BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ibu Hamil 2.1.1 Hamil - Uji Daya Terima Mi Kering Kombinasi Tepung Ubi Jalar Putih (Lpomea Batatas) Dan Daunnya Dengan Kacang Kedelai (Glycine Soja) Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ibu Hamil

  2.1.1 Hamil

  Hamil adalah suatu masa dari mulai terjadinya pembuahan dalam rahim seorang wanita sampai bayinya dilahirkan. Kehamilan terjadi ketika seorang wanita melakukan hubungan seksual pada masa ovulasi atau masa subur (keadaan ketika rahim melepaskan sel telur matang), dan sperma (air mani) pria pasangannya akan membuahi sel telur matang wanita tersebut. Telur yang telah dibuahi sperma kemudian akan menempel pada dinding rahim, lalu tumbuh dan berkembang selama kira-kira 40 minggu (280 hari) dalam rahim pada kehamilan normal (Suririnah, 2008).

  2.1.2 Jumlah Total dan Bentuk Pertambahan Berat Badan

  Berat badan total akan berubah selama hamil dengan kisaran yang berbeda-beda pada setiap ibu hamil. Perbedaan pertambahan berat badan pada ibu hamil yang sehat disebabkan beberapa faktor fisiologi dan faktor lingkungan seperti perubhan sekresi hormone ibu dan faktor fisiologi lainnya yang berhubungan dengan kehamilan atau pengaruh penggunaan sumber energi dan pertambahan berat badan. Karakteristik ibu dan perilaku kesehatan juga dapat berpengaruh. Beberapa studi (Humprey, 1954; Thomson dan Billewiez, 1957; Hytten dan Leitch, 1971) ada lebih dari 3800 ibu sehat primigravida tanpa total pertambahan berat badab adalah 12,5 kg yaitu 1 kg pada trimester I dan selebihnya pada trimester II dan III. Pada yang ibu multigravida diduga mempunyai pertambahan berat badan yang lebih sedikit. Laju (rate) pertambahan berat badan pada ibu primigravida :

  1. 0-10 minggu : 0,065 kg/minggu 2. 10-20 minggu : 0,335 kg/minggu 3. 20-30 minggu : 0,450 kg/minggu 4. 30-40 minggu : 0,335 kg/minggu

2.1.3 Aktivitas Fisik

  Ibu hamil dengan tingkat ekonomi tinggi cenderung mempunyai gaya hidup santai (sedentary life style) dengan aktivitas yang lebih banyak duduk dan sedikit berjalan. Sebaliknya ibu hamil dengan ekonomi rendah lebih aktif /mempunyai aktivitas lebih tinggi. Bila dihubungkan dengan kecepatan pertambahan berat badan terlihat bahwa pada ibu yang aktivitasnya tinggi mempunyai pertambahan berat badan lebih rendah daripada ibu yang aktivitasnya rendah.

  Kebutuhan energi total sat hamil disebut dengan energi requirement yaitu: 1. 2215 kkal/hari pada trimester I 2. 2275 kkal/hari pada trimester II 3. 2356 kkal/hari pada trimester III

  Sedangkan pengeluaran energy disebut dengan energi expenditure yaitu: 1. 1912 kkal/hari pada trimester I setara dengan 1,40 kali basal

  expenditure

  2. 2490 kkal/hari pada trimester II setara dengan 1,30 kali basal

  3. 3009 kkal/hari pada trimester III setara dengan 1,40 kali basal

  expenditure

2.1.4 Kebutuhan Gizi

  Kebutuhan gizi bagi ibu hamil tentu berbeda dengan kebutuhan gizi wanita normal karena adanya janin di dalam kandungan ibu. Asupan gizi yang dikonsumsi ibu hamil sangan menentukan pertumbuhan dan perkembangan janin. Kebutuhan gizi pada masa kehamilan meningkat sebesar 15% dibandingkan wanita normal. Peningkatan gizi ini dibutuhkan untuk pertumbuhan rahim (uterus), payudara (mammae), volume darah, plasenta, air ketuban, dan pertumbuhan janin. Makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil akan digunakan untuk pertumbuhan janin sebesar 40%, dan sisanya 60% digunakan untuk pertumbuhan ibunya (Mellyna, 2001).

  Hal penting yang harus diperhatikan ibu hamil adalah makanan yang dikonsumsi terdiri dari susunan menu yang seimbang, yaitu menu yang lengkap dan sesuai dengan kebutuhan bumil dan janinnya. Menu makanan yang seimbang harus mengandung unsur-unsur sumber tenaga, pembangunan, pengatur dan pelindung.

  a. Sumber Tenaga (Sumber Energi) Ibu hamil membutuhkan tambahan energy sebesar 300 kalori per sehari atau sekitar 15% lebih banyak dari jumlah normalnya, yaitu sekitar 2.800 sampai

  3.000 kalori dalam satu hari. Sumber energy dapat diperoleh dari karbohidrat dan lemak. Karbohidrat dapat diperoleh dari beras, sagu, jagung, tepung terigu, sayur, dan margarin. Sumber lemak hewani dapat diperoleh dari mentega, susu, dan keju.

  b. Sumber Pembangun Sumber zat pembangunan dapat diperoleh dari protein. Seperti halnya energy, kebutuhan protein wanita hamil lebih banyak dari kebutuhan wanita normal. Kebutuhan protein yang dianjurkan sekitar 80 gram/hari. Dari jumlah tersebut, sekitar 70% dipakai untuk kebutuhan janin dalam kandungan. Protein dibutuhkan untuk plasenta, menambah jaringan tubuh ibu (seperti rahim dan payudara). Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani dan nabati.

  Sumber protein hewani, antara lain ikan, udang, kerang, kepiting, daging, ayam, hati, telur, susu, dan keju. Sumber protein nabati, antara lain aneka kacang- kacangan (kacang tanah, kacang merah, kacang hijau dan kacang kedelai), tahu, dan tempe.

  c. Sumber Pengatur dan Pelindung Sumber zat pengatur dan pelindung dapat diperoleh dari air, vitamin, dan mineral. Unsur-unsur tersebut dibutuhkan untuk melindungi tubuh dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran proses metabolisme tubuh. Berbagai jenis mineral yang dibutuhkan oleh ibu hamil seperti zat besi, fosfor, kalsium, yodium, selenium, dan seng (Mellyna, 2001).

