lembaga perlindungan saksi di indonesia
elsauopUI !P
!s>les ue6unpuIIJad e6eqwal
Lembaga Perlindungan Saksi
di Indonesia
Sebuah Pemetaan Awal
エセ@
Supriyadi Wi dodo Eddyono
..
ICJR
Institute For Criminal Justice Reform
KOALISI
PERLINDUNGAN
SAKSI
Seri Position Paper Perlindungan Saksi dan Korban
Lembaga
Perlindungan Saksi
di Indonesia
Sebuah Pemetaan Awal
Supriyadi Widodo Eddyono
Indonesia Corruption Watch
Institute for Criminal Justice Reform
Koalisi Perlindungan Saksi
·
Seri Position Paper Perlindungan Saksi dan Korban
Lembaga Perlindungan Saksi di Indonesia
Sebuah Pemetaan Awal
Penyusun
Supriyadi Widodo Eddyono
Editor
Illian Deta Arta Sari
Emerson Yuntho
Cetakan Pertama
31 Maret 2007
Tata Letak dan Sampul
Ullin Daffa
Diterbitkan oleh
Indonesia Corruption Watch
Jalan Kalibata Timur IV D No.6 Jakarta Se1atan 12740
Telp. 021 7901885, 7994015 Fax. 7994005
Homepage : http/ /W\\'\v'antikorupsi.org
Email: icwmail@indosat.net.id
Bekerjasama dengan
Institute for Criminal Justice Reform
Koalisi Perlindungan Saksi
Buku ini diterbitkan atas dukungan
The Asia Foundation dan Canadian Embassy
rSBN: 978-979-97311-9-7
セ@
KATA PENGANTAR
:Hi
Walaupun Indonesia telah memiliki Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) yang diundangkan pada 11 Agustus 2006.
Namun secara formal, undang-undang ini masih dinilai tidak maksimal dalam mengatur
perlindungan terhadap saksi dan korban karen a masih terdapat bolong disana sini. Hal
tersebut tidaklah mengherankan melihat perjalanan lahirnya undang-undang ini proses
pembahasannya yang sempat mandeg di DPR sekitar lima tahun dan terkesan hanya
untuk memenuhi tuntutan masyarakat.
Salah satu amanat dari UU PSK adalah pembentukan Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban, yang selanjutnya disingkat LPSK. Pengaturan mengenai lembaga ini
dalam Ul! PSK juga terdapat persoalan. Meskipun pada bagian ketentuan umum l!U
PSK (Pasal 1) menyebutkan bahwa LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan
berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau
Korban sebagaimana diatur dalam l!ndang-Undang. Dan dalam pasal12 menyebutkan
LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan
pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam
Undang-U ndang ini. N amun jika ditelusuri kembali, kenyataannya tugas dan kewenangan
LPSK dalam UU PSK tidak diatur secara spesifik dalam ketentuan atau bab tersendiri.
Apa yang dimaksud dengan tugas dan kewenangan LPSK terbatas dan tersebar
dibeberapa pasal.
Selain yang diamanatkan oleh UU PSK, hal penting yang juga harus disiapkan
oleh pemerintah adalah cetak biru (blue ーイゥョセ@
ten tang kelembagaan LPSK. Adanya blue
print ini menjadi penting karena pengaturan mengenai kelembagaan dari LPSK dalam
UU PSK sendiri masih sangat umum. UU PSK hanya mengatur mengenai tanggung
jawab LPSK, keanggotaan dan proses seleksi LPSK, dan pengambilan keputusan dan
pendanaan namun tidak mengatur secara spesifik mengenai organisasi dan dukungan
kelembagaan, administrasi, SDM, pengawasan, serta tranparansi dan akuntabilitas dari
LPSK.
Diluar hal itu tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi ten tang UU PSK serta
LPSK itu sendiri. Meskipun telah diundangbn, namun tidak banyak publik maupun
kalangan praktisi dan penegak hukum mengetahui subtansi dari UU PSK dan seperti
apa Lembaga yang akan bertanggung jawab atas pemberian. Sosialisasi ini juga menjadi
penting agar masyarakat khususnya yang menjadi saksi dan korban suatu perkara dapat
mengetahui hak-hak yang dirniiliki, bentuk perlindungan yang diberikan dan prosedur
pelaporannya kepada LPSK.
Tidak dapat dipungkiri kehadiran LPSK juga menambah daftar panjang
deretan lembaga atau komisi yang ada. Hal ini mengingat Indonesia telah memiliki
banyak lembaga atau komisi yang bersifat independen. Dalam lima tahun terakhir,
vii
·j
puluhan lembaga nonstruktural terbentuk. Lembaga-lembaga ini ada yang berbentuk
komisi, komite, dewan, badan, at au lembaga. Beberapa lembaga nonstruktural yang
tinggal hanya menyandang nama, tak efektif, atau tumpang tindih, kini terancam untuk
diamputasi atau dilikuidasi.
