Analisis Perbaikan Unit Warehouse Untuk
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
ANALISIS PERBAIKAN UNIT WAREHOUSE UNTUK MEMINIMASI
PEMBOROSAN DENGAN WASTE ASSESSMENT MODEL
(Studi Kasus PT Pupuk Kujang)
Yosa Permata Shafira1, Dian Janari2
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia 1, 2)
Jalan Kaliurang Km. 14,5 Sleman, Yogyakarta 55501
E-mail : [email protected]
ABSTRACT
Perkembangan industri kian tahun kian meningkat. Hal ini mengakibatkan perusahaan dituntut
mengimbangi persaingan tersebut dengan melakukan improvement berkelanjutan. Salah satu konsep
yang dapat digunakan dalam usaha meningkatkan improvement dengan mengeliminasi pemborosanpemborosan yang tidak diperlukan adalah Lean Manufacturing. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis Waste yang tertinggi di Gudang Sparepart dan memberikan memberikan usulan
perbaikan untuk sistem pergudangan menggunakan metode Waste Assessment Model. Berdasarkan
penelitian ini didapatkan hasil assessment berupa peringkat Waste yang didominasi oleh motion
sebesar 19.02% dan inventory sebesar 18.93%. Selanjutnya berdasarkan hasil analisa penyebab
timbulnya Waste dengan Fishbone didapati penyebab utama terjadinya Waste Inventory adalah dari
faktor Man dan Management. Sedangkan penyebab utama terjadinya Waste Motion adalah dari Man
dan Machine. Untuk pekomendasi perbaikan diusulkan berupa penambahan alat-alat pendukung kerja,
pelaksanaan pendidikan pelatihan dan pengembangan kepegawaian dan penerapan 5s.
Keywords: Lean Manufacturing, Waste, Waste Assessment Model
1. PENDAHULUAN
Di tengah arus globalisasi dan tingginya
persaingan membuat Perusahaan harus
mampu mengadapai tantangan global, seperti
meningkatkan inovasi produk dan jasa,
pengembangan sumber daya manusia dan
teknologi, serta perluasan area pemasaran.
Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai
jual dan juga agar dapat bersaing dengan
produk-produk asing yang mulai memasuki
pasar Indonesia. Hal ini menuntut Perusahaan
untuk selalu melakukan perbaikan dan
peningkatan kinerjanya sehingga mampu
berkembang lebih baik dan bersaing dengan
kompetitor yang lainnya serta diharapkan
dapat memberikan layanan yang terbaik agar
tidak ditinggalkan oleh customer -nya
(Misbah et al. 2015; Utama et al. 2016).
PT Pupuk Kujang merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang industri pupuk
nasional. Perusahaan melaksanakan kegiatan
pengolahan (proses transformasi) bahan
organik dan anorganik melalui proses kimia,
serta berbagai kegiatan untuk mendukung
pertanian yang terintegrasi dengan kegiatan
perdagangan, atau menghasilkan produk
berupa barang dan/atau jasa yang mempunyai
nilai tambah atau manfaat lebih tinggi. Untuk
memproduksi berbagai jenis pupuk terdapat
beberapa departemen di dalam PT Pupuk
Kujang, salah satunya adalah Departemen
Material
yang
bertugas
memesan,
mengendalikan dan menerima serta merawat
material yang dipesan oleh user . Dengan
memperhatikan visi dan misi PT Pupuk
Kujang diperlukan sebuah strategi yang dapat
meningkatkan
kualitas
namun
meminimumkan biaya yang dikeluarkan.
Kinerja suatu perusahaan dinilai dari
kemampuan suatu perusahaan untuk
menciptakan proses yang efektif dan efisien.
Untuk meningkatkan kinerja perusahaan,
diperlukan perbaikan secara terus-menerus
(Pujotomo & Armanda, 2011).
Salah satu konsep yang dapat digunakan
dalam usaha mengeliminasi waste adalah
Lean Manufacturing. Menurut Vincent
Gaspersz, lean manufacturing merupakan
suatu pendekatan sistemik dan sistematik
1
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan
waste atau non value-added activities melalui
perbaikan secara terus-menerus (continuous
improvement) dengan cara mengalirkan
produk dan informasi menggunakan sistem
tarik (pull system) dari internal dan eksternal
untuk
mengejar
keunggulan
dan
kesempurnaan (Gaspersz & Fontana, 2007).
Peneliti akan memfokuskan penelitian
pada lean manufacturing yang bertujuan
untuk menganalisis perbaikan di gudang
dalam rangka mengurangi pemborosan yang
terjadi didalamnya dengan menggunakan
metode Waste Assessment Model. Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui jenis Waste yang
tertinggi di Gudang Sparepart dan
memberikan memberikan usulan perbaikan
untuk sistem pergudangan khususnya bagian
sparepart di Departemen Material PT Pupuk
Kujang.
1.1. Konsep Dasar Lean
Konsep lean manufacturing pertama kali
dikenalkan oleh Taiichi Onho pada tahun
1950an dari Toyota yaitu Toyota Production
System atau Toyota Way didalamnya
berisikan tentang proses perbaikan secara
berkelanjutan (continuous improvement)
yang bertujuan untuk mengeliminasi
kegiatan-kegiatan yang tidak menguntukan
dana atau mendatangkan kerugian guna
meningkatkan
produktivitas.
Menurut
Vincent Gaspersz, lean manufacturing
merupakan suatu pendekatan sistemik dan
sistematik untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan Waste atau non value-added
activities melalui perbaikan secara terusmenerus (continuous improvement) dengan
cara mengalirkan produk dan informasi
menggunakan sistem tarik (pull system) dari
internal dan eksternal untuk mengejar
keunggulan dan kesempurnaan (Gaspersz &
Fontana, 2007)
1.2. Pemborosan (Waste)
Tujuan utama system lean adalah
mengurangi pemborosan (Waste). Waste
merupakan segala hal yang tidak bernilai
2
tambah. Waste dianggap sebagai suatu hal
yang dapat menurunkan produktivitas dan
mengurangi profit bagi perusahaan. Menurut
Vincent Gaspersz (2007) menyatakan
terdapat dua jenis Waste yaitu Type One and
Type Two Waste. Type One Waste adalah
segala aktivitas yang tidak bernilai tambah
namun dibutuhkan dalam proses produksinya
sehingga tidak dapat dihilangkan. Sedangkan
Type Two Waste adalah segala aktivitas yang
tidak bernilai tambah dan dapat dihilangkan
dari proses produksi maka harus segera di
identifikasi dan dihilangkan karena Waste
tipe ini akan menurunkan produktivitas
perusahaan.
Terdapat tujuh jenis pemborosan yang
didefinisikan oleh Shiego Shingo (Shingo,
1989) diantaranya sebagai berikut:
1) (O) Overproduction – memproduksi atau
menghadirkan barang melebihi kebutuhan
user sehingga menyebabkan kelebihan
inventory.
2) (I) Unnecessary Inventory – kelebihan
penyimpanan dan delay material maupun
produk
sehingga
mengakibatkan
peningkatan biaya dan penurunan kualitas
pelayanan terhadap pelanggan.
3) (D) Defect – merupakan cacat baik berupa
kesalahan dokumentasi, permasalahan
kualitas produk yang dihasilkan atau
delivery performance yang buruk.
4) (M) Unnecessary Motion – segala
pergerakan dari manusia atau mesin yang
tidak menambah nilai terhadap produk
tetapi hanya menambah biaya dan waktu.
Atau keadaan tempat kerja yang kurang
(tidak ergonomis) yang menyebabkan
pekerja melakukan gerakan yang tidak
perlu.
5) (T) Excessive Transportation – berupa
waktu, tenaga biaya dan aliran informasi
dan atau material produk. Dapat dikatakan
pula sebagai pemborosan yang terjadi
karena tata letak (layout) yang buruk,
pengorganisasian yang kurang tepat
sehingga
memerlukan
pemindahan
material.
6) (P)
Inappropriate
Processing
–
merupakan kegiatan yang mengakibatkan
kesalahan dalam proses produksi bisa
Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk)
diakibatkan
karena
kesalahan
mempergunakan tools saat bekerja.
7) (W) Waiting – tidak beraktivitasnya
(menunggu) pekerja, informasi dan atau
barang dalam waktu yang lama yang
berdampak terhadap buruknya aliran
proses dan bertambahnya lead times.
1.3. Waste Assesment Model (WAM)
Waste
Assesment
Model
(WAM)
merupakan suatu model yang digunakan
untuk memudahkan dan menyederhanakan
proses pencarian permasalahan Waste. Waste
Assessment Model terdiri dari Seven Waste
Relationship, Waste Relationship Matrix dan
Waste Assessment Questionnaire.