Tabel 2.1 Kebutuhan Gizi Ibu Hamil

  

Zat Gizi Satuan Wanita Ibu Tamba

dewasa hamil han

  Protein G

  48

  60

  12 Asam Folat µg 150 300 150 Kalsium Mg 500 900 400 Besi Mg

  26

  46

  20 Sumber: Muhilal, WKNPG (1998) Suatu proses kehamilan akan selalu disertai dengan berbagai perubahan, baik dalam komposisi maupun metabolisme tubuh ibu. Di negara Barat wanita sehat yang mendapat kesempatan makan menurut seleranya, akan bertambah berat badannya sebanyak 12,5 kg selama kehamilan atau kira-kira 20 persen dari berat badannya sebelum hamil. Tabel berikut menunjukkan komponen yang tercakup dalam kenaikan berat badannya. Rata-rata berat lahir bayi untuk kelompok wanita sehat adalah 3400 g (Sri Kardjati, 1985).

Tabel 2.2 Komponen Tambahan Berat Badan Ibu Selama Kehamilan (gram)

  Janin 3400 Placenta dan cairan amnion 1350 Uterus dan payudara 1300 Darah 1250 Cairan extracellular 1200 Lemak 4000 Sumber: Aebi, H & R.G. Whitehead, 1980.

2.2 Ubi Jalar

2.2.1 Sejarah

  Ubi jalar (lpomoea batatas) atau ketela rambat atau “sweet potato” diduga berasal dari Benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian Tengah. Nikolai Ivano vich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika bagian Tengah.

  Ubi jalar menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropic diperkirakan pada abad ke-16. Penyebaran ubi jalar pertama kali terjadi ke Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Fiji, dan Selandia Baru. Orang-orang Spanyol dianggap berjasa menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia. Ubi jalar mempunyai banyak nama atau sebutan, antara lain ketela rambat, huwi boled (Sunda/Jawa Barat), sweet potato (Inggris), dan shayu (Jepang).

  Pada tahun 1960-an penanaman ubi jalar sudah meluas hamper di semua provinsi di Indonesia. Daerah sentra produksi ubi jalar pada mulanya terpusat di Pulau Jawa. Pada tahun 1968 Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia karena berbagai daerah di Indonesia menanam ubi jalar.

  Sentra produksi ubi jalar yang termasuk lima daerah terluas penanaman komoditas ini, dari tahun 2001-2009 adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Papua, dan Sumatera Utara.

  Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat yang berasa manis dan indeks glikemik lebih rendah dibanding beras, sehingga baik dikonsumsi sebagai pengganti beras bagi penderita diabetes. Jika dilihat dari warna kulitnya, ubi jalar ini ada dua jenis, yaitu ubi jalar merah dan ubi jalar putih. Adapun jika dilihat dari warna dagingnya ada ubi jalar kuning, ungu, dan putih. Ubi jalar kuning kaya antioksidan dan betakaroten dan ubi jalar ungu kaya antiosidan antosianin, keduanya baik bagi kesehatan (Agnes Murdiati dan Amaliah, 2013).

  2.2.2 Karakteristik Ubi Jalar Teruntuk Pangan

  Ubi jalar merupakan jenis umbi yang unik, karena memiliki berbagai warna kulit maupun daging umbinya. Dalam mengembangkan ubi jalar untuk pangan, yang perlu diperhatikan adalah melakukan panen tepat waktu, yaitu sebaiknya tidak melebihi umur varietasnya untuk menghindari serangan hama

  boleng .

  Oleh karena itu, pemanfaatan ubi jalar tersebut lebih sesuai untuk diekstrak sebagai bahan pewarna alami. Dalam bentuk segar, juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku atau campuran pada produk selai atau saus. Alternative lainnya, diolah menjadi tepung yang selanjutnya dapat digunakan sebagai substitusi terigu (10-50%) pada produk mi, roti, kue kering (cookies), cake, dan es krim serta substtusi 50% tepung ketan pada pembuatan jenang.

Tabel 2.3 Standar Mutu Ubi Jalar Menurut SNI No. 01.4493.1998 No Komponen Mutu Mutu I Mutu II Mutu

  III

  1. Berat umbi (gr/umbi) > 200 100-200 75-100

  2. Umbi cacat (per 50 biji maks) Tidak ada

  3

  5

  3. Kadar air (% bb min)

  65

  60

  60

  4. Kadar serat (% bb maks) 2 2,5 >3

  5. Kadar pati (% bb min)

  30

  25

  25 Sumber: Badan Standarisasi Nasional (1998)

  2.2.3 Kandungan Gizi Ubi Jalar

  Ubi jalar amat penting dalam tatanan penganekaragaman (diversifikasi) makanan penduduk. Sebagai sumber pangan ubi jalar memberikan kontribusi istimewa, dari umbi segarnya yang dipanen bisa langsung diolah untuk dikonsumsi dengan cara dibakar, digoreng, direbus, dan ataupun dikukus. Demikian pula dari pucuk daunnya di lading bisa dipetik untuk disayur dengan resep yang beragam. Dari umbinya bagian yang dapat dimakan sebesar 86%, sedangkan bagaian daunnya yang bisa dimakan sebesar 73%. Tabel berikut menunjukkan gambaran berapa kandungan gizi yang diperoleh jika mengonsumsi sari umbi ubi jalar.

