guarantee provision guideline 2012 ind
DAFTAR ISTILAH
AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
APBD
Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah
APBN
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara
BU
Badan Usaha
BUMD
Badan Usaha Milik Daerah
BUMN
Badan Usaha Milik Negara
BUPI
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur
CTP
Confirmation-to-Proceed
Co-Guarantor
Penjamin Yang Ikut Menjamin Proyek Bersama PII
DSCR
Debt Service Coverage Ratio
EIRR
Economic Internal Rate of Return
FIRR
Financial Internal Rate of Return
IPA
In-Principle Approval
KPS
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
KKP
Konfirmasi Kelanjutan Proses
Kemenkeu
Kementerian Keuangan
LoI
Letter of Intent
LoR
Letter of Refusal
PII
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
PJPK
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama
Penjaminan Pemerintah
Penjaminan oleh Pemerintah
Penjaminan PII
Penjaminan oleh PII
Permen PPN 4/2010
Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
no.4/2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur
Perpres 67/2005
Peraturan Presiden no.67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
Perpres 13/2010
Peraturan Presiden no.13/2010 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
Perpres 78/2010
Peraturan Presiden no.78/2010 tentang Penjaminan
Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur
PK
Pernyataan Kesediaan
PM
Pernyataan Minat
PMK 260/2010
Peraturan Menteri Keuangan no.260/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha
PP 35/2009
Peraturan Pemerintah no.35/2009 tentang Penanaman Modal
Negara untuk Pendirian Badan Usaha Milik Negara yang
Bergerak di Bidang Penjaminan Infrastruktur
PT
Pernyataan Menolak
UP
Usulan Penjaminan
WACC
Weighted Average Cost of Capital
WB
Bank Dunia
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
1
PENGANTAR
Tujuan dari Panduan Ini
Tujuan dari panduan ini adalah untuk memberikan ilustrasi langkah-langkah
dalam proses pemberian penjaminan infrastruktur oleh PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (Persero) / (“PII”). Panduan ini dimaksudkan untuk
memberikan kejelasan terhadap para pihak yang memiliki kepentingan untuk
memahami proses yang konsisten dalam penjaminan infrastruktur PII,
terutama
para
bertanggung
Penanggung
jawab
Jawab
menyiapkan
Proyek
dan
Kerjasama
melelangkan
(“PJPK”)
proyek
yang
Kerjasama
Pemerintah Swasta (“KPS”).
Kerangka Regulasi Penjaminan
Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan untuk memungkinkan
adanya penjaminan infrastruktur yang bertujuan meningkatkan kelayakan
kredit (creditworthiness) dari proyek-proyek infrastruktur, sebagai bagian
dari upaya mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur
di Indonesia. Penjaminan infrastruktur dapat diberikan kepada proyek
infrastruktur yang dilaksanakan sesuai skema KPS sebagaimana diatur
didalam Peraturan Presiden no 67/2005 (“Perpres 67/2005”) tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, yang telah direvisi melalui
Peraturan Presiden no 13/2010 (“Perpres 13/2010”).
Perpres 67/2005 sebagaimana direvisi dengan Perpres 13/2010, memuat
ketentuan
penjaminan
infrastruktur
oleh
Kementerian
Keuangan
(“Kemenkeu”), yang dapat diimplementasikan melalui Badan Usaha Milik
Negara
(“BUMN”)
yang
diberi
mandat
untuk
melakukan
proses
dan
penyediaan penjaminan infrastruktur (Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur/
“BUPI”).
Proses penjaminan infrastruktur melalui BUPI diatur lebih lanjut melalui
Peraturan Presiden no.78/2010 mengenai Penjaminan Infrastruktur untuk
Proyek Kerjasama dengan Badan Usaha melalui Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur (“Perpres 78/2010”), serta melalui Peraturan Menteri Keuangan
no
260/PMK.011/2010
mengenai
Panduan
Implementasi
Penjaminan
Infrastruktur untuk Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (“PMK
260/2010”).
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
2
MENGENAI PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO)
Pendirian PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
PII didirikan pada tahun 2009 melalui Peraturan Pemerintah no 35/2009 (“PP
35/2009”) mengenai Penyertaan Modal Negara untuk Pendirian Badan Usaha
Milik Negara di Bidang Penjaminan Infrastruktur. Dengan penerbitan Perpres
13/2010 dan Perpres 78/2010, peran PII sebagai BUPI telah diperjelas
didalam kerangka KPS infrastruktur.
Tujuan PII
Tujuan utama pendirian PII adalah:
Menyediakan penjaminan untuk proyek KPS infrastruktur di Indonesia.
Meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness), terutama bankability
dari proyek KPS dimata investor/kreditor.
Meningkatkan tata kelola dan proses yang transparan dalam penyediaan
Meminimalkan kemungkinan kejutan langsung ( sudden shock) terhadap
penjaminan.
Anggaran
Negara
(“APBN”)
dan
memagari
(ring-fencing)
eksposur
kewajiban kontinjensi Pemerintah.
Dengan
adanya
penjaminan
PII
yang
diarahkan
kepada
peningkatan
kelayakan credit (creditworthiness) dari proyek KPS di Indonesia, diharapkan
dapat mengurangi tingkat risiko proyek dimata investor swasta dan kreditor,
sehingga menarik lebih banyak investasi swasta dan meningkatkan kompetisi
antar penawar potensial dalam proses tender.
Tingkat risiko yang lebih kecil juga akan dapat meningkatkan rating kredit
proyek potensial, sehingga memungkinkan untuk menekan biaya utang
proyek dan memperpanjang jangka waktu dari pendanaan. Biaya utang yang
lebih rendah pada akhirnya akan tertuang dalam tariff yang lebih rendah
untuk pengguna. Rating yang lebih tinggi untuk utang proyek akan
memungkinkan beberapa perusahaan yang melaksanakan proyek KPS (Badan
Usaha atau Project Company / “BU”) untuk menerbitkan obligasi di pasar
modal, termasuk pasar lokal, sehingga dapat berkontribusi terhadap
pembangunan pasar modal di Indonesia.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
3
Peran PII
PII beroperasi sebagai pelaksana satu pintu (“single window processor”) untuk
mengelola penyediaan semua penjaminan yang diberikan kepada proyek
infrastruktur yang diusulkan PJPK. Sebagai pengelola satu pintu terhadap
penjaminan infrastruktur di Indonesia, PII akan:
1. Memberikan konsultasi dan bimbingan kepada PJPK yang tertarik
memperoleh penjaminan untuk proyeknya;
2. Menyaring proyek-proyek infrastruktur untuk pemenuhan kriteria umum
(eligibility) dalam menerima penjaminan;
3. Mengevaluasi Usulan Penjaminan (“UP”) proyek infrastruktur sesuai
dengan ketentuan penilaian proyek PII, untuk kemudian menentukan UP
dapat diterima atau ditolak;
4. Menyusun struktur penjaminan dan jika diperlukan, mengusulkan dan
koordinasi program penjaminan lainnya dengan Co-guarantor lain dan
Pemerintah Indonesia.
5. Mengembangkan kerangka pemantauan (monitoring) dan secara seksama
memantau proyek yang didukung PII.
Mekanisme Penjaminan Infrastruktur
Penjaminan infrastruktur merupakan bentuk dukungan fiskal dari Kemenkeu
untuk proyek infrastruktur yang didanai pihak swasta. Penjaminan ini
dimaksudkan untuk menjamin komitmen PJPK dalam memenuhi kewajiban
keuangannya dalam Perjanjian KPS. Sesuai regulasi yang ada, penjaminan
tersebut dapat diberikan melalui BUPI.
Selaku BUPI, PII akan mengadakan Perjanjian Penjaminan dengan Investor atau
BU, yang menjamin kinerja PJPK dalam memenuhi Perjanjian KPS, spesifik
terhadap risiko-risiko yang dialokasikan ke PJPK di Perjanjian KPS, dan telah
disepakati dengan PII untuk diikutsertakan didalam struktur penjaminan.
Dalam memberikan penjaminan tersebut, PII akan mensyaratkan PJPK untuk
mengadakan Perjanjian Regres (Recourse Agreement) dengan PII.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
4
Gambar 1. Hubungan Kontraktual & Kewajiban Pembayaran
Jika PJPK gagal memenuhi kewajibannya sesuai Perjanjian KPS, PII akan
melakukan pembayaran ke BU terhadap klaim yang diajukan. Proses
pengajuan klaim tersebut akan diatur didalam Perjanjian Penjaminan.
Konsisten terhadap Perjanjian Regres, PII akan mendapatkan pengembalian
(reimburse) dari PJPK untuk pembayaran yang dilakukan terhadap klaim BU,
ditambah nilai waktu (time value of money) dari dana PII.
Cakupan Risiko Penjaminan Infrastruktur
Konsisten dengan PMK 260/2010, kategori risiko yang terkait kewajiban
finansial PJPK harus mengikuti prinsip alokasi risiko, yang didefinisikan
sebagai pengalokasian risiko kepada pihak yang relatif lebih mampu
mengendalikan risiko. Regulasi ini juga mensyaratkan PII untuk menerbitkan
Acuan Alokasi Risiko dalam membantu PJPK melakukan identifikasi dan
alokasi risiko, yang saat ini telah tersedia untuk referensi dan mencakup detil
mengenai kemungkinan cakupan risiko dalam penjaminan infrastruktur.
Walaupun dalam Acuan tersebut, kategori risiko yang secara tepat memenuhi
prinsip ini akan bervariasi sesuai sektornya, pengalokasian final akan
bergantung kepada kondisi spesifik dari proyek potensial. Secara umum,
berikut adalah daftar sebagian dari risiko-risiko yang dapat dicakup PII1:
1
Beberapa dari risiko ini mungkin terkait dengan risiko lainnya (beberapa dari risiko yang terdapat di tabel
mungkin merupakan penyebab terjadinya risiko lain yang juga ada di tabel) maka kategorisasi ini tidak bersifat
ekslusif satu sama lain.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
5
Tabel 1. Kewajiban PJPK yang mungkin tercakup dalam fasilitas penjaminan PII
No.
1
Risiko
Deskripsi
Lisensi, Izin dan
Cakupan terhadap risiko akibat keterlambatan atau
Persetujuan
kegagalan dalam memberikan lisensi, izin atau
persetujuan (keterlambatan yang berdampak negatif
terhadap biaya konstruksi, biaya pendanaan dan
dimulai perolehan pendapatan).
2
Keterlambatan/Kegagalan Cakupan terhadap risiko keterlambatan atau
Financial Close
kegagalan financial close yang diakibatkan
tindakan/tidak bertindaknya PJPK (selain isu lahan dan
isu perijinan).
3
Perubahan Regulasi dan
Cakupan terhadap kerugian sebagai dampak dari
Perundangan
perubahan regulasi/ perundangan yang berdampak
negatif terhadap proyek, seperti peraturan pajak,
struktur tarif, atau peraturan yang mempengaruhi
spesifikasi teknis proyek dan menyebabkan
perubahan biaya. Berlaku hanya jika kontrak secara
eksplisit terhadap dan terikat dengan regulasi/
perundangan yang berlaku (melindungi terhadap
perubahan regulasi/ perundangan), dimana lazim bagi
PJPK untuk menanggung risiko perubahan regulasi/
perundangan yang bersifat diskriminatif.
4
Wanprestasi
Cakupan terhadap tindakan/tidak bertindaknya PJPK
yang melanggar kontrak, atau merubah kontrak
secara sepihak.