Hingga April 2005, berdasarkan data Kompas sedikitnya terdapat 45lembaga
nonstruktural di Indonesia. Sebanyak 70 persen di antaranya dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden (keppres), 23 persen berdasarkan Cndang-Cndang (CU), dan 7
persen berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP). Jumlah anggota atau komisioner
lembaga-lembaga ini bervariasi, tetapi umumnya rata-rata jumlah anggota (termasuk
ketua dan wakil) ada tujuh orang.
Sementara, untuk kesekretariatannya, pegawainya seluruhnya diambilkan atau
merupakan pinjaman dari departemen-departemen atau instansi-instansi resmi
pemerintah yang sudah ada sebelumnya. kerja beberapa komisi ini dinilai tidak efektif
dan tumpang tindih sehingga muncul banyak usulan untuk melebur atau melikuidasi
saja komisi-komisi yang tidak efektif atau tumpang tindih tersebut. Di sisi lain, seperti
diakui Menneg PAN Taufiq Effendi, ada juga komisi-komisi yang masih telantar sampai
beberapa bulan atau bahkan tahunan setelah terbentuk karena anggarannya sendiri
belum jelas. Bahkan banyak dari anggota dan stafnya yang belum digaji. Kantor pun
tak ada, berpindah-pindah atau menumpang. Untuk biaya operasional, kadang-kadang
harus mengutang sana-sim, atau merogoh kocek sendiri. (Kompas, 30 April 2005,
Inj7asi Komisi, Inj7asi Beban APBN).
Belajar dari pengalaman yang sudah ada, jika tidak disiapkan secara matang
dan didukung penuh oleh semua pihak khususnya oleh pemerintah maka dikhawaarkan
LPSK akan mengulang ketidakefektikan dari lembaga-lembaga mandiri yang telah
terbentuk sebelumnya. Bukan adak mungkin LPSK nantinya akan menjadi Lembaga
Papan Nama.
Kertas Kerja (Position Paper) mengenai " Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban di Indonesia: Sebuah Pemetaan Awal" yang disusun oleh Supriyadi Widodo
Eddyono setidaknya telah meneermati adanya kelemahan yang ada di dalam UU PSK
tersebut, yang sedikit banyak akan mempengaruhi implementasinya khususnya dalam
pelaksanaan pemberian perlindungan bagi saksi dan atau korban.
Penyusun meneoba melakukan pemetaan (mappinj) awal mengenai beberapa
hal penting dalam LPSK seperti: Tugas, Kewenangan dan Tanggung Jawab LPSK,
Kedudukan LPSK, Keanggotaan LPSK, Struktur dan Pelaksanaan Tugas LPSK,
Pembiayaan dan Anggaran LPSK, serta Kerjasama .Antar Lembaga. Pemetaan dilakukan
dengan melakukan kajian terhadap substansi dari UU PSK, beberapa peraturan yang
relevan terkait dengan Lembaga Negara, beberapa artikel terkait dengan perlindungan
saksi dan korban dan komparasi dengan peraturan perlindungan saksi di berbagai
negara, serta diskusi terbatas terkait dengan LPSK yang dilakukan oleh IC\v bersama
dengan Koalisi Perlindungan Saksi di Jakarta
Positiotl paper yang disusun dimaksudkan untuk memetakan berbagai kendala
kelembagaan dan meneari jalan keluar dalam bentuk rekomendasi umum yang ditujukan
kepada para pihak yang nantinya bertangungjawab atas pelaksanaan UU PSK tersebut.
viii
ini ada yang berbcntuk
-c.?:1 lembaga nonstruktural yang
tindih, kini teraneam untuk
GセZj。ョァ@
GNセ@
sedikitnya terdapat451embaga
dibentuk berdasarkan
セNゥョ@
Cndang-Undang (CU), dan 7
.'.:mlah anggota atau komisioner
:.irara jumlah anggota (termasuk
"J.mya seluruhnya diambilkan atau
:en atau instansi-instansi resmi
-J.?a komisi ini dinilai tidak efektif
:: Clntuk melebur atau melikuidasi
:.:.ndih tersebut. Di sisi lain, seperti
Korrusi yang masih telantar sampai
;, tuk karena anggarannya sendiri
. .1. yang belum digaji. Kantor pun
セャ。ケ@
operasional, kadang-kadang
;endiri. (Kompas, 30 April 2005,
Rekomendasi ditujukan kepada pemerintah dan anggota LPSK untuk dapat mengambil
sikap dan tentunya dapat meminimalisir berbagai kelemahan yang ada. Rekomendasi
yang dihasilkan diharapkan dapat mendorong agar LPSK yang nantinya terbentuk
dapat efektif, berdaya dan berguna bagi upaya perlindungan saksi dan atau korban.
,\pa yang disampaikan dalam buku ini setidaknya dapat menjadi gambaran
awal mengcnai beberapa persoalan dan jalan keluar yang dapat diambil berkaitan
dengan pembentukan LPSK sekaligus mendorong perlunya menyusun eetak biru (blue
ーイゥョセ@
LPSK yang ideal di Indonesia.
Pada
kami memberikan apresiasi yang mendalam kepada Supriyadi
Widodo Eddyono atas kesediaan menyumbangkan pikirannya, Institute for Criminal
Justice Reform atas kerjasamanya dan kepada The Asia Foundation dan Canadian
yang memberikan dukungan atas penerbitan buku ini.
