Pengaruh C Organik dan Kadar Air Tanah T

c(E

o
@.

(E

o

=d

o

E

t-

E

o


tr

a

.q9
fcr

no
=(E
:\ +,

= at

G

E'
(E

N
\)


^s
ffi€ 'c
@;
ffil@

Jki
ffii
ffi[

r\

?ru5

CL

vo
c(E

T'

o,
vt
a

t

L
t-

?



-G

o

o

E


G
UI
I
.J
I

I

T

t-g

"_\

SEII

J B:= fr
gS
o

]( €s.E
==

Iil

L

A

fi E

S

qa,

s i#
r,sc
vJ !t.=
(UE


IU

(U

E

o,

o

gE't
*o
Y

UJo
i=
(E

.Y
(U

tG

u)

o,
g

o
o

I

Iz

J

o
::

lo


-J-cD

-E

o

o
l( (o

Ea

11 f

6$oE€Y
L

\\

h)


o-b
EE
.lJ I-

9L=.E
N {.}

a

G

(U

ll)ho

a.

t- o
$t


g$t

'\A
s4 f,

H

T'

o
+, o
o (f)
o N

Y

o.
$l


e

.

!-

,.,-

1

,,',,-,,$

o.

t,

o

?

s
(U

t,
l(U
IC

c

(E

.g

o)

o

(U

o!<

o

E
(u

IL E

c
G

l(

o

o

a

6.

N
()

= c)
c $t
(f)
G

(E

I,c

(U

J.

o
ro
@

o)

rt\

o
o,

,o

ffiffiffis*ffifiruffi
\.

ui

$ncr-ffih ?f ffim
d
'ry

SU*p*siliFy? or: ffi{s}il*SU [.da"*eaticn
"fiuJr.tLi*d{u,*rsitry: }nsp{rinE [ducati*nr

with Bi*divrrsitry"

-d*-,+

31:,"

'q

.,E
1!.6

!SB N;

g7$-6*a;a4{}.*-6

,"i

PENGARUH C-ORGANIK DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP
JUMLAH JENIS DAN JUMLAH II{DIVIDU COLLEMBOLA
SEPANJANG DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS KOTA BATU
Husamah(1)'

Fatchur Rohman(2)' Hedi Sutomo(2)

(r)Prodi

Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Malang
Pendidikan Biologi-Pascasarjana Universitas Negeri Malang
Jl. Raya Tlogomas 246 Malang 65144
Email : usya_bio@yahoo.com.
(2)Prodi

Abstrak
Penelitian bertujuan menganalisis pengaruh C-organik dan kadar air tanah
terhadap jumlah jenis dan individu Collembola pada tipe habitat hutan,
pertanian dan pemukiman. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan
metode TBSF. Identifikasi sampel Collembola dilakukan di Laboratorium

Biologi UMM dan diverifikasi di Laboratorium Entomologi Dasar UGM.
Pengukuran C-organik dilakukan dengan teknik Walkley & Black dan kadar
air tanah dengan teknik gravimetrik. Pengaruh C-organik dan kadar air tanah
diketahui dengan analisis regresi ganda. Hasil penelitian, yaitu 1) tidak ada
pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah jenis Collembola
dan 2) ada pengaruh C-organik dan kadar air tanah terhadap jumlah individu

Collembola.
Kata kunci: C-organik, air, tanah, individu, jenis, Collembola

I.

Pendahuluan
Indonesia dikaruniai keanekaragaman hayati dan tingkat endemisitas yang sangat tinggi.