5
Integrasi dengan Jaringan Cakupan terhadap tindakan/tidak bertindaknya PJPK
(atau otoritas yang berwenang) yang mempengaruhi
operasional/ pendapatan proyek karena kegagalan
(atau tidak memadainya) integrasi dengan jaringan
eksisting atau yang direncanakan.
6
Risiko Fasilitas Pesaing
Cakupan terhadap risiko adanya fasilitas/infrastruktur
sejenis yang dibangun dan akan bersaing dengan
penyediaan layanan yang diperjanjikan.
7
Risiko Pendapatan
Cakupan terhadap pemenuhan/penerapan kewajiban
PJPK terhadap pendapatan proyek. Cakupan berlaku
hanya jika PJPK secara kontraktual menyetujui
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
No.
6
Risiko
Deskripsi
pembayaran atas layanan infrastruktur/proyek
(anuitas/dukungan fiskal terhadap kesenjangan
kelayakan/pendapatan minimum).
8
Risiko Permintaan
Cakupan terhadap perubahan, yang ditanggung BU
akibat tindakan PJPK, yang mempengaruhi permintaan
layanan proyek.
9
Risiko Harga
Cakupan terhadap pemenuhan tingkat pendapatan
yang tidak tercapai akibat perubahan tarif secara
sepihak.
10
Risiko Ekspropriasi
Cakupan terhadap tindakan pengambilalihan proyek
oleh PJPK atau otoritas lainnya yang menyebabkan
berakhirnya kontrak proyek.
11
Risiko Tidak Dapat
Cakupan terhadap risiko pendapatan/profit dari
dilakukannya Konversi
proyek tidak dapat dikonversi ke mata uang asing
dan Transfer Mata Uang
dan/atau tidak dapat direpatriasi ke negara asal
investor.
12
Risiko Parastatal atau
Cakupan terhadap risiko suatu entitas sub-nasional
Sub-nasional
atau parastatal yang bertindak sebagai PJPK pada
suatu proyek yang gagal memenuhi pembayaran
kontraktual atau kewajiban materil lainnya (karena
keputusan sepihak)
13
Risiko Kahar yang
Cakupan terhadap risiko bahwa suatu kejadian di luar
Mempengaruhi PJPK
kendali kedua belah pihak (bencana alam atau akibat
tindakan manusia) yang akan terjadi dan dapat
menyebabkan keterlambatan atau kegagalan PJPK
untuk memenuhi kinerja kewajiban kontraktual.
14
Risiko Interface
Cakupan terhadap risiko bahwa metode atau standar
layanan sektor publik akan menghambat layanan
kontraktual atau sebaliknya. Risiko ini termasuk jika
kualitas pekerjaan oleh pemerintah tidak sesuai
dengan apa yang telah dikerjakan BU.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
7
Kriteria Kelayakan
Setiap proyek KPS yang diusulkan untuk menerima penjaminan melalui PII
harus memenuhi kriteria berikut ini:
-
Kriteria 1: Proyek merupakan proyek KPS, sebagaimana diatur dalam Perpres
67/2005 j.o. Perpres 13/2010.
-
Kriteria 2: Proyek memenuhi ketentuan peraturan sektor terkait yang rencana
pengadaannya melalui proses tender yang transparan dan kompetitif.
-
Kriteria 3: Proyek harus layak secara teknis, ekonomi, keuangan dan
lingkungan, serta tidak berdampak negatif secara sosial.
-
Kriteria 4: Perjanjian KPS harus memiliki ketentuan yang sesuai untuk
arbitrase yang mengikat.
Skema Penjaminan Bersama (Co-Guarantee) dan Mekanisme Satu Pintu
Skema
penjaminan
bersama
(Co-Guarantee)
adalah
penjaminan
yang
melibatkan satu atau lebih penjamin tambahan (Co-guarantor) bersama
dengan PII. PMK 260/2010 mengatur penjaminan infrastruktur kedalam dua
bentuk,
yaitu
penjaminan
infrastruktur
yang
disediakan
oleh
BUPI
(“Penjaminan PII”) dan penjaminan infrastruktur yang disediakan oleh
Pemerintah (“Penjaminan Pemerintah”). Penjaminan dapat dilakukan dengan
cara penjaminan hanya oleh BUPI, atau Penjaminan Bersama yang mencakup
Penjaminan PII dan Penjaminan Pemerintah. Penjaminan Bersama dilakukan
berdasarkan alokasi risiko infrastruktur antara PII dan Kemenkeu, yang
bertindak sebagai Co-guarantor mewakili Pemerintah.
Namun
demikian,
Pemerintah
menekankan
pentingnya
optimalisasi
penggunaan penjaminan PII, untuk menjaga risiko fiskal negara, konsisten
dengan mekanisme pemagaran atau ring fencing. Maka, selain melalui
komitmen Pemerintah untuk mencukup permodalan PII melalui mekanisme
anggaran negara berupa Penanaman Modal Negara, optimalisasi penjaminan
PII dapat dicapai melalui kerjasama antara PII dengan lembaga keuangan
multilateral atau pihak lain dengan tujuan dan fungsi serupa 2.
.
2
Jika ada permintaan untuk Co-Guarantee dengan lembaga keuangan multilateral atau lembaga
lainnya, proyek yang diusulkan mungkin akan diminta untuk memenuhi beberapa kriteria evaluasi
yang mungkin berbeda dari kriteria PII. PII akan berupaya menyampaikan kemungkinan keterlibatan
co-guarantor sedini mungkin ditahap penyaringan (screening), untuk memastikan proyek yang
disiapkan akan sejalan dengan kriteria tersebut.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
8
Gambar 2. Prioritas Penjaminan
Saat ini, PII sedang dalam proses menyusun dukungan Bank Dunia (“WB”)
dalam bentuk fasilitas penjaminan yang ditujukan untuk memungkinan PII
melakukan co-guarantee dengan Bank Dunia pada proyek-proyek tertentu
yang disepakati kedua belah pihak, melalui produk penjaminan risiko parsial
(Partial
Risk
Guarantee)
dari
WB.
Pengaturan
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Model Bisnis Dasar PII
co-guarantee
dapat
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
9
PMK 260/2010 memungkinkan penyediaan Penjaminan Pemerintah melalui
kebijakan satu pintu yang diterapkan melalui PII sebagai lembaga yang
bertanggung jawab untuk melakukan proses penjaminan infrastruktur.
.
Gambar 4. Mekanisme Satu Pintu
Mekanisme Satu Pintu penting dalam menjaga konsistensi dalam melakukan
evaluasi UP, menyediakan proses yang transparan dan konsisten untuk
penyediaan penjaminan dan pemrosesan klaim, yang kemudian diharapkan
akan meningkatkan kepercayaan investor dalam berpartisipasi pada proyek
infrastruktur di Indonesia.
Imbal Jasa Penjaminan
PII menerapkan imbal jasa dalam operasinya sebagaimana dimungkinkan dan
diatur dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010. Penerapan imbal jasa
penjaminan, pada dasarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan berikut:
-
Nilai kompensasi finansial untuk jenis-jenis risiko infrastruktur yang dijamin;
-
Biaya yang dikeluarkan untuk memberikan penjaminan;
-
Marjin keuntungan yang wajar.
PII dapat menerapkan biaya penjaminan kepada pihak yang memiliki
kepentingan terbesar atau yang paling memerlukan penjaminan infrastruktur.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
10
PROSES PENYEDIAAN PENJAMINAN INFRASTRUKTUR
Gambaran Keseluruhan Proses Penyediaan Penjaminan PII
Tujuan keseluruhan dari proses penyediaan penjaminan PII adalah untuk
mengkaji setiap proyek dari perspektif kelayakan, menilai risiko yang terkait
pada proyek, mengukur kemungkinan dampak keuangan akibat adanya
penjaminan terhadap proyek, dan memantau proyek terkait risiko yang
dicakup dalam penjaminan.
Terdapat empat tahap yang diperlukan PII untuk menerbitkan penjaminan,
yaitu:
1. Konsultasi dan Bimbingan (Consultation and Guidance): Menyediakan
informasi rinci terkait penjaminan oleh PII, misal kriteria penjaminan, dan
proses yang diperlukan untuk memperoleh penjaminan, seperti Perjanjian
KPS, dll.
2. Penyaringan (Screening): Evaluasi formulir screening yang diserahkan oleh
PJPK kepada PII untuk menentukan secara umum, kelayakan proyek dalam
menerima penjaminan, berdasarkan ketentuan dan peraturan yang ada.
3. Evaluasi (Appraisal): Melakukan appraisal terhadap kelayakan proyek
secara rinci dari sisi legal, teknis, ekonomi dan keuangan, serta dari sisi
lingkungan dan sosial, termasuk evaluasi kemampuan PJPK dalam
memenuhi kewajiban finansial sesuai Perjanjian KPS.
4. Penstrukturan
(Structuring):
Menentukan
struktur
penjaminan
serta
menyiapkan ketentuan pernjaminan, seperti masa berlaku penjaminan,
cakupan risiko dan kewajiban keuangan, yang disesuaikan untuk setiap
proyek KPS spesifik.
Proses diatas diarahkan kepada terpenuhinya kepatuhan terhadap regulasi
dan prosedur yang berlaku, sebagaimana diatur secara speisifik dalam
Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010.
Gambar berikut ini memberikan ilustrasi peran PJPK dan PII dalam proses
penyediaan penjaminan.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
11
Gambar 5. Proses Penyediaan Penjaminan
Untuk memperoleh kejelasan mengenai bagaimana proses penyediaan
penjaminan terkait dengan proses persiapan dan transaksi proyek
infrastruktur KPS (diatur dalam Perpres 67/2005 j.o. 13/2010 dan
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional no.4/2010 /
“Permen PPN 4/2010”), maka elaborasi setiap tahap dalam proses
penyediaan penjaminan akan juga mengacu kepada setiap tahap
dalam proses persiapan dan transaksi KPS. Gambar dibawah ini
menunjukkan bagaimana secara umum kedua proses tersebut dapat
saling terkait:
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
Gambar 6: Sinkronisasi Proses Penyiapan Proyek oleh PJPK dan Penyediaan Penjaminan oleh PII
12
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
13
Konsultasi dan Bimbingan (Consultation and Guidance)
Konsultasi dan Bimbingan sebaiknya dilakukan di tahap awal proyek, idealnya
sebelum mobilisasi tenaga ahli untuk persiapan proyek. Pada tahap ini, PII
akan menyediakan seluruh bahan yang relevan terkait penjaminan kepada
PJPK/pihak yang berkepentingan, setelah menerima pertanyaan dari PJPK. PII
akan menjelaskan produk penjaminan, fitur dan metodologi serta proses
yang perlu diikuti untuk penerbitan penjaminan. PJPK juga disarankan untuk
meninjau
gambaran
awal
permintaan
pasar
atau
keinginan
untuk
penjaminan, spesifik terhadap proyek yang ingin dipersiapkan oleh PJPK.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk meninjau bagaimana penjaminan PII dapat
relevan dalam menambah nilai dari proyek yang diusulkan PJPK, serta hal-hal
kunci yang perlu dipertimbangkan ditahap berikutnya dalam mempersiapkan
dan melaksanakan proyek. Hal-hal kunci tersebut pada umumnya termasuk
ketentuan kepatuhan terhadap regulasi, proses memperoleh penjaminan dan
proses klaim, serta adanya potensi Co-guarantor.
Gambar 7. Tahap Konsultasi dan Bimbingan (Consultation dan Guidance)
Identifikasi strategis
kebutuhan
infrastruktur dengan
mengacu kepada
dokumen perencanaan
strategis pemerintah.
PJPK kontak ke PII
menanyakan produk
jaminan & identifikasi
potensi nilai tambah
& syarat kepatuhan
kedepannya.
