Implementasi Public Private Partnerships dan Dampaknya

Implementasi Public-Private Partnerships dan Dampaknya ke APBN
Oleh : Praptono Djunedi

Untuk kali kedua, pemerintah menyelenggarakan Indonesia Infrastructure
Summit di Jakarta, 1 – 3 November 2006 beberapa waktu lalu. Maksudnya jelas, yaitu
untuk mensosialisasikan konsep Public Private Partnerships (PPP) dan mengundang
minat investor swasta untuk kerjasama dalam penyediaan infrastruktur (seperti jalan
tol, energi listrik, pelabuhan udara dan sebagainya) di Indonesia.
Terminologi ”Public-Private Partnerships” sendiri dalam dua tahun terakhir
ini memang terasa cukup akrab bagi kita yang memang berkecimpung dalam dunia
fiskal. Istilah ini mengemuka tatkala kapasitas fiskal pemerintah dalam penyediaan
infrastruktur bagi publik sangat terbatas jumlahnya.Di sisi lain kuantitas dan kualitas
tingkat kerusakan infrastruktur yang ada terus meningkat. Tulisan ini akan mencoba
membahas sekitar definisi dan gambaran umum pelaksanaan PPP di Indonesia, dan
dampaknya pada APBN.

Definisi dan Gambaran Umum PPP
Menurut William J. Parente dari USAID Environmental Services Program,
definisi PPP adalah ”an agreement or contract, between a public entity and a private
party, under which : (a) private party undertakes government function for specified
period of time, (b) the private party receives compensation for performing the

function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from
performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be
transferred or made available to the private party.”
Di Indonesia, jenis proyek infrastruktur yang akan dan dapat dikerjasamakan
dengan investor swasta meliputi :

(a)

transportasi (pelabuhan laut, sungai atau danau, pelabuhan udara,
jaringan rel dan stasiun kereta api)

(b)

jalan (jalan tol dan jembatan tol)

(c)

pengairan (saluran pembawa air baku)

(d)


air minum (bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi,
jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum)

(e)

air limbah (instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan
jaringan utama) serta sarana persampahan (pengangkut dan tempat
pembuangan)

(f)

telekomunikasi (jaringan telekomunikasi)

(g)

ketenagalistrikan (pembangkit, transmisi, dan distribusi tenaga listrik)

(h)


minyak dan gas bumi (pengolahan, penyimpanan, pengangkutan,
transmisi atau distribusi migas)

Selanjutnya, kalau melihat proses kerja PPP sebagaimana terlihat pada tabel 1
maka proses tersebut terkesan mirip dengan proses pengadaan dalam Kepres Nomor
80 Tahun 2003. Memang, pasal 51 Kepres Nomor 80 Tahun 2003 menyebutkan
bahwa khusus pengadaan dengan pola kerjasama antara pemerintah dan swasta akan
diatur dengan Kepres tersendiri. Aturan yang dimaksud adalah Perpres Nomor 67
Tahun 2005.
Dalam Perpres tersebut dinyatakan bahwa pelaksanaan PPP dilakukan
diantaranya berdasarkan prinsip : adil, terbuka, transparan, dan bersaing
(competition). Dengan adanya pengadaan yang mengedepankan transparency and
competition, manfaat yang dapat diraih adalah :
™ Terjaminnya mendapatkan harga pasar yang terendah (lowest market prices);
™ Meningkatkan penerimaan publik terhadap proyek PPP;

Tabel 1 : Proses Kerja Public Private Partnership
Seleksi dan
Prioritisasi
Proyek


- Analisis
kebutuhan
- Identifikasi
dan penetapan prioritas proyek
- Analisis
Value
for Money

Studi
Kelayakan
dan Uji
Tuntas

- Studi Kelayakan
- Identifikasi
kebutuhan
Dukungan
Pemerintah
- Analisis Risiko

- Pemililhan
Bentuk KPS
- Uji Tuntas
- Penetapan untuk
dapat dilelang

Proses
Lelang

- Penyiapan
Dokumen
Lelang
- Penetapan Cara
Evaluasi
- Pembentukan
Panitia
- Proses lelang
- Evaluasi lelang
- Penetapan calon
pemenang

lelang

Negosiasi

- Check
List
Negosiasi
- Pembentukan
Tim Negosiasi
- Negosiasi draft
perjanjian
kerjasama
- Negosiasi
alokasi risiko
- Penetapan
pemenang
lelang

