Plot kampung kauman yang Hilang

Plot yang Hilang
“Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang
tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik
ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan
oleh keadaan.”- Anies Baswedan
“Mendidik adalah panggilan. Dengan mendidik kita telah memberikan sumbangsi dalam
mewujudkan salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mencerdaskan
kehidupan bangsa.”- Ilmal Satriani
Menjadi seorang relawan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Bukan hanya
mengorbankan waktu dan tenaga. Tetapi hal yang sulit adalah mengalahkan diri sendiri.
Mengalahkan diri sendiri memang jauh lebih sulit daripada mengikuti ujian final di kelas
dengan mata kuliah paling sulit yang dipandu oleh dosen paling killer sekalipun. Inilah salah
satu plot dalam hidupku yang akan aku bagi bersama kalian.
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan tujuan utama bangsa Indonesia. Salah satu
upaya untuk mencapai tujuan tersebut yaitu melalui pendidikan. Pendidikan yang dimiliki
oleh suatu bangsa akan berdampak pada peradaban bangsa tersebut. Hal ini dikarenakan
pendidikan merupakan faktor utama untuk memajukan sebuah negara. Mencerdaskan
kehidupan bangsa bukan hanya tugas pemerintah.
Aku pernah membaca sebuah kalimat. Awalnya aku tidak mengerti apalagi tersentuh
dengan tulisan tersebut.
“Mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik. Berarti juga, anak-anak yang

tidak terdidik di Republik ini adalah "dosa" setiap orang terdidik yang dimiliki di Republik
ini. Anak-anak nusantara tidak berbeda. Mereka semua berpotensi. Mereka hanya dibedakan
oleh keadaan.”- Anies Baswedan
Disinilah aku menemukan diriku. Seorang pendidik yang dulunya aku tidak pernah
mengira. Secara teknis aku adalah guru bagi mereka, tapi pada dasarnya akulah yang berguru
kepada mereka. sebab sekolah memang tanpa batas, setiap orang adalah guru dan setiap
tempat adalah sekolah.
Menikmati proses belajar di meja perkuliahan bagiku tidaklah cuckup. Sejak dulu aku
memang terbiasa dengan kegiatan ekstrakulikuler. Aku adalah seorang anggota Madya Palang
Merah Remaja SMP Negeri 17 Makassar. Akupun memutuskan Bergabung dengan Unit
Kegiatan Mahasiswa di Kampus. Namaku pernah tercatat sebagai Wakil Kepala Penelitian
dan Pengembangan Resimen Mahasiswa Universitas Hasanuddin dialnjutkan dengan periode
berikutnya sebagai Kepala Sekretariat dan pernah juga bergabung di Pantun dan Seni
Kreatif. Tak lupa saya juga bergabung di Student Employee Universitas Hasanuddin. Warawiri dilingkungan kampus. Mulai dari kuliah, mengikuti kuliah umum, seminar, workshop
kepanitiaan internal kampus, regional bahkan nasional. Jujur aku merasa ada yang kurang.
Memang sikap dasar manusia tidak pernah puas. Ok saya mengganti katanya. Aku merasa
ada yang kurang. Ada plot yang seolah menghilang.

Di penghujung Oktober 2015 aku terbang ke Bumi Sriwijaya. Mengikuti kegiatan
kepemudaan nasional. Sriwijaya Leaders Forum. Aku menikmati asap yang sebelumnya

hanya aku nikmati di layar televisi. Aku sempat mengalami permasalahan pernafasan ketika
pertama kali menginjakkan kaki. Namun, aku mencoba terbiasa. Kami mengikuti serangkaia
kegiatan. Aku menikmati. Namun, disini plot hebat dalam hidupku dimulai. Ketika kami
melakukan kegiatan yang diberi judul, youth action. Kami akan melakukan kegiatan tersebut
di Desa Burai. Aku tidak pernah membayangkan. Namun, sebelum ke desa, kami akan
melakukan kegiatan penggalangan dana. Tanpa modal seperserpun. Tanpa alat komunikasi.
Survive di Pasar. Bersama dengan teman kelompok yang telah dibagi sebelumnya.
Aku bersama rekanku dari Jambi. Kami berkeliling tapi nampaknya belum ada yang
mmepercayai kami. Kami masih asing. Aku melihat seorang bapak yang berjualan Telur
Puyu. Akupun menghampirinya dan menceritakan perihal kami ada disini. Bapakpun dengan
sennag hati. Kamipun bekerja sama. Kami menjual telur dengan harga yang naik sekitar
seribu rupiah. Kamipun berkeliling pasar menawarkan jualan kami, sambil berteriak. Tello…
tello…tello…. Alhamdulillah jualan kami laris terjual dan penghasilan kami diluar ekspektasi.
Hal yang paling membuatku merasa berharga adalah Si Bapak Penjual Telur tersebut meniru
cara kami berjualan. Jika selama ini bapak hanya berjualan di satu titik saja, tidak seperti
kami yang berkeliling. Alhamdulillah saya merasa bahagia yang sebelumnya belum pernah
aku rasakan. Terima Kasih Ya Allah… telah memperjalankaku. Setiap orang adalah
penginspirasi bagi lainnya.
Menghadapi generasi mudo Palembang di Desa Burai, mereka adalah remaja yang berusia
sekitar duabelas hingga limabelas tahun. Mereka menceritakan pengalamannya. Problematika