Consultation and
guidance untuk
membantu PJPK
mengembangkan
usulan.
PJPK meninjau
gambaran awal
keinginan pasar akan
jaminan, spesifik
terhadap proyek
tersebut.
PJPK memperjelas
lingkup proyek
awal, dan aktivitas
persiapan proyek.
Penyaringan
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
14
Penyaringan (Screening)
Penyaringan adalah tahap formal terkait penilaian awal apakah proyek secara
umum (prima facie) memenuhi kriteria kelayakan dan persyaratan PII
(eligibility criteria). Melanjutkan dari Konsultasi dan Bimbingan, PJPK akan
secara formal meminta proyek untuk dipertimbangkan kedalam daftar proyek
PII, dengan menunjukkan adanya komitmen yang tegas untuk melanjutkan
proyek sesuai ketentuan pemberian penjaminan. Tahap ini akan melibatkan
penyelesaian formulir Penyaringan oleh PJPK. Contoh formulir Penyaringan
terlampir dalam dokumen ini. Setelah mengkaji formulir Penyaringan, PII akan
menerbitkan Keterangan Kelanjutan Proses (“KKP”) (Confirmation to Proceed
(“CTP”)) jika proyek secara awal memenuhi ketentuan Penyaringan. Jika tidak,
PII akan memberikan panduan kepada PJPK jika ada kebutuhan memodifikasi
rencana implementasi proyek karena hambatan-hambatan tertentu.
Setelah adanya KKP, PII akan memulai interaksi yang lebih fokus dengan PJPK
dalam memandu PJPK menyelesaikan UP, memastikan bahwa persyaratan
telah dipahami secara seksama oleh PJPK dan tim tenaga ahlinya. Hal-hal
yang termasuk dalam UP termasuk dokumentasi yang pada dasarnya
merupakan bagian dari dokumentasi persiapan proyek yang sesuai best
practice.
UP akan mencakup setidaknya:
1. Surat Permintaan dari PJPK ke PII
2. Pra-studi kelayakan Proyek
3. Struktur KPS
4. Matriks Alokasi Risiko dan Rencana Mitigasi Risiko
5. Rancangan Perjanjian Kerjasama
6. Kebutuhan Dukungan Pemerintah
7. Permintaan Cakupan Penjaminan
8. Arus Kas Proyek (dalam format spreadsheet)
9. Penilaian Kelayakan Lingkungan dan Sosial
10. Rencana Pengelolaan Proyek, termasuk Rencana Pengadaan
11. Informasi terkait PJPK
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
15
Gambar 8. Tahap Penyaringan (Screening)
Konsultasi
dan
Bimbingan
no
Konsultasi
dan
Bimbingan
PII terima Formulir
Penyaringan
Proyek dari PJPK
PII melakukan
Penyaringan
Proyek
Konfirmasi
untuk lanjut?
yes
PII terbitkan
Konfirmasi
Kelanjutan Proses
Evaluasi
PII terima UP dari
PJPK
PJPK merevisi UP
go
Go/No go
dari PJPK
PJPK mengkaji
alasan yang
diberikan
PII beritahu PJPK
alasan gagal &
perbaikan yang
dibutuhkan
Checklist UP
mencukupi?
no
yes
no
Stop
Evaluasi
Sebagai ilustrasi, berikut adalah beberapa diantara hal-hal yang umumnya
dicakup di dalam studi pra-kelayakan:
-
Teknis: standar kinerja dan spesifikasi keluaran, basic design, usulan tapak
proyek, ketersediaan input atau bahan baku, sambungan yang diperlukan ke
aset publik saat ini atau dimasa mendatang, basis dari estimasi biaya, jadwal
konstruksi dan rencana implementasi;
-
Ekonomi/Komersial: (umumnya diperlukan juga untuk mengusulkan adanya
dukungan Pemerintah): analisa manfaat dan biaya sosial termasuk economic
internal rate of return (“EIRR”), analisa legal dan peraturan, analisa
sensitivitas, analisa permintaan (keinginan dan kemampuan membayar),
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
16
skenario pertumbuhan permintaan, indikasi minat atau respon dari investor
potensial;
-
Finansial: arus kas proyek mencakup biaya mitigasi risiko, financial internal
rate of return (“FIRR”), weighted average cost of capital (“WACC”), debt service
coverage ratio (“DSCR”), penentuan kebutuhan dukungan pemerintah dan
penjaminan (perlu ada kejelasan terkait rencana penyediaan dukungan
pemerintah);
-
Keterjangkauan pengguna/kemampuan PJPK: penilaian kemampuan PJPK
memenuhi
kewajiban
keuangan
didalam
Perjanjian
KPS,
termasuk
kemampuan memenuhi mitigasi risiko untuk risiko yang bersedia ditanggung
oleh PJPK;
-
Sosial dan lingkungan: karakteristik lingkungan dan identifikasi dampak,
rencana pengelolaan lingkungan termasuk rencana memastikan kepatuhan
(misal proses Analisa Dampak Lingkungan (“Amdal”) dan persetujuannya),
analisa lingkungan awal sebagai basis menentukan kerangka acuan kerja
untuk Amdal, analisa dampak sosial untuk masyarakat sekitar dan rencana
kompensasi atau mitigasi risiko, serta rencana pengadaan lahan.
Sebagaimana diatur dalam Perpres 78/2010, rancangan Perjanjian KPS perlu
mengatur ketentuan terkait:
-
Alokasi risiko infrastruktur diantara PJPK dan investor swasta sesuai prinsip
alokasi risiko;
-
Upaya mitigasi yang relevan dari kedua belah pihak untuk menghindari
terjadinya risiko dan mengurangi dampak jika terjadi;
-
Jumlah kewajiban keuangan dari PJPK untuk risiko yang ditanggung PJPK,
serta formula untuk menentukan jumlah kewajiban keuangan jika jumlah
tersebut tidak dapat ditentukan sebelum penandatanganan perjanjian KPS;
-
Waktu yang cukup bagi PJPK untuk memenuhi kewajiban finansialnya
termasuk masa tenggang;
-
Prosedur yang wajar untuk menentukan apakah PJPK dalam keadaan tidak
mampu memenuhi kewajiban keuangannya dalam Perjanjian KPS;
-
Prosedur untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin terjadi antara PJPK
dan investor swasta terkait eksekusi kewajiban finansial, serta prioritas
terkait penggunaan mekanisme penyelesaian perselisihan dan/atau arbitrase;
-
Hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia.
PII akan terlebih dahulu memastikan bahwa UP yang disampaikan telah
memenuhi checklist awal, termasuk diantaranya kelengkapan dokumentasi
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
17
dan penilaian awal terkait kesesuaian dengan prinsip alokasi risiko, sebelum
lanjut ke tahap Evaluasi dan Penstrukturan (Appraisal dan Structuring). Jika
UP gagal memenuhi checklist, maka PII akan memberitahu PJPK alasan dari
kegagalan tersebut dan memberikan saran terkait perbaikan yang diperlukan
agar PJPK dapat merevisi UP.
Evaluasi (Appraisal)
Penyampaian UP harus tepat waktunya sehingga ada cukup waktu untuk
tahap berikutnya yaitu Evaluasi (Appraisal), modifikasi atau revisi jika
diperlukan,
serta
proses
Penstrukturan
(Structuring),
sesuai
jadwal
pengadaan yang direncanakan. Hal ini penting karena rancangan akhir
perjanjian penjaminan harus disampaikan ke seluruh peserta tender dalam
waktu yang cukup sebelum penyampaian penawaran.
Tahap Evaluasi (Appraisal) ditujukan untuk melakukan analisa komprehensif
terhadap proyek yang hendak dijamin oleh PII, sehingga menjadi basis bagi
PII untuk menerima/menolak UP dan rekomendasi mengenai cakupan
penjaminan bergantung kepada eksposur risiko PII terhadap proyek. Analisa
kunci diarahkan untuk memastikan:
-
Proyek layak secara teknis, ekonomi dan keuangan, serta tidak berdampak
negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial;
-
Risiko proyek teridentifikasi, dialokasikan secara memadai dengan rencana
mitigasi yang efektif;
-
Proses
pengadaan
memadai
sebagaimana
tercantum
dalam
rencana
pengadaan.
Tabel berikut memberikan deskripsi lebih lanjut mengenai penilaian yang
dilakukan berdasarkan UP.
Tabel 2. Kriteria Evaluasi (Appraisal)
Aspek
Dokumen/
Basis dan Deskripsi Penilaian
Informasi
Pendukung
Kelayakan
Kelayakan
Pra-studi
Proyek dapat diimplementasikan dari sisi
ekonomi,
Kelayakan,
teknis, memenuhi tingkat pengembalian
keuangan dan
Arus Kas
ekonomi dan keuangan yang memadai
teknis
Proyek
(dapat
dibantu
dukungan
langsung
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
Aspek
Dokumen/
18
Basis dan Deskripsi Penilaian
Informasi
Pendukung
pemerintah).
Metodologi,
asumsi
dan
pengumpulan data realistis, tidak bias,
akurat
dan
komprehensif,
umumnya
memerlukan keterlibatan tenaga ahli yang
kredibel.
Kebaikan
Analisa
Identifikasi
dampak
proyek
terhadap
lingkungan
dampak
lingkungan
alam
social,
termasuk
dan sosial
lingkungan &
rencana mitigasi dampak.
&
sosial
Dukungan
Deskripsi
Jika
proyek
memerlukan
Pemerintah
dukungan
pemerintah
pemerintah
kelayakan, perlu kejelasan bentuk dari
langsung
untuk
dukungan
mencapai
dukungan langsung tersebut.
Risiko
Manajemen
Struktur KPS,
Identifikasi
Risiko
Perjanjian
alokasi
KPS, Matriks
practice, rencana mitigasi yang memadai,
Risiko &
adanya struktur KPS yang tepat dan
Rencana
kejelasan ketentuan alokasi risiko dalam
Mitigasi
Perjanjian KPS.
Cakupan
Cakupan
Berdasar PMK 260/2010, mengacu ke
Penjaminan
Penjaminan,
struktur dan perjanjian KPS serta matriks
Surat
risiko, cakupan penjaminan yang diminta
Pengantar
dari PII dijelaskan rinci.
Rencana
Kualitas proses pengadaan menentukan
Pengadaan
kesuksesan proyek dari sisi diperolehnya
Pengadaan Investor
risiko
yang
yang
memenuhi
komprehensif,
prinsip
best
investor kredibel. Ini juga perlu untuk
memenuhi
Perpres
67/2005
juncto
13/2010
Kapasitas PJPK
Informasi
Tingkat kendali PJPK terhadap risiko yang
terkait PJPK
ditanggungnya. PJPK perlu menunjukkan
rencana mitigasi risiko, serta perjanjian
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
19
Aspek
Dokumen/
Basis dan Deskripsi Penilaian
Informasi
Pendukung
apapun jika ada dengan pihak terkait
lainnya, termasuk lembaga public lainnya
ditingkat pusat dan daerah. Selanjutnya,
PII akan menilai kemampuan keuangan
PJPK
untuk
memenuhi
kewajiban
finansialm dan jika perlu ada dukungan
fiskal
dari
Kemenkeu,
pengaturan
tersebut perlu tersedia.
PII selanjutnya akan menilai cakupan penjaminan yang diminta, yang meliputi
jenis risiko yang diusulkan, persentase kewajiban finansial PJPK, dan usulan
masa berlaku penjaminan. Masa berlaku penjaminan bisa berbentuk:
Sepanjang atau sebagian Masa Persiapan Pelaksanaan Proyek;
Sepanjang atau sebagian Masa Konstruksi Proyek; dan/atau
Sepanjang atau sebagian Masa Operasional Proyek.
