Mengucapkan selamat natal dalam al-Qur'an: studi komparatif penafsiran Ibnu Kathir dan Quraish Shihab terhadap surat maryam ayat 33.

MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DALAM AL-QUR’Ar dan Quraish Shihab
Terhadap Surat Maryam Ayat 33)
SKRIPSI:
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Strata Satu (S-1) dalam Prodi Ilmu Al-Qur’a>n dan Tafsir

Oleh:
ABDUL ROZAQ
NIM: E93213148

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2017

ABSTRAK
Penafsiran al-Qur’a>n adalah sebuah proses pencarian makna yang terdapat
dalam ayat-ayat al-Qur’an. Telah banyak ungkapan bahwa penafsiran al-Qur’a>n tidak
akan pernah menemukan makna yang otoritatif yaitu makna yang mutlak
kebenarannya. Setiap mufasir mempunyai gaya penafsiran dan metode pendekatan

tafsir yang berbeda-beda, oleh sebab itu banyak sekali dijumpai mufasir yang
menafsirkan satu ayat yang sama tetapi hasil penafsirannya berbeda. Oleh karena itu
dalam penelitian ini tertuju pada dua mufasir yaitu M. Quraish Shihab dan Ibnu
Kathi>r. Bagaimana teori tafsir yang digunakan dua mufasir tersebut dalam
menafsirkan ayat 33 surat Maryam sehingga kesimpulan penafsiran mereka berbeda.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teori yang digunakan masingmasing mufasir dalam menafsirkan ayat tersebut. Untuk mengungkap teori yang
mereka gunakan maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kajian teori.
Penelitian ini termasuk kualitatif yang sumber datanya di peoleh dari kepustakaan
library research kemudian data dianalisis menggunakan tehnik deskriptif analitis.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam menafsirkan ayat 33 surat
Maryam dua mufasir tersebut menggunakan teori munasabah, yang masing masing
mufasir mempunyai penjelasan tersendiri dalam karya tafsir mereka. Perbedaan yang
terjadi adalah akibat dari penggunaan teori yang kedua yaitu teori hermeneutika. Ibnu
Kathi>r tidak menggunakan teori hermeneutika dalam mengkaji makna yang terdapat
dalam ayat tersebut, sedangkan M. Quraish Shihab menggunakan teori hermeneutika.
Penggunaan teori hermeneutika yang dilakukan oleh Quraish Shihab memunculkan
makna bahwa ayat 33 surat Maryam, adalah dalil diperbolehkannya mengucapkan
selamat natal kepada umat Nasrani. Quraish Shihab mengungkapkan umat Islam
boleh mengucapkan selamat natal dengan catatan mereka yang mengucapkan
akidahnya akan tetap murni kepada akidah Islamiah.

Kata kunci: Teori tafsir, Natal, M. Quraish Shihab

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. ii
ABSTRAK ................................................................................................................. iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... iv
PENGESAHAN SKRIPSI ..........................................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................... vi
MOTTO .................................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................ xiv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.............................................................................1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................11

C. Rumusan Masalah ....................................................................................11
D. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian ...........................................11
E. Tinjauan Pustaka ......................................................................................12
F. Metode Penelitian ....................................................................................13
1. Jenis Penelitian...................................................................................13
2. Metode Pengumpulan Data ................................................................13
3. Tehnik Analisis Data ..........................................................................14
G. Sistematika Penulisan ..............................................................................15

BAB II

LANDASAN TEORI
A. Teori Munasabah......................................................................................17
B. Teori Hermeneutika .................................................................................22

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

C. Pengertian dan Sejarah Natal ...................................................................30
BAB III PENAFSIRAN AYAT 33 SURAT MARYAM
A. Penafsiran Ibnu Kathir .............................................................................33

B. Penafsiran M. Quraish Shihab .................................................................35
BAB IV

ANALISIS PENAFSIRAN

A. Analisa Penafsiran Ibnu Kathir ................................................................43
1. Analisa Teori Munasabah .................................................................43
B. Analisa Penafsiran Quraish Shihab ..........................................................47
1. Analisa Teori Munasabah .................................................................48
2. Analisa Teori Hermeneutika .............................................................51
BAB V

PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................................60
B. Saran.........................................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penafsiran al-Qur’a>n selalu mengalami perubahan sesuai tuntutan zaman yang
selalu berkembang. Penafsiran tersebut terkadang merupakan sebuah jawaban untuk
menyikapi berbagai masalah tentang agama Islam pada masa modern ini, kehidupan
yang terus berkembang membuat hasil karya mufasir terdahulu dirasa kurang
kompeten untuk menjawab persoalan agama yang terus berkembang, dengan kata lain
bahwa persoalan umat Islam pada masa sekarang ini membutuhkan penafsiran alQur’a>n yang lebih mendetail untuk menjawab pertanyaan atau persoalan umat islam.
Al-Qur’a>n selalu meberikan jawaban-jawaban yang selalu berbeda dan inilah yang
menjadikan al-Qur’a>n selalu membuka jalan untuk selalu diiterpretasi dan tak pernah
tertutup oleh satu interpretasi saja.1
Ayat al-Qur’a>n adalah kalimat suci yang diturunkan oleh Allah untuk
keberlangsungan hidup manusia di dunia, sebagai pedoman dan petunjuk untuk
menjadi hidup yang lebih baik. Dengan tujuan diturunkannya al-Qur’a>n seperti itu,
maka tidak menutup kemungkinan bahwa kandungan isi al-Qur’a>n akan terus
berubah dan berkembang seperti berkembangnya kehidupan manusia dan masalah
yang dihadapinya. Tentunya penafsiran al-Qur’a>n yang kekinian dalam artian

