Pengalaman Ibu Hamil Dengan Hiperemesis Gravidarum

(1)

PENGALAMAN IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

JUHANA PRIMA HANDANA NIM 085102009

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah. Juni 2009 Juhana Prima Handana

PENGALAMAN IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM v + 65 halaman + 2 tabel + 6 lampiran

Abstrak

Pada trimester awal kehamilan banyak wanita yang mengalami mual sampai muntah dengan tingkat yang berbeda-beda. Biasanya ibu hamil mengalami gejala mual muntah yang cukup ringan dan terjadi pada pagi hari (morning sickness), tetapi kadang-kadang cukup parah dan terjadi sepanjang hari sehingga menggangu aktivitas ibu sehari-harI (hiperemesis gravidarum), yang mengakibatkan penurunan berat badan, gangguan elektrolit dan metabolik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 10 orang. Waktu penelitian dari 24 November 2008 – 4 Juni 2009. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa karakteristik hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlangsung terus menerus sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan, nafsu makan berkurang, sampai keluar cairan lambung selalu ingin meludah, sakit perut, perut terasa panas, dan tidak menyukai bau suami. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum yang mungkin adalah karena bawaan hamil, adanya penyakit maag, faktor keturunan, faktor psikologis, dan karena kehamilan kembar. Faktor pencetus hiperemesis gravidarum adalah karena intoleransi terhadap bau, intoleransi terhadap cahaya, perubahan posisi, dan karena naik kendaraan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum antara lain dengan penanganan psikologis, perubahan pola makan dan pola hidup, pengobatan medis, dan pengobatan alternatif. Dampak yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum adalah penurunan berat badan, trauma, badan lemas, menjalani rawat inap, mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaan umum memburuk. Perasaan ketika mengalami hiperemesis gravidarum adalah tidak senang karena simptom yang dialami. Perasaan setelah gejala hiperemesis gravidarum berkurang adalah merasakan senang karena bisa makan kembali tanpa harus merasa takut muntah, tetapi sebagian merasa kurang senang karena kenyamanan dan kesehatan tubuh tidak seperti keadaan sebelum hamil. Diharapkan agar petugas kesehatan khususnya bidan dapat lebih mengerti tentang hiperemesis gravidarum dan perasaan pasien dengan hiperemesis gravidarum sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien. Kepada ibu hamil agar dapat mencari informasi tentang hiperemesis gravidarum.

Daftar Pustaka : 32 (1997-2008)


(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN SIDANG KARYA TULIS ILMIAH

NAMA : JUHANA PRIMA HANDANA NIM : 085102009

JUDUL : PENGALAMAN IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Menyatakan bahwa mahasiswa tersebut diatas telah disetujui mengikuti sidang hasil KTI.

Medan, Juni 2009 Pembimbing,

(Setiawan, S. Kp, MNS) NIP.132 238 509


(4)

Judul : Pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum Nama : Juhana Prima Handana

NIM : 085102009

Program Studi : D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran USU

Pembimbing, Penguji,

……… ……….. Penguji I

(Setiawan, S. Kp, MNS) (Farida Linda Sari Siregar, M. Kep)

……….……… Penguji II (dr. Sarma, SPOG (K)

……… Penguji III (Setiawan, S. Kp, MNS)

Program D-IV Bidan Pendidik telah menyetujui Karya Tulis Ilmiah ini sebagai persyaratan kelulusan Sarjana Sains Terapan untuk D-IV Bidan Pendidik.

………..……… ………

(Nur Asnah Sitohang, S. Kep, NS, M. Kep) (dr. Murniati Manik, MSc, SpKK)

NIP. 132 299 794 NIP. 130 810 210

Koordinator Karya Tulis Ilmiah Ketua Pelaksana Program D-IV Bidan Pendidik FK USU


(5)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah, SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya jualah peneliti telah dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul ”Pengalaman Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum”.

Pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, yaitu kepada:

1. Prof. Gontar. A Siregar, SpPD-KGEH selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Murniati Manik, MSc, SpKK selaku Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedoktean Universitas Sumatera Utara.

3. Setiawan, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, yang telah memberikan bimbingan dan dorongan kepada peneliti hingga Karya Tulis Ilmiah ini selesai.

4. Seluruh dosen, staff, dan pegawai administrasi program studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas Sumetera Utara.

5. Direktur dan staff RS. PMC Pekanbaru yang telah mengizinkan peneliti mengambil data unruk melakukan penelitian.

6. Ayahanda dan ibunda, mertua, serta adik-adik tersayang yang telah memberi dukungan dan semangat kepada peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.


(6)

7. Suami tercinta, Hendryx Wahyudi yang telah memberikan dorongan dan semangat kepada peneliti sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat diselesaikan.

8. Teman – teman D-IV Bidan Pendidik khususnya Rahmi. F dan Apriani. R. G yang telah memberikan dukungan kepeda peneliti sehingga karya tulis ini selesai.

9. Semua partisipan yang telah bersedia untuk menjadi sampel dalam penelitian Karya Tulis Ilmiah ini.

10.Semua pihak yang telah mendukung peneliti dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Peneliti menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun susunan bahasa. Oleh karena itu peneliti mengharapkan adanya masukan dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata peneliti mengucapkan terima kasih atas semua bantuan, dorongan, dan semangat yang telah diberikan. Semoga mendapat anugerah dari Allah, SWT. Amin Ya Robbal Alamin.

Medan, Juni 2009 Peneliti,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJUAN PUSTAKA ... 5

A. Pengalaman ... 5

B. Kehamilan ... 5

1 Pengertian... 5

2 Tanda dan Gejala Kehamilan ... 6

3 Diagnosis Banding Kehamilan ... 6

C. Hiperemesis Gravidarum ... 7

1. Pengertian... 7

2. Gejala Klinik Hiperemesis Gravidarum ... 8

3. Diagnosa Hiperemesis Gravidarum ... 10

4. Etiologi ... 11

5. Patofisiologi ... 14

6. Dampak Hiperemesis Gravidarum bagi Janin ... 14

7. Dampak Hiperemesis Gravidarum bagi Ibu ... 15

8. Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum ... 16

a. Terapi Non Farmakologi ... 17

1) Pengobatan Psikologis... 17

2) Makan Porsi Kecil tapi Sering ... 18

3) Perubahan Tingkah Laku ... 18

4) Penggunaan Akupresure dan Jahe ... 19

5) Pemijatan ... 19

b. Terapi Farmakologi ... 20

1) Hospitalisasi ... 20

2) Pemberian Obat-Obatan ... 20

3) Penghentian Kehamilan ... 22

D. Perasaan dan Emosi ... 22


(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 27

A. Desain Penelitian ... 27

B. Populasi dan Sampel... 27

1. Populasi ... 27

2. Sampel ... 27

C. Tempat Penelitian ... 28

D. Waktu Penelitian ... 28

E. Etika Penelitian ... 28

F. Alat Pengumpulan Data ... 29

G. Prosedur Pengumpulan Data ... 29

H. Analisa Data ... 30

I. Tingkat Keabsahan Data ... 31

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 33

A. Karakteristik Partisipan ... 33

B. Pengalaman Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum... 34

BAB V PEMBAHASAN ... 53

A. Interpretasi dan Diskusi Hasil ... 53

B. Keterbatasan Penelitian ... 62

C. Implikasi untuk Asuhan Kebidanan/Pendidikan Kebidanan ... 63

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65 DAFTAR PUSTAKA

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Partisipan Lampiran 2 Kuesioner Data Demografi

Lampiran 3 Panduan Wawancara Lampiran 4 Surat Izin Penelitian

Lampiran 5 Surat Balasan Izin Penelitian Lampiran 6 Lembar Konsultasi


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Obat-Obatan yang Digunakan dalam Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum ... 21 Tabel 4.1 Data Demografi Partisipan ... 34


(10)

PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Karya Tulis Ilmiah. Juni 2009 Juhana Prima Handana

PENGALAMAN IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM v + 65 halaman + 2 tabel + 6 lampiran

Abstrak

Pada trimester awal kehamilan banyak wanita yang mengalami mual sampai muntah dengan tingkat yang berbeda-beda. Biasanya ibu hamil mengalami gejala mual muntah yang cukup ringan dan terjadi pada pagi hari (morning sickness), tetapi kadang-kadang cukup parah dan terjadi sepanjang hari sehingga menggangu aktivitas ibu sehari-harI (hiperemesis gravidarum), yang mengakibatkan penurunan berat badan, gangguan elektrolit dan metabolik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum. Desain penelitian yang digunakan adalah fenomenologi. Teknik pengambilan sampel adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 10 orang. Waktu penelitian dari 24 November 2008 – 4 Juni 2009. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa karakteristik hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlangsung terus menerus sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan, nafsu makan berkurang, sampai keluar cairan lambung selalu ingin meludah, sakit perut, perut terasa panas, dan tidak menyukai bau suami. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum yang mungkin adalah karena bawaan hamil, adanya penyakit maag, faktor keturunan, faktor psikologis, dan karena kehamilan kembar. Faktor pencetus hiperemesis gravidarum adalah karena intoleransi terhadap bau, intoleransi terhadap cahaya, perubahan posisi, dan karena naik kendaraan. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum antara lain dengan penanganan psikologis, perubahan pola makan dan pola hidup, pengobatan medis, dan pengobatan alternatif. Dampak yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum adalah penurunan berat badan, trauma, badan lemas, menjalani rawat inap, mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaan umum memburuk. Perasaan ketika mengalami hiperemesis gravidarum adalah tidak senang karena simptom yang dialami. Perasaan setelah gejala hiperemesis gravidarum berkurang adalah merasakan senang karena bisa makan kembali tanpa harus merasa takut muntah, tetapi sebagian merasa kurang senang karena kenyamanan dan kesehatan tubuh tidak seperti keadaan sebelum hamil. Diharapkan agar petugas kesehatan khususnya bidan dapat lebih mengerti tentang hiperemesis gravidarum dan perasaan pasien dengan hiperemesis gravidarum sehingga dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan pasien. Kepada ibu hamil agar dapat mencari informasi tentang hiperemesis gravidarum.

Daftar Pustaka : 32 (1997-2008)


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehamilan adalah suatu hal yang fisilogis. Bagi banyak wanita, saat pertama kali menemukan bahwa dirinya hamil adalah saat paling menggembirakan. Mereka akan membayangkan perubahan dan kegembiraan yang akan mereka alami selama masa kehamilan (Nolan, 2004). Beberapa wanita sangat menikmati masa kehamilannya dan menjalankan kehamilannya tanpa masalah (Nolan, 2004).

Pada trimester awal kehamilan banyak wanita yang mengalami mual sampai muntah dengan tingkat yang berbeda-beda. Biasanya ibu hamil mengalami gejala mual muntah yang cukup ringan dan terjadi pada pagi hari (Morning Sickness), tetapi kadang-kadang juga cukup parah dan terjadi sepanjang hari sehingga menggangu aktivitas ibu sehari-hari (Hiperemesis Gravidarum) (Jones, 2005). Koren (2000, dalam Tiran, 2008) menggambarkan mual dan muntah sebagai gangguan medis tersering dalam kehamilan.