PII dapat meminta PJPK menyediakan informasi lebih jauh yang diperlukan
untuk melengkapi UP, atau untuk meminta klarifikasi dari dokumentasi yang
diberikan. Tahap Evaluasi (Appraisal) akan dianggap selesai apabila PII dapat
menentukan
apakah
diidentifikasi
dan
proyek
layak
dialokasikan
dari
secara
berbagai
memadai,
aspek,
risiko
rencana
telah
mitigasi
komprehensif dan dapat diterapkan, serta PJPK memiliki kemampuan
mengelola dan memenuhi kewajiban finansialnya.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
20
Setelah menentukan proyek layak dijamin, PII akan menyampaikan hasil ini
dengan menerbitkan Pernyataan Minat (“PM”) (Letter of Intent (“LoI”)), namun
konfirmasi akhir dari pemberian penjaminan akan bergantung kepada hasil
dari tahap structuring. Jika penilaian dari UP menunjukkan bahwa proyek
tidak layak dijamin, PII akan menerbitkan Pernyataan Penolakan (“PT”) (Letter
of Refusal (“LoR”).
Perpres 78/2010 memiliki persyaratan tambahan terkait evaluasi UP sebelum
PII dapat berkomitmen menyediakan penjaminan. Persyaratan ini adalah
bahwa nilai penjaminan tidak boleh menyebabkan PII melanggar ketentuan
kecukupan
modalnya.
Sebagaimana
sebelumnya
telah
dibahas
dalam
pengaturan co-guarantee, PII dapat mengikutsertakan Co-guarantor untuk
melengkapi kapasitas penjaminannya, atau sebagai upaya terakhir, meminta
co-guarantee dari Kemenkeu. Proses ini merupakan bagian dari tahap
Penstrukturan (Structuring).
Gambar 9. Tahap Evaluasi (Appraisal)
Penyaringan
Evaluasi UP
Penuhi
kriteria
Evaluasi
PII terbitkan
Pernyataan
Minat
yes
Klarifikasi
no
IIGF terbitkan Pernyataan
Menolak & beri alasan serta
saran untuk revisi GAP
Penyaringan
Penstrukturan
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
21
Penstrukturan (Structuring)
Pada tahap ini, PII akan menentukan proporsi dan ketentuan penjaminan
yang akan diberikan
kemampuan
modal
kepada
PII,
PII
proyek. Jika
dapat
memilih
penjaminan berada dalam
untuk
menjamin
secara
keseluruhan. Dalam hal penjaminan tunggal oleh PII, PII akan kemudian
melakukan
strukturisasi
ketentuan
penjaminan.
PII
kemudian
akan
menerbitkan Pernyataan Kesediaan (“PK”) (In-Principle Approval/”IPA”) yang
tidak mengikat kepada PJPK, dan menyampaikan kesediaan PII melakukan
penjaminan, dengan memberikan informasi berikut sebagaimana diatur
dalam Pepres 78/2010:
o
Besaran penjaminan;
o
Risiko yang dicakup (menjelaskan pengecualian, jika ada);
o
Masa penjaminan
Jika atas alasan kecukupan modal atau alasan lain, PII memutuskan untuk
melibatkan Co-guarantor, dimana keinginan tersebut kemungkinan telah
dibahas pada tahap Konsultasi dan Bimbingan (Consultation dan Guidance),
PII akan berkoordinasi dengan Co-guarantor potensial untuk melakukan
proses terhadap skema Co-guarantor. PII dapat meminta informasi tambahan
atau klarifikasi dari PJPK jika diperlukan saat melakukan proses dengan Co-
guarantor.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
22
Gambar 10. Tahap Penstrukturan (Structuring)
Evaluasi
Menyiapkan
struktur
penjaminan awal
yes
Dalam
cakupan
modal PII
no
Usul Coguarantee
Keputusan PII
mencari Coguarantee
yes
no
Meminta Coguarantee
Kemenkeu
no
Persetujuan
Co-guarantor
Finalisasi struktur
penjaminan, terbitkan
Pernyataan Kesediaan
yes
yes
no
Perlu
tambahan
penjamin
an
Perlu
counter
guarantee
Kemenkeu
yes
Meminta counter
guarantee
Kemenkeu
no
yes
Persetujuan
counter
guarantee
Kemenkeu
no
no
Persetujuan coguarantee
Kemenkeu
Info penolakan ke
PJPK dan akhir
proses
yes
Finalisasi struktur
penjaminan, terbitkan
Pernyataan Kesediaan
Pemantauan
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
23
Pemantauan (Monitoring)
Setelah pemenang ditetapkan, dan Perjanjian KPS ditandatangani beserta
Perjanjian Penjaminan dan Perjanjian Regres (Recourse Agreement), PII akan
melakukan Pemantauan Proyek (Project Monitoring). Perjanjian Regres akan
mengikutsertakan ketentuan bagi PJPK untuk menyampaikan laporan terkait
perkembangan implementasi proyek sehingga PII dapat memantau berbagai
risiko yang dijamin dan apakah telah ada perubahan terkait kemungkinan
risiko
tersebut
terjadi,
serta
apakah
rencana
mitigasi
risiko
telah
diimplementasikan secara memadai.
Proses Penilaian dan Pembayaran Klaim
Proses penilaian dan pembayaran klaim diatur dalam Perpres 78/2010 dan
PMK 260/2010. BU dapat menyampaikan klaim kepada PII berdasarkan klaim
yang tidak diperselisihkan atau telah habisnya waktu dimana PJPK belum
melakukan pembayaran.
PII akan menilai apakah klaim konsisten dengan cakupan dalam Perjanjian
Penjaminan, dan bahwa tidak ada perselisihan yang belum diselesaikan
antara PJPK dan BU terkait kewajiban finansial yang harus diselesaikan PJPK.
Jika ada perselisihan yang belum diselesaikan, perselisihan tersebut harus
terlebih dahulu diselesaikan sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan
dalam Perjanjian KPS.
Jika kondisi untuk klaim telah dipenuhi, PII akan menyampaikan pembayaran
kepada BU. Jika penjaminan PII melibatkan Pemerintah sebagai Co-guarantor,
proses klaim juga akan dikelola oleh PII. Permintaan pembayaran akan
disampaikan oleh PII kepada Pemerintah apabila hasil verifikasi menunjukkan
bahwa Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembayaran dalam
kapasitasnya sebagai Co-guarantor.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
24
Regres
Setelah PII memenuhi kewajiban membayar atas klaim BU yang memenuhi
syarat, PJPK akan berkewajiban membayar kembali pengeluaran PII sesuai
Perjanjian
Regres.
Jika
PJPK
adalah
Menteri/Kepala
Lembaga,
maka
mekanisme akan mengikuti mekanisme APBN. Jika PJPK adalah Kepala
Daerah, maka mekanisme regres akan mengikuti mekanisme Anggaran
Penerimaan dan Belanja Daerah (“APBD”), sedangkan jika PJPK adalah
pimpinan BUMN/Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”), maka mekanisme regres
akan mengikuti mekanisme korporasi sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Lampiran 1
Project Screening Form / Formulir Penyaringan Proyek
Nama Proyek / Project Name:
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama /Contracting Agency (CA):
Sektor (Energy, Air Minum dan Sanitasi, Transportasi, Telekomunikasi):
1. Status dan Uraian Singkat Proyek
1. Uraian Singkat Proyek :
a. Lingkup dan tujuan proyek:
b. Perkiraan bentuk kerjasama (BOT, BOO, BTO, Konsesi, lainnya):
c. Durasi kerjasama:
d. Lokasi Pelaksanaan Proyek :
e. Perkiraan Nilai Investasi Proyek:
f. Perkiraan Nilai Potensial Jaminan:
2. Dokumen yang telah disusun oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) :
3. Pembentukan dan Penetapan Tim KPS oleh PJPK (komposisi anggota):
2. Kesesuaian dengan Perpres No.67/2005 dan Perpres No.13/2010
1. Penetapan proyek prioritas oleh Menteri / Kepala Lembaga / Kepala Daerah (coret yang tidak
perlu) :
Ya
Tidak
2. Kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah Daerah?
Ya
Tidak
Melalui Peraturan Daerah No. 3. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah?
Ya
Tidak
4. Keterkaitan antar sektor dan antar wilayah?
Ya
Tidak
Sektor yang terkait:
Wilayah yang terkait:
5. Apakah pemilihan badan usaha akan dilakukan melalui pelelangan?
Ya
Tidak
6. Apakah proyek diprakarsai oleh badan usaha swasta?
Ya
Tidak
Melalui Surat Keputusan No.-
3. Kesiapan Studi Kelayakan Proyek
1. Apakah analisis kelayakan teknis sudah disiapkan?
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Waktu analisis tersebut dilakukan:
Ya
Tidak
2. Apakah analisis kelayakan hukum sudah disiapkan?
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Waktu analisis tersebut dilakukan:
Ya
Tidak
3. Apakah analisis kelayakan ekonomi sudah disiapkan?
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Waktu analisis tersebut dilakukan:
Ya
Tidak
4. Apakah analisis kelayakan finansial sudah disiapkan?
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Waktu analisis tersebut dilakukan:
Ya
Tidak
5. Apakah analisis kelayakan lingkungan dan sosial sudah disiapkan? Ya
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Kapan waktu analisis tersebut dilakukan:
Tidak
4. Perkiraan Kebutuhan Pembiayaan dan Skala Kebutuhan Penjaminan
1. Gambaran singkat mengenai total investasi proyek (nilai dan rencana investasi)
Biaya Persiapan Proyek: Biaya Lahan:
Biaya Konstruksi (EPC):
Biaya Financing (IDC, lainnya):
Biaya lainnya:
2. Penjelasan singkat mengenai kelayakan teknis proyek (teknologi yang dipilih):
3. Penjelasan singkat mengenai kelayakan hukum proyek (daftar peraturan/regulasi pendukung):
4. Penjelasan singkat mengenai kelayakan ekonomi proyek:
Tingkat kelayakan ekonomi proyek (EIRR):
5. Penjelasan singkat mengenai kelayakan finansial proyek:
Tingkat kelayakan finansial proyek (FIRR proyek):
Kebutuhan dan jenis dukungan pemerintah:
6. Penjelasan singkat mengenai kelayakan lingkungan dan sosial proyek:
7. Perkiraan jenis risiko dan lingkup penjaminan yang akan dibutuhkan (contoh: jaminan atas
perubahan peraturan perundang-undangan, dan lainnya)
Daftar lampiran dokumen-dokumen pendukung, antara lain:
1. Struktur organisasi PJPK
2. Dokumen pendukung penunjukan/penetapan sebagai PJPK
3. Studi kelayakan proyek (termasuk Deskripsi Dukungan Pemerintah, Project Cash Flow, Matriks
Alokasi Risiko dan Mitigasi Risiko, Cakupan Jaminan yang Dibutuhkan)
4. Skema proyek KPS
5. Rencana jadwal pengadaan proyek KPS
6. Dokumen Kelayakan Lingkungan dan Sosial
7. Draft Perjanjian Kerjasama Pemerintah dan Swasta
8. Informasi terkait PJPK
Diisi oleh,
Nama: .............................................
Jabatan: .........................................
Tanda Tangan: ...............................
Tempat/Tanggal: ...................................