1


M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’a>n (Bandung: Mizan, 1985), 43.
1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

penafsiran yang masih segar, akan membantu manusia untuk menjawab problematika
yang dihadapinya dalam masa modern seperti sekarang ini. Dengan terus
berkembangnya masalah yang dihadapi oleh umat Islam, maka banyak juga
penafsiran yang dilakukan para cendikiawan muslim baik itu untuk tujuan menjawab
problema umat atau dengan tujuan yang lainnya.
Setiap mufasir mempunyai sosio kultural yang berbeda-beda, oleh sebab itu
banyak sekali dijumpai penafsiran mereka antara satu dengan yang lain tidak seragam
meskipun pokok tema atau ayat al-Qur’a>n yang dibahas adalah sama. Tidak hanya
sosio kultural saja yang mempengaruhi seorang mufasir dalam menafsirkan alQur’a>n, cara pandang seorang mufasir terhadap objek yang dikaji pun akan
mempengaruhi mereka dalam menafsirkan al-Qur’a>n. Tingkatan ilmu dan cara
pandang sesuatu yang ada disekitarnya, juga sangat mempengaruhi seorang mufasir
dalam menginterpretasi sebuah ayat al-Qur’a>n. Sehingga tidak ada satu metode atau

bentuk penafsiran yang bisa diklaim mutlak benar dan otoritatif.2
Banyak dijumpai berbagai kitab tafsir dalam menyikapi sebuah tema yang
sama, akan tetapi berbeda dalam menyikapi atau menganalisis tema tersebut. Hal itu
bisa saja terjadi dari berbagai segi baik itu sosio kultural, tingkatan intelegensi
mufasir atau bahkan kecendrungan madhab yang dianut oleh mufasir. Pada masa
ulama mutaqadimin, penafsiran yang beredar adalah sekitar permasalahan atau
peristiwa yang melatar belakangi turunnya sebuah ayat dengan merujuk kepada
2

Syafrudin, Paradigma Tafsir Tekstual dan Kontekstual Usaha Memaknai Kembali Pesan alQur’a>n (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 5.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

pengetahuan yang mereka miliki. Oleh karena itu mereka tidak banyak merujuk atau
menafsirkan al-Qur’a>n dari segi disiplin ilmu yang berkembang seperti nahwu,
balagh}ah} dan lain sebagainya.3 Tidak banyak dijumpai para sahabat menafsirkan
lafaz} atau susunan kalimat bahkan gaya bahasa sekalipun, yang justru hal tersebut
menjadi tema sentral mufasir mutaakhiri>n pada masa sekarang ini, mereka hanya

memfokuskan makna yang terkandung dalam al-Qur’a>n yang penafsiran itu langsung
bersumber dari al-Qur’a>n dan Rasulullah Saw atau yang sering disebut dengan tafsir
bi ma’thur.
Ibnu Kathi>r adalah seorang ulama yang bergelut dengan penafsiran al-Qur’a>n
pada masa periode awal. Banyak ulama yang menilai bahwa penafsiran yang
dilakukan oleh Ibnu Kathi>r sebuah penafsiran yang mempunyai derajat tinggi dalam
metodenya. Ia dalam menafsirkan ayat al-Qur’a>n terlebih dahulu menggunakan ayat
al-Qur’a>n yang lain, jika tidak dijumpai penfasiran ayat tersebut dalam al-Qur’a>n
kemudian mencari dalam hadith, apa bila masih tiodak dijumpai kemudian dengan
ijtihad dan seterusnya, seperti apa yang telah termuat dalam ilmu tafsir.
Dengan metode demikian maka tidak banyak dijumpai dalam penafsiran Ibnu
Kathi>r didominasi dengan penggunaan akal atau disebut tafsir bi ar ra’yi. Sehingga
banyak dijumpai dalam tafsirnya, sebuah penafsiran terhadap suatu ayat lebih kepada
makna teks yang termuat dalam ayat tersebut. Dengan demikian penafsiran yang
dilakukan bisa dikatakan ingin mengungkap makna yang termuat dalam al-Qur’a>n.
3

Ali Hasan al Aridl, Sejarah dan Metodelogi Tafsir, terj. Ahmad Akrom (Jakarta: Grafindo
Persada, 1994), 15.


digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Berbeda dengan mufasir mutaakhiri>n mereka menafsirkan al-Qur’a>n sesuai
kebutuhan atau tuntutan zaman di mana mereka berada dan pada situasi seperti apa.
Penafsiran pada masa ini lebih cendrung untuk menyikapi permasalah agama yang
tidak ditemukan jawabannya dari penafsiran ulama klasik, sehingga mufasir
mutaahiri>n mengerahkan segala kemampuan ijtih}ad mereka untuk menafsirkan alQur’a>n yang bahkan dominasi penafsiran dengan akal muncul dalam ilmu tafsir yang
kemudian disebut dengan tafsir bi ra’yi. Memang tafsir bi ra’yi ini sudah berkembang
sejak masa sahabat, akan tetapi pada masa itu tidak banyak penafsiran yang dilakukan
dengan menggunakan akal, hal tersebut terjadi ketika dalam menafsirkan ayat-ayat alQur’a>n tidak dijumpai tafsirannya baik itu dari al-Qur’a>n maupun riwayat Nabi,
sehingga sahabat terpaksa mengerahkan segenap kemampuan untuk berijtih}ad.4
Pada abad ke 20 atau sering disebut dengan periode modern adalah masa yang
berkontribusi besar dalam perkembangan tafsir di Indonesia, karena banyak para
cendekiawan muslim yang melakukan tajdid atau pembaharuan dalam dalam upaya
penafsiran al-Qur’a>n.5 Banyak tokoh pembaharu dalam Islam diantaranya adalah
Muhammad Ibnu Abdul Wahab, Jamaludin al Afghani, Muhammad Abduh dan
Ahmad Khan. Mereka adalah tokoh pembaharu dalam dunia Islam yang banyak
mempengaruhi pemikiran ulama setelahnya termasuk para mufasir. Dengan adanya


Mana’ Khalil al Qattan, Studi Ilmu Ilmu al-Qur’a>n, terj. Mudzakir AS (Bogor: Pustaka
Litera Antar Nusa, 1973), 472.
5
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir al-Qur’a>n di Indonesia (Solo: Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2003), 81.
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

periode modern yang berkembang, tentunya sedikit banyak para tokoh tajdid yang
mempengaruhi perkembangan keilmuan tafsir al-Qur’a>n di Indonesia.
Pada kurun waktu 1981-2000 dengan adanya metode pengajaran melalui
perguruan tinggi, dalam perkembangan ilmu tafsir mempunyai ciri khusus yaitu
menekankan dan mengembangkan metode berpikir ilmiah yang sistematis dan logis.
Artinya, mahasiswa dituntut untuk mengembangkan kreativitas diri masing-masing
dengan tujuan agar alumni mempunyai kemampuan untuk mengemukakan ide-ide
atau gagasan-gagasan baru yang inovatif untuk merespon tuntunan zaman dan