Manajemen
Kontrak


- Financial
Closing
- Konstruksi
- Commissioning
- Operasi
- Monitoring
- Pengalihan pada
akhir
masa
konsesi, jika ada

Source : Miharjana, 2006
™ Mendorong kesanggupan lembaga keuangan untuk menyediakan pembiayaan
tanpa sovereign guarantees;
™ Mengurangi risiko kegagalan proyek;
™ Dapat membantu tertariknya bidders yang sangat berpengalaman dan
berkualitas tinggi;
™ Mencegah aparat pemerintah dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
Dalam Perpres yang sama juga dijelaskan bahwa tujuan pelaksanaan PPP

adalah untuk :
™ mencukupi kebutuhan pendanaaan secara berkelanjutan melalui
pengerahan dana swasta;
™ meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui
persaingan sehat;

™ meningkatkan

kualitas

pengelolaan

dan

pemeliharaan

dalam

penyediaan infrastruktur serta
™ mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang

diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan daya beli
pengguna.
Bagaimana dengan pelaksanaan di negara-negara lain? Pada tabel 2
dikemukakan alasan berbagai negara yang memilih konsep PPP. Dari tabel 2, bisa
terlihat bahwa alasan memilih konsep PPP itu bervariasi. Ada negara yang ingin
meningkatkan lapangan kerja (India), ada yang ingin memperoleh teknologi baru atau
berbagai alasan lainnya.
Tabel 2 : Negara Yang Memilih PPP

No

Negara

Alasan Memilih PPP

1

United States

To improve operational efficiencies


2

United Kingdom

To increase competition

3

South Korea

To access new and proven technologies

4

India

To create employment opportunities

5


Thailand

To provide services not currently provided

6

Philippines

To create transparent procurement

7

South Africa

Mobilize additional investment funds

Source : Parente, 2006

Perkembangan PPP dan Dampaknya terhadap APBN
Di Indonesia, sejatinya konsep PPP ini dipilih sebagai alternatif oleh
pemerintah semenjak pembangunan infrastruktur mulai agak tersendat karena
datangnya krisis moneter. Begitu kondisi Indonesia semakin terpuruk karena krisis,
saat itu Presiden Soeharto mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998
tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Pembangunan

dan/atau Pengelolaan Infrastruktur. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil.
Apalagi, kondisi moneter dalam negeri saat itu belum stabil sehingga terjadi capital
flight yang cukup besar.
Baru pada tahun 2005, Pemerintah mulai serius untuk menerapkan konsep
PPP. Diawali dengan diselenggarakannya Indonesia Infrastructure Summit I pada
pertengahan Januari 2005. Saat itu, ada sebanyak 91 proyek yang ditawarkan
pemerintah kepada investor swasta untuk menjadi proyek kerjasama PemerintahSwasta (Lihat tabel 3). Sedangkan pada Indonesia Infrastructure Summit II (Indonesia
Infrastructure Conference and Exhibition 2006) pemerintah menawarkan 111 proyek
(termasuk 10 model proyek yang diunggulkan). Ternyata, untuk ”mengawal” proyekproyek tersebut supaya layak dikerjasamakan membutuhkan kerja super keras
pemerintah. Banyak hal yang harus diperbaiki atau dibentuk.
Secara garis besar, terdapat tiga hal yang harus segera diselesaikan
pemerintah. Kesatu, membentuk kelembagaan baru yang mendukung pelaksanaan
PPP; kedua, melakukan harmonisasi, reformasi dan revisi terhadap berbagai aturan
yang saling bertentangan dan yang menghambat masuknya investasi; dan ketiga,
meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
Untuk tugas pertama, pemerintah telah membentuk apa yang disebut dengan
Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang diketuai oleh
Menteri Koordinator Perekonomian pada Mei 2005. Komite ini mempunyai tugas :
a. merumuskan strategi dalam rangka koordinasi pelaksanaan percepatan
penyediaan infrastruktur;
b. mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan kebijakan percepatan
penyediaan infrastruktur oleh Menteri Terkait dan Pemerintah Daerah;
c. merumuskan kebijakan pelaksanaan kewajiban pelayanan umum (Public
Service Obligation) dalam percepatan penyediaan infrastruktur;
d. menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan

percepatan penyediaan infrastruktur.
Selain KKPPI, beberapa institusi pendukung dalam rangka PPP juga sedang
dan telah dibentuk seperti :
™ Departemen Keuangan telah membentuk Pusat Pengelolaan Risiko
Fiskal (Risk Management Unit) dan Badan Investasi Pemerintah.
™ Departemen