AMDAL
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
APBD
Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah
APBN
Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara
BU
Badan Usaha
BUMD
Badan Usaha Milik Daerah
BUMN
Badan Usaha Milik Negara
BUPI
Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur
CTP
Confirmation-to-Proceed
Co-Guarantor
Penjamin Yang Ikut Menjamin Proyek Bersama PII
DSCR
Debt Service Coverage Ratio
EIRR
Economic Internal Rate of Return
FIRR
Financial Internal Rate of Return
IPA
In-Principle Approval
KPS
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
KKP
Konfirmasi Kelanjutan Proses
Kemenkeu
Kementerian Keuangan
LoI
Letter of Intent
LoR
Letter of Refusal
PII
PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
PJPK
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama
Penjaminan Pemerintah
Penjaminan oleh Pemerintah
Penjaminan PII
Penjaminan oleh PII
Permen PPN 4/2010
Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
no.4/2010 tentang Panduan Umum Pelaksanaan Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur
Perpres 67/2005
Peraturan Presiden no.67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
Perpres 13/2010
Peraturan Presiden no.13/2010 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
Perpres 78/2010
Peraturan Presiden no.78/2010 tentang Penjaminan
Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan
Badan Usaha yang Dilakukan Melalui Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur
PK
Pernyataan Kesediaan
PM
Pernyataan Minat
PMK 260/2010
Peraturan Menteri Keuangan no.260/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Penjaminan Infrastruktur dalam Proyek Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha
PP 35/2009
Peraturan Pemerintah no.35/2009 tentang Penanaman Modal
Negara untuk Pendirian Badan Usaha Milik Negara yang
Bergerak di Bidang Penjaminan Infrastruktur
PT
Pernyataan Menolak
UP
Usulan Penjaminan
WACC
Weighted Average Cost of Capital
WB
Bank Dunia
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
1
PENGANTAR
Tujuan dari Panduan Ini
Tujuan dari panduan ini adalah untuk memberikan ilustrasi langkah-langkah
dalam proses pemberian penjaminan infrastruktur oleh PT Penjaminan
Infrastruktur Indonesia (Persero) / (“PII”). Panduan ini dimaksudkan untuk
memberikan kejelasan terhadap para pihak yang memiliki kepentingan untuk
memahami proses yang konsisten dalam penjaminan infrastruktur PII,
terutama
para
bertanggung
Penanggung
jawab
Jawab
menyiapkan
Proyek
dan
Kerjasama
melelangkan
(“PJPK”)
proyek
yang
Kerjasama
Pemerintah Swasta (“KPS”).
Kerangka Regulasi Penjaminan
Pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan untuk memungkinkan
adanya penjaminan infrastruktur yang bertujuan meningkatkan kelayakan
kredit (creditworthiness) dari proyek-proyek infrastruktur, sebagai bagian
dari upaya mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur
di Indonesia. Penjaminan infrastruktur dapat diberikan kepada proyek
infrastruktur yang dilaksanakan sesuai skema KPS sebagaimana diatur
didalam Peraturan Presiden no 67/2005 (“Perpres 67/2005”) tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha, yang telah direvisi melalui
Peraturan Presiden no 13/2010 (“Perpres 13/2010”).
Perpres 67/2005 sebagaimana direvisi dengan Perpres 13/2010, memuat
ketentuan
penjaminan
infrastruktur
oleh
Kementerian
Keuangan
(“Kemenkeu”), yang dapat diimplementasikan melalui Badan Usaha Milik
Negara
(“BUMN”)
yang
diberi
mandat
untuk
melakukan
proses
dan
penyediaan penjaminan infrastruktur (Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur/
“BUPI”).
Proses penjaminan infrastruktur melalui BUPI diatur lebih lanjut melalui
Peraturan Presiden no.78/2010 mengenai Penjaminan Infrastruktur untuk
Proyek Kerjasama dengan Badan Usaha melalui Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur (“Perpres 78/2010”), serta melalui Peraturan Menteri Keuangan
no
260/PMK.011/2010
mengenai
Panduan
Implementasi
Penjaminan
Infrastruktur untuk Proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (“PMK
260/2010”).
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
2
MENGENAI PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO)
Pendirian PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
PII didirikan pada tahun 2009 melalui Peraturan Pemerintah no 35/2009 (“PP
35/2009”) mengenai Penyertaan Modal Negara untuk Pendirian Badan Usaha
Milik Negara di Bidang Penjaminan Infrastruktur. Dengan penerbitan Perpres
13/2010 dan Perpres 78/2010, peran PII sebagai BUPI telah diperjelas
didalam kerangka KPS infrastruktur.
Tujuan PII
Tujuan utama pendirian PII adalah:
Menyediakan penjaminan untuk proyek KPS infrastruktur di Indonesia.
Meningkatkan kelayakan kredit (creditworthiness), terutama bankability
dari proyek KPS dimata investor/kreditor.
Meningkatkan tata kelola dan proses yang transparan dalam penyediaan
Meminimalkan kemungkinan kejutan langsung ( sudden shock) terhadap
penjaminan.
Anggaran
Negara
(“APBN”)
dan
memagari
(ring-fencing)
eksposur
kewajiban kontinjensi Pemerintah.
Dengan
adanya
penjaminan
PII
yang
diarahkan
kepada
peningkatan
kelayakan credit (creditworthiness) dari proyek KPS di Indonesia, diharapkan
dapat mengurangi tingkat risiko proyek dimata investor swasta dan kreditor,
sehingga menarik lebih banyak investasi swasta dan meningkatkan kompetisi
antar penawar potensial dalam proses tender.
Tingkat risiko yang lebih kecil juga akan dapat meningkatkan rating kredit
proyek potensial, sehingga memungkinkan untuk menekan biaya utang
proyek dan memperpanjang jangka waktu dari pendanaan. Biaya utang yang
lebih rendah pada akhirnya akan tertuang dalam tariff yang lebih rendah
untuk pengguna. Rating yang lebih tinggi untuk utang proyek akan
memungkinkan beberapa perusahaan yang melaksanakan proyek KPS (Badan
Usaha atau Project Company / “BU”) untuk menerbitkan obligasi di pasar
modal, termasuk pasar lokal, sehingga dapat berkontribusi terhadap
pembangunan pasar modal di Indonesia.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
3
Peran PII
PII beroperasi sebagai pelaksana satu pintu (“single window processor”) untuk
mengelola penyediaan semua penjaminan yang diberikan kepada proyek
infrastruktur yang diusulkan PJPK. Sebagai pengelola satu pintu terhadap
penjaminan infrastruktur di Indonesia, PII akan:
1. Memberikan konsultasi dan bimbingan kepada PJPK yang tertarik
memperoleh penjaminan untuk proyeknya;
2. Menyaring proyek-proyek infrastruktur untuk pemenuhan kriteria umum
(eligibility) dalam menerima penjaminan;
3. Mengevaluasi Usulan Penjaminan (“UP”) proyek infrastruktur sesuai
dengan ketentuan penilaian proyek PII, untuk kemudian menentukan UP
dapat diterima atau ditolak;
4. Menyusun struktur penjaminan dan jika diperlukan, mengusulkan dan
koordinasi program penjaminan lainnya dengan Co-guarantor lain dan
Pemerintah Indonesia.
5. Mengembangkan kerangka pemantauan (monitoring) dan secara seksama
memantau proyek yang didukung PII.
Mekanisme Penjaminan Infrastruktur
Penjaminan infrastruktur merupakan bentuk dukungan fiskal dari Kemenkeu
untuk proyek infrastruktur yang didanai pihak swasta. Penjaminan ini
dimaksudkan untuk menjamin komitmen PJPK dalam memenuhi kewajiban
keuangannya dalam Perjanjian KPS. Sesuai regulasi yang ada, penjaminan
tersebut dapat diberikan melalui BUPI.
Selaku BUPI, PII akan mengadakan Perjanjian Penjaminan dengan Investor atau
BU, yang menjamin kinerja PJPK dalam memenuhi Perjanjian KPS, spesifik
terhadap risiko-risiko yang dialokasikan ke PJPK di Perjanjian KPS, dan telah
disepakati dengan PII untuk diikutsertakan didalam struktur penjaminan.
Dalam memberikan penjaminan tersebut, PII akan mensyaratkan PJPK untuk
mengadakan Perjanjian Regres (Recourse Agreement) dengan PII.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
4
Gambar 1. Hubungan Kontraktual & Kewajiban Pembayaran
Jika PJPK gagal memenuhi kewajibannya sesuai Perjanjian KPS, PII akan
melakukan pembayaran ke BU terhadap klaim yang diajukan. Proses
pengajuan klaim tersebut akan diatur didalam Perjanjian Penjaminan.
Konsisten terhadap Perjanjian Regres, PII akan mendapatkan pengembalian
(reimburse) dari PJPK untuk pembayaran yang dilakukan terhadap klaim BU,
ditambah nilai waktu (time value of money) dari dana PII.
Cakupan Risiko Penjaminan Infrastruktur
Konsisten dengan PMK 260/2010, kategori risiko yang terkait kewajiban
finansial PJPK harus mengikuti prinsip alokasi risiko, yang didefinisikan
sebagai pengalokasian risiko kepada pihak yang relatif lebih mampu
mengendalikan risiko. Regulasi ini juga mensyaratkan PII untuk menerbitkan
Acuan Alokasi Risiko dalam membantu PJPK melakukan identifikasi dan
alokasi risiko, yang saat ini telah tersedia untuk referensi dan mencakup detil
mengenai kemungkinan cakupan risiko dalam penjaminan infrastruktur.
Walaupun dalam Acuan tersebut, kategori risiko yang secara tepat memenuhi
prinsip ini akan bervariasi sesuai sektornya, pengalokasian final akan
bergantung kepada kondisi spesifik dari proyek potensial. Secara umum,
berikut adalah daftar sebagian dari risiko-risiko yang dapat dicakup PII1:
1
Beberapa dari risiko ini mungkin terkait dengan risiko lainnya (beberapa dari risiko yang terdapat di tabel
mungkin merupakan penyebab terjadinya risiko lain yang juga ada di tabel) maka kategorisasi ini tidak bersifat
ekslusif satu sama lain.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
5
Tabel 1. Kewajiban PJPK yang mungkin tercakup dalam fasilitas penjaminan PII
No.
1
Risiko
Deskripsi
Lisensi, Izin dan
Cakupan terhadap risiko akibat keterlambatan atau
Persetujuan
kegagalan dalam memberikan lisensi, izin atau
persetujuan (keterlambatan yang berdampak negatif
terhadap biaya konstruksi, biaya pendanaan dan
dimulai perolehan pendapatan).
2
Keterlambatan/Kegagalan Cakupan terhadap risiko keterlambatan atau
Financial Close
kegagalan financial close yang diakibatkan
tindakan/tidak bertindaknya PJPK (selain isu lahan dan
isu perijinan).
3
Perubahan Regulasi dan
Cakupan terhadap kerugian sebagai dampak dari
Perundangan
perubahan regulasi/ perundangan yang berdampak
negatif terhadap proyek, seperti peraturan pajak,
struktur tarif, atau peraturan yang mempengaruhi
spesifikasi teknis proyek dan menyebabkan
perubahan biaya. Berlaku hanya jika kontrak secara
eksplisit terhadap dan terikat dengan regulasi/
perundangan yang berlaku (melindungi terhadap
perubahan regulasi/ perundangan), dimana lazim bagi
PJPK untuk menanggung risiko perubahan regulasi/
perundangan yang bersifat diskriminatif.
4
Wanprestasi
Cakupan terhadap tindakan/tidak bertindaknya PJPK
yang melanggar kontrak, atau merubah kontrak
secara sepihak.