Jakarta, 31 Maret 2007
Indonesia Corruption Watch
.ka tidak disiapkan secara matang
h pemerintah maka dikhawatirkan
nga-lembaga mandiri yang telah
: nantinya akan menjadi Lembaga
_embaga Perlindungan Saksi dan
disusun oleh Supriyadi Widodo
:ahan yang ada di dalam UU PSK
nplementasinya khususnya dalam
, atau korban.
'?lupplniJ awal mengenai beberapa
セZャョ@
dan Tanggung Jawab
dan Pelaksanaan Tugas
: tar Lembaga. Pemetaan dilakukan
, PSK, beberapa peraturan yang
':;kel rerkait dengan perlindungan
- perlindungan saksi di berbagai
'::5 dilakukan oleh ICW bersama
セ@
,:K memetakan berbagai kendala
=..:omendasi umum yang ditujukan
" :-elaksanaan VV PSK tersebut.
ix
. セ@
DAFTAR 151
Kata Pengantar _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Daftar lsi
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latat belakang dan tujuan
1.2. Ruang Lingkup
1.3 Metode _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Bab II
Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi
2.1. LPSK sebagai lembaga yang Mandiri _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
2.2 Kedudukan LPSK
Bab III
Tugas, kewenangan dan tanggung jawab LPSK _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
3.1. Tugas dan kewenangan LPSK _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
3.2. LPSK membutuhkan kewenangan yang lebih besar
Bab IV
Keanggotaan Lembaga Perlindungan Saksi
4.1. Reptesentasi lembaga _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
4.2. Masa jabatan
4.3. Seleksi dan pemilihan Anggota
4.4. Syarat Umum Menjadi Anggota
4.5. Pemberhentian Anggota LPSK _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Bab V
Struktur dan pelaksanaan Tugas _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
5.1. Struktur Organisasi
5.2. Pengambilan keputusan di LPSK _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Bab VI
Pembiayaan dan Anggaran
6.1. Sumber Pembiayaan dan Anggaran
6.2. Dukungan pembiayan bagt Program LPSK
6.3. Biaya umum Program _ . __ . _ _.. _ _.._.. _ _.. ___ . .___ _
6.4. Biaya Khusus Program _ _.._.__.._.. __..____..
x
vll
X
1
1
2
2
3
3
5
7
7
7
11
11
12
12
13
14
15
15
17
19
19
22
22
24
Bab VII
KCrJasama :\ntar Lembaga
25
7.1. Kcrjasama dengan lembaga atau instansi lainnya
25
.2. Kerjasama dengan Icmbaga swasta dan organisasi masyarakat lainnya _ _セ@ 28
Vll
._ _ _ _ x
Bab VIII
Pcnutup
Kcsimpulan
Rckomendasi
29
29
Daftar Pus taka
32
LAMPIRAN
Profil Penulis
Profil leW
Profil ICJR
Pro fil Koalisi
33
3..J.
35
37
38
30
1
1
2
2
3
3
5
Jesar
- - _....
7
7
7
11
11
12
12
13
14
15
15
17
19
19
22
22
____ _........セ
_ _ _ 24
xi
8ab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban pada awalnya adalah
amanat yang didasarkan Ketetapan (fAP) MPR No. VIII Tahun 2001 tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolus! dan
.:-.Jcpotisme, yang menyatakan bahwa pedu adanya sebuah undang-undang yang
mengatur tentang perlindungan saksi. Berdasarkan amanat TAP MPR tersebut, maka
Badan Legislas! DPR RI kemudian mengajukan sebuah RUU Perlindungan Saks! dan
Korban pada tanggal 27 Juni 2002 dan elitandatangani oleh 40 anggota DPR dari
berbagai fraksi sebagai RUD usul inisiatif DPR.
Selanjutnya pada tangga130 Agustus 2005 Presiden SBY mengeluarkan sebuah
Surat Presiden (Supres) mengenai kesiapan pemerintah untuk pembahasan RUD
Perlindungan Saksi dan Korban (selanjutnya eli sebut Rue PSK) serta sekaligus
menunjuk Menteri Hukum dan liAM sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan
tersebut. Turunnya Surpres tersebut sudah menunjukkan itikad baik dari pemerintah
agar RUe PSK dapat segera eli bahas eli DPR.
Hal tersebut kemuelian eli respon oleh Komisi III DPR RI yang menetapkan
pembahasan RUU PSK dalam bentuk Panitia Kerja (pania). Proses pembahasan Rue
yang elibantu oleh wakil dari pemerintah elilakukan secara marathon sejak tanggal 8
Februari 2006, hasil pembahasan tersebut eli rumuskan oleh Tim Perumus (fimus)
dan Penelitian Bahasa (Libas) yang eliteruskan dalam Rapat KOm1si III dan Pleno
DPR. Pad a tanggal18 Juli 2006 akhirnya RUe ini elisahkan menjaeli UU No 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK).
Seperti yang eliketahui, UU PSK ternyata memiliki berbagai kelemahan baik
dalam lingkup konsep perlindungan, tata cara perlindungan, hak saksi maupun korban
sampai dengan masalah kelembagaan I. Banyaknya kelemahan yang ada eli dalam UU
PSK tersebut, sedikit banyak akan mempengaruhi implementasinya.
