AL HIKMAH DALAM SURAT LUQMAN : ANALISIS PENAFSIRAN QURAISH SHIHAB DAN ALI ASABUNI TERHADAP SURAT LUQMAN AYAT 12-19 MENGGUNAKAN PENDEKATAN SEMANTIK DAN MUNASABAH.

(1)

AL-

H}IKMAH

DALAM SURAT LUQMAN

(

Studi Analisis Penafsiran Muh}ammadAliAs}a>buni dan Quraish Shihab Terhadap Surat Luqman Ayat 12-19 Menggunakan Pendekatan Semantik

dan Muna>sabah

)

Skripsi

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Oleh :

SARI MUSTIKA DEWI NIM: E33212094

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN ALQURAN DAN HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

AL-H}IKMAH

DALAM SURAT LUQMAN

(

Studi Analisis Penafsiran Muh}ammadAliAs}a>buni dan Quraish Shihab Terhadap Surat Luqman Ayat 12-19 Menggunakan Pendekatan Semantik

dan Muna>sabah

)

Skripsi : Diajukan kepada

Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Al-Qur’an dan Hadis

Oleh:

SARI MUSTIKA DEWI NIM: E33212094

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN ALQURAN DAN HADIS FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Telaah Pustaka ... 7

F. Metode Penelitian ... 9

G. Sistematika Pembahasan ... 11

BAB II : TEORI SEMANTIK DAN MUNA<SABAH A.Teori Semantik ... 13

1. Definisi Semantik ... 13

2. Semantik Al-Qur’an ... 17

3. Teknik Penerapan Semantik ... 22


(8)

B. Teori Muna>sabah ... 25 1. Definisi Muna>sabah ... 25 2. Macam-macam Muna>sabah dalam Al-Qur’an ... 32 3. Urgensi Ilmu Muna>sabah dalam Menafsirkan Ayat-ayat Al-Qur’an

... 35

BAB III : AL-H}IKMAH DALAM SURAT LUQMAN (ANALISIS PENAFSIRAN ‘ALI

AS}A<BUNI DAN QURAISH SHIHAB TERHADAP SURAT LUQMAN AYAT

12-19 MENGGUNAKAN PENDEKATAN SEMANTIK DAN MUNA<SABAH)

A.Penafsiran Muh}ammad ‘Ali As}a>buni Terhadap Surat Luqman Ayat 12-19 ... 37

B.Penafsiran Muh}ammad Quraish Shihab Terhadap Surat Luqman Ayat 12-19 ... 48

C.Analisis Penafsiran ‘Ali As}a>buni dan Quraish Shihab Terhadap Kata al-H}ikmah

Menggunakan Pendekatan Semantik dan Muna>sabah ... 65 1. Analisis Menggunakan Teori Semantik ... 65 2. Analisis Menggunakan Teori Muna>sabah ... 72

BAB IV : PENUTUP

A.Kesimpulan ... 80 B.Saran ... 81


(9)

ABSTRAK

Nama: Sari Mustika Dewi

Judul: Al-H}ikmah dalam Surat Luqman (Studi Analisis Penafsiran Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni

dan Quraish Shihab Terhadap Surat Luqman ayat 12-19 Menggunakan Pendekatan Semantik dan Muna>sabah).

Kata al-h}ikmah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 19 ayat di dalam 12 surat

dengan konteks yang melingkupinya. Dalam surat Luqman Allah SWT menyebutkan secara tegas nama seorang makhluk-Nya yang digelari hikmah, yakni Luqman. Quraish Shihab dan

‘Ali ’As}a>buni dalam menafsirkan al-h}ikmah berbeda. Perbedaan ini akan diketahui melalui

pendekatan semantik dan muna>sabah.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan sematik dan muna>sabah oleh

Quraish Shihab dan ‘Ali ’As}a>buni dalam menafsirkan al-h}ikmah pada surat Luqman.

Sekaligus untuk mengetahui dan menganalisis terjadinya perbedaan makna dalam

menafsirkan al-h}ikmah pada surat Luqman.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian perpustakaan

atau library research. Data primer berasal dari kitab Tafsir al-Misba>h karya Quraish Shihab

dan S}afwah al-Tafa>si>r karya ‘Ali ’As}a>buni, dan data sekunder berasal dari literatur tentang

semantik dan muna>sabah yang relevan dengan penelitian ini. Analisis data menggunakan

metode deskriptif kualitatif.

Quraish Shihab dan ‘Ali ’As}a>buni berbeda dalam menafsirkan kata al-h}ikmah dalam surat Luqman ayat 12-19. Melalui pendekatan semantik, keduanya mengambil makna dasar

yang sama yakni h}akama. Namun, Quraish Shihab mengartikannya dengan menghalangi,

sedangkan ‘Ali ’As}a>buni mengartikannya dengan meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Melalui pendekatan muna>sabah, Quraish Shihab lebih menggunakan konteks h}ikmah

sedangkan ‘Ali ’As}a>buni lebih kepada hubungan yang kontradiksi. Jadi h}ikmah yang

dianugerahkan kepada Luqman yakni berupa perbuatan dan ucapan yang benar serta lebih

kepada menghalangi atau mencegah adanya kemud}aratan, keduanya sama-sama dalam hal

berbuat ma‘ru>f.

Dengan demikian bahwa Quraish Shihab dan ‘Ali ’As}a>buni dalam menggunakan pendekatan semantik dan munasabah melahirkan perbedaan pendapat. Perbedaan tersebut disebabkan pemahaman dan luasnya pengetahuan kedua tokoh tersebut dalam memahami maksud suatu teks ayat berupa al-Qur’an.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Quran merupakan landasan hukum Islam paling sentral yang berfungsi sebagai pedoman hidup manusia agar selamat di dunia dan di akhirat. Tidak dapat dipungkiri bahwa al-Quran memiliki mutu sastra yang tinggi dan gaya bahasa yang indah, sehingga tidak mudah bagi seseorang dalam memahami makna yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, dibutuhkan penafsiran yang mendalam agar makna yang terkandung dalam al-Quran dapat dipahami.1 Alat

bantu dalam memahami al-Quran tersebut ialah berupa Ilmu-ilmu al-Quran yang sudah disepakati oleh para ulama tafsir. Juga dalam ilmu kebahasaan atau linguistik terdapat banyak cabang salah satunya adalah semantik sebagai salah satu cabang ilmu kebahasaan yang cukup populer.

Semantik apabila dilihat dari struktur kebahasaan, semantik mirip dengan ilmu balaghah yang dimiliki oleh bahasa Arab pada umumnya. Persamaan tersebut diantaranya terletak pada pemaknaan yang dibagi pada makna asli dan makna yang berkaitan. Selain itu, medan perbandingan makna antara satu kata dengan kata yang lain dalam semantik mirip dengan munasabah ayat dengan ayat. Hal ini menjadikan semantik cukup identik dengan ulum al-Qur’an, walaupun terdapat perbedaan dalam analisisnya dimana semantik lebih banyak berbicara

1M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran-Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), 122.


(11)

2

dari segi historisitas kata untuk mendapatkan makna yang sesuai pada kata tersebut.2

Sebagai contohnya analisis al-Tirmidzi yang ada di dalam karyanya yang berjudul Tahsi>l Naza>‘ir al-Qur’a>n mengenai kata al-huda>. Al-Tirmidzi menyebutkan bahwa ada delapan belas ulasan makna dari kata tersebut yang berkembang, mengarah pada makna yang universal, yakni condong dan cenderung, al-mailu, kepada keimanan atas Tuhan. Analisisnya berdasarkan pada kenyataan dalam bahasa Arab, bahwa kata al-huda> berarti al-mailu. Diketahui bahwa orang Arab mengatakan suatu kalimat: ra‘aytu fula>nan yataha>di fi> misyatihi, saya melihat seseorang yang jalannya condong. Sedangkan dalam konteks ayat al-Qur’an, pemaknaan yang mengarah pada ulasan tersebut berdasarkan analisis al-Tirmidzi adalah surat al-A‘ra>f (7): 156 dan surat an-Nu>r (24): 35:

ﺎﱠ إ

ﺎ ْﺪھ

ﻚْ ﻟإ

]

فاﺮﻋﻷا

: 156 [

Sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau.3

يﺪْﮭ

ﱠ�

هرﻮ ﻟ

ْ ﻣ

ءﺎﺸ

]

رﻮ ﻟا

: 35 [

Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki.4

Untuk itu, kata al-huda> dalam al-Qur’an dan dalam pemakaian bahasa Arab ditopang untuk memiliki arti condong dan cenderung, berlaku sebagai makna asli atau makna dasar yang dapat memiliki berbagai pengembangan makna.5

2Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, (Yogyakarta, Tiara Wacana, 2003). 3 3

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 7:156. 4

Ibid., 24:35. 5

M. Nur Kholis Setiawan, Pemikiran Progresif dalam Kajian Al-Qur’an, (Jakarta: Kencana, 2008), 125.


(12)

3

Untuk mencari makna yang ada dalam suatu kata, masyarakat memiliki peran penting sebagai pengguna bahasa. Banyak diantara mereka dengan membawa pemahaman yang berbeda-beda mencoba untuk mengutak-atik pengertian sebenarnya dari suatu kata, baik menggunakan kaidah yang benar maupun secara sembarangan. Seperti yang banyak beredar di masyarakat Indonesia tentang pemaknaan arti kata hikmah. Pengertian hikmah jika dilihat dalam kamus bahasa Indonesia diartikan bijaksana, atau suatu akhlak yang sangat terpuji. Kemudian secara bahasa, ada perkembangan makna secara maknawi, yaitu ilmu yang dimiliki seseorang, yang ilmu itu tidak bisa dipelajari dikarenakan pemberian langsung dari Allah SWT kepada orang yang dikehendakinya. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 269. Tetapi pada perkembangannya, pengertian ini seringkali tidak ada batasannya. Contohnya ada seseorang yang mengaku telah memiliki ilmu tertentu, kemudian diyakininya bahwa itu pemberian dari Allah sebagai ilmu hikmah, padahal dalam proses mendapatkannya ada unsur syirik atau sesuatu yang tidak sama seperti apa yang dicontohkan oleh Nabi.6

Para ulama juga berbeda pendapat dalam mendefinisikan makna hikmah yang ada dalam al-Qur’an. Muhammad Abduh dalam kitab tafsirnya al-Manar berpendapat bahwa yang di maksud hikmah bukanlah as-Sunnah yang sering ditafsirkan oleh mufasir lain. Namun yang dimaksud oleh Abduh adalah

6

As-Syifa Nur Alif, http://blogasyifanuralif.blogspot.co,id//2013/03/04/pengertian-ilmu-hikmah/ Pengertian Ilmu Hikmah (Rabu, 04 Agustus 2016).