5
Integrasi dengan Jaringan Cakupan terhadap tindakan/tidak bertindaknya PJPK
(atau otoritas yang berwenang) yang mempengaruhi
operasional/ pendapatan proyek karena kegagalan
(atau tidak memadainya) integrasi dengan jaringan
eksisting atau yang direncanakan.
6
Risiko Fasilitas Pesaing
Cakupan terhadap risiko adanya fasilitas/infrastruktur
sejenis yang dibangun dan akan bersaing dengan
penyediaan layanan yang diperjanjikan.
7
Risiko Pendapatan
Cakupan terhadap pemenuhan/penerapan kewajiban
PJPK terhadap pendapatan proyek. Cakupan berlaku
hanya jika PJPK secara kontraktual menyetujui
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
No.
6
Risiko
Deskripsi
pembayaran atas layanan infrastruktur/proyek
(anuitas/dukungan fiskal terhadap kesenjangan
kelayakan/pendapatan minimum).
8
Risiko Permintaan
Cakupan terhadap perubahan, yang ditanggung BU
akibat tindakan PJPK, yang mempengaruhi permintaan
layanan proyek.
9
Risiko Harga
Cakupan terhadap pemenuhan tingkat pendapatan
yang tidak tercapai akibat perubahan tarif secara
sepihak.
10
Risiko Ekspropriasi
Cakupan terhadap tindakan pengambilalihan proyek
oleh PJPK atau otoritas lainnya yang menyebabkan
berakhirnya kontrak proyek.
11
Risiko Tidak Dapat
Cakupan terhadap risiko pendapatan/profit dari
dilakukannya Konversi
proyek tidak dapat dikonversi ke mata uang asing
dan Transfer Mata Uang
dan/atau tidak dapat direpatriasi ke negara asal
investor.
12
Risiko Parastatal atau
Cakupan terhadap risiko suatu entitas sub-nasional
Sub-nasional
atau parastatal yang bertindak sebagai PJPK pada
suatu proyek yang gagal memenuhi pembayaran
kontraktual atau kewajiban materil lainnya (karena
keputusan sepihak)
13
Risiko Kahar yang
Cakupan terhadap risiko bahwa suatu kejadian di luar
Mempengaruhi PJPK
kendali kedua belah pihak (bencana alam atau akibat
tindakan manusia) yang akan terjadi dan dapat
menyebabkan keterlambatan atau kegagalan PJPK
untuk memenuhi kinerja kewajiban kontraktual.
14
Risiko Interface
Cakupan terhadap risiko bahwa metode atau standar
layanan sektor publik akan menghambat layanan
kontraktual atau sebaliknya. Risiko ini termasuk jika
kualitas pekerjaan oleh pemerintah tidak sesuai
dengan apa yang telah dikerjakan BU.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
7
Kriteria Kelayakan
Setiap proyek KPS yang diusulkan untuk menerima penjaminan melalui PII
harus memenuhi kriteria berikut ini:
-
Kriteria 1: Proyek merupakan proyek KPS, sebagaimana diatur dalam Perpres
67/2005 j.o. Perpres 13/2010.
-
Kriteria 2: Proyek memenuhi ketentuan peraturan sektor terkait yang rencana
pengadaannya melalui proses tender yang transparan dan kompetitif.
-
Kriteria 3: Proyek harus layak secara teknis, ekonomi, keuangan dan
lingkungan, serta tidak berdampak negatif secara sosial.
-
Kriteria 4: Perjanjian KPS harus memiliki ketentuan yang sesuai untuk
arbitrase yang mengikat.
Skema Penjaminan Bersama (Co-Guarantee) dan Mekanisme Satu Pintu
Skema
penjaminan
bersama
(Co-Guarantee)
adalah
penjaminan
yang
melibatkan satu atau lebih penjamin tambahan (Co-guarantor) bersama
dengan PII. PMK 260/2010 mengatur penjaminan infrastruktur kedalam dua
bentuk,
yaitu
penjaminan
infrastruktur
yang
disediakan
oleh
BUPI
(“Penjaminan PII”) dan penjaminan infrastruktur yang disediakan oleh
Pemerintah (“Penjaminan Pemerintah”). Penjaminan dapat dilakukan dengan
cara penjaminan hanya oleh BUPI, atau Penjaminan Bersama yang mencakup
Penjaminan PII dan Penjaminan Pemerintah. Penjaminan Bersama dilakukan
berdasarkan alokasi risiko infrastruktur antara PII dan Kemenkeu, yang
bertindak sebagai Co-guarantor mewakili Pemerintah.
Namun
demikian,
Pemerintah
menekankan
pentingnya
optimalisasi
penggunaan penjaminan PII, untuk menjaga risiko fiskal negara, konsisten
dengan mekanisme pemagaran atau ring fencing. Maka, selain melalui
komitmen Pemerintah untuk mencukup permodalan PII melalui mekanisme
anggaran negara berupa Penanaman Modal Negara, optimalisasi penjaminan
PII dapat dicapai melalui kerjasama antara PII dengan lembaga keuangan
multilateral atau pihak lain dengan tujuan dan fungsi serupa 2.
.
2
Jika ada permintaan untuk Co-Guarantee dengan lembaga keuangan multilateral atau lembaga
lainnya, proyek yang diusulkan mungkin akan diminta untuk memenuhi beberapa kriteria evaluasi
yang mungkin berbeda dari kriteria PII. PII akan berupaya menyampaikan kemungkinan keterlibatan
co-guarantor sedini mungkin ditahap penyaringan (screening), untuk memastikan proyek yang
disiapkan akan sejalan dengan kriteria tersebut.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
8
Gambar 2. Prioritas Penjaminan
Saat ini, PII sedang dalam proses menyusun dukungan Bank Dunia (“WB”)
dalam bentuk fasilitas penjaminan yang ditujukan untuk memungkinan PII
melakukan co-guarantee dengan Bank Dunia pada proyek-proyek tertentu
yang disepakati kedua belah pihak, melalui produk penjaminan risiko parsial
(Partial
Risk
Guarantee)
dari
WB.
Pengaturan
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3. Model Bisnis Dasar PII
co-guarantee
dapat
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
9
PMK 260/2010 memungkinkan penyediaan Penjaminan Pemerintah melalui
kebijakan satu pintu yang diterapkan melalui PII sebagai lembaga yang
bertanggung jawab untuk melakukan proses penjaminan infrastruktur.
.
Gambar 4. Mekanisme Satu Pintu
Mekanisme Satu Pintu penting dalam menjaga konsistensi dalam melakukan
evaluasi UP, menyediakan proses yang transparan dan konsisten untuk
penyediaan penjaminan dan pemrosesan klaim, yang kemudian diharapkan
akan meningkatkan kepercayaan investor dalam berpartisipasi pada proyek
infrastruktur di Indonesia.
Imbal Jasa Penjaminan
PII menerapkan imbal jasa dalam operasinya sebagaimana dimungkinkan dan
diatur dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010. Penerapan imbal jasa
penjaminan, pada dasarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan berikut:
-
Nilai kompensasi finansial untuk jenis-jenis risiko infrastruktur yang dijamin;
-
Biaya yang dikeluarkan untuk memberikan penjaminan;
-
Marjin keuntungan yang wajar.
PII dapat menerapkan biaya penjaminan kepada pihak yang memiliki
kepentingan terbesar atau yang paling memerlukan penjaminan infrastruktur.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
10
PROSES PENYEDIAAN PENJAMINAN INFRASTRUKTUR
Gambaran Keseluruhan Proses Penyediaan Penjaminan PII
Tujuan keseluruhan dari proses penyediaan penjaminan PII adalah untuk
mengkaji setiap proyek dari perspektif kelayakan, menilai risiko yang terkait
pada proyek, mengukur kemungkinan dampak keuangan akibat adanya
penjaminan terhadap proyek, dan memantau proyek terkait risiko yang
dicakup dalam penjaminan.
Terdapat empat tahap yang diperlukan PII untuk menerbitkan penjaminan,
yaitu:
1. Konsultasi dan Bimbingan (Consultation and Guidance): Menyediakan
informasi rinci terkait penjaminan oleh PII, misal kriteria penjaminan, dan
proses yang diperlukan untuk memperoleh penjaminan, seperti Perjanjian
KPS, dll.
2. Penyaringan (Screening): Evaluasi formulir screening yang diserahkan oleh
PJPK kepada PII untuk menentukan secara umum, kelayakan proyek dalam
menerima penjaminan, berdasarkan ketentuan dan peraturan yang ada.
3. Evaluasi (Appraisal): Melakukan appraisal terhadap kelayakan proyek
secara rinci dari sisi legal, teknis, ekonomi dan keuangan, serta dari sisi
lingkungan dan sosial, termasuk evaluasi kemampuan PJPK dalam
memenuhi kewajiban finansial sesuai Perjanjian KPS.
4. Penstrukturan
(Structuring):
Menentukan
struktur
penjaminan
serta
menyiapkan ketentuan pernjaminan, seperti masa berlaku penjaminan,
cakupan risiko dan kewajiban keuangan, yang disesuaikan untuk setiap
proyek KPS spesifik.
Proses diatas diarahkan kepada terpenuhinya kepatuhan terhadap regulasi
dan prosedur yang berlaku, sebagaimana diatur secara speisifik dalam
Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010.
Gambar berikut ini memberikan ilustrasi peran PJPK dan PII dalam proses
penyediaan penjaminan.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
11
Gambar 5. Proses Penyediaan Penjaminan
Untuk memperoleh kejelasan mengenai bagaimana proses penyediaan
penjaminan terkait dengan proses persiapan dan transaksi proyek
infrastruktur KPS (diatur dalam Perpres 67/2005 j.o. 13/2010 dan
Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional no.4/2010 /
“Permen PPN 4/2010”), maka elaborasi setiap tahap dalam proses
penyediaan penjaminan akan juga mengacu kepada setiap tahap
dalam proses persiapan dan transaksi KPS. Gambar dibawah ini
menunjukkan bagaimana secara umum kedua proses tersebut dapat
saling terkait:
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
Gambar 6: Sinkronisasi Proses Penyiapan Proyek oleh PJPK dan Penyediaan Penjaminan oleh PII
12
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
13
Konsultasi dan Bimbingan (Consultation and Guidance)
Konsultasi dan Bimbingan sebaiknya dilakukan di tahap awal proyek, idealnya
sebelum mobilisasi tenaga ahli untuk persiapan proyek. Pada tahap ini, PII
akan menyediakan seluruh bahan yang relevan terkait penjaminan kepada
PJPK/pihak yang berkepentingan, setelah menerima pertanyaan dari PJPK. PII
akan menjelaskan produk penjaminan, fitur dan metodologi serta proses
yang perlu diikuti untuk penerbitan penjaminan. PJPK juga disarankan untuk
meninjau
gambaran
awal
permintaan
pasar
atau
keinginan
untuk
penjaminan, spesifik terhadap proyek yang ingin dipersiapkan oleh PJPK.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk meninjau bagaimana penjaminan PII dapat
relevan dalam menambah nilai dari proyek yang diusulkan PJPK, serta hal-hal
kunci yang perlu dipertimbangkan ditahap berikutnya dalam mempersiapkan
dan melaksanakan proyek. Hal-hal kunci tersebut pada umumnya termasuk
ketentuan kepatuhan terhadap regulasi, proses memperoleh penjaminan dan
proses klaim, serta adanya potensi Co-guarantor.
Gambar 7. Tahap Konsultasi dan Bimbingan (Consultation dan Guidance)
Identifikasi strategis
kebutuhan
infrastruktur dengan
mengacu kepada
dokumen perencanaan
strategis pemerintah.
PJPK kontak ke PII
menanyakan produk
jaminan & identifikasi
potensi nilai tambah
& syarat kepatuhan
kedepannya.