Broussard dan Richter (1998, dalam Tiran, 2008) menyatakan bahwa sampai dengan 90% wanita mengalami mual dan muntah dalam kehamilan dari tingkat yang ringan sampai sedang yang dapat sembuh dengan sendirinya, sampai dengan kondisi berat, yaitu hiperemesis gravidarum, yang mengakibatkan penurunan berat badan, gangguan elektrolit dan metabolik. Philip (2003) menemukan bahwa antara 0,3% sampai 2% dari seluruh wanita hamil mengalami hiperemesis gravidarum.


(12)

Hiperemesis gravidarum ini telah dipelajari dengan seksama, tetapi penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti (Chopra, 2006). Hiperemesis gravidarum terlihat sebagai kumpulan interaksi dari faktor bilogis, psikososial, dan sosio kultural (Ogunyemi, 2007). Perubahan hormon dan atau tekanan sosial dan psikologis mungkin merupakan penyebab hipremesis gravidarum (Sinclair, 2004).

Emesis gravidarum tidak berbahaya bagi janin, justru mual muntah yang terjadi pada awal kehamilan merupakan metode perlindungan alamiah untuk janin. Kepekaan ibu terhadap makanan dapat menjauhkannya dari makanan yang dapat membahayakan janin (Chopra, 2006). Tetapi apabila keadaan ini semakin parah dan mengakibatkan hiperemesis yang berat, tetap akan mengakibatkan gangguan pada janin, antara lain gangguan pertumbuhan janin, kelahiran mati, dan keguguran (Quinlan & Hill, 2003)

Hiperemesis gravidarum yang berat dapat membahayakan ibu. Sebelum terapi infus ditemukan, hiperemesis merupakan faktor utama kematian ibu (Gardner, 1997). Saat ini hiperemesis gravidarum diasosiasikan sebagai angka kesakitan, ini merupakan faktor penyebab kematian yang jarang terjadi (Ogunyemi, 2007). Pada beberapa orang komplikasi dari hiperemesis gravidarum dapat terjadi, biasanya terjadi pada sistem saraf pusat (Mesics, 2008). Di RS. PMC Pekanbaru, menurut survey pandahuluan yang dilakukan pada tanggal 1 November 2008 didapatkan bahwa dari bulan Januari 2008 sampai dengan Oktober 2008 penderita hiperemesis gravidarum yang dirawat berjumlah 55 orang.

Kebanyakan ibu hamil dalam kehidupan sekarang ini masih menganggap mual dan muntah yang menyertai kehamilan adalah hal yang wajar terjadi pada awal kehamilan (Tiran, 2008). Ibu hamil dan keluarganya sering kali mengabaikan mual


(13)

muntah tersebut karena dianggap sebagai sebuah konsekuensi normal diawal kehamilan tanpa mengetahui dampak hebat yang ditimbulkannya (Tiran, 2008), sedangkan penelitian tentang pengalaman ibu dengan hiperemesis gravidarum belum pernah dilakukan pada D-IV Bidan Pendidik FK USU. Oleh karena itu penelitian ini menarik untuk dilakukan.

B. Perumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menggali pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum.

D. Manfaat Penelitian

Ada 3 manfaat penelitian ini, antara lain bagi layanan kebidanan, pendidikan kebidanan, dan peneliti lanjutan.

1. Layanan kebidanan

Hasil penelitian yang diperoleh nantinya dapat dijadikan sumber pengetahuan dan strategi bagi tenaga pelayanan khususnya bidan untuk memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum.

2. Pendidikan kebidanan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan bagi mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan kebidanan


(14)

khususnya pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum.

3. Peneliti lanjutan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan informasi untuk penelitian berikut yang sejenis atau penelitian lanjutan tentang hiperemesis gravidarum.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman

Pegalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa-peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi (Daehler & Bukatko, 1985, dalam Syah, 2003).

B. Kehamilan 1. Pengertian

Kehamilan adalah proses yang berkesinambungan yang diawali dengan ovulasi, terjadinya migrasi sperma dan ovum, terjadinya konsepsi, nidasi pada uterus, pembentukan plasenta serta pertumbuhan janin sampai aterm (Manuaba, 1998).

Kehamilan adalah hasil dari pertemuan sel spermatozoa dan ovum yang matang. Sel telur yang telah dibuahi sperma biasanya ”dibungkus” oleh suatu selaput sehingga sperma terkurung, tidak bisa keluar. Setelah terjadi pembuahan (konsepsi) terbentuklah zigot akan berkembang menjadi embrio. Embrio tersebut akan bergerak turun dari saluran telur menuju rahim dan akhirnya tertanam dalam rahim. Di dalam rahim embrio berkembang bulan demi bulan (Maulana, 2008).


(16)

2. Tanda dan gejala kehamilan

Untuk dapat menegakkan diagnosa hamil ditetapkan dengan melakukan penilaian terhadap tanda dan gejala kehamilan. Gejala kehamilan yang biasanya terjadi adalah: (1) mual dengan atau tanpa muntah, (2) gangguan berkemih, (3) fatique (rasa mudah lelah), (4) persepsi gerakan janin, (5) nyeri ulu hati, (6) pika (ngidam), (7) ptyalisme (air liur yang berlebihan) (Williams, 2006).

Selain gejala kehamilan, terdapat sejumlah tanda-tanda kehamilan yaitu: (1) terhentinya menstruasi (amenorea), (2) perubahan pada mucus serviks, (3) perubahan pada payudara, (4) perubahan pada mucosa vagina (tanda Chadwick), (5) meningkatnya pigmentasi kulit dan munculnya striae abdomen (Williams, 2006)

Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan dengan jalan: (1) terlihat/teraba gerakan janin; (2) teraba bagian-bagian janin; (3) terdengar denyut jantung janin baik melalui stetoskop Leanec, alat kardiotokografi, alat Dopper, dan ultrasonografi; (4) terlihat kerangka janin dengan menggunakan alat radiologi/rontgen dan ultrasonografi (Manuaba,1998).

3. Diagnosis banding kehamilan

Pembesaran perut wanita tidak selamanya menunjukkan suatu kehamilan sehingga perlu dilakukan diagnosis banding, diantaranya: (1) hamil palsu (pseudocyesis) atau kehamilan spuria; (2) tomor kandungan atau mioma uteri; (3) kista ovarium; (4) hematometra (darah haid yang tidak keluar disebabkan hymen in perforate; (5) kandung kemih penuh (Manuaba,1998).


(17)

C. Hiperemesis Gravidarum 1. Pengertian

Williams (2006) menyatakan bahwa mual dan muntah merupakan keluhan yang paling sering selama paruh pertama kehamilan yang dimulai antara terlambat haid dan berlanjut sampai usia kehamilan 14 minggu, biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi mungkin berlanjut sepanjang hari. Mual muntah ini termasuk sebagai tanda dugaan hamil yang terjadi pada awal kehamilan (Manuaba, 1999).

Kebanyakan mual-mual terjadi pada pagi hari, sehingga dinamakan pusing pagi, tetapi mungkin saja terjadi kapanpun. Mual-mual di pagi hari lebih umum daripada di saat yang lain, karena perut mengandung kumpulan asam lambung yang diendapkan pada malam hari (Jones, 2005). Hiperemesis gravidarum diartikan sebagai gejala mual dan muntah yang berlebihan yang berat, dapat berlangsung sampai dengan umur kehamilan 4 bulan sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk (Prawirohardjo, 1997).

Sindrom hiperemesis ini juga dapat didefinisikan sebagai muntah-muntah yang cukup berat pada wanita hamil sehingga menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya asam hidroklorida dalam muntahan, hipokalemia (Williams, 2006).

Hiperemesis gravidraum (vomitus yang merusak kehamilan) dapat juga diartikan sebagai mual dan muntah yang berkembang sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaaan umum menjadi buruk, seperti dehidrasi dan penurunan berat badan (Taber, 1997).


(18)

2. Gejala klinik hiperemesis gravidarum

Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu: (1) hiperemesis gravidarum tingkat pertama, dengan gejala muntah berlangsung terus, makan berkurang, berat badan menurun, kulit dehidrasi, tonus kulit lemah, nyeri daerah epigastrium, tekanan darah menurun dan nadi meningkat, lidah kering, mata nampak cekung; (2) hiperemesis gravidarum tingkat dua, gejalanya penderita tampak lebih lemah, gejala dehidrasi makin nampak, mata cekung, turgor kulit makin kurang, lidah kering dan kotor, tekanan darah turun dan nadi meningkat, berat badan makin menurun, mata ikterik, gejala hemokonsentrasi makin nampak, urine berkurang, badan aseton dalam urine meningkat, terjadinya gangguan buang air besar, mulai tampak gejala gangguan kesadaran (menjadi apatis), nafas berbau aseton; (3) hiperemesis gravidarum tingkat tiga, ditandai dengan gejala muntah berkurang, keadaan umum semakin menurun, tekanan darah turun, nadi meningkat, suhu naik, keadaan dehidrasi semakin jelas, gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus, gangguan kesadaran umum dalam bentuk, samnolen sampai koma, komplikasi susunan saraf pusat (enselofati Wernicke), nistagmus-perubahan ke arah bola mata, diplopia-gambar tampak ganda dan perubahan mental (Manuaba, 1998).

Penurunan nafsu badan yang dirasakan oleh wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan kadar hormon pada arena posterma, suatu organ circumventricular pada bagian dasar ventricle keempat yang terlatak di luar penghalang otak darah (blood-brain barrier) (Whitehead, et al., 1992 dalam Wesson, 2002). Area ini biasa dikenal sebagai zona pemicu chemoreceptor (chemoreceptor


(19)

efek hilangnya selera makan (anorexic), keseimbangan energi dan fungsi-fungsi lainnya (Borison, 1989 dalam Wesson, 2002).

Pada minggu-minggu kehamilan pertama pada sebagian wanita hamil merasakan seperti memakan logam yang sudah lama, rasa ini akan merusak rasa makanan dan mengganggu bagi wanita yang mengalami gejala mual muntah sedang sampai berat (O’Brien & Naber, 1995 dalam Wesson, 2002). Salah satu partisipan dari penelitian yang dilakukan oleh O’Brien & Zhou (1992, dalam Wesson, 2002) menyatakan bahwa ia merasa seperti mendapatkan rasa logam yang benar-benar ada dalam mulutnya dan tidak bisa hilang sehingga bahkan membuat minum air menjadi sangat tidak menyenangkan.

Ptyalisme, atau air liur yang berlebih sering menyertai hiperemesis gravidarum dan beberapa wanita membutuhkan tempat untuk menampung air liur mereka tersebut (Gardner, 1997). Ptyialisme (kelebihan ludah) pada ibu hamil terjadi sejak usia gestasi 8 minggu dan biasanya disebabkan oleh hormon kehamilan (Bennet & Brown, 1999). Prawihardjo (1997) menyatakan bahwa ptyalisme terjadi karena ketidaksanggupan wanita tersebut menelan air ludahnya sebagai akibat dari mual.

