Uji Daya Terima Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar)

(1)

UJI DAYA TERIMA NASI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (NABILAR)

Skripsi

Oleh:

NIM. 061000125 EKA NENNI JAIRANI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

UJI DAYA TERIMA NASI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (NABILAR)

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 061000125 EKA NENNI JAIRANI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

UJI DAYA TERIMA NASI DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG UBI JALAR UNGU (NABILAR)

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM. 061000125 EKA NENNI JAIRANI

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 14 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Ernawati Nasution, SKM, Mkes

NIP. 19700212 199501 2 001 NIP. 19820729 200812 2 002 Fitri Ardiani, SKM, MPH

Penguji II Penguji III

Dr. Ir. Zulhaida Lubis, Mkes

NIP. 19620529 198903 2 001 NIP. 19690524 199301 1 001

Ferry, SH, SSi, AMG, DC.Nutri, MKes

Medan, 14 Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Penganekaragaman pangan selain beras perlu dilakukan agar ketahanan pangan tetap terjaga. Penganekaragaman ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas pangan masyarakat karena semakin beragam konsumsi masyarakat, suplai zat gizi masyarakat juga akan lebih lengkap dibandingkan dengan satu jenis bahan pangan saja. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Bebilar atau beras ubi jalar merupakan makanan pokok alternatif dengan mencampurkan beras dan pasta ubi jalar ungu.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen beras dengan penambahan tepung ubi jalar ungu (nabilar) dengan berbagai komposisi perbandingan beras dan tepung ubi jalar ungu (1:9, 3:7, dan 5:5). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui uji daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, bebilar yang paling disukai panelis adalah nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan pada pembuatan nabilar memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma dan tekstur nabilar yang dihasilkan. Berdasarkan Uji Kruskal-Wallis, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan pada pembuatan nabilar memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan rasa nabilar yang dihasilkan.

Perlu adanya penelitian lanjutan untuk melihat komposisi zat gizi nabilar dikaitkan dengan kecukupan gizi masyarakat.


(5)

ABSTRACT

Food diversification instead of rice is necessary to be done so that food security can be guaranted. It is expected to improve food quality because by more variety consumption, community nutrition can be completed than by only one variety. Sweet potato can be one of the alternative to accompaning rice to the food security. Bebilar or sweet potato rice is the alternative by mixing rice with purple sweet potato paste.

This is an experimental study on processing rice by adding purple sweet potato flour in different amount of purple sweet potato flour and rice (1:9, 3:7, and 5:5). The aim of the research is to know acceptance capacity, based on organoleptic nature which comprised the color, flavor, taste, and texture which were tested by hedonic test.

The result of this research showed that by organoleptic test of color, flavor, taste, and texture, nabilar which made by adding 3:7 purple sweet potato flour and rice is the most favored by the panelists. With Anova Test, the addition of different comparison of purple sweet potato flour influenced different variety of flavor and texture. With Kruskall-WaLLis Test , the addition of different comparison of purple sweet potato flour influenced different variety of color and taste.

It is required for other research to gain the nutrient composition of nabilar associated to sufficiency of community nutrition.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Eka Nenni Jairani

Tempat/ Tanggal Lahir : Pematang Siantar/ 21 Pebruari 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 3 (tiga) Bersaudara

Alamat : Jl. Teratai Bawah No. 15 Pematang Siantar

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri 124401 Pematang Siantar Tahun 2000 – 2003 : SLTP Negeri 4 Pematang Siantar Tahun 2003 – 2006 : SMU Negeri 4 Pematang Siantar


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Uji Daya Terima Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar)”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Jakimin dan Ibu Nengsih Saragih yang telah banyak berkorban materi dan moril dalam membesarkan, mendidik, memotivasi, dan selalu mendoakan penulis, ucapan syukur tak terhingga kepada Allah SWT memiliki orang tua juara satu seluruh dunia.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Ernawati Nasution, SKM, MKes selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Fitri Ardiani, SKM, MPH selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

4. Ibu Prof.dr. Nerseri Barus, MPH selaku dosen Penasehat Akademik.

5. Seluruh dosen dan staff serta seluruh civitas akademika FKM USU yang telah membimbing dan membantu selama perkuliahan.


(8)

6. Ibu Dra. Lelly Fridiarty, M.Pd selaku Ketua Jurusan PKK Universitas Negeri Medan dan Ibu Dra. Ana Rahmi, M.Pd selaku Kepala Laboratorium PKK Universitas Negeri Medan.

7. Adik-adikku Bagus Prayogi, Wendah Setiani, Dawami Ahmad Hijri, dan Hamdi Nouval Sakif terima kasih atas doa dan dukungan semangatnya untuk penulis. Kepada Lek Herma dan Bu Evi terima kasih atas doa dan dukungan semangatnya untuk penulis.

8. Sahabat-sahabat terbaikku Titah, Ega, Ulan, Desy, Friska, Yenni, Anum, Lina, Ulfa, Ayu, Dila, Dewinta, Ade, Dian, Dedek, Wiwin, Kak Hanum, Bang Fredy, Kak Irma, Nurul, Senna, dan seluruh teman-teman dari peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang menambah semangat penulis dan teman-teman stambuk 06 yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih.

9. Terkhusus ucapan terima kasih kepada Stefie dan Michelle yang selalu menemani penulis selama dalam pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ubi Jalar (Ipomomea batatas) … ... .. 7

2.1.1. Sejarah Singkat… ... 7

2.1.2. Sifat Fisik Ubi Jalar... 8

2.1.3. Kandungan Gizi Ubi Jalar. ... 8

2.1.4. Keunggulan Zat Gizi Ubi Jalar Ungu ... 10

2.2. Beras Ubi Jalar (Bebilar) ... 13

2.3. Tepung Ubi Jalar ... 14

2.4. Daya Terima Makanan ... 15

2.5. Uji Organoleptik ... 18

2.6. Panelis ... ... 20

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 22

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 23

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 23

3.3. Bahan dan Alat ... 23

3.3.1. Bahan... 24

3.3.2. Alat ... 24

3.4. Tahap-tahap Penelitian ... 25

3.5. Definisi Operasional ... 27

3.6. Uji Daya Terima ... 28


(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu

(Nabilar) ... 35 4.2. Deskriptif Panelis ... 35 4.3. Analisa Organoleptik Warna Nasi Dengan Penambahan

Tepung

Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan

Beras………….. 35

4.4. Analisa Organoleptik Aroma Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras ... 37 4.5. Analisa Organoleptik Rasa Nasi Dengan Penambahan Tepung

Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras ... 38 4.6. Analisa Organoleptik Tekstur Nasi Dengan Penambahan Tepung

Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras ... 39 BAB V PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar

Ungu (Nabilar) ... 41 5.2. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Nasi Dengan

Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar

Ungu dan Beras………….. 41

5.3. Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dengan Berbagai Kombinasi

Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras ... 43 5.4. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Nasi Dengan Penambahan

Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dengan Berbagai Kombinasi

Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras ... 44 5.5. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Nasi Dengan Penambahan

Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dengan Berbagai Kombinasi

Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras ... 46 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 48 6.2. Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu, Putih, dan Merah

Dalam Tiap 100 gram Bahan Segar ... 13

Tabel 2.2. Persyaratan Mutu Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu ... 15

Tabel 3.1. Jenis dan Ukuran Bahan dalam Eksperimen ... 24

Tabel 3.2. Tingkat Penerimaan Konsumen ... 29

Tabel 3.3. Daftar Analisa Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 31

Tabel 4.1. Karakteristik Bebilar yang Dihasilkan ... 35

Tabel 4.2. Hasil Analisa Organoleptik Warna Nabilar ... 36

Tabel 4.3. Hasil Analisa Organoleptik Aroma Nabilar ... 37

Tabel 4.4. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma ... 37

Tabel 4.5. Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) Terhadap Aroma... 38

Tabel 4.6. Hasil Analisa Organoleptik Rasa Nabilar ... 38

Tabel 4.7. Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Nabilar ... 39

Tabel 4.8. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur ... 40

Tabel 4.9. Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) Terhadap Tekstur ... 40


(12)

DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian ... 22


(13)

ABSTRAK

Penganekaragaman pangan selain beras perlu dilakukan agar ketahanan pangan tetap terjaga. Penganekaragaman ini diharapkan dapat memperbaiki kualitas pangan masyarakat karena semakin beragam konsumsi masyarakat, suplai zat gizi masyarakat juga akan lebih lengkap dibandingkan dengan satu jenis bahan pangan saja. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan. Bebilar atau beras ubi jalar merupakan makanan pokok alternatif dengan mencampurkan beras dan pasta ubi jalar ungu.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen beras dengan penambahan tepung ubi jalar ungu (nabilar) dengan berbagai komposisi perbandingan beras dan tepung ubi jalar ungu (1:9, 3:7, dan 5:5). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui uji daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan uji organoleptik terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur, bebilar yang paling disukai panelis adalah nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan pada pembuatan nabilar memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma dan tekstur nabilar yang dihasilkan. Berdasarkan Uji Kruskal-Wallis, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan pada pembuatan nabilar memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna dan rasa nabilar yang dihasilkan.