Consultation and
guidance untuk
membantu PJPK
mengembangkan
usulan.
PJPK meninjau
gambaran awal
keinginan pasar akan
jaminan, spesifik
terhadap proyek
tersebut.
PJPK memperjelas
lingkup proyek
awal, dan aktivitas
persiapan proyek.
Penyaringan
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
14
Penyaringan (Screening)
Penyaringan adalah tahap formal terkait penilaian awal apakah proyek secara
umum (prima facie) memenuhi kriteria kelayakan dan persyaratan PII
(eligibility criteria). Melanjutkan dari Konsultasi dan Bimbingan, PJPK akan
secara formal meminta proyek untuk dipertimbangkan kedalam daftar proyek
PII, dengan menunjukkan adanya komitmen yang tegas untuk melanjutkan
proyek sesuai ketentuan pemberian penjaminan. Tahap ini akan melibatkan
penyelesaian formulir Penyaringan oleh PJPK. Contoh formulir Penyaringan
terlampir dalam dokumen ini. Setelah mengkaji formulir Penyaringan, PII akan
menerbitkan Keterangan Kelanjutan Proses (“KKP”) (Confirmation to Proceed
(“CTP”)) jika proyek secara awal memenuhi ketentuan Penyaringan. Jika tidak,
PII akan memberikan panduan kepada PJPK jika ada kebutuhan memodifikasi
rencana implementasi proyek karena hambatan-hambatan tertentu.
Setelah adanya KKP, PII akan memulai interaksi yang lebih fokus dengan PJPK
dalam memandu PJPK menyelesaikan UP, memastikan bahwa persyaratan
telah dipahami secara seksama oleh PJPK dan tim tenaga ahlinya. Hal-hal
yang termasuk dalam UP termasuk dokumentasi yang pada dasarnya
merupakan bagian dari dokumentasi persiapan proyek yang sesuai best
practice.
UP akan mencakup setidaknya:
1. Surat Permintaan dari PJPK ke PII
2. Pra-studi kelayakan Proyek
3. Struktur KPS
4. Matriks Alokasi Risiko dan Rencana Mitigasi Risiko
5. Rancangan Perjanjian Kerjasama
6. Kebutuhan Dukungan Pemerintah
7. Permintaan Cakupan Penjaminan
8. Arus Kas Proyek (dalam format spreadsheet)
9. Penilaian Kelayakan Lingkungan dan Sosial
10. Rencana Pengelolaan Proyek, termasuk Rencana Pengadaan
11. Informasi terkait PJPK
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
15
Gambar 8. Tahap Penyaringan (Screening)
Konsultasi
dan
Bimbingan
no
Konsultasi
dan
Bimbingan
PII terima Formulir
Penyaringan
Proyek dari PJPK
PII melakukan
Penyaringan
Proyek
Konfirmasi
untuk lanjut?
yes
PII terbitkan
Konfirmasi
Kelanjutan Proses
Evaluasi
PII terima UP dari
PJPK
PJPK merevisi UP
go
Go/No go
dari PJPK
PJPK mengkaji
alasan yang
diberikan
PII beritahu PJPK
alasan gagal &
perbaikan yang
dibutuhkan
Checklist UP
mencukupi?
no
yes
no
Stop
Evaluasi
Sebagai ilustrasi, berikut adalah beberapa diantara hal-hal yang umumnya
dicakup di dalam studi pra-kelayakan:
-
Teknis: standar kinerja dan spesifikasi keluaran, basic design, usulan tapak
proyek, ketersediaan input atau bahan baku, sambungan yang diperlukan ke
aset publik saat ini atau dimasa mendatang, basis dari estimasi biaya, jadwal
konstruksi dan rencana implementasi;
-
Ekonomi/Komersial: (umumnya diperlukan juga untuk mengusulkan adanya
dukungan Pemerintah): analisa manfaat dan biaya sosial termasuk economic
internal rate of return (“EIRR”), analisa legal dan peraturan, analisa
sensitivitas, analisa permintaan (keinginan dan kemampuan membayar),
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
16
skenario pertumbuhan permintaan, indikasi minat atau respon dari investor
potensial;
-
Finansial: arus kas proyek mencakup biaya mitigasi risiko, financial internal
rate of return (“FIRR”), weighted average cost of capital (“WACC”), debt service
coverage ratio (“DSCR”), penentuan kebutuhan dukungan pemerintah dan
penjaminan (perlu ada kejelasan terkait rencana penyediaan dukungan
pemerintah);
-
Keterjangkauan pengguna/kemampuan PJPK: penilaian kemampuan PJPK
memenuhi
kewajiban
keuangan
didalam
Perjanjian
KPS,
termasuk
kemampuan memenuhi mitigasi risiko untuk risiko yang bersedia ditanggung
oleh PJPK;
-
Sosial dan lingkungan: karakteristik lingkungan dan identifikasi dampak,
rencana pengelolaan lingkungan termasuk rencana memastikan kepatuhan
(misal proses Analisa Dampak Lingkungan (“Amdal”) dan persetujuannya),
analisa lingkungan awal sebagai basis menentukan kerangka acuan kerja
untuk Amdal, analisa dampak sosial untuk masyarakat sekitar dan rencana
kompensasi atau mitigasi risiko, serta rencana pengadaan lahan.
Sebagaimana diatur dalam Perpres 78/2010, rancangan Perjanjian KPS perlu
mengatur ketentuan terkait:
-
Alokasi risiko infrastruktur diantara PJPK dan investor swasta sesuai prinsip
alokasi risiko;
-
Upaya mitigasi yang relevan dari kedua belah pihak untuk menghindari
terjadinya risiko dan mengurangi dampak jika terjadi;
-
Jumlah kewajiban keuangan dari PJPK untuk risiko yang ditanggung PJPK,
serta formula untuk menentukan jumlah kewajiban keuangan jika jumlah
tersebut tidak dapat ditentukan sebelum penandatanganan perjanjian KPS;
-
Waktu yang cukup bagi PJPK untuk memenuhi kewajiban finansialnya
termasuk masa tenggang;
-
Prosedur yang wajar untuk menentukan apakah PJPK dalam keadaan tidak
mampu memenuhi kewajiban keuangannya dalam Perjanjian KPS;
-
Prosedur untuk menyelesaikan perselisihan yang mungkin terjadi antara PJPK
dan investor swasta terkait eksekusi kewajiban finansial, serta prioritas
terkait penggunaan mekanisme penyelesaian perselisihan dan/atau arbitrase;
-
Hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia.
PII akan terlebih dahulu memastikan bahwa UP yang disampaikan telah
memenuhi checklist awal, termasuk diantaranya kelengkapan dokumentasi
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
17
dan penilaian awal terkait kesesuaian dengan prinsip alokasi risiko, sebelum
lanjut ke tahap Evaluasi dan Penstrukturan (Appraisal dan Structuring). Jika
UP gagal memenuhi checklist, maka PII akan memberitahu PJPK alasan dari
kegagalan tersebut dan memberikan saran terkait perbaikan yang diperlukan
agar PJPK dapat merevisi UP.
Evaluasi (Appraisal)
Penyampaian UP harus tepat waktunya sehingga ada cukup waktu untuk
tahap berikutnya yaitu Evaluasi (Appraisal), modifikasi atau revisi jika
diperlukan,
serta
proses
Penstrukturan
(Structuring),
sesuai
jadwal
pengadaan yang direncanakan. Hal ini penting karena rancangan akhir
perjanjian penjaminan harus disampaikan ke seluruh peserta tender dalam
waktu yang cukup sebelum penyampaian penawaran.
Tahap Evaluasi (Appraisal) ditujukan untuk melakukan analisa komprehensif
terhadap proyek yang hendak dijamin oleh PII, sehingga menjadi basis bagi
PII untuk menerima/menolak UP dan rekomendasi mengenai cakupan
penjaminan bergantung kepada eksposur risiko PII terhadap proyek. Analisa
kunci diarahkan untuk memastikan:
-
Proyek layak secara teknis, ekonomi dan keuangan, serta tidak berdampak
negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial;
-
Risiko proyek teridentifikasi, dialokasikan secara memadai dengan rencana
mitigasi yang efektif;
-
Proses
pengadaan
memadai
sebagaimana
tercantum
dalam
rencana
pengadaan.
Tabel berikut memberikan deskripsi lebih lanjut mengenai penilaian yang
dilakukan berdasarkan UP.
Tabel 2. Kriteria Evaluasi (Appraisal)
Aspek
Dokumen/
Basis dan Deskripsi Penilaian
Informasi
Pendukung
Kelayakan
Kelayakan
Pra-studi
Proyek dapat diimplementasikan dari sisi
ekonomi,
Kelayakan,
teknis, memenuhi tingkat pengembalian
keuangan dan
Arus Kas
ekonomi dan keuangan yang memadai
teknis
Proyek
(dapat
dibantu
dukungan
langsung
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
Aspek
Dokumen/
18
Basis dan Deskripsi Penilaian
Informasi
Pendukung
pemerintah).
Metodologi,
asumsi
dan
pengumpulan data realistis, tidak bias,
akurat
dan
komprehensif,
umumnya
memerlukan keterlibatan tenaga ahli yang
kredibel.
Kebaikan
Analisa
Identifikasi
dampak
proyek
terhadap
lingkungan
dampak
lingkungan
alam
social,
termasuk
dan sosial
lingkungan &
rencana mitigasi dampak.
&
sosial
Dukungan
Deskripsi
Jika
proyek
memerlukan
Pemerintah
dukungan
pemerintah
pemerintah
kelayakan, perlu kejelasan bentuk dari
langsung
untuk
dukungan
mencapai
dukungan langsung tersebut.
Risiko
Manajemen
Struktur KPS,
Identifikasi
Risiko
Perjanjian
alokasi
KPS, Matriks
practice, rencana mitigasi yang memadai,
Risiko &
adanya struktur KPS yang tepat dan
Rencana
kejelasan ketentuan alokasi risiko dalam
Mitigasi
Perjanjian KPS.
Cakupan
Cakupan
Berdasar PMK 260/2010, mengacu ke
Penjaminan
Penjaminan,
struktur dan perjanjian KPS serta matriks
Surat
risiko, cakupan penjaminan yang diminta
Pengantar
dari PII dijelaskan rinci.
Rencana
Kualitas proses pengadaan menentukan
Pengadaan
kesuksesan proyek dari sisi diperolehnya
Pengadaan Investor
risiko
yang
yang
memenuhi
komprehensif,
prinsip
best
investor kredibel. Ini juga perlu untuk
memenuhi
Perpres
67/2005
juncto
13/2010
Kapasitas PJPK
Informasi
Tingkat kendali PJPK terhadap risiko yang
terkait PJPK
ditanggungnya. PJPK perlu menunjukkan
rencana mitigasi risiko, serta perjanjian
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
19
Aspek
Dokumen/
Basis dan Deskripsi Penilaian
Informasi
Pendukung
apapun jika ada dengan pihak terkait
lainnya, termasuk lembaga public lainnya
ditingkat pusat dan daerah. Selanjutnya,
PII akan menilai kemampuan keuangan
PJPK
untuk
memenuhi
kewajiban
finansialm dan jika perlu ada dukungan
fiskal
dari
Kemenkeu,
pengaturan
tersebut perlu tersedia.
PII selanjutnya akan menilai cakupan penjaminan yang diminta, yang meliputi
jenis risiko yang diusulkan, persentase kewajiban finansial PJPK, dan usulan
masa berlaku penjaminan. Masa berlaku penjaminan bisa berbentuk:
Sepanjang atau sebagian Masa Persiapan Pelaksanaan Proyek;
Sepanjang atau sebagian Masa Konstruksi Proyek; dan/atau
Sepanjang atau sebagian Masa Operasional Proyek.