Tabel 2.4 Kandungan Gizi Tepung Ubi Jalar (Sariumbi) dalam Tiap 100 Gram Tepung

  Kandungan Gizi Sariumbi Sariumbi Sariumbi Putih Kuning Ungu

  Kalori (kal) Protein (g) 4-8 2,5-5 3-6 Kalsium (mg) 64-9 132,8-19 105-5 Zat besi (mg) 3,5-12 4,2-14,5 2,75-9,5 Bagian yang dapat 100 100 100 dimakan (%)

  Sumber: b = Laboratorium Bogasari (2004), Dokumen Sweet Potato Flour Production Complementary Bussines, Bogasari 2004. Keterangan: - = tidak ada data

  Ubi jalar kuning atau merah rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ubi jalar putih mengandung 200 µg (869 SI) β- karoten per 100 gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900 µg (32967 SI). Makin pekat warna jingganya makin tinggi kadar β-karotennya yang merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh. Secangkir ubi jalar merah kukus yang telah dilumatkan menyimpan 50000 SI β-karoten, setara dengan kandungan β-karoten dalam 23 cangkir brokoli. Perebusan menurunkan sekitar 10% kadar β-karoten, sedangkan penggorengan atau pemanggangan dalam oven serta penjemuran merusak sebagian β-karoten (Hasim dan Yusuf , 2008).

  Mengonsumsi seporsi ubi jalar merah kukus/rebus sudah memmenuhi lain selain β-karoten, warna jingga pada ubi jalar juga member isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein dan zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil merupakan pembentukan vitamin A. lutein dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel. Ubi jalar merah juga kaya vitamin E. Dari 2/3 cangkir ubi jalar merah kukus yang dilumatkan diperoleh asupan vitamin E untuk memenuhi kebutuhan sehari. Satu buah sedang (100 g) ubi jalar merah kukus hanya mengandung 118 kalori, seperempat jumlah kalori sepotong black forest cake. (Hasim dan Yusuf , 2008).

2.2.4 Sentra Produksi

  Sentra produksi ubi jlar pada tahun 2001 terdapat di 11 provinsi di Jawa dan Luar Jawa. Saat ini tahun 2009 perkembangan otonomi daerah telah melahirkan provinsi baru, dan menambahkan dua sentra produksi ubi jalar menjadi 13 sentra produksi, yang juga sebagai cermin perkembangan budi daya selama hampir sembilan tahun. Tambahan dua provinsi sentra produksi tersebut adalah Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Papua Barat. Berikut table perkembangan produksi 5 (Lima)

Tabel 2.5 Perkembangan produksi 5 (Lima) Provinsi Sentra Ubi Jalar 2001-2009 Prop. Sentra Produksi 2001 Produksi 2009

  Jawa Barat 298.808 ton 17,50% r-1 389.851 ton 20,02% r-1 Papua 283.628 ton 16,61% r-2 334.235 ton 17,16% r-2 Jawa Timur 189.666 ton 11,11% r-3 144.659 ton 07,43% r-3 Jawa Tengah 131.687 ton 07,71% r-4 119.670 ton 06,15% r-4 Sumatera Utara 118.183 ton 06,92% r-5 142.602 ton 07,32% r-5

  Sumber: BPS, data diolah

  2.2.5 Keragaan Produksi

  Ubi jalar kelompok jenis umbi-umbian sebagai tanaman pangan mempunyai peran cukup besar dalam pembangunan pertanian terutama dalam mewujudkan penganekaragaman pangan di Indonesia. Pprospek dan peluangnya pun cukup cerah bila dikelola dengan pola agrobisnis atau agroindustri, mengingat budi daya ubi jalar sudah tersebar di Indonesia di setiap provinsi, terkecuali DKI Jakarta. Perkembangan budi daya ubi jalar menurut provinsi di Indonesia, dari aspek luas panen, produksi, dan produktivitas dalam tahun 2009 dapat disimak dalam tabel.

Tabel 2.6 Luas panen, Produksi, dan Produktivitas Ubi Jalar Menurut Provinsi pada Tahun 2009 Provinsi Luas Produksi Produktivitas Persentase Panen (ton) (kuintal/ha) (%) Skala Nasional

  N Aceh Dar 1.556 15.711 100,97 Sumatera Utara 12.841 142.602 111,05 07,32 Sumatera Barat 4.461 69.253 155,24 03,56 Riau 1.291 10.219 79,16 Kepulauan Riau 199 1.536 77,19

  Sumber: diolah BPS, 2009

  2.2.6 Teknologi Pengolahan Ubi Jalar

  Ubi jalar sebagaimana halnya, berbagai macam tanaman pangan jenis umbi-umbian yang lain (ubi kayu, ganyong, gembili, garut. Kentang, dan sebagainya) adalah sumber pangan yang setelah di panen, dapat dikonsumsi langsung sebagai makanan pokok ataupun camilan dengan berbagai cara atau teknologi sederhana dalam mengolah, yaitu dibakar, direbus, digoreng, dan ditanak/dikukus. Teknologi pengolahan sederhana berbasis pedesaan penting dikembangkan untuk dapat meningkatkan citra ubi jalar dan hasil olahannya.

  Nilai tambah ubi jalar terletak pada hasil olahannya, baik dalam bentuk tepung, pati, maupun pasta. Dalam bentuk ini, ubi jlar dapat diolah menjadi bahan pangan maupun nonpangan. Produk lain yang berpeluang dikembangkan, sekurangnya ada empat cara pengembangan pengolahan ubi jalar (kelompok teknologi), yaitu: (1) produk dari ubi jlar segar, (2) produk siap santap atau dikenal dengan ready to eat foods, (3) produk siap masak, atau dikenal sebagai

  

instant foods atau quick cooking foods, dan (4) produk setengah jadi atau produk

  antara (intermediate product) untuk bahan baku industri/pengolahan lanjut. Dalam menentukan jenis produk yang akan dikembangkan diperlukan informasi dasar dari sifat-sifat, baik dalam bentuk segar maupun hasil prosesnya meliputi sifat baik, kimia, fisikokimia, dan gizi (Darmardjati, Widowati, 1994). Hal mana akan dipaparkan dan dapat diketahui dalam uraian berikut ini:

  a. Produk dari Ubi Jalar Segar Konsumsi sebagai pangan sebagian besar (hamper 90%) diperoleh dan dilakukan dengan pemasakan ubi jalar segar. Dengan demikian, jenis-jenis makanan yang disajikan melalui proses perebusan, penggorengan, dan pemanggangan/pemabakaran. Beberapa produk yang dikenali dengan baik, dapat ditingkatkan cara mengolah dan penyajiannya adalah sebagai berikut:

  1. Ubi rebus Ubi jalar rebus banyak dikonsumsi sebagai sarapan pagi atau makanan dengan cara perebusan atau pengukusan langsung, kiranya dapat diperbaiki dengan teknik perebusan atau pengukusan dengan dibungkus aluminium foil yang kemungkinan dapat meningkatkan mutu atau penyajian yang lebih bergengsi, dengan bentuk yang divariasikan serta pilihannya sehingga dapat bersaing dengan kentang.