Pengetahuan mengenai besarnya kekayaan sumberdaya alam hayati sampai saat

ini belum

memadai untuk mendasad pengelolaan dan pemanfaatan secara lestari atau berkelanjutan
(sustainability). Mentrut Prijono (2012) diperkirakan keanekaragaman jenis global sekitar 530 juta jenis dan baru sekitar 1,78 juta jenis flora, fauna, dan mikrobayang diberi nama.
Keadaan

ini menuntut kita berpikir

bagaimana tetap melestarikan keanekaragaman yang

masih ada dan berupaya mengurangi laju kepunahan sefia mempercepat pengungkapan
kekayaan dan potensi keanekaragaman hayati yang masih tersisa sebelum punah. Salah satu

kelompok binatang yang jarang dikenal tetapi mempunyai peran sangat besar dalam
ekosistem adalah Collembola.

Collembola (springtail) dalam bahasa Indonesia baku disebut ekorpegas. Collembola
disebut ekorpegas karena di ujung abdomen terdapat organ mirip ekor yang berfungsi sebagai
organ gerak dengan cara kerja seperti pegas. Apabila jenis serangga diperkirakan sekitar 5-10

juta. Sebanyak l-2

jt;/ta

jenis Collembola atau

20o/o

dari jenis serangga ada

di

dunia.

r

Collembola yang telah dideskripsikan mencapai 50.000 jenis. Jumlah jenis Collembola di

Indonesia diperkirakan mencapai 1.500-15.000 (Suhardjono

dkk,2012). Collembola

merupakan kelompok fauna tanah terbesar, populasinya mencapai 1o4lm2 (Handayanto

&

Hairiah,2009).
Collembola merupakan salah satu kelompok hewan yang umumnya hidup di permukaan
dan di dalam tanah, meskipun ada pula yang hidup sampai di pucuk tumbuhan. Collembola

memiliki peran penting dalam ekosistem, karena fungsinya sebagai subsistem konsumen dan
subsistem dekomposisi (Rohyani,2012; Suhardjono dl c (0,05). Hal ini berarti tidak
ada pengaruh C-organik, pH, dan kadar air tanah terhadap jumlah jenis Collembola tanah

yang ditemukan pada habitat pertanian di DAS .Brantas Hulu Kota Batu. Hasil
ganda jumlah

regresi

jenis dengan metode enter menunjukkan bahwa C-organik dan kadar air tanah

memiliki nilai sig p

air tanah

uji

:

0,234 > o (0,05) yang berarti tidak ada pengaruh C-organik dan kadar

terhadap jumlah

jenis Collembola tanah yang ditemukan pada tipe

habitat

pemukiman di DAS Brantas Hulu Kota Batu. Koefisien korelasi (R) C-organik dan kadar air
tanah sebesar 0,24 atau termasuk kriteria rendah.

Berdasarkan data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa secara umum faktor abiotik,

yaitu C-organik, pH, dan kadar air tanah tidak berpengaruh terhadap jumlah jenis Collembola
tanah pada semua tipe habitat. Sumbangannya ketiga faktor tersebut hanya sedikit, yaitu
apabila kita lihat pada nilai R square uji regresi ganda hanya berkisar antara O-14%. Dengan

demikian, faktor lingkungan secara sendiri-sendiri atau parsial tidak berpengaruh terhadap
jumlah jenis. Menurut Wulandari (2009) eksistensi suatu organisme di dalam suatu ekosistem
sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap faktor-faktor fisika,

sejalan dengan Welty

kimia, dan biologi. Hal ini

& Baptista (1988) bahwa kehidupan jenis hewan di suatu habitat

dipengaruhi oleh faktor fisik atau lingkungan yang sangat kompleks, yaitu tanah, air, suhu,
cahaya, dan faktor biologis yang

meliputi vegetasi dan satwa lainnya.