kebutuhan umat. Salah satu diantara ulama tafsir Indonesia yang tergolong dalam
mufasir periode ini yaitu M. Quraish Shihab yang mengarang kitab tafsir Al Misbah.6
Quraish Shihab dalam menafsirkan al-Qur’a>n banyak diketahui menggunakan
pendekatan atau corak adabi ijtima’i. Corak yang digunakan tersebut berkutik sekitar
keadaan sosial kemasyarakatan yang berkembang di Indonesia seperti sekarang ini.
M. Quraish Shihab adalah salah satu mufasir yang muncul pada masa modern
sekarang ini. Penafsiran Quraish Shihab tentang al-Qur’a>n lebih ke arah untuk
menyikapi masalah atau persoalan umat islam yang berkembang pada masa sekarang,
atau yang disebut dengan corak tafsir adabi ijtima’i. Corak tersebut agaknya memang
sangat mendukung untuk dijadikan wacana dan rujukan untuk menyikapi masalah
yang dihadapi umat Islam pada masa modern ini. Karena kehidupan yang terus
berubah dan persoalan yang dihadapi oleh umat Islam akan terus berkembang, maka

Ibid., 108.

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

dirasa tidak akan mampu sekiranya hanya dijawab dengan hasil tafsiran al-Qur’a>n
ulama klasik yang notabenenya, kehidupan sosial dan masalah keagamaan yang
berlangsung pada masa itu sudah sangat berbeda dengan apa yang terjadi di zaman
mutaakhiri>n ini.
Pendekatan yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam menafsirkan alQur’a>n dengan tujuan untuk menjawab berbagai persoalan umat Islam merupakan
metode yang tergolong baru. Dengan tujuan yang seperti demikian itu tentu kajian
tafsir dengan metode pendekatan adabi ijtima’i akan sangat membantu untuk
menjawab berbagai persoalan umat Islam yang terus berkembang seperti sekarang ini.
Banyak sekali persoalan-persoalan umat Islam yang melatar belakangi
pemikiran Quraish Shihab untuk menafsirkan ayat al-Qur’a>n, persoalan tersebut ia
rangkum kemudian berusahan untuk ditafsirkan dengan menggunakan pendekatan
sosial kemasyarakatan. Yang menjadi pembahasan tulisan kali ini adalah salah satu
tema yang ditafsirkan Quraish Shihab menggunakan al-Qur’a>n yaitu tentang seruan
al-Qur’a>n untuk mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani yang terdapat
dalam ayat 33 surat Maryam.
Banyak cendekiawan muslim yang mengatakan bahwa natal yang menurut
umat Nasrani jatuh pada tanggal 25 desember bukanlah hari lahirnya nabi Isa as, oleh
sebab itu terlaranglah orang mengucapkan selamat natal kepada umat Nasrani. Sejauh
yang penulis ketahui tentang natalbukanlah hari dimana Isa as dilahirkan. Perayaan
hari natal adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh bangsa romawi untuk

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

memperingati hari kelahiran dewa matahari dan pada saat itu mereka berbondongbondong memeluk Kristen akan tetapi mereka enggan untuk meninggalkan tradisi
mereka. Kemudian kebiasaan mereka merayakan kelahiran dewa matahari dileburkan
ke dalam tradisi umat Nasrani sebagai perayaan hari natal yang jatuh pada 25
Desember.
Terlepas dari pengertian apa itu natal, jika dilihat sekilas ayat 33 surat
Maryam tersebut adalah firman Allah yang mengisahkan nabi Isa as ketika bertemu
kaumnya. Ayat itu adalah bantahan nabi Isa as yang memproklamirkan dirinya karena
sudah berhasil selamat dalam tiga situasi yang dialami manusia ketika hidup di dunia.
Seorang mufasir mengatakan bahwa ayat itu adalah ucapan nabi Isa sekaligus berdo’a
untuk dirinya atas diselamatkan dalam tahap yang mencekang tersebut. Dengan
demikian Isa as dalam ucapan ini bermohon kiranya segala macam salam dan
kedamaian melimpah kepadanya pada ketiga tempat itu.7
M. Quraish Shihab menafsirkan ayat di atas mempunyai perbedaan dengan
apa yang dilakukan oleh mufasir lainnya, seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Kathi>r
dalam melakukan penafsiran pada ayat di atas mengelompokkan dengan ayat-ayat
sebelumnya yang masih dalam satu kelompok pembahasan yaitu tentang ucapan nabi
Isa as kepada kaumnya. Memang benar adanya ketika kita merujuk ayat tersebut
merupakan akhir ucapan Isa as kepada kaumnya dengan begitu awal dari ucapan nabi
Isa as akan terdapat dalam ayat-ayat sebelumnya. Sehingga apa yang dilakukan Ibnu
7

Ibid., 180.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

Kathi>r dalam menafsirkan ayat tersebut merupakan akhir penafsiran dari ayat
sebelumnya yang sudah terlebih dahulu ditafsirkan.
Ibnu Kathi>r menjelaskan, dalam ayat ini ada penetapan ubudiyah Isa as
kepada Allah, yaitu bahwa ia adalah mahluk Allah yang hidup dan bisa mati dan
beliau juga akan dibangkitkan kelak sebagaimana mahluk yang lain. Namun Allah
memberikan keselamatan kepada beliau pada kondisi-kondisi tadi yang merupakan
kondisi yang sulit bagi para hamba Allah.8
Sayyid Qutbh juga mempunyai penafsiran yang berbeda dengan Quraish
Shihab ia menafsirkan surat Maryam ayat 33 lebih cendrung sama dengan apa yang
dilakukan oleh Ibnu Kathi>r yaitu masuk dalam pembahasan ayat-ayat sebelumnya
dalam tafsirnya:
Isa as menyatakan bahwa Allah menciptakannya sebagai nabi bukan anak tuhan
maupun sekutu bagi-Nya. Allah memberkati dan mewasiatkannya untuk s}alat,
zakat, selama hidupnya berbakti kepada kedua orang tuanya dan bersikap lemah
lembut kepada kaum kerabatnya. Isa as juga akan mati dan dibangkitkan. Allah
telah mentakdirkan baginya keselamatan, keamanan dan ketenangan pada hari Ia
dilahirkan, pada hari ia meninggal, dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali.9

Tidak jauh berbeda dengan ulama tafsir diatas, Hamka yang tergolong ulama
tafsir kontemporer menafsirkan ayat 33 surat Maryam juga menjadikan satu
pembahsan dengan ayat-ayat sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa janganlah sampai
kekurangan suatu apa hendaknya karena lahirku ganjil lain dari yang lain. Dan dihari
8