Perlu adanya penelitian lanjutan untuk melihat komposisi zat gizi nabilar dikaitkan dengan kecukupan gizi masyarakat.


(14)

ABSTRACT

Food diversification instead of rice is necessary to be done so that food security can be guaranted. It is expected to improve food quality because by more variety consumption, community nutrition can be completed than by only one variety. Sweet potato can be one of the alternative to accompaning rice to the food security. Bebilar or sweet potato rice is the alternative by mixing rice with purple sweet potato paste.

This is an experimental study on processing rice by adding purple sweet potato flour in different amount of purple sweet potato flour and rice (1:9, 3:7, and 5:5). The aim of the research is to know acceptance capacity, based on organoleptic nature which comprised the color, flavor, taste, and texture which were tested by hedonic test.

The result of this research showed that by organoleptic test of color, flavor, taste, and texture, nabilar which made by adding 3:7 purple sweet potato flour and rice is the most favored by the panelists. With Anova Test, the addition of different comparison of purple sweet potato flour influenced different variety of flavor and texture. With Kruskall-WaLLis Test , the addition of different comparison of purple sweet potato flour influenced different variety of color and taste.

It is required for other research to gain the nutrient composition of nabilar associated to sufficiency of community nutrition.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berusaha memenuhi kebutuhan primernya, salah satu kebutuhan primer tersebut adalah makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang diikuti pula oleh perubahan kebutuhan bahan makanan pokok. Hal ini dapat terlihat pada beberapa daerah di Indonesia yang semula mengonsumsi ketela, sagu, ataupun jagung, akhirnya beralih mengonsumsi beras.

Cara pandang masyarakat terhadap sumber pangan pokok dalam kurun waktu dua puluh lima tahun kebelakang seolah-olah digiring ke dalam pandangan yang lebih sempit bahwa sumber pangan pokok masyarakat hanya beras. Dari total kalori yang dikonsumsi masyarakat Indonesia, hampir 60% dicukupi oleh beras. Hal ini membentuk keyakinan bahwa ketahanan pangan nasional ditentukan oleh ketersediaan beras. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi pola ketahanan pangan nasional. Akibat lainnya pengolahan bahan makanan pokok selain beras menjadi terbatas (Purwono dan Purnawati, 2009).

Dalam mengatasi permasalahan ini pemerintah lebih memilih jalan pintas dengan melakukan impor beras. Ketergantungan ini hanya akan membuat ketahanan pangan nasional menjadi rapuh dan berimbas pada kondisi perekonomian negara. Sebenarnya masih banyak solusi lain dari masalah ini. Misalnya dengan pengoptimalan bahan pangan lokal, perubahan citra bahan makanan pokok selain beras, penganekaragaman pangan, dll. Penganekaragaman pangan selain beras


(16)

harus dilakukan jika ketahanan pangan tetap ingin dijaga. Penganekaragaman ini juga diharapkan dapat memperbaiki kualitas pangan masyarakat, dan menjadikan perbaikan gizi masyarakat. Hal ini dikarenakan semakin beragam konsumsi masyarakat, suplai zat gizi masyarakat juga akan lebih lengkap dibandingkan dengan satu jenis bahan pangan saja (Ambarwati, 2009).

Sebenarnya begitu banyak jenis umbi-umbian lainnya selain gandum yang bisa tumbuh dengan baik di Indonesia dan bisa menjadi alternatif menuju ketahanan pangan. Ubi jalar merupakan salah satu dari 20 jenis pangan yang berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Ubi jalar bisa menjadi salah satu alternatif untuk mendampingi beras menuju ketahanan pangan (Hasyim dkk, 2008).

Selama ini masyarakat menganggap ubi jalar merupakan bahan pangan dalam situasi darurat (kurang makanan), bahkan dianggap sebagai bahan makanan masyarakat kelas bawah. Di Indonesia 89% produksi ubi jalar digunakan sebagai pangan dengan tingkat konsumsi 7,9 kg/kapita/tahun, sedangkan sisanya dimanfaatkan untuk bahan baku industri, terutama saus, dan pakan ternak. Selama ini penggunaan ubi jalar sebagai bahan pangan masih terbatas dalam bentuk makanan tradisional, seperti ubi rebus, ubi goreng, kolak, getuk, dan keripik, sehingga citranya rendah (Jusuf dkk, 2008).

Ubi jalar amat penting dalam tatanan penganekaragaman (diversifikasi) makanan penduduk. Kebutuhan kalori yang ideal bagi penduduk Indonesia adalah sebesar 1.612 kal/kapita/hari, berasal dari beras 680 kal, gula 219 kal, lemak dan miyak 354 kal, sayuran dan buah-buahan serta biji-bijian 313 kal, ditambah umbi-umbian 210 kal. Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2000 untuk penduduk Indonesia


(17)

telah ditetapkan kontribusi bahan pangan umbi-umbian sebesar 91,12 gram/kapita/hari. Konsumsi pangan sumber kalori yang berasal dari beras sebenarnya sudah melebihi norma yang dianjurkan. Untuk mencapai pola konsumsi kalori yang ideal dapat ditempuh usaha penganekaragaman menu pangan dengan pengurangan kalori yang berasal dari beras, diikuti oleh peningkatan kalori yang berasal dari bahan pangan lain seperti ubi jalar. Ubi jalar selain kaya kalori, juga mengandung zat gizi cukup tinggi dan komposisinya lengkap (Rukmana, 2008).

Memang bukan perkara mudah mengalihkan konsumsi beras pada umbi-umbian dan pangan nonberas lainnya. Selain persoalan teknis, pengalihan ini juga memerlukan perubahan budaya. Namun, sebagai langkah awal, diversifikasi konsumsi pangan harus dilakukan dengan semaksimal mungkin memanfaatkan sumber pangan lokal dan menekan ketergantungan pada negara lain. Warisan Pemerintah Orde Lama, yakni beras yang dicampur ubi jalar (Bebilar) patut diperkenalkan kembali sebagai salah satu metode pencapaian percepatan diversifikasi konsumsi. Lewat perbaikan teknologi pengolahan pangan, bebilar bisa dihadirkan sebagai nasi sehat kaya betakaroten (Sibuea, 2009).

Bebilar atau beras dan ubi jalar merupakan makanan pokok alternatif dengan mencampurkan beras dan pasta ubi jalar dalam hal ini ubi jalar merah yang dikenal juga dengan ubi ungu. Hasilnya adalah nasi berwana ungu yang menarik dan kaya zat gizi. Ubi jalar kaya kandungan betakaroten untuk antioksidan yang mampu menyubstitusi beras hingga 30-40%. Konsumsi beras pun terkurangi secara signifikan (Sibuea, 2008).


(18)

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) biasa disebut Ipomoea batatas blackie karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ubi jalar merah juga sangat kaya akan pro vitamin A atau retinol. Dalam 100 gr ubi jalar merah terkandung 2310 mcg atau setara dengan satu tablet vitamin A. (Aripnur, 2010). Karbohidrat yang dikandung ubi jalar termasuk dalam klasifikasi low glycemic index artinya komoditi ini sangat cocok untuk penderita diabetes. Mengonsumsi ubi jalar tidak secara drastis menaikkan gula darah, berbeda halnya dengan sifat karbohidrat dengan glycemic index tinggi, seperti beras dan jagung. Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut, yang menyerap kelebihan lemak/kolesterol darah, sehingga kadar lemak/kolesterol dalam darah tetap aman terkendali (Hasyim dkk, 2008).

Produktivitas ubi jalar cukup tinggi dengan masa panen empat bulan dapat berproduksi lebih dari 30 ton/ha, tergantung dari bibit, sifat tanah, dan pemeliharaannya. Berdasarkan data Departemen Pertanian (2006), produksi ubi jalar di Indonesia pada tahun 2005 mencapai 1.856.969 ton. Untuk wilayah Sumatera Utara pada tahun 2005 hasilnya mencapai 115.728 ton.

Pembuatan beras ubi jalar dengan menggunakan tepung ubi jalar ungu dengan komposisi perbandingan beras dan tepung ubi jalar ungu 9:1 sudah pernah dilakukan sebelumnya, akan tetapi belum pernah dilakukan uji daya terimanya. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk membuat beras ubi jalar (bebilar) dengan menggunakan tepung ubi jalar ungu, dengan komposisi perbandingan beras dan tepung ubi jalar ungu yang beragam untuk memperoleh respon terbaik dari panelis.


(19)

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana daya terima masyarakat terhadap nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui daya terima masyarakat terhadap nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui daya terima masyarakat terhadap nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras 1:9, 3:7, dan 5:5 dilihat dari indikator warna.

