TUGAS I EKONOMI KOTA CRITICAL REVIEW ANA

TUGAS I EKONOMI KOTA
CRITICAL REVIEW
”ANALISIS PENDAPATAN PARA MIGRAN SEKTOR INFORMAL
INFORMAL UNTUK BERTAHAN HIDUP
(STUDI KASUS PEDAGANG BERSTATUS MIGRAN DI KOTA MALANG)”

NAMA : ANINDITA WILANDARI
NRP : 3613100026
DOSEN PEMBIMBING : DR. IR. EKO BUDI SANTOSO, LIC. RER. REG.

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Migrasi merupakan proses perjalanan atau perpindahan sekelompok orang dari desa ke
kota. Awalnya migrasi dipandang sebagai suatu hal yang positif dimana migrasi dianggap sebagai
proses pemenuhan kebutuhan tenaga kerja bagi perkembangan industri di perkotaan. Namun
seiring dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, hal tersebut tidak lagi dipandang

sebagai suatu hal yang positif karena jumlah penduduk yang melakukan migrasi dari desa ke kota
lebih tinggi dibandingkan dengan ketersediaan lapangan kerja di daerah perkotaan. Rendahnya
ketersediaan lapangan pekerjaan di perkotaan dikarenakan banyanya pengusaha sektor formal yang
beralih dari memperkerjakan manusia ke menggunakan mesin-mesin dengan teknologi canggih
dalam rangka mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Tidak seimbangnya jumlah angkatan kerja yang datang ke perkotaan melalui migrasi dan
lapangan kerja yang ada di perkotaan itu sendiri menciptakan pengangguran-pengangguran baru.
Hal tersebut yang melatarbelakangi tumbulnya sektor informal yang memungkinkan tersedianya
lapangan pekerjaan. Sektor informal berkembang sangat cepat di perkotaan seiring dengan terus
meningkatnya pertumbuhan penduduk, karena kesempatan untuk memperoleh penghasilan tidak
terbatas oleh jumlah jenis pekerjaan.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam penyelesaian tugas critical review ini adalah agar dapat memahami
persoalan yang dialami para migran yang bergerak dalam sektor informal, mencari penyebab
persoalan, kemudian merumuskan solusi atas persoalan yang diangkat. Selain itu, agar mampu
memahami keterkaitan antara imigrasi terhadap sektor informal dan pengembangan ekonomi di
perkotaan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Terdapat beberapa teori yang dipakai di dalam pembahasan ini, yaitu :
a. TEORI MIGRASI
Menurut Everett S. Lee (Mantra, 2000), volume migrasi di suatu wilayah
berkembang sesuian dengan tingkat keragaman daerah-daerah di wilayah tersebut. Di
daerah asal dan di daerah tujuan terdapat faktor-faktor yang disebut sebagai :


Faktor positif (+) yaitu faktor yang memberikan nilai keuntungan bila bertempat
tinggal di tempat tersebut.



Faktor negatif (-) yaitu faktor yang memberikan nilai negatif atau merugikan bila
tinggal di tempat tersebut sehingga seseorang merasa perlu untuk pindah ke tempat
lain.



Faktor netral (0) yaitu yang tidak berpengaruh terhadap keinginan seorang
individu untuk tetap tinggal di tempat asal atau pindah ke tempat lain.


Selain itu terdapat empat faktor yang mempengaruhi arus migrasi, yaitu :


Faktor individu



Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, seperti upah rendah di desa, sempitnya
lahan pekerjaan di desa, dll



Faktor di daerah tujuan, seperti upah tinggi, luas lapangan kerja, dll



Topografi desa ke kota dan jarak desa kota

b. MODEL MIGRASI



Human Capital Approach, didasarkan atas teori pembuatan keputusan individu
dengan menekankan aspek investasi dalam rangka peningkatan produktivitas
manusia



Place Utility Model, Individu dipandang merupakan makhluk rasional yang
mampu memilih alternatif terbaik dengan membandingkan tempat tinggal yang
ada dengan yang diharapkan berdasarkan pertimbangan untung dan rugi.



Contextual Analysis, menekankan pada pengaruh faktor latar belakang struktural.



Value Expectancy Model, menekankan pada teori psikologi.