1.3.1. Seven Waste Relationship (SWR)
Setiap waste memiliki hubungan satu sama
lain, dimana hubungan ini disebabkan oleh
pengaruh tiap waste dapat muncul secara
langsung maupun tidak langsung. Seperti saat
terjadi overproduction maka hal ini otomatis
akan mempengaruhi unnecessary inventory.
Penjelasan keterkaitan antar waste dapat
dilihat pada lampiran. Hubungan antar jenis
waste memiliki bobot yang berbeda-beda.
Maka dibutuhkan penilaian untuk mengetahui
bobot dari setiap pola yang terjadi diantara
waste tersebut. Untuk menghitung kekuatan
waste relationship dikembangkan suatu
pengukuran dengan kuesioner. Hubungan
antar waste yang satu dengan yang lainnya
dapat disimbolkan dengan menggunakan
huruf pertama pada tiap waste (Rawabdeh,
2005).
1.3.2. Waste Relationship Matrix (WRM)
WRM
digunakan
sebagai
analisa
pengukuran kriteria hubungan antar Waste
yang terjadi. WRM merupakan matriks yang
terdiri dari baris dan kolom. Baris
menunjukan pengaruh tiap Waste pada
keenam tipe Waste lainnya. Kolom
menunjukan Waste yang dipengaruhi oleh
keenam Waste lainnya. Diagonal matriks
menunjukan nilai hubungan yang tertinggi.
1.3.3. Waste Assesment
(WAQ)
Questionnaire
WAQ terdiri dari 68 pertanyaan yang
berbeda, mewakili aktifitas, kondisi maupun
tingkah laku yang dapat menghasilkan Waste.
Pertanyaan ditandai dengan tulisan “From”,
artinya pertanyaan tersebut menjelaskan jenis
Waste yang ada saat ini yang dapat memicu
munculnya jenis Waste lainnya. Pertanyaan
lainnya ditandai dengan tulisan “TO”, artinya
pertanyaan tersebut menjelaskan tiap jenis
Waste yang ada saat ini bisa terjadi karena
dipengaruhi jenis Waste lainnya. (Kurniawan,
2012)
2. METODE PENELITIAN
Tahapan penitian ini adalah sebagai berikut:
Mulai
Identifikasi Masalah
1. Perumusan Masalah
2. Tujuan Masalah
3. Batasan Masalah
Studi Pustaka
Studi Lapangan
Pembuatan Kuesioner
Pengumpulan Data
1. Data Primer:
Wawancara dan Kuesioner
2. Data Sekunder:
Literatur Pendukung
Pengolahan Data
1. Seven Waste Relationship
2. Waste Relationship Matrix
3. Waste Assessment Questionnaire
4. Fishbone Diagram
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 1. Flowchart Penelitian
Penelitian ini menggunakan Konsep Waste
Assesment Model dalam mengidentifikasi
waste yang berada pada Gudang Sparepart.
3
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
Adapun tahapan dalam menganalisa
pemborosan dengan Waste Assessment Model
adalah sebagai berikut:
2.1. Seven Waste Relationship
Perhitungan keterkaitan antar Waste
dilakukan secara diskusi dan wawancara
dengan menggunakan kriteria pembobotan
yang dikembangkan oleh Rawabdeh (2005)
dan juga yang diadopsi oleh Daonil (2012).
Tabulasi detail jawaban penilaian keterkaitan
Waste dapat dilihat seperti pada tabel 1.
2.2. Waste Relationship Matrix
Setelah
didapatkan
Seven
Waste
Relationship pada tabel 4.5 selanjutnya dapat
dilanjutkan pada tahapan Waste Relationship
Matrix (WRM) dengan cara mengubah output
Seven Waste Relationship menjadikannya
sebagai input kedalam Waste Relationship
Matrix.
2.3. Waste Assessment Quetionnaire
Nilai waste yang didapatkan dari WRM
sebelumnya digunakan untuk penilaian awal
WAQ berdasarkan jenis pertanyaan dan jenis
Waste nya. Pertanyaan dikategorikan ke
dalam 4 kelompok man, machine, material
dan method.
Pada penelitian kali ini daftar pertanyaan
kuesioner berdasarkan penelitian sebelumnya
yaitu Rawabdeh (2005) dan Daonil (2012)
dengan sedikit perubahan yang disesuaikan
dengan kondisi di lapangan perusahaan saat
ini. Sedangkan untuk penilaian skor Daonil
(2012) menyataka skor untuk ketiga jenis
pilihan jawaban kuesioner dibagi menjadi dua
kategori yaitu:
a) Kategori A, jika jawaban Ya berarti
diindikasikan adanya
pemborosan,
dimana bobot 1 jika Ya, 0.5 jika Sedang
dan 0 jika Tidak.
b) Kategori B, jika jawaban Ya berarti
diindikasikan
tidak ada pemborosan
yang terjadi, dimana bobot 0 jika Ya, 0.5
jika Sedang dan 1 jika Tidak.
Pada penelitian kali ini daftar pertanyaan
kuesioner berdasarkan penelitian sebelumnya
yaitu Rawabdeh (2005) dan Daonil (2012)
4
dengan sedikit perubahan yang disesuaikan
dengan kondisi di lapangan perusahaan saat
ini.
WAQ memiliki delapan tahapan
perhitungan skor Waste untuk mencapai
peringkat Waste, yaitu antara lain:
1) Mengelompokkan dan menghitung
jumlah
pertanyaan
kuesioner
berdasarkan jenis pertanyaan.
2) Melakukan pembobotan awal untuk tiap
jenis Waste pada tiap jenis pertanyaan
kuesioner berdasarkan nilai bobot dari
WRM.
3) Menghilangkan pengaruh variasi jumlah
pertanyaan untuk tiap jenis pertanyaan
dengan membagi bobot setiap baris
dengan jumlah pertanyaan yang
dikelompokkan (Ni) untuk setiap
pertanyaan
dengan
menggunakan
persamaan berikut (Rawabdeh, 2005):
�
�= ∑
�=
.�
�
dimana:
Sj = skor Waste
Wj = bobot hubungan dari tiap jenis
Waste
K = nomor pertanyaan (berkisar
antara 1-68)
Ni = jumlah pertanyaan yang
dikelompokkan
4) Menghitung
jumlah
skor
(Sj)
berdasarkan persamaan 3 dan frekuensi
(Fj) dari munculnya nilai pada tiap kolom
waste dengan mengabaikan nilai 0 (nol).
�� = � − �
dimana:
Fj = Frekuesi waste bukan 0
(frekuensi untuk Sj)
N = jumlah pertanyaan (68)
F 0 = Frekuensi 0
5) Memasukkan nilai rata-rata dari jawaban
(terlampir) dari hasil kuesioner ke dalam
tiap bobot nilai di tabel dengan
menggunakan persamaan berikut:
�
= ∑
�=
�
.�
�
dimana:
sj = total untuk nilai bobot Waste
Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk)
XK = nilai dari jawaban tiap
pertanyaan kuesioner (1, 0.5,
atau 0)
6) Menghitung jumlah skor (sj) berdasarkan
persamaan 5 dan frekuensi (fj) untuk tiap
nilai bobot pada kolom Waste.