Pada awal kehamilan, tubuh akan memproduksi sejumlah progesteron dan estrogen yang cenderung melemaskan semua jaringan otot halus di seluruh tubuh, termasuk saluran pencernaan. Akibatnya kadang-kadang makanan berjalan lambat di dalam sistem pencernaan, sehingga perut terasa kembung dan panas. Rasa panas di perut akibat melemasnya cincin otot yang memisahkan kerongkongan dengan lambung. Akibatnya, makanan dan cairan yang keras serta asam dapat masuk ke kerongkongan dari lambung. Asam lambung ini merangsang dinding kerongkongan yang peka


(20)

sehingga menyebabkan rasa panas. Untuk menghindarinya usahakan makan sedikit-sedikit tapi sering. Hindari posisi membungkuk dengan melekukkan pinggang (O’Brien & Naber 1992, dalam Tiran 2008).

Kaltenbach (1891, dalam Wesson, 2002) menyatakan bahwa para wanita yang mengalami penyakit kehamilan tingkat berat, yaitu hiperemeses gravidarum, secara tidak wajar dan secara simbolik mengalami atau mengungkapkan perasaan benci mereka terhadap kehamilan dan kebencian terhadap suami dan bayi yang mereka kandung dan menganggapnya sebagai suatu emosi yang kuat. Hal ini terjadi karena pergolakan hormon, hampir semua wanita hamil secara emosional labil dan cenderung goyah (Stoppard, 2007).

Williams (2006) menyatakan bahwa pada awal kehamilan, sebagian besar wanita mengeluh kelelahan dan ingin tidur terus menerus. Keadaan ini biasanya mereda dengan sendirinya pada bulan keempat kehamilan dan tidak memiliki makna tertentu. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek mengantuk yang ditimbulkan oleh progesterone. Wesson (2002) menyatakan bahwa wanita yang megalami tingkat lelah yang paling tinggi adalah wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum.

3. Diagnosa Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum didiagnosa bila kondisi seorang ibu benar-benar serius dengan mual dan muntah yang menetap pada awal kehamilan sehingga ibu hamil tesebut kehilangan berat badan dan mennderita karena simptom penyakit ini sehingga alternatif terakhir harus dibawa ke rumah sakit untuk diagnosa dan penatalaksanaan simptom ini (Wesson, 2002). Ciri-ciri hiperemesis gravidarum adalah: dari anamnesis awal


(21)

didapatkan amenore, tanda kehamilan muda, dan muntah secara terus-menerus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan pasien lemah, apatis, sampai koma, nadi meningkat sampai 100 kali per menit, suhu meningkat, tekanan darah turun, atau ada tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan elektrolit darah ditemukan kadar natrium dan klorida turun. Pada pemeriksaan kadar urine, kadar klorida turun dan dapat ditemukan keton (Mansjoer, et al., 2001).

4. Etiologi

Penyebab hipermesis gravidarum sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan faktor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia (Prawirohardjo, 1997). Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang dikemukakan oleh Prawirohardjo (1997) adalah faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda.

Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Chorionik gonadotropin dibentuk berlebihan. Hiperemsis gravidarum tampaknya berkaitan dengan kadar hCG yang tinggi atau meningkat pesat (Goodwin, et al., 1994; Van de Ven, 1997, dalam Williams, 2001). Penyakit hiperemesis gravidarum ini mungin juga disebabkan oleh kadar hormon estrogen yang meningkat (Prawirohardjo, 1997).

Estrogen dan progesteron telah lama terlibat dalam etiologi mual dan mutah, meskipun teori ini tidak sepenuhnya sesuai dengan insidensi gejala di trimester pertama pada sebagian besar wanita, karena kadar hormon ini terus meningkat setelah meleawti


(22)

trimester pertama (Tiran, 2008).

Faktor predisposisi lain untuk hiperemesis gravidarum adalah keletihan, janin wanita, ulcus pepticum, mual dan muntah di kehamilan sebelumnya, penggunaan pil kontrasepsi saat prakonsepsi, mual pramenstruasi, merokok, stress, cemas, dan takut, masalah sosio-ekonomi, kesulitan dalam membina hubungan, dan wanita yang memiliki keluarga atau ibu yang mengalami mual dan muntah saat hamil (Tiran, 2008)

Hiperemesis gravidraum juga ditemukan pada wanita yang memiliki riwayat kehamilan yang jelek, memiliki bayi dengan jenis kelamin yang tidak diinginkan, kehamilan yang tidak diinginkan, atau kakhawatiran akan kehilangan pekerjaan (Bennet & Brown, 1999). Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti, tidak jarang dengan memberikan suasana baru dapat membatu ibu mengurangi frekuensi mual dan muntah (Prawirohardjo, 1997).

Frigo, et al. (1998, dalam Williams, 2006) mengungkapkan adanya keterkaitan terhadap Helicobacter pylori (penyebab ulkus peptikum) dengan hiperemesis gravidarum. Hayakawa, et al. (2000, dalam Tiran, 2008) menemukan adanya ganom

Helicobacter pylori dalam saliva wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum dan

menyatakan bahwa infeksi Helicobacter pylori merupakan faktor penting dalam patogenesis hiperemesis gravidarum, meskipun bukan penyebab tunggal dari penyakit ini.

Masuknya vili khorialis dalam sirkuasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik. Alergi merupakan respons dari jaringan ibu terhadap anak juga disebut sebagai salah satu faktor organik penyebab hiperemesis gravidarum (Prawirohardjo,


(23)

1997).

Komplikasi kehamilan yang paling sering disertai dengan gangguan psikologis adalah hiperemesis gravidarum (Prawirohardjo, 1997). Faktor psikologik juga merupakan faktor predisposisi dari penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut pada tanggung jawab menjadi ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup (Prawirohardjo, 1997).

Prawirohardjo (1997) berpendapat bahwa muntah-muntah yang berlebihan merupakan komponen reaksi psikologik terhadap situasi tertentu dengan kehidupan wanita. Tanpa itu biasanya wanita hamil muda hanya akan menderita rasa mual dan muntah sedikit-sedikit (emesis gravidarum)

Faktor psikologi yang signifikan terindikasi yaitu wanita yang terpisah dari keluarganya, dengan symptom dari hiperemesis yang mereka alami berkurang ketika kembali ke lingkungan keluarganya (Smith, et al., 2006). Kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan atau karena beban pekerjaan atau financial akan menyebabkan penderitaan batin, ambivelensi dan konflik yang dapat menyebabkan mual dan muntah dalam kehamilan atau memperparah gejala yang sudah ada. Kecemasan berdasarkan pengalaman kehamilan sebelumnya, terutama akan datangnya hiperemesis gravidarum atau preeclampsia, dapat memperburuk rasa sejahtera (Tiran, 2008).

Faktor fisiologi yang menyebabkan muntah antara lain perubahan karbohidrat dan metabolism lemak, situasi korpus luteum, faktor genetic, adaptasi saluran gastrointestimal, faktor imunologis, dampak pada kemampuan mencium atau melihat,


(24)

migren dan sakit kepala, distensi, trauma atau infeksi uterus, kandung kemih atau pelvis ginjal, dan gangguan apparatus vestibular (Tiran, 2008).

5. Patofisiologi

Muntah diawali dengan stimilasi pusat muntah di medulla oblongata yang mengendalikan otot polos dalam dinding lambung dan otot skeletal di abdomen serta system pernapasan, dan zona pemicu kemoreseptoe di dasar ventrikel keempat, di dekat nervus vagus. Adanya stimulus dalam zona pemicu kemoreseptor dihantarkan ke pusat muntah yang menyebabkan otot dalam saluran gastrointestinal dan pernapasan memulai terjadinya muntah. (Tiran, 2008). O’Brient, et al. (1997 dalam Tiran 2008) juga menyebutkan bahwa efek pada apparatus vestibular, seperti yang terjadi pada mual dan muntah juga memiliki peran dalam hiperemesis gravidarum dengan banyak wanita melaporkan bahwa setiap stimulasi sensori terutama gerakan, dapat mencetuskan muntah.

6. Dampak hiperemesis gravidarum bagi janin

Mual muntah ringan pada awal kehamilan tidak berbahaya bagi janin. Flaxman & Sherman (2000, dalam Williams, 2006) menyebutkan bahwa mual muntah merupakan perlindungan untuk embrio yang masih muda. Dengan wanita merasa mual setiap melihat, mencium, atau merasakan makanan yang mungkin berpotensi mempengaruhi janin, akan menyebabkan wanita tersebut muntah dan makanan tersebut dikeluarkan


(25)

(Tiran, 2008). Zhou, et al. (1999, dalam Tiran, 2008) mengemukakan jika muntah yang berat terjadi pada awal kehamilan, kemungkinan muntah akan berlangsung lama dibandingkan dengan mual yang tidak disertai dengan muntah, dan tampak berhubungan dengan berat badan bayi lahir redah (BBLR).

Wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum berat, dengan penurunan berat badan lebih dari 7 kg, memiliki kemungkinan mengalami keguguran, kelahiran bayi preterm, kelahiran mati, pertumbuhan terhambat, apgar score menit ke-5 kurang dari 7 dan kematian ibu (Ogunyemi, 2007; Quinlan & Hill, 2003).

7. Dampak hiperemesis gravidarum bagi ibu

Hiperemesis gravidarum yang berat dapat membahayakan ibu. Sebelum terapi infus ditemukan, hiperemesis merupakan faktor utama kematian ibu (Gardner, 1997). Hyperemesis gravidarum merupakan kondisi parah mual dan muntah yang terkait dengan 0,3% -2% dari semua kehamilan dan dapat mengakibatkan kehilangan 5% dari berat badan sebelum hamil, ketonuria, ketidakseimbangan asam basa, dehidrasi, seringkali memerlukan rawat inap bahkan kematian (Ogunyemi, 2007).

Penurunan barat badan terjadi karena tubuh kekurangan cairan tubuh (dehidrasi) dan tubuh tidak memiliki cukup nutrisi untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Jika keadaan ini terus berlanjut dan tidak diatasi dengan akan berdampak buruk pada ibu dan bayi (MacGibbon, 2008). Prawirohardjo (1997) menyatakan bahwa hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga menyebabkan tubuh penderita lemas.


(26)

Mual dan muntah pada awal kehamilan berhubungan dengan penurunan berat badan dan berpengaruh pada psikologi penderitanya. Lebih dari 60% wanita yang menderita hiperemesis gravidarum mengalami depresi (Sheehan, 2007).

Hiperemesis memberikan dampak buruk pada keadaan umum penderitanya. salah satunya adalah muntah bercampur darah. Hal ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah kapiler pada lambung dan esophagus (Manuaba, 1998).

Bahaya lain yang mungkin terjadi pada ibu karena komplikasi dari hiperemesis gravidarum adalah hati; degenerasi lemak tanpa nekrosis, jantung; lebih kecil dari biasanya dan beratnya atrofi, kadang ditemukan perdarahan sub endokardial, otak; ada kalanya terdapat bercak-bercak perdarahan pada otak dan kelainan enselofati Wernicke (dilatasi kapiler dan perdarahan kecil-kecil di daerah korpora mamilaria ventikel ketiga dan keempat), ginjal; tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti (Prawirohadjo, 1997).

8. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum

Jarang ada terapi untuk mual dan muntah pada kehamilan yang menyebabkan calon ibu benar-benar terbebas dari keluhan mual dan muntah ini (Williams, 2006). Secara keseluruhan penatalaksanaan untuk hiperemesis gravidarum harus tergantung pada angka kesakitan yang dirasakan ibu, pengaruh yang kuat pada kualitas kehidupan seorang wanita dan aman bagi bayi. Penatalaksanaan dimulai dari perubahan pola makan dan pola hidup sampai penggunaan supplement vitamin, terapi antiemetic, sampai pada hospitalisasi. Penatalaksaan umum dimulai dari intervensi nonfarmakologi, terapi obat-obatan diperlukan jika mual dan muntah tidak dapat diatasi. Pertimbangan yang ada


(27)

yaitu dengan pendekatan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi, petugas kesehatan harus mengerti bahwa penatalaksanaan yang adekuat dengan menggabungkan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi ( Smith, et al., 2006).

a. Terapi nonfarmakologi 1) Pengobatan psikologis

Pendekatan psikologik sangat penting dalam pengobatan hiperemsis gravidarum. Bantuan moral dengan meyakinkan wanita bahwa gejala-gejala yang terjadi wajar dalam kehamilan muda dan akan hilang dengan sendirinya menjelang kehamilan 4 bulan sangat penting artinya (Prawirohardjo, 1997).

Kasus-kasus yang berat perlu dirawat dan ditempatkan di dalam kamar isolasi. Dengan demikian wanita yang bersangkutan dibebaskan dari lingkungan yang mungkin menjadi sumber kecemasan baginya. Memang suatu kenyataan bahwa gejala-gejala yang dialami mulai berkurang, bahkan kadang-kadang penderita sudah tidak muntah lagi sebelum terapi dimulai, atau sebelum pengaruh terapi dapat diharapkan (Prawirohardjo, 1997).

Ketika dirawat dan dilakukan isolai, petugas dapat memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang berbagai masalah berkaitan dengan kehamilan untuk mengurangi stress yang dialami ibu (Manuaba, 1998). Konsultasi pada psikiater juga terkadang diperlukan bila ibu mengalami depresi, dicurigai mengalami kekerasan dalam rumah tangga, atau memiliki penyakit jiwa (Quinlan & Hill, 2003).


(28)

Penderita hiperemesis gravidarum harus didukung secara psikologis, termasuk penentaraman hati, mungkin konseling keluarga dan individu, dan mengurangi pekerjaan harian dan rangsangan lingkungan (Mesics, 2008).

2) Makan porsi kecil tapi sering

Keluhan mual dan muntah ini dapat diminimalisasi dengan makan porsi kecil tapi sering dan berhenti sebelum kenyang dan menghindari makanan yang mungkin akan memicu atau memperparah gejala (Williams, 2006). Rekomendasi umum yang dapat dipilih adalah makan makanan lunak dan manis, tinggi karbohidrat, rendah lemak, menghindari makanan berbau menyengat, dan tidak mengkonsumsi tablet besi (Mesics, 2008).

Mesics (2008) juga merekomendasikan makan dalam porsi kecil tapi sering setiap 2 sampai 3 jam, minum minuman mengandung gas diantara makanan lebih baik daripada dengan makanan untuk menghindari distensi lambung: makan rendah lemak, tinggi protein, menghindari makanan berminyak dan makanan asin untuk rasa.

3) Perubahan tingkah laku

Perubahan tingkah laku yang direkomendasikan untuk pasien yang menderita hiperemesis gravidarum yaitu untuk meningkatkan waktu istirahat, jalan-jalan mencari udara segar, menghindari gerak yang tiba-tiba, menghindari menggosok gigi segera setelah makan, dan berdiri sesaat setelah makan akan mengurangi muntah (Mesics, 2008)

Menghindari bau sangat penting dilakukan. Terlalu sensitif terhadap bau terjadi pada kehamilan, kemungkinan karena peningkatan hormon estrogen. Bau yang menusuk


(29)

hidung umumnya adalah bau makanan tapi kadang-kadang juga bau parfum atau bahan kimia. Meminimalkan bau dan peningkatan udara segar adalah kunci untuk menghindari mual (Mesics, 2008).

4) Penggunaan akupresure dan jahe

Murphy dan Chez (2000, dalam Williams, 2006) mengkaji terapi-terapi alternatif antara lain penggunaan akupuntur pada titik P6 dan bubuk jahe yang diberikan 250 mg 3-4 kali sehari. Smith, et al. (2006) juga menyatakan terapi alternatif yang biasa digunakan adalah penggunaan jahe, peppermint, dan daun raspberry. Jahe memiliki keuntungan sebagai sebuah terapi alternatif untuk penatalaksanaan variasi mual dan muntah dalam kehamilan. Dosis yang biasa digunakan untuk jahe adalah 1-2 gr/hari peroral 3-4 dibagi perdosis selama 3 minggu.

5) Pemijatan

Terapi pemijatan juga berperan untuk meningkatkan serotonin dan dopamine dan menurunkan kadar kortisol, dapat membantu secara umum untuk relaksasi dan penurunan stress. Pemijatan taktil dengan lembut, lambat dapat dilakukan pada tangan dan kaki atau pada seluruh tubuh (Mesics, 2008). Mesics (2008) juga menyebutkan bahwa pemijatan taktil dapat membantu untuk meningkatkan relaksasi, melapangkan pikiran dan memberikan pemikiran kepada ibu bahwa tubuhnya dapat berfungsi kembali. Pemijatan taktil merupakan terapi alternatif dan saling melengkapi untuk hiperemesis gravidarum.


(30)

Smith, et al. (2006) menyatakan bahwa ada alternatif pengobatan lain yang dapat digunakan untuk pengobatan hiperemesis gravidarum. Tetapi walaupun terapi dan produk alternatif sering diuraikan sebagai “yang alami”, kemujaraban dan keamanan produk tidak diatur oleh FDA. Herbal dan zat kimia lebih sering dipertimbangkan lebih aman untuk umum, walaupun demikian, kepercayaan bukanlah dasar yang ilmiah. Wanita memilih produk herbal yang tidak mepunyai catatan keamanan yang tersedia pada resep yang ada, mungkin karena kesalahan kepercayaan bahwa alami adalah sama dengan aman.

b. Terapi farmakologi

Tujuan dari perawatan hiperemesis gravidarum adalah mengurangi mual dan muntah, menggantikan cairan dan elektrolit, meningkatkan gizi dan berat badan ibu (Tiran, 2008).

1) Hospitalisasi

Jika mual dan muntah yang dialam diikuti oleh dehidrasi, diperlukan perawatan di rumah sakit untuk rehidrasi dan penggantian vitamin dan mineral yang disebut sebagai terapi antiemetik. Setelah ketonuria dan mual dan muntah teratasi, perlu perawatan di rumah, salah satunya adalah obat-obatan per oral (Mesics, 2008). Dalam keadaan muntah yang berlebihan dan dehidrasi ringan, penderita hiperemesis gravidarum sebaiknya dirawat sehingga dapat mencegah komplikasi dari hiperemesis gravidarum (Mansjoer, 2001).


(31)

2) Pemberian obat-obatan

Obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan hiperemesis gravidarum adalah dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Obat-Obatan yang Digunakan dalam Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum (Quinlan & Hill, 2003)

Nama Obat Dosis Kategori

kehamilan Vitamin

Pyridoxine (Vit. B6) ‡

Doxylamine (Unisom) ‡

25 mg peoral 3 kali sehari 25 mg peoral sekali sehari

A § Antiemetik Chlorpromazine (Thorazine) Prochlorperazine (Compazine) Promethazine (Phenergan) Trimethobenzamide (Tigan) Ondansetron (Zofran) Droperidol (Inapsine)

10-25 mg peroral 2-4 kali sehari 5-10 mg peroral 3 atau 4 kali sehari 12.5 - 25 mg peroral setiap 4-6 jam 250 mg peroral 3 atau 4 kali sehari 8 mg peroral 2 atau 3 kali sehari

0.5 - 2 mg IV atau IM setiap 3 atau 4 jam

C C C C B C

Antihistamin dan antikolinergik

Diphenhydramine (Benadryl) Meclizine (Antivert)

Dimenhydrinate (Dramamine)

25 - 50 mg peroral setiap 4-8 jam 25 mg peroral setiap 4-6 jam 50 - 100 mg peroral setiap 4-6 jam

B B B

Obat Motility

Metoclopramide (Reglan) 5 - 10 mg peroral 3 kali sehari B

Corticosteroid

Methylprednisolone (Medrol) 16 mg peroral 3 kali sehari, kemudian

diturunkan bertahap C

IV = intravena; IM = intramuscular.

‡--Kategori dalam kehamilan untuk doxylamine berhubungan dengan penggunaannya sebagai suplemen

§--Menurut Physicians' Desk Reference for Nonprescription Drugs and Dietary

Supplements, doxylamine tidak seharusnya diberikan pada wanita hamil atau wanita

yang merawat bayi; walaupun demikian, beberapa penelitian mendukung efektifitas dan keamanannya


(32)

Rusydi (2004) menyatakan bahwa NaCl-Kaen MG 3 hidup lebih efektif

dibandingkan dengan standar hidup dalam perawatan hyperemesis gravidarum kelas dua.

3) Penghentian kehamilan

Pada beberapa kasus, pengobatan hiperemesis gravidarum tidak berhasil, malah mengakibatkan keadaan ibu bertambah buruk sehingga diperlukan pertimbangan untuk melakukan penghentian kehamilan. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria, dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik yang dapat menyebabkan penghentian kehamilan dapat dilakukan (Prawirohardjo, 1997; Manuaba, 1998).

D. Perasaan dan Emosi

Perasaan ialah keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan senang atau tidak senang dalam hubungan dengan peristiwa mengenal dan bersifat subjektif. Dengan perkataan lain perasaan disifatkan sebagai suatu keadaan jiwa sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang pada umumnya datang dari luar dan peristiwa-peristiwa tersebut pada umumnya menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada individu yang bersangkutan (Sosiawan, 2008).

Perasaan itu dialami oleh individu sebagai perasaan senang atau tidak senang (Sosiawan, 2008). Zubair (2008) menyatakan senang bermakna tidak adanya rasa sakit dalam badan dan tidak adanya kesulitan kejiwaan.

Reaksi dari masing-masing orang terhadap keadaan itu tidak sama benar satu dengan yang lain. Karena itu dalam perasaan adanya beberapa sifat yang tertentu yaitu: (1) bersangkut paut dengan gejala pengenalan. Perasaan yang berhubungan dengan peristiwa persepsi, merupakan reaksi kejiwaan terhadap stimulus yang mengenainya.


(33)

Ada yang mengalami keadaan sangat menyenangkan, tetapi sebaliknya juga ada yang biasa saja, dan bahkan mungkin ada yang mengalami perasaan yang kurang senang. Dengan demikian, sekalipun stimulusnya sama, tetapi perasaan yang ditimbulkan oleh stimulus tersebut dapat berlain-lainan. (2) perasaan bersifat subjektif, lebih subjektif bila dibandingkan dengan peristiwa-peristiwa kejiwaan yang lain. Sekalipun stimulusnya sama, perasaan yang ditimbulkan dapat bermacam-macam sifatnya sesuai dengan keadaan masing-masing individu. Perasaan dialami sebagai rasa senang atau tidak senang tingkatannya tidak sama. (Sosiawan, 2008).