Perhubungan,

Departemen

Pekerjaan

Umum

dan

Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral masing-masing telah
membentuk Simpul PPP (PPP Node).
™ Pemerintah juga membentuk Pusat Pengembangan PPP (PPP Center)
Selanjutnya, pemerintah melakukan harmonisasi, reformasi dan revisi
terhadadap berbagai aturan yang tidak market friendly, baik itu berbentuk UndangUndang maupun Perda, termasuk aturan pelaksanaannya. Beberapa contoh
kongkritnya adalah :
™ Terbitnya Perpres Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama
Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur ( sebagai
revisi atas Kepres Nomor 7 Tahun 1998) ;
™ Terbitnya Perpres Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas
Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi
Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
™ Perpres Nomor 71 Tahun 2006 tentang Penugasan kepada PT PLN
(Persero) untuk melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit
Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara
™ Keluarnya Permenkeu Nomor 38 Tahun 2006 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengendalian dan Pengelolaan Risiko atas Penyediaan
Infrastruktur.

™ Banyaknya Perda yang direvisi dan dibatalkan, dan sebagainya.
Dan terakhir, pemerintah sangat membutuhkan SDM yang andal dan
berintegritas dalam rangka menyukseskan pelaksanaan PPP di Indonesia. Andal
dalam arti mempunyai kapasitas atau kompetensi tertentu untuk melaksanakan tugas
dengan sangat baik. Tidak gagap ketika berhadapan dengan investor swasta
membahas proyek yang dimintakan dukungan pemerintah atau tatkala melakukan
analisis keuangan proyek maupun keuangan perusahaan investor. Berintegritas dalam
arti tahan terhadap segala daya upaya para investor yang unfair agar proposal
proyeknya disetujui untuk memperoleh dukungan pemerintah. Oleh karena itu,
tidaklah berlebihan kalau untuk penempatan SDM di institusi pendukung PPP perlu
dilakukan secara hati-hati.

Tabel 3 : Daftar Status Terakhir Proyek Yang Telah Ditawarkan Dalam
Indonesia Infrastructure Summit I, 2005

SECTOR

Operation

Construction

Funding
Strategy,
Contract
Signing

Appointment
of Winner,
Negotiation,
Review of
Business
Proposal

1
-

14
-

8
1

-

1
3

2
3

Land
Procurement

Ministry of Public Works
1
Toll Road
2
1
Drinking Water
Ministry of Energy and Mineral Resources
1
Electricity
Gas Pipeline
Ministry of Transportation
Port
1
Airport
Railway System
Ministry of Communication and Information
Telecommunications
TOTAL
3
3

Bid
Preparation

Revisited

No. of
Project

7
-

7
3

17

38
24

2
-

4
-

4
3

-

12
6

4
1

-

-

-

2
-

4
5
1

23

11

11

17

1
20

1
91

Source : Majalah Infrastruktur Vol.02 edisi 06, Agustus 2006, KKPPI

Bid

Tabel 4 : Daftar potensi investasi proyek-proyek infrastruktur Indonesia
Infrastructure Conference & Exhibition 2006

Proyek
Jalan tol
Air minum
Pembangkit
listrik
Perpipaan gas
Transportasi
Telekomunikasi
**)
Total

Nilai
Jumlah Model Proyek
Investasi
Proyek proyek potensial
(US$ juta)
20
2
18
5,340.34
13
3
10 *)
502.46