  2. Ubi goreng Ubi goreng adalah olahan sederhana yang popular, biasanya disajikan untuk makanan camilan atau selingan. Caranya sederhana, ubi dikupas, diiris agak tebal diberi garam atau bumbu tertentu, lalu digoreng.

  3. Ubi panggang/bakar Ubi bakar juga salah bentuk olahan tradisional, yang biasa dijadikan makanan camilan di malam hari di daerah pegunungan atau dataran tinggi.

  4. Kolak Kolak makanan yang popular bisa dijadikan makanan pembuka, makanan camilan, dan atau/ makanan penutup. Kolak dibuat dari ubi jalar segar yang setelah dikupas dan dipotong-potong sedang, setelah bersih dicuci dimasak dalam santan dan gula kelapa.

  b. Produk Siap Santap Produk siap santap dibuat umumnya sudah ditujukan bukan hanya keperluan rumah tangga sendiri, tetapi juga sudah mulai bersifat komersial. Sifat produk oalahan ini mulai dari cara olahan sederhana di tingkat rumah tangga sebagai makanan jajanan sampai bentuk hasil produksi dari proses industri, seperti kremes, saus, dan selai.

  1. Kremes Produk ini termasuk yang popular dan telah dikenal dalam pasaran makanan ringan. Pembuatan kremes dilakukan dengan cara: ubi jalar setelah dikupas dan dicuci, dipotong kecil-kecil memanjang kemudian digoreng dicampur dengan larutan kental gula kelapa hingga cukup kering menyatu, dipotong dan dipres. Kremes dijual dalam kantong plastik dan memepunyai pasaran yang cukup luas dikota-kota di Jawa (Danardjati et al.,1990).

  2. Keripik Bentuk makanan kering siap santap ini termasuk bentuk yang popular dibuat dari aneka ragam bahan baku, seperti kentang, ubi kayu, dan ubi jalar.

  Prinsip pembuatan keripik sangat sederhana: pengupasan, pencucian, perajangan, penggorengan, dan pengemasan. Jenis bahan baku akan mempengaruhi mutu tekstur keripik, sedangkan bumbu menetukan rasanya.

  3. Kue dan roti Ubi jalar ternyata juga dapat dimanfaatkan sebagai komponen substitusi dari terigu dalam produk bakery seperti biskuit, kue, dan roti. Penelitian di Filipina menunjukkan bahwa pencampuran ubi jalar dalam terigu samapai 50% untuk pembuatan kue kering (cookies) dan kue basah (cake) dapat mengasilkan produk kue yang masih disukai oleh panelis (Palomar et al., 1990). Sedangkan di Peru, bahan ubi jalar juga dapat digunakan sebagai substitusi terigu dalam pembuatan roti. Ubi yang dicampurkan adalah dapat dalam bentuk sebagai parutan ubi segar atau hasil pelembutan ubi yang telah dikukus/direbus. Ubi lembut tersebut diaduk dalam adonan bersama-sama tepung terigu dan selanjutnya dilakukan seperti pada proses pembuatan kue biasa.

  4. Saus Penggunaan ubi sebagai bahan baku pokok untuk saus telah berkembang secara komersial. Saus ubi jalar memiliki sifat kekentalan yang baik, rasa yang netral, warna yang sesuai, harga yang memadai dan ketersediaan yang cukup, maka penggunaan sebagai filter dalam pembuatan saus tomat maupun saus cabe dapat berkembang dengan baik. Penggunaan ini juga ditunjang oleh ketersediaan bahan baku (tomat dan cabe) yang kurang mencukupi dan harga yang jauh lebih mahal.

  5. Produk ubi jalar serupa olahan buah-buahan (Fruity-products) Sifat fisik ubi jalar yang menyerupai buah-buahan ditambah kandungan vitamin yang tinggi, maka ubi jalar mudah diolah menjadi bentuk olahan asal buah-buahan, seperti manisan, asinan, jam, selai, sari buah, konsentrat maupun aneka minuman. Di Filipina dilaporkan bahwa dari beberapa hasil penelitian telah dapat dikembangkan bentuk minuman, manisan, dan berhasil sampai tingkat komersial (Trupng, 1992).

  c. Produk Siap masak Produk olahan ubi jalar siap masak, merupakan bagian pangan yang membutuhkan satu tahap olahan sebelum dapat disantap. Produk umumnya termasuk instant atau quick cooking products seperti sarapan serelia

  

(breakfast cereals). Bentuk pangan siap masak lainnya adalah produk-

produk ekstrusi, makanan kaleng dan makanan beku (Frozen food).

  a. Produk Setengah Jadi untuk Bahan Baku Ubi jalar dapat diposisikan/dijadikan bahan setengah jadi sebagai bahan baku industri selanjutnya. Bentuk produk ini umumnya bersifat kering, awet, dan tahan disimpan lama, anatara lain adalah irisan ubi kering sebagai gaplek ubi (chip sweet potato), tepung ubi jalar (sweet potato flour), dan pati ubi jalar (sweet potato starch)

  1. Tepung ubi jalar Tepung ubi jalar dibuat melalui tahapan pengepresan, pengeringan, dan penggilingan. Sodium sulfat 0,3% dapat digunakan sebagai larutan perendam sawut ubi jalar agar diperoleh warna tepung yang putih. Deniwati (1991) melaporkan bahwa perendaman ubi jalar dalam sodium bisulfate 0,3% selama 1 jam dapat menaikkan derajat putih tepung dari 58-61% menjadi 83-90% masing-masing untuk varietas SQ2 dan BIS-183.

  Tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan untuk substitusi terigu sampai dengan 50% dalam pembuatan aneka cake, kue kering, dan bihun. Tepung ini juga bermanfaat sebagai salah satu bahan bku selai dan saus (Widowati dan Setyono, 1992; Syarief, et al., 1992).

  2. Pati Pati ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelembut dalam pembuatan ke sebagai pengganti pati jagung (maizena), bahan baku aneka kue, cake (Setyono, et al.,1992; Widowati dan Setyono, 1992) dan sohun, serta bahan industry perekat maupun farmasi.

  

2.2.7 Memahami Sifat Fisik, Sifat Fisikokimiawi, dan Sifat Kimia Tepung

Ubi Jalar

1. Tepung Ubi Jalar

  Menurut Osundahunsi et al, (2003) tepung ubi jalar dibuat dengan cara mengupas ubi jalar secara manual, kemudian mencelupkannya ke dalam larutan sodium metabisulfit 0,2%. Selanjutnya dilakukan pengeringan dan penggilingan untuk mendapatkan tepung ubi jalar. Khrisman et al, (2010) menyatakan bahwa pencelupan dengan sodium metasulfit pada ubi jalar, merupakan cara terbaikuntuk mencegah pencokelatan dibandingkan dengan dicelupkan pada asam sakorbat, asam sitrat, maupun asam asetat. Tetapi hal tersebut belum tentu berlaku untuk komoditas lain.

  Adapun menurut Yadav at al, (2006), pembuatan tepung ubi jalar ada tiga cara diantaranya adalah dengan dikeringkan menggunakan drum dryer dan hot-air dryer. Ubi jalar yang telah dikupas, dipotong-potong kemudian dicelupkan dalam air untuk mencegah pencokelatan enzimatis. Selanjutnya potongan ubi jalar dimasak dengan steam cooker suhu 85°C selama 20 menit, didinginkan pada suhu kamar dan dihancurkan dengan Hobart mixer. Kemudian ditambahkan sulfur dioksida (1 g/100 g), whey protein concentrate (0,05 g/100 g) dan monosodium glutamate (0,05 g/100 g) untuk mencegah pencokelatan, meningkatkan tekstur dan mouth feel, kemudian dicampur merata. Selanjutnya dilakukan pengeringan

  2

  tekanan uap 6 kg/cm , perputaran 3 rpm. Lembaran tepung yang telah dikeringkan diambil dan dihancurkan dengan hammer mill sampai lolos ayakan 0,5 mm.

  Untuk tepung yang dikeringkan dengan hot-air dryer, potongan ubi jalar yang telah dikukus dalam steam cooker terbuka suhu 85°C selama 5 menit, diikuti dengan perendaman dalam air mengandung sulfur dioksida 1 g/100 g selama 20

  2

  menit. Selanjutnya potongan ubi jalar diletakkan diatas tray (6 kg/m ), dikeringkan pada suhu 65°C dalam hot air dryer tipe aliran udara cross flow selama 7-8 jam. Pembuatan tepung dengan cara menggiling ubi jalar kering dengan hammer mill.

2.3 Kacang Kedelai

2.3.1 Sejarah

  Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi ada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman kedelai juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Austraia, dan Amerika. Menurut laporan, kedelai mulai dikenal di Indonesia sejak abad ke-16. Awal mula penyebaran dan pembudidayaan kedelai yaitu di Pulau Jawa, kemudian berkembang ke Bali, Nusa Tenggara, dan pulau-pulau lainnya. Masuknya kedelai ke Indonesia diduga dibawa oleh para imigran Cina yang mengenalkan beberapa jenis masakan yang berbahan baku biji kedelai.

  Pada awalnya, kedelai dikenal dengan beberapa nama botani, yaitu

  

Glycine soja dan soja max. namun demikian, pada tahun 1948 teah disepakati bahwa nama botani yang dapat diterima dalam istilah ilmiah, yaitu Glycine max (L.) Merill. Klasifikan tanaman kedelai seβbagai berikut.

  Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protain yang penting di Indonesia. Berdasarkan luas panen, di Indonesia kedelai menempati urutn ke-3 sebagai tanaman palawijaya setelah jagung dan ubi kayu. Rata-rata luas pertanaman per tahun sekitar 703.878 ha, dengan total produksi 518.204 ton

  Penduduk Indonesia pada umunya masih hidup di bawah standar gizi yang tidak menjamin kehidupan (vitalitas). Menurut hasil Widya Karya Pengadaan Gizi, standar yang diperlukan penduduk Indonesia setiap hari sebesar 2100 kalori/orang dengan konsumsi protein 46 gram. Tetapi kenyataannya, konsumsi kalori rata-rata baru mencapai 1700 dan konsumsi protein berkisar rata-rata antara 37 sampai 39 gram.

  Kesadaran masyarakat terhadap menu makanan yang bergizi dibarengi dengan peningkatan jumah penduduk dan pendapatan perkapita menyebabkan kebutuhan kedelai makin meningkat. Menurut perkiraan kebutuhan kacang- kacangan termasuk kedelai, meningkat sebesar ± 7,6% per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di atas terpaksa diimpor. Sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan manakala produksi di dalam negeri dapat dikembangkan sejalan dengan meningkatnya tuntutan kebutuhan, mengingat potensi yang ada sangat besar (Suprapto, 2001).

  Protein kedelai secara komersial dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tepung kedelai, konsentrat protein kedelai dan isolat protein kedelai (Champbel, 1979).

  Dikutip dari Tepung kedelai merupakan bentuk dasar dari protein kedelai yang dapat dimakan (edilbe soy protein), dengan kandungan proteinnya kurang dari 65%. Tepung kedelai ini dibuat dengan cara penggilingan dan pengayakan biji kedelai. Konsentrat protein kedelai mengandung sekitar 70% protein dan dibuat dengan cara menghilangkan gula terlarut (soluble sugar) pada tepung kedelai. Ada tiga cara untuk menghilangkan gula tersebut, yaitu (1) ekstraksi dengan 60-80% alcohol, (2) ekstraksi dengan air asam pH 4,5 dan (3) dengan air apabila kedelai sudah mendapat perlakuan panas untuk mendenaturasi protein. Isolate protein kedelai mengandung 90% protein dan dibuat dengan cara menghilangkan gula terlarut dari tepung kedelai. Proses untuk mendapatkan isolate protein kedelai lebih sulit dari perlakuan untuk konsentar protein kedelai dan harnya lebih mahal.