(13)

4

pemahaman yang berhubungan dengan nash-nash al-Kitab, seperti akidah, fadilah-fadilah dan hukum-hukum positif serta negatif dengan dalil firman Allah.7

Kata h}ikmah sendiri dalam al-Quran disebutkan sampai 20 kali, yaitu di dalam 19 ayat pada 12 surat. Al-Quran juga kerap sekali menggunakan ungkapan

h}ukm atau al-h}ukm. Kata tersebut tidak kurang disebutkan sebanyak dua puluh kali yaitu pada surat Ali Imran ayat 79, Surat Yusuf 22, Surat Maryam 12, al-Ambiya 74, 79, surat As-Su’ara 83 dan al-Qashas 14. Sedangkan kata al-h}ikmah

disebutkan dalam al-Qur'an setidaknya sebanyak 19 kali yaitu surat al-Baqarah 151, 231, 251, 269 (2 kali dalam satu ayat), Ali-Imran 48, 81, 164, An-Nisa’54, 113, al-Maidah 140, an-Nahl 125, al-Isra’ 39, al-Ahzab 34, al-Luqman 12, az-Zukhruf 63, as-Shad 20, al-Qamar 5, dan al-Jumu’ah 2.8

Sekian banyak jumlah kata hikmah yang disebutkan di atas, penulis mengambil satu ayat untuk dikaji lebih dalam melalui penafsiran dua mufasir yang menggunakan metode semantik. Ayat tersebut ialah ayat tentang kisah Lukman yang diberikan keistimewaan oleh Allah sebagai hamba-Nya yang shalih berupa ilmu hikmah. Dengan demikian penelitian ini berusaha mengungkap makna kata al-h}ikmah yang dijelaskan dalam surah Luqman ayat 12, yaitu sebagai berikut:

ْﺪﻘﻟو

ﺎ ْ ﺗآ

نﺎ ْﻘﻟ

ﺔ ْ ْﻟا

نأ

ْﺮ ْ ا

ﱠ�

ۚ◌

و

ْ

ْﺮ

ﺎ ﱠ ﺈ

ﺮ ْ

ﮫﺴْ ﻟ

ۖ◌

و

ﱠنﺈ

ﱠ�

ﱞﻲ ﻏ

ٌﺪ

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan

7

Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Irfan Salim dan Sochimien, (Jakarta: Gema Insani Press, 1998), 227.

8M. Ishom El Saha, M.A. Sketsa Al-Qur'an, (Jakarta: PT. Lista Fariska Putra, 2002).


(14)

5

barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.9

Di samping menggunakan teori semantik, perlunya menambahkan salah satu alat untuk menganalisa kata hikmah yang terdapat dalam surat Luqman ayat 12-19, yakni menggunakan teori muna>sabah yang terdapat dalam ulum al-Qur’an. Karena, medan perbandingan makna antara satu kata dengan kata yang lain dalam semantik mirip dengan muna>sabah ayat dengan ayat. Meskipun terdapat perbedaan dalam aplikasinya nanti.

Teori muna>sabah ini bersifat ijtihady, yakni diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dalam menggali rahasia hubungan antar ayat atau antar surat dalam al-Qur’an yang logis dan dapat diterima oleh akal sehat. Mayoritas ahli tafsir memandang pentingnya usaha yang sungguh-sungguh tersebut dengan mengacu pada suatu kenyataan bahwa tidak semua ayat mempunyai asbab al-nuzul, apalagi tidak semua asbab al-nuzul yang ada dapat dinilai shahih. Disinilah pentingnya muna>sabah untuk mengungkap suatu makna ayat dalam penafsiran al-Qur’an.10

Kata hikmah yang terdapat dalam ayat 12 surat Luqman tersebut, perlu dicari muna>sabahnya dengan ayat selanjutnya sampai dengan ayat 19. Karena, ayat selanjutnya masih mempunyai hubungan erat dengan ayat pertama tadi, itulah kenapa harus menggunakan muna>sabah untuk mencari hubungannya.

Kaitannya dengan mengambil penafsiran dua orang mufasir yakni ‘Ali As}a>buni dan Quraish Shihab, bahwa keduanya sama-sama menggunakan

9

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 33:12. 10

Mohammad Munir, Urgensi Al-Munasabah dalam Studi Al-Qur’an, Dialogia Jurnal Studi Islam dan Sosial, Vol. 2 No. 2 (Juli-Desember, 2004), 12.


(15)

6

pendekatan semantik dan muna>sabah dalam menafsirkan sebuah ayat. Meskipun tidak disebutkan secara jelas, namun penggunaan metode nya hampir sama seperti yang ada dalam kajian semantik dan muna>sabah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka penelitian ini dapat dirumuskan pada beberapa permasalahan untuk menfokuskan pembahasan. Adapun rumasan masalahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran Quraish Shihab dan ‘Ali As}a>buni terhadap kata

al-h|{ikmah pada surat Luqman ayat 12-19 menggunakan pendekatan semantik dan muna>sabah?

2. Apa persamaan dan perbedaan keduanya dalam menafsirkan kata al-h}ikmah pada surat Luqman ayat 12-19?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang disesuaikan dengan rumusan masalah, yaitu:

1. Mengidentifikasi penafsiran Quraish Shihab dan ‘Ali As}a>buni terhadap kata al-h}ikmah pada surat Luqman ayat 12-19 menggunakan pendekatan semantik dan muna>sabah.

2. Mengetahui persamaan dan perbedaan keduanya dalam menafsirkan kata


(16)

7

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan keilmuan dalam bidang tafsir. Agar penelitian ini benar-benar berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan, maka perlu dikemukakan kegunaan dari penelitian ini.

Adapun kegunaan tersebut ialah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, penelitian ini untuk memperluas kajian teori semantik dan

muna>sabah dalam al-Qur’an, baik secara konseptual, dan penafsiran. Karena perkembangan zaman dan tuntutan realitas hidup manusia mengharuskan ditemukannya kajian baru yang lebih akomodatif dan mendekati maksud al-Qur’an.

2. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi kontribusi ilmiah dalam disiplin ilmu al-Qur’an. Karena ilmu al-Qur’an bukanlah disiplin ilmu yang mati dan terbatas untuk jangkauan masa silam, namun mengakomodir perkembangan ilmu baru yang koheren dengan perkembangan manusia setiap zaman.

E. Telaah Pustaka

Pembahasanhikmahbukanlah suatu hal yang baru, karena banyak orang yang telah meneliti dan mengkaji tentang hikmah. Akan tetapi dari berbagai macam literatur atau tulisan, peneliti belum menemukan karya yang mengkaji secara khusus tentang konsep hikmah dari segi semantik dan muna>sabah, khususnya dalam penafsiran Quraish Shihab dan ‘Ali ’As}a>buni terhadap surat Luqman ayat 12-19.


(17)

8

Adapun penelusuran kepustakaan dari berbagai literatur, ditemukan kajian yang bersinggungan dengan tema yang di bahas. Diantaranya adalah:

1. Hikmah dalam Alquran Menurut Ulama’ Tafsir yang ditulis oleh Muhammad Nafifuddin. Skripsi ini mencoba menguraikan makna kata al-hikmah yang terdapat didalam beberapa surah dalam al-Qur’an. Kesimpulan yang didapatkan dalam skripsi ini bahwa makna kata hikmah dalam al-Qur’an menurut sebagian penafsiran terdapat dua pendapat, yaitu antara ulama tafsir dengan ulama sufi yang keduanya mempunyai persamaan bahwa makna kata hikmah ialah pemahaman yang baik tentang makna al-Qur’an.

2. Makna Kata Al-Hikmah Dalam Al-Qur’an: Studi Semantik skripsi yang ditulis oleh Durotut Taslih Mahasiswa Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab tahun 2007. Skripsi ini menjelaskan kata hikmah dalam al-Qur’an dengan pendekatan ilmu dilalah dan menggunakan metode deskriptif. Hasil penelitian dalam skripsi ini membatasi makna kata hikmah dalam dua makna saja, yaitu makna asasi dan idhofi.

Selain itu berkaitan dengan teori semantik ialah hasil penelitian berupa skripsi dengan judul Makna Tawakkul Dalam Al-Qur’an (Aplikasi Semantik Thoshihiko Izutsu) yang ditulis oleh Eko Budi Santoso Mahasiswa Fakultas Ushuluddin jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Skripsi ini menguraikan tentang

makna tawakkul dalam al-Qur’an dengan pendekatan teori semantiknya


(18)

9

Bagian yang terakhir, penelitian terkait muna>sabah. Skripsi karya Anis Rohmawati Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2003 yang berjudul Muna>sabah dalam Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab. Skripsi ini membahas tentang konsep muna>sabah yang dibangun oleh Quraish Shihab dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an dan dibatasi dari surat al-Fatihah sampai surat al-Ankabut saja.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan model penelitian kualitatif, yaitu memakai jenis penelitian library research (kajian kepustakaan) dengan mengumpulkan seluruh penafsiran atau buku-buku, serta karya tulis dalam bentuk lain yang relevan dengan penelitian ini.11

2. Sumber Data Penelitian

Untuk mendukung tercapainya data penelitian di atas, pilihan akan akurasi literatur sangat mendukung untuk memperoleh validitas dan kualitas data. Karenanya, sumber data yang menjadi objek penelitian ini adalah:

a) Sumber data primer

Data primer yaitu data yang menyangkut objek utama penelitian. Adapun data primer dalam penelitian ini, yaitu kitab Tafsir Al-Misba>h dan S}afwah Al-Tafa>si>r

b) Sumber data sekunder

11Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

1995), 94.


(19)

10

Sedangkan data sekunder yaitu data yang berkaitan dengan sumber primer dan hasil penelitian terkait, baik berupa literatur kitab-kitab tafsir para mufassir yang lain, skripsi, artikel, kamus dan sumber-sumber lain yang diperlukan, terutama dalam rangka mempertajam analisis persoalan.

3. Metode Analisis Data

Untuk sampai pada prosedur akhir penelitian, maka penulis menggunakan metode analisa data untuk menjawab persoalan yang akan muncul di sekitar penelitian ini.

a. Deskriptif

Deskriptif yaitu menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya dengan menuturkan atau menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variable dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.12

Penelitian deskritif kualitatif yakni penelitian berupaya untuk mendeskripsikan yang saat ini berlaku. Adanya upaya untuk mendeskripsikan, mencatat, analisis, dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif

12Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya, 2002), 3.