Faktor lingkungan dalam suatu tempat tidak hanya terdiri dari

I faktor, tetapi terdiri

dari

berbagai faktor yang saling berinteraksi. Faktor-faktor lingkungan saling berinteraksi satu
dengan yang lain, sehingga memberikan dampak yang lebih signifikan terhadap kehidupan

hewan. Interaksi tersebut pada akhimya memberikan kondisi ideal sehingga terjadi proses
adaptasi evolusi jenis dalam skala geografis yang lebih sempit (Korner,2007). Faktor
lingkungan sangat kompleks dan merupakan interaksi dari berbagai faktor yang berbeda. Jenis

makhluk hidup yang dihasilkan pada suatu areal memiliki korelasi dengan faktor-faktor
lingkungan. Perubahan satu faktor penyusun lingkungan akan berdampak pada perubahan
sifat-sifat populasi atau komunitas, namun belum tentu terhadap jumlah jenis. Jumlah jenis
merupakan akumulasi dampak menyeluruh dari semua faktor lingkungan (Soerianegara dan

Indrawan 2002). Tingkat persebaran jenis dalam lingkungan yang cenderung lebih homogen
akan bersifat merata, sehingga akan terkesan bahwa faktor lingkungan tertentu cenderung
tidak berpengaruh.

Odum (1998) menyatakan bahwa penyebaran jenis merupakan hasil atau akibat dari
berbagai sebab, yaitu 1) akibat dari pengumpulan individu-individu dalam suatu tempat yang
dapat meningkatkan persaingan diantara individu yang ada untuk mendapatkan nutrisi dan

ruang, 2) akibat dari reaksi individu dalam menanggapi perubahan cuaca harian dan
musiman, dan 3) akibat dari menanggapi perbedaan habitat setempat. Ewusie (1990),
menjelaskan bahwa pengelompokan jenis yang terjadi pada suatu komunitas dapat
diakibatkan karena nilai ketahanan hidup kelompok terhadap berbagai kondisi. Lingkungan

memiliki kompleksitas yang tinggi sehingga menyebabkanadanya interaksi yang tinggi,
karena komunitas akan menjadi matang apabila lebih kompleks dan lebih stabil.

Odum (1998) juga menyatakan bahwa terjadi kemungkinan sistem umpan balik
(feedback) pada tingkat keanekaragaman

jenis.

Keanekaragaman

yang lebih tinggi

menunjukkan rantai makanan yang lebih panjang dan lebih banyak, tingkat simbiosis semakin
banyak sehingga komunitas tersebut semakin baik. Komunitas yang produktif dapat memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi pula. Keanekaragaman jenis penyusun komunitas pada
suatu tempat merupakan hasil interaksi dari beberapa faktor, sebagai berikut. 1) waktu, 2)
adanya heterogenitas ruang,

3)

adanya persaingan, 4) predasi dan musuh alami, 5) stabilitas

lingkungan, dan 6) produktivitas. Faktor

ini

berhubungan dengan stabilitas

iklim.

Daerah

yang beriklim stabil cenderung mempunyai produktivitas yang tinggi dengan keanekaragaman

jenis yang tinggi pula.
Habitat adalah suatu tempat yang dipandang dari segi faktor-faktor ekologinya (dalam
hubungan kemampuannya untuk mendukung kehidupan makhluk hidup). Dengan kata lain,

habitat adalah gabungan kondisi biotik, iklim, dan tanah dari sebuah tempat. Faktor-faktor

lingkungan dapat dibagi menjadi faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung dan faktor-

faktor yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap kehidupan hewan tanah (Daryati,
2007). Tidak adanya pengaruh faktor lingkungan yang signifikan terhadap jumlah jenis
menunjukkan kondisi lingkungan bersifat seragam atau relatif sama. Hal ini sejalan dengan
Helena (2012) bahwa faktor lingkungan akan merepresentasikan kondisi yang serupa pada
daerah lain, setidaknya pada lintang yang sama.