�� = � − �
dimana:
fj = Frekuesi waste bukan 0
(frekuensi untuk sj)
N = jumlah pertanyaan (68)
f0 = Frekuensi 0
7) Menghitung indikator awal untuk tiap
Waste (Yj) dengan menggunakan
persamaan berikut:
�
�=
�
�
dimana:
Yj = Faktor indikasi awal dari setiap
jenis Waste
sj = total untuk nilai bobot Waste
Sj = skor Waste
fj = Frekuesi waste bukan 0
(frekuensi untuk sj)
Fj = Frekuesi waste bukan 0
(frekuensi untuk Sj)
8) Menghitung nilai final Waste factor
(Yjfinal) dengan memasukkan faktor
probabilitas pengaruh antara jenis Waste
(Pj) berdasarkan total "from" dan "to"
pada WRM. Memprosentasekan bentuk
Yjfinal yang diperoleh sehingga bisa
diketahui peringkat level dari masingmasing Waste. Yjfinal dapat dihasilkan
dengan
menggunakan
persamaan
berikut:
��
� ��� =
� ���
=
�
�
� %� ��� � % ��
�
dimana:
Yjfinal = faktor akhir dari setiap jenis
Waste
Pj
= probabilitas pengaruh antar
jenis Waste
%Fromj = Persentas nilai From Waste
tertentu
%Toj = Persentas nilai To Waste
tertentu
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari tahap pengolahan data dapat
disajikan dibawah ini. Pada Tabel
1
menunjukan tingkat keterkaitan antar waste:
Tabel 1. Tabulasi Keterkaitan Antar Waste
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Tipe
Total
Tingkat
Pertanyaan Skor Keterkaitan
O_I
O_D
O_M
O_T
O_W
I_O
I_D
I_M
I_T
D_O
D_I
D_M
D_T
D_W
M_I
M_D
M_W
M_P
T_O
T_I
T_D
T_M
T_W
P_O
P_I
P_D
P_M
P_W
W_O
W_I
W_D
18
9
9
13
11
7
10
10
3
5
14
10
8
8
8
16
8
18
2
13
5
13
3
8
1
4
13
1
10
14
10
A
I
I
E
I
O
I
I
U
O
E
I
O
O
O
E
O
A
U
E
O
E
U
O
U
U
E
U
I
E
I
Keterangan:
A = nilai 17 - 20 (Absolutely Necessary)
B = nilai 13 - 16 (Especially Important)
C = nilai 9 - 12 (Important)
D = nilai 5 - 8 (Ordinary Closeness)
E = nilai 1 - 4 (Unimportant)
Tahap selanjutnya didapatakan hasil
Waste Relationship Matrix sebagai berikut:
5
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
F/T
O
I
D
M
T
P
W
O
A
O
O
X
U
O
I
I
A
A
E
O
E
U
E
D
I
I
A
E
O
U
I
M
I
I
I
A
E
E
X
T
E
U
O
X
A
X
X
P
X
X
X
A
X
A
X
W
I
X
O
O
U
U
A
masing-masing jawaban diberi bobot 1, 0.5,
atau 0.
Hasil assessment berupa peringkat Waste
dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah
ini :
Gambar 2. Waste Relationship Matrix
Selanjutnya dilakukan penyederhanaan
matriks dengan cara dikonversikan kedalam
bentuk angka untuk selanjutnya dapat diolah
menjadi bentuk persentase (Rawabdeh 2005).
Sehingga waste matrix value dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Waste Matrix Value
F/T
O
I
D
M
T
P
W
Sko
rs
O
10
10
6
6
8
0
6
46
I
4
10
6
6
2
0
0
28
D
4
8
10
6
4
0
4
36
M
0
4
8
10
0
10
4
36
T
2
8
4
8
10
0
2
34
P
4
2
2
8
0
10
2
28
W
6
8
6
0
0
0
10
30
Sko
rs
30
50
42
44
24
20
28
238
%
12.
61
21.
01
17.
65
18.
49
10.
08
8.
40
11.
76
100.
00
%
19.3
3
11.7
6
15.1
3
15.1
3
14.2
9
11.7
6
12.6
1
100.
00
Based on A:10, E:8, I:6, O:4, U:2, and X:0
(Utama, Dewi, & Mawarti, 2016)
Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa
nilai
from
overproduction
memiliki
persentase yang tertinggi yaitu sebesar
19.33%. Hal ini mengartikan bahwa
overproduction memiliki pengaruh yang
cukup besar untuk menyebabkan terjadinya
waste yang lain. Sedangkan nilai to inventory
memiliki persentase yang tertinggi yaitu
sebesar
21.01%
Hal
tersebut
mengindikasikan bahwa waste inventory
paling banyak diakibatkan oleh waste yang
lain.
Nilai waste yang didapatkan dari WRM
sebelumnya digunakan untuk penilaian awal
WAQ berdasarkan jenis pertanyaan dan jenis
Waste nya. Pertanyaan dikategorikan ke
dalam 4 kelompok man, machine, material
dan method. Tiap pertanyaan memiliki 3
pilihan jawaban yaitu Ya, Sedang, Tidak dan
6
Gambar 3. Rekapitulasi WAM
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh
grafik diatas, maka dapat diambil dua jenis
Waste tertinggi untuk kemudian dianalisa
yaitu inventory dan motion.
3.1. Analisa Penyebab Timbulnya Waste
dengan Fishbone
Langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu
melakukan analisa penyebab timbulnya
waste. Dalam tahap ini penulis membatasi
untuk waste yang akan dianalisa dan
dilakukan rekomendasi perbaikan adalah
waste dengan presentase 2 terbesar saja.
Adapun rincian akar penyebab masalah waste
ditampilkan pada tabel 3. dibawah ini:
Untuk mengetahui akar penyebab dari
timbulnya Waste akan dianalisa dengan
menggunakan fishbone diagram dibuat
berdasarkan hasil observasi dan diskusi
dengan beberapa pihak di unit gudang
sparepart. Berikut dijabarkan mengenai
analisa penyebab waste dapat didalam
lampiran.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui,
penyebab utama terjadinya Waste Inventory
adalah dari faktor Man dan Management.
Pada faktor Man adalah kurangnya
pengetahuan perlakuan material karyawan,
hal ini dikarenakan pihak management tidak
mempunyai agenda rutin untuk meng-update
keilmuan dan wawasan karyawannya.
Sehingga seringkali terjadi karyawan hanya
menyimpan atau menumpuk barang pada
Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk)
No
Jenis Waste
1
Motion
2
Inventory
Tabel 3. Penyebab Timbulnya Waste
Kategori
Penyebab Masalah
Lamanya proses pengambilan barang oleh pekerja
Informasi yang dituliskan dalam pelabelan tidak lengkap
Man
Belum optimalnya dalam melaksanakan perilaku kerja
aman dan tertib
Ketidak efektifan kartu stok di Gudang Sparepart
Method
Rendahnya material handling
Keadaan dalam gudang panas dikarenakan kurangnya
Environment sirkulasi udara
Kurangnya pencahayaan di dalam rak pergudangan
Mesin tidak bekerja secara maksimal
Machine
Tangga tidak mengakomodasi seluruh kegiatan pekerja
Tidak menerapkan 5s secara konsisten dan berkelanjutan
Management
Tata letak tidak baik
Tools
Rak tidak sesuai untuk sistem FIFO
Overload materia;
Management
Tata letak tidak baik
Belum menerapkan system Kanban
Method
Pelaksanaan sistem FIFO belum sempurna
Rendahnya material handling
Man
Kurangnya pengetahuan perlakuan material
lokasi yang tersedia dengan mengabaikan
perlakuannya dan umur barangnya hal ini
dikhawatirkan
akan
mengakibatkan
kerusakan atau memperpendek umur material
tersebut.
Selanjutnya pada factor Management yang
menjadi penyebab utamanya waste adalah
tata letak yang tidak baik hal ini diakibatkan
karena tidak menerapkan 5s secara
berkelanjutan. Selain itu hal ini juga
diakibatkan perencanaan inventory yang
belum tepat mengakibatkan penambahan
waste inventory. Hal lainnya adalah overload
material hal ini dapat terjadi karena pihak
manajemen belum mengeluarkan peraturan
tentang mengeluarkan barang yang tidak
terpakai dari dalam gudang sehingga didalam
gudang masih terdapat barang-barang yang
tidak terpakai yang bahkan sudah berusia
sangat tua dan renta akan kerusakan.
Selanjutnya penyebab utama terjadinya
Waste Motion adalah dari Man dan Machine.
Pada faktor Man penyebab terjadinya waste
dikarenakan lamanya proses pengambilan
barang. Setelah ditelusuri penyebab lamanya
dikarenakan kurangnya penerangan dan
kebiasaan karyawan yang tidak menempatkan
barang pada tempatnya. Selain itu karyawan
pun belum optimal melaksanakan perilaku
kerja aman dan tertib sebagaimana contohnya
adalah tidak menggunakan tangga untuk
mengambil barang justru lebih memilih
memanjat rak tersebut serta penerapan FIFO
yang belum sempurna. Akar penyebab
meningkatnya waste motion adalah karena
dalam penulisan label informasi yang dimuat
kurang lengkap dan kurang terperinci.
Sedangkan pada factor Machine penyebab
utamnya adalah tangga yang tidak
mengakomodasi kegiatan pekerja disebabkan
jumlah tangga yang tersedia di gudang sangat
terbatas dan tidak memenuhi kebutuhan
setiap gang rak. Tangga yang disediakan
tidak dikhususkan untuk material yang
mudah pecah dan masih dilakukan
pengangkutan secara manual.
3.2. Usulan Perbaikan
Langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu
memberikan
rekomendasi
perbaikan.