(20)

11

ini bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan yang ada.13

G. Sistematika Pembahasan

Untuk lebih memudahkan pemahaman dan terstruktur lebih baik, maka penulisan ini disusun dengan sistematika bab-bab yang menggambarkan urutan pembahasan. Adapun urutan pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:

Bab pertama merupakan pendahuluan yang memuat kerangka dasar dalam penulisan yang akan dikembangkan pada bab-bab berikutnya. Diantaranya meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan landasan teori. Terbagi atas dua bagian: pertama, tentang permasalahan semantik yakni definisi semantik, semantik al-Qur’an, teknik penerapan semantik dan urgensi semantik dalam penafsiran al-Qur’an. Kedua, permasalahan terkait muna>sabah, yaitu definisi muna>sabah, macam-macam muna>sabah dalam al-Qur’an dan urgensi muna>sabah dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.

Bab ketiga merupakan data dan analisis. Pertama, penafsiran Muh}ammad ‘Ali As}a>buni dan Quraish Shihab terhadap surat Luqman ayat 12-19. Kedua, analisis penafsiran Muh}ammad ‘Ali As}a>buni dan Quraish Shihab dalam menafsirkan kata al-h}ikmah menggunakan teori semantik dan

muna>sabah.

13Convelo G Cevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian (Jakarta: Universitas Islam,

1993), 5.


(21)

12

Bab ke-empat merupakan penutup dari penelitian. Meliputi kesimpulan dari bab pertama sampai bab ketiga, saran, dan penutup.


(22)

BAB II

TEORI SEMANTIK DAN MUNA<SABAH

A. Teori Semantik

1. Definisi Semantik

Kata semantik dalam bahasa inggris berarti semantics (ilmu semantik)1. Berasal dari bahasa yunani semantikos (berarti), semainein

(mengartikan). Dari akar kata sema (noun) yang mempunyai arti tanda atau lambang, dan dari bentuk verba samaino yang berarti menandai. Dalam bahasa arab disebut dengan ‘Ilm al-Dila>lah atau Dila>lat al-Alfa>z. Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian studi tentang makna.2

Semantik merupakan cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti (dalam linguistik istilah lazimnya tidak dibedakan).3

Semantik adalah bagian dari struktur bahasa (language structure) yang berhubungan dengan makna ungkapan dan makna suatu wicara atau sistem penyelidikan makna dan arti dalam suatu bahasa pada umumnya. Semantik juga banyak membicarakan ilmu makna, sejarah makna, bagaimana

1John M. Echols. Dkk, Kamus Inggris – Indonesian (Jakarta: PT Gramedia, 1996), 512. 2Aminuddin, Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna (Bandung: Sinar Baru

Algesindo, 2008), 15.

3J. W. M. Verhaar, Pengantar Linguistik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

1995), 9.


(23)

14

perkembangannya, dan mengapa terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa.4

Pendapat yang sama dikemukakan oleh Kambartel, bahwa semantik merupakan bahasa terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia. Dalam buku Ensiklopedia Britanika, semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktivitas bicara.5

Semantik mempunyai hubungan dengan disiplin ilmu lain. Misalkan saja manusia, boleh saja manusia menjadi kajian antropologi, biologi, kedokteran, psikologi, dan sosiologi. Begitu juga dengan makna yang menjadi objek dari semantik, karena persoalan makna bukan saja menjadi urusan ahli yang bergerak dalam semantik. Semantik sebagai ilmu mempelajari kemaknaan di dalam bahasa sebagaimana apa adanya (das

Sein) dan hanya terbatas pada pengalaman manusia saja. Jika

dibandingkan dengan kajian psikologi, maka mengkaji tentang kebermaknaan jiwa yang ditampilkan melalui gejala jiwa, baik itu ditampilkan secara verbal maupun nonverbal. Jadi semantik lebih bersifat verbal, kalimat yang dapat diungkapkan secara lisan.6

Menurut Toshiko Izutsu, semantik adalah kajian analitik terhadap istilah-istilah kunci suatu bahasa dengan suatu pandangan yang akhirnya

4Ahmad Fawaid, Semantik Al-Qur’an: Pendekatan Teori Dila>lat al-Alfa>z Terhadap

Kata Zala>l Dalam Al-Qur’an, (Surabaya, 2013), 73.

5

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 7.

6

Ibid., 10-15.


(24)

15

sampai pada pengertian konseptual weltanschauung atau pandangan dunia masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut. Pandangan ini tidak saja sebagai alat berbicara dan berfikir, akan tetapi lebih penting lagi, yakni pengkonsepan dan penafsiran dunia yang melingkupinya.7

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan tentang makna bukan bahasa. Dengan kata lain, semantik berobjekkan makna.8 Dengan menerapkan

analisis semantis ini atas al-Qur’an orang ingin mengungkap pandangan dunia kitab ini, yakni bagaimana dunia wujud, menurut kitab suci ini, dibangun, apa unsur-unsurnya dan bagaimana satu unsur dihubungkan dengan yang lain.9

Adapun pada kenyataannya tujuan untuk mempelajari semantik adalah untuk memahami hakikat manusia itu sendiri melalui pengkajian isi mentalnya yang tercermin pada pemahamannya tentang gejala dunia dan isinya. Oleh karena sifat aksiologinya luas, maka perlu ditetapkan tujuan seseorang mempelajari semantik. Dan tujuan itu tergantung pada setiap orang yang mempelajarinya.10

Semantik dinyatakan sebagai ilmu makna pada tahun 1990-an dengan munculnya karya Breal yang berjudul Essai de Semantique,

kemudian periode berikutnya disusul oleh karya Stern (1931) dengan judul

7Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia, terj. Agus Fahri Husein, dkk, (Yogyakarta:

Tiara Wacana, 2003), 3.

8Luthviyah Romziana, Konsep Jahiliyyah dalam Al-Qur’an (Pendekatan Semantik),

(Surabaya, 2014), 19.

9Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia,... xv.

10

Mansoer Pateda, Semantik Leksikal,... 23.


(25)

16

Meaning and Change of Meaning with Special Reference to the English Languange.11

Namun, sebelum kelahiran karya Stern momentum terpenting dalam perkembangan semantik adalah munculnya pemikiran Ferdinand de Sausure dengan judul Cours de Linguisticque Generale. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Wade Baskin dengan judul

Course in General Linguistic dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Rahayu S. Hidayat dengan judul Pengantar Linguistik Umum. Menurut Saussure, bahasa merupakan sistem tanda (languange is a system of sign that expressideas) yang saling berhubungan, merupakan satu kesatuan (the whole unified) membentuk struktur.12

Saussure menampilkan konsep baru dalam bidang teori dan penerapan studi kebahasaan, yaitu studi kebahasaan yang berfokus pada keberadaan bahasa itu pada waktu tertentu yang disebut dengan pendekatan sinkronis atau studi yang bersifat diskriptif. Dan studi tentang sejarah dan perkembangan suatu bahasa yang disebut dengan pendekatan

diakronis.13

Kedua istilah tersebut berasal dari sausserure. Linguistik diakronis (dari Yunani dia “melalui” dan kronos “waktu” atau “masa”), adalah penyelidikan tentang perkembangan suatu bahasa. Misalnya bahasa Indonesia sekarang berlainan dengan bahasa melayu klasik, dan berlainan

11

Luthviyah Romziana, Konsep Jahiliyyah dalam Al-Qur’an,... 21.

12Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), 4.

13J. W. M. Verhaar, Pengantar Linguistik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

1995), 6-7.


(26)

17

pula dengan bahasa melayu kuno yang tertulis pada prasasti-prasasti kedukan bukit, talang-talang tuwo dan kota kapur. Studi tentang bahasa merupakan linguistik diakronis. Linguistik sinkronis (dari Yunani syn

“dengan”, “bersamaan” dan kronos “waktu”) berlainan bidangnya dari linguistik diakronis. Dalam linguistik sinkronis setiap bahasa dianalisa tanpa memperhatikan perkembangan yang terjadi pada masa lampau; misalnya bahasa Indonesia atau bahasa Inggris masing-masing dapat dianalisa tanpa memperhatikan perkembangan dari bahasa melayu klasik atau bahasa anglo-saxon.14

2. Semantik Al-Qur’an

Periode awal dalam jagat penafsiran al-Qur’an mengenai semantik ini dipelopori oleh seorang sarjana yang bernama Muqa>til Ibn Sulaima>n (W 150/767). Karya utama yang menjadi fokus ulasan sebagai babak awal dari kesadaran semantik tersebut berjudul Asyba>h wa al-Naza>‘ir fi> al-Qur’a>n al-Kari>m dan Tafsi>r Muqa>til ibn Sulaima>n.15

Meskipun karya tafsir Mujahid dalam poin tertentu melampaui apa yang telah dilakukan Muqatil Ibn Sulaiman, namun dalam hal kesadaran semantik belum banyak menyentuh ranah tersebut. Adapun sarjana yang senada dengan Muqatil Ibn Sulaiman adalah Harun Ibn Musa

14

Verhaar, Pengantar Linguistik,... 7.

15

M. Nur Kholis Setiawan, Pemikiran Progresif dalam Kajian Al-Qur’an, (Jakarta: Kencana, 2008), 120.


(27)

18

(W 170/786) dalam karyanya berjudul Wujh wa Naza>‘ir fi> al-Qur’a>n al-Kari>m. Selain itu seperti Al-Jahiz (W 255/868), Ibn Qutaiba (W 276/898) dan Abd Al-Qahir al-Jurjani (W 471/1079) generasi yang menyempurnakan tentang kajian tersebut.16

Muqa>til Ibn Sulaima>n menegaskan bahwa setiap kata dalam al-Qur’an di samping memiliki arti yang definitife, juga memiliki beberapa alternatif makna lainnya. Salah satu contohnya adalah kata yad, yang memiliki arti dasar atau leksikal tangan. Menurut Muqa>til, kata tersebut jika terdapat dalam konteks pembicaraan ayat (al-Qur’an) akan mempunyai tiga arti alternatif, yaitu:17

a. Pertama, tangan secara fisik sebagai anggota tubuh seperti dalam surat al-A‘ra>f (7): 108.

