MUHAMMADIYAH MENYONGSONG PRE.SIDEN BARU
MUHAMMADIYAH MENYONGSONG PRE.SIDEN BARU
Pemilihan Presiden secara langsung di tahun 2004 ini sungguh merupakan pemilihan
yang mendebarkan. Khususnya bagi pimpinan, anggota, dan simpatisan Muhammadiyah.
Sebab Muhammadiyah sendiri sedang melakukan eksperimen politik yang jelas-jelas
merupakan ijtihad poltik yang berlaku secara nasional. Yaitu ijtihad politik terfokus,
mendukung pasangan Capres-Cawapres HM Amien Rais – Siswono Yudo Husodo. Bersaing
dengan empat pasangan calon presiden lain, yang dua dari kalangan pensiunan militer dan
dua lainnya dari kalangan sipil murni.
Sampai tulisan ini dibuat masih belum jelas apakah Capres-Cawapres yang didukung
oleh Muhammadiyah akan lolos ke putaran ke dua atau tidak. Semua masih dalam proses
penghitungan. Dan proses penghitungan ini sudah seharusnya dikontrol oleh publik, termasuk
oleh Muhammadiyah. Sebab berdasar pengalaman Pemilu legislative lalu kecurangan yang
terjadi pada saat penghitungan jelas-jelas telah merugikan partai-partai Islam, termasuk partai
yang dilahirkan berdasar ijtihad politik Muhammadiyah dalam Sidang Tanwir di Semarang,
yaitu PAN. Banyak suara yang hilang di tengah jalan karena dibelokkan ke tempat lain. Ini
tidak boleh terulang kembali dalam penghitungan hasil suara Pemilihan Presiden secara
langsung sekarang.
Selain itu apapa pun hasil Pemilihan Presiden, dalam kaitan ini sesungguhnya
Muhammadiyah sedang menguji dirinya, sejauh mana sesungguhnya pendukung riil
persyarikatan ini, mulai dari tingkat pusat sampai ke ranting-ranting dan jamaahnya, mulai
dari organisasi induk sampai ke ortomnya.
Di samping itu sesungguhnya Muhammadiyah juga sedang melakukan konsolidasi
organisasi sampai ke tingkat basis, dengan menggunakan isyu yang lebih menarik, segar dan
memerlukan perjuangan yang riil dan harus bertarung dengan kekuatan massa politik lain,
yaitu isyu pemilihan presiden secara langsung.
Yang lebih penting lagi, apa pun hasilnya, lebih-lebih jika Pak Amien Rais bersama
Siswono Yudo Husodo berhasil terpilih menjadi Presiden, maka Muhammadiyah
sesungguhnya juga sedang mengevaluasi dirinya sendiri, sejauh mana konstruksi sosial yang
selama ini dibangun persyarikatan dengan menggunakan elemen amal usaha dan elemen
organisasi dakwah telah berhasil mengubah masyarakat dan telah berhasil membuat
Muhammadiyah diterima oleh warga, anggota dan simpatisan Muhammadiyah sendiri dan
diterima oleh kelompok lain, baik sesama umat Islam maupun bukan Islam.
Kemampuan semua aktivis dalam melakukan komunikasi politik dengan pihak lain
sesama anak bangsa juga teruji. Apakah kemampuan komunikasi politik kita cukup andal
atau jeblok ini semua dapat dilihat pada hasil Pilpres ini. Tentu sebelum Pilpres berlangsung
kemampuan komunikasi sosial dan komunikasi budaya pun sangat menentukan sebagai basis
dari komunikasi politik itu. Jika komunikasi sosial dan komunikais budaya kita baik dan
lancar maka ketika kita membuka dan melangsunkan komunikasi politik, relatif akan lebih
mudah dan lebih efektif dan lebih optimal kinerjanya dan lebih maksimal hasilnya.
Walhasil, dengan terpilihnya Presiden Baru nanti Muhammadiyah tetap harus
membuat agenda nasional baru, kalau perlu merumuskan paradigma gerakan baru dengan
tujuan membangun konstruksi sosial yang baru pula.