Rekomendasi perbaikan yang akan diberikan
berdasarkan analisa dari Waste assessment
model dan fishbone diagram dengan
peringkat 2 terbesar adapun rekomendasi
perbaikan antara lain
1) Penambahan Fasilitas
7
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
Fasilitas kerja yang ditambahkan antara
lain seperti yang tertera pada tabel 4.:
a. Lampu
Dengan adanya penambahan lampu
diharapkan pencahayaan di bagian
gudang menjadi maksimal, sehingga
operator dapat bekerja dengan lebih
baik.
b. Armada Pengiriman
Dengan
ditambahkannya
armada
pengiriman
diharapkan
dapat
meminimalkan days physical stock di
area gudang produk jadi sehingga tidak
terjadi penumpukan produk di area
gudang produk jadi dan aliran material
berjalan lebih seimbang.
c. Kipas
Kipas didalam pergudangan digunakan
untuk membuat aliran sirkulasi udara
lebih lancar. Hal ini dikarenakan ketika
berada didalam gudang suhu lebih
panas sehingga menyebabkan pekerja
melakukan gerakan (motion) yang tidak
diperlukan.
d. Rak Pendukung FIFO
Rak pendukung fifo berguna ketika
suatu material yang ,memiliki umur
ekonomis dan batas kadaluwarsa dapat
digunakan terlebih dahulu. Rak ini
merupakan rak yang bentuknya mirng
tidak lurus seperti biasanya untuk
mempermudah proses penyimpanan
dan pengambilan barang.
e. Scissor Lift Electric Work Platform
Alat ini berguna sebagai pengganti
tangga dorong yang lebih modern dan
mempermudah pekerja. Sebagaimana
pekerja sering melakukan pemanjatan
rak, dengan alat ini pekerja tidak lagi
melakukan hal seperti itu yang dapat
membahayakan
keselamatannya.
Benda ini bergerak secara vertikal naik
turun keatas serta mampu membawa
beban berat sehingga proses material
handling dapat berjalan dengan tepat.
2) Pelaksanaan Pendidikan Pelatihan dan
Pengembangan Kepegawaian
Pendidikan dan pelatihan adalah
merupakan
upaya
untuk
mengembangkan sumber daya aparatur,
8
terutama
untuk
peningkatan
profesionalime yang berkaitan dengan,
keterampilan
administrasi
dan
keterampilan
manajemen.
Untuk
meningkatkan kualitas kemampuan
yang menyangkut kemampuan kerja
maka diperlukan pendidikan dan
pelatihan yang dilakukan secara
berkala.
Latihan (training) dimaksudkan
untuk
memperbaiki
penguasaan
berbagai ketrampilan dan teknik
pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan
rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para
karyawan (tenaga kerja) untuk
melakukan
pekerjaan-pekerjaan
sekarang. Sedangkan pengembangan
(Development) mempunyai ruang
lingkup lebih luas dalam upaya untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, sikap dlan
sifat-sifat kepribadian. (Handoko,
2001)
Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan potensi
SDM adalah dengan cara pendidikan
dan pelatihan. Dirasakan sangat tepat
apabila
manajemen
Departemen
Material
melaksanakan
Training
ataupun pelatihan-pelatihan secara
berkala mengenai perlakuan barangbarang di gudang. Hal ini berguna
untuk menambah wawasan pekerja
serta meminimalisir baik waste ataupu
kecelakaan kerja.
3) Penerapan 5s
5S berisikan Seiri Seiton Seiso Seiketsu
Shitsuke. Fokus utama dari 5S adalah
menghilangkan atau penghapusan
Waste pada lingkungan kerja yang
dihasilkan dari ketidak teraturan, alat,
mesin, lokasi penyimpanan. Dengan
menghilangkan Waste tentunya akan
memberikan dampak yang cukup besar
bagi perusahaan serta perusahaan akan
menjadi lebih produktif. Menurut
Takashi Osada (2002), pada dasarnya
gerakan 5S ini merupakan kebulatan
tekad untuk mengadakan pemilahan di
tempat kerja, mengadakan penataan,
Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk)
pembersihan, memelihara kondisi yang
matap, dan memelihara kebiasaan yang
diperlukan
untuk
melaksanakan
pekerjaan dengan baik.
4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan
penelitian tersebut adalah:
1) Hasil assessment berupa peringkat
Waste secara berurutan dari terbesar
sampai terkecil adalah motion sebesar
19.02%, inventory sebesar 18.93%,
overproduction sebesar 18.71%, defect
sebesar 18.18%, transportation sebesar
10.60%, waiting sebesar 9.51% dan
process sebesar 5.05%.
2) Dari hasil analisa penyebab timbulnya
Waste dengan Fishbone didapati
penyebab utama terjadinya Waste
Inventory adalah dari faktor Man dan
Management. Pada faktor Man adalah
kurangnya pengetahuan perlakuan
material karyawan. Sedangkan pada
faktor Management yang menjadi
penyebab utamanya waste adalah tata
letak yang tidak baik.
3) Dari hasil analisa penyebab timbulnya
Waste dengan Fishbone didapati
penyebab utama terjadinya Waste
Motion adalah dari Man dan Machine.
Pada faktor Man penyebab terjadinya
waste dikarenakan lamanya proses
pengambilan barang. Sedangkan pada
faktor Machine penyebab utamnya
adalah
tangga
yang
tidak
mengakomodasi kegiatan pekerja.
4) Rekomendasi
perbaikan
untuk
mengatasi
waste
antara
lain
penambahan alat-alat pendukung kerja,
pelaksanaan pendidikan pelatihan dan
pengembangan
kepegawaian
dan
penerapan 5s.
DAFTAR PUSTAKA
Daonil.
(2012).
Implementasi
Lean
Manufacturing
Untuk Eliminasi
Waste Pada Lini Produksi Machining
Cast Wheel Dengan Menggunakan
Metode Wam dan Valsat. Depok:
Fakultas Teknik Program Studi
Teknik
Industri
Universitas
Indonesia.
Gaspersz, V. (1998). Production Planning
and Inventory Control. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, V., & Fontana, A. (2007). Lean Six
Sigma for Manufacturing and Service
Industries. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Handoko, T. H. (2001). Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia (Vol. II). Yogyakarta:
BPFE.
Kurniawan, T. (2012). Perancangan Lean
Manufacturing dengan Metode Valsat
Pada Line Produksi Drum Brake Type
IMV. Jakarta: Universitas Indonesia.
Michalska, J., & Szewieczek, D. (2007). The
5S Methodology as a Tool for
Improving The Organization.
Osada, T. (2002). Sikap Kerja 5s. Jakarta:
Lembaga Manajemen PPM.
Rawabdeh, I. (2005). A model for the
assessment of waste in job shop
environments. International Journal
of
Operations
&
Production
Management, Vol. 25, 800-822.
Shingo, S. (1989). A Study Of The Toyota
Production
System
From
An
Industrial Engineering Viewpoint.
Cambridge: Productivity Press.
Utama, D. M., Dewi, S. K., & Mawarti, V. I.
(2016). Identifikasi Waste Pada
Proses Produksi Key Set Clarinet
Dengan
Pendekatan
Lean
Manufacturing. Jurnal Ilmiah Teknik
Industri, 36-46.
9
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
LAMPIRAN
Tidak adanya trainning untuk
update pengetahuan karyawan
Belum diterapkannya
system Kanban
Kurangnya pengetahuan
Perlakuan Material
Rendahnya
material handling
Pelaksanaan system
FIFO belum sempurna
INVENTORY
Overload Material
Rak tidak sesuai
dengan sistem FIFO
Tata Letak Tidak Baik
Perencanaan Inventory
Belum tepat
Gambar 4. Fishbone Diagram Waste Inventory
MANAGEMENT
MAN
Dalam penulisan pelabelan
Informasi tidak lengkap
Tata Letak Tidak Baik
Lamanya proses
Pengambilan barang
Tidak Konsisten
Dalam 5s
Belum optimal
melaksanakan perilaku
kerja aman dan tertib
MOTION
Tidak mengkhususkan
Material mudah pecah
Tangga tidak
Mengakomodasi
Kurangnya
Pencahayaan
Mesin tidak bekerja
maksimal
Rendahnya
Material handling
Kurangnya
sirkulasi udara
Ketidak Efektifan
kartu Stok
Gambar 5. Fishbone Diagram Waste Motion
10
ANALISIS PERBAIKAN UNIT WAREHOUSE UNTUK MEMINIMASI
PEMBOROSAN DENGAN WASTE ASSESSMENT MODEL
(Studi Kasus PT Pupuk Kujang)
Yosa Permata Shafira1, Dian Janari2
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia 1, 2)
Jalan Kaliurang Km. 14,5 Sleman, Yogyakarta 55501
E-mail : [email protected]
ABSTRACT
Perkembangan industri kian tahun kian meningkat. Hal ini mengakibatkan perusahaan dituntut
mengimbangi persaingan tersebut dengan melakukan improvement berkelanjutan. Salah satu konsep
yang dapat digunakan dalam usaha meningkatkan improvement dengan mengeliminasi pemborosanpemborosan yang tidak diperlukan adalah Lean Manufacturing. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui jenis Waste yang tertinggi di Gudang Sparepart dan memberikan memberikan usulan
perbaikan untuk sistem pergudangan menggunakan metode Waste Assessment Model. Berdasarkan
penelitian ini didapatkan hasil assessment berupa peringkat Waste yang didominasi oleh motion
sebesar 19.02% dan inventory sebesar 18.93%. Selanjutnya berdasarkan hasil analisa penyebab
timbulnya Waste dengan Fishbone didapati penyebab utama terjadinya Waste Inventory adalah dari
faktor Man dan Management. Sedangkan penyebab utama terjadinya Waste Motion adalah dari Man
dan Machine. Untuk pekomendasi perbaikan diusulkan berupa penambahan alat-alat pendukung kerja,
pelaksanaan pendidikan pelatihan dan pengembangan kepegawaian dan penerapan 5s.