عﺰ و

هﺪ

اذﺈﻓ

ﻲھ

ءﺎﻀْ

ﺮظﺎﱠ

]

فاﺮ ﻷا

:

108

[

Dan ia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu tangannya menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang melihatnya.18

b. Kedua, bisa berarti kedermawanan seperti dalam surat al-Isra>‘ (17): 29 dan surat al-Ma‘ìdah (5): 64.

و

ْ ْﺠ

كﺪ

ﺔ ﻮ ْﻐ

ﻰ إ

]

ءاﺮ ﻹا

: 29 [

Janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu.19

ﺎ و

دﻮﮭ ْ ا

ﱠ�

ﺔ ﻮ ْﻐ

]

ةﺪﺋﺎ ا

: 64 [

Orang-orang Yahudi berkata: tangan Allah terbelenggu.20

16

Setiawan, Pemikiran Progresif dalam Kajian Al-Qur’an,.. 122.

17

Ibid., 121.

18

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 7:108.

19

Ibid., 17: 29.

20

Ibid., 5: 64.


(28)

19

c. Ketiga, tangan bisa berarti perbuatan atau aktifitas seperti dalam surat Yasin (36): 35 dan surat al-Hajj (22): 10.

اﻮ ْﺄ

ْ

هﺮ ﺛ

ﺎ و

ﮫْ

ْﮭ ﺪْ أ

ﻓأ

ْﺸ

نوﺮ

]

:

35 [

Supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka, maka mengapakah mereka tidak bersyukur.21

ذ

ْ ﱠﺪ

كاﺪ

ﱠنأو

ﱠ�

ْ

ﱠ ﻈ

م

ﺪ ْ

]

ﺞﺤ ا

: 10 [

Yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dan sesungguhnya Allah bukanlah sekali-kali penganiaya hamba-hamba Nya.22

Penjelasan di atas berasumsi bahwa makna tidak semata-mata terletak pada kosakata. Sebaliknya, semua makna yang dimiliki kosakata lebih disebabkan oleh pengguna kosakata tersebut. Selain itu istilah yang juga menambah arti penting dari aspek semantis ini adalah siya>q, konteks. Meski istilah ini belum disinggung dalam karya Muqa>til Ibn Sulaima>n akan tetapi istilah lain yang senada dengan ini telah disebutkan yaitu al-mawdi‘, atau diterjemahkan dalam ranah linguistik sebagai posisi.23

Menelaah kosakata dalam hubungannya dengan konteks, apalagi dikaitkan dengan al-Qur’an, maka kemudian didapatkan sebuah kesimpulan bahwa dalam al-Qur’an setidaknya terdapat tiga jenis kosakata. Pertama, kosakata yang hanya memiliki satu makna, kedua

yakni kosakata yang memiliki dua alternatif makna dan yang ketiga,

21

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 36: 35.

22

Ibid., 22: 10.

23

Nur Kholis Setiawan, Pemikiran Progresif dalam Kajian Al-Qur’an,. 126-127.


(29)

20

kosakata yang memiliki banyak kemungkinan arti selaras dengan konteks dan struktur dalam kalimat yang memaknainya.24

Kajian yang menggunakan metode kebahasaan sudah dilakukan oleh beberapa pakar mufassir klasik, di antaranya adalah al-Farra’ (W 210/825) dengan karya tafsirnya Ma’a>ni al-Qur’an, Abu Ubaidah, al-Sijistani> dan al-Zamakhsyari. Kemudian dikembangkan lagi oleh Amin Khuli yang kemudian teori-teorinya di aplikasikan oleh Aisyah bint al-Syat}i’ dalam tafsirnya al-Baya>n Li al-Qur’an al-Kari>m. Lalu gagasan Amin al-Khuli dikembangkan lagi oleh Toshihiko Izutsu yang dikenal dengan teori semantik Al-Quran.25

Teori semantik yang diaplikasikan dalam kajian al-Qur’an terdapat dua bentuk analisis, yakni analisis diakronik dan analisis sinkronik. Diakronik berasal dari bahasa Yunani dia yang berarti melalui dan kronos yang berarti waktu, artinya mempelajari bahasa sepanjang masa, selama bahasa itu masih digunakan oleh penuturnya. Menurut Toshihiko, diakronik secara etimologi adalah pandangan terhadap bahasa, yang pada prinsipnya menitikberatkan pada unsur waktu. Dengan demikian, secara diakronik kosa kata adalah sekumpulan kata yang masing-masingnya tumbuh dan berubah secara bebas dengan caranya sendiri yang khas.26

24

Setiawan, Pemikiran Progresif dalam Kajian Al-Qur’an,.. 128.

25http://are-ziz.blogspot.com/2012/05/semantik-dan-semiotik-dalam-al-quran.html 26Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia,... 32.


(30)

21

Adapun ciri-ciri dari linguistik diakronik adalah sebagai berikut:27

1. Linguistik diakronik menelaah bahasa tanpa ada batasan waktu.

2. Bersifat vertikal, karena melakukan perbandingan bahasa dari masa ke masa.

3. Bersifat historis dan komparatif.

4. Perkembangan dan perubahan struktural bahasa dapat diketahui secara jelas.

Sedangkan analisis singkronik secara h}arfiyah berasal dari bahasa Yunani dari akar kata syn yaitu bersama dan kronos adalah waktu, artinya mempelajari suatu bahasa dengan suatu bahasa pada suatu kurun waktu.28 Jadi analisis sinkronik adalalah analisis terhadap sistem kata

statis yang merupakan satu permukaan dari perjalanan sejarah suatu bahasa sebagai konsep yang diorganisasikan dalam sebuah jaringan yang rumit. Dengan analisis ini diperoleh struktur-struktur makna-makna tertentu yang pada gilirannya, bersama analisis diakronik, akan membawa pada suatu weltanschauung (pandangan dunia) dari obyek kajian- dalam hal ini pandangan dunia al-Qur’an.29

27

http://annahchuchubidamdam.blogspot.com/2012/10/apa-itu-linguistik-sinkronik-dan.html.

28J.W.M Verhaar, Pengantar Lingguistik ,... 7.

29Chafid Wahyudi, Pandangan Dunia al-Qur’an Tentang Taubah; Aplikasi Pendekatan

Semantik Terhadap al-Qur’an (Skripsi: Yogyakarta: Program Strata Satu Universitas Islam Negeri Sunan Kalijogo, 2002), 28.


(31)

22

Ciri-ciri linguistik sinkronik secara garis besar ada tiga, yaitu sebagai berikut:30

1. Dari segi waktu, linguistik sinkronik menelaah bahasa pada waktu tertentu, dikhususkan dan terbatas.

2. Bersifat deskriptif, adanya penggambaran bahasa apa adanya pada masa tertentu.

3. Bersifat horisontal dan mendatar, karena tidak ada perbandingan bahasa dari masa ke masa.

3. Teknik Penerapan Semantik

Untuk menerapkan teknik analisis semantik diakronik dan sinkronik, diperlukan beberapa cakupan momentum linguistik yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Makna Dasar (grundbedeutung)

Makna dasar adalah kandungan kontekstual dari kosa kata yang akan tetap melekat pada kata tersebut meskipun kata tersebut dipisahkan dari konteks pembicaraan kalimat. Dalam kasus al-Qur’an, misalnya kata kita>b di dalam al-Qur’an maupun di luar al-Qur’an artinya sama. Kata kita>b sepanjang dirasakan secara aktual oleh masyarakat penuturnya menjadi satu kata, mempertahankan makna fundamentalnya yaitu kita>b dimanapun ia ditemukan. Kandungan unsur semantik ini tetap ada pada kata tersebut dimanapun ia

30

http://annahchuchubidamdam.blogspot.com/2012/10/apa-itu-linguistik-sinkronik-dan.html.


(32)

23

diletakkan dan bagaimanapun ia digunakan.31 Jadi makna dasar adalah

sesuatu yang melekat pada kata itu sendiri, yang selalu terbawa dimanapun kata tersebut diletakkan.

2. Makna Relasional (relational bedeutung)

Sedangkan makna relasional adalah sesuatu yang konotatif yang diberikan dan ditambahkan pada makna yang sudah ada dengan meletakkan kata itu pada posisi khusus dalam bidang khusus, berada pada relasi yang berbeda dengan semua kata-kata penting lainnya dalam sistem tersebut.32 Contoh pada kata kita>b dalam makna dasar,

ketika kata tersebut dihubungkan dengan kata ahl menjadi ahl al-kita>b maka kata kita>b telah bermakna kitab milik orang Kristen dan Yahudi.

3. Struktur Batin

Struktur batin secara general mengungkap fakta pada dataran yang lebih abstrak dan riil, sehingga fakta tersebut menimbulkan kekaburan dalam dataran manapun, dan semua ciri struktural dapat diungkap dengan jelas ke permukaan. Sedangkan analisis batin yang terdapat dalam al-Qur’an secara definitif adalah mengungkap kecendrungan kosa kata dalam al-Qur’an dalam ayat tertentu dengan konteks yang menyertainya. 33

4. Medan Semantik

31M. Nur Kholis Setiawan, Akar-akar Pemikiran Progresif dalam Kajian al-Qur’an

(Yogyakarta: ELSAQ, 2008), 88.

32Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia,...12.

33Chafid Wahyudi, Pandangan Dunia Taubah; Aplikasi Pendekatan Semantik Terhadap

al-Qur’an, 30.


(33)

24

Dalam bahasa ada banyak kosa kata yang memiliki sinonim, terlebih dalam bahasa Arab. Aspek budaya terkadang juga masuk ke dalam aspek kebahasaan, meski kosa kata itu sama, namun penggunaannya berbeda. “Bidang semantik” memahami jaringan konseptual yang terbentuk oleh kata-kata yang berhubungan erat, sebab tidak mungkin kosa kata akan berdiri sendiri tanpa ada kaitan dengan kosa kata lain.34

4. Urgensi Semantik dalam Penafsiran Al-Qur’an

Semantik sebagai salah satu pendekatan untuk mengungkap gagasan yang ada di dalam al-Qur’an melahirkan banyak paradigma yang merupakan cara pandang dan kerangka berpikir seseorang dalam membaca, membedah dan menganalisis objek yang dikaji dalam al-Qur’an.

Pengkaji al-Qur’an yang menggunakan pendekatan semantik dalam analisis penafsiran al-Qur’an beralasan bahwa selain hanya untuk kepentingan analisis juga untuk memahami variasi dan konteks makna kata dari kata-kata kunci (keyterms) dalam al-Qur’an. Jadi cara yang terbaik dalam meneliti al-Qur’an adalah mencoba menguraikan kategori semantik.35

34Moh. Yardho, Ahsa>n Taqwi>m Dalam Wordview al-Qur’an; Sebuah Pendekatan

Semantik Terhadap al-Qur’an, 15. 35

Yayan Rahtikawati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir Al-Qur’an: Strukturalisme, Semantik, Semiotik dan Hermeneutik, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), 252-253.