Tulisan ini akan mencoba memberikan rekomendasi umum terhadap berbagai
kelcmahan tcrkait dengan kelembagaan dalam UU .:-.Jo 13 Tahun 2006 ten tang
I
Liha\ UU perlindungan Saksi Belum Progresif, Supriyadl WIdodo Eddyono, ELSAMKoalisi Perlindungan Saksi.
2006.
1
Pcrlindungan Saksi dan Korban. Tujuan utamanya adalah Llntuk mcmberikan masukan
dalam implcmentasi DC PSK. Dlharapkan dengan membcrikan rckomcndm;i umum
terscbut maka para pihak yang bertangungjawab atas pelaksanaan CD PSI( dapat
mengambil sikap dan tcntunya dapat mengcliminlr berbagai kelemahan yang ada.
1.2. Ruang Lingkup
Eksplorasi yang dipilih un tuk penulisan rekomendasi umum tidaklah meneakup
seluruh aspek dari CD PSK, namun hanya terbatas pada bcbcrapa hal penting dan
prioritas tcrkait dengan kelembagaan dari Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK) yakni:
- Tugas, Kewenangan dan Tanggung .lawab LPSK
Kedudukan LPSK
- Keanggotaan LPSK
- Struktur dan Pelaksanaan Tugas LPSK
Pembiayaan dan Anggaran LPSK
- Kerjasama Antar Lembaga
1.3. Metode
Tulisan ini merupakan kajian sederhana yang bettujuan untuk melakukan
pemetaan awal terhadap LPSK, menemukan berbagai kendala kelembagaan dan
meneari jalan keluar dalam benruk rekomendasi yang bersifat umum. Oalam melakukan
pemetaan tersebut, kajian ini terlebih dahulu melihat substansi dari Undang-Undang
No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Substansi yang dijadikan
fokus adalah pengaturan yang terkait dengan kelembagaan dari LPSK,
Dntuk melakukan pemetaan kelembagaan perlindungan saksi, tim kajian
mengumpulkan beberapa refetensi yang diambil dari berbagai sumber yakl11: bebcrapa
peraturan yang relcvan terkait dengan Lembaga Negara, beberapa artikel terkait dengan
perlindungan saksi dan korban serta kamparasi dengan peraturan perlindungan saksi
di berbagai negara. Oalam proses ini tim kajian juga mendapatkan data yang diperlukan
dari hasil-hasil diskusi terbatas yang dilakukan di Jakarta
Oiskusi terbatas untuk masalah kelembagaan dari LPSK ini dilakukan sebanyak
dua kali yai tu pada tanggal 16 Februari 2007 dan tanggal 7 ?vfarct 20071 dengan
mengundang beberapa pihak terkait yang memberi perha tian kepada \vaeana
perlindungan saksi dan karban. Pihak terkait tersebut an tara lain beberapa Oepartemen
dilingkungan pcmerintah, komisi negara, akademisi, advokat, pers dan aktivis LSl\J.
Setelah mendapatkan input dari beberapa diskusi terbatas, penyusun kemudian
melakukan analisis dari data terse but.
Diskusi terbatas dengan lema "Meneari Format LPSK yang Idea! "dilaksanakan di Hote! Cemara tanggal16
Februari 2006, Diskusi ini oilakukan oleh ICW dan Koalisi Perlindungan Saksi dengan dukungan dart The Asia
Foundation.
; D!skusi terbatas dengan lema" Mencerma'i Problemal:ka Lembaga Negera" dilaksanakan di Hotel Cemara tanggal
7Marer 2007. Diskusi ini oilakukan oleh oleh ICW aan Koalisi Perlirdungan Saksl dengan dukungan oari The ,Asia
Foundation.
2
alah untuk memberikan masukan
nemberikan rekomendasl umum
tas pelaksanaan L L PSK dapat
)erbagai kclemahan yang ada.
1endasi umum tidaklah meneakup
pada beberapa hal penting dan
'erlindungan Saksi (LPSK) yakni:
Bab II
Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi Korban
2.1. LPSK sebagai Lembaga yang Mandiri
mg bertujuan untuk melakukan
)agai kendala kelembagaan dan
)ersifat umum. Dalam mclakukan
[ substansi dari Dndang-Undang
';::orban. Substansi yang dijadikan
)agaan dari LPSK.