Keywords: Lean Manufacturing, Waste, Waste Assessment Model
1. PENDAHULUAN
Di tengah arus globalisasi dan tingginya
persaingan membuat Perusahaan harus
mampu mengadapai tantangan global, seperti
meningkatkan inovasi produk dan jasa,
pengembangan sumber daya manusia dan
teknologi, serta perluasan area pemasaran.
Hal ini perlu dilakukan untuk menambah nilai
jual dan juga agar dapat bersaing dengan
produk-produk asing yang mulai memasuki
pasar Indonesia. Hal ini menuntut Perusahaan
untuk selalu melakukan perbaikan dan
peningkatan kinerjanya sehingga mampu
berkembang lebih baik dan bersaing dengan
kompetitor yang lainnya serta diharapkan
dapat memberikan layanan yang terbaik agar
tidak ditinggalkan oleh customer -nya
(Misbah et al. 2015; Utama et al. 2016).
PT Pupuk Kujang merupakan perusahaan
yang bergerak di bidang industri pupuk
nasional. Perusahaan melaksanakan kegiatan
pengolahan (proses transformasi) bahan
organik dan anorganik melalui proses kimia,
serta berbagai kegiatan untuk mendukung
pertanian yang terintegrasi dengan kegiatan
perdagangan, atau menghasilkan produk
berupa barang dan/atau jasa yang mempunyai
nilai tambah atau manfaat lebih tinggi. Untuk
memproduksi berbagai jenis pupuk terdapat
beberapa departemen di dalam PT Pupuk
Kujang, salah satunya adalah Departemen
Material
yang
bertugas
memesan,
mengendalikan dan menerima serta merawat
material yang dipesan oleh user . Dengan
memperhatikan visi dan misi PT Pupuk
Kujang diperlukan sebuah strategi yang dapat
meningkatkan
kualitas
namun
meminimumkan biaya yang dikeluarkan.
Kinerja suatu perusahaan dinilai dari
kemampuan suatu perusahaan untuk
menciptakan proses yang efektif dan efisien.
Untuk meningkatkan kinerja perusahaan,
diperlukan perbaikan secara terus-menerus
(Pujotomo & Armanda, 2011).
Salah satu konsep yang dapat digunakan
dalam usaha mengeliminasi waste adalah
Lean Manufacturing. Menurut Vincent
Gaspersz, lean manufacturing merupakan
suatu pendekatan sistemik dan sistematik
1
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
untuk mengidentifikasi dan menghilangkan
waste atau non value-added activities melalui
perbaikan secara terus-menerus (continuous
improvement) dengan cara mengalirkan
produk dan informasi menggunakan sistem
tarik (pull system) dari internal dan eksternal
untuk
mengejar
keunggulan
dan
kesempurnaan (Gaspersz & Fontana, 2007).
Peneliti akan memfokuskan penelitian
pada lean manufacturing yang bertujuan
untuk menganalisis perbaikan di gudang
dalam rangka mengurangi pemborosan yang
terjadi didalamnya dengan menggunakan
metode Waste Assessment Model. Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui jenis Waste yang
tertinggi di Gudang Sparepart dan
memberikan memberikan usulan perbaikan
untuk sistem pergudangan khususnya bagian
sparepart di Departemen Material PT Pupuk
Kujang.
1.1. Konsep Dasar Lean
Konsep lean manufacturing pertama kali
dikenalkan oleh Taiichi Onho pada tahun
1950an dari Toyota yaitu Toyota Production
System atau Toyota Way didalamnya
berisikan tentang proses perbaikan secara
berkelanjutan (continuous improvement)
yang bertujuan untuk mengeliminasi
kegiatan-kegiatan yang tidak menguntukan
dana atau mendatangkan kerugian guna
meningkatkan
produktivitas.
Menurut
Vincent Gaspersz, lean manufacturing
merupakan suatu pendekatan sistemik dan
sistematik untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan Waste atau non value-added
activities melalui perbaikan secara terusmenerus (continuous improvement) dengan
cara mengalirkan produk dan informasi
menggunakan sistem tarik (pull system) dari
internal dan eksternal untuk mengejar
keunggulan dan kesempurnaan (Gaspersz &
Fontana, 2007)
1.2. Pemborosan (Waste)
Tujuan utama system lean adalah
mengurangi pemborosan (Waste). Waste
merupakan segala hal yang tidak bernilai
2
tambah. Waste dianggap sebagai suatu hal
yang dapat menurunkan produktivitas dan
mengurangi profit bagi perusahaan. Menurut
Vincent Gaspersz (2007) menyatakan
terdapat dua jenis Waste yaitu Type One and
Type Two Waste. Type One Waste adalah
segala aktivitas yang tidak bernilai tambah
namun dibutuhkan dalam proses produksinya
sehingga tidak dapat dihilangkan. Sedangkan
Type Two Waste adalah segala aktivitas yang
tidak bernilai tambah dan dapat dihilangkan
dari proses produksi maka harus segera di
identifikasi dan dihilangkan karena Waste
tipe ini akan menurunkan produktivitas
perusahaan.
Terdapat tujuh jenis pemborosan yang
didefinisikan oleh Shiego Shingo (Shingo,
1989) diantaranya sebagai berikut:
1) (O) Overproduction – memproduksi atau
menghadirkan barang melebihi kebutuhan
user sehingga menyebabkan kelebihan
inventory.
2) (I) Unnecessary Inventory – kelebihan
penyimpanan dan delay material maupun
produk
sehingga
mengakibatkan
peningkatan biaya dan penurunan kualitas
pelayanan terhadap pelanggan.
3) (D) Defect – merupakan cacat baik berupa
kesalahan dokumentasi, permasalahan
kualitas produk yang dihasilkan atau
delivery performance yang buruk.
4) (M) Unnecessary Motion – segala
pergerakan dari manusia atau mesin yang
tidak menambah nilai terhadap produk
tetapi hanya menambah biaya dan waktu.
Atau keadaan tempat kerja yang kurang
(tidak ergonomis) yang menyebabkan
pekerja melakukan gerakan yang tidak
perlu.
5) (T) Excessive Transportation – berupa
waktu, tenaga biaya dan aliran informasi
dan atau material produk. Dapat dikatakan
pula sebagai pemborosan yang terjadi
karena tata letak (layout) yang buruk,
pengorganisasian yang kurang tepat
sehingga
memerlukan
pemindahan
material.
6) (P)
Inappropriate
Processing
–
merupakan kegiatan yang mengakibatkan
kesalahan dalam proses produksi bisa
Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk)
diakibatkan
karena
kesalahan
mempergunakan tools saat bekerja.
7) (W) Waiting – tidak beraktivitasnya
(menunggu) pekerja, informasi dan atau
barang dalam waktu yang lama yang
berdampak terhadap buruknya aliran
proses dan bertambahnya lead times.
1.3. Waste Assesment Model (WAM)
Waste
Assesment
Model
(WAM)
merupakan suatu model yang digunakan
untuk memudahkan dan menyederhanakan
proses pencarian permasalahan Waste. Waste
Assessment Model terdiri dari Seven Waste
Relationship, Waste Relationship Matrix dan
Waste Assessment Questionnaire.