(34)

25

Untuk mengurai terma-terma kunci dalam al-Qur’an yang berbahasa Arab, semantik memberikan sejumlah prosedur dalam mengurai keragaman subtansif makna bahasa Arab tersebut. Oleh karena itu, analisis semantik bertujuan untuk menyelaraskan makna al-Qur’an sesuai dengan konteks pragmatiknya dan dinamika historikalitasnya serta penyelarasan makna dalam konteks dialektika universalitas makna dan lokalitas pemahaman dan penafsiran al-Qur’an.36

Sehingga nantinya dari pendekatan semantik akan didapatkan gagasan al-Qur’an yang totalitas sesuai dengan pandangan dunia al-Qur’an itu sendiri. Karena al-Qur’an yang diturunkan bagi kepentingan manusia mempunyai fungsi penting sebagai hidayah, mengharuskan pemahaman yang tepat atas ajaran-ajaran yang di kandungnya, sesuai maksud yang dikehendaki Allah SWT.

B. Teori Muna>sabah

1. Definisi Muna>sabah

Secara etimologi, muna>sabah berarti musyabahah (kedekatan) dan muqarabah (penyerupaan). Berasal dari kata nasab yang berarti kerabat dekat yang garis keturunannya masih bersambung. Ketika dua hal dikatakan bermuna>sabah, maka berarti mengisyaratkan keduanya satu dalam kedekatan, keserupaan dan keterkaitan. Dengan kata lain, adanya

36

Yayan Rahtikawati dan Dadan Rusmana, Metodologi Tafsir Al-Qur’an,... 253.


(35)

26

suatu bagian dari keduanya yang menjadikannya dekat, serupa dan terkait.37

Dilihat dari segi terminologi, muna>sabah dapat diartikan sebagai keserupaan atau kedekatan makna antara satu ayat dengan lainnya dalam satu surat, kumpulan ayat dalam satu surat dengan lainnya dalam surat yang lain, antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat, atau dapat juga antara satu surat dengan surat yang lain.38

Nasr Hamid Abu Zayd memahami muna>sabah antar ayat dan surat adalah bahwa teks merupakan kesatuan struktual yang bagiannya saling berkaitan. Mengaitkan antar ayat dan surat itu adalah tugas seorang mufassir, karenanya mufassir mempunyai peranan penting dalam menangkap cakrawala teks. Jadi mufassir mengungkapkan dialektika bagian-bagian teks melalui dialektika mufassir selaku pembaca dengan teks.39

Adapun ulama al-Qur’an menggunakan kata muna>sabah untuk dua makna. Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini mencakup banyak ragam, diantaranya adalah hubungan kata demi kata dalam satu ayat, hubungan ayat dengan ayat sesudahnya, hubungan kandungan ayat dengan fashilah atau penutupnya, dan lain sebagainya. Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat yang

37

Ahmad Rasyid, Munasabah dalam Al-Qur’an (Konstruksi Pemahaman Makna Korelatif), (Skripsi: Surabaya: Program Strata Satu Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2006), 14.

38

Manna al-Qattan, Mabahith fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, 1993), 97.

39

Nasr Hamid Abu Zayd, Mafhu>m al-Nas} Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Ih}ya> al-Kutub al-‘Arabiyah, 1992), 161.


(36)

27

lain, seperti pengkhususannya, penetapan syarat terhadap ayat lain yang tidak bersyarat, dan lain-lain. Misalnya: QS. Al-Maidah (5): 3

ﺖ ﺮ

ا

م

ﺪ او

و

ﺮ ﺰ

ا

ﺎ و

ھأ

ﺮ ﻐ

�ہا

ﮫﺑ

]

ةﺪﺋﺎ ا

:

3

[

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.

Ayat diatas menjelaskan aneka makanan yang haram, diantaranya adalah darah. Tetapi QS. Al-An’am (6): 145:

ﺪ أ

ﻲ وأ

ﻲ إ

ﻻإ

نأ

نﻮﻜ

ﺔﺘ

وأ

ﺎ د

ﺎ ﻮ ﺴ

وأ

ﺮ ﺰ

ﺲ ر

وأ

ﺎ ﺴ

ھأ

ﺮ ﻐ

�ہا

ﮫﺑ

]

مﺎ ﻷا

:

145

[

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor -- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah.

Bahwa yang haram adalah darah yang mengalir. Oleh karena itu, ada

munasabah antara ayat al-Ma’idah dan al-An’am yang disebut di atas.40

40

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat Al-Qur’an), (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 243-244.


(37)

28

Teori muna>sabah ini bersifat ijtihady, yakni diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dalam menggali rahasia hubungan antar ayat atau antar surat dalam al-Qur’an yang logis dan dapat diterima oleh akal sehat. Mayoritas ahli tafsir memandang pentingnya usaha yang sungguh-sungguh tersebut dengan mengacu pada suatu kenyataan bahwa tidak semua ayat mempunyai asbab al-nuzul, apalagi tidak semua asbab al-nuzul yang ada dapat dinilai shahih. Disinilah pentingnya muna>sabah untuk mengungkap suatu makna ayat dalam penafsiran al-Qur’an.41

Begitu pentingnya muna>sabah diketahui dan dipahami dalam menafsirkan al-Qur’an, Imam Badruddin al-Zarkasyi pernah mengemukakan pendapat bahwa jika asbab al-nuzul suatu ayat tidak ada atau tidak dapat dijadikan pedoman, maka yang lebih utama adalah mengemukakan sisi muna>sabah.42 Bahkan Imam Fakhruddin al-Razi

lebih berani mengatakan bahwa dalam menafsirkan ayat al-Qur’an lebih baik menampilkan segi muna>sabah daripada berpegang kepada riwayat

asbab al-nuzul yang bersumber dari hadis ahad, apalagi kalau nilai keshahihannya masih diragukan.43

Meskipun pendapat Imam Fakhruddin ini tidak sepenuhnya dibenarkan, yang jelas bahwa menggunakan muna>sabah sebagai alat untuk menafsirkan al-Qur’an dalam rangka mencari makna yang tepat

41

Mohammad Munir, Urgensi Al-Munasabah dalam Studi Al-Qur’an, Dialogia Jurnal Studi Islam dan Sosial, Vol. 2 No. 2 (Juli-Desember, 2004), 12.

42

Badar al-Din al-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an (Beirut: Dar Kutub al-Islamiyah, 1998), 34.

43

Fakhruddin al-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib,... 121.


(38)

29

yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Qur’an itu merupakan usaha yang patut dihargai dan perlu terus dikembangkan. Syeikh Muhammad Abduh sendiri memandang bahwa korelasi antara ayat-ayat dan surat-surat dalam al-Qur’an sebagai hal yang sangat urgen, sehingga muna>sabah dijadikan salah satu ciri dari sembilan ciri penafsirannya dan bahkan diletakkan sebagai prinsip pertama.44

Mengenai usaha untuk membentuk muna>sabah dalam al-Qur’an, tidak semua mufassir sepakat. ‘Izz al-Din Abd al-Salam menyatakan bahwa keterkaitan antara satu kalimat dengan kalimat lain tergantung pada adanya sebab yang menghubungkannya. Kesamaan sebab sebagai pra-syarat dapat tidaknya dikatakan sebagai muna>sabah, karena turunnya al-Qur’an yang memakan waktu dua puluh tahun lebih dengan sebab yang berbeda-beda sesuai dengan konteks permasalahan yang hanya dijelaskan oleh ayat yang bersangkutan saja. Oleh sebab itu muna>sabah

tidak harus ada dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.45

Pendapat ‘Izz al-Din Abd al-Salam tidak menjadikan kelompok lain yang tetap memandang perlunya pengungkapan muna>sabah menjadi berubah pendiriannya. Pelopor pertama yang menganggap penting

muna>sabah dalam penafsiran muncul pada abad IV Hijriyah, al-Imam Abu Bakr al-Naysaburi. Tokoh ini selalu bertanya mengapa ayat ini diletakkan disamping ayat itu atau mengapa surat ini diletakkan setelah

44

Fakhruddin al-Razi, Tafsir Mafatih al-Ghaib,.. 125.

45

Al-Zarkasyi, Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an,. 63.


(39)

30

surat itu. Hal inilah yang menjadikan muna>sabah penting untuk diungkapkan dalam menafsirkan al-Qur’an.46

Meskipun ada atau tidaknya muna>sabah serta adanya

perbedaan penilaian yang masih diperselisihkan para ulama, bahasan tentang muna>sabah tetap diperlukan. Bukan saja untuk menampik dugaan kekacauan sistematika perurutan ayat atau surat-surat al-Qur’an, tetapi juga untuk membantu memahami kandungan ayat.47 Sebagai contoh

adalah QS. Al-Fajr (89): 1-2:

او

)

(

لﺎ و

ﺮﺸ

)

] (

ا

:

-[

Demi fajar dan sepuluh malam.48

Kalimat

ﺮﺸ

لﺎ

dalam ayat diatas tidak mungkin

terlepas pengertiannya dari ayat sebelumnya yakni

او

di sini

tidak dibarengi dengan suatu sifat tertentu, sehingga harus dipahami secara umum. Menurut Syeikh Muhammad Abduh, al-Qur’an bila bermaksud untuk menjelaskan tentang suatu hari atau waktu tertentu, maka hari dan waktu itu dijuluki dengan sifat atau cirinya, seperti: Yaum al-Qiyamah,

Yaum al-Akhir, Yaum al-Hasyr, Yaum al-Ba’ts, Yaum al-Mau’ud, Lailatul Qadr, dan lain-lain. Tetapi bila hari dan waktu tidak ditentukan sifat atau ciri-cirinya, maka yang dimaksud adalah waktu secara umum.48F

49

46

Hasbi Ash-Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Qur’an (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), 47.

47

M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat Al-Qur’an), (Tangerang: Lentera Hati, 2013), 252.

48

Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 89:1-2.

49

Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,... 252-253.