2. Mengetahui daya terima masyarakat terhadap nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras 1:9, 3:7, dan 5:5 dilihat dari indikator rasa.

3. Mengetahui daya terima masyarakat terhadap nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras 1:9, 3:7, dan 5:5 dilihat dari indikator aroma.

4. Mengetahui daya terima masyarakat terhadap nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras 1:9, 3:7, dan 5:5 dilihat dari indikator tekstur.

5. Mengetahui perlakuan penambahan tepung ubi jalar ungu mana yang paling disukai masyarakat.


(20)

4.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai salah satu cara mengoptimalkan pemanfaatan bahan pangan lokal sebagai sumber pangan pokok.

2. Memberikan alternatif pengolahan ubi jalar sebagai bahan makanan pokok.

3. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah untuk lebih mensosialisasikan sumber pangan pokok selain beras untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ubi Jalar (Ipomoea batatas)

2.1.1. Sejarah Singkat

Ubi jalar atau ketela rambat (sweet potato) diduga berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selandia Baru, Polinesia, dan Amerika bagian tengah. Nikolai Ivanovich Vavilov, seorang ahli botani Soviet, memastikan daerah sentrum primer asal tanaman ubi jalar adalah Amerika Tengah.

Ubi jalar mulai menyebar ke seluruh dunia, terutama negara-negara beriklim tropis, diperkirakan pada abad ke-16. Penyebaran ubi jalar pertama kali terjadi ke Spanyol melalui Tahiti, Kepulauan Guam, Fiji, dan Selandia Baru. Orang-orang Spanyol dianggap berjasa menyebarkan ubi jalar ke kawasan Asia, terutama Filipina, Jepang, dan Indonesia (Purwono dkk, 2009)

Pada tahun 1960-an penanaman ubi jalar sudah meluas hampir di semua propinsi di Indonesia. Daerah sentra produksi ubi jalar pada mulanya terpusat di Pulau Jawa. Pada tahun 1968, Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar nomor empat di dunia karena berbagai daerah di Indonesia menanam ubi jalar. Sentra produksi ubi jalar yang termasuk lima daerah terluas penanaman komoditi ini adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Irian Jaya, dan Sumatera Utara (Rukmana, 2008)


(22)

2.1.2. Sifat Fisik Ubi Jalar

Ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, dan warna daging bermacam-macam, tergantung pada varietasnya. Ukuran umbi tanaman ubi jalar bervariasi, ada yang besar dan ada pula yang kecil. Bentuk umbi tanaman ubi jalar ada yang bulat, bulat lonjong (oval), dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Demikian juga daging umbi tanaman ubi jalar ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu muda. Struktur kulit tanaman ubi jalar juga bervariasi antara tipis sampai tebal dan bergetah.

Umbi tanaman ubi jalar memiliki tekstur daging bervariasi, ada yang masir (mempur) dan ada pula yanga benyek berair. Rasa umbi tanaman ubi jalar pun bervariasi, ada yang manis, kurang manis, dan ada pula yang gurih.

Warna daging umbi memiliki hubungan dengan kandungan gizi, terutama kandungan beta karoten. Umbi yang berwarna jingga atau oranye mengandung betakaroten lebih tinggi daripada jenis ubi jalar lainnya. Demikian pula, daging umbi yang berwarna oranye memiliki rasa yang lebih manis daripada daging umbi yang berwarna lain (Juanda dkk, 2009)

2.1.3. Kandungan Gizi Ubi Jalar

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori (energi) yang cukup tinggi. Kandungan karbohidrat ubi jalar menduduki peringkat keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Ubi jalar merupakan sumber vitamin dan mineral sehingga cukup baik untuk memenuhi gizi dan kesehatan masyarakat. Vitamin yang terkandung dalam ubi jalar adalah vitamin A (betakaroten), vitamin


(23)

C, thiamin (B1), dan riboflavin (vitamin B12). Sedangkan mineral yang terkandung dalam ubi jalar adalah zat besi (Fe), fosfor, kalsium (Ca), dan Natrium (Na). Kandungan zat gizi lainnya yang terdapat dalam ubi jalar adalah protein, lemak, serat kasar, kalori, dan abu (Juanda dkk, 2009).

Karbohidrat yang dikandung ubi jalar masuk dalam klasifikasi low glycemic index, artinya komoditi ini sangat cocok untuk penderita diabetes. Mengonsumsi ubi jalar tidak secara drastis menaikkan gula darah, berbeda halnya dengan sifat karbohidrat dengan glycemic index tinggi, seperti beras dan jagung. Sebagian besar serat ubi jalar merah merupakan serat larut, yang menyerap kelebihan lemak/kolesterol darah, sehingga kadar lemak/kolesterol dalam darah tetap aman terkendali (Hasyim dkk, 2008).

Dilihat dari kandungan gizinya yang sangat lengkap, ubi jalar dapat memenuhi kebutuhan gizi bagi kesehatan tubuh. Zat-zat yang terkandung di dalamnya dapat mencegah berbagai penyakit, membangun sel-sel tubuh, menghasilkan energi, dan meningkatkan proses metabolisme tubuh. Selain mengandung zat gizi, ubi jalar juga mengandung zat antigizi yang dapat menurunkan cita rasa sehingga masyarakat banyak yang tidak menyukainya. Zat antigizi tersebut adalah trypsin inhibitor. Zat ini dapat menghambat kerja tripsin dalam mengurai protein sehingga menyebabkan terganggunya pencernaan protein di dalam usus. Akibatnya tingkat penyerapan protein dalam tubuh menurun yang ditunjukkan dengan timbulnya gejala mencret. Selain itu, ubi jalar juga mengandung senyawa-senyawa seperti ipomaemarone, furanoterpen, koumarin, dan polifenol yang menimbulkan rasa pahit. Senyawa-senyawa tersebut terbentuk


(24)

dalam jaringan karena adanya luka serangan hama (Tsou, et. al., 1989 dikutip Djoko Said Damardjati, 1994).

2.1.4. Keunggulan Zat Gizi Ubi Jalar Ungu

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) biasa disebut Ipomoea batatas blackie karena memiliki kulit dan daging umbi yang berwarna ungu kehitaman (ungu pekat). Ubi jalar ungu mengandung pigmen anthosianin yang lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain. Pigmennya lebih stabil bila dibandingka n anthosianin dari sumber lain seperti kubis merah, elderberries, blueberries dan jagung merah (Aripnur, 2010).

Keberadaan senyawa anthosianin pada ubi jalar yaitu pigmen yang terdapat pada ubi alar ungu atau merah dapat berfungsi sebagai komponen pangan sehat dan paling komplet. Sekelompok anthosianin yang tersimpan dalam ubi jalar mampu menghalangi laju perusakan sel radikal bebas akibat nikotin, polusi udara, dan bahan kimia lainnya. Selain itu, anthosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik terhadap mutagen dan karsinogen yang terdapat pada bahan pangan dan olahannya, mencegah gangguan pada fungsi hati, antihipertensi dan menurunkan kadar gula darah (antihiperglisemik). Hampir semua zat gizi yang terkandung dalam ubi jalar ungu mendukung kemampuannya memerangi serangan jantung koroner.

Dibanding ubi jalar putih, tekstur ubi jalar merah/ungu memang lebih berair dan kurang masir (sandy), tapi lebih lembut. Rasanya tidak semanis yang putih padahal kadar gulanya tidak berbeda. Ubi jalar putih mengandung 260 mkg (869 SI) betakaroten per 100 gram, ubi merah yang berwarna kuning emas tersimpan 2900


(25)

mkg (9675 SI) betakaroten, ubi merah yang berwarna jingga 9900 mkg (32967 SI). Makin pekat warna jingganya makin tinggi kadar betakarotennya yang merupakan bahan pembentuk vitamin A dalam tubuh. Secangkir ubi jalar merah kukus yang telah dilumatkan menyimpan 50000 SI betakaroten, setara dengan kandungan betakaroten dalam 23 cangkir brokoli, yang menggembirakan perebusan hanya merusak 10% kadar betakaroten, sedangkan penggorengan atau pemanggangan dalam oven hanya 20%. Namun penjemuran menghilangkan hampir separuh kandungan betakaroten, sekitar 40% (Hasyim dkk, 2008).

Menurut Almatsier (2004), Vitamin A esensial untuk kesehatan dan kelangsungan hidup, karena dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi, salah satu akibatnya adalah pada anak, dimana perbedaan kematian antara anak yang kekurangan dengan yang tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30%. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, dengan demikian terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi.

Menyantap seporsi ubi jalar merah kukus/rebus sudah memenuhi anjuran kecukupan vitamin A 2100-3600 mkg sehari. Didukung masukan zat gizi lain selain betakaroten, warna jingga pada ubi jalar juga memberi isyarat akan tingginya kandungan senyawa lutein dan zeaxantin, pasangan antioksidan karotenoid. Keduanya termasuk pigmen warna sejenis klorofil merupakan pembentuk vitamin A. Lutein dan zeaxantin merupakan senyawa aktif yang memiliki peran penting menghalangi proses perusakan sel.