yang mereka hadapi. Rokok dan masalah yang mereka hadapi. Entah dimana saya langsung
menggambarkan Paru-paru tak lupa Bronkus dan bronkiolus. Sayapun menjelaskan tentang
bahaya rokok sambil mengingat pelajaran Biologi yang pernah saya tempuh di bangku SMP.
Berbagai inspirasi kepada mereka. menceritakan tentang diriku apa adaya. Serta beberapa
pengalam yang pernah saya lalui yang menurut saya bias memberi mereka secuil inspirasi.
Serta proses bagaimana aku bias bersua dengan mereka. Tak lupa aku bertanya tentang apa
yang akan mereka lalukan terhadap kampong mereka Tentang Palembang. Jika merek
bertemu dengan Pejabat semisalnya Presiden atau setidaknya Pak Hattarajasa yang
notabenenya adalah pejabat yang berasal dari wong kito galoh. Walaupun hanya sedikit
inspirasi yang aku bagikan kepada mereka, tapi aku kembali merasakan sebuah kebahagian
yang tak bias aku lukiskan pada sebuah tinta.
Belum cukup seminggu di Kota Daeng aku diberi kesempatan menimbah ilmu di Taiwan.
Summer School 2015. Aku menjadi delegasi. Aku merasa sangat bahagia. Sebab ini adalah
kali pertama aku meninggalkan Negeriku, Indonesia. aku merasa bahagia. Aku menikmati
anugrah yang telah diangurehakan Sang Ilahi dengan penuh kesyukuran. Alhamdulillah…
terima Kasih Ya Allah.
Aku menikmati Taiwan dengan memulai pagi denagn bersepeda. Aku menikmati udara
segar yang mungkin tidak aku temui di negeriku. Indah dan segar. Tapi, aku merasa ada yang
kurang. Entahlah. Aku merenungi pagi dengan menikmati kicauan burung dan semilir air.


Aku mengenang ketika berada di Desa Burai. Di sebuah desa yang di kelilingi tembusan
sungai Musi (Kata teman2). Aku ingat senyum polos Daniel dan teman-temannya. Ketika
Daniel bercerita ketika dia dewasa, menjadi pejabat atau setidaknya ketika di bersua dengan
pemerintah. Polos dan aku menikmati semunya. Aku berharap bias kembali bersua bersama
mereka kelak.
Di awal tahun 2016 aku memilih bergabung pada sebuah NGO. Entah mengapa aku
memilih mencari kesibukan. Ketika teman kelasku telah memperisapkan ujian Akhir aku
sibuk mecari kesibukan di luar. Sambil mencari Plot yang hilang dalam diriku. Entah apa dan
mengapa? Aku smepat diragukan oleh Koordinator relawan pada NGO tersebut, untuk
bergabung dengan mereka. entahlah waktu yang akan menjawab semuanya.
Apa yang anda fikirkan ketika mendengar kata Panti Asuhan? Panti Asuhan di tengah
kota? Di sebuah kanal. Ya, disitulah tempatku berbagi dan menimbah ilmu. Aku mengira
adik-adik di Panti Asuhan mudah untuk ditaklukkan seperti peserta didik di dalam kelas.
Ternyata tidaklah mudah menaklukkan mereka. awalnya aku sempat bertanya. ‘Apakah kami
diterima jadi relawan?’. Menaklukkan mereka bukan hanya memenagkan hati mereka tapi
terlebih dahulu haruslah mengalahkan ego yang kita miliki.
Aku sanagt bahagia bias bertemu dengan adik-adik di panti. Berbagi bersama mereka
adalah hal yang menyenagkan. Melihat tawa mereka. melihat ekspresi mereka adalah
penghilang penat. Melihat tawa dan sambutan mereka adalah jawaban plot yang hilang dari
dalam diriku. Terima kasih, adik-adikku.

Jika Bapak Anies Baswedan memiliki kalimat seindah kata diatsa seorang Ilmal Satriani juga
memiliki kalimat, “Mendidik adalah panggilan. Dengan mendidik kita telah memberikan
sumbangsi dalam mewujudkan salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), mencerdaskan kehidupan bangsa.”