(40)

31

Demikian dengan kata

ا

yang berarti umum, terjadi

setiap hari. Fajar tersebut adalah fajar ketika cahaya siang menjelma di tengah-tengah kegelapan malam, yaitu cahaya yang kemudian mengusik kegelapan malam tersebut. Dengan demikian, keserasian antara ayat pertama dan kedua dalam ayat diatas, maka kalimat

ﺮﺸ

لﺎ

mesti ditafsirkan dengan malam-malam yang serasi keadaannya dengan

pengertian yang dikandung oleh kata

ا

yakni sepuluh malam

yang terjadi pada setiap bulan yang didalamnya cahaya bulan mengusik kegelapan malam. Dengan begitu maka terjadilah keserasian antara keduanya, yakni masing-masing mengusik kegelapan walaupun yang pertama mengusik hingga terjadi terang yang merata, dan yang kedua juga mengusik namun akhirnya terjadi kegelapan yang merata.49F

50

Atas dasar keserasian inilah, Syeikh Muhammad Abduh

menolak pendapat sebagian ulama yang menafsirkan kata

او

dan

ﺮﺸ

لﺎ

dengan fajar tertentu seperti awal tahun hijriyah

atau tanggal 10 bulan Dzulhijjah dan lain-lain.

Untuk menentukan makna yang menjadi sarana pemersatu antar kalam maka dibutuhkan langkah-langkah untuk membentuk hubungan di

50

Shihab, Kaidah Tafsir,... 253.


(41)

32

antara ayat maupun surat dalam al-Qur’an. Adapun langkah-langkah tersebut diantaranya adalah:51

1. Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi

obyek pencarian.

2. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan

pembahasan di dalam suatu surat.

3. Menentukan tingkatan uraian-uraian tersebut, apakah ada

hubungannya atau tidak.

4. Dalam mengambil kesimpulan, hendaknya memperhatikan

ungkapan-ungkapan kebahasaannya secara benar.

2. Macam-macam Muna>sabah dalam Al-Qur’an

Bahasan tentang muna>sabah ini sangat mengandalkan pemikiran, bahkan imajinasi atau kenyataan yang terjadi. Karena bisa saja banyak ragam hubungan yang dapat terjadi, tergantung dari mufassir yang menghubungkannya. Para ulama setuju bahwa tidak semua ayat dalam al-Qur’an harus dicarikan muna>sabahnya. Yang perlu untuk dicari

muna>sabahnya adalah hubungannya baik antar ayat dan surat yang belum jelas.52

51

Ahmad Rasyid, Munasabah dalam Al-Qur’an,... 15.

52

Shihab, Kaidah Tafsir,... 246.


(42)

33

Muna>sabah jika dilihat dari segi sifatnya, yakni mengacu pada tingkat kejelasan dan kesamaran makna, maka dapat dikategorisasikan menjadi:53

1. Dhahir al-Irtibath

Adapun yang dimaksud adalah kesesuaian bagian-bagian al-Qur’an (ayat maupun surat) yang terjalin secara jelas dan kuat. Adanya kesatuan unsur pembentuk hubungan antar ayat maupun surat secara redaksionis. Misalnya seperti dalam surat al-‘As}r ayat 2 dan 3.

2. Khafiy al-Irtibath

Yaitu hubungan yang terjadi di antara dua ayat atau surat secara samar, sehingga jika dipahami hanya melalui makna redaksinya akan menunjukkan tidak ada hubungan. Seolah-olah kedua ayat maupun surat tersebut berdiri sendiri dan tidak adanya keterkaitan kuat dengan ayat maupun surat sebelum dan sesudahnya.

Adapun para mufassir menggunakan kata muna>sabah untuk dua makna. Pertama, hubungan kedekatan antara ayat atau kumpulan ayat-ayat al-Qur’an. Hal ini mencakup banyak ragam, diantaranya adalah:54

a. Hubungan kata demi kata dalam satu ayat, b. Hubungan ayat dengan ayat sesudahnya,

c. Hubungan kandungan ayat dengan fashilah atau penutupnya, d. Hubungan surat dengan surat berikutnya,

e. Hubungan awal surat dengan penutupnya,

53

Ahmad Rasyid, Munasabah dalam Al-Qur’an,... 16.

54

Shihab, Kaidah Tafsir,... 243-244.


(43)

34

f. Hubungan nama surat dengan tema utamanya,

g. Hubungan uraian akhir surat dengan uraian awal surat berikutnya

Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat yang lain, seperti pengkhususannya, penetapan syarat terhadap ayat lain yang tidak bersyarat, dan lain-lain.55

Selanjutnya, Ahmad Rasyid menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa muna>sabah dalam al-Qur’an jika ditinjau dari segi materinya maka ada tiga macam bentuk:56

a. Muna>sabah dalam satu ayat

Muna>sabah dalam satu ayat, maksudnya adalah adanya keterkaitan atau hubungan antara kalimat-kalimat al-Qur’an dalam satu ayat. Keterkaitan makna dalam satu ayat al-Qur’an dapat dipahami pada dua bentuk:57

1. Hubungan antara kata dengan kata selainnya

2. Hubungan satu ayat dengan fashilahnya (kata penutupnya) b. Muna>sabah antar ayat

Yakni suatu hubungan atau persambungan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Keterkaitan makna antara dua ayat atau lebih merupakan bentuk hubungan konteks pembahasan yang

55

Ibid., 244.

56

Ahmad Rasyid, Munasabah dalam Al-Qur’an,... 17.

57

Ibid., 17.


(44)

35

terbentuk dari keterkaitan kalimat dalam satu ayat. Muna>sabah antar ayat ini dapat berbentuk sebagai berikut:58

1. Diat}af-kan ayat yang satu pada ayat yang lain 2. Tidak diat}af-kan ayat yang satu pada ayat yang lain 3. Digabungkannya dua hal yang sejajar dan sama maknanya 4. Dikumpulkannya dua hal yang kontradiktif

5. Dipindahkannya suatu pembicaraan kepada pembicaraan

yang lain (al-Istithrad) c. Muna>sabah antar surat

Hubungan yang terjalin antara surat yang satu dengan surat yang lain. Pada dasarnya kandungan suatu surat memiliki keterkaitan yang kuat antara sub tema yang satu dengan yang lain. Hal ini dapat dipahami bahwa penamaan suatu surat yang ada dalam al-Qur’an merupakan indikasi adanya keterkaitan dengan makna yang terdapat pada ayat-ayat yang dikandungnya. Sehingga nama surat merupakan kesimpulan universal bagi setiap perincian ayat-ayat di dalamnya. Berikut diantara bentuk munasabah antar surat:59

1. Muna>sabah antara dua surat dalam soal materinya

2. Muna>sabah antara permulaan surat dengan penutup surat sebelumnya

3. Muna>sabah antara pembuka dan akhir dalam satu surat

58

Ibid., 18.

59

Ahmad Rasyid, Munasabah dalam Al-Qur’an,... 18-19.


(45)

36

3. Urgensi Ilmu Muna>sabah dalam Menafsirkan Ayat-ayat Al-Qur’an

Telah diketahui bahwasanya wahyu dalam al-Qur’an tidak bisa dipisah satu dengan yang lainnya, baik antara ayat dengan ayat maupun antara surat dengan surat, maka keberadaan ilmu muna>sabah menjadi penting dalam memahami al-Qur’an secara holistik. Arti penting

muna>sabah sebagai salah satu metode untuk memahami al-Qur’an adalah:60

1. Dilihat dari sisi balaghah, maka korelasi antara ayat dengan ayat menjadikan keutuhan yang indah dalam tata bahasa al-Qur’an dan apabila dipenggal, maka keserasian dan keindahan ayat akan hilang.

Sehingga dibutuhkannya muna>sabah ini untuk menemukan

keserasian dan keindahan serta kehalusan ayat al-Qur’an.

2. Ilmu muna>sabah memudahkan orang dalam memahami makna dan ayat atau surat. Penafsiran al-Qur’an dengan ragamnya jelas membutuhkan pemahaman muna>sabah antara ayat satu dengan yang lainnya dan antara surat yang satu dengan yang lainnya.

3. Ilmu muna>sabah membantu pembacanya agar memperoleh banyak petunjuk dalam waktu yang singkat tanpa membaca seluruh ayat-ayat al-Qur’an.

4. Ilmu muna>sabah juga dapat memperkaya cakrawala pemahaman, karena semakin lama menggali susunan ayat dan surat, maka semakin banyak dan beragam pula mendapat petunjuk pemahaman

60

Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur’an: Kajian atas Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Puspita Press, 2011), 202-203.


(46)

37

baru. Sehingga al-Qur’an senantiasa memberikan sumber hidayah yang tidak akan kering dari ilmu-Nya Allah.


(47)

BAB III

AL-H}IKMAH

DALAM SURAT LUQMAN

Analisis Penafsiran Muhammad ‘Ali ’As}a>buni dan Quraish

Shihab Terhadap Surat Luqman Ayat 12-19 Menggunakan

Pendekatan Semantik dan

Muna>sabah

A. Penafsiran Muhammad ‘Ali ’As}a>buni Terhadap Surat Luqman Ayat 12-19

ﺪ و

ﺎ آ

نﺎ

ا

نأ

ﺮ ا

و

ﺎ ﺈ

و

نﺈ

ﱞﻲ ﻏ

]

نﺎ

:

12

[

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.1

‘Ali ’As}a>buni dalam muqaddimah surat Luqman menjelaskan bahwa surat ini termasuk dalam kategori surat-surat makiyyah yang membicarakan masalah akidah, khususnya menguatkan ketiga pokok akidah iman, yaitu ke-Esaan Allah, kenabian dan ba’ts (hari kebangkitan dari alam kubur) serta nusyur. Surat ini diawali dengan menuturkan al-Qur’an yang penuh hikmah sebagai mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW yang abadi dan kekal sampai kapanpun.2

Dia melanjutkan bahwa, nama surat ini berkenaan dengan kisah seorang yang bernama Luqman. Seorang bijak yang memiliki banyak hikmah dan rahasia makrifat kepada Allah dan sifat-Nya, mencela syirik, memerintahkan untuk

1Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 31: 12.

2

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r, jilid 4 Al-Qashash – Muhammad terj. Yasin, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2011), 157.