PII dapat meminta PJPK menyediakan informasi lebih jauh yang diperlukan
untuk melengkapi UP, atau untuk meminta klarifikasi dari dokumentasi yang
diberikan. Tahap Evaluasi (Appraisal) akan dianggap selesai apabila PII dapat
menentukan
apakah
diidentifikasi
dan
proyek
layak
dialokasikan
dari
secara
berbagai
memadai,
aspek,
risiko
rencana
telah
mitigasi
komprehensif dan dapat diterapkan, serta PJPK memiliki kemampuan
mengelola dan memenuhi kewajiban finansialnya.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
20
Setelah menentukan proyek layak dijamin, PII akan menyampaikan hasil ini
dengan menerbitkan Pernyataan Minat (“PM”) (Letter of Intent (“LoI”)), namun
konfirmasi akhir dari pemberian penjaminan akan bergantung kepada hasil
dari tahap structuring. Jika penilaian dari UP menunjukkan bahwa proyek
tidak layak dijamin, PII akan menerbitkan Pernyataan Penolakan (“PT”) (Letter
of Refusal (“LoR”).
Perpres 78/2010 memiliki persyaratan tambahan terkait evaluasi UP sebelum
PII dapat berkomitmen menyediakan penjaminan. Persyaratan ini adalah
bahwa nilai penjaminan tidak boleh menyebabkan PII melanggar ketentuan
kecukupan
modalnya.
Sebagaimana
sebelumnya
telah
dibahas
dalam
pengaturan co-guarantee, PII dapat mengikutsertakan Co-guarantor untuk
melengkapi kapasitas penjaminannya, atau sebagai upaya terakhir, meminta
co-guarantee dari Kemenkeu. Proses ini merupakan bagian dari tahap
Penstrukturan (Structuring).
Gambar 9. Tahap Evaluasi (Appraisal)
Penyaringan
Evaluasi UP
Penuhi
kriteria
Evaluasi
PII terbitkan
Pernyataan
Minat
yes
Klarifikasi
no
IIGF terbitkan Pernyataan
Menolak & beri alasan serta
saran untuk revisi GAP
Penyaringan
Penstrukturan
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
21
Penstrukturan (Structuring)
Pada tahap ini, PII akan menentukan proporsi dan ketentuan penjaminan
yang akan diberikan
kemampuan
modal
kepada
PII,
PII
proyek. Jika
dapat
memilih
penjaminan berada dalam
untuk
menjamin
secara
keseluruhan. Dalam hal penjaminan tunggal oleh PII, PII akan kemudian
melakukan
strukturisasi
ketentuan
penjaminan.
PII
kemudian
akan
menerbitkan Pernyataan Kesediaan (“PK”) (In-Principle Approval/”IPA”) yang
tidak mengikat kepada PJPK, dan menyampaikan kesediaan PII melakukan
penjaminan, dengan memberikan informasi berikut sebagaimana diatur
dalam Pepres 78/2010:
o
Besaran penjaminan;
o
Risiko yang dicakup (menjelaskan pengecualian, jika ada);
o
Masa penjaminan
Jika atas alasan kecukupan modal atau alasan lain, PII memutuskan untuk
melibatkan Co-guarantor, dimana keinginan tersebut kemungkinan telah
dibahas pada tahap Konsultasi dan Bimbingan (Consultation dan Guidance),
PII akan berkoordinasi dengan Co-guarantor potensial untuk melakukan
proses terhadap skema Co-guarantor. PII dapat meminta informasi tambahan
atau klarifikasi dari PJPK jika diperlukan saat melakukan proses dengan Co-
guarantor.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
22
Gambar 10. Tahap Penstrukturan (Structuring)
Evaluasi
Menyiapkan
struktur
penjaminan awal
yes
Dalam
cakupan
modal PII
no
Usul Coguarantee
Keputusan PII
mencari Coguarantee
yes
no
Meminta Coguarantee
Kemenkeu
no
Persetujuan
Co-guarantor
Finalisasi struktur
penjaminan, terbitkan
Pernyataan Kesediaan
yes
yes
no
Perlu
tambahan
penjamin
an
Perlu
counter
guarantee
Kemenkeu
yes
Meminta counter
guarantee
Kemenkeu
no
yes
Persetujuan
counter
guarantee
Kemenkeu
no
no
Persetujuan coguarantee
Kemenkeu
Info penolakan ke
PJPK dan akhir
proses
yes
Finalisasi struktur
penjaminan, terbitkan
Pernyataan Kesediaan
Pemantauan
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
23
Pemantauan (Monitoring)
Setelah pemenang ditetapkan, dan Perjanjian KPS ditandatangani beserta
Perjanjian Penjaminan dan Perjanjian Regres (Recourse Agreement), PII akan
melakukan Pemantauan Proyek (Project Monitoring). Perjanjian Regres akan
mengikutsertakan ketentuan bagi PJPK untuk menyampaikan laporan terkait
perkembangan implementasi proyek sehingga PII dapat memantau berbagai
risiko yang dijamin dan apakah telah ada perubahan terkait kemungkinan
risiko
tersebut
terjadi,
serta
apakah
rencana
mitigasi
risiko
telah
diimplementasikan secara memadai.
Proses Penilaian dan Pembayaran Klaim
Proses penilaian dan pembayaran klaim diatur dalam Perpres 78/2010 dan
PMK 260/2010. BU dapat menyampaikan klaim kepada PII berdasarkan klaim
yang tidak diperselisihkan atau telah habisnya waktu dimana PJPK belum
melakukan pembayaran.
PII akan menilai apakah klaim konsisten dengan cakupan dalam Perjanjian
Penjaminan, dan bahwa tidak ada perselisihan yang belum diselesaikan
antara PJPK dan BU terkait kewajiban finansial yang harus diselesaikan PJPK.
Jika ada perselisihan yang belum diselesaikan, perselisihan tersebut harus
terlebih dahulu diselesaikan sesuai mekanisme penyelesaian perselisihan
dalam Perjanjian KPS.
Jika kondisi untuk klaim telah dipenuhi, PII akan menyampaikan pembayaran
kepada BU. Jika penjaminan PII melibatkan Pemerintah sebagai Co-guarantor,
proses klaim juga akan dikelola oleh PII. Permintaan pembayaran akan
disampaikan oleh PII kepada Pemerintah apabila hasil verifikasi menunjukkan
bahwa Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembayaran dalam
kapasitasnya sebagai Co-guarantor.
Panduan Penyediaan Penjaminan Infrastruktur
24
Regres
Setelah PII memenuhi kewajiban membayar atas klaim BU yang memenuhi
syarat, PJPK akan berkewajiban membayar kembali pengeluaran PII sesuai
Perjanjian
Regres.
Jika
PJPK
adalah
Menteri/Kepala
Lembaga,
maka
mekanisme akan mengikuti mekanisme APBN. Jika PJPK adalah Kepala
Daerah, maka mekanisme regres akan mengikuti mekanisme Anggaran
Penerimaan dan Belanja Daerah (“APBD”), sedangkan jika PJPK adalah
pimpinan BUMN/Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”), maka mekanisme regres
akan mengikuti mekanisme korporasi sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Lampiran 1
Project Screening Form / Formulir Penyaringan Proyek
Nama Proyek / Project Name:
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama /Contracting Agency (CA):
Sektor (Energy, Air Minum dan Sanitasi, Transportasi, Telekomunikasi):
1. Status dan Uraian Singkat Proyek
1. Uraian Singkat Proyek :
a. Lingkup dan tujuan proyek:
b. Perkiraan bentuk kerjasama (BOT, BOO, BTO, Konsesi, lainnya):
c. Durasi kerjasama:
d. Lokasi Pelaksanaan Proyek :
e. Perkiraan Nilai Investasi Proyek:
f. Perkiraan Nilai Potensial Jaminan:
2. Dokumen yang telah disusun oleh Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK) :
3. Pembentukan dan Penetapan Tim KPS oleh PJPK (komposisi anggota):
2. Kesesuaian dengan Perpres No.67/2005 dan Perpres No.13/2010
1. Penetapan proyek prioritas oleh Menteri / Kepala Lembaga / Kepala Daerah (coret yang tidak
perlu) :
Ya
Tidak
2. Kesesuaian dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang/Menengah Daerah?
Ya
Tidak
Melalui Peraturan Daerah No. 3. Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah?
Ya
Tidak
4. Keterkaitan antar sektor dan antar wilayah?
Ya
Tidak
Sektor yang terkait:
Wilayah yang terkait:
5. Apakah pemilihan badan usaha akan dilakukan melalui pelelangan?
Ya
Tidak
6. Apakah proyek diprakarsai oleh badan usaha swasta?
Ya
Tidak
Melalui Surat Keputusan No.-
3. Kesiapan Studi Kelayakan Proyek
1. Apakah analisis kelayakan teknis sudah disiapkan?
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Waktu analisis tersebut dilakukan:
Ya
Tidak
2. Apakah analisis kelayakan hukum sudah disiapkan?
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Waktu analisis tersebut dilakukan:
Ya
Tidak
3. Apakah analisis kelayakan ekonomi sudah disiapkan?
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Waktu analisis tersebut dilakukan:
Ya
Tidak
4. Apakah analisis kelayakan finansial sudah disiapkan?
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Waktu analisis tersebut dilakukan:
Ya
Tidak
5. Apakah analisis kelayakan lingkungan dan sosial sudah disiapkan? Ya
Bila ya, sebutkan pihak yang melakukan analisis tersebut:
Kapan waktu analisis tersebut dilakukan:
Tidak
4. Perkiraan Kebutuhan Pembiayaan dan Skala Kebutuhan Penjaminan
1. Gambaran singkat mengenai total investasi proyek (nilai dan rencana investasi)
Biaya Persiapan Proyek: Biaya Lahan:
Biaya Konstruksi (EPC):
Biaya Financing (IDC, lainnya):
Biaya lainnya:
2. Penjelasan singkat mengenai kelayakan teknis proyek (teknologi yang dipilih):
3. Penjelasan singkat mengenai kelayakan hukum proyek (daftar peraturan/regulasi pendukung):
4. Penjelasan singkat mengenai kelayakan ekonomi proyek:
Tingkat kelayakan ekonomi proyek (EIRR):
5. Penjelasan singkat mengenai kelayakan finansial proyek:
Tingkat kelayakan finansial proyek (FIRR proyek):
Kebutuhan dan jenis dukungan pemerintah:
6. Penjelasan singkat mengenai kelayakan lingkungan dan sosial proyek:
7. Perkiraan jenis risiko dan lingkup penjaminan yang akan dibutuhkan (contoh: jaminan atas
perubahan peraturan perundang-undangan, dan lainnya)
Daftar lampiran dokumen-dokumen pendukung, antara lain:
1. Struktur organisasi PJPK
2. Dokumen pendukung penunjukan/penetapan sebagai PJPK
3. Studi kelayakan proyek (termasuk Deskripsi Dukungan Pemerintah, Project Cash Flow, Matriks
Alokasi Risiko dan Mitigasi Risiko, Cakupan Jaminan yang Dibutuhkan)
4. Skema proyek KPS
5. Rencana jadwal pengadaan proyek KPS
6. Dokumen Kelayakan Lingkungan dan Sosial
7. Draft Perjanjian Kerjasama Pemerintah dan Swasta
8. Informasi terkait PJPK
Diisi oleh,
Nama: .............................................
Jabatan: .........................................
Tanda Tangan: ...............................
Tempat/Tanggal: ...................................