MEMBANGUN IDEALISME RAKYAT

MEMBANGUN IDEALISME RAKYAT
Kekalahan Prof. Dr. H. M. Amien Rais dalam pemilihan Presiden 2004 dengan
mengantongi suara sekitar 16 juta pemilih atau sekitar 15% di banding Susilo Bambang
Yudhoyono yang meraih sekitar 35 juta suara atau 33% mengisyaratkan secara jelas betapa suara
rakyat yang tedidik dan rasional masih jauh dikalahkan oleh suara arus bawah yang mayoritas
menurut banyak pengamat sebagai mewakili masyarakat yang tidak rasional atau lebih jauh lagi
bermental gaya sinetro. Artinya pemilih mayoritas pasangan teratas tersebut lebih
mengutamakan hal-hal yang bersifat pesona lahiriah dalam menentukan Calon Presiden dan
Wakil Presiden ketimbang pertimbangan-pertimbangan yang esensi atau kualitas subtansi dari
sosok pemimpin yang mereka pilih. Demikian kesimpulan yang berkembang dalam menganilisi
kekalahan M. Amien Rais dari Susilo Bambang Yudhoyono, yaitu kekalahan nalar rasional
dengan nalar tradisional atau nalar “popular”.
Rasanya masih sulit sosok yang cerdas, terbuka, rasional, berani, dan menawarkan
agenda-agenda perubahan yang lugas dengan sikap amanah dan bersih untuk melawan sosok
yang dari luar bagi kebanyakan rakyat pemilih sebagai figur yang memikat dan menawan.
Mayoritas pemilih yang terbiasa dengan cara berpikir dan bersikap “begitu ya begitu tapi jangan
begitu”, takut dengan perubahan yang mengancam status-quo dirinya baik sebagai pribadi
maupun kolektif lebih-lebih yang berindikasikan berada dalam jaringan struktur yang korup dan
bobrok yang takut terkena dampak perubahan yang drastis yang membuat mereka tersingkir, dan
suka terhadap penampilan luar seperti istilah “kapan lagi punya Presiden keren”, dan nalar yang
tidak rasional atau slit dipahami secara logika politik yang moderen. Nalar moderen masih

dikalahkan oleh nalar pra-moderen atau tradisional, nalar perubahan yang reformatif dikalahkan
oleh retorika seolah-olah pembawa perubahan, nalar rasional dikalahkan oleh nalar irrasional,
dan nalar subsansial dikalahkah oleh nalar popular.
Maka bagi Pak Amien Rais serta para pendukungnya sesungguhnya tak ada yang perlu
menjadikan lemah semangat, karena mayoritas pemilih dari rakyat Indonesia masih berselera
parsial, luaran, dan lahiriah seperti itu. Bahkan harus menjadi sebuah kebanggan karena suara
sekitar 16 juta itu merupakan wujud dari masyarakat yang siap untuk Indonesia ke depan dan
menjadi modal politik yang sebenarnya sangat potensial jika ditransformasikan ke dalam
gerakan untuk politik yang rasional, cerdas, modern, dan berkemajuan. Lima tahun sampai 2009
harus dijadikan ajang membangun idealisme rakyat agar terjadi pergeseran dari nalar tradisional
yang jumud ke nalar modern yang berkemajuan. Dari nalar tidak rasional ke nalar rasional yang
membawa perubahan yang bermartabat. Dari nalar popular yang tak berisi ke nalar masyarakat
yang mengutamakan hal-hal yang ideal dan bernilai dalam hidup.
Bagi pendukung Pak Amien Rais maupun gerakan-gerakan Islam seperti
Muhammadiyag mari jadikan Pemilu 2004 sebagai wahana dan lecutan untuk terus menerus tak
kenal lelah membangun idealisme rakyat sebagai bagian dari dakwh amar ma’ruf nahi munkar
dalam kancah bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tanggungjawab yang berat seperti
memang menantang, penuh masalah, dan kadang disertai banyak kemasygulan dan suasana
terlecehkan, tetapi amar ma’ruf nahi munkar harus terus digerakkan agar terjadi pencerahan.
Mari jadikan politik sebagai bagian dari gerakan pencerahan rakyat menuju kehidupan yang

bernuansa rahmatan lil-‘alamin. Di sinilah makna menghidupkan atau membangun idealisme
rakyat melalui gerakan moral-politik dalam kerangka dakwah Islam.(HNs).
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 16 2004