perlindungan saksi, tim kajian
berbagai sumber yakm: beberapa
'a, beberapa artikel terkait dengan
;an peraturan perlindungan saksi
endapatkan data yang diperlukan
lrta
dari LPSK im dilakukan sebanyak
tanggal 7 Maret 2007 1 dengan
Jeri perhatian kepada \vaeana
""ntara lain beberapa Departemen
advokat, pers dan aktivis LS""L
terbatas, penyusun kemudian
DC PSK menyatakan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri+. Apa yang
dimaksud mandiri dalam UU mi, lebih tepatnya adalah sebuah lembaga yang
independen (biasanya disebut sebagai komisi independen), yakni organ negara (.I·tate
orgam) yang di idealkan independen dan karenanya berada di luar eabang kekuasaan
baik Eksekutif, Legislatif maupun Judikatif, namun memiliki fungsi eampuran an tar
ketiga eabang kekuasaan tersebuto. Apa yang dimaksud dengan independen? Dalam
berbagai kepustakaan, yang dimaksud dengan independen adalah: (1) berkaitan erat
dengan pemberhentian anggota kOnUsi yang hanya dapat dilakukan berdasarkan sebabsebab yang diatur dalam undang-undang pembentukan kOnUsi yang bersangkutan,
tidak sebagaimana lazimnya komisi negara biasa yang dapat sewaktu-waktu
diberhentikan oleh presiden karen a merupakan bagian dan eksekutif!' (2) bila dinyatakan
seeara tegas oleh kongres dalam undang-undang kOnUsi yang bersangkutan atau bila
Pre sid en dibatasi untuk tidak seeara bebas memutuskan (discretional)' de[uion)
pemberhentian pimpinan konUsi 7 .(3)Sifat independen juga tereermin dan kepemimpinan
yang kolektif, bukan hanya seorang pimpinan (4) kepemimpinan tidak dikuasai/
mayoritas berasal dari partai politik tertentu dan (5) masa jabatan pemimpin komisi
tidak habis seeara berrsamaan, tetapi bergantian (starggerd termJ) R.
Karena merupakan lembaga yang mandiri maka kemudian DD PSK tidak
mcletakkan struktur LPSK berada di bawah instansi manapun baik instansi pemenntah
(cksekutif) maupun lembaga negara latnnya. \,(Talaupun dari segi finansiallembaga 1nl
didukung sepenuhnya dan keuangan negara. Pilihan UD terhadap model lembaga
4
5
::llaksanakan di Hotel Cemara tanggal16
::Jan Saksi dengan dukungan dari The Asia
6
:2era" dilaksanakan di Hotel Cemara tanggal
.ngan Saksi dengan dukungan dari The Asia
8
Lihat Pasal11 ayat (1) UU No 13 Tahun 2006.
Lihat Denny Indrayana, Komisi Negara Independen, Evaluasi Kekmian dan Tantangan Masa Depan, makalah
Diskusi Terbatas "Mencermati Problematika Lembaga negara, rekomendasi bagi pembentukan LPSK", yang
dilaksanakan oleh ICW dan Koalisi Perlindungan Saksi, Jakarta, 7 Maret 2007 yang dikutip dari Jimly Ashidik
Struktur Kenegaraan Indonesia setelah perubahan Keempat UUD Tahun 1945. makalah dalam Seminar Pembangunan
Hukum nasional VIII, Denpasar 1418 Juli 2003.
Ibid. dikutip dari Michael R. Asimow dalam Administratif Law, 2002. Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung
Amerika Serikat dalam perkara Humprey's Executor v. United States.
Ibid. dikutip dari William F. Fox Jr, Understanding Administratif Law, 2000, him 56.
Ibid. Dikutip dari William F. Funk dan Richard H. Seamon dalamAdministratif Law: Example &Explanation, 2001,
him 7.
3
· j
sepcrti mi tentunya menyempai berbagai lembaga negara yang tdah ada seperti: Komnas
J lAM, 1(PK, PPXl'K dan lain sebagainva. Apa yang menjadi pertimbangan dati para
pemmus l'U untuk menetapkan moddlembaga seperti ini? Dari berbagai dokumen
yang ada, keputusan untuk memilih model lembaga ini terkait dengan beberapa
argumentas1.
keinginan untuk membuat lembaga yang secara khusus mengumsi
masalah petlindungan saksi dan korban yang tidak berada di bawah institusi yang
sudah ada, yakni kepolisian atau kejaksaan, Komnas HA:lv1 atau Departemen Hukum
dan HAl'vP. "!\danya ketidakpercayaan terhadap kinetja beberapa ins titusi tersebut yang
menyebabkan mengapa pilihan mandiri ini dikemukakan oleh para perumus Uu. Hal
ini juga terkait dengan trend yang ada, pada umumnya setelah reformasi, terjadi
ketidakpercayaan terhadap institusi yang terkait pemerintah atau berada dalam
pemerintah sehingga para perumus awal RDD PSK mendorong agar program
perlindungan saksi disupervisi oleh lembaga bam di luar lembaga yang tdah ada.
Kedua, karena institusi yang lainnya sudah merniliki beban tanggungjawab
yang besar, oleh karena itu jangan sampai program perlindungan membebani lagi
lembaga-Iembaga terse but.