2.3.2 Kandungan Gizi Kedelai

  Kedelai merupakan sumber protein yang paling tinggi (30-40%) di antara kacang-kacangan lainnya. Proteinnya mengandung banyak asam amino lisin, serta sedikit metionin dan sistin. Kedelai juga merupakan sumber serat dan mineral yang baik (Agnes Murdiati dan Amaliah, 2013).

  Kedelai merupakan sumber protein nabati yang efisien dalam arti bahwa untuk memperoleh jumlah protein yang cukup diperlukan kedelai dalam jumlah kecil. Untuk mendapatkan 2100 kalori, menurut perumusan LIPI tahun 1968 diperlukan kacang-kacangan 44 gram per kapita per hari.

Tabel 2.7 Kandungan kalori, protein, lemak dan karbohidrat (CHO), asam folat dan air dari setiap 100 gram kacang kedelai Kandungan Gizi Jumlah

  Kalori (kal) 330 Protein (gr)

  35 Lemak (gr)

  18 Lemak dan Karbohidrat (gr)

  35 Air (gr)

  8 Asam Folat (µg) 250

  Sumber; Suprapto, 2001

Tabel 2.8 Kandungan asam amino dalam kacang kedelai (milligram/gram) Kandungan Asam Amino Jumlah

  Isoleucine 340 Leucine 480 Lysine

  400 Phanylaline 310 Tyrosine 200 Methionine

  80 Cystine 110

  Theomine 250 Tryptophan

  90 Valine 330

  Sumber: Suprapto, 2001

2.4 Zat Gizi yang Dibutuhkan Bagi Ibu Hamil

2.4.1 Protein

  Protein adalah molekul yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptide. Asam amino terdiri atas unsure-unsur karbon, hydrogen, oksigen, dan nitrogen; beberapa asam amino di samping itu mengandung unsur-unsur fosfor, besi, yodium, dan kobalt (Sunita, 2010).

  Protein diberikan tinggi untuk menunjang pebentukan sel-sel baru bagi ibu sebaiknya yang mempunyai nilai biologis tinggi, misalnya: daging, susu, telur, keju, produk , susu, dan ikan. Tambahan protein diperlukan untuk pertumbuhan janin, yaitu untuk membentuk otot, kulit, rambut, dan kuku (Merryana, 2012).

  Pembentukan jaringan baru dari janin dan untuk tubuh ibu dibutuhkan protein sebesar 910 gram dalam 6 bulan terakhir kehamilan. Dibutuhkan tambahan 12 gram protein sehari untuk ibu hamil (Yuni, 2009).

  Sama seperti energi, kebutuhan wanita akan protein membubung sampai 68%. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta bayi. Jika PER dianggap 70%, maka rata-rata pertambahan protein ialah 8,5 g/hari. Jika koefisien variabilitas sebesar 15%, tambahan ini meningkat menjadi 10 g sehari (Arisman, 2002).

2.4.1.1 Sumber Protein

  Pangan sumber protein hewani adalah daging ayam, sapi ikan, telur, susu, produk olahannya. Pangan nabati yang banyak mengandung protein nabati adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Sebagian kecil protein terdapat dalam sayuran dan buah-buahan (Yayuk, 2010).

  Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang.

  Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti temped an tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang memepunyai mutu atau nilai biologi tertinggi. Seperti telah dijelaskan semula protein kacang-kacangan terbatas dalam asam amino metionin (Sunita, 2010).

2.4.1.2 Akibat Kekurangan Protein pada Ibu Hamil

  Pembatasan protein saja pada diet ibu ataupun pembatasan protein dan energy secara nyata akan menurunkan pertumbuhan janin yaitu penurunan berat badan ibu, penurunan jumlah sel, dan berbagai perubahan biokimia. Janin menerima asam amino dari ibu melalui plasenta denagn system transport tidak aktif (difasilitasi). Konsentrasi asam amino pada janin lebih tinggi daripada ibu. Plasenta sangat aktif dalam metabolisme yang berperan penting dalam metabolisme nitrogen. Nitrogen terdapat dalam banyak senyawa selain protein.

  Asam nukleat dan poliamina merupakan dua senyawa penting untuk pertumbuhan janin. Asupan protein yang direkomendasikan saat hamil adalah 60 gr/hari.

2.4.2 Zat Besi (Fe)

  Kebutuhan Fe untuk ibu hamil meningkat untuk pertumbuhan janin. Zat besi akan disimpan oleh janin dihati selama bulan pertama sampai dengan bulan keenam kehidupannya untuk ibu hamil pada trimester ketiga harus meningkatnya zat besi untuk kepentingan kadar HB dalam darah untuk transfer pada plasenta, janin, dan persiapan kelahiran. Kebutuhan Fe selama kelahiran enam minggu/1.000 kal.

  Kebutuhan zat besi tiap trimester sebagai berikut:

  1. Trimester I: Kebutuhan zat besi ±1 mg/hari (kehilangan basal 0,8 mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.

  2. Trimester II: Kebutuhan zat besi ± 5 mg/hari (kehilangan basal 0,8 mg/hari) ditambah sel darah merah 300 mg dan conceptus 115 mg.

  3. Trimester III: Kebutuhan zat besi 5 mg/hari (kehilangan basal 0,8 mg/hari) ditambahkan kebutuhan sel darah merah 150 mg, conceptus 223 mg (Merryana, 2012). Penambahan asupan besi, baik lewat makanan dan/atau pemberian suplementasi, terbukti mampu mencegah penurunan Hb akibat hemodilusi. Tanpa suplementasi (Committee on Materna Nutrition menganjurkan suplementasi besi selama trimester II dan III), cadangan besi dalam tubuh wanita akan habis pada akhir kehamilan. Untuk menjaga agar stok ini tidak terkuras dan mencegah kekurangan, setiap wanita hamil diajurkan untuk menelan besi sebanyak 30 mg tiap hari. Takaran ini tidak akan terpenuhi hanya melalui makanan, oleh sebab itu suplemen sebesar 30-60 mg, di mulai pada minggu ke-12 kehamilan yang diteruskan sampai 3 bulan pascapartum, perlu diberikan setiap hari (Arisma, 2002).