(26)

Ubi jalar merah juga kaya vitamin E. Dari 2/3 cangkir ubi merah kukus yang dilumatkan diperoleh asupan vitamin E untuk memenuhi kebutuhan sehari. Satu buah sedang (100 g) ubi jalar merah kukus hanya mengandung 118 kalori, 1/4 kali kalori sepotong black forest cake. Zat gizi lain dalam ubi jalar merah adalah kalium, fosfor, mangan dan vitamin B6. Jika dimakan mentah ubi jalar merah menyumbang cukup vitamin C. Makan 1 buah sedang ubi jalar merah mentah sudah memenuhi 42% anjuran kecukupan vitamin C sehari. Dibanding dengan havermut (oatmeal), ubi jalar merah lebih kaya serat, khususnya oligosakarida.

Serat alami oligosakarida yang tersimpan dalam ubi jalar ini sekarang menjadi komoditas bernilai dalam pemerkayaan produk pangan olahan, seperti susu. Selain mencegah sembelit, oligosakarida memudahkan buang angin. Hanya pada orang yang sangat sensitif oligosakarida mengakibatkan kembung. Kandungan serat yang berfungsi sebagai komponen non-gizi ini, juga bermanfaat bagi keseimbangan flora usus dan prebiotik, merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih bersih (Hasyim dkk, 2008).

Berikut adalah tabel perbandingan kandungan gizi ubi jalar ungu, putih dan kuning (Rukmana, 2008):


(27)

Tabel 2.1. Perbandingan Kandungan Gizi Ubi Jalar Ungu, Putih, dan Merah dalam Tiap 100 gram Bahan Segar

No Kandungan Gizi Ubi Ungu Ubi Putih Ubi Kuning*)

1 Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00

2 Protein (g) 1,80 1,80 1,10

3 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40

4 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30

5 Kalsium (mg) 30,00 30,00 57,00

6 Fosfor (mg) 49,00 49,00 52,00

7 Zat Besi (mg) 0,70 0,70 0,70

8 Natrium (mg) - - 5,00

9 Kalium (mg) - - 393,00

10 Niacin (mg) - - 0,60

11 Vitamin A (SI) 7.700,00 60,00 900,00

12 Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 0,10

13 Vitamin B2 (mg) - - 0,04

14 Vitamin C (mg) 22,0 22,0 35,00

15 Air (g) 68,50 68,50 -

16 Bagian yang dapat dimakan

86,00 86,00 -

Keterangan: *) Food and Nutrition Research Center Hanbook I, Manila -) Tidak ada data

(Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI, 1981) 2.2. Beras Ubi Jalar (Bebilar)

Bebilar adalah singkatan dari beras dan ubi jalar. Posman Sibuea, ahli kimia pangan dari Universitas Katolik Santo Thomas, Sumatera Utara, telah mengikutsertakan nasi bebilar buatannya dalam pameran di Balai Kartini Jakarta. Cara membuatnya, ubi jalar merah dikukus atau direbus. Setelah matang, kulitnya dikupas lalu dilumat sampai menjadi pasta. Pasta ubi dicampur dengan beras yang hendak dimasak. Tambahkan air secukupnya dan dimasak seperti menanak nasi biasa. Hasilnya butiran nasi ungu yang enak dan gurih. Campuran tersebut adalah 40 persen ubi jalar ungu dan 60 persen beras (Kompas, 2008).


(28)

2.3. Tepung Ubi Jalar

Ubi jalar dapat diproses menjadi tepung yang bisa diolah menjadi aneka produk makanan yang mempunyai nilai tambah tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat para ahli pangan bahwa pemanfaatan bahan pangan berkarbohidrat tinggi dalam bentuk tepung lebih menguntungkan, karena lebih fleksibel, mudah dicampur, dapat diperkaya zat gizinya (fortifikasi), ruang tempat lebih efisien, daya tahan simpan lebih lama, dan sesuai dengan tuntutan kehidupan modern yang serba praktis (Winarno, 2000).

Tepung ubi jalar dapat dibuat secara langsung dari ubi jalar yang dihancurkan dan kemudian dikeringkan, tetapi dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan (digiling) dan kemudian diayak (disaring). Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan dengan cara pengeringan/ penjemuran irisan tipis daging ubi jalar yang telah dikupas dan dicuci bersih. Pengeringan tepung ubi jalar dengan pengering oven adalah pada suhu 60°C selama 10 jam, sedangkan dengan pengering kabinet adalah pada suhu 60ºC selama 5 jam, dan dengan pengering tipe drum (drum dryer) adalah pada suhu 110°C dengan tekanan 80 psia dan kecepatan putar 17 rpm. Setelah kering, irisan ini dihancurkan dan diayak sampai menjadi tepung dengan tingkat kehalusan tertentu (80-100 mesh) (Ambarsari, dkk, 2009).

Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pembuatan tepung ubi jalar adalah pembersihan dan pengupasan umbi, pensawutan ataupun pengirisan umbi, pengeringan, dan pengayakan hingga diperoleh produk dalam bentuk tepung halus (Ambarsari, dkk, 2009).


(29)

Berikut ini adalah rekomendasi persyaratan mutu fisik dan kimia tepung ubi jalar ungu:

Tabel 2.2. Persyaratan Mutu Fisik dan Kimia Tepung Ubi Jalar Ungu Parameter Komponen Mutu Tepung Ubi Jalar Ungu

Fisik

Bentuk Serbuk

Bau Normal

Warna Normal (sesuai warna umbi)

Benda asing Tidak ada

Kehalusan (lolos ayakan 80 mesh)

Min. 90%

Kimia

Air (%bb) 7,28

Abu (%) 5,31

Lemak (%) 0,81

Protein (%) 2,79

Serat kasar (%) 4,72

Karbohidrat (%) 83,81

Sumber: Ambarsari, dkk (2009)

2.4. Daya Terima Makanan

Daya terima makanan adalah kesanggupan seseorang untuk menghabiskan makanan yang disajikan (Rudatin, 1997). Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu. Sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo, 1989).

Segi sosial budaya pangan berhubungan dengan konsumsi pangan dalam menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, perilaku ini berakar dari kebiasaan kelompok penduduk, selanjutnya dijelaskan pula bahwa pada umumnya kebiasaan pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat gizi yang terkandung dalam pangan. Kebiasaan makan berasal dari pola pangan yang diterima budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh anggota keluarga


(30)

(Suhardjo, 2003). Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Mulyaningrum (2007) Kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kulitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan cita rasa makanan

Menurut Moehyi (1992) cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap bahkan mungkin pendengar. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karenanya penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain .


(31)

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab itu dalam penyeleggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk tehnik memasak maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi makan.

2. Konsistensi atau tekstur makanan

Konsistensi atau testur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik. Seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu.

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.


(32)

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap itu dapat sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.5. Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan memeliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitf. Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji ini akan menghasikan data yang penganalisisan selanjutnya menggunakan metode statistika (Soekarto, 2002).

Sistem penilaian organleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisis data (Rahayu, 2001).

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik


(33)

suatu komoditi, penel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota penel disebut panelis.

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka (Rahayu, 2001).

Pada uji hedonik panelis diminta untuk menggungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 2001).

2.6. Panelis

Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel Perseorangan

Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan


(34)

bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik. 4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat


(35)

kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy yang sedang sedih, biasa atau tertawa.


(36)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

Bagan di atas menjelaskan bahwa untuk mengetahui bagaimana daya terima masyarakat terhadap nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dimana perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras yaitu 1:9, 3:7, dan 5:5.

Ubi jalar ungu

Tepung ubi jalar ungu (1:9, 3:7, dan 5:5)

Daya terima masyarakat (aroma, warna, rasa, dan

tekstur) Nasi ubi jalar

(Nabilar) Beras

Kandungan gizi Nabilar Kecukupan gizi


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat Eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang hanya terdiri dari satu faktor yaitu tepung ubi jalar ungu dengan 3 perlakuan penambahan tepung ubi jalar ungu pada beras dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras yaitu 1:9, 3:7, dan 5:5 yang semuanya diulang sebanyak 2 kali pengulangan. 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Eksperimen ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010. Pembuatan tepung dilakukan di Labotarorium PKK Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan dengan alasan laboratorium tersebut telah memiliki oven pengering yang digunakan untuk mengeringkan ubi jalar yang kemudian akan diolah menjadi tepung ubi jalar ungu. Pembuatan nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu dilakukan di tempat tinggal peneliti sendiri pada bulan Oktober. Pengambilan data untuk uji daya terima dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 di Laboratorium Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU).