Bila kita bandingkan dengan beberapa moddlembaga perlindungan saksi di
beberapa negara, maka kedudukan lembaga perlindungan saksinya berada di bawah
supervisi dari intansi tertentu. Amerika Serikat misalnya, program perlindungan saksi
(\'VITSEC) berada di bawah Departement of jUftii'e yang dipimpin oleh Jaksa Agung,
yang ditujukan un tuk mempermudah akses dan koordinasinya I". i\Erika Selatan 11, juga
membuat model yang hampir sama. Sedangkan Kanada meletakan program
perlindungan saksi dibawah Jaksa Agung yang dikelola oleh kornisiond". Inggris
merniliki program perlindungan saksi yang berada dalam stmktur kepolisian negara
bagian, dan juga ada dalam struktur kepolisian federal n, dernikian Juga dengan pro-
Adanya ketidakpercayaan terhadap kineqa beberapa institusi tersebut yang menyebabkan mengapa pilihan mandlri
ini dikemukakan oleh para perumus UU. Hal ini juga terkait dengan trend yang ada, pada umumnya setelah
reformasi, terjadi ketidakpercayaan terhadap inslilusi yang terilait pemerinlah atau berada dalam pemerintah sehingga
para perumus awal RUU PSK mendorong agar program perlindungan saksi disupervisl oleh lembaga baru di luar
lembaga yang lelah ada. Lihat Supriyadi Widodo Eddyono. UU Perlindungan Saksi belum progresif, ELSAM &
Koalisi Perlindungan Saksi, 2006.
Lihat: Supriyadi Widodo Eddyono, Pemberian perlindungan Saksi dlAmerika Serikat, ELSAM, 2004. UntLJk melihal
sejarah program penindungan saksi yang lebih detillihatjuga: Pete Earley dan Gerarld Shur, WIT SEC Pengalaman
Program Perlindungan Saksi Federal AS. ELSAM, 2005
l' Lihat Supriyadi Widodo Eddyono, UU Perlindungan Saksi di Afrika Selalan, 2005. belum dipublikasikan. Undang
Undang Perlindungan saksi di Afsel diberi mandai unluk membentuk suatu lembaga yang berada dalam sebuah
Departemen Kehaklman yang dinamai "Iembaga untuk Perlindungan Saksi". Menurut UU ini, Menteri kehakiman
berwenang untuk mengurus secara administrasi mengenai lembaga In! termasuk kewenangan untuk (1) mendlrikan
sebuah kantor cabang Jawatan di daerah manapun (2) Menutup kantor alau menggabungkan suatu kantor cabang
:iengan kantor cabang lain, (3) dan boleh melakukan penataan administratif dan !ainIain
dlanggapnya perlu
untuk tujuan itu
'2 Lihat: Supriyadl Wldodo Eddyono, Perlindungan Saksi dalam UU Perllndungan Saksi di Kanada, 2006. Belum
dipublikasikan
13 Lihat: Nicholas R. Fyfe, Perlindungan Saksi TerintimidasL ELSAM, 2006
4
ada seperti: Komnas
pertimbangan dari para
LセZ@
:n:: Dan berbagal dokumen
:n: rerkait dengan beberapa
: ang seeara khusus mengurusi
セlイZャ、。@
di bawah mstitusi yang
; L \\[ atau Departemen Hukum
, セ・「イ。ー@
institusi tersebut yang
ZセNュ@
oleh para perumus DC. Hal
Zセイ[MQ@
setelah reformasi, terjadi
:,c:11ertntah atau berada dalam
':::j" mendorong agar program
:.:.u lembaga yang telah ada.
:::emiliki beban tanggungJawab
;-;erll11dungan membebani lagi
'.':1:;; [dah
.c;t!.lJl
;embaga perlindungan saksi di
saksinya berada di ba\vah
:'. 'a, program perlindungan saksi
,:,,? dipimpin oleh Jaksa Agung,
Zセャ。ウゥョケ
10. Afrika Selatan 1 J, juga
: Kanada meletakan program
セZッャ。@
oleh komisioner12, Inggris
:Jlam struktur kepolisian negara
.11 demikian juga dengan proc.
GZセ。ョ@
I"
ang menyebabkan mengapa pilihan mandiri
- 'rend yang ada, pada umumnya setelah
セZ。ィ@
atau berada dalam pemerintah sehingga
, sakSI disupervisi oleh lembaga baru di luar
dungan Saksi belum progresif, ELSAM &
セL・ョォ。@
Sf
Serikat ELSAM, 2004. UntUk melihal
dan Gerarld Shur, WITSEC: Pengalaman
, alan, 2005, belum dipublikasikan Un dang
5Jatu lembaga yang berada daam sebuah
Sakst" m・ョオイセQ@
UU ir,L Menteri kehakiman
'.sncasuk kewenangan ur:tuk (1) mendlrikan
.a:au menggabungkan SJatu Kantor cabang
:'8[li danlaln,lam se!8uh dlanggapnva perlu
Saksi di Kanada, 2006, Belum
gram perlindungan saksi di Jerman yang berada dalam struktur kepolisian yang disebut
sebagai
(unit perlindungan saksi) 1" .
Bila dilihat dari karakteristik tugas dan pekerjaan maka LPSK sebenarnya
merupakan model lembaga yang menjadi pendukung (supporting) dati pekeqaan
lembaga/institusi lainnya h . Implikasinya, atas karakteristik pekerjaan tersebut
menyebabkan LPSK tidak akan terlepas dari keberadaan beberapa lembaga penegak
hukum yang ada H ,. Dad segi politik hal ini membutuhkan seni dan eara penempatan
yang baik agar bisa menempatkan dir! pada posisi tersebut. Oleh karena itulah maka
LPSK dengan jelas harus membangun posisi kelembagaannya yang berada dian tara
dua kepentingan yakni kepentingan pertama yang dimandatkan oleh DU PSK sebagai
lembaga yang bersifat mandiri, namun dari kepentingan kedua yakni untuk menjalankan
program juga harus didukung oleh instan5i terkait yang dalam prakteknya akan
menimbulkan iri5an kewenangan dengan instansi tersebut.