1.3.1. Seven Waste Relationship (SWR)
Setiap waste memiliki hubungan satu sama
lain, dimana hubungan ini disebabkan oleh
pengaruh tiap waste dapat muncul secara
langsung maupun tidak langsung. Seperti saat
terjadi overproduction maka hal ini otomatis
akan mempengaruhi unnecessary inventory.
Penjelasan keterkaitan antar waste dapat
dilihat pada lampiran. Hubungan antar jenis
waste memiliki bobot yang berbeda-beda.
Maka dibutuhkan penilaian untuk mengetahui
bobot dari setiap pola yang terjadi diantara
waste tersebut. Untuk menghitung kekuatan
waste relationship dikembangkan suatu
pengukuran dengan kuesioner. Hubungan
antar waste yang satu dengan yang lainnya
dapat disimbolkan dengan menggunakan
huruf pertama pada tiap waste (Rawabdeh,
2005).
1.3.2. Waste Relationship Matrix (WRM)
WRM
digunakan
sebagai
analisa
pengukuran kriteria hubungan antar Waste
yang terjadi. WRM merupakan matriks yang
terdiri dari baris dan kolom. Baris
menunjukan pengaruh tiap Waste pada
keenam tipe Waste lainnya. Kolom
menunjukan Waste yang dipengaruhi oleh
keenam Waste lainnya. Diagonal matriks
menunjukan nilai hubungan yang tertinggi.
1.3.3. Waste Assesment
(WAQ)
Questionnaire
WAQ terdiri dari 68 pertanyaan yang
berbeda, mewakili aktifitas, kondisi maupun
tingkah laku yang dapat menghasilkan Waste.
Pertanyaan ditandai dengan tulisan “From”,
artinya pertanyaan tersebut menjelaskan jenis
Waste yang ada saat ini yang dapat memicu
munculnya jenis Waste lainnya. Pertanyaan
lainnya ditandai dengan tulisan “TO”, artinya
pertanyaan tersebut menjelaskan tiap jenis
Waste yang ada saat ini bisa terjadi karena
dipengaruhi jenis Waste lainnya. (Kurniawan,
2012)
2. METODE PENELITIAN
Tahapan penitian ini adalah sebagai berikut:
Mulai
Identifikasi Masalah
1. Perumusan Masalah
2. Tujuan Masalah
3. Batasan Masalah
Studi Pustaka
Studi Lapangan
Pembuatan Kuesioner
Pengumpulan Data
1. Data Primer:
Wawancara dan Kuesioner
2. Data Sekunder:
Literatur Pendukung
Pengolahan Data
1. Seven Waste Relationship
2. Waste Relationship Matrix
3. Waste Assessment Questionnaire
4. Fishbone Diagram
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Gambar 1. Flowchart Penelitian
Penelitian ini menggunakan Konsep Waste
Assesment Model dalam mengidentifikasi
waste yang berada pada Gudang Sparepart.
3
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
Adapun tahapan dalam menganalisa
pemborosan dengan Waste Assessment Model
adalah sebagai berikut:
2.1. Seven Waste Relationship
Perhitungan keterkaitan antar Waste
dilakukan secara diskusi dan wawancara
dengan menggunakan kriteria pembobotan
yang dikembangkan oleh Rawabdeh (2005)
dan juga yang diadopsi oleh Daonil (2012).
Tabulasi detail jawaban penilaian keterkaitan
Waste dapat dilihat seperti pada tabel 1.
2.2. Waste Relationship Matrix
Setelah
didapatkan
Seven
Waste
Relationship pada tabel 4.5 selanjutnya dapat
dilanjutkan pada tahapan Waste Relationship
Matrix (WRM) dengan cara mengubah output
Seven Waste Relationship menjadikannya
sebagai input kedalam Waste Relationship
Matrix.
2.3. Waste Assessment Quetionnaire
Nilai waste yang didapatkan dari WRM
sebelumnya digunakan untuk penilaian awal
WAQ berdasarkan jenis pertanyaan dan jenis
Waste nya. Pertanyaan dikategorikan ke
dalam 4 kelompok man, machine, material
dan method.
Pada penelitian kali ini daftar pertanyaan
kuesioner berdasarkan penelitian sebelumnya
yaitu Rawabdeh (2005) dan Daonil (2012)
dengan sedikit perubahan yang disesuaikan
dengan kondisi di lapangan perusahaan saat
ini. Sedangkan untuk penilaian skor Daonil
(2012) menyataka skor untuk ketiga jenis
pilihan jawaban kuesioner dibagi menjadi dua
kategori yaitu:
a) Kategori A, jika jawaban Ya berarti
diindikasikan adanya
pemborosan,
dimana bobot 1 jika Ya, 0.5 jika Sedang
dan 0 jika Tidak.
b) Kategori B, jika jawaban Ya berarti
diindikasikan
tidak ada pemborosan
yang terjadi, dimana bobot 0 jika Ya, 0.5
jika Sedang dan 1 jika Tidak.
Pada penelitian kali ini daftar pertanyaan
kuesioner berdasarkan penelitian sebelumnya
yaitu Rawabdeh (2005) dan Daonil (2012)
4
dengan sedikit perubahan yang disesuaikan
dengan kondisi di lapangan perusahaan saat
ini.
WAQ memiliki delapan tahapan
perhitungan skor Waste untuk mencapai
peringkat Waste, yaitu antara lain:
1) Mengelompokkan dan menghitung
jumlah
pertanyaan
kuesioner
berdasarkan jenis pertanyaan.
2) Melakukan pembobotan awal untuk tiap
jenis Waste pada tiap jenis pertanyaan
kuesioner berdasarkan nilai bobot dari
WRM.
3) Menghilangkan pengaruh variasi jumlah
pertanyaan untuk tiap jenis pertanyaan
dengan membagi bobot setiap baris
dengan jumlah pertanyaan yang
dikelompokkan (Ni) untuk setiap
pertanyaan
dengan
menggunakan
persamaan berikut (Rawabdeh, 2005):
�
�= ∑
�=
.�
�
dimana:
Sj = skor Waste
Wj = bobot hubungan dari tiap jenis
Waste
K = nomor pertanyaan (berkisar
antara 1-68)
Ni = jumlah pertanyaan yang
dikelompokkan
4) Menghitung
jumlah
skor
(Sj)
berdasarkan persamaan 3 dan frekuensi
(Fj) dari munculnya nilai pada tiap kolom
waste dengan mengabaikan nilai 0 (nol).
�� = � − �
dimana:
Fj = Frekuesi waste bukan 0
(frekuensi untuk Sj)
N = jumlah pertanyaan (68)
F 0 = Frekuensi 0
5) Memasukkan nilai rata-rata dari jawaban
(terlampir) dari hasil kuesioner ke dalam
tiap bobot nilai di tabel dengan
menggunakan persamaan berikut:
�
= ∑
�=
�
.�
�
dimana:
sj = total untuk nilai bobot Waste
Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk)
XK = nilai dari jawaban tiap
pertanyaan kuesioner (1, 0.5,
atau 0)
6) Menghitung jumlah skor (sj) berdasarkan
persamaan 5 dan frekuensi (fj) untuk tiap
nilai bobot pada kolom Waste.