Pengarah C-organik dan Kadar

Air Tanah terhadap Jumlah Individu Collembola

Tanah

Hasil uji regresi ganda jumlah individu dengan metode enter menunjukkan bahwa nilai
sig untuk variabel C-organik dan variabel kadar air tanah memiliki nilai sig p

:

0,00 < o

(0,05) yang berarti variabel C-organik dan variabel kadar air tanah secara serempak atau
simultan berpengaruh terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe habitat hutan di

DAS Brantas Hulu Kota Batu. Nilai koefisian korelasi (R) variabel C-organik dan variabel
kadar air tanah adalah 0,762 atau termasuk dalam kriteria cukup. Sumbangan variabel Corganik dan variabel kadar air tanah terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe
habitat hutan berdasarkan nilai R square adalah 58,100%, sedangkan yang 41,90% disebabkan

faktor lain yang tidak diteliti. Hasil uji regresi metode stepwise menunjukkan hanya variabel
C-organik yang mempunyai peranan sangat dominan terhadap jumlah individu Collembola
pada habitat hutan. Variabel C-organik mempunyai hubungan positif dengan jumlah individu

Collembola, maka peningkatan kadar C-organik akan meningkatkan jumlah individu
Collembola tanah pada habitat hutan.

Hasil uji regresi ganda jumlah individu dengan metode menunjukkan bahwa nilai sig
untuk variabel C-organik, pH, dan kadar air tanah memiliki nilai sig p

:

0,003 < o (0,05) yang

berarti variabel C-organik, pH, dan kadar air tanah secara serempak atau simultan
berpengaruh terhadap jumlah individu Collembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat
pertanian di DAS Brantas Hulu Kota Batu. Nilai koefisian korelasi (R) variabel C-organik dan
variabel kadar air tanah adalah 0,507 atau termasuk dalam kriteria agak. Sumbangan variabel

C-organik, pH, dan kadar air tanah terhadap jumlah individu Collembola tanah pada tipe

habitat pefianian berdasarkan nilai

R

square adalah 25,70oA sedangkan yang 74,300

disebabkan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Hasil

uji regresi dengan

metode stepwise menunjukkan variabel C-organik dan variabel kadar air tanah mempunyai
peranan sangat dominan dan berpengaruh nyala terhadap jumlah individu Collembola.
Variabel C-organik dan variabel kadar air tanah mempunyai hubungan positif dengan jumlah

individu Collembola, berarti peningkatan C-organik dan kadar air tanah akan meningkatkan
jumlah individu Collembola pada habitat pertanian.

Hasil uji regresi ganda jumlah individu menunjukkan bahwa nilai sig untuk variabel Corganik dan kadar air tanah memiliki nilai sig p

:

0,000 < o (0,05) yang berarti variabel C-

organik dan kadar air tanah secara serempak atau simultan berpengaruh terhadap jumlah

individu Collembola tanah yang ditemukan pada tipe habitat pemukiman di DAS Brantas
Hulu Kota Batu. Koefisian korelasi (R) variabel C-organik dan variabel kadar air tanah adalah
0,663 atau termasuk dalam kriteria cukup. Sumbangan variabel C-organik dan kadar air tanah
terhadap

jumlah individu Collembola tanah pada tipe habitat pertanian berdasarkan nilai R

square adalah sebesar 44%o, sedangkan yang 56% disebabkan faktor lain yang tidak diteliti.

Hasil

uji

regresi dengan metode stepwise menunjukkan hanya variabel C-organik yang

mempunyai peranan sangat dominan dan berpengaruh nyata terhadap jumlah individu
Collembola. Variabel C-organik mempunyai hubungan positif dengan jumlah individu
Collembola, berarti peningkatan kadar C-organik meningkatkan jumlah individu Collembola
tanah pada habitat pemukiman.

Berdasarkan data tersebut, maka dapat dikatakan bahwa secara umum faktor C-organik

berpengaruh nyata terhadap jumlah individu Collembola tanah pada semua tipe habitat.
Sumbangan C-organik terhadap jumlah jenis Collembola tanah cukup tinggi, yaitu berkisar

arfiara25,70-58,100/o.Hal ini sejalan dengan Suin (2012) bahwa bahan organik tanah sangat
menentukan kelimpahan hewan tanah. Materi organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan

dan hewan organisme tanah, baik yang telah terdekomposisi maupun yang
terdekomposisi. Menurut Thomas

&

sedang

Mitchell (1951) hewan tanah sebagai salah

satu

komponen organisme tanah ikut berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik.