3.3. Bahan dan Alat 3.3.1. Bahan

Penggunaan bahan di dalam eksperimen ini dipilih bahan yang berkualitas baik, misalnya kondisi bahan masih baik, tidak busuk, dan tidak berubah warna. Adapun bahan yang digunakan di dalam eksperimen ini yaitu:


(38)

- Tepung ubi jalar ungu - Air

Untuk menghasilkan nasi ubi jalar yang berkualitas perlu perbandingan ukuran bahan-bahan. Adapun perbandingan ukuran bahan yang digunakan di dalam eksperimen ini dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jenis dan Ukuran Bahan dalam Eksperimen

Bahan Kelompok Eksperimen

A1 A2 A3

Beras

Tepung ubi jalar ungu Air 900 gram 100 gram 500 ml 700 gram 300 gram 500 ml 500 gram 500 gram 500 ml Keterangan:

A1 : Nabilar dengan perbandingan tepung ubi jalar ungu dan beras 1:9 A2 : Nabilar dengan perbandingan tepung ubi jalar ungu dan beras 3:7 A3 : Nabilar dengan perbandingan tepung ubi jalar ungu dan beras 5:5 3.3.2. Alat

Peralatan yang digunakan di dalam pelaksanaan eksperimen ini dipilih yang kondisinya masih baik dan higienis. Peralatan yang digunakan dalam eksperimen yaitu:

- Timbangan - Panci

- Pengukus nasi/ rice cooker - Pisau

- Sendok kayu - Kompor gas


(39)

3.5. Tahap-tahap Penelitian

Pembuatan nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu ini melalui beberapa tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian. 1) Tahap persiapan

− Menyiapkan semua alat, bahan utama, dan bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu.

− Menimbang bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu (bahan seperti pada tabel 3.1).

2) Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam pembuatan pembuatan nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu meliputi: tahap pengirisan, tahap pengeringan, tahap penggilingan, tahap pengayakan tepung, tahap pencampuran, dan tahap pengukusan.

a. Tahap pengirisan

Ubi jalar ungu dikupas kulitnya lalu dicuci bersih. Setelah itu diiris tipis-tipis. b. Tahap pengeringan

Dikeringkan dengan oven pengering dengan suhu 600C. c. Tahap penggilingan

Ubi jalar ungu yang telah kering dihaluskan dengan cara diblender. d. Tahap pengayakan tepung

Tepung ubi jalar yang telah halus diayak untuk menghasilkan tepung yang benar-benar bersih dan halus.


(40)

e. Tahap pencampuran

Tepung ubi jalar dicampurkan dengan beras yang telah dicuci dimana perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras yaitu 1:9, 3:7, dan 5:5 serta ditambahkan air (500 ml) lalu dimasak sambil tetap diaduk-aduk.

f. Tahap pengukusan

Setelah air mulai mengering maka beras ubi jalar dimasukkan ke dalam pengukus nasi dan ditunggu sampai matang.

3). Tahap penyelesaian

a. Dikemas dalam wadah tertutup sesuai dengan kelompoknya. Pengemasan dilakukan setelah uap panas dari nabilar hilang agar pada saat wadah ditutup uap panas tidak berubah menjadi embun yang dapat mempengaruhi tekstur nabilar.


(41)

Gambar 2. Skema Tahapan-tahapan Eksperimen

3.6. Definisi Operasional

- Tepung ubi jalar ungu adalah tepung yang diperoleh dari ubi jalar ungu yang masih segar yaitu dengan cara dikupas, dicuci, diiris, dikeringkan, dihaluskan, dan diayak.

- Nasi ubi jalar adalah nasi yang dibuat dengan cara mencampurkan beras dengan tepung ubi jalar ungu dengan komposisi perbandingan tepung ubi jalar ungu dan beras yang bervariasi yaitu 1:9, 3:7, dan 5:5

Ubi jalar ungu Pengirisan Pengeringan Penggilingan

Tepung ubi jalar ungu (1:9, 3:7, dan 5:5)

Pengayakan

Beras

Pengemasan Pengukusan


(42)

- Uji daya terima atau uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima masyarakat dengan mempergunakan skala hedonik tiga titik sebagai acuan.

- Uji daya terima terhadap warna adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima masyarakat terhadap corak rupa yang ditimbulkan oleh pencampuran beras dan tepung ubi jalar ungu.

- Uji daya terima terhadap aroma adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima masyarakat terhadap bau khas yang ditimbulkan oleh pencampuran beras dan tepung ubi jalar ungu

- Uji daya terima terhadap rasa adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima masyarakat terhadap rasa yang ditimbulkan oleh pencampuran beras dan tepung ubi jalar ungu .

- Uji daya terima terhadap tekstur adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima masyarakat terhadap konsistensi yang ditimbulkan oleh pencampuran beras dan tepung ubi jalar ungu.

3.7. Uji Daya Terima

Untuk mengetahui hasil percobaan perlu dilaksanakan penilaian kepada masyarakat melalui uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/ hedonik menyatakan suka/ tidaknya terhadap suatu produk.

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai acuan, namun untuk mempermudah panelis dan peneliti skala ini diciutkan


(43)

menjadi menjadi 4 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paling tinggi adalah 4. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan tabel 3.2 berikut:

Tabel 3.2. Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Sangat menarik

Menarik Kurang menarik Tidak menarik 4 3 2 1

Aroma Sangat suka

Suka Kurang suka Tidak suka 4 3 2 1

Rasa Sangat suka

Suka Kurang suka Tidak suka 4 3 2 1

Tekstur Sangat suka

Suka Kurang suka Tidak suka 4 3 2 1

Untuk penilaian kesukaan/ analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/ kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.

Menurut Rahayu (1998), Jenis panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih dengan jumlah minimal 25 orang dewasa. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan 30 orang panelis untuk memperkecil bias. Panelis adalah Mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(44)

1. Pelaksanaan penilaian a. Waktu dan tempat

Penilaian uji kesukaan terhadap nai dengan penambahan tepung ubi jalar ungu hasil percobaan dilaksanakan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, pada bulan Oktober 2010.

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah nasi ubi jalar (nabilar) dari penambahan tepung ubi jalar ungu dengan variasi perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras yaitu 1:9, 3:7, dan 5:5. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis, dan air minum dalam kemasan.

2. Langkah-langkah pada uji daya terima

a. Mempersilahkan Panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir penilaian, dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam.


(45)

3.8. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan, diolah secara manual, kemudian data yang diperoleh dari uji organoleptik disajikan dalam bentuk tabel untuk dihitung nilai rata-rata penerimaan. Hasil nilai rata-rata dianalisis untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan Uji Kesamaan Varians (Uji Bartlet). Apabila data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan menggunakan Analisa Sidik Ragam. Apabila data tidak berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan Uji Kruskal-Wallis.

Data yang dikumpulkan, diolah secara manual dan dihitung dengan menggunakan kalkulator kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam sebagai berikut :

- Uji Analisa Sidik Ragam (Anova), dengan Rancangan Acak Lengkap (Hanafiah, 2005).

Tabel 3.3. Daftar Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Sumber

Keragaman Db JK KT F. Hitung

F. Tabel 5% Perlakuan

Galat

t-1 = V1

(rt-1)-(t-1) = V2 JKP JKG JKP (t-1) JKG (rt-1)-(t-1) KTP KTG

F (V1, V2)

Total rt-1 JKT

Keterangan :

db : derajat bebas JK : Jumlah kuadrat KT : Kuadrat Total F : Uji-F

t : Jumlah perlakuan r : Jumlah pengulangan G : Galat


(46)

Rumus :

1. Derajat bebas (db) a. db perlakuan = t - 1

b. db galat = (rt –1) – (t-1) c. db total = rt – 1

2. Faktor koreksi (FK)

Tij2 Faktor koreksi =

rxt

3. Jumah kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat total =Σ Yij2 – FK Σ TA2 b. Jumlah kuadrat perlakuan = - - FK

r

a. Jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total - jumlah kuadrat perlakuan 4. Kuadrat total (KT)

JK perlakuan a. KT perlakuan =

db perlakuan JK galat b. KT galat =

db galat 5. F-Hitung

KT perlakuan F-hitung =


(47)

Bandingkan F-hitung dengan F-tabel Lihat tabel Anova, dimana :

Pembilang = db perlakuan Penyebut = db galat

Bila F-hitung > F-tabel = Ho ditolak, Ha diterima Bila F-hitung < F-tabel = Ho diterima , Ha ditolak Dengan menggunakan derajat bebas α 5 %

Bila F-hitung > F-tabel berarti ada pembedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka akan dilanjutkan dengan uji ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test). Dengan uji ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

Sy =

percobaan Unit

total KT

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :

LSR = Range x Sy (Standar Error Rata-rata) - Uji Kruskal-Wallis


(48)

Dengan:

k = banyaknya sampel nj = ukuran sampel ke-j

N = jumlah pengamatan seluruh kelompok sampel Rj = jumlah peringkat pada sampel ke-j

Bandingkan H dengan α (0,05), bila H > α (0,05) berarti ada perbedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut.