Bagaimana persisnya? Itulah yang perlu difikirkan bersama, sekarang. (Bahan dan
tulisan: tof)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004
Pemilihan Presiden secara langsung di tahun 2004 ini sungguh merupakan pemilihan
yang mendebarkan. Khususnya bagi pimpinan, anggota, dan simpatisan Muhammadiyah.
Sebab Muhammadiyah sendiri sedang melakukan eksperimen politik yang jelas-jelas
merupakan ijtihad poltik yang berlaku secara nasional. Yaitu ijtihad politik terfokus,
mendukung pasangan Capres-Cawapres HM Amien Rais – Siswono Yudo Husodo. Bersaing
dengan empat pasangan calon presiden lain, yang dua dari kalangan pensiunan militer dan
dua lainnya dari kalangan sipil murni.
Sampai tulisan ini dibuat masih belum jelas apakah Capres-Cawapres yang didukung
oleh Muhammadiyah akan lolos ke putaran ke dua atau tidak. Semua masih dalam proses
penghitungan. Dan proses penghitungan ini sudah seharusnya dikontrol oleh publik, termasuk
oleh Muhammadiyah. Sebab berdasar pengalaman Pemilu legislative lalu kecurangan yang
terjadi pada saat penghitungan jelas-jelas telah merugikan partai-partai Islam, termasuk partai
yang dilahirkan berdasar ijtihad politik Muhammadiyah dalam Sidang Tanwir di Semarang,
yaitu PAN. Banyak suara yang hilang di tengah jalan karena dibelokkan ke tempat lain. Ini
tidak boleh terulang kembali dalam penghitungan hasil suara Pemilihan Presiden secara
langsung sekarang.
Selain itu apapa pun hasil Pemilihan Presiden, dalam kaitan ini sesungguhnya
Muhammadiyah sedang menguji dirinya, sejauh mana sesungguhnya pendukung riil
persyarikatan ini, mulai dari tingkat pusat sampai ke ranting-ranting dan jamaahnya, mulai
dari organisasi induk sampai ke ortomnya.
Di samping itu sesungguhnya Muhammadiyah juga sedang melakukan konsolidasi
organisasi sampai ke tingkat basis, dengan menggunakan isyu yang lebih menarik, segar dan
memerlukan perjuangan yang riil dan harus bertarung dengan kekuatan massa politik lain,
yaitu isyu pemilihan presiden secara langsung.
Yang lebih penting lagi, apa pun hasilnya, lebih-lebih jika Pak Amien Rais bersama
Siswono Yudo Husodo berhasil terpilih menjadi Presiden, maka Muhammadiyah
sesungguhnya juga sedang mengevaluasi dirinya sendiri, sejauh mana konstruksi sosial yang
selama ini dibangun persyarikatan dengan menggunakan elemen amal usaha dan elemen
organisasi dakwah telah berhasil mengubah masyarakat dan telah berhasil membuat
Muhammadiyah diterima oleh warga, anggota dan simpatisan Muhammadiyah sendiri dan
diterima oleh kelompok lain, baik sesama umat Islam maupun bukan Islam.
Kemampuan semua aktivis dalam melakukan komunikasi politik dengan pihak lain
sesama anak bangsa juga teruji. Apakah kemampuan komunikasi politik kita cukup andal
atau jeblok ini semua dapat dilihat pada hasil Pilpres ini. Tentu sebelum Pilpres berlangsung
kemampuan komunikasi sosial dan komunikasi budaya pun sangat menentukan sebagai basis
dari komunikasi politik itu. Jika komunikasi sosial dan komunikais budaya kita baik dan
lancar maka ketika kita membuka dan melangsunkan komunikasi politik, relatif akan lebih
mudah dan lebih efektif dan lebih optimal kinerjanya dan lebih maksimal hasilnya.
Walhasil, dengan terpilihnya Presiden Baru nanti Muhammadiyah tetap harus
membuat agenda nasional baru, kalau perlu merumuskan paradigma gerakan baru dengan
tujuan membangun konstruksi sosial yang baru pula.
Bagaimana persisnya? Itulah yang perlu difikirkan bersama, sekarang. (Bahan dan
tulisan: tof)
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 14 2004