Bersama organisme tanah lainnya hewan tanah menguraikan bahan organik menjadi C-

organik tanah dan melepaskan hara-hara dalam ikatan komplek menjadi hara tanah yang
tersedia bagi tanaman. Tingkat populasi dan sebaran hewan tanah secara langsung
berpengaruh terhadap tingkat kesuburan dan produktivitas tanah. Peranan utama hewan tanah

adalah mengoyak, memasukkan, dan melakukan pertukaran secara kimia hasil proses
dekomposisi serasah tanaman. Melalui proses mineralisasi materi yang telah mati akan
menghasilkan garam-garam mineral yang akan digunakan oleh tumbuh-tumbuhan.

Menurut Hardjowigeno (2003) tanah yang banyak mengandung bahan organik adalah

tanahtanah lapisan atas atau topsoil. Kandungan bahan organik tanah semakin menurun
seiring dengan penambahan kedalaman tanah. Semakin dalam, maka bahan organik semakin
berkurang. Menurut Suin (2012) bahan organik tanah merupakan sisa-sisa tumbuhan dan
hewan organisme tanah, baik yang telah terdekomposisi maupun yang sedang terdekomposisi.

Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah.
Bahan organik tanah sangat menentukan kelimpahan hewan tanah. Menurut Atmojo (2003)

bahan organik merupakan sumber energi bagi hewan tanah selain mikroorganisme tanah.
Organisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik, karena bahan

organik menyediakan energi untuk tumbuh dan bahan organik memberikan karbon sebagai
sumber energi.

Bahan organik diperoleh dalam bentuk pemanfaatan serasah pohon yang jatuh di tanah

dan terdekomposisi menjadi pupuk hijau bagi tanaman dan menjadi makanan bagi hewan
tanah. Bahan organik

ini dapat meningkatkan produktivitas tanah untuk mendukung produksi

lahan (Njurumana dkk., 2008). Sumber utama bahan organik
penelitian

ini, yaitu di

pegunungan

di kawasan

hutan, dalam

R. Soerjo adalah tumbuhan khas
atau hutan hujan tropis. Tumbuhan-tumbuhan tersebut yaitu, saren (Toena
kawasan Taman Hutan Raya

sureni), pasang (Quercus lincata), kukrup (Engelhardia spicata), anggrung (Trema
orientalis), kemelandingan gunung (Mycura javabica), suku Moraceae (misalnya kebek
lFicus padana] dan treteh lFicus sp.] dan suku Euphorbiaceae. Terdapat pula berbagai jenis
tumbuhan bawah seperti tumbuhan paku, pisang hutan, palem-palemal, anggrek, dan liana.

Menurut Ardiani (2012) hasil dari analisis vegetasi yang dilakukan diketahui 39 suku
yang berhasil diidentifikasi

di lokasi penelitian Taman Hutan Raya R. Soerjo. Suku yang

paling banyak jenisnya jika dibandingkan dengan suku lainnya adalah dari Euphorbiaceae
dengan 4 jenis yang ditemukan yaitu ketupuk (Claoxylon longifolium), kopian (Glochidion

macrocarpum), tutup (Macaranga sp.), dan patikan emas (Euphorbia hirta). Suku selanjutnya
yaitu Moraceae teridentifikasi

3

jenis yang terdiri dari dampul (Ficus lepicarpa), kebek (Ficus

padana), dan tritih (Ficus sp.). Selain itu, suku Rosaceae juga teridentifikasi sebanyak 3 jenis
yang terdiri dari jenis baros (Prunus cf. arborea ), ribandel (Rubus chrysophyllus), dan sebra
(Rubus

fraxiniftlius).