Perasaan itu timbul sebagai akibat atau reaksi terhadap stimulus yang mengenai individu, tetapi ini tidak berarti bahwa keadaan perasaan itu semata-mata hanya bergantung kepada stimulus dari luar, sebab ada kalanya sesuatu keadaan tidak menimbulkan perasaan sama sekali. Karena itu perasaan selain tergantung kepada stimulus yang datang dari luar, juga bergantung kepada: (1) keadaan jasmani individu. Kalau keadaan jasmani kurang sehat dapat mempengaruhi soal perasaan yang ada pada individu. Pada umumnya orang yang dalam keadaan sakit, sifatnya lebih perasa bila dibandingkan dengan keadaan jasmani yang sehat, (2) Pembawaan (keadaan dasar individu). Hal ini erat hubungannya dengan struktur pribadi individu. Misalnya ada orang yang mudah marah, sebaliknya ada orang yang sukar. Sehingga dengan demikian struktur pribadi individu akan turut menentukan mudah tidaknya seseorang mengalami sesuatu perasaan, (3) keadaan individu pada sesuatu waktu, atau keadaan yang temporer seseorang. Misalnya orang yang pada suatu waktu sedang kalut pikirannya, akan mudah sekali terkena perasaan bila dibandingkan individu itu dalam keadaan normal (Sosiawan, 2008).


(34)

E. Penelitian Fenomenologi

Fenomenologi diartikan sebagai pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal atau suatu studi tentang kesadaran dari perspektif dari seseorang (Husserl) (Linkoln & Guba, 1985 dalam Moleong, 2005). Istilah fenomenologi juga sering diartikan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Istilah fenomenologi juga mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari perspektif pertama seseorang (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005).

Terdapat dua macam penelitian fenomenologi, yaitu fenomenologi deskriptif dan fenomenologi interpretif. Fenomenologi deskriptif berfokus kepada penyelidikan fenomena, kemudian pengalaman yang seperti apakah yang terlihat dalam fenomena (fenomenologi deskriptif) dan bagaimana mereka menafsirkan pengalaman tersebut (fenomenologi interpretif). Tujuan dari penelitian fenomenologi adalah untuk menggambarkan secara penuh tentang pengalaman dan pengembangan persepsi. Terdapat empat aspek dalam fenomenologi yaitu: (1) ruang kehidupan; (2) kehidupan tubuh (memenuhi kebutuhan badaniah); (3) usia (kesementaraan); (4) kehidupan hubungan manusia (hubungan) (Polit, et al., 2001).

Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai pendekatan perspektif dan juga digunakan sebagai pendekatan dalam penelitian kualitatif. Fenomenologi memiliki riwayat yang cukup panjang dalam penelitian sosial termasuk psikologi, sosiologi, dan pekerjaan sosial. Selain itu fenomenologi juga merupakan pandangan berpikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi-interpretasi dunia (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005).


(35)

Beberapa ciri pokok fenomenologi yang diakukan oleh peneliti fenomenologis yaitu: (1) fenomenologis cenderung mempertentangkan dengan ’naturalisme’ yaitu yang disebut objektivisme dan positifisme, yang telah berkembang sejak zaman Renaisans dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; (2) secara pasti fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang oleh Husserl disebut ’Evidenz’, yang merupakan kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya, yang mencakupi untuk sesuatu dari segi itu; (3) fenomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005).

Fenomenologis percaya bahwa kehidupan seseorang adalah berharga dan menarik, karena kesadaran seseorang tentang kehidupan tersebut. Ungkapan menjadi sesuatu di dunia (perwujudan) adalah sebuah konsep tentang ketajaman ikatan fisik seseorang pada dunia mereka, seperti berfikir, melihat, mendengar, rasa, dan interaksi antara perasaan yang terus menerus pada tubuh mereka dengan dunia (Polit, et al., 2001).

Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Moleong, 2005). Fenomenologi tidak berarti bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti, yang ditekankan oleh kaum fenomenologis ialah aspek subjektif dari perilaku seseorang. Tetapi peneliti berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari (Linkoln & Guba, 1985, dalam Moleong, 2005).


(36)

Dalam sebuah penelitian fenomenologi sumber data utama adalah data percakapan yang mendalam, dengan peneliti dan informan sebagai partisipan. Peneliti membantu partisipan untuk menggambarkan pengalaman hidup tanpa memimpin diskusi. Selanjutnya, dalam percakapan yang dalam, peneliti berusaha menambahakan jalan kepada partisipan untuk mendapatkan akses penuh tentang pengalaman hidup mereka. Terkadang, dua wawancara terpisah atau beberapa pembicaraan diperlukan. Secara khas, penelitian fenomenologi melibatkan sedikit partisipan, sering 10 orang atau lebih sedikit (Polit, et al., 2001).

Walaupun terdapat sebuah metode interpretasi fenomenologi, sebuah penelitian fenomenologi deskriptif sering melibatkan empat tahap yaitu: (1) menggolongkan data, yang berarti proses mengidentiikasi dan memegang praduga kepercayaan dan pendapat yang ditangguhkan tentang fenomena yang diteliti; (2) Intuisi, yang terbentuk ketika peneliti membuka arti sifat dari fenomena dari orang yang pernah mengalaminya; (3) analisa data, misalnya menyaring percakapan penting, mengaktegorikan, dan membuat pengertian tentang hal-hal yang baru dari fenomena); (4) menggambarkan, yaitu tahap menggambarkan ketika peneliti mulai mengerti dan mengartikan fenomena (Polit, et al., 2001).


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka desain penelitian yang digunakan adalah desain fenomenologi untuk mengetahui bagaimana pengalaman ibu dengan hiperemesis gravidarum.

B. Populasi dan sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang pernah dirawat di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Pekanbaru dengan diagnosa hiperemesis gravidarum tingkat I. Data pasien dengan diagnosa hiperemesis gravidarum tingkat I bulan Januari – Oktober 2008 dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 1 November adalah berjumlah 55 orang.

2. Sampel

Jumlah sampel yang diteliti pada penelitian ini adalah 10 orang Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah purposive sampling. Metoda pengambilan data dan sampel adalah sampai dengan saturasi data.

Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Ibu yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum tingkat I dengan tanda muntah


(38)

dehidrasi, nyeri daerah epigastrium, tekanan darah menurun, nadi meningkat, lidah kering, mata tampak cekung.

b. Bersedia untuk diwawancarai.

C. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Pekanbaru, dengan pertimbangan peneliti pernah bekerja di lokasi tersebut dan dari data yang didapatkan pada survey pendahuluan, di rumah sakit tersebut terdapat banyak pasien yang dirawat dengan diagnosa hiperemesis gravidarum tingkat I, sebanyak 55 orang.

D. Waktu penelitian

Penelitian ini berlangsung pada tanggal 24 November 2008 sampai dengan 4 Juni 2009.

E. Etika penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan surat permohonan persetujuan penelitian kepada Ketua Jurusan Program Studi D-IV Bidan Pendidik. Setelah mendapatkan surat persetujuan, peneliti mulai melakukan penelitian dengan langkah sebagai berkut, yaitu: peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Setelah partisipan menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian, maka partisipan menandatangani surat persetujuan partisipan. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan identitas partisipan, maka pada lembar pengumpulan data (kuesioner) peneliti hanya menggunakan nomor kode sehingga kerahasiaan identitas dan semua kerahasiaan


(39)

partisipan dapat terjaga.

F. Alat pengumpulan data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen penelitian dengan dibantu oleh kuesioner data demografi dan panduan wawancara. Kuesioner data demografi berisi pertanyaan mengenai data umum partisipan pada lembar pengumpulan data (kuesioner) yang berupa usia, usia perkawinan, agama, suku, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan paritas. Panduan wawancara berisi pertanyaan yang akan diajukan.

Panduan wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Coba ibu ceritakan tentang mual dan muntah belebihan yang ibu alami dalam kehamilan ini!

2. Coba ibu ceritakan tentang keadaan seperti apa yang dapat menyebabkan ibu mual dan muntah yang berlebihan!

3. Upaya apa saja yang ibu lakukan untuk mengurangi mual dan muntah yang berlebihan tersebut?

4. Bagaimana perasaan ibu setelah mual dan muntah berlebihan yang ibu alami mulai berkurang?

G. Prosedur pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut yaitu: sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan wawancara pendahuluan sebagai pilot studi dan memperlihatkannya pada pembimbing untuk pengesahannya. Setelah itu peneliti meminta izin dari Ketua Program Studi D-IV Bidan Pendidik USU dan Direktur


(40)

RS. Pekanbaru Medical Center Pekanbaru. Setelah memilih pertisipan sesuai dengan kriteria, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu dan menjelaskan hal yang terkait dengan penelitian. Selanjutnya partisipan menjawab pertanyaan yang terdapat pada lembar kuesioner sesuai dengan petunjuk pengisian kuesioner dan diberikan kesempatan untuk bertanya kepada peneliti apabila menemukan kesulitan dalam menganalisa pertanyaan yang diajukan. Setelah partisipan mengisi kuesioner, peneliti melakukan wawancara mendalam untuk mendapatkan informasi dan merekamnya menggunakan alat perekam digital. Wawancara dilakukan satu kali terhadap masing-masing partisipan dan dalam waktu 20-30 menit. Setelah pengumpulan data pada 10 orang partisipan, peneliti mendapatkan saturasi data, maka pengumpulan data dihentikan.

H. Analisa data

Setelah semua data yang dibutuhkan terkumpul, peneliti menganalisa data dengan menggunakan metode Colaizzi (1978, dalam Polit, et al., 2001), yaitu:

1. Membaca semua panduan untuk mendapatkan perasaan mereka. 2. Mengulangi setiap panduan dan menyaring pernyataan penting.

3. Menerangkan pengertian dari setiap pernyataan penting (misalnya merumuskan pengertian).

4. Mengumpulkan data pada kelompoknya, (a) menunjukkan kelompok ini kembali pada panduan awalnya untuk mensahkan mereka; (b) mencatat ketidakcocokan diantara dan/atau diantara variasi kelompok, menghindarkan godaan pengabaian data atau tema yang tidak cocok.


(41)

6. Merumuskan deskripsi lengkap tentang fenomena yang diteliti dengan pernyataan tegas dengan identifikasi yang mungkin.

7. Menyatakan kepada parisipan tentang sejauh mana temuan sebagai akhir pengesahan langkah.

I. Tingkat Keabsahan Data

Tingkat kepercayaan hasil penelitian yang penelitian lakukan berpegang kepada empat prinsip dan kriteria menurut Linkoln dan Guba (1985, dalam Danim, 2003). Keempat prinsip dan kriteria tersebut ialah:(1) credibility; (2) dependability; (3)

confirmabiliyt,(4) transferability.

Prinsip kredibilitas (credibility) merujuk pada apakah kebenaran hasil penelitian dapat dipercaya dalam makna mengungkapkan kenyataan yang sesungguhnya. Untuk memenuhi kriteria ini, peneliti akan melakukan member check dan wawancara atau pengamatan secara terus-menerus sehingga mencapai tingkat redundancy.