Yulian Purnama, Dalil Selamat Natal dalam al-Qur-a>n, http://kangaswad.wordpress.com
/2012/12/25/dalil-selamat-natal-dalam-al-quran/ (Senin, 17 Juli 2017, 23:11).
9
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilalil Qur’a>n di Bawah Naungan al-Qur’a>n, jilid 7 terj. (Jakarta:
Gema Insani Press 2003), 365.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

aku mati kelak jangan sampai menjadi fitnah. Dan dihari aku akan dibangkitkan
kembali, yaitu dihari ahirat kelak. Karena mahluk Allah akan dihidupkan kembali
kehidupan yang kekal dihari kiamat sedang kiamat sendiri itu artinya adalah bangun.
Maka nabi Isa as memohon kepada Tuhan agar dia selamat dalam tiga pergantian
hidup itu. 1) dihari ia membuka mata menghadapi hidup didunia. 2) di alam kubur
setelah maut yang dinamakan juga dengan alam barzakh. 3) dihari kiamat ketika
dibangkitkan kembali.10
Perbedaan penafsiran Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya memang dinilai
wajar jika dibandingkan dengan kitab tafsir klasik seperti at T{abari, Ibnu Kathi>r dan
mufasir klasik lainnya. Akan tetapi tafsir ini jika dibandingkan dengan tafsir yang
mempunyai metode sama, seperti tafsir al Azhar karya Hamka yaitu menggunakan
pendekatan atau corak adabi ijtima’i, yang penafsirannya berusaha untuk menjawab
berbagai permasalahan yang berkembang dimasyarakat, antara hasil tafsir Quraish
Shihab dengan Hamka nampak jauh berbeda. Dengan berangkat dari sosio kultur
yang berbeda, maka akan bisa dipahami bahwa Quraish Shihab hidup pada saat
masalah yang dihadapi umat Islam telah jauh berkembang dari masa Hamka.
Sejauh yang penulis ketahui tentang penafsiran terhadap ayat 33 surat maryam
hanya Quraish Shihab yang mengaitkannya dengan ucapan selamat natal kepada umat
Nasrani. Dengan maksud untuk menciptakan keharmonisan antar agama di Indonesia
maka dengan pendekatan adabi ijtima’i yang ia suguhkan dalam hal ini ia
10

Hamka, Tafsir al Azhar juz XVI (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1982), 29.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

mengungkap bahwa ayat tersebut adalah proses pengabadian ucapan natal dalam alQur’a>n. Maka akan sangat menarik untuk dibahas mengenai penafsiran dan teori
tafsir yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat tersebut sehingga
ia mengaitkan dengan peristiwa natal. Sedangkan Natal sendiri jika dilihat dari
sejarahnya bukanlah perayaan yang murni dari umat Kristen, melainkan tradisi yang
dibawa oleh bangsa Romawi yang masuk Kristen.
Untuk menggali perbedaan antara Quraish Shihab dengan mufasir lainnya,
maka penulis mengambil sampel dari mufasir klasik sebagai pembanding terhadap
penafsiran Quraish Shihab. Dalam hal ini Ibnu Kathi>r yang tergolong ulama klasik
adalah sebagai sampel dari mufasir lain yang penafsiran mereka hapir sama dengan
apa yang dilakukan oleh Ibnu Kathi>r dalam hasil tafsirnya.
Yang menjadi keberangkatan penulis melakukan penelitian ini adalah,
bagaimana teori tafsir yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat
33 surat maryam sehingga menjadi dalil diperbolehkannya mengucapkan selamat
natal. Berusaha untuk membandingkan penafsiran Ibnu Kathi>r yang cendrung tekstual
dengan penafsiran Quraish Shihab yang dilihat merupakan makna konteks dari ayat
tersebut. Sisi lain penulis menggunakan perbandingan antara Ibnu Kathi>r dengan
Quraish Shihab adalah, bahwa penafsiran Ibnu Kathi>r tidak jauh berbeda dengan
mufasir yang lain sehingga hal tersebutlah yang juga mendasari keberangkatan untuk
melakukan penelitian ini.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut maka akan dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut:
1. Penelitian terhadap metode yang digunakan oleh para mufasir dalam menyusun
kitab tafsir.
2. Meneliti kecendrungan penafsiran yang dilakukan oleh Quraish Shihab dan Ibnu
Kathi>r.
3. Masalah corak pemikiran yang digunakan oleh Quraish Shihab dan Ibnu Kathi>r
dalam kitab tafsir mereka.
C. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas maka untuk membatasi objek pembahasan
dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penafsiran Ibnu Kathi>r dan Quraish Shihab terhadap ayat 33 surat
maryam?
2. Teori apa yang digunakan Ibnu Kathi>r dan Quraish Shihab dalam menafsirkan
surat maryam ayat 33?
D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah disampaikan maka dalam
pembahasan ini penulis mempunyai tujuan sebagai berikut: Pertama untuk
mengetahui teori penafsiran yang digunakan Quraish Shihab dan Ibnu Kathi>r