Kehadiran Collembola berkaitan erat dengan kemampuan individu dalam menyesuaikan

diri terhadap bahan organik yang tersedia (Ganjari, 2012).

Keanekaragaman fauna tanah

dipengaruhi oleh variasi makanan yang tersedia di lingkungan. Lingkungan dengan vegetasi
penutup lahan yang lambat melapuk umumnya memiliki kepadatan Collembola tinggi karena
makanan tersedia dalam waktu lama (Sugiyarto dkk., 2007). Hal

ini juga didukung oleh

Rahmawaty (2004) bahwa beberapa hewan tanah seperti Collembola hidup dari tumbuhtumbuhan yang sudah mati. Hewan tanah merupakan salah satu kelompok heterotrof utama di

dalam tanah. Proses dekomposisi dalam tanah tidak akan mampu berjalan cepat bila tidak

ditunjang oleh kegiatan hewan tanah. Sistem ini bersifat timbal bail sehingga keberadaan
hewan tanah dalam tanah juga sangat tergantung pada ketersediaan energi dan sumber
makanan untuk melangsungkan hidupnya, seperti bahan organik dan biomassa hidup yang
semuanya berkaitan dengan aliran siklus karbon dalam tanah.

Perkembangan dan aktivitas hewan tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya

akan memberikan dampak positif bagi kualitas atau kesuburan tanah apabila ketersediaan
energi dan hara bagi mesofauna tanah tersebut terjamin atau tidak terganggu. Bagi hewan

tanah, tersedianya makanan akan mendukung kehidupan dan menyebabkan
perkembangbiakannya menjadi cepat sehingga populasi-populasinya akan melimpah.
Interaksi hewan tanah tampaknya sulit dihindarkan karena hewan tanah banyak terlibat dalam
suatu j aring-j aring makanan dalam tanah (Rahmawaty, 200 4).

Bahan organik pada tanah hutan merupakan komponen penting ditinjau dari siklus hara,

siklus hidrologi, produktivitas hutan, dan neraca karbon global. Secara global,

tanah

mengandung cadangan karbon lebih besar daripada kawasan daratan lainnyaBahan organik
pada tanah hutan merupakan bersifat sangat dinamis (Job6ggy

& Jackson, 2000). Kandungan

bahan organik tanah dapat berubah sebagai akibat proses alami seperti suksesi dan akumulasi
biomassa dan adanya faktor antropogenik, seperti konversi vegetasi penutup lahan dan panen.

Langkah konversi hutan alam menjadi lahan yang dikelola manusia, baik ladang atau
pertanian dan pemukiman menyebabkan penurunan kandungan bahan organik secara
signifikan. Bahan organik peka terhadap gangguan, maka setiap perubahan yang terjadi pada
suatu ekosistem dapat menyebabkan percepatan perubahan kandungan bahan organik atau C-

organik dalam tanah. Kondisi ini dalam jangka panjang dapat mempengaruhi produktivitas
lahan dan hewan di dalamnya (Sabaruddin dkk, 2001; Sabaruddin dkk, 2003).

Bahan organik tanah tidaktah statis tetapi selalu ada perubahan dengan penambahan
sisa-sisa tumbuhan tingkat

tinggi dan penguraian materi organik oleh jasad pengurai. Bahan

organik mempunyai pengaruh besar pada sifat tanah karena dapat menyebabkan tanah
menjadi gembur, meningkatkan kemampuan mengikat air, meningkatkan absorpsi kation, dan

juga sebagai ketersediaan unsur hara (Buckman &. Brady, 1982). Menurut Russel (1988)
bahan organik mempengaruhi sifat fisik-kimia tanah dan merupakan sumber pakan untuk
menghasilkan energi dan senyawa pembentuk tubuh hewan tanah.

Menurut Sugiyarto dkk (2007) keanekaragaman hewan tanah dipengaruhi oleh variasi
makanan yang tersedia

di lingkungan.

Lingkungan dengan vegetasi penutu