Prinsip dependabilitas (dependability) merujuk apakah hasil penelitian tersebut memiliki keandalan atau reliabilitas. Prinsip ini dapat dipenuhi dengan peneliti mempertahankan konsistensi teknik pengumpulan data, dalam menggunakan konsep, dan membuat penafsiran atas fenomena.

Prinsip konfirmabilitas (confirmability) bermakna keyakinan atas data penelitian yang diperoleh. Untuk memenuhi kriteria tersebut peneliti menginformasikan hasil penelitian kepada pembimbing, karena pembimbing merupakan seorang yang ahli dalam bidang penelitian kualitatif fenomenologi.


(42)

penelitian ini dapat digeneralisasikan atau dapat diaplikasikan pada situasi lain. Hasil penelitian kualitatif tidak secara apriori dapat digeneralisasikan, kecuali situasi tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan situasi lapangan tempat penelitian. Upaya untuk mentrasnfer hasil penelitian kualitatif pada situasi yang berbeda sangat mungkin memerlukan penyesuaian menurut keadaan dan asumsi-asumsi yang mendasarinya.


(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum. Kesepuluh partisipan yang diteliti pernah dirawat di Rumah Sakit Pekanbaru Medical Center Pekanbaru. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam menggunakan alat perekam digital.

A. Karakteristik Partisipan

Kesepuluh partisipan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah partisipan yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk diwawancarai serta menandatangani persetujuan menjadi partisipan penelitian sebelum wawancara dimulai. Usia kesepuluh partisipan berkisar antara 28-36 tahun. Lama usia perkawinan kesepuluh partisipan berkisar antara satu sampai delapan tahun. Dari kesepuluh partisipan, lima orang partisipan memiliki satu orang anak, tiga orang partisipan memiliki dua orang anak, satu orang partisipan memiliki tiga orang anak, dan satu partisipan memiliki anak kembar. Dua orang partisipan berasal dari suku Batak, empat orang dari suku Jawa, dua orang dari suku Minang, dan dua orang dari suku Melayu. Dua orang partisipan beragama Kristen Protestan dan delapan orang partisipan lainnya beragama Islam. Lima orang partisipan bekerja sebagai ibu rumah tangga dan lima orang partisian lainnya bekerja sebagai pegawai swasta. Satu orang partisipan berpendidika terakhir SD, satu orang berpendidikan terakhir SMP, tiga orang bependidikan terakhir SMA, dan lima orang


(44)

partisipan lainnya berpendidikan terakhir perguruan tinggi. Data demografi partisipan dapat dilihat pada Table 4.1.

Tabel 4.1. Data Demografi Partisipan

No Karakteristik Jumlah

1 Usia Ibu

25 - 30 tahun 31 - 36 tahun

6 4 2 Lama usia perkawinan

1 - 5 tahun 6 - 10 tahun

8 2 3 Jumlah anak

1 2 3 2 (kembar) 5 3 1 1 4 Agama

Islam

Kristen Protestan

8 2 5 Suku

Minang Jawa Batak Melayu 2 4 2 2 6 Pekerjaan

Pegawai swasta Ibu rumah tangga

5 5 7 Pendidikan

SD SMP SMU Perguruan Tinggi 1 1 3 5

B. Pengalaman Ibu Hamil dengan Hiperemesis Gravidarum

Dari hasil wawancara ditemukan karakteristik, faktor penyebab, faktor pencetus, upaya yang dilakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum, dampak yang terjadi akibat hiperemesis gravidarum, perasaan ketika mengalami hiperemesis gravidarum, dan perasaan setelah gejala hiperemesis gravidarum berkurang.


(45)

1. Karakteristik hiperemesis gravidarum

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa semua partisipan mengalami hiperemesis gravidarum dengan karakteristik mual dan muntah berlangsung terus menerus, muntah terjadi sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan, nafsu makan berkurang, sampai keluar cairan lambung, selalu ingin meludah, lebih parah terjadi pada anak pertama, sakit perut, perut tarasa panas, dan tidak menyukai bau suami.

a. Mual dan muntah berlangsung terus menerus

Seluruh partisipan menyatakan bahwa mereka mengalami mual dan muntah yang terus menerus, sampai-sampai dua orang partisipan meletakkan tempat muntah disampingnya untuk menampung muntahannya. Hal ini dapat dilihat dari peryataan partisipan berikut:

Udah gak tau lagi berapa kali muntahnya sehari. Setiap saat. Sampai-sampai ember ditarok aja disamping saya. Rasanya udah gak ada lagi yang bisa dimuntahkan, tapi tetap aja mau muntah. (Partisipan 1)

Saya tau saya hamil setelah setelah 2 bulan. Waktu itu masuk 2 bulan muntah aja, trus tes pake test pack ternyata positif. Setelah ketauan positif malahan besoknya muntah-muntah terus. (Partisipan 3)

Makan muntah minum muntah. Apa yang masuk muntah terus. Penuhlah 2 bulan tambah parah, muntah-muntahlah gak berenti-berenti.

(Partisipan 8)

b. Muntah terjadi sampai usia kehamilan lebih dari 3 bulan

Delapan dari sepuluh orang pertisipan menyatakan mengalami mual dan muntah sampai usia lebih dari 3 bulan, hal ini tidak sama pada tiap partisipan, dua orang partisipan menyatakan muntah sampai usia kehamilan 3 bulan, dua orang partisipan


(46)

muntah sampai usia kehamilan lima bulan, lima orang partisipan muntah sampai usia kehamilan 6 bulan dan satu orang partisipan lainnya muntah sampai usia kehamilan tujuh bulan. Penyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah:

Jadi muntahnya dari umur 2 bulan. Stopnya itu 5 bulan muntah

muntahnya. (Partisipan 3)

Jadi kan saya hamil itu kembar. Jadi dari bulan pertama saya hamil sampe bulan keenam, emang mual muntah terus. (Partisipan 4)

Orang bilang sampe 3 bulan, tapi saya sampe 6 bulan, saya heran sampe masuk bulan ke-4 kok masih muntah juga, makanya jadi 2 kali dirawatnya.

(Partisipan 5) c. Nafsu makan berkurang

Tujuh dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa selama mengalami hiperemesis gravidarum nafsu makan mereka berkurang, bahkan tidak ada makan dan minum walaupun telah minum obat-obatan. Pernyataan partisipan tersebut antara lain:

Suami saya bingung, ketika saya ditanyakan sudah makan atau minum saya jawab belum karena begitulah kenyataannya, memang tidak ada

minum apalagi makan. (Partisipan 1)

Setiap yang dimakan muntah, jadi gak bisa makan apa-apa. Walaupun sudah minum obat tetap aja muntah, jadi memang sama sekali gak ada

yang masuk makanannya. (Partisipan 3)

Dipaksa minum karena udah seharian gak minum, muntah terus. Kalo makan nasi dari hamil sebulan sampe umur hamil 7 bulan gak

pernah saya makan nasi. (Partisipan 8)

Gak ada minum, air hangatpun gak. Gak pernah maka apa-apa. Jadi air minum cuma buat basahin leher aja. (Partisipan 10)


(47)

d. Keluar cairan lambung

Empat dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa mereka sampai memuntahkan cairan lambung berwarna kuning dan pahit karena menurut mereka sudah tidak ada yang dapat dimuntahkan lagi. Hal ini diungkapkan melalui pernyataan partisipan berikut:

Muntahnya sampe keluar yang warna kuning, pahit, tapi gak sampe keluar darah, soalnya kawan saya ada yang sampe keluar darah. Saya gak cuma

yang warna kuning tu aja. (Partisipan 1)

Sampai muntahnya pahit, habis udah gak ada lagi yang mau dikeluarkan, tapi tetap aja maunya muntah terus, sampai warna kuning. (Partisipan 6)

e. Selalu ingin meludah

Dua dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa selama mengalami hiperemesis gravidarum mereka selalu ingin meludah, sampai-sampai mereka harus meletakkan ember di dekat mereka. Ungkapan partisipan tersebut dapat dilihat dari pernyataan pernyataan partisipan berikut:

…saya tekankan lidah saya pada langit-langit mulut, supaya bisa menyumbat ludah yang keluar, karena saya selalu ingin meludah.

(Partisipan 6)

Waktu itu saya suka sekali meludah. Dari umur 1 bulan sampai 5 bulan suka meludah, gak berenti-berenti. Susah nelen ludah. Terpaksa ditarok ember di kamar untuk tempat meludah. (Partisipan 9)

f. Lebih parah pada kehamilan anak pertama

Tiga dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa mereka mengalami mual dan muntah sejak kehamilan pertama sampai kehamilan kedua dan ketiga, tetapi lebih parah ketika mereka hamil anak pertama. Pernyataan partisipan tersebut adalah:


(48)

Saya muntah dari anak pertama sampai anak ketiga…. Tapi yang parah waktu saya hamil anak perempuan yang pertama. (Partisipan 6)

Saya muntah-muntah ini waktu hamil anak kedua. Tapi yang pertama juga muntah-muntah malah lebih hebat. (Partisipan 10)

g. Sakit perut

Empat dari sepuluh partisipan merasakan sangat sakit sehingga ingin agar anak yang mereka kandung keluar. Hal tersebut merujuk dari pernyataan partisipan berikut:

Sangking sakitnya saya pengen melompat aja biar anak ini keluar, tapi suami saya malah marah-marah dan bilang saya sudah gila, mau bunuh anak sendiri. Saya gak tau lagi mesti gimana, sakit sekali, gak tahan.