2.4.2.1 Sumber Zat Besi (Fe) Sumber baik besi adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan.

  Sumber baik lainnya adalah telur, serelia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah. Di samping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologic (bioavailability). Pada umunya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serelia dan kacng-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan biologic rendah (Sunita, 2010).

2.4.2.2 Akibat Kekurangan Zat Besi (Fe) pada Ibu Hamil

  Pada kasus anemia karena defisiensi zat besi yang berat dengan kadar hemoglobin berkisar antara 5-7g/dl dianjurkan untk transfuse dengan preparet

  

packed-cell . Efek samping yang lazim terjadi pada suplementasi zat besi adalah

  mual, konstipasi, tinja berwarna hitam, dan diare. Risiko efek samping tersebut sebanding dengan dosis zzat besi yang diberikan. Penyebab utama anemia karena defisiensi zat besi, khususnya di negara berkembang adalah konsumsi gizi yang tidak memadai. Banyak orang bergantung hanya pada makanan nabati yang memiliki absorpsi zat besi yang buruk dan terdapat beberapa zat dalam makanan tersebut yang memengaruhi absorpsi besi (Michael, 2009).

2.4.3 Kalsium

  Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. dari jumlah ini, 99% berada di dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit. Di dalam cairan ekstraselular dan intraselular kalsium memegang peranan penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saraf, kontraksi otot, pengumpulan darah dan menjaga permeabilitas membrane sel. Kalsium mengatur pekerjaan hormone-hormon dan faktor pertumbuhan (Sunita, 2010).

  Kalsium adalah salah satu zat gizi yang sangat penting untuk ibu hamil dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi pada janin. Apabila konsumsi zat gizi ini tidak mencukupi untuk ibu hamil melalui fetus, melalui plasenta akan mengambil dari ibu hamil secara maksimal untuk pembentukan tulang dan gigi (Meryyana, 2012).

  Metabolisme kalsium selama hamil berubah mencolok, meskipun mekanisme terjadinya belum sepenuhnya dipahami. Kadar kalsium dalam darah wanita hamil menurun drastic sampai 5% ketimbang wanita yang tidak hamil. Asupan yang dianjurkan kira-kira 1200 mg/hari bagi wanita hamil yang berusia di atas 25 tahun dan cuku 800 mg untuk mereka yang berusia lebih muda (Arisma, 2002).

  2.4.3.1 Sumber Kalsium

  Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat (Sunita, 2010).

  2.4.3.2 Akibat Kekurangan Kalsium pada Ibu Hamil

  Kekurangan kalsium saat hamil dapat menyebabkan osteopenia, yaitu penurunan densitas tulang pada ibu. Ibu hamil membutuhkan 3 gelas susu atau produk rendah laktosa. Kadang-kadang dokter merekomendasikan suplemen kalsium, tetapi tidak boleh mengonsumsi suplemen kalsium seperti dolomite karena mengandung timah yang berbahaya terhadap ibu dan janin.

  Kejang kaki pada ibu hamil berhubungan dengan defisiensi kalsium ataupun gangguan dalam metabolisme kalsium. Studi pemberian 2 gr kalsium/hari selama tiga minggu tidak menunjukkan perbaikan insiden kejang kaki disbanding kelompok plaebo yang hanya mendapat asam askorbat 2 gr/hari.

2.4.4 Asam Folat

  Asam folat dibutuhkan selama kehamilan untuk pemecahan sel dan sintesis DNA. Selain itu, asam folat dibutuhkan untuk menghindari terjadinya anemia megaloblastis pada ibu hamil. Kebutuhan asam folat 400-800 mikrogram/hari (Meryyana, 2012).

  Berperan dalam transfer dan pemakaian gugus satu karbon, berperan dalam sintesis purin, tiamin, dan gugus metal. Mempunyai peranan spesifik dalam metabolism histidan dan peranan dalam hemopoesis (Yayuk, 2010).

  Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya selama hamil berlipat dua. Sekitar 24-60% wanita, baik di negara sedang berkembang maupun yang telah maju mengalami kekurangan asam folat karena kandungan asam folat di dalam makanan sehari-hari mereka tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan wanita hamil (Arisman, 2002).

2.4.4.1 Sumber Asam Folat

  Jenis makanan yang banyak mengandung asam folat antara lain ragi (1000 µg/100 g), hati (250 µg/100 g), brokoli, sayur berdaun hijau; bayam, asparagus, dan kacang-kacangan, misalnya kacang kering, kacang kedelai (100 µg/100 g). sumber lain ialah ikan, daging, jeruk, dan telur. Jeruk ukran sedang atau secangkir air jeruk mengandung 70 µg, setengah cangkir brokoli masak mengandung 50 µg; telur 25 µg; dan setengah cangkir kacang tanah mengandung 70 µg asam folat (Arisman, 2002).

2.4.4.2 Akibat Kekurangan Asam Folat pada Ibu Hamil

  Kekurangan asam folat secara marjinal mengakibatkan peningkatan kepekaan, lelah berat, dan gangguan tidur. Dua kondisi pertama menyebabkan kaki kejang. Kekejangan ini biasanya timbul pada malam hari sehingga lama- kelamaan mengganggu tidur penderita, yang dikenal sebagai restless leg

  

syndrome . Jika kekurangan asam folat bertambah parah, akan terjadi anemia yang

  ditandai dengan penampakan kelehan dan depresi. Kekurangan asam folat berkaitan dengan berat lahir rendah, ablasio plasenta, dan neural tube defect.

  Pemberian suplementasi terbukti mampu menghapus kelainan ini (Arisman, 2002).