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

sehingga penafsiran mereka berbeda dalam menafsirkan ayat 33 surat Maryam, yang
menurut Quraish Shihab menjadi dasar diperbolehkannya mengucapkan selamat
natal. Kedua penelitian ini juga untuk mengklarifikasi tentang penafsiran Quraish
Shihab yang mendapat banyak kritikan dari berbagai kalangan umat Islam dan
penilaian yang negatif mengenai hasil penafsirannya. Ketiga untuk membandingkan
antara penafsiran Quraish Shihab dengan Ibnu Kathi>r yang kemudiaan mendapatkan
kesimpulan teori tafsir yang digunakan masing-masing mufasir.
Adapun kegunaan dari penelitian yang telah penulis lakukan ini adalah
sebagai berikut: Pertama memberikan gagasan kepada pembaca untuk memahami
bagaimana landasan yang digunakan Quraish Shihab dalam penafsirannya sehingga
terhindar dari kesalah pahaman tentang apa yang dimaksudkan oleh mufasir. Kedua
merubah statement negatif dari umat Islam yang hanya melihat dari satu arah tentang
penafsiran Quraish Shihab.
E. Tinjauan Pustaka
Banyak kajian tentang ilmu tafsir maupun yang berkaitan dengan tafsir alQur’a>n, baik itu metode mamahami al-Qur’a>n, ilmu al-Qur’a>n, ilmu tafsir dan lain
sebagainya. Ada yang membahas tentang priodesasi tentang perkembangan tafsir
seperti hyang dilakukan Nashrudin Baidan dan lainnya. Ada yang cendrung
membahasa tentang studi kitab tafsir dan masih banyak lainnya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis, sudah banyak sekali
karya tulis yang membahas bagian-bagian ayat ataupun surat yang terdapat dalam AlQur’a>n. Akan tetapi dalam hal ini titik awal penulis adalah seputar tentang penafsiran
ayat 33 surat Maryam yang sejak masa mufasir klasik sampai modern telah banyak
menafsirkan ayat tersebut. Dengan banyaknya penafsir al-Qur’a>n dari zaman Nabi
sampai sekarang tentu perbedaan penafsiran tidak akan bisa dihindari terutama pada
masa modern yang seperti saat ini. Dengan berkembangnya kehidupan manusia maka
semakin banyak dan berkembang masalah yang dihadapi, oleh sebab itu umat Islam
pada masa modern ini sangan membutuhkan penafsiran yang kompeten dan mampu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Berdasarkan telaah penulis dari karya tulis yang sudah ada, penulis belum
pernah dan tidak menemukan karya tulis yang secara langsung membahas ayat 33
surat Maryam. Dalam kajian ilmu tafsir karya tulis ini adalah yang pertama
membahas ayat tersebut.
F. Metode Penelitian
Metode adalah sebuah cara yang digunakan untuk menyusun atau merangkai
sebuah penelitian yang ilmiah dan mendapatkan hasil kesimpulan yang bisa
dipertanggungjawabkan keilmiahannya. Maka dalam penelitian dibutuhkan kerangka
berfikir dan metode yang tepat untuk digunakan dalam penelitian tersebut sehingga
tercapailah sebuah karya penelitian yang layak disebut karya ilmiah. Pada penelitian
ini penulis menggunakan metode komparatif yang mencoba untuk membandingkan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

penafsiran antara Ibnu Kathi>r dan Quraish Shihab, mengapa dalam penafsiran mereka
terjadi perbedaan yang mencolok dalam kaitannya masalah natal.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, dalam artian data-data
yang berkaitan dengan penelitian ini bersumber dari buku-buku, ensiklopedi,
jurnal dan literatur lainnya yang mendukung dan berkaitan dengan tema
penelitian ini.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data terkait penelitian ini penulis membagi sumber data
yang digunakan menjadi dua yaitu sumber data primer dan skunder
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah objek yang menjadi pembahasan yaitu
kitab tafsir Al Misbah karya Quraish Shihab dan juga Ibnu Kathi>r dan bukubuku karangan mereka yang mendukung dengan tema pembahasa ini.
b. Sumber Data Skunder
Sumber data skunder diambil dari karya-karya ulama lain yang
meskipun pada dasarnya tidak membahas mengenaai tema tersebut akan
tetapi mempunyai andil dan kontribusi dalam melancarkan penelitian ini.
3. Tehnik Analisis Data
Dalam menganalisis data yang telah terkumpul penulis menggunakan
tehnik yaitu Deskriptif analitis dengan metode ini akan dijabarkan mengenai data

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

data yang telah terkumpul mengenai pemikiran Quraish Shihab dan Ibnu Kathi>r
baik itu metode penafsirannya, pola pikir terhadap masalah agama dan lainnya.
Setelah tahap tersebut kemudian data yang telah terkumpul akan dianalisis
sehingga menjadi kesimpulan tentang bagaimana Quraish Shihab dalam
memahami dan menafsirkan ayat 33 surat Maryam.
G. Sistematika Penulisan
Penelitian ini akan tersusun dari beberapa bab yang masing-masing bab akan
membahas judul bab tersendiri dan terdapat juga sub-sub bab pada setiap bab yang
akan dijelkaskan.
Bab pertama berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah,
rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab kedua dengan tujuan penelitian ini adalah kajian teori, maka penulis
menerangkan pengertian teori-teori yang akan digunakan penelitian serta landasan
penulis mengambil teori tersebut.
Bab ketiga bersisikan data penafsiran dari para mufasir yang menjadi
pembahasan pada penelitian ini yaitu M. Qurasih Shihab dan Ibnu Kathi>r. Serta
uraian sedikit dari penulis tentang kesimpulan dari masing-masing mufasir yang
disebut di atas

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

Bab keempat berisikan analisa penafsiran yang dilakukan oleh penulis dengan
menggunakan teori-teori yang telah terrangkum pada bab kedua. Bagaimana
pengaplikasian teori tersebut oleh masing-masing mufasir.
Bab kelima berisikan penutup dan kesimpulan dari penelitian ini sekaligus
saran dari penulis

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Munasabah
Munasabah dari segi bahasa bermakna kedekatan. Seperti halnya kata nasab
adalah kedekatan hubungan seseorang dengan yang lain disebabkan oleh hubungan
darah/keluarga.1 Banyak sekali definisi yang diungkapkan oleh para ulama pakar
Ulumul Qur’a>n adapun menurut pengertian secara terminologis Manna’ al-Qattan
memberikan pengertian bahwa Munasabah adalah segi-segi hubungan antara satu
kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat lain, antara
satu-surat dengan surat yang lainnya.2 Nasrudin baidan mengungkapkan bahwa
Alma>’i mendefinisikan munasabah sebagai pertalian atau keterkaitan antara dua hal
dari aspek apapun.
Ilmu munasabah ialah yang menerangkan korelasi atau hubungan antar suatu
ayat dengan ayat yang lain baik ayat yang ada dibelakangnya atau yang ada
dimukanya, dengan adanya hubungan tersebut, maka dapat diperhatikan dengan jelas

1

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 243.
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahith fii Ulumil Qur’a>n Jilid I (Kairo: Maktabah Wahbah,
2000), 44.