(Partisipan 6)

Pasrah aja,mau meninggalpun gak apa-apa, terserahlah. Pasrah aja sangking sakitnya. Semua udah keluar, dari yang putih sampai yang kuning yang pahit itu, darah[un udah keluar (Partisipan 8)

h. Perut terasa

panas

Salah seorang partisipan menyatakan bahwa perut terasa panas seperti orang yang akan keguguran. Pernyataan partisipan tersebut adalah sebagai beikut:

Perut terasa panas, rasanya kayak orang mau keguguran walaupun saya belum pernah keguguran. Perutnya panas sekali waktu itu. Sampai saya minta kepada Tuhan untuk jatuhkan kandungan saya, karena saya udah gak tahan lagi. (Partisipan 7)

i. Tidak

menyukai bau suami

Pernyataan lain yang diungkapkan partisipan ketika mengalami hiperemesis gravidarum adalah tidak mau mencium bau suami mereka sendiri sehingga kalau suami


(49)

pulang kerja harus mandi terlebih dahulu dan tidak boleh memakai wangi-wangian. Ketidaknyamanan ini dirasakan oleh empat orang partisipan. Hal yang berkaitan dengan pernyataan partisipan tersebut adalah:

Cuma bau suami saya gak suka. Kalo pulang kerja harus mandi dulu, kalo gak mandi gak bisa dekat. Kalo dia pake wangi-wangian gak

suka, gak mandipun gak suka (Partisipan 9)

Saya benci sekali sama suami saya, apalagi kalau dia mendekat

(Partisipan 6)

2. Faktor penyebab hiperemesis gravidarum

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa kemungkinan yang menjadi faktor penyebab terjadinya hiperemesis gravidarum yang dialami oleh partisipan adalah hanya karena bawaan hamil, adanya penyakit lain, adanya faktor keturunan, karena faktor psikologis, dan karena kehamilan kembar.

a. Bawaan hamil

Lima dari sepuluh partisipan menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui penyebab pasti dari hiperemesis gravidarum yang mereka alami, kemungkinan penyebab dari hiperemesis gravidarum tersebut hanya karena bawaan hamil. Hal yang berhubungan dengan hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut:

Orang bilang karena pikiran.Tapi waktu itu saya gak mikirin apa-apa

kok. Mungkin bawaan bayi. (Partisipan 1)

Saya gak tau juga, tapi saya tanya tetangga mungkin karena bawaan

hamil, muntah aja terus. (Partisipan 3)

Gak tau. Katanya cuma pengaruh hamil aja. Kalo diperiksa katanya

cuma bawaan bayi aja. (Partisipan 9)


(50)

Dua dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis yang mereka alami adalah mungkin karena adanya penyakit lain, yaitu penyakit maag yang sudah lama tidak kambuh. Hal tersebut dapat dilihat dari pernyataan partisipan:

Tapi mungkin juga karena saya punya sakit maag, tapi gak parah dan

udah lama gak kambuh. (Partisipan 1)

Gak ada, tapi mungkin karena sakit maag. Saya sudah lama sakit maag,

tapi udah lama gak kambuh. (Partisipan 5)

c. Faktor keturunan

Tiga dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis gravidarum yang mereka alami kemungkinan karena adanya faktor keturunan bahkan seorang partisipan menyatakan bahwa keluarganya sampai meninggal karena menderita hiperemesis gravidarum. Pernyataan partisipan tersebut adalah:

Saya juga heran, mungkin keturunan juga ya, soalnya keluarga saya juga ada yang seperti ini. Ibu saya juga hiperemesis. (Partisipan 3)

Mungkin karna keturunan juga ya, soalnya keluarga juga ada yang muntah-muntah. Adik bapak juga muntah-muntah sampai 5 bulan, 4 bulan, dia juga yang sampe melahirkan masih muntah. Dia meninggalnya juga karena ngidam. (Partisipan 8)

d. Faktor psikologis

Lima dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa kemungkinan penyebab dari hiperemesis gravidarum adalah karena faktor psikologis karena sudah lama tidak mempunyai anak dan ingin dimanja, karena perbedaan financial suami dan keluarga, dan trauma pada kehamilan sebelumnya. Hal tersebut merujuk pada pernyataan


(51)

partisipan:

Mungkin karena psikologis gak tau juga lah ya, karena tau hamil kali. Soalnya udah lama nunggunya sampe 1,5 tahun baru hamil, jadi kan

pengen dimanjain. (Partisipan 3)

Cuma mungkin ya dulu kita hidup sama orang tua serba ada, waktu udah sama suami saya tinggal di pekanbaru ini di gubuk, bocor-bocor. Jadi batin ini tertekan. .. Kalo mental udah siap karena udah berumur, jadi penderitaan itu bisa diatasi. Tapi batin ini gak terima. Mungkin disitu jadinya terganggu semuanya. (Partisipan 8)

Hanya ketakutan aja. Nanti kalo aku hamil kayak yang pertama lagi, awalnya. Waktu mulai hamil udah ketakutan. Trauma rasanya. Nanti kalau aku hamil kayak semula gak ya. (Partisipan 10)

e. Kehamilan kembar

Salah satu partisipan menyatakan bahwa penyebab dari hiperemesis gravidarum adalah mungkin karena kehamilan kembar sehingga hormon kehamilan menjadi berlebihan dan menyebabkan muntah yang dialaminya juga berlebihan. Pernyataan tersebut dikutip dari pernyataan partisipan tersebut adalah:

Mungkin karena kembar itu aja ya, bikin muntahnya berlebihan, soalnya kan hormonnya berlebihan makanya mual dan muntahnya jadi

berlebihan juga. (Partisipan 4)

3. Faktor pencetus mual dan muntah

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa faktor pencetus dari mual dan muntah yang mereka alami adalah karena intoleransi terhadap bau, intoleransi terhadap cahaya, perubahan posisi, minum air es, dan karena naik kendaraan.

a. Intoleransi terhadap bau.


(52)

mencium bau apa saja, bau makanan dan bau wangi-wangian karena akan merasa mual bahkan muntah setelah mencium bau-bauan tersebut. Kutipan dari penyataan partisipan tersebut adalah:

Saya tidak bisa mencium bau apa saja, mengundang mual dan muntah. Orang yang masak nasi, saya yang rasanya mau mati. Orang yang goreng bawang, saya yang mau mati, sangking seringnya muntah.

(Partisipan 1)

Perut ini dipaksa terus supaya muntah. Begitu mencium bau-bauan pasti langsung muntah … Semua bau makanan. Bahkan seperti yang saya bilang, ke dapur aja saya muntah, apalagi nyium bau makanan, wah gak kebayang berapa kali muntahnya. (Partisipan 6)

b. Intoleransi terhadap cahaya

Salah satu partisipan menyebutkan bahwa setiap melihat cahaya matahari ia lansung merasa lemas sehingga lebih memilih untuk tidur dibawah kolong tempat tidur.. Pernyataan pertisipan tersebut adalah:

…maunya tidur aja tapi maunya dibawah kolong tempat tidur. Soalnya saya gak bisa lihat sinar matahari. Kalo lihat sinar matahari langsung lemas. Jadi enaknya dikolong tempat tidur, yang sejuk-sejuk.

(Partisipan 6) c. Perubahan posisi

Salah satu partisipan menyatakan bahwa apabila duduk atau berdiri akan menyebabkan mual dan muntah. Hal ini merujuk dari pernyataan partisipan:

…kalo duduk atau berdiri jadi pusing, mual maunya muntah.

(Partisipan 5)

d. Karena naik kendaraan


(53)

mobil akan memicu mual dan muntah padahal sebelum hamil ia tidak pernah mabuk kendaraan. Hal tersebut diungkapkan oleh salah seorang partisipan dan dapat dapat dilihat dari pernyataan berikut:

Setiap jalan-jalan pake motor atau pake mobil pasti muntah, padahal sebelum hamil saya gak pernah mabok. (Partisipan 2) 4. Upaya yang dilakukan untuk mengurangi hipremesis gravidarum

Dari hasil wawancara diketahui bahwa beberapa upaya yang dilakukan oleh partisipan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum antara lain adalah dengan pengobatan psikologis, makan sedikit tapi sering, makan makanan manis, menambah waktu istirahat/ tidur, pengobatan medis, dan dengan pengobatan alternatif.

a. Penanganan psikologis

Salah satu cara yang dilakukan oleh dua dari sepuluh orang partisipan untuk mengurangi mual dan muntah yang mereka alami adalah dengan penanganan psikologis karena hanya dengan penanganan psikologis tersebut gejala hiperemesis yang mereka alami sudah dapat berkurang, antara lain dengan kembali ke rumah orang tua, jalan-jalan, dan minum air tetangga. Partisipan yang berkaitan dengan kembali ke rumah orang tua dapat dilihat dari pernyataan berikut:

Tapi kalo dibawa ke rumah ibu ku muntahnya kurang, saya bisa makan sama minum, paling-paling muntahnya cuma sekali sehari. (Partisipan 7)

Penanganan medis lain yang dilakukan oleh dua orang partisipan adalah dengan jalan-jalan, karena dengan jalan-jalan akan mengurangi mual dan muntah yang dialami. Pernyataan partisipan tersebut adalah:

Kata orang coba jalan-jalan cari angin. Waktu di luar kurang muntahnya, pulang ke rumah ya keluar lagi, langsung muntah


(54)

(Partisipan 3)

Jadi setiap mati lampu jam berapapun itu, jam 12 malam sekalipun harus keluar jalan-jalan. Kalo gak pasti muntah. (Partisipan 4)

b. Makan porsi kecil tapi sering

Cara lain yang dilakukan oleh tiga dari sepuluh orang partisipan adalah dengan mengubah pola makan menjadi makan dalam porsi kecil tapi sering dengan makan cemilan dan tidak menunda waktu makan. Hal ini dikutip dari pernyataan partisipan berikut:

Satu lagi kalo makannya kebanyakan kan muntah, jadi kalo di rumah mama tu sering buat cemilan tahu dan tempe diiris, digoreng, ditabur sama garam. Jadi makan nasinya sedikit ngemilnya yang banyak. Sambil nonton TV ngemil, itu bisa ngurangi muntah. (Partisipan 4)

Sampe 9 bulan itu saya harus makan sedikit-sedikit tapi sering. Kapanpun kalo saya lapar saya harus makan, meskipun itu tengah malam. Kalo gak ato telat pasti muntah lagi. (Partisipan 5)

c. Makan makanan manis

Upaya lain yang dilakukan pertisipan untuk mengurangi hiperemesis yang mereka alami adalah dengan makan makanan manis dan minum susu ibu hamil. Makan makanan manis dilakukan oleh enam partisipan. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan makan makanan manis adalah:

Kalau minum mau, tapi harus yang manis-manis, dikasih gula. Kalau gak dikasih gula tetap aja gak bisa (Partisipan 1)

Kalau ngemil terus mualnya agak kurang, tapi harus yang manis-manis, yang asam gak mau. Sampe umur 6 bilan itu saya makannya


(55)

Selain makan makanan manis, empat orang partisipan menyatakan tetap mencoba minum susu demi kepentingan bayinya. Pernyataan partisipan tentang upaya mengurangu hiperemesis dengan minum susu adalah:

Pertama itu minum susu. Pagi-pagi minum susu ibu hamil hangat, kalo malam minum susu hamil tapi dikasih es. (Partisipan 4)

Saya tetap coba minum susu ibu hamil yang untuk mual muntah itu walaupun habis itu muntah lagi, tapi gak apa-apa, yang penting bayi

saya dapat makan. (Partisipan 6)

d. Menambah waktu istirahat/tidur

Empat dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa cara yang mereka lakukan untuk mengurangi hiperemesis gravidarum yang mereka alami adalah dengan menambah waktu istirahat atau tidur karena setelah tidur badan mereka menjadi lebih enak dan tidak muntah. Hal ini diungkapkan oleh partisipan berikut:

Karena badannya lemas terus dibawa baring aja. Habis baring jadi

enakan. (Partisipan 2)

Kedua setiap habis makan, baring, tiduran dulu biar gak muntah.

(Partisipan 4)

e. Pengobatan medis

Selain itu, seluruh partisipan juga mencoba untuk melakukan pengobatan medis untuk mengurangi hiperemesis yang mereka alami yaitu dengan minum obat-obatan yang diberikan dokter dan pengobat-obatan dengan infus. Pernyataan yang menyatakan upaya melakukan pengobatan medis dengan menggunaan infus adalah:

Oleh dokter diinfus, sampe nyari urat untuk masang infusnya aja payah, sampe diikat pake tali gak tau berapa kali tusuk. (Partisipan 7)

Diinfuslah obatnya. Udah jalan 3,4,5 bulan itu diinfuslah, bolak-balik masuk RS. Dirawat sampai 3 kali...Sempat diinfus 10 botol juga.