2.5 Mi kering

  Mi merupakan salah satu jenis produk pasta yang ditemukan pertama kali oleh bangsa Tiongkok dengan membuatnya dari beras dan tepung kacang- kacangan. Mi merupakan salah satu bentuk pangan yang sudah cukup popular dan disukai oleh berbagai kalangan masyarakat. Mi disajikan dalam berbagai produk yaitu mi basah, mis kering dan mi instan. Beberapa mi tersebut mempunyai sifat berbeda tergantung dari proses pembuatan dan bahan tambahan yang digunakan.

  Mi biasanya biasanya dibuat dari bahan baku terigu yang sampai saat ini semuanya diimpor Indonesia, baik dalam bentuk tepung maupun dalam bentuk biji gandum. Jumlah impor tersebut semakin meningkat setiap tahun. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk mencari bahan lain yang dapat menggantikan sebagian terigu yang digunakan dalam pembuatan mi tersebut diantaranya dengan cara memanfaatkan sumber karbohidrat dari tepung ubi jalar yang potensinya cukup besar di Indonesia.

  Salah satu komponen yang berperan penting dalam pembuatan mi adalah gluten yaitu bahan yang terbentuk dari jenis protein glutenin dan gliadin dalam gandum. Gluten memiliki sifat elastic sehingga adonan dan tali-tali mi tidak mudah putus selama proses pengolahan. Bahan yang banyak mengandung gluten adalah tepung terigu. Berdasarkan kandungan protein atau gluten tersebut, tepung terigu yang dipasarkan di Indonesia terdapat dalam tiga macam yaitu terigu “soft” (kandungan protein 8-9%), terigu “medium” (kandungan protein 10-11%) dan terigu “hard” (kandungan rotein 11-12%).

  SNI 01-2974-1992 mendefinisikan mi kering sebagai produk makanan kering yang dibuat dari tepung terigu, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan, berbentuk khas mi. Syarat mutu mi kering menurut SNI 01-2974-1992.

Tabel 2.10 Syarat mutu mi kering Kriteria Mutu I Mutu II

  1. Keadaan

  a. Bau Normal Normal

  b. Warna Normal Normal

  c. Rasa Normal Normal

  2. Kadar air Maks. 8% Maks. 10%

  3. Kadar abu Maks. 3% Maks. 3%

  4. Kadar protein Min. 11 % Min. 8% SNI 01-2974-1992

  Terigu dibuat dari biji gandum yang telah dikupas dan digiling. Bahan ini pangan pokok di negara kita. Di pasaran, ada tiga jenis terigu yang dibedakan menurut kadar protein glutennya, yaitu terigu protein tinggi, protein sedang, dan protein rendah. Gluten ini memengaruhi hasil olahan sehingga diperlukan terigu tertentu untuk membuat makanan tertentu. Pada terigu protein tinggi kandungan proteinnya 11-13% sehingga mudah difermentasi, menyerap banyak air, elastic, serta mudah digiling. Terigu ini cocok untuk membuat mi, roti, pasta, dan daging sintesis.

  Terigu yang memiliki kandungan protein berkisar 10-11%, biasanya digunakan untuk membuat kue bolu, kue kering, dan gorengan. Sementara terigu protein rendah, kandungan proteinnya 8-9% dan biasa digunakan untuk membuat kue kering, biskuit, dan pastel. Selain itu, ada juga terigu penuh (whole wheat

  

flour) yang kandungan seratnya lebih tinggi sehingga cocok digunakan sebagai

  makanan kesehatan dan diet. Di pasaran tepung ini dikenal dengan merek Taj Mahal (Agnes dan Amaliah, 2013).

2.6 Cara Pembuatan Mi kering Secara Sederhana

  Bahan utama pembuatan mi adalah terigu. Sifat istimewa dari terigu adalah memiliki protein yang bersifat plastis sehingga berperan penting dalam membuat massa adonan tepung menjadi ulet.

  Disamping tanpa penambahan tepung lain, seperti telah dijelaskan di bagian atas, ada juga mi yang dicampur dengan bahan lain. Pada proses pembuatannya mi memerlukan berbagai bahan tambahan yang masing-masing bertujuan tertentu, antara lain menambah bobot, menambah volume, memperbaiki mutu ataupun cita rasa serta warna. Banyak pabrik yang menggunakan tepung tapioka atau aci untuk memperoleh adonan dengan mutu tertentu. Biasanya semakin banyak tepung tapioka digunakan semakin menurun mutunya.

  Penambahan Natrium Carbonat dimaksudkan untuk dapat mengembangkan adonan karena oleh cair, soda tersebut akan terurai dan melepaskan CO sebagai

  2

  gas yang mengembangkan adonan mi. Penambahan garam dapur NaCl, selain menambah cita rasa dapat pula agak mengawetkan hasil mi kalau kadarnya tidak kurang dari 2 persen.

  Bahan pengawet yang sering digunakan adalah Natrium benzoat 1% zat ini selain dapat merusak dinding sel mikroba dapat pula mengubah suasana basa cairan sel menjadi asam sehingga mematikan mikroba. Penambahan telur pada umumnya dapat meningkatkan mutu karena meningkatnyanilai gizi. Selain itu sifat mi dapat lebih liat jadi tidak mudah terputus-putus.

  Pencampuran dengan berbagai zat tambahan tersebut dapat bervariasi sesuai dengan kehendak pembuat dan umumnya yang didasarkan pada berbagai permintaan 10 konsumen atau dapat pula berdasarkan perhitungan ekonomis pada masa tertentu. Umpamanya kalau harga tepung tapioka terlalu tinggi maka penggunaannya harus dikurangi atau bahkan tidak digunakan sama sekali. Variasi komponen pada mi basah disebabkan oleh variasi resep yang digunakan dalam proses produksinya.

  Alat-alat yang digunakan oleh industri kecil atau industri rumah tangga sudah menggunakan alat atau mesin pengaduk dengan tenaga listrik atau generator. Demikian pula/mesin pencetaknya. Adapun alat sederhana yang masih digunakan oleh beberapa perusahaan adalah alat proses yaitu sebatang bumbu besar ukuran 12 – 15 cm panjang 1.50 – 1.75 meter untuk tuas penekan.

  a. Bahan

  6. Kompor dan Pengukus/Langseng

  8. Perembusan/pengukusan