(48)

38

berbudi pekerti mulia dan melarang melakukan perbuatan munkar. Disamping itu, kisah ini juga mengandung wasiat-wasiat berharga yang diberikan Allah kepada Luqman, sehingga penting dalam dunia hikmah dan belajar mengajar.3

Ayat sebelumnya menerangkan itikad orang-orang kafir yang salah karena mereka menentang dan syirik, serta menyamakan sesuatu yang tidak menciptakan apa-apa dengan Tuhan yang menciptakan segala sesuatu. Maka ayat ini menerangkan wasiat-wasiat Luqman al-Hakim, wasiat-wasiat yang mahal dan penuh hikmah serta ajakan untuk menempuh jalan petunjuk.4

‘Ali ’As}a>buni dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa lafaz al-h}ikmata berarti benar dalam perbuatan dan ucapan. Makna asalnya adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Dalam al-Lisa>n disebutkan bahwa hikmah dalam urusan artinya paling profesional. Seseorang dikatakan sebagai ahli hikmah apabila ia telah memiliki banyak pengalaman.5 Lafaz al-h}aki>m berarti

mengandung hikmah: kuat tanpa ada cela maupun pertentangan di dalamnya.6

Kalimat wa laqad ‘a>tayna al-luqma>n al-h}ikmah yang memiliki arti dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Luqman, maksudnya demi Allah, Kami telah memberi Luqman hikmah yaitu kebenaran dalam perbuatan, tepat dalam pendapat, dan mengucapkan sesuatu sesuai dengan kebenaran. Mujahid berkata: Hikmah adalah mengerti dan memahami serta benar dalam ucapan. Luqman bukan Nabi dia hanya orang bijak.7

3

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 159.

4Ibid., 167.

5 Ibid. 6

Ibid., 159. 7

Ibid.


(49)

39

Al-Biqa’i mengajukan keterangan tentang makna hikmah, bahwa hikmah berarti mengetahui yang paling utama dari segala sesuatu, baik pengetahuan, maupun perbuatan. Ia adalah ilmu amaliah dan amal ilmiah. Ia adalah ilmu yang didukung oleh amal, dan amal yang tepat dan didukung oleh ilmu. Menurut Ar-Razi hikmah ialah sesuai di antara perbuatan dengan pengetahuan. Tiap-tiap orang yang diberikan taufiq oleh Allah sehingga perbuatannya sesuai dengan pengetahuannya atau amalnya dengan ilmunya, itulah orang yang mendapat karunia hikmah. Maka ayat ini menerangkan bahwa Luqman telah mendapat hikmah tersebut, karena dia telah sanggup mengerjakan suatu amal dengan tuntunan ilmunya sendiri.8

Para mufassir juga berbeda pendapat tentang masa hidupnya. Perbedaan tersebut; bahwa Luqman hidup pada masa Nabi Daud, Nabi Ayyub, ia adalah anak bibi Nabi Ayyub, dan ada pula yang mengatakan bahwa ia adalah seorang Ibrani.9 Ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari Nuba, ataupun dari Ailah.

Ada juga yang menyebutnya dari Etiopia, ataupun dari Mesir Selatan yang berkulit hitam.10

Kalimat an asykur lilla>h yang memiliki arti yaitu bersyukurlah kamu kepada Allah, ‘Ali ’As}a>buni menafsirkan yakni bersyukurlah kamu kepada

8

Syaikh Abdul Malik Bin Abdul Karim Amrullah (Hamka), Tafsir Al-Azhar Juz XXI, (Surabaya: Pustaka Islam, tt), 156.

9

Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya,... 546. 10

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, vol 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 125-126.


(50)

40

Allah atas limpahan nikmat dan karunia-Nya kepadamu, di mana Dia secara khusus memberimu hikmah dan menjadikan hikmah ada di lisanmu.11

Begitu juga dalam tafsiran yang lain, menyebutkan bahwa ayat ini menerangkan tentang penganugerahan Allah kepada Luqman akan hikmah. Hikmah yang dimaksud adalah perasaan yang halus, akal pikiran, dan kearifan yang dapat menyampaikannya kepada pengetahuan yang hakiki dan jalan yang benar menuju kebahagiaan abadi. Oleh karena itu, ia bersyukur kepada Allah yang telah memberinya nikmat tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan dan ajaran-ajaran yang disampaikan Luqman itu bukanlah berasal dari wahyu yang diturunkan Allah kepadanya, akan tetapi semata-mata berdasarkan ilmu dan hikmah yang telah dianugerahkan Allah kepadanya.12

Kalimat wa man yaskur fa ‘innama> yaskur li nafsih yang memiliki arti dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri, ‘Ali ’As}a>buni menafsirkan bahwa maksud dari ayat tersebut adalah siapapun dia yang bersyukur kepada Allah, maka pahala syukurnya kembali kepada dirinya sendiri dan faedahnya hanya kembali kepadanya, sebab syukur seseorang tidak bermanfaat bagi Allah dan tidak syukurnya seseorang tidak berbahaya bagi Allah. Kemudian Luqman mengatakan bahwa dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. Jadi barangsiapa mengingkari nikmat Allah, maka perbuatan buruk itu hanya kepada dirinya sendiri, sebab Allah tidak membutuhkan

11

Muh}ammad ‘Ali’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 159. 12

Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya,... 547-548.


(51)

41

hamba terpuji dalam keadaan bagaimanapun dan berhak dipuji karena Dhat-Nya dan sifat-Nya.13

Imam Ar-Razi menambahkan bahwa Allah tidak membutuhkan syukur, sehingga tidak merugi karena tidak syukurnya seseorang. Maka Dhat Allah terpuji, baik umat manusia bersyukur kepada-Nya atau tidak.14

‘Ali ’As}a>buni menulis catatan penting pada ayat ini, bahwa ketika Allah memerintahkan syukur kepada kedua orangtua, Allah mendahulukan syukur kepada Dia atas syukur kepada kedua orangtua. Hal itu menunjukkan, bahwa hak Allah lebih besar daripada hak kedua orangtua, sebab Allah-lah penyebab hakiki bagi terciptanya manusia, sedangkan kedua orangtua adalah penyebab yang lahiriah. Itulah sebabnya, Allah mengharamkan mentaati orangtua jika mereka memaksa untuk kafir.15

ذإو

لﺎ

نﺎ

ﻮھو

ﮫﻈ

كﺮ

�ﺎ

نإ

كﺮ ا

]

نﺎ

:

13

[

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.16

‘Ali ’As}a>buni berpendapat bahwa syirik itu sesuatu yang menjijikkan dan sebuah kezhaliman yang fatal, sebab meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Barangsiapa menyamakan antara Pencipta dan makhluk, antara Tuhan

13

Muh}ammad ‘Ali’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 168. 14

Ibid., 169. 15

Ibid., 173.

16

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 31: 13.


(52)

42

dan berhala, pasti dia orang yang paling tolol, paling tidak masuk akal, berhak disebut orang zhalim dan layak dimasukkan dalam kategori binatang.17

Kata ﮫﻈ berarti menasehati dan mengingatkan.18 Berasal dari kata ﻆ و yaitu nasihat yang menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini sesudah kata dia berkata untuk memberi gambaran tentang bagaimana perkataan itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang. Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasihat itu dilakukannya dari saat ke saat, sebagaimana dipahami dari bentuk kata kerja masa kini dan datang pada kata

ﮫﻈ

.18F

19

ﺎ وو

نﺎ ﻹا

ﮫ ﺪ اﻮ

ﮫ أ

ﺎ ھو

ھو

ﮫ ﺎ و

نأ

ا

ﺪ اﻮ و

ﻲ إ

ا

]

نﺎ

:

14

[

Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.20

Menurut ‘Ali ’As}a>buni maksud ayat ini, manusia diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orangtuanya khususnya terhadap ibunya. Pengkhususan itu karena peran seorang ibu yang mengandungnya sejak berupa janin dalam perut, sampai bertambah hari semakin berat dan melemahkan. Ditambah lagi, sewaktu

17

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 169. 18

Ibid., 167. 19

Quraish Shihab, Tafsir al-Misba>h,... 126-127. 20

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 31: 14.


(53)

43

melahirkan kemudian menyusuinya sampai dengan menyapihnya ketika berusia dua tahun penuh.21

Atas nikmat iman dan ihsan maka bersyukurlah kepada Allah SWT dan bersyukurlah kepada kedua orang tua atas nikmat pendidikan.22 Menurut Ibnu

Jauzi: bersyukurlah kepada-Ku adalah isi perintah, antara keduanya dipisah; Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun, untuk menjelaskan penderitaan ibu, karena anak yang menyebabkan hak ibu demikian besar. Karena itu, hak ibu lebih besar daripada ayah. Sehingga Allah akan membalas orang yang berbuat baik berdasarkan perbuatan baiknya dan orang yang berbuat buruk berdasarkan perbuatan buruknya.23

نإو

كاﺪھﺎ

نأ

كﺮ

ﺎ ﮭ ﻄ

ﺎ ﮭ ﺎ و

ﺎ ﺪ ا

ﺎ وﺮ

او

بﺎ أ

ﻲ إ

ﻲ إ

نﻮ

]

نﺎ

:

15

[

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.24

‘Ali ’As}a>buni menyatakan, jika kedua orangtua dengan seluruh kemampuan yang mereka miliki mendorong untuk berbuat kafir dan syirik kepada

21

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 169. 22

Ibid., 169. 23

Ibid., 169-170. 24

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 31: 15.


(54)

44

Allah, maka janganlah ditaati, sebab tidak boleh taat kepada makhluk dalam rangka durhaka kepada Allah. Namun, meskipun mereka musyrik, temanilah mereka hidup di dunia dengan baik dan berbakti, sebab kafir mereka kepada Allah tidak menyirnakan penderitaan yang mereka alami ketika mendidikmu dan tidak membolehkan kamu mengingkari jasa mereka.25

‘Ali ’As}a>buni menuturkan bahwa hikmah adanya perintah berbakti kepada kedua orangtua disela-sela wasiat Luqman adalah menguatkan isi ayat pertama, yaitu memburukkan perbuatan syirik: sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar. Meskipun Allah SWT memerintah manusia untuk berbuat baik kepada orangtuanya, memberikan rasa kasih sayang dan wajib taat kepada mereka karena hak mereka besar. Namun, tetap dicegah untuk taat kepada mereka ketika mengajak syirik dan durhaka kepada Allah, sebab syirik kepada Allah termasuk dosa paling besar dan sangat buruk dan tercela.26

ﺎﮭ إ

نإ

لﺎ

لدﺮ

ةﺮ

وأ

تاوﺎ ا

أ

و

ﻷا

ضر

تﺄ

ﺎﮭ

نإ

]

نﺎ

:

16

[

(Luqman berkata): Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.27

Lafaz} لدﺮ berarti memotong-motong atau mencincang sampai sekecil-kecilnya, dan biasanya digunakan untuk memotong daging. Khardal al-Lah}m

25

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 170. 26

Ibid. 27

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 31: 16.