Model
proyek

Proyek
potensial

1,037
108.40

4,303.34
394.06

36

2

34

4,527.00

1,475.00 3,052.00

12
29

2

12
27

2,855.00
> 1,998.82

369.00

2,855.00
> 1,998.82

1

1

-

1,517.00

1,517

-

111

10

101

> 16,740

4,506.40 12,234

Sumber: Kantor Menko Perekonomian, dalam harian Bisnis Indonesia (1 November 2006)
Keterangan:
*) Termasuk proyek potensial pembangunan dam Karian
**) Selain model proyek juga akan ditawarkan pemberian ijin penggunaan spektrum dengan potensi
revenue sebesar Rp150 miliar/tahun
dan penyelenggaraan proyek-proyek USO senilai Rp500 miliar/tahun

Di sisi lain, kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia
tahun 2005-2009 secara total diperkirakan mencapai sekitar Rp 1.400 trilyun. Dengan
asumsi kurs Rp 9.000 per USD maka kemampuan pembiayaan dalam negeri yang
berasal dari Pemerintah (APBN) diperkirakan sekitar Rp 255 trilyun (17 persen) dan
perbankan nasional sekitar Rp 270 trilyun (21 persen). Sisanya, sekitar Rp 875 trilyun
diharapkan dari para investor asing, bank internasional, long term loan, dan sumber
pembiayaan lainnya. Dua paket proyek infrastruktur pada tabel 3 dan 4 (berjumlah
202 proyek) di atas termasuk yang diharapkan dapat dibiayai dari dana Rp 875 trilyun
tersebut. Tentu saja proyek-proyek yang ditawarkan itu yang commercially and
economically viable. Berdasarkan perkembangan yang ada, proyek jalan tol dan
pembangkit listrik mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Diharapkan pada
tahun 2007, sudah ada yang masuk tahap konstruksi.

Namun demikian, dengan adanya proyek PPP tentu akan berdampak terhadap
APBN, baik dari sisi pendapatan maupun belanja. Di sisi pendapatan, pihak investor
tentu berupaya agar proyek PPP-nya bisa memperoleh dukungan pemerintah.
Dukungan pemerintah yang dimaksud bisa berupa permintaan pembebasan atau
keringanan pajak, bea, maupun tarif.
Kemudian, di sisi belanja, pihak investor tentu juga berusaha memperoleh
dukungan pemerintah dalam bentuk pemberian subsidi atau dana jaminan (guarantee
fund), misalnya. Tentu saja dana dukungan pemerintah yang akan dialokasikan dalam
APBN itu di luar alokasi dana penyediaan infrastruktur yang bersifat tidak komersial,
yang memang menjadi tugas pemerintah.
Untuk tahun 2006, pemerintah telah mengalokasikan dana infrastruktur (dalam
konteks PPP) sebesar Rp 2 trilyun dalam APBN-P. Sedangkan pada APBN tahun
2007 juga mengalokasikan Rp 2 trilyun. Kumulatif dana itu rencananya akan dipakai
untuk guarantee fund sebesar Rp500 Milyar, untuk pembentukan Indonesia
Infrastructure Fund sebesar Rp600 Milyar, pembebasan lahan untuk jalan tol sebesar
Rp 600 Milyar dan lain-lain. Inilah ”cost” yang barangkali harus ditanggung
pemerintah.
Intinya, kalau konsep PPP dapat membuat proses pengadaan penyediaan
infrastruktur menjadi lebih transparan dan kompetitif serta dapat menarik dana swasta
ratusan trilyun ke Indonesia, why not ?
Semoga sukses !

Praptono Djunedi, mantan anggota Komite Pengelolaan
Infrastruktur. ( Tulisan ini merupakan pendapat pribadi ).

Risiko

atas

Penyediaan

Pustaka :
Parente, William J., ”Public Private Partnerships” dalam Workshop on “Fundamental
Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in Indonesia”, Jakarta,
2006
Miharjana, Dodi,”Feasibility Analysis and Risks in PPP Projects” dalam Workshop on
“Fundamental Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in
Indonesia”, Jakarta, 2006
Majalah Infrastruktur Vol.02 edisi 06, Agustus 2006, KKPPI
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur
Republic of Indonesia, Indonesia Infrastructure Summit, January 2005

( Dimuat di Majalah Warta Anggaran Edisi 6 Tahun 2007, Direktorat Jenderal Anggaran )