BAB III
REVIEW
3.1 Karakteristik masyarakat
Dalam penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif. Metode tersebut bertujuan
menerangkan keadaan, gejala, atau persoalan serta menggambarkan tentang ringkasan data-data
penelitian atau karakteristik masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian.
Karakteristik masing-masing variabel penelitian secara deskriptif digambarkan berdasarkan kondisi
responden. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan per hari,
umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah asal, status pekerjaan, sistem pengupahan, dan
jenis dagangan. Berikut adalah deskripsi karakteristik migran pekerja sektor informal di Kota
Malang :
Tabel 3.1 Deskripsi Karakteristik Migran Pekerja Sektor Informal di Kota Malang
No.
a

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Deskripsi
Umur responden berkisar antara 18-66
tahun, dengan rata-rata berumur 41 tahun,

umur terendah adalah 18 tahun sedangkan
tertua adalah 66 tahun. responden
terbanyak berumur 41-50 sebesar 27%.
Dapat dilihat bahwa kelompok umur
pekerja didominasi oleh kelompok umur
yang produktif.

b

Status Pernikahan

Sebanyak 33% migran pekerja informal di
Kota Malang berstatus belum menikah
adan tidak menikah sedangkan 67%
berstatus sudah menikah. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar
pedagang berjualan untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi rumah tangga.

c


Tingkat Pendidikan

Rata-rata
lama
pekerja
menjalani
pendidikan formal selama 9 tahun atau
setara SMP, sementara pekerja lulusan
SMA mengalami persaingan ketat untuk
masuk ke dalam sektor formal karena
mensyaratkan pendidikan yang lebih
tinggi.

d

Daerah Asal

Migran pekerja sektor informal di Kota
Malang 59% merupakan migran jauh

sedangkan 41% merupakan migran dekat,

yang umumnya dari Kabupaten Malang.
Daerah asal bukan merupakan segalanya,
yang lebih penting adalah kemampuan
berinteraksi dan berkomunikasi.

e

Status Pekerjaan

Sebesar 57% menjadikan berdagang
sebagai pekerjaan utama sedangkan 43%
menjadikan
pekerjaan
sampingan.
Umumnya mereka yang menjadikan
berdagang sebagai sampingan mempunyai
pekerjaan utama lainnya yang bukan
berdagang.


f

Sistem Pengupahan

g

Jenis Dagangan

Sebesar 78% migran pekerja sektor
informal sistem pengupahannya adalah
bukan
bulanan
sedangkan
22%
menggunakan
sistem
pengupahan
bulanan. Pekerja dengan upah harian
umumnya pengusaha milik sendiri/pekerja

lepas dengan usaha orang lain, sedangkan
upah bulanan umumnya diperoleh oleh
pekerja tetap dengan usaha milik orang
lain.
Sebesar 64% migran pekerja sektor
informal berjualan jenis makanan
sedangkan 36% berjualan jenis nonmakanan. Umumnya jenis barang berupa
makanan lebih mudah dijual dalam waktu
singkat dibandingkan dengan jenis barang
non-makanan.

h

Pendapatan Perhari

Rata-rata pendapatan peh hari para migran
pekerja sektor informal adalah Rp.
58.310/hari. Penghasilan terendah adalah
sebesar Rp. 25.000/hari, sedangkan
penghasilan

tertinggi
adalah
Rp.
350.000/hari.

i

Alokasi Waktu Kerja Perhari

Rata-rata jumlah jam kerja para pedagang
adalah 8,7 jam/hari, hal ini menunjukkan
bahwa jam kerja migran sektor informal
di atas jam kerja normal, yaitu lebih dari 8
jam/hari. Umumnya pedagang bekerja
mulai pukul 8.00 WIB hingga pukul 16.00
WIB.

j

Tingkat Produktivitas

Dapat dilihat dari tabel di samping bahwa
rata-rata produktivitas (pendapatan/jam)
adalah Rp. 10.030. produktivitas terendah
adalah sebesar Rp. 3.333, sedangkan
produktivitas tertinggi adalah sebesar Rp.
41.667. Sebagian besar pekerja memiliki
produktivitas cenderung tinggi karena
sebesar 81% berada di atas rata-rata
produktivitas, yaitu Rp. 5.100 – Rp.
15.000.