(55)

45

maksudnya memotong-motong daging itu sehalus-halusnya. Dapat dimaksudkan bahwa lafadh khardal berarti potongan sekecil-kecilnya dari daging.28

‘Ali ’As}a>buni menafsirkan ayat di atas, bahwa seorang anak adam jika melakukan kesalahan dan maksiat hanya kecil, meskipun seberat biji sawi, lalu kesalahan itu disamping sangat kecil, berada di tempat paling samar dan paling rahasia, misalnya di dalam batu besar yang halus atau di tempat paling tinggi dari langit atau dari bumi, maka Allah mendatangkannya dan memperhitungkannya. Inti ayat ini adalah membuat gambaran, bahwa tidak ada yang samar bagi Allah di antara perbuatan hamba. Karena Allah SWT Maha halus kepada para hamba dan Maha tahu batin segala sesuatu.29

Dapat dipahami maksud ayat ini, Luqman berwasiat kepada anaknya agar beramal dengan sebaik-baiknya. Amal tersebut baik besar maupun kecil, tampak maupun tidak tampak, yang terlihat maupun yang tersembunyi dan baik berada di langit maupun di dalam bumi, Allah SWT pasti tahu dan tidak ada yang luput sedikit pun dari pengetahuan-Nya. Sehingga, Allah SWT pasti akan memberikan balasan setimpal sesuai perbuatan amal tersebut.30

أ

ة

ا

ﺮ أو

فوﺮ ﺎ

ﮫ او

ﺮ ا

ﺮ او

ﺎ أ

إ

ن

ذ

مﺰ

رﻮ ﻷا

]

نﺎ

:

17

[

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).31

28

Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya,... 547. 29

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 170. 30

Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya,... 554. 31

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 31: 17.


(56)

46

Pada ayat ini, Luqman melanjutkan wasiat kepada anaknya. Ayat ini dipahami oleh ‘Ali ’As}a>buni, bahwasannya Luqman berwasiat kepada anaknya untuk menjaga shalat. Menjaga shalat pada waktunya lengkap dengan khusyu’nya dan etikanya. Lalu memerintahkan untuk berbuat kebaikan dan fadhilah kepada semua manusia, dengan mencegah mereka dari segala kehinaan dan keburukan, sabar atas ujian dan musibah. Sebab orang yang mengajak kebaikan menjadi sasaran gangguan.32

Mengutip pernyataan Abu Hayyan, ‘Ali ’As}a>buni menambahkan penjelasannya bahwa pertama kali Luqman mencegah anaknya dari syirik, kedua kalinya dia memberi tahu anaknya tentang ilmu Allah dan kekuasaan-Nya yang jelas. Kemudian Luqman menyuruh anaknya untuk melakukan hal yang menjadi batu loncatan menuju ridha Allah, yaitu ibadah. Pertama kali Luqman memerintahkan ibadah paling utama yaitu shalat, lalu amar ma’ruf dan nahi munkar, lalu sabar atas ujian yang diterimanya karena amar ma’ruf, sebab seringkali orang yang amar ma’ruf menjumpai aral melintang. Hal-hal tersebut termasuk yang diwajibkan dan diperintahkan oleh Allah. Ibnu Abbas berkata: termasuk hakikat iman adalah sabar terhadap hal yang dibenci.33

و

كﺪ

سﺎ

و

ضرﻷا

ﺎ ﺮ

نإ

لﺎ

رﻮ

۝

ﺪ او

ﺾﻀﻏاو

نإ

ﺮ أ

تاﻮ ﻷا

تﻮ

ا

]

نﺎ

:

18 -19

[

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan

32

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 171. 33

Ibid.


(57)

47

lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.34

‘Ali’As}a>buni menggambarkan lafaz} arti asalnya adalah terkena penyakit yang menyebabkan leher unta miring, kemudian diartikan miringnya leher karena sombong dan congkak.34F

35

‘Ali ’As}a>buni memandang bahwa ayat ini melarang untuk memiringkan wajah karena berniat sombong kepada oranglain. Al-Qurthubi berkata: yakni jangan miringkan pipimu dari orang lain karena congkak, membanggakan dirimu dan menghina mereka. Ibnu Abbas berpendapat, bahwa janganlah kalian berlagak ketika berjalan disertai dengan takabbur. Karena Allah SWT membenci orang yang sombong dan yang memandang dirinya besar lebih baik daripada orang lain, berlagak ketika berjalan dan merendahkan orang lain.36

Kemudian ‘Ali ’As}a>buni melanjutkan, setelah mencegah perbuatan yang tercela, Luqman memerintahkan berbudi pekerti yang mulia. Diantaranya adalah pertengahanlah ketika berjalan antara tergesa-gesa dan pelan, janganlah mengeraskan suara, karena hal tersebut tidak baik dan tidak layak bagi manusia yang berakal. Suara paling meresahkan adalah suara keledai. Barangsiapa mengeraskan suaranya, maka dia menyerupai keledai dan melakukan kemungkaran yang buruk.37

Mengutip pernyataan Al-Hasan, ‘Ali ’As}a>buni menyatakan bahwa orang-orang kafir dahulu saling membanggakan diri dengan cara mengeraskan

34

Depag. RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahnya, 31: 18-19. 35

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 167. 36

Ibid. 171 37

Muh}ammad ‘Ali ’As}a>buni, S}afwah Al-Tafa>si>r,... 172.


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

81

hikmah secara koheren yang tidak hanya terfokus dalam kedua mufasir tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’a>n

Alif, As-Syifa Nur. http://blogasyifanuralif.blogspot.co,id//2013/03/04/pengertian-ilmu-hikmah/ Pengertian Ilmu Hikmah (Rabu, 04 Agustus 2016)

al-Qattan, Manna. 1993. Mabahith fi Ulum al-Qur’an. Beirut: Mu’assasah al-Risalah

al-Zarkasyi, Badar al-Din. 1998. Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyah

Aminuddin. 2008. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Amirin, Tatang M. 1995. Menyusun Rencana Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1993. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang

Cevilla, Convelo G, dkk. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Islam

Echols, John M., dkk. 1996. Kamus Inggris – Indonesian. Jakarta: PT Gramedia El Saha, M. Ishom. 2002. Sketsa Al-Qur'an. Jakarta: PT. Lista Fariska Putra

Fawaid, Ahmad. Semantik Al-Qur’an: Pendekatan Teori Dila>lat al-Alfa>z Terhadap Kata Zala>l Dalam Al-Qur’an, Skripsi tidak diterbitkan (Surabaya 2013)

Hamka, Syaikh Abdul Malik Bin Abdul Karim Amrullah. Tafsir Al-Azhar Juz XXI. Surabaya: Pustaka Islam


(3)

http://annahchuchubidamdam.blogspot.com/2012/10/apa-itu-linguistiksinkronik-dan.html

http://are-ziz.blogspot.com/2012/05/semantik-dan-semiotik-dalam-al-quran.html Izutsu, Toshihiko. 2003. Relasi Tuhan dan Manusia, terj. Agus Fahri Husein, dkk.

Yogyakarta: Tiara Wacana

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya

Munir, Mohammad. Urgensi Al-Munasabah dalam Studi Al-Qur’an, Dialogia Jurnal Studi Islam dan Sosial, Vol. 2 No. 2 (Juli-Desember, 2004)

Pateda, Mansoer. 2001. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta

Qardhawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu

Pengetahuan, terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Irfan Salim dan Sochimien. Jakarta: Gema Insani Press

Qut}b. Sayyid. 1412 H . fi> Z}ila>l al-Qur’an. Beiru>t: Da>r al-Shuru>q

___________. 2000. fi> Z}ila>l al-Qur’an: Di Bawah Naungan al-Qur’an, Vol. 9, Terj, As’ad Yasin, dkk. Jakarta: Gema Insani

Rasyid, Ahmad. Munasabah dalam Al-Qur’an (Konstruksi Pemahaman Makna

Korelatif), (Skripsi: Surabaya: Program Strata Satu Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, 2006)

RI. Departemen Agama. 2005. Al-Qur’a>n dan Terjemahnya. Jakarta: J-ART

RI. Kementerian Agama. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya (Edisi yang


(4)

Romziana, Luthviyah. Konsep Jahiliyyah dalam Al-Qur’an (Pendekatan Semantik), Tesis tidak diterbitkan (Surabaya 2014)

Rusmana, Yayan Rahtikawati dan Dadan. 2013. Metodologi Tafsir Al-Qur’an: Strukturalisme, Semantik, Semiotik dan Hermeneutik. Bandung: Pustaka Setia

S}abuni, Muh}ammad ‘Ali. 2011. S}afwah Al-Tafa>si>r, jilid 4 Al-Qashash-Muhammad terj. Yasin. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar

Said, Hasani Ahmad. 2011. Diskursus Munasabah al-Qur’an: Kajian atas Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Puspita Press

Setiawan, M. Nur Kholis. 2008. Akar-akar Pemikiran Progresif dalam Kajian al-Qur’an. Yogyakarta: ELSAQ

____________________. 2008. Pemikiran Progresif dalam Kajian Al-Qur’an. Jakarta: Kencana

Shihab, Muhammad Quraish. 2013. Kaidah Tafsir (Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Ayat-ayat Al-Qur’an). Tangerang: Lentera Hati

______________________. 2002. Tafsir al-Misba>h: Pesan, Kesan dan

Keserasian Al-Qur’an, vol 11. Jakarta: Lentera Hati

____________________. 1994. Membumikan Al-Quran-Fungsi dan Peran

Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan

Verhaar, J. W. M. 1995. Pengantar Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada


(5)

Wahyudi, Chafid. 2002. Pandangan Dunia al-Qur’an Tentang Taubah; Aplikasi Pendekatan Semantik Terhadap al-Qur’an. Skripsi: Yogyakarta: Program Strata Satu Universitas Islam Negeri Sunan Kalijogo

Yardho, Mohammad. 2012. Ahsa>n Taqwi>m Dalam Wordview al-Qur’an; Sebuah Pendekatan Semantik Terhadap al-Qur’an. Tesis: Surabaya: Program Strata Dua IAIN Sunan Ampel

Zayd, Nasr Hamid Abu. 1992. Mafhu>m Nas} Dira>sah fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Ih}ya> al-Kutub al-‘Arabiyah


(6)

Al-Hikmah dalam Surat Luqman (Studi Analisis Penafsiran Ali Asabuni dan Quraish Shihab Terhadap Surat Luqman Ayat 12-19 Menggunakan Pendekatan Semantik dan Munasabah)