2.2. Kedudukan LPSK
DD No 13 Tahun 2006 memprioritaskan kedudukan LPSK ini berada di
ibukota negara Republik Indonesia 17, Hal ini merupakan kebiasaan yang dapat dimaklumi
bagi kedudukan sebuah lembaga negara. Namun di samping berkedudukan di ibukota
negara, DD juga memberikan keleluasaan bagi LPSK untuk membentuk perwakilannya
di daerah lainnya jika hal tersebut sesuai dengan kebutuhan dad LPSI(18. Pilihan UU
untuk memberikan akses bagi LPSK untuk mendirikan lembaga perwakilan adalah
pilihan yang tepat karena dad segi geografis wilayah republik Indonesia yang lumayan
luas dan akses informasi maupun komunikasi yang terbatas baik antar wilayah maupun
antar ibukota dengan wilayah lainnya, Lagi pula, kasus-kasus intimidasi terhadap saksi
yang terjadi selama ini justru paling banyak di luar wilayah ibu kota Negara RP'i.
Perwakilan di daerah lainnya ini bisa ditafsirkan seeara luas, yakni bisa berada
di tingkat region tertentu (antar propinsi) misalnya memilih di beberapa wilayah tertentu,
Indonesia Timur, Indonesia barat dan lain sebagainya. Perwakilan LPSK bisa juga
didirikan di tiap propinsi atau bahkan di tingkat kabupaten-kebupaten tertentu. Atau
dalam kandisi khusus (penting dan mendesak) LPSK perwakilan bisa juga didirikan di
wilayah terpilih, misalnya karena tingginya kasus intimidasi dan aneaman saksi di daerah
tertentu maka LPSK mendirikan kantor perwakilannya. Di samping itu perwakilan
untuk LPSK ini bisa juga didirikan seeara permanen atau seeara ad hot tergantung
situasi yang mendukungnya,
Walaupun idealnya LPSK ini ada ditiap wilayah Prapinsi, namun kebutuhan
untuk mendirikan perwakilan tersebut juga akan memberikan implikasi atas sumberdaya
,4 Uhal Dina Zenita, Mengenal Perlindungan Saksi di Jerman, ICW, 2006
Lihat Nolulensi Diskusi terbalas mengenai lembaga negara, langgal7 Maret 2006 yang dilaksanakan oleh ICW dan
Koalisi Perlindungan Saksi
16 Ibid, Uhat juga pembahasan Bagian Kerjasama Antar Lembaga
11 Lihat Pasal11 ayat (2) UU No 13 Tahun 2006.
15 Lihat Pasal11 ayat (3) UU No 13 tahun 2006
19 Lihat Supriyadi Widodo dkk, Sanksi dalamAncaman; dokumentasi Kasus, ELSAM, 20Q41ihat juga beberapa kasus
yang terdokumentasi oleh ICW dan Koalisi Perlindungan Saksi
10
5
· j
yang besar pula, baik dari segi pembiayaan, maupun penYlapan infrastruktur dan
sumberdaya manusianya. J angan sampai pendirian perwakilan tersebm justru malah
kontraproduktif dengan tujuan dari LPSK misalnya makin membebani kerja-kerp
yang ェオセエイ@
menjadi prloritas LPSK karena problem administrasi dan lain sebagamya.
Selain itu perlu dibuat sebuah standar kerja, indikator kebutuhan dan standar prioritas
bagi pendirian perwakilan LPSK. Jangan sampai pendirian tersebut karen a alasanalasan yang berada di luar kebutuhan dari LPSK sendiri.
Disamping itu clalam hal pendirian perwakilan dibutuhkan pula rene ana jangka
panjang yang strategis clalam hal kontinuitas lembaga, jangan sampai LPSK pusat hanya
mampu membangun atau mendirikan perwakilan namun tidak begitu peduh atas
sumberdaya yang harus clisiapkan untuk berjalannya lembaga perwakilan tersebut.
Masalah koorclinasi antar perwakilan Juga perlu diperhatikan dengan serius terutama
berkaitan dengan jurisdiksi antar perwakilan. Demikian pula clukungan dari instansi
terkait di wilayah perwakilan.
6
'.:[1 pcnyiapan infrastrukmr dan
:,crwak.llan tcrsebut justru malah
.\ makin membcbani kcrp-keqa
dan lain sebagainya.
kcburuhan dan standar prioritas
cndirian tersebut karena alasan""il::'L
dibutuhkan pula rencana jangka
..mgan sampai LPSK pusat hanya
::.1l11Un tidak begitu peduli atas
lcmbaga perwakilan tersebu t.