Sumber : Citra Rahmadhania, 2013 dan analisis
3.2 Uji regresi logistik
A. Uji regresi logistik secara parsial
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat. Berikut tabel yang menjelaskan signifikasi terhadap model Y1yang mewakili
pendapatan dan model Y2yang mewakili waktu kerja.
Tabel 3.2.1 Uji Regresi Logistik Secara Parsial

Sumber : Citra Rahmadhania, 2013
B. Uji regresi logistik secara simultan (Omnibus tests of model coefficient)
Pengujian secara simultan memiliki dasar keputusan jika nilai signifikasinya < 0.10 maka
secara simultan seluruh variabel bebas berpengaruh terhadap produktivitas. Berikut adalah
tabelnya :

Tabel 3.2.2 Hasil Uji Omnibus Tests of Model Coefficient

Sumber : Citra Rahmadhania, 2013
Dari kedua pengujian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ke tujuh faktor berpengaruh
signifikan terhadaptingkat pendapatan dan waktu kerja sebagai pembandingnya. Faktorfaktor tersebutadalah umur, status perkawinan, pendidikan, daerah asal, sistem
pengupahan, statuspekerjaan, dan jenis dagangan. Pada sektor informal umur sangat
berpengaruh karenadengan usia produktif (15-64 tahun) para migran, mereka bekerja lebih
giat tanpamemikirkan waktu kerja.Status perkawinan sangat berpengaruh karena dengan
adanya beban tanggunganyang mereka miliki, migran semakin lebih giat lagi bekerja untuk
meningkatkanpendapatannya. Tingkat pendidikan berpengaruh kepada pendapatan karena
denganpendidikan formal yang dituntaskan oleh para migran mereka akan lebih
mudahberadaptasi dengan lingkungan baru serta latar belakang keterampilan pun
berbeda.Daerah asal berpengaruh karena migran yang memilki tempat asal dekat
dengantempat tujuan akan menggunakan pendapatan mereka untuk kebutuhan rumah
tangganyabukan untuk biaya transportasi. Sitem pengupahan juga berpengaruh terhadap
pendapatan karenadengan sistem bulanan migran dapat menyisihkan pendapatannya untuk
keperluan belanjaselanjutnya. Status pekerjaan berpengaruh karena dengan tingkat
kefokusan para migranuntuk menjalankan usahanya dan berpengaruh pada tingkat
pendapatan. Jenis daganganjuga berpengaruh, karena jenis dagangan makanan akan selalu
dicari setiap hari sehinggapedagang migran sektor informal yang berjualan makanan
cenderung untuk mendapatkanpendapatan yang lebih tinggi dibandingkan pedangan non
makanan.