�� = � − �
dimana:
fj = Frekuesi waste bukan 0
(frekuensi untuk sj)
N = jumlah pertanyaan (68)
f0 = Frekuensi 0
7) Menghitung indikator awal untuk tiap
Waste (Yj) dengan menggunakan
persamaan berikut:
�
�=
�
�
dimana:
Yj = Faktor indikasi awal dari setiap
jenis Waste
sj = total untuk nilai bobot Waste
Sj = skor Waste
fj = Frekuesi waste bukan 0
(frekuensi untuk sj)
Fj = Frekuesi waste bukan 0
(frekuensi untuk Sj)
8) Menghitung nilai final Waste factor
(Yjfinal) dengan memasukkan faktor
probabilitas pengaruh antara jenis Waste
(Pj) berdasarkan total "from" dan "to"
pada WRM. Memprosentasekan bentuk
Yjfinal yang diperoleh sehingga bisa
diketahui peringkat level dari masingmasing Waste. Yjfinal dapat dihasilkan
dengan
menggunakan
persamaan
berikut:
��
� ��� =
� ���
=
�
�
� %� ��� � % ��
�
dimana:
Yjfinal = faktor akhir dari setiap jenis
Waste
Pj
= probabilitas pengaruh antar
jenis Waste
%Fromj = Persentas nilai From Waste
tertentu
%Toj = Persentas nilai To Waste
tertentu
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari tahap pengolahan data dapat
disajikan dibawah ini. Pada Tabel
1
menunjukan tingkat keterkaitan antar waste:
Tabel 1. Tabulasi Keterkaitan Antar Waste
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Tipe
Total
Tingkat
Pertanyaan Skor Keterkaitan
O_I
O_D
O_M
O_T
O_W
I_O
I_D
I_M
I_T
D_O
D_I
D_M
D_T
D_W
M_I
M_D
M_W
M_P
T_O
T_I
T_D
T_M
T_W
P_O
P_I
P_D
P_M
P_W
W_O
W_I
W_D
18
9
9
13
11
7
10
10
3
5
14
10
8
8
8
16
8
18
2
13
5
13
3
8
1
4
13
1
10
14
10
A
I
I
E
I
O
I
I
U
O
E
I
O
O
O
E
O
A
U
E
O
E
U
O
U
U
E
U
I
E
I
Keterangan:
A = nilai 17 - 20 (Absolutely Necessary)
B = nilai 13 - 16 (Especially Important)
C = nilai 9 - 12 (Important)
D = nilai 5 - 8 (Ordinary Closeness)
E = nilai 1 - 4 (Unimportant)
Tahap selanjutnya didapatakan hasil
Waste Relationship Matrix sebagai berikut:
5
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
F/T
O
I
D
M
T
P
W
O
A
O
O
X
U
O
I
I
A
A
E
O
E
U
E
D
I
I
A
E
O
U
I
M
I
I
I
A
E
E
X
T
E
U
O
X
A
X
X
P
X
X
X
A
X
A
X
W
I
X
O
O
U
U
A
masing-masing jawaban diberi bobot 1, 0.5,
atau 0.
Hasil assessment berupa peringkat Waste
dapat dilihat pada tabel dan gambar dibawah
ini :
Gambar 2. Waste Relationship Matrix
Selanjutnya dilakukan penyederhanaan
matriks dengan cara dikonversikan kedalam
bentuk angka untuk selanjutnya dapat diolah
menjadi bentuk persentase (Rawabdeh 2005).
Sehingga waste matrix value dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Waste Matrix Value
F/T
O
I
D
M
T
P
W
Sko
rs
O
10
10
6
6
8
0
6
46
I
4
10
6
6
2
0
0
28
D
4
8
10
6
4
0
4
36
M
0
4
8
10
0
10
4
36
T
2
8
4
8
10
0
2
34
P
4
2
2
8
0
10
2
28
W
6
8
6
0
0
0
10
30
Sko
rs
30
50
42
44
24
20
28
238
%
12.
61
21.
01
17.
65
18.
49
10.
08
8.
40
11.
76
100.
00
%
19.3
3
11.7
6
15.1
3
15.1
3
14.2
9
11.7
6
12.6
1
100.
00
Based on A:10, E:8, I:6, O:4, U:2, and X:0
(Utama, Dewi, & Mawarti, 2016)
Pada tabel diatas dapat diketahui bahwa
nilai
from
overproduction
memiliki
persentase yang tertinggi yaitu sebesar
19.33%. Hal ini mengartikan bahwa
overproduction memiliki pengaruh yang
cukup besar untuk menyebabkan terjadinya
waste yang lain. Sedangkan nilai to inventory
memiliki persentase yang tertinggi yaitu
sebesar
21.01%
Hal
tersebut
mengindikasikan bahwa waste inventory
paling banyak diakibatkan oleh waste yang
lain.
Nilai waste yang didapatkan dari WRM
sebelumnya digunakan untuk penilaian awal
WAQ berdasarkan jenis pertanyaan dan jenis
Waste nya. Pertanyaan dikategorikan ke
dalam 4 kelompok man, machine, material
dan method. Tiap pertanyaan memiliki 3
pilihan jawaban yaitu Ya, Sedang, Tidak dan
6
Gambar 3. Rekapitulasi WAM
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan oleh
grafik diatas, maka dapat diambil dua jenis
Waste tertinggi untuk kemudian dianalisa
yaitu inventory dan motion.
3.1. Analisa Penyebab Timbulnya Waste
dengan Fishbone
Langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu
melakukan analisa penyebab timbulnya
waste. Dalam tahap ini penulis membatasi
untuk waste yang akan dianalisa dan
dilakukan rekomendasi perbaikan adalah
waste dengan presentase 2 terbesar saja.
Adapun rincian akar penyebab masalah waste
ditampilkan pada tabel 3. dibawah ini:
Untuk mengetahui akar penyebab dari
timbulnya Waste akan dianalisa dengan
menggunakan fishbone diagram dibuat
berdasarkan hasil observasi dan diskusi
dengan beberapa pihak di unit gudang
sparepart. Berikut dijabarkan mengenai
analisa penyebab waste dapat didalam
lampiran.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui,
penyebab utama terjadinya Waste Inventory
adalah dari faktor Man dan Management.
Pada faktor Man adalah kurangnya
pengetahuan perlakuan material karyawan,
hal ini dikarenakan pihak management tidak
mempunyai agenda rutin untuk meng-update
keilmuan dan wawasan karyawannya.
Sehingga seringkali terjadi karyawan hanya
menyimpan atau menumpuk barang pada
Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk)
No
Jenis Waste
1
Motion
2
Inventory
Tabel 3. Penyebab Timbulnya Waste
Kategori
Penyebab Masalah
Lamanya proses pengambilan barang oleh pekerja
Informasi yang dituliskan dalam pelabelan tidak lengkap
Man
Belum optimalnya dalam melaksanakan perilaku kerja
aman dan tertib
Ketidak efektifan kartu stok di Gudang Sparepart
Method
Rendahnya material handling
Keadaan dalam gudang panas dikarenakan kurangnya
Environment sirkulasi udara
Kurangnya pencahayaan di dalam rak pergudangan
Mesin tidak bekerja secara maksimal
Machine
Tangga tidak mengakomodasi seluruh kegiatan pekerja
Tidak menerapkan 5s secara konsisten dan berkelanjutan
Management
Tata letak tidak baik
Tools
Rak tidak sesuai untuk sistem FIFO
Overload materia;
Management
Tata letak tidak baik
Belum menerapkan system Kanban
Method
Pelaksanaan sistem FIFO belum sempurna
Rendahnya material handling
Man
Kurangnya pengetahuan perlakuan material
lokasi yang tersedia dengan mengabaikan
perlakuannya dan umur barangnya hal ini
dikhawatirkan
akan
mengakibatkan
kerusakan atau memperpendek umur material
tersebut.
Selanjutnya pada factor Management yang
menjadi penyebab utamanya waste adalah
tata letak yang tidak baik hal ini diakibatkan
karena tidak menerapkan 5s secara
berkelanjutan. Selain itu hal ini juga
diakibatkan perencanaan inventory yang
belum tepat mengakibatkan penambahan
waste inventory. Hal lainnya adalah overload
material hal ini dapat terjadi karena pihak
manajemen belum mengeluarkan peraturan
tentang mengeluarkan barang yang tidak
terpakai dari dalam gudang sehingga didalam
gudang masih terdapat barang-barang yang
tidak terpakai yang bahkan sudah berusia
sangat tua dan renta akan kerusakan.
Selanjutnya penyebab utama terjadinya
Waste Motion adalah dari Man dan Machine.
Pada faktor Man penyebab terjadinya waste
dikarenakan lamanya proses pengambilan
barang. Setelah ditelusuri penyebab lamanya
dikarenakan kurangnya penerangan dan
kebiasaan karyawan yang tidak menempatkan
barang pada tempatnya. Selain itu karyawan
pun belum optimal melaksanakan perilaku
kerja aman dan tertib sebagaimana contohnya
adalah tidak menggunakan tangga untuk
mengambil barang justru lebih memilih
memanjat rak tersebut serta penerapan FIFO
yang belum sempurna. Akar penyebab
meningkatnya waste motion adalah karena
dalam penulisan label informasi yang dimuat
kurang lengkap dan kurang terperinci.
Sedangkan pada factor Machine penyebab
utamnya adalah tangga yang tidak
mengakomodasi kegiatan pekerja disebabkan
jumlah tangga yang tersedia di gudang sangat
terbatas dan tidak memenuhi kebutuhan
setiap gang rak. Tangga yang disediakan
tidak dikhususkan untuk material yang
mudah pecah dan masih dilakukan
pengangkutan secara manual.
3.2. Usulan Perbaikan
Langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu
memberikan
rekomendasi
perbaikan.