(49)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Karakteristik Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Dari ketiga perlakuan yang berbeda terhadap nasi dengan penambahan tepung ubi jalar ungu maka dihasilkan nasi ubi jalar (nabilar) yang berbeda, perbedaan karakteristik ketiga nabilar yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.1 Karakteristik Nabilar yang Dihasilkan

Karakteristik Nabilar

1:9 3:7 5:5

Warna Ungu pucat ungu pekat ungu kehitaman

Aroma tidak beraroma khas ubi jalar ungu khas ubi jalar ungu Rasa khas nasi rasa ubi jalar agak

mendominasi khas ubi jalar ungu

Tekstur agak lembek lembek sangat lembek

4.2. Deskriptif Panelis

Panelis adalah 30 orang mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Sumatera Utara (USU) yang masih aktif kuliah, baik dari jalur SMU maupun jalur ekstensi. Panelis terdiri dari 10 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Umur panelis berkisar antara 17-30 tahun. Pada saat diminta tanggapan/ penilaiannya, secara visual panelis tidak dalam keadaan sakit, dan tidak mengalami cacat fisik pada organ yang dipakai untuk menilai.

4.3. Analisa Organoleptik Warna Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Hasil analisa organoleptik warna nabilar dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel berikut:


(50)

Tabel 4.2. Hasil Analisa Organoleptik Warna Nabilar Skala

Hedonik

Perbandingan Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

1:9 3:7 5:5

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat suka 0 0 7 28 2 8

Suka 8 24 22 66 10 30

Kurang suka 13 26 1 2 15 30

Tidak Suka 9 9 0 0 3 3

Total 30 59 30 96 30 71

Berdasarkan tabel di atas, didapat hasil analisa organoleptik warna nabilar yaitu: skor untuk nabilar dengan perbandingan 1:9 adalah kurang suka, perbandingan 3:7 adalah sangat suka, dan perbandingan 5:5 adalah suka. Dilihat dari total skor ketiga perlakuan, nabilar dengan perbandingan 3:7 menghasilkan total skor tertinggi, sedangkan skor terendah adalah nabilar dengan perbandingan 1:9, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar panelis menyukai warna nabilar yang dibuat dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras 3:7.

Dari hasil Uji Kruskal-Wallis, dapat dilihat bahwa H(37,44) > α(0,05), hal ini berarti bahwa penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna nabilar yang dihasilkan.

4.4. Analisa Organoleptik Aroma Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Hasil analisa organoleptik aroma nabilar dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel berikut :


(51)

Tabel 4.3. Hasil Analisa Organoleptik Aroma Nabilar Skala

Hedonik

Perbandingan Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

1:9 3:7 5:5

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat suka 0 0 3 12 5 20

Suka 10 30 17 51 5 15

Kurang suka 13 26 9 18 13 26

Tidak Suka 7 7 1 1 7 7

Total 30 63 30 82 30 68

Berdasarkan tabel di atas, didapat hasil analisa organoleptik aroma nabilar yaitu: skor untuk perbandingan tepung ubi jalar ungu dan beras 1:9, 3:7, dan 5:5 adalah suka. Dilihat dari total skor ketiga perlakuan, nabilar dengan perbandingan 3:7 menghasilkan total skor tertinggi, sedangkan skor terendah adalah untuk nabilar dengan perbandingan 1:9, hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai aroma nabilar yang dibuat dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras 3:7.

Tabel 4.4. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma Sumber

Keragaman Db JK KT F hitung

F tabel

Keterangan 0,05

Perlakuan 2 6,47 3,24

4,69 3,15 Ada

perbedaan

Galat 87 58,43 0,67

Total 89 64,9

Dari tabel analisa sidik ragam di atas, dapat dilihat bahwa F hitung (4,69) > F tabel (F0,05 = 3,15) hal ini berarti bahwa penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma nabilar yang dihasilkan.


(52)

Tabel 4.5. Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) Terhadap Aroma

Perlakuan A1 A3 A2

Rata-rata 2,1 2,27 2,73

A3 - A1 = 2,27 – 2,1 = 0,17 < 0,417 Jadi A3 = A1 A2 – A1 = 2,73 – 2,1 = 0,63 > 0,439 Jadi A2 ≠ A1 A2 – A3 = 2,73 – 2,27 = 0,46 > 0,417 Jadi A2 ≠ A3

Uji Ganda Duncan di atas menunjukkan bahwa, tingkat kesukaan panelis terhadap aroma nabilar yang dibuat dengan perbandingan 5:5 (A3) sama dengan nabilar dengan perbandingan 1:9 (A1). Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7 (A2) berbeda dengan kedua perlakuan lainnya.

4.5. Analisa Organoleptik Rasa Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Hasil analisa organoleptik rasa nabilar dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.6. Hasil Analisa Organoleptik Rasa Nabilar Skala

Hedonik

Perbandingan Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

1:9 3:7 5:5

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat suka 1 4 0 0 3 12

Suka 8 24 19 57 10 30

Kurang suka 11 22 11 22 17 34

Tidak Suka 10 10 0 0 0 0

Total 30 60 30 79 30 76

Berdasarkan tabel di atas, didapat hasil analisa organoleptik rasa nabilar yaitu: skor untuk bebilar dengan perbandingan 3:7 dan 5:5 adalah suka, sedangkan nabilar dengan perbandingan 1:9 adalah kurang suka. Dilihat dari total skor ketiga perlakuan, nabilar dengan perbandingan 3:7 menghasilkan total skor tertinggi, sedangkan skor terendah adalah nabilar dengan perbandingan 1:9, hal ini


(53)

menunjukkan bahwa sebagian panelis menyukai rasa nabilar yang dibuat dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras 3:7.

Dari hasil Uji Kruskal-Wallis, dapat dilihat bahwa H(16,23) > α(0,05), hal ini berarti bahwa penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa nabilar yang dihasilkan.

4.6. Analisa Organoleptik Tekstur Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Hasil analisa organoleptik tekstur nabilar dengan skala hedonik dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.7. Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Nabilar Skala

Hedonik

Perbandingan Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

1:9 3:7 5:5

Panelis Skor Panelis Skor Panelis Skor

Sangat suka 1 4 1 4 0 0

Suka 14 42 14 42 4 12

Kurang suka 12 24 15 30 15 30

Tidak Suka 3 3 0 0 11 11

Total 30 73 30 76 30 53

Berdasarkan tabel di atas, didapat hasil analisa organoleptik tekstur nabilar yaitu: skor untuk nabilar dengan perbandingan 1:9 dan 3:7 adalah suka, sedangkan skor untuk nabilar dengan perbandingan 5:5 adalah tidak suka. Dilihat dari total skor ketiga perlakuan, nabilar dengan perbandingan 3:7 menghasilkan total skor tertinggi, sedangkan skor terendah adalah nabilar dengan perbandingan 5:5, hal ini menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur nabilar yang dibuat dengan perbandingan antara tepung ubi jalar ungu dan beras 3:7.


(54)

Tabel 4.8. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Tekstur Sumber

Keragaman db JK KT F hitung

F tabel

Keterangan 0,05

Perlakuan 2 19,36 9,68

22 3,15 Ada

perbedaan

Galat 87 38,2 0,44

Total 89 57,56

Dari tabel analisa sidik ragam di atas, dapat dilihat bahwa F hitung (22) > F tabel (F0,05 = 3,15) hal ini berarti bahwa penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur nabilar yang dihasilkan.

Tabel 4.9. Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test) Terhadap Tekstur

Perlakuan A3 A1 A2

Rata-rata 1,77 2,43 2,53

A1 – A3 = 2,43 – 1,77 = 0,66 > 0,339 Jadi A1 ≠ A3 A2 – A3 = 2,53 – 1,77 = 0,76 > 0,357 Jadi A2 ≠ A3 A2 – A1 = 2,53 – 2,43 = 0,1 > 0,339 Jadi A2 = A1

Uji Ganda Duncan di atas menunjukkan bahwa, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7 (A2) sama dengan nabilar dengan perbandingan 1:9 (A1). Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nabilar yang dibuat dengan perbandingan 5:5 (A3) berbeda dengan kedua perlakuan lainnya.


(55)

BAB V PEMBAHASAN

5.1.Karakteristik Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) Karakteristik nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9 berwarna ungu pucat, tidak beraroma, rasanya khas nasi, dan teksturnya agak lembek dengan butiran butiran nasi yang masih terlihat jelas. Nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7 berwarna ungu pekat, aromanya khas ubi jalar ungu, rasa ubi jalar ungu agak mendominasi, dan teksturnya lembek dengan butiran nasi yang masih terlihat. Nabilar yang dibuat dengan perbandingan 5:5 berwarna ungu kehitaman, aromanya khas ubi jalar, rasanya khas ubi jalar, dan teksturnya sangat lembek seperti bubur.