BAB IV
KRITIK
Variabel-variabel yang digunakan penulis dalam pembahasan ini adalah pendapatan per
hari, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, daerah asal, status pekerjaan, sistem
pengupahan, dan jenis dagangan. Kelompok umur pekerja didominasi oleh kelompok umur yang
relatif produktif yaitu 41 – 50 tahun. Sebagian besar pedagang berjualan untuk menunjang
kebutuhan ekonomi rumah tangga dengan menambah pendapatan keluarga melalui sektor informal
ini. Dari segi daerah asal, pekerja migran sektor informal Kota Malang sebesar 59% merupakan
migran jauh dan 41% merupakan migran dekat. Sebanyak 57% migran menjadikan usaha
berdagang sebagai pekerjaan utama sedangkan 43% menjadikan berdagang sebagai pekerjaan
sampingan. Berdasarkan sistem pengupahannya, 78% menggunakan sistem bulanan dan 22%
bukan bulanan atau harian. Berdasarkan jenis dagangannya, 64% berjualan makanan dan 36%
berujualan non makanan. Berdasarkan jumlah pendapatannya per hari, penghasilan terendah adalah
Rp. 25.000 perhari, tertinggi adalah Rp. 350.000 per hari, sedangkan rata-rata pendapatan per hari
adalah Rp. 82.450. Berdasarkan alokasi jam kerja per hari, dapat dilihat bahwa pekerja paling
sedikit bekerja dalam sehari sekitar 3 jam dan paling lama 15 jam dalam sehari.
Dalam hal ini penulis sebagian besar hanya menitikberatkan analisa yang bersifat teknis
saja, yaitu hanya melihat dari aspek demografisnya saja. Dalam melihat fenomena migran dalam
sektor informal untuk bertahan hidup, perlu juga merujuk pada aspek sosiologis dan aspek politis.
Sayangnya penulis tidak memaparkan karakteristik wilayah sehingga tidak dapat memberikan
gambaran tentang wilayang yang diamati.
Dari aspek sosiologis, perlu dilihat hal-hal yang melatarbelakangi fenomena migran yang
berbondong-bondong mendatangi kota. Terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi
dari desa ke kota, yaitu faktor pendorong dan penarik dari kota (push-pull theory) (Todaro, 1983).
Faktor pendorong yang berasal dari desa diantaranya adalah faktor fisik, seperti cuaca, kondisi
tanah, bencana alam, faktor sosial berupa kemiskinan, faktor demografis diantaranya pengurangan
tingkat kematian dan tingginya tingkat pertumbuhan populasi di daerah perdesaan. Faktor kultural
berupa tradisi merantau, dan yang paling utama adalah faktor ekonomi, yaitu keinginan untuk
mencari pekerjaan dan kesejahteraan. Sedangkan faktor penarik yang berasal dari kota diantaranya
adalah kota sebagai pusat ekonomi (pusat perdagangan, jasa, kesempatan kerja, dan lain-lain), kota
sebagai pusat hiburan, kota sebagai pusat informasi atau komunikasi, dan daya tarik kota yang
memiliki fasilitas yang lengkap dibandingkan dengan di desa, baik fasilitas pendidikan, kesehatan,
dan lain-lain. Selain itu, sarana transportasi yang semakin maju mengakibatkan aksesbilitas
penduduk desa untuk bermigrasi ke kota lebih terbuka lebar. Selain itu, faktor ekonomi juga
menjadi salah satu penyebab terjadinya migrasi dari desa ke kota.

Dari aspek politis, diperlukan kebijakan-kebijakan yang dapat mengatur segala sesuatu
tentang sektor informal. Pada dasarnya pemerintah telah mengeluarkan kebijakan terkait isu ini
yaitu pada Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, bahwa sektor informal,
termasuk pedagang kaki lima (PKL), harus masuk dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Sebelum adanya undang-undang ini, keberadaan PKL diakomodasikan oleh Peraturan Daerah
(Perda) Tahun 2002. Dalam Perda itu, PKL memiliki tempat di pasar-pasar tradisional dan psat
perbelanjaan modern.
Tidak adanya kebijakan ataupun peraturan perundangan yang jelas tentang sektor informal
tersebut menyebabkan mereka sering mendapat perlakuan yang tidak baik hanya karena para
pekerja sektor informal ini merupakan kelompok masyarakat rendah yang dianggap tidak memiliki
ijin usaha yang resmi, sehingga mereka seringkali dibebankan iuran-iuran oleh oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu diperlukan kebijakan-kebijakan dari pemerintah daerah
setempat yang dapat menguntungkan para pekerja sektor informal. Hal ini dikarenakan sektor
informal berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Sehingga eksistensi sektor ini
harus dipertahankan.
Dalam rangka mempertahankan dan mendukung eksistensi sektor informal, diperlukan
beberapa terobosan-terobosan untuk mendukung para pekerja tersebut. Terobosan yang dimaksud
diantaranya seperti membuat sentra-sentra sektor informal tematik yang mana mengumpulkan
PKL-PKL dengan jenis dagangan yang sama di suatu lokasi yang telah diwadahi pemerintah.
Selain itu dapat juga dilakukan dengan mewajibkan pengembangkan Mall untuk menyediakan 20%
tempat untuk PKL, seperti yang sudah dilakukan sebelumnya, dengan kebijakan tersebut para PKL
dapat terwadahi sehingga