Rekomendasi perbaikan yang akan diberikan
berdasarkan analisa dari Waste assessment
model dan fishbone diagram dengan
peringkat 2 terbesar adapun rekomendasi
perbaikan antara lain
1) Penambahan Fasilitas
7
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
Fasilitas kerja yang ditambahkan antara
lain seperti yang tertera pada tabel 4.:
a. Lampu
Dengan adanya penambahan lampu
diharapkan pencahayaan di bagian
gudang menjadi maksimal, sehingga
operator dapat bekerja dengan lebih
baik.
b. Armada Pengiriman
Dengan
ditambahkannya
armada
pengiriman
diharapkan
dapat
meminimalkan days physical stock di
area gudang produk jadi sehingga tidak
terjadi penumpukan produk di area
gudang produk jadi dan aliran material
berjalan lebih seimbang.
c. Kipas
Kipas didalam pergudangan digunakan
untuk membuat aliran sirkulasi udara
lebih lancar. Hal ini dikarenakan ketika
berada didalam gudang suhu lebih
panas sehingga menyebabkan pekerja
melakukan gerakan (motion) yang tidak
diperlukan.
d. Rak Pendukung FIFO
Rak pendukung fifo berguna ketika
suatu material yang ,memiliki umur
ekonomis dan batas kadaluwarsa dapat
digunakan terlebih dahulu. Rak ini
merupakan rak yang bentuknya mirng
tidak lurus seperti biasanya untuk
mempermudah proses penyimpanan
dan pengambilan barang.
e. Scissor Lift Electric Work Platform
Alat ini berguna sebagai pengganti
tangga dorong yang lebih modern dan
mempermudah pekerja. Sebagaimana
pekerja sering melakukan pemanjatan
rak, dengan alat ini pekerja tidak lagi
melakukan hal seperti itu yang dapat
membahayakan
keselamatannya.
Benda ini bergerak secara vertikal naik
turun keatas serta mampu membawa
beban berat sehingga proses material
handling dapat berjalan dengan tepat.
2) Pelaksanaan Pendidikan Pelatihan dan
Pengembangan Kepegawaian
Pendidikan dan pelatihan adalah
merupakan
upaya
untuk
mengembangkan sumber daya aparatur,
8
terutama
untuk
peningkatan
profesionalime yang berkaitan dengan,
keterampilan
administrasi
dan
keterampilan
manajemen.
Untuk
meningkatkan kualitas kemampuan
yang menyangkut kemampuan kerja
maka diperlukan pendidikan dan
pelatihan yang dilakukan secara
berkala.
Latihan (training) dimaksudkan
untuk
memperbaiki
penguasaan
berbagai ketrampilan dan teknik
pelaksanaan kerja tertentu, terinci dan
rutin. Yaitu latihan rnenyiapkan para
karyawan (tenaga kerja) untuk
melakukan
pekerjaan-pekerjaan
sekarang. Sedangkan pengembangan
(Development) mempunyai ruang
lingkup lebih luas dalam upaya untuk
memperbaiki
dan
meningkatkan
pengetahuan, kemampuan, sikap dlan
sifat-sifat kepribadian. (Handoko,
2001)
Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan potensi
SDM adalah dengan cara pendidikan
dan pelatihan. Dirasakan sangat tepat
apabila
manajemen
Departemen
Material
melaksanakan
Training
ataupun pelatihan-pelatihan secara
berkala mengenai perlakuan barangbarang di gudang. Hal ini berguna
untuk menambah wawasan pekerja
serta meminimalisir baik waste ataupu
kecelakaan kerja.
3) Penerapan 5s
5S berisikan Seiri Seiton Seiso Seiketsu
Shitsuke. Fokus utama dari 5S adalah
menghilangkan atau penghapusan
Waste pada lingkungan kerja yang
dihasilkan dari ketidak teraturan, alat,
mesin, lokasi penyimpanan. Dengan
menghilangkan Waste tentunya akan
memberikan dampak yang cukup besar
bagi perusahaan serta perusahaan akan
menjadi lebih produktif. Menurut
Takashi Osada (2002), pada dasarnya
gerakan 5S ini merupakan kebulatan
tekad untuk mengadakan pemilahan di
tempat kerja, mengadakan penataan,
Perancangan Grounding untuk Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi Di Teknik Elektro (Wahyudi Budi P dkk)
pembersihan, memelihara kondisi yang
matap, dan memelihara kebiasaan yang
diperlukan
untuk
melaksanakan
pekerjaan dengan baik.
4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan
penelitian tersebut adalah:
1) Hasil assessment berupa peringkat
Waste secara berurutan dari terbesar
sampai terkecil adalah motion sebesar
19.02%, inventory sebesar 18.93%,
overproduction sebesar 18.71%, defect
sebesar 18.18%, transportation sebesar
10.60%, waiting sebesar 9.51% dan
process sebesar 5.05%.
2) Dari hasil analisa penyebab timbulnya
Waste dengan Fishbone didapati
penyebab utama terjadinya Waste
Inventory adalah dari faktor Man dan
Management. Pada faktor Man adalah
kurangnya pengetahuan perlakuan
material karyawan. Sedangkan pada
faktor Management yang menjadi
penyebab utamanya waste adalah tata
letak yang tidak baik.
3) Dari hasil analisa penyebab timbulnya
Waste dengan Fishbone didapati
penyebab utama terjadinya Waste
Motion adalah dari Man dan Machine.
Pada faktor Man penyebab terjadinya
waste dikarenakan lamanya proses
pengambilan barang. Sedangkan pada
faktor Machine penyebab utamnya
adalah
tangga
yang
tidak
mengakomodasi kegiatan pekerja.
4) Rekomendasi
perbaikan
untuk
mengatasi
waste
antara
lain
penambahan alat-alat pendukung kerja,
pelaksanaan pendidikan pelatihan dan
pengembangan
kepegawaian
dan
penerapan 5s.
DAFTAR PUSTAKA
Daonil.
(2012).
Implementasi
Lean
Manufacturing
Untuk Eliminasi
Waste Pada Lini Produksi Machining
Cast Wheel Dengan Menggunakan
Metode Wam dan Valsat. Depok:
Fakultas Teknik Program Studi
Teknik
Industri
Universitas
Indonesia.
Gaspersz, V. (1998). Production Planning
and Inventory Control. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Gaspersz, V., & Fontana, A. (2007). Lean Six
Sigma for Manufacturing and Service
Industries. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Handoko, T. H. (2001). Manajemen
Personalia dan Sumber Daya
Manusia (Vol. II). Yogyakarta:
BPFE.
Kurniawan, T. (2012). Perancangan Lean
Manufacturing dengan Metode Valsat
Pada Line Produksi Drum Brake Type
IMV. Jakarta: Universitas Indonesia.
Michalska, J., & Szewieczek, D. (2007). The
5S Methodology as a Tool for
Improving The Organization.
Osada, T. (2002). Sikap Kerja 5s. Jakarta:
Lembaga Manajemen PPM.
Rawabdeh, I. (2005). A model for the
assessment of waste in job shop
environments. International Journal
of
Operations
&
Production
Management, Vol. 25, 800-822.
Shingo, S. (1989). A Study Of The Toyota
Production
System
From
An
Industrial Engineering Viewpoint.
Cambridge: Productivity Press.
Utama, D. M., Dewi, S. K., & Mawarti, V. I.
(2016). Identifikasi Waste Pada
Proses Produksi Key Set Clarinet
Dengan
Pendekatan
Lean
Manufacturing. Jurnal Ilmiah Teknik
Industri, 36-46.
9
Analisis Perbaikan Unit Warehouse untuk Meminimasi Pemborosan dengan WAM (Yosa Permata Shafira, dkk)
LAMPIRAN
Tidak adanya trainning untuk
update pengetahuan karyawan
Belum diterapkannya
system Kanban
Kurangnya pengetahuan
Perlakuan Material
Rendahnya
material handling
Pelaksanaan system
FIFO belum sempurna
INVENTORY
Overload Material
Rak tidak sesuai
dengan sistem FIFO
Tata Letak Tidak Baik
Perencanaan Inventory
Belum tepat
Gambar 4. Fishbone Diagram Waste Inventory
MANAGEMENT
MAN
Dalam penulisan pelabelan
Informasi tidak lengkap
Tata Letak Tidak Baik
Lamanya proses
Pengambilan barang
Tidak Konsisten
Dalam 5s
Belum optimal
melaksanakan perilaku
kerja aman dan tertib
MOTION
Tidak mengkhususkan
Material mudah pecah
Tangga tidak
Mengakomodasi
Kurangnya
Pencahayaan
Mesin tidak bekerja
maksimal
Rendahnya
Material handling
Kurangnya
sirkulasi udara
Ketidak Efektifan
kartu Stok
Gambar 5. Fishbone Diagram Waste Motion
10