:Larikan dengan serius terutama
:.:ao pula dukungan dari instansi
Bab III
Tugas, Kewenangan dan Tanggung Jawab LPSK
3.1. Tugas dan Kewenangan LPSK
L:U No 13 Tahun 2006 dalam ketentuan umumnya telah menyatakan bahwa
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. yang selanjutnya disingkat LPSK, adalah
lembaga yang
dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hakhak
lain kepada Saksi danl atau Korban sebagaimana diatur dalam UndangUndang. Namun
UU PSK tidak merinci rugas dan kewenangan dari LPSK tersebut lebih lanjuf", perumus
llll kelihatannya tidak menjabarkan tugas dan kewenangan LPSK dalam suatu bagian
atau bab tersendiri dalam UU No 13 tahun 2006 seperti peraturanlainnya, melainkan
menyebarkan di seluruh UU.
dan kewenangan LPSK yang tersebar dalam Ull No 13 Tahun 2006,
yaitu:
1. rvlenerima permohonan Saksi danl atau Korban untuk perlindungan (Pasal 29).
2. Memberikan kepu m san pemberian perlindungan Saksi danl atau Korban (pasaI29).
3. t.femberikan perIindungan kepada Saksl dan/atau Korban (1)asal 1).
4. l\fenghentikan program perlindungan Saksi danl atau Korban (pasal 32).
5. McngaJukan ke pengadilan (berdasarkan keinginan korban) berupa hak atas
kompensas! dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan hak atas
restitusl atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana
(Pasal
6. Menerima permintaan tertulis dari korban ataupun orang yang mewakili korban
untuk bantuan (1)asal 33 dan 34).
7 Menentukan kelayakan, jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan diberikannya
bantuan kcpada Saksi danl atau Korban (pasa! 34).
8. Bekerja sama dengan instansl terkait yang berwenang dalam melaksanakan pemberian
perlindungan dan bantuan.(pasa!39)
3.2. LPSK Membutuhkan Kewenangan yang Lebih Besar
dilihat dari tugas maupun kewcnangan yang diberikan oleh UU PSK
Lihal Pasal12 UU No 13 Tahun 2006.
7
·セ@
rerhadap LPSK, secara umum terkesan sudah mencukupi, Namun jika diperhatikan
dengan reliti, apalagl Jika dikaitkan dengan mandat dari undangundangnya maka
ke,venangan dari lembaga ini masih kurang memadaL A,da beberapa hal penting yang
sebaiknya menjadl kewenangan LPSK adalah yang seharusnya masuk di dalam UC
No 13 Tahun 2006 yakm:
Diberikan wewenang untuk menentukan layallanIayanan apa yang akan diberikan
bag! saksi. untuk memberikan bukti dalam persidangan apapun. LPSK sebaiknya
diperbolehkan membuat peraturanperaturan yang berhubungan dengan21 :
o bantuan dan dukungan bagi saksi selama di pengadilan;
o penyediaan tempat khusus bagi saksi di pengadilan;
o konsultasi bagi para saksi; dan
o hal·hallain yang oleh LPSK dipandang sangat perlu diatur untuk menyediakan
pelayanan bagi saksi di pengadilan;
Melaksanakan tugastugas administratif menyangkut perlindungan saksi dan orangorang terkait, termasuk menyangkut perlindungan sementara dan layananlayanan
lainnya.
Membuat perjanjianperjanjian ten tang bantuan yang akan dilakukan oleh orangorang, insutusi atau organisasi. 1'viisalnya membuat kesepakatan dengan Departemen
dilingkungan Pemerintahan lainnya, atau membuat perjanjian dengan orang, institusi
atau organisasi untuk kepentingan LPSK yang lebih luas yakni:
Diberikan wewenang untuk (1) menggunakan fasilitas atau perlengkapanperlengkapan milik atau yang ada di bawah penguasaan departemen, orang, institusi
atau organisasi tersebut; (2) mendapatkan dokumendokumen atau informasi lainnya
yang dibutuhkan dalam rangka perlindungan seseorang yang dilindungi; atau
menyangkut berbagai hal yangakan membuat ketentuanketentuan UndangUndang
Perlindungan Saksi dan Korban ini dapat berjalan.
Menetapkan langkahlangkah dan caracara bagaimana ketentuanketentuan UU
PSK mesti dijalankan oleh kantorkantor cabangnya jika ada dan menunJuk tempattempat yang akan difungsikan sebagai tempattempat aman. LPSK harus juga
mengawasi para staf di lembaga perlindungan saksi; dan boleh menjalankan
kewenangan dan harus me1aksanakan fungsi at au mengerjakan tugastugas yang
diberikan, ditugaskan atau dibebankan kepadanya oleh atau berdasarkan Undang
Undang,
Secara tertulis mendelegasikan kewenangan, fungsi dan tugastugas yang diberikan,
ditugaskan atau dibebankan kepadanya kepada anggota lain di LPSK. Anggota
LPSK yang didelegasikan kewenangan, fungsi dan tugastugas sebagaimana
dimaksud dalam bagian di atas, harus menjalankan kewenangan, me1aksanakan
fungsi dan tugastugas dibawah pengawasan dan petunjuk dati ketua LPSK;
Ketua LPSK dapat sewaktuwaktu mencabut pendelegasian secara tertulis, dan
21
Modelmodel kewenangan seperti ini