tidak akan memenuhi badan jalan / trotoar jalanan seperti pada

umumnya.
Namun, selain berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional, hal ini juga dapat
menjadi masalah besar bagi perkotaan jika para migran terus-menerus melakukan migrasi dari desa
ke kota dan bekerja dalam sektor informal di perkotaan. Masalah yang dimaksud adalah terkait
dengan tata guna lahan di perkotaan tersebut. Kondisi eksisting di lapangan saat ini adalah PKLPKL tersebut memanfaatkan lahan-lahan kosong di badan jalan hingga trotoar, yang sejatinya
merupakan tempat berjalan kaki, untuk berdagang. Perilaku PKL-PKL nakal yang memanfaatkan
trotoar untuk berdagang ini disebabkan oleh tidak adanya wadah / tempat yang memungkinkan
tertampungnya mereka dalam suatu tempat. Terdapat dua jenis solusi yang dapat dilakukan untuk
menangani isu tersebut, yaitu solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang.
Solusi jangka pendek yang dapat dilakukan adalah dengan membangun beberapa sentrasentra PKL terpadu yang mengumpulkan PKL dalam jumlah besar dengan berbagai jenis
dagangan, baik makanan dan non makanan, dalam tempat-tempat tertentu dan memberlakukan

manajemen waktu bagi PKL-PKL tersebut. Membangun sentra-sentra PKL terpadu lebih efektif
dibandingkan dengan membangun sentra-sentra PKL tematik berdasarkan jenis dagangannya
karena akan mengkonsumsi lahan yang terlalu banyak. Sementara solusi jangka panjangnya adalah
menjadikan isu para migran yang terjun dalam sektor informal menjadi bahasan serius bagi
pemerintah, swasta, perencana wilayah, dan semua pihak terkait, serta merumuskan kebijakan
ataupun perundangan yang detail tentang sektor informal tersebut. Selain itu dibutuhkan juga
rencana tata ruang dan rencana tata guna lahan yang memasukkan sektor informal ke dalamnya.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berikut adalah keseimpulan-kesimpulan yang didapatkan dari pembahasan yang telah
dipaparkan sebelumnya :
a.

Sektor informal dipilih oleh para migran yang melakukan migrasi dari desa ke kota

karena mayoritas mereka berpendidikan rendah dan tidak memiliki keterampilan khusus
yang memungkinkan mereka mendapatkan pekerjaan di sektor formal.
b.

Peraturan dan kebijakan tentang sektor informal terdapat pada Undang-undang

Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, Peraturan Daerah Kota Malang Tahun 2002, dan
RDTR Kota Malang Tahun 2011 Pasal 42.
c.Dalam meninjau isu tentang para migran dalam sektor informal perlu dilihat dari aspek
teknis (demografis) yang sudah dipaparkan penulis, aspek sosiologis seperti preferensi para
migran dan hal-hal yang melatarbelakangi mereka melakukan migrasi, serta aspek politis
seperti kebijakan dan peraturan yang dibuat dan dijalankan sebagai acuan.
d.

Terdapat dua jenis solusi bagi isu sektor informal ini, yaitu solusi jangka pendek

dan solusi jangka panjang. Solusi jangka pendek adalah dengan menyediakan sentra-sentra
PKL terpadu yang akan meminimalisir penggunaaan lahan bagi sektor informal, sementara
solusi jangka panjang adalah dengan memasukkan sektor informal ke dalam rencana tata
ruang dan tata guna lahan, serta melakukan diskusi dan analisis mendalam antar semua
pihak terkait tentang isu sektor informal.
5.2 Lesson learned
Lesson learned atau pelajaran yang dapat diambil dari mengkritisi jurnal yang berjudul
“Analisis Pendapatan Para Migran Sektor Informal Untuk Bertahan Hidup (Studi Kasus Pedagang
Berstatus Migran di Kota Malang)” diatas adalah menjadi mampu dalam menjelaskan persoalan
ekonomi kota terkait migran yang bergerak dalam sektor informal, serta dapat melihat keterkaitan
antara imigrasi terhadap permasalahan sektor informal dan pengembangan ekonomi di perkotaan.

DAFTAR PUSTAKA


Rahmadhania, Citra (2013). “Analisis Pendapatan Paa Migran Sektor Informal Untuk

Bertahan Hidup (Studi Kasus Pedagang Berstatus Migran di Kota Malang)”. (diakses tanggal 5
Maret 2015).


Seftiani, Sari (20xx). “Kontribusi Migran Terhadap Pertumbuhan Sektor Informal di

Perkotaan”. (diakses tanggal 11 Maret 2015).


Republik Indonesia. 2011. Rencana Detail Tata Ruang Kota Malang Tengah. Malang:

Walikota Malang.