2

17

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

18

bahwa ayat-ayat yang terputus-putus tanpa adanya kata penghubung mempunyai
munasabah atau persesuaian makna antara yang satu dengan yang lain.3
Dari definisi yang telah dipaparkan di atas dapat dipetik kesimpulan bahwa
munasabah adalah keterkaitan antara dua hal yang saling berpengaruh dalam suatu
pembahasan. Munasabah tidak hanya terjadi ketika membahas sebuah tema yang
sama, akan tetapi dalam kajian sesuatu yang kontradiksi akan memunculkan
munasabah, contoh ketika membahas term Islam tentunya akan memunculkan kata
yang berkontradiksi dengan term Islam yaitu munculnya term Kafir. Kata Islam dan
kafir adalah kata yang tentunya berlawanan, akan tetapi ketika membahas satu di
antara dua term tersebut sudah tentu akan memunculkan term yang sebaliknya dan
hal ini tidak lain adalah salah satu yang dinamakan munasabah.
Az Zarkashi menyebutkan, manfaatnya adalah menjadikan sebagian
pembicaraan berkaitan dengan sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat
dan bentuk susunannya menjadi kukuh dan bersesuaian bagian-bagiannya laksana
bangunan yang amat kokoh. Qadi Abu Bakar Ibnul Arabi menjelaskan mengetahui
sejauh mana hubungan antara ayat-ayat satu dengan yang lain sehingga semuanya
menjadi satu kata yang maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu
yang besar.4

Ahmad Syadali dan Ahmad Rof’i, Ulumul Qur’a>n I. (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 168.
Manna Khalil al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’a>n, terj. Mudzakir as. (Bogor: Litera Antar
Nusa, 2011), 138.
3
4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Pengetahuan tentang tentang korelasi atau munasabah ayat bukan hal yang
(tauqifi) telah ditetapkan dan dibatasi kajiannya yang tidak dapat lagi untuk diganggu
gugat. Tetapi berdasarkan ijtih}ad mufasir yang menafsirkan al-Qur’a>n sesuai dengan
penghayatannya dan sesuai dengan pembahasan yang ditafsirkan, rahasia korelasi
yang ada dibalik ayat al-Qur’a>n dikaji sedemikian rupa dengan mandiri dan
berdasarkan intelektual mufasir tersebut. Ketika korelasi itu memunculkan makna
yang sesui dan kompetitif, harmonis konteksnya dan juga sesuai dengan kaidah
kebahasaan al-Qur’a>n maka korelasi tersebut dapat diterima.5
Ketika berbicara tentang korelasi atau munasabah ayat dalam al-Qur’a>n
tentunya seorang mufasir ketika ia menafsirkan al-Qur’a>n, ada kalanya ia
menemukan munasabah dan terkadang juga tidak ditemukan munasabah. Hal tersebut
dikarenakan proses turunnya al-Qur’a>n yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
yang terjadi ketika al-Qur’a>n itu diturunkan. Oleh sebab itu seorang mufasir tidak
perlu memaksakan adanya munasabah terhadap ayat-ayat al-Qur’a>n karena akan
memunculkan korelasi yang hanya dibuat-buat semata. Seorang syaikh mujah}id dan
ahli wara’ Abdul Aziz bin Abdus salam mengemukakan:
Munasabah adalah ilmu yang baik tetapi dalam menetapkan keterkaitan antar katakata secara baik itu di syaratkan hanya untuk hal yang awal dan akhirnya
berkaitan dan satu kesatuan, sedangkan dalam hal yang mempunyai sebab
berlainan tidak disyaratkan adanya hubungan yang satu dengan yang lain. Orang
yang menghubungkan hal demikian adalah mereka yang memaksakan sesuatu

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya, Studi al-Qura>n, cet 3 (Surabaya:UIN
Sunan Ampel Press Anggota IKAPI, 2013), 230-231.
5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

hal yang tidak perlu dihubungkan kecuali dengan cara yang lemah dan tidak bisa
diterapkan dalam keadaan yang baik.6

Setiap ayat mempunyai aspek hubungan dengan ayat sebelumnya dalam arti
hubungan yang menyatukan seperti perbandingan atau perimbangan antara sifat orang
mukmin dengan sifat orang syirik, antara ancaman dan janji untuk mereka,
penyebutan ayat-ayat rahmat sesudah ayat-ayat azab, ayat-ayat berisi anjuran sesudah
ayat-ayat ancaman, ayat-ayat ketauhidan Tuhan setelah ayat-ayat tentang alam dst.
Kriteria untuk menetapkan ada atau tidak adanya munasabah dalam suatu ayat
adalah dengan (Tamathul dan Tasyabuh) persamaan atau persesuaian antara tematema yang ditafsirkan dengan ayat-ayat tersebut. Maka apabila ayat-ayat atau suratsurat tersebut mengenai hal yang ada kesamaan dan hubungan maka kemungkinan
besar hal tersebut mengindikasikan adanya munasabah. Dengan kriteria penentuan
tersebut maka dapat dibayangkan letak munasabah atau keterkaitan tersebut
terkadang akan tampak secara jelas dan kadang juga tidak akan tampak.7
Selanjutnya harus digaris bawahi juga bahwa kendati diperselisihkan tentang
ada atau tidaknya munasabah dalam al-Qur’a>n, demikian juga adanya perbedaan
penilaian terhadap munasabah yang dikemukakan oleh seorang ulama. Namun yang
pasti adalah bahasan tentang masalah ini tetap diperlukan, bukan saja untuk

Manna’ Khalil al Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’a>n terj. Mudzakir as. (Bogor: Litera Antar
Nusa, 2011), 139.
7
Ahmad Syadali dan Ahmad Rof’i, Ulumul Qur’a>n I (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 172.
6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

menghadang dugaan kekacauan sistematika perurutan ayat maupun surat dalam alQur’a>n tetapi juga untuk membantu memahami kandungan ayat dalam al-Qur’a>n.8
Lebih jauh menurut Muhammad Abduh suatu surat mempunyai satu kesatuan
makna dan erat pula hubungannya dengan surat atau ayat sebelumnya dan
sesudahnya, apabila sebuah ayat tidak diketahui asbabun nuzulnya maka ada baiknya
pengertian ayat tersebut dilihat dan ditafsirkan berdasakan munasabah ayat
sebelumnya atau sesudahnya, karena terkadang penafsiran sebuah ayat tanpa melihat
asbabun nuzulnya akan dapat difahami hanya dengan melihat munasabah atau
korelasi yang berhubungan dengan ayat tersebut.
Dalam kajian ini penulis mengambil teori munasabah dikarenakan adanya
kemungkinan yang dilakukan mufasir ketika menafsirkan ayat 33 surat maryam, ayatayat sebelumnya mengindikasikan adanya munasabah antar ayat yang terdapat dalam
ayat 33 surat Maryam ini. Apabila kita cermati kembali ayat-ayat sebelumnya sampai
dengan ayat 33 surat maryam ini akan memperoleh kesimpulan yang berisi, tentang
pembicaraan keadaan nabi Isa as dan Maryam ketika bertemu kaumnya.
Ayat-ayat tersebut secara jelas telah menguraikan bagaimana Isa as
menghadapi kaumnya, ketika masih dalam keadaan bayi dalam gendongan ibunya.
Teori munasabah tentunya tidak akan ditinggalkan oleh seorang mufasir ketika akan
mengkaji ayat tersebut, karena ayat-ayat sebelumnya merupakan awal mula Isa as