(56)

(Partisipan 10)

Selain penggunaan infus, seluruh partisipan menyatakan mereka meminum obat-obatan yang diberikan dokter untuk mengurangi mual dan muntah yang mereka alami. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut:

Cuma obat-obatan aja yang masuk. Itu aja yang bisa membantu, tapi cuma sementara aja, habis itu ya muntah lagi. (Partisipan 3)

Waktu dirawat saya Cuma minum obat-obatan dokter aja. Lagian saya gak percaya dengan obat-obatan tradisional. (Partisipan 4)

f. Pengobatan alternatif

Selain menjalankan pengobatan medis, enam orang partisipan juga melakukan pengobatan alternatif, antara lain dengan minum air jahe dan pemijatan. Salah satu partisipan mengetahui pengobatan alternatif dengan menggunakan jahe dari teman dan mereka yakin dengan pengobatan alternatif ini gejala hiperemesis gravidarum yang dialami dapat berkurang. Hal ini dikutip dari pernyataan partisipan:

Setelah tanya sana-sini ada teman suami saya yang menyarankan minum air jahe hangat, saya minum 2 kali sehari pagi dan sore, ada

kurang mualnya. (Partisipan 3)

Dua orang partisipan melakukan pengobatan alternatif lain yaitu dengan pemijatan. Pernyataan partisipan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

Sampe dikusuk juga. Kata orang tua mungkin saya kena guna-guna sampai saya gak bisa tidur malam, lari sana, lari sini, kayak orang

yang mau melahirkan. (Partisipan 7)

Saya juga dikusuk hamil 4, 5, 6 bulan. Tapi ya itu masih muntah juga. Kalo vitamin itu ntah kayak mana-mana. Udah tiap saat minum vitamin


(57)

5. Dampak hiperemesis gravidarum

Dari hasil wawancara diketahui bahwa dampak yang dialami oleh partisipan akibat hiperemesis gravidarum adalah penurunan berat badan, trauma, badan lemas, sampai dirawat, mengganggu aktifitas sehari-hari dan keadaan umum memburuk.

a. Penurunan berat badan

Dampak yang dirasakan oleh sembilan dari sepuluh orang partisipan adalah penurunan berat badan. Salah satu partisipan menyatakan bahwa badannya sudah seperti kerangka karena tidak mau makan dan minum. Naiknya berat badan ibu setelah gejala hiperemesis gravidarum sudah mulai berkurang. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan partisipan berikut:

Wah saya kurus kering waktu itu. Beratnya turun 8 kg. Dari 50 ke 42. Saya selalu timbang sama bidan dekat rumah. (Partisipan 1)

Berat saya turun dari 50 ke 43 kg. Kurus banget. Naik berat badannya waktu muntahnya udah kurang. (Partisipan 3)

Badan saya tinggal tulang, gak ada dagingnya lagi. 40 kg, orang hamil apa itu? Emang sih gak turun dari sebelum hamil tapi gak ada naiknya kan? Masak hamil 7 bulan masih juga 40 kg. (Partisipan 8)

Kalau si Pipit turun. Kayak kerangka. Makan gak mau, minum gak mau, apapun gak mau. Udah kayak kerangka mayat. Kira-kira 8 kg.

(Partisipan 10) b. Trauma

Dua dari sepuluh orang partisipan meraskan dampak lain dari hiperemesis gravidarum yaitu trauma setelah mengalami hiperemesis gravidarum, sehingga ia tidak ingin menambah anak. Pernyataan partisipan yang berkaitan dengan hal tersebut adalah:

Mungkin orang enak aja buat nambah anak, saya takut, trauma. Mungkin mereka tidak merasakan kayak yang saya alami, saya trauma sekali, karena itu saya belum mau nambah anak saya. (Partisipan 1)


(58)

Trauma dek. Sampai-sampai waktu muntah itu saya doa, Ya Allah, ya Tuhanku, janganlah aku dikasih anak lagi ya Allah. Inilah untuk yang terakhir kali, ya Allah. Dua-dua yang Kau beikan sama kayak gini. Udah gak tau lagi aku ngomong. Mudah-mudahan Kau berikan aku anak perempuan, aku udah gak mau minta lagi, ya Allah. (Partisipan 10)

c. Badan lemas

Dampak lain yang dirasakan oleh tiga dari sepuluh orang partisipan adalah merasa badannya lemas bahkan untuk berjalan saja sudah tidak sanggup. Hal ini diungkapkan melalui pernyataan partisipan berikut:

Badan ini rasanya lemas sekali. Lutut ini rasanya sudah gak berdaya, gak ada gairah apa-apa. Maunya diletakkan aja, trus muntah, selalu

gitu. (Partisipan 1)

Saya gak ngerasa perut saya sakit waktu itu, cuma badan saya lemas, capek untuk jalan aja gak sanggup. (Partisipan 3)

d. Menjalani rawat inap

Lima dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa dampak yang mereka rasakan akibat hiperemesis gravidarum ini adalah mereka sampai harus beberapa kali menjalani rawat inap di rumah sakit karena sama sekali tidak ada makan maupun minum. Waktu perawatan di rumah sakit yang dialami partisipan berkisar antara dua sampai empat hari dengan frekuensi ulangan tiga kali dirawat. Hal tersebut merujuk dari pernyataan partisipan berikut:

Gak ada, karena itu sampe dirawat 3 kali, karena gak ada makan dan minum. Setiap masuk muntah lagi, makanya dirawat, pasang infus.

(Partisipan 3)

Pertama kali dirawat waktu hamil 2 bulan, waktu itu benar-benar gak bisa makan sama sekali. Dirawat sampe 2 kali. Yang pertama 2 hari, yang kedua 4 hari. Yang kedua saya lupa kapan dirawatnya, tapi waktu

itu bulan puasa. (Partisipan 5)

e. Mengganggu aktifitas sehari-hari

Empat dari sepuluh orang partisipan menyatakan bahwa aktifitas yang rutin mereka lakukan sehari-hari terganggu karena hiperemesis gravidarum. Salah satu


(1)

summary/summary.aspx?doc_id=10939, diperoleh tanggal 28 April 2009 Moleong, L.J. (2005). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nolan, M. (2004). Kehamilan dan Melahirkan. Jakarta: Arcan.

Ogunyemi, D.A. (2007). Hyperemesis Gravidarum. http://www.emedicine.com /MED/topic1075.htm, diperoleh tanggal 1 November 2008.

Philip, B. (2003). Hyperemesis Gravidarum: Literatur Review. Wisconsin Medical Journal, 102 (3), 1.

Polit, D.F., Beck, C.T., Hungler, B.P. (2001). Essential of Nursing Reseach: Methods, Appraisal, and Utilization. Philadelphia-New York: Lippincott.

Prawirohardjo, S. (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Gramedia.

Quinlan, J.D., & Hill, A. (2003). Nausea and Vomiting of Pregnancy.

Kaen Mg3 pada Hiperemesis Gravidarum Tingkat Ii Perbandingan Efektifitas Terapi Cairan Antara Naci-D5%-Rl dengan Naci-Kaen Mg3 Pada Hiperemesis Gravidarum Tingkat II. Jurnal Kedokteran & Kesehatan, Vol 36, No 3

Sheehan, P. (2007). Hyperemesis Gravidarum Assesment and Management. Australian Family Physician, Vol 36 (699), 3

Silverton, L. (1993). The Art and Science of Midwife. London: Prentice Hall. Sinclair, C. (2004). A Midwife’s Handbook. USA: Saunders.

Smith, et al.. (2006). Treatment Option for Nausea and Vomiting During Pregnancy. Pharmacotherapy: 26(9) 1273-1287.


(2)

Soetjiningsih. (1997). Seri Gizi Klinik ASI: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC Sosiawan, E. A. (2008). Psikologi Sosial: Kemampuan Jiwa Yang Berhubungan Dengan

Perasaan (Emosi). http: Syah, M. (2003). Psikologi Belajar. Jakarta: RajaGravindo Persada.

Taber, B. (1994). Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: EGC. Tim Penyusun Kamus. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka. Tiran, D. (2008). Mual dan Muntah dalam Kehamilan. Jakarta: EGC.

Wesson, N. (2002). Morning Sickness: Panduan Lengkap Memahami Penyebab dan Perawatan Mual dan Muntah Ketika Hamil. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Williams. (2006). Williams Obstetrics, 21 Ed, Vol 2. Jakarta: EGC.

Zubair, A.C. (2008). Tinjauan Moral dan Kultural terhadap Hedonisme di Kalangan Generasi Muda tanggal 12 Mei 2009


(3)

Lampiran 1

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Juhana Prima Handana Nim : 085102009

Adalah mahasiswa D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran USU yang akan melaksanakan penelitian yang berjudul ”Pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali pengalaman ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum.

Ibu dapat berpartisipasi dalam penelitian dengan cara menjawab kuesioner yang akan diberikan. Saya mengharapkan jawaban ibu sesuai dengan pendapat ibu sendiri tanpa dipengaruhi oleh orang lain. Saya akan menjaga kerahasiaan identitas ibu dengan tidak menuliskan nama dan alamat ibu pada penelitian ini dan menggantinya dengan menggunakan nomor partisipan.

Penelitian ini bersifat sukarela, ibu bebas menentukan untuk menjadi partisipan atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika ibu bersedia menjadi partisipan, ibu dapat menandatangani surat persetujuan ini.

Atas perhatian dan kesediaan ibu, saya ucapkan terima kasih.


(4)

Peneliti

Lampiran 2

KUISIONER DATA DEMOGRAFI

Pengkajian Data Demgrafi

Petunjuk Pengisian

• Semua pertanyaan harus dijawab

• Untuk soal no 1, 2 dan 3 dijawab dengan mengisi pertanyaan yang diberikan • Untuk pertanyaan selanjutnya dijawab dengan memberikan tanda check list (√)

pada tempat telah disediakan.

• Setiap pertanyaan dijawab hanya dengan satu jawaban yang sesuai menurut anda.

Nomor partisipan :

1. Usia ibu : th

2. Lama usia perkawinan : th

3. Jumlah anak hidup : orang

4. Agama ( ) Islam

( ) Kristen Protestan ( ) Kristen Katolik ( ) Hindu


(5)

5. Suku ( ) Minang ( ) Jawa ( ) Batak ( ) Melayu ( ) Lain-lain

6. Pekerjaan ( ) PNS

( ) Wiraswasta ( ) Peg. Swasta

( ) Ibu Rumah Tangga

7. Pendidikan ( ) SD ( ) SMP ( ) SMU

( ) Perguruan Tinggi ( ) Lain-lain


(6)

Lampiran 3

PANDUAN WAWANCARA

1. Coba ibu ceritakan tentang mual dan muntah belebihan yang ibu alami dalam kehamilan ini!

2. Coba ibu ceritakan tentang keadaan seperti apa yang dapat menyebabkan ibu mual dan muntah yang berlebihan!

3. Upaya apa saja yang ibu lakukan untuk mengurangi mual dan muntah yang berlebihan tersebut?

4. Bagaimana perasaan ibu setelah mual dan muntah berlebihan yang ibu alami mulai berkurang?