5.2.Daya Terima Panelis Terhadap Warna Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Pengujian organoleptik terhadap warna oleh panelis menunjukkan bahwa nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7 lebih banyak disukai dimana warna nabilar tersebut ungu pekat. Warna pada nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9 berwarna ungu pucat sedangkan nabilar dengan perbandingan 5:5 berawarna ungu kehitaman. Menurut para panelis, penambahan tepung ubi jalar ungu yang semakin banyak akan membuat penampilan nabilar semakin tidak menarik.

Warna merupakan suatu sifat bahan yang dianggap berasal dari penyebaran spektrum sinar, begitu juga dengan kilap dari bahan yang dipengaruhi oleh sinar pantul. Warna bukan merupakan zat, melainkan sensasi sensoris karena rangsangan


(56)

dari seberkas energi radiasi yang jatuh ke indra penglihatan atau mata (Kartika, 1988).

Penampakan warna suatu bahan pangan merupakan faktor pertama yang dinilai sebelum pertimbangan lain seperti rasa dan nilai gizi. Menurut Winarno (1997), suatu bahan yang dinilai bergizi, enak, dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.

Berdasarkan hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap warna dari ketiga perlakuan pada nabilar yang dihasilkan ((H(37,44) > α(0,05)), berarti bahwa penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna nabilar yang dihasilkan.

Menurut Winarno (1997), penyebab suatu bahan makanan berwarna adalah salah satunya karena adanya pigmen yang dikandung oleh bahan makanan tersebut. Ubi jalar ungu mengandung pigmen anthosianin yang lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain. Pigmen yang terkandung dalam ubi jalar ungu lebih stabil bila dibandingkan anthosianin dari sumber lain seperti kubis merah, elderberries, blueberries dan jagung merah (Aripnur, 2010). Antosianin tergolong pigmen yang disebut flavonoid yang pada umumnya larut dalam air. Warna pigmen antosianin umumnya merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan monosakarida (gukosa, galaktosa, ramnosa, dan kadang-kadang pentosa). Konsentrasi pigmen juga sangat berperan dalam menentukan warna.


(57)

Dalam konsentrasi encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat berwarna merah, dan konsentrasi biasa berwarna ungu (Winarno, 1997).

Warna makanan yang menarik dapat mempengaruhi selera konsumen dan membangkitkan selera makan, bahkan dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang dihasilkan.Warna mempunyai peran dan arti yang sangat penting pada komoditas pangan, karena mempengaruhi konsumen terhadap komoditas tersebut.

5.3.Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Penambahan tepung ubi jalar ungu pada nasi akan mengakibatkan nasi yang dihasilkan memiliki aroma khas ubi jalar ungu. Pengujian organoleptik terhadap aroma oleh panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai aroma nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9, 3:7, dan 5:5, akan tetapi nabilar dengan perbandingan 3:7 mendapatkan skor tertingi dari panelis. Aroma yang didapat dari nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7 dan 5:5 adalah aroma khas ubi jalar ungu, akan tetapi pada nabilar dengan perbandingan 5:5 aroma ubi jalar yang tercium lebih tajam daripada nabilar dengan perbandingan 3:7. Sedangkan pada nabilar dengan perbandingan 1:9 beraroma khas nasi, tidak tercium aroma ubi jalar ungu sehingga panelis merasa seperti memakan nasi pada umumnya.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap aroma dari ketiga perlakuan pada nabilar yang dihasilkan ((F hitung (4,69) > F0,05 (3,15)), berarti bahwa penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma nabilar yang dihasilkan.


(58)

Berdasarkan hasil Uji Ganda Duncan, tingkat kesukaan panelis terhadap aroma nabilar yang dibuat dengan perbandingan 5:5 sama dengan nabilar dengan perbandingan 1:9. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7 berbeda dengan kedua perlakuan lainnya.

Aroma lebih banyak sangkut pautnya dengan alat panca indera penciuman. Aroma dapat dikenali bila berbentuk uap dan molekul-molekul komponen aroma tersebut harus menyentuh siliah sel olfactory lalu diteruskan ke otak dalam bentuk influks listrik oleh ujung-ujung sel olfactory (Wahidah, 2010). Menurut Winarno (1997), senyawa yang menghasilkan bau harus dapat menguap dan molekul-molekul senyawa tersebut mengadakan kontak dengan penerima (reseptor) pada sel olfaktori.

Aroma yaitu bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat tersebut disebabkan karena setiap orang memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma, namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan (Kartika, 1988).

5.4.Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Penambahan tepung ubi jalar ungu pada beras akan mempengaruhi rasa nasi yang dihasilkan. Pengujian organoleptik terhadap rasa oleh para panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai rasa nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7. Nabilar dengan perbandingan 3:7 tersebut memiliki rasa campuran antara nasi dan ubi jalar ungu, menurut panelis rasanya enak dan unik.


(59)

Nabilar dengan perbandingan 1:9 memiliki rasa khas nasi sehingga serasa memakan nasi pada umumnya, dan nabilar dengan perbandingan 5:5 memiliki rasa khas ubi jalar, sehingga menurut panelis seperti memakan ubi jalar yang direbus.

Berdasarkan hasil Uji Kruskal-Wallis terhadap rasa nabilar yang dihasilkan ((H(16,23) > α(0,05)), berarti bahwa penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa nabilar yang dihasilkan.

Ubi jalar ungu memiliki rasa yang khas. Penambahan tepung ubi jalar ungu pada beras akan mengubah rasa nasi yang dihasilkan. Semakin banyak persentase tepung ubi jalar yang ditambahkan maka akan semakin meningkat intensitas rasa ubi jalar dalam nabilar yang dihasilkan dan tingkat kesukaan panelis semakin menurun, sedangkan semakin sedikit persentase tepung ubi jalar yang ditambahkan pada beras maka rasa nabilar yang dihasilkan tidak jauh berbeda dengan rasa nasi pada umumnya. Menurut Padaga, dkk (2005), rasa sangat mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap makanan, bahkan dapat dikatakan merupakan faktor penentu utama.

Rasa lebih banyak melibatkan panca indera yaitu lidah. Agar suatu senyawa dapat dikenali rasanya, senyawa tersebut harus dapat mengadakan hubungan dengan mikrovilus dan impuls yang dikirim melalui syaraf ke pusat susunan syaraf. Rasa dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papilla yaitu bagian noda darah jingga pada lidah. Gerakan lidah akan memepercepat timbulnya respon terhadap rasa. Rasa dipengaruhi oleh beberapa


(60)

faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1997).

5.5.Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Pengujian organoleptik terhadap tekstur oleh para panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9 dan 3:7, akan tetapi nabilar dengan perbandingan 3:7 menghasilkan skor tertingi dari panelis. Nabilar dengan perbandingan 5:5 tidak disukai oleh panelis karena teksturnya yang hancur seperti bubur.

Tepung ubi jalar ungu tidak mengandung gluten seperti halnya tepung terigu. Gluten adalah campuran dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma beberapa serealia, terutama gandum. Gluten pada tepung terigu bersifat kenyal dan elastis diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut (Wikipedia, 2010). Oleh karena tepung ubi jalar ungu tidak mengandung gluten, semakin banyak jumlah tepung ubi jalar ungu yang ditambahkan menyebabkan volume pengembangan nasi semakin rendah sehingga mengakibatkan nasi yang dihasilkan memiliki tekstur yang hancur seperti bubur. Mutu cita rasa nasi terutama

sangat ditentukan oleh kepulenan nasi, kemekaran, aroma, warna nasi, dan rasa nasi.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap tekstur nabilar yang dihasilkan ((F hitung (22) > F0,05 (3,15)), berarti bahwa penambahan tepung ubi


(61)

jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur nabilar yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil Uji Ganda Duncan, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nabilar yang dibuat perbandingan 3:7 sama dengan nabilar dengan perbandingan 1:9. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nabilar yang dibuat dengan perbandingan 5:5 berbeda dengan kedua perlakuan lainnya.

Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mangubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang (Winarno, 1997).


(62)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan indikator warna, nabilar yang disukai panelis adalah nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7. Berdasarkan Uji Kruskal-Wallis, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna nabilar yang dihasilkan.

2. Berdasarkan indikator aroma, tingkat kesukaan panelis terhadap nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9 dan 5:5 adalah sama. Berdasarkan Analisa Sidik Ragam, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma nabilar yang dihasilkan.

3. Berdasarkan indikator rasa, nabilar yang disukai panelis adalah nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7. Berdasarkan Uji Kruskal-Wallis, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa nabilar yang dihasilkan.

4. Berdasarkan indikator tekstur, tingkat kesukaan panelis terhadap nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9 dan 3:7 adalah sama. Berdasarkan Analisa Sidik Ragam, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur nabilar yang dihasilkan.


(63)

6.2. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat komposisi zat gizi nabilar dikaitkan dengan kecukupan gizi masyarakat.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Ambarsari, Indrie. Sarjana dan Abdul Choliq. 2009. Rekomendasi Dalam Penetapan Standar Mutu Tepung Ubi Jalar.

Anonim, 2008. Ubi Jalar Ungu sebagai Solusi Gizi Masyarakat.

Anonim, 2008. Ubi Jalar Ungu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. Dimuat dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 4

Anonim, 2008. Makanan Alternatif Nan Unik tanggal 12 Juni 2010

Anonim, 2009. Program Swasembada Pangan. Diakses tanggal 12 Juni 2010

Anonim, 2009. Ubi Jalar dan Kandungan Gizinya yang Mencengangkan.

Aripnur, 2010. Ubi Jalar Ungu Juni 2010

Hasyim, Ahsol. dan M. Yusuf. 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan Substitusi Beras. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 30 Juli-5 Agustus 2008

……….... 2008. Ubi Jalar Kaya Anthosianin Pilihan Pangan Sehat. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 20-26 Agustus 2008 Juanda, Dede. dan Bambang Cahyono. 2009. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis

Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta

Jusuf, M. A. Rahayuningsih dan Erliana Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu.

Purwono dan Heni Purnamawati. 2009. Budi Daya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta


(65)

Rahayu W.P. 2001. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organolepik. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rukmana, Rahmat, H. 2008. Ubi Jalar Budi Daya dan Pascapanen. Kanisius. Yoyakarta

Sibuea, Posman. 2009. Wajah Buram Ketahanan Pangan.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yuniastuti,Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta


(1)

faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Winarno, 1997).

5.5.Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar) dengan Berbagai Kombinasi Perbandingan Antara Tepung Ubi Jalar Ungu dan Beras

Pengujian organoleptik terhadap tekstur oleh para panelis menunjukkan bahwa panelis menyukai tekstur nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9 dan 3:7, akan tetapi nabilar dengan perbandingan 3:7 menghasilkan skor tertingi dari panelis. Nabilar dengan perbandingan 5:5 tidak disukai oleh panelis karena teksturnya yang hancur seperti bubur.

Tepung ubi jalar ungu tidak mengandung gluten seperti halnya tepung terigu. Gluten adalah campuran dari protein yang terkandung bersama pati dalam endosperma beberapa serealia, terutama gandum. Gluten pada tepung terigu bersifat kenyal dan elastis diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang dengan baik Umumnya kandungan gluten menentukan kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin tinggi kadar protein tepung terigu tersebut (Wikipedia, 2010). Oleh karena tepung ubi jalar ungu tidak mengandung gluten, semakin banyak jumlah tepung ubi jalar ungu yang ditambahkan menyebabkan volume pengembangan nasi semakin rendah sehingga mengakibatkan nasi yang dihasilkan memiliki tekstur yang hancur seperti bubur. Mutu cita rasa nasi terutama

sangat ditentukan oleh kepulenan nasi, kemekaran, aroma, warna nasi, dan rasa nasi.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap tekstur nabilar yang dihasilkan ((F hitung (22) > F (3,15)), berarti bahwa penambahan tepung ubi


(2)

jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur nabilar yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil Uji Ganda Duncan, tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nabilar yang dibuat perbandingan 3:7 sama dengan nabilar dengan perbandingan 1:9. Tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nabilar yang dibuat dengan perbandingan 5:5 berbeda dengan kedua perlakuan lainnya.

Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Perubahan tekstur atau viskositas bahan dapat mangubah rasa dan bau yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan, penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang (Winarno, 1997).


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan indikator warna, nabilar yang disukai panelis adalah nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7. Berdasarkan Uji Kruskal-Wallis, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna nabilar yang dihasilkan.

2. Berdasarkan indikator aroma, tingkat kesukaan panelis terhadap nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9 dan 5:5 adalah sama. Berdasarkan Analisa Sidik Ragam, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma nabilar yang dihasilkan.

3. Berdasarkan indikator rasa, nabilar yang disukai panelis adalah nabilar yang dibuat dengan perbandingan 3:7. Berdasarkan Uji Kruskal-Wallis, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa nabilar yang dihasilkan.

4. Berdasarkan indikator tekstur, tingkat kesukaan panelis terhadap nabilar yang dibuat dengan perbandingan 1:9 dan 3:7 adalah sama. Berdasarkan Analisa Sidik Ragam, penambahan tepung ubi jalar ungu dengan berbagai tingkat perbandingan memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur nabilar yang dihasilkan.


(4)

6.2. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat komposisi zat gizi nabilar dikaitkan dengan kecukupan gizi masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Ambarsari, Indrie. Sarjana dan Abdul Choliq. 2009. Rekomendasi Dalam Penetapan Standar Mutu Tepung Ubi Jalar.

Anonim, 2008. Ubi Jalar Ungu sebagai Solusi Gizi Masyarakat.

Anonim, 2008. Ubi Jalar Ungu. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang. Dimuat dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 4

Anonim, 2008. Makanan Alternatif Nan Unik tanggal 12 Juni 2010

Anonim, 2009. Program Swasembada Pangan. Diakses tanggal 12 Juni 2010

Anonim, 2009. Ubi Jalar dan Kandungan Gizinya yang Mencengangkan.

Aripnur, 2010. Ubi Jalar Ungu Juni 2010

Hasyim, Ahsol. dan M. Yusuf. 2008. Diversifikasi Produk Ubi Jalar sebagai Bahan Pangan Substitusi Beras. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 30 Juli-5 Agustus 2008

……….... 2008. Ubi Jalar Kaya Anthosianin Pilihan Pangan Sehat. Dimuat dalam Tabloid Sinar Tani, 20-26 Agustus 2008 Juanda, Dede. dan Bambang Cahyono. 2009. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis

Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta

Jusuf, M. A. Rahayuningsih dan Erliana Ginting. 2008. Ubi Jalar Ungu.

Purwono dan Heni Purnamawati. 2009. Budi Daya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta


(6)

Rahayu W.P. 2001. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organolepik. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rukmana, Rahmat, H. 2008. Ubi Jalar Budi Daya dan Pascapanen. Kanisius. Yoyakarta

Sibuea, Posman. 2009. Wajah Buram Ketahanan Pangan.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Yuniastuti,Ari. 2008. Gizi dan Kesehatan. Graha Ilmu. Yogyakarta


Dokumen yang terkait

Uji Daya Terima Mi Kering Kombinasi Tepung Ubi Jalar Putih (Lpomea Batatas) Dan Daunnya Dengan Kacang Kedelai (Glycine Soja) Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil

4 82 94

PENDAHULUAN Pengaruh Substitusi Tepung Jamur Tiram Terhadap Tingkat Kekerasan dan Daya Terima Tepung Biskuit Ubi Jalar Ungu.

0 2 6

UJI DAYA SIMPAN DAN ORGANOLEPTIK SELAI UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L. Pair) DENGAN PENAMBAHAN Uji Daya Simpan Dan Organoleptik Selai Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L. Pair) Dengan Penambahan Gula Pasir Dan Madu.

7 25 12

SUBSITUSI TEPUNG UBI JALAR UNGU PADA CUP CAKE TERHADAP TINGKAT KEEMPUKAN DAN DAYA TERIMA Subsitusi Tepung Ubi Jalar Ungu Pada Cup Cake Terhadap Tingkat Keempukan Dan Daya Terima.

0 3 11

KARYA TULIS ILMIAH SUBSITUSI TEPUNG UBI JALAR UNGU PADA CUP CAKE TERHADAP Subsitusi Tepung Ubi Jalar Ungu Pada Cup Cake Terhadap Tingkat Keempukan Dan Daya Terima.

0 1 15

PENDAHULUAN Subsitusi Tepung Ubi Jalar Ungu Pada Cup Cake Terhadap Tingkat Keempukan Dan Daya Terima.

0 3 6

UJI KADAR PROTEIN, PATI DAN ANTOSIANIN TEPUNG UBI JALAR UNGU YANG DIMODIFIKASI DENGAN PENAMBAHAN Uji Kadar Protein, Pati Dan Antosianin Tepung Ubi Jalar Ungu Yang Dimodifikasi Dengan Penambahan Sari Buah Nanas Dan Lama Fermentasi.

0 3 15

UJI KADAR PROTEIN, PATI DAN ANTOSIANIN TEPUNG UBI JALAR UNGU YANG DIMODIFIKASI DENGAN PENAMBAHAN Uji Kadar Protein, Pati Dan Antosianin Tepung Ubi Jalar Ungu Yang Dimodifikasi Dengan Penambahan Sari Buah Nanas Dan Lama Fermentasi.

0 5 12

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG UBI UNGU DAN TEPUNG KEDELAI TERHADAP TINGKAT KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BROWNIES Pengaruh Perbandingan Tepung Ubi Jalar Ungu Dan Tepung Kedelai Terhadap Tingkat Kekerasan Dan Daya Terima Brownies Kukus.

0 9 11

A Roti tawar penambahan tepung ubi jalar ungu 10 B Roti tawar penambahan tepung ubi jalar ungu 20 C Roti tawar penambahan tepung ubi jalar ungu 30 D

0 0 21