8

Shihab, Kaidah Tafsir, 252.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

membantah tuduhan kaumnya terhadap ibunya, dengan kata lain ayat 33 surat
Maryam ini adalah penutup ucapan Isa as terhadap kaumnya untuk membela ibunya
yang telah di tuduh berzina oleh mereka.
Oleh sebab itu dasar penggunaan teori munasabah dalam penelitian ini adalah
bahwa ayat-ayat sebelum ayat 33 adalah satu kesatuan tentang ucapan Isa as kepada
kaumnya. Dengan ayat 33 sebagai penutup ucapan Isa maka pembuka ucapan Isa as
terdapat pada ayat ayat sebelumnya, hal ini mengindikasikan bahwa pada ayat 33 ini
terdapat munasabah ayat dengan ayat sebelumnya. Dengan begitu tentu seorang
mufasir tidak akan melepaskan pendekatan dengan menggunakan munasabah antar
ayat dalam menafsirkan ayat 33 surat Maryam ini.
B. Teori Hermeneutika
Hermeneutika atau dalam bahasa Yunani adalah Hermeneutiqu merupakan
suatu kata yang mengarah seni atau tehnik menetapkan makna. Hermeneutika adalah
alat yang digunakan terhadap teks dalam menganalisa dan memahami maksud teks
serta menampakkan nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah teks.9 Pendapat lain
mengatakan bahwa Hermeneutika adalah sebuah proses yang harus dilakukan oleh
seseorang untuk mengetahui segala sesuatu yang semula tidak tahu menjadi mengerti
tentang sesuatu tersebut.10

9

Ibid., 401.
Abdul Chalik, Hermeneutik Untuk Kitab Suci,Kajian Integrasi Hermeneutika dalam Islamic
Studies (Surabaya: Laporan Penelitian IAIN Sunan Ampel, 2010), 1.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

Ketika seseorang berdiskusi atau ditanya bagaimana pendapat tentang cara
menyikapi suatu masalah, tentunya antara satu orang dengan yang lain akan berbeda
pendapat dalam menyikapi suatu masalah yang sama. Jika dianalisa kembali, mereka
berpendapat sesuai dengan apa yang melekat dibenak mereka dalam konteks
menyikapi masalah tersebut. Begitu pula ketika seorang mufasir menafsirkan alQur’a>n, tentunya mereka akan memiliki interpretasi sendiri kertika menafsirkan
sebuah ayat yang sama. Hal inilah yang kemudian akan terus berkembang dalam
konteks penafsiran al-Qur’a>n, karena menafsirkan al-Qur’a>n tidak akan pernah
terselesaikan dalam artian menafsirkan al-Qur’a>n tidak akan pernah mencapai puncak
kebenaran.
Hermeneutika pada awalnya dalam mitologi Yunani ditujukan atau diarahkan
kepada peri Hermes yang bertugas menyampaikan pesan dari ayahnya para dewa.
Sedangkan dalam tradisi Islam sendiri Hermes adalah sebutan untuk nabi Idris as
yang bertugas untuk menyampaikan pesan dari Tuhan. Dengan demikian tidak
menutup kemungkinan jika dilihat dari sejarahnya bahwa hermeneutika adalah
sebuah metode tafsir yang sudah lama berkembang sebelum Islam. Hanya saja
perkembangan hermeneutika itu sendiri berada dalam wilayah bangsa Yunani, yang
kemudian diadobsi oleh gereja-gereja untuk menafsirkan teks mereka. Demikian
halnya, ketika hermeneutika perkembangannya berada dalam wilayah agama Islam

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

sudah barang tentu akan memberikan kesimpulan bahwa hermeneutika akan
digunakan untuk menafsirkan al Qur’a>n.11
Hermeneutika adalah teori yang identik digunakan oleh cendikiawan gereja
untuk menafsirkan bibel, jika hermeneutika diadopsi sebagai alat untuk menafsirkan
al-Qura>n tentunya ulama tradisional yang selalu mengagungkan ulama tafsir klasik
akan langsung menolak keras tentang teori tersebut. Selain itu mereka juga
mempunyai anggapan bahwa ketika hermeneutika dimasukkan dalam metode tafsir
akan membawa kontra yang besar kepada hasil penafsiran para mufasir tradisional
yang telah manfsirkan al-Qur’a>n dengan usaha keras mereka. Pertentangan tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hermeneutika membawa implikasi bahwasanya tanpa konteks, teks itu tidak
berharga dan bermakna, sementara ide tradisional menyatakan bahwa makna
yang sebenarnya tidak mungkin bisa dicapai karena makna yang sebenarnya
adalah apa itu yang dimaksud oleh Allah.
2. Hermeneutika memberi penekanan kepada manusia sebagai perantara yang
menghasilkan makna, sementara ide mufasir tradisional menyatakan bahwa
Tuhan lah yang sebenarnya menganugrahkan pemahaman yang benar terhadap
seseorang.
3. Sangat berbeda dengan tradisi hermeneutika, ilmuan muslim tradisional telah
membuat

11

perbedaan

yang

tidak menjembatani antara teks al-Qur’a>n dan

Ibid., 85.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

penerimanya, teks al-Qur’a>n dianggap sangat sakral sehingga makna yang
sebenarnya tidak mungkin dicapai.12
Hermeneutika merupakan ilmu yang sangat bermanfaat akan tetapi yang
menjadikannya

diperdebatkan

adalah

tentang

kesalahan

penerapan

metode

hermeneutika itu sendiri. Karena penerapan yang dilakukan oleh beberapa pakar
hermeneutika tentunya akan terpengaruh dengan perbedaan latar belakang keilmuan,
disiplin keilmuan dan juga kecendrungan mereka seperti halnya dengan perbedaan
pendapat tentang ilmu tafsir yang sudah sejak zaman klasik berkembang jauh
sebelum lahirnya hermeneutika. Perbedaan itu bisa jadi juga dikarenakan proses
transformasi atau penerjemahan ide tersebut, yang dilakukan oleh pakar hermeneutika
dari bahasa yang asli ke bahasa lain yang merupakan faktor perbedaan tanggapan.
Perbedaan dalam sebuah ilmu itu merupakan hal yang lumrah terjadi dalam
diskusi ilmu pengetahuan, seperti halnya ilmu tafsir dan hermeneutika. Ulama klasik
dan modern sepakat bahwa ilmu tafsir pada dasarnya juga mengalami perbedaan yang
terjadi ketika proses berkembangnya. Demikian halnya juga hermeneutika yang
perbedaan dan kesalahan yang terjadi adalah ketika proses berkembangnya
hermeneutika, baik dikalangan cendikiawan muslim maupun barat. Hal itulah yang

M. Rikza Chamami, Studi Islam Kontemporer (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2002),
155.

12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

bisa mendorong alasan mengapa hermeneutika jangan ditolak secara mentah-mentah
untuk dijadikan metode dalam menafsirkan al-Qur’a>n.13
Pada dasarnya hermeneutika adalah ilmu yang berkembang seputar
kebahasaan atau sebuah cara yang digunakan untuk bergaul dengan bahasa. Manusia
tidak akan pernah lepas dari sifat kebahasaan, karena bahasa adalah sebuah cara
untuk mengungkapkan sebuah fikiran yang tak terlihat sehingga bisa tergambarkan
dan tersalurkan makna yang ada dibalik fikiran tersebut. Bahasa adalah sebuah lahan
penafsiran yang terus berkesinambungan dan akan selalu memunculkan penafsiran
bagi mereka yang terlibat dalam bahasa tersebut. Pada dasarnya manusia tidak akan
pernah memahami bahasa akan tetapi bahasa adalah sebuah alat yang mengantarkan
manusia menuju sebuah pemahaman.14 Dalam kajian kebahasaan tentunya tidak akan
pernah jauh dari tiga aspek yaitu teks, pengarang dan penafsir, tiga hal tersebut
merupakan inti dari penggunaan bahasa.
Bahasa itu bersifat dinamis, bahasa tidak akan pernah terlepas dari berbagai
kemungkinan perubahan yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Bahasa itu bersifat
produktif, walaupun dengan jumlah unsur yang terbatas akan tetapi jika disusun dari
kata yang terbatas akan membentuk sebuah kalimat yang tidak ada batasnya.15

13

Ibid.
Nasr H{a>mid Abu> Zayd, Hermeneutika Inklusif, terj. Muhammad Mansur dan Khorian
Nahdliyin (Jakarta: ICIP, 2004), ix.
15
Abdul Chaer dan Leonie Agustina, Sosiolinguistik Perkenalan Awal (Jakarta: Rineka Cipta,
2010), 13.
14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

Dalam kaitan hermeneutika dengan bahasa Sahrur melakukan kajian kosa kata
sehingga Sahrur memahami terma-terma al-Qur’a>n lewat kajian liguistik atau bahasa.
Secara implisit Sahrur memahami bahwa teks arab al-Qur’a>n adalah kalam Allah
yang diubah bentuknya kedalam bahasa arab. Proses pengubahan dari bahsa yang
tidak dipahami manusia menjadi bahasa arab yang difahami manusia yaitu bahsa arab
dilakukan oleh Allah sendiri yang dissebut Sahrur dengan kata az Zikr.16
Penulis mengambil teori hermeneutika untuk melakukan penelitian ini adalah
berdasarkan, uraian pengertian dan juga hipotesa setelah melihat penafsiran yang
dilakukan oleh mufasir yang akan dibahas nantinya. Hermeneutika yang identik
dengan teori yang digunakan untuk bergaul dengan bahasa, maka tidak menutup
kemungkinan para mufasir modern menggunakan hermeneutika dalam penafsirannya
untuk menyikapi persoalan umat islam yang jauh berkembang dari tahun ke tahun.
Alasan lain penulis menggunakan teori hermeneutika adalah bahwa penafsiran
al-Qur’a>n itu tidak akan pernah mencapai puncak penafsiran dari ayat-ayat al-Qura>n
itu sendiri. Seperti apa yang telah digembor-gemborkan dari dulu oleh umat Islam
bahwa kitab al-Qur’a>n sesuai dalam situasi dan kondisi yang bagaimana pun. Zaman
terus berubah permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam tentunya juga akan terus
bertambah pesat, yang pada akhirnya tidak akan terjawab jika hanya mengagungkan

Mia Fitriah El Karimah, “Pendekatan Bahasa Sahrur Dalam Kajian Teks al-Qur’a>n: al Kitab
wa al Qur’a>n Qira’ah Muashirah”, Jurnal DEIKSIS, Vol. 7 No. 2, 138.

16

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

hasil tafsir ulama klasik, yang kala itu masalah yang dihadapi tidak sekompleks
sekarang.
Selanjutnya ketika kajian hermeneutika ini dibawa kedalam dunia Islam
untuk mengkaji al-Qur’a>n dan hadi>th, keberadaannya pun diperdebatkan. Penolakan
ditujukan dengan beberapa alasan. Pertama, dari aspek perkembangan historisnya,
hermeneutika berasal dari Kristen, Barat dan tradisi filsafat sehingga tidak mustahil
mengusung ideologi dan nilai-nilai Kristiani, Barat dan juga yang pasti tidak sesuai
dengan Islam. Kedua, sebenarnya umat Islam telah memiliki metodologi sendiri
dalam menginterpretasikan al-Qur’a>n dan Hadi>th Nabi, yaitu Ulu>m al-Qur’a>n dan
Ulu>m al-H{adi>th. Namun, perlu disadari bahwa betapapun hermeneutika itu diadopsi
dari Barat, namun ketika ia berada di tangan orang Islam untuk diupayakan
membantu menafsirkan al-Qur’a>n dan memahami hadi>th Nabi, maka ia akan berubah
menjadi kajian yang bersifat Islami dan mempunyai ciri khas tersendiri dari produk
hermeneutika barat pada umumnya.17
Terlepas dari boleh atau tidaknya penggunaan hermeneutika untuk
menafsirkan al-Qur’a>n setidaknya hermeneutika merupakan ilmu baru yang
ditawarkan untuk lebih mempertajam hasil tafsir al-Qur’a>n pada masa modern ini.
Sehingga permasalahan umat