal % F % F % F % F % F %

4 0 0 21 70 6 20 1 3,3 2 6,7 30 100

Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 4 yaitu “apakah menurut anda waktu satu jam dalam kegiatan storytelling masih kondusif untuk konsentrasi anak?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 21 responden (70%) menjawab kondusif, 6 responden (20%) menjawab kurang kondusif, 1 responden (3,3%) menjawab tidak kondusif dan 2 responden (6,7%) menjawab sangat tidak kondusif.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagaian besar atau (70%) responden menjawab waktu satu jam dalam kegiatan storytelling masih kondusif untuk konsentrasi anak. artinya, waktu satu jam dapat dikategorikan sangat kondusif dan kondusif sebanyak (70%). Dengan demikian waktu yang disediakan itu sesuai bagi konsentrasi dan kondisi atau suasana hati anak karena apabila terlalu lama anak-anak akan cepat bosan dan tidak konsentrasi lagi.

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 5 Tanggapan Responden

Nomor Pertanya

an

Sangat

Berperan Berperan

Kurang Berperan Tidak Berperan Sangat Tidak Berperan Tot al % F % F % F % F % F %


(55)

Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 5 yaitu “apakah anda berperan dalam menentukan jenis cerita yang akan disampaikan dalam kegiatan storytelling?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 6 responden (20%) menjawab sangat berperan, 12 responden (40%) menjawab berperan, 9 responden (30%) menjawab kurang berperan dan 3 responden (10%) menjawab tidak berperan.

Dari uraian dia atas dapat disimpulkan bahwa hampir setengah atau (40%) responden menjawab berperan dalam menentukan jenis cerita yang disampaikan dalam kegiatan storytelling. Artinya, dalam menentukan jenis cerita dapat dikategorikan sangat berperan dan berperan sebanyak (60%), (30%) kurang berperan dan (10%) tidak berperan karena responden menyerahkan sepenuhnya kepada pendongeng untuk menentukan jenis cerita yang akan disampaikan.

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 6 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Sesuai Sesuai

Kurang Sesuai

Tidak Sesuai

Sangat Tidak Sesuai

Total % F % F % F % F % F %

6 8 26,7 21 70 1 3,3 0 0 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 6 yaitu “apakah menurut anda jenis cerita yang disampaikan pendongeng dalam kegiatan storytelling sesuai untuk usia anak-anak ini?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 8 responden (26,7%) menjawab sangat sesuai, 21 responden (70%) menjawab sesuai dan 1 responden (3,3%) menjawab kurang sesuai.


(56)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar atau (70%) responden menjawab jenis cerita yang disampaikan pendongeng dalam kegiatan storytelling sesuai untuk usia anak-anak. Artinya, jenis cerita yang disampaikan dapat dikategorikan sangat sesuai dan sesuai sebanyak (96%). Anak-anak lebih senang mendengar cerita yang berasal dari dunia hewan misalnya, sikancil yang cerdik, si itik buruk rupa, kelinci dan kura-kura dan masih banyak lagi.

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 7 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Sesuai Sesuai

Kurang Sesuai

Tidak Sesuai

Sangat Tidak Sesuai

Total %

F % F % F % F % F %

7 8 26,7 19 63,3 2 6,7 1 3,3 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 7 yaitu “menurut anda, apakah pemilihan judul untuk kegiatan kegiatan Storytelling sesuai dengan keinginan anak?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 8 responden (26,7%) menjawab sangat sesuai, 19 responden (63,3%) menjawab sesuai, 2 responden (6,7%) menjawab kurang sesuai dan 1 responden (3,3%) menjawab tidak sesuai.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar atau (63,3%) responden menyatakan pemilihan judul untuk kegiatan storytelling sesuai dengan keinginan anak-anak. Artinya, pemilihan judul dapat dikategorikan sangat sesuai dan sesuai sebanyak (90%). Dalam pemilihan judul cerita yang akan disampaikan harus menarik dan mudah diingat oleh anak-anak.


(57)

Tabel 4.8

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 8 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Puas Puas

Kurang Puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas

Total % F % F % F % F % F %

8 4 13,3 24 80 2 6,7 0 0 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 8 yaitu “apakah anda puas dengan jenis cerita yang disampaikan dalam kegiatan storytelling kepada anak-anak?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 4 responden (13,3%) menjawab sangat puas, 24 responden (80%) menjawab puas dan 2 responden (6,7%) menjawab kurang puas.

Dari uraian dia atas dapat disimpulkan bahwa pada umumnya atau (80%) responden menjawab puas dengan jenis cerita yang disampaikan dalam kegiatan storytelling kepada anak-anak. Artinya, jenis cerita yang disampaikan dapat dikategorikan sangat puas dan puas sebanyak (93,3%). Cerita yang disampaikan pendongeng tersebut adalah cerita yang menarik dan anak-anak memperhatikan serta menyimak cerita tersebut.

Tabel 4.9

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 9 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Selalu Sering Kadang-Kadang Tidak Pernah Sangat Tidak Pernah

Total %

F % F % F % F % F %


(58)

Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 9 yaitu “apakah semua jenis cerita yang disampaikan selalu bersumber dari koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan Soeman H S Provinsi Riau?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 3 responden (10%) menjawab selalu, 22 responden (73,3%) menjawab sering, 4 responden (13,3%) menjawab kadang-kadang dan 1 responden (3,3%) menjawab tidak pernah.

Dari uraian dia atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar atau (73,3%) responden menjawab semua jenis cerita yang disampaikan selalu bersumber dari koleksi yang dimiliki oleh Perpustakaan Soeman Hs Provinsi Riau. Artinya, sumber koleksi dapat dikategorikan selalu dan sering sebanyak (83,3%). Cerita yang disampaikan pendongeng memang sebagian besar berasal dari koleksi-koleksi yang ada di perpustakaan dan ada juga beberapa cerita yang dikarang sendiri oleh pendongeng tapi masih berkaitan dengan cerita pada koleksi perpustakaan.

4.2.1.2Saat Kegiatan Storytelling Berlangsung

Saat kegiatan storytelling berlangsung, pendongeng hendaknya memperhatikan anak-anak peserta dongeng atau audience siap atau tidak siap untuk mendengarkan. Ketika mendongeng belangsung aturlah kecepatan dan ekspresi agar anak-anak merasa senang dan tertarik untuk terus menyimak dongeng yang disampaikan. Menggunakan bahasa dan kalimat yang sesuai dan mudah dimengerti oleh anak-anak.


(59)

Tabel 4.10

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 10 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Baik Baik

Kurang Baik Tidak Baik Sangat Tidak Baik

Total %

F % F % F % F % F %

10 11 36,7 19 63,3 0 0 0 0 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 10 yaitu “bagaiamana menurut anda sikap pendongeng selama proses storytelling berlangsung?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 11 responden (36,7%) menjawab sangat baik, 19 responden (63,3%) menjawab baik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar atau (63,3%) responden menjawab baik sikap pendongeng selama proses storytelling berlangsung. Artinya, seluruh responden menyatakan baik karena pendongeng dalam membawakan diri, sangat ramah dan mudah beradaptasi dengan anak-anak. pendongeng juga sering mengajak anak-anak untuk mengobrol sehingga pendongeng mengetahui dan memahami gaya bahasa anak, istilah yang digunakan dan sejauh mana pemahaman anak-anak akan sesuatu.

Tabel 4.11

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 11 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Baik Baik

Kurang Baik Tidak Baik Sangat Tidak

Baik Total %

F % F % F % F % F %

11 15 50 14 46,7 1 3,3 0 0 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 11 yaitu “bagaimana menurut anda cara penyampaian pendongeng dalam kegiatan storytelling?”,


(60)

jawaban responden menunjukkan bahwa 15 responden (50%) menjawab sangat baik. 14 responden (46,7%) menjawab baik dan 1 responden (3,3%) menjawab kurang baik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa setengah atau (50%) responden menjawab sangat baik cara penyampaian pendongeng dalam kegiatan storytelling. Artinya, cara penyampaian dapat dikategorikan sangat baik dan baik sebanyak (96,7%). Cara penyampaian pendongeng sangat baik karena ceritanya mudah dimengerti dan dipahami, dalam penyampaiannya pun pendongeng menyelipkan nanyian-nyanyian yang bisa diikuti oleh anak-anak.

Tabel 4.12

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 12 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Baik Baik

Kurang Baik

Tidak Baik

Sangat Tidak

Baik Total %

F % F % F % F % F %

12 2 6,7 14 46,7 10 33,3 3 10 1 3,3 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 12 yaitu “bagaimana kerja sama pihak perpustakaan dengan pihak sekolah dalam menentukan teknik yang digunakan pada saat kegiatan storytelling?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 2 responden (6,7%) menjawab sangat baik, 14 responden (46,7%) menjawab baik, 10 responden (33,3%) menjawab kurang baik, 3 responden (10%) menjawab tidak baik dan 1 responden (3,3%) menjawab sangat tidak baik.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hampir setengah atau (46,7%) responden menjawab baik kerja sama pihak perpustakaan dengan pihak sekolah


(61)

kerja sama dapat dikategorikan sangat baik dan baik sebanyak (53,4%). Sebenarnya, dalam menentukan teknik yang digunakan pendongeng, sekolah tidak harus ikut berpartisipasi. Teknik yang digunakan pendongeng di perpustakaan belum tentu sama dengan teknik yang digunakan guru. Tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi pada saat pendongeng bercerita.

Tabel 4.13

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 13 Tanggapan Responden Nomor Pertanya an Sangat memperha tikan Memperha tikan Kurang Memper hatikan Tidak Memper hatikan Sangat Tidak Memper hatikan To tal % F % F % F % F % F % 13 10 33,3 16 53,4 3 10 1 3,3 0 0 30 100 Tanggapan responden Pada pertanyaan nomor 13 yaitu “apakah pendongeng memperhatikan ekspresi anak-anak saat kegiatan storytelling berlangsung?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 10 responden (33,3%) menjawab sangat memperhatikan, 16 responden (53,4%) menjawab memeperhatikan, 3 responden (10%) menjawab kurang memperhatikan dan 1 responden (3,3%) menjawab tidak memperhatikan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar atau (53,4%) responden menjawab pendongeng memperhatikan ekspresi anak-anak saat kegiatan storytelling dapat dikategorikan sangat memperhatikan dan memperhatikan yaitu sebanyak (86,7%). Setiap jeda dalam cerita pendongeng menyempatkan diri untuk memperhatikan ekspresi anak-anak. ketika anak-anak mulai tampak bosan pendongeng akan mulai bernyanyi sehingga anak-anak mulai


(62)

fokus kembali untuk mendengarkan ceritanya. ketika storytelling sedang berlangsung pendongeng selalu berusaha untuk memelihara kerahasiaan jalan cerita agar perhatiaan anak-anak tetap terfokus pada tiap adegan yang dimainkan dan memberikan sedikit kejutan untuk merangsang ekspresi emosi anak-anak secara wajar.

Tabel 4.14

Distribusi Frekuensi Pertanyaan Kuesioner Nomor 14 Tanggapan Responden

Nomor Pertanyaan

Sangat

Mudah Mudah

Kurang Mudah

Tidak Mudah

Sangat Tidak

Mudah Total % F % F % F % F % F %

14 10 33,3 18 60 2 6,7 0 0 0 0 30 100 Tanggapan responden pada pertanyaan nomor 14 yaitu “apakah menurut anda bahasa yang di gunakan oleh si pendongeng mudah di mengerti oleh anank-anak?”, jawaban responden menunjukkan bahwa 10 responden (33,3%) menjawab sangat mudah, 18 responden (60%) menjawab mudah dan 2 responden (6,7%) menjawab kurang mudah.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar atau (60%) responden menjawab bahasa yang digunakan oleh si pendongeng mudah di mengerti oleh anak-anak. Artinya, bahasa yang digunakan dapat dikategorikan mudah dan sangat mudah yaitu sebanyak (93,3%). Bahasa yang digunakan sederhana, mudah dipahami dan dimengerti. Kata-kata yang diucapkan jelas dan selalu tampak bersemangat.


(1)

 

KEGIATAN

STORYTELLING

DALAM MENINGKATKAN MINAT

BACA ANAK DI PERPUSTAKAAN SOEMAN HS. PROVINSI RIAU

Untuk kepentingan tabulasi (mohon diisi oleh responden)

Responden

Nama sekolah

:

:

Petunjuk memberikan jawaban:

Saudara cukup menyilang

(X)

terhadap jawaban yang tersedia yang menurut

saudara paling benar.

Pertanyaan

1.

Storytelling

A.

Persiapan Kegiatan

Storytelling

1.

Apakah menurut anda kegiatan Storytelling sudah efektif dilakukan satu

kali dalam satu minggu?

a.

Sangat efektif

b.

Efektif

c.

Kurang efektif

d.

Tidak efektif

e.

Sangat tidak efektif

2.

Bagaimana kerja sama antara pihak perpustakaan dengan pihak sekolah

dalam menentukan jadwal untuk pelaksanaan storytelling?

a.

Sangat baik

b.

Baik

c.

Kurang baik

d.

Tidak baik

e.

Sangat tidak baik

3.

Apakah anda puas dengan waktu yang disediakan oleh pihak

perpustakaan dalam kegiatan storytelling?

a.

Sangat puas

b.

Puas

c.

Kurang puas

d.

Tidak puas

e.

Sangat tidak puas

4.

Apakah menurut anda waktu satu jam dalam kegiatan storytelling

masih kondusif untuk konsentrasi anak?

a.

Sangat kondusif

b.

Kondusif


(2)

82

6.

Apakah menurut anda jenis cerita yang disampaikan pendongeng dalam

kegiatan storytelling sesuai untuk usia anak-anak ini?

a.

Sangat sesuai

b.

Sesuai

c.

Kurang sesuai

d.

Tidak sesuai

e.

Sangat tidak sesuai

7.

Menurut anda, apakah pemilihan judul untuk kegiatan kegiatan

storytelling sesuai dengan keinginan anak?

a.

Sangat sesuai

b.

Sesuai

c.

Kurang sesuai

d.

Tidak sesuai

e.

Sangat tidak sesuai

8.

Apakah anda puas dengan jenis cerita yang disampaikan dalam

kegiatan storytelling kepada anak-anak?

a.

Selalu

b.

Sering

c.

Kadang-kadang

d.

Tidak pernah

e.

Sangat tidak pernah

9.

Apakah semua jenis cerita yang disampaikan selalu bersumber dari

koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan Soeman H S Provinsi Riau?

a.

Sangat benar

b.

Benar

c.

Kurang benar

d.

Tidak Benar

e.

Sangat tidak Benar

B Saat

kegiatan

Storytelling

Berlangsung

10.

Bagaiamana menurut anda sikap pendongeng selama proses storytelling

berlangsung?

a.

Sangat baik

b.

Baik

c.

Kurang baik

d.

Tidak baik

e.

Sangat tidak baik


(3)

 

11.

Bagaimana menurut anda cara penyampaian pendongeng dalam

kegiatan storytelling?

a.

Sangat baik

b.

Baik

c.

Kurang baik

d.

Tidak baik

e.

Sangat tidak baik

12. Bagaimana kerja sama pihak perpustakaan dengan pihak sekolah dalam menentukan teknik yang digunakan pada saat kegiatan storytelling?

a. Sangat baik b. Baik c. Kurang baik d. Tidak baik e. Sangat tidak baik

13. Apakah pendongeng memperhatikan ekspresi anak-anak saat kegiatan

storytelling berlangsung?

a. Sangat memperhatikan b. Memperhatikan

c. Kurang memperhatikan d. Tidak memperhatikan e. Sangat tidak memperhatikan

14. Apakah meneurut anda bahasa yang di gunakan oleh si pendongeng mudah di mengerti oleh anank-anak?

a. Sangat mudah b. Mudah c. Kurang mudah d. Tidak mudah e. Sangat tidak mudah

15. bagaimana menurut anda penguasaan cerita yang disampaikan oleh pendongeng dalam kegiatan story telling?

a. Sangan baik b. baik

c. Kurang baik d. Tidak baik e. Sangat tidak baik

16. Bagaimana penggunaan gerakan-gerakan yang dilakukan pendongeng untuk menarik perhatian anak?

a. Sangat baik b. baik


(4)

84

C. Setelah Kegiatan Storytelling Berlangsung

17. Menurut anda, bagaimana penjelasan maksud dan tujuan cerita yang diberikan pendongeng setelah kegiatan storytelling disampaikan?

a. Sangat baik b. baik c. Kurang baik d. Tidak baik e. Sangat tidak baik

18. Menurut anda, apakah pendongeng memperhatikan ekspresi anak setelah mendengarkan storytelling?

a. Sangat memperhatikan b. Memperhatikan

c. Kurang memperhatikan d. Tidak memperhatikan e. Sangat tidak memperhatikan 2. Minat Baca Anak

A. Proses Minat dan Kebiasaan Membaca Anak

19. Apakah menurut anda, kegiatan storytelling yang dilakukan di Perpustakaan Soeman Hs memberikan dampak positif terhadap keinginan anak untuk membaca?

a. Sangan positif b. Positif

c. Kurang positif d. Tidak positif e. Sangat tidak positif

20. Apakah muncul keinginan dari anak-anak untuk mengetahui bacaan lain selain yang diceritakan saat kegiatan storytelling?

a. Sangat ingin b. Ingin

c. Kurang ingin d. Tidak ingin e. Sangat tidak ingin

21. Menurut anda, seberapa sering anak membaca buku setelah mengikuti kegiatan storytelling di perpustakaan?

a. Selalu b. Sering c. Kurang ingin d. Tidak ingin e. Sangat tidak ingin

22. Apakah anak-anak sering meminta untuk kembali mengikuti kegiatan storytelling?

a. selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah e. Sangat tidak pernah


(5)

 

23. Bagaimana menurut anda, tanggapan anak setelah kegiatan storytelling berlangsung?

a. Sangat baik b. Baik

c. Kurang baik d. Tidak baik e. Sangat tidak baik

24. Apakah anda sering mengajak anak-anak untuk datang ke perpustakaan setelah mengikuti kegiatan storytelling?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah a. Sangat tidak pernah

25. Apakah menurut anda, dengan mengikuti kegiatan storytelling dapat membantu anak untuk gemar membaca?

a. Sangat membantu b. Membantu

c. Kurang membantu d. Tidak membantu e. Sangat tidak membantu

26. Apakah menurut anda, anak yang mengikuti storytelling ada keinginan untuk mengajak temanya di sekolah untuk membaca di perpustakaan?

a. Sangat ingin b. Ingin c. kurang ingin d. tidak ingin e. sangat tidak ingin

27. Bagaimana menurut anda rasa ingin tahu anak terhadap bahan bacaan lain sesudah mengikuti kegiatan storytelling?

a. Sangat ingin tahu b. ingin tahu c. Kurang ingin tahu d. Tidak ingin tahu e. Sangat tidak ingin tahu

28. Apakah anda pernah merekomendasikan bahan bacaan lain selain yang disampaikan pendongeng dalam kegiatan storytelling?

a. Selalu b. Sering


(6)

86

29.

Apakah anda memberikan buku bacaan berupa komik, komedi, fiksi

sebagai hiburan anak anda?

a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah e. Sangat tidak pernah

30. Apakah anda pernah merekomendasikan anak-anak untuk berkunjung ke taman bacaan atau toko buku?

a. selalu b. sering

c. kadang-kadang d. Tidak pernah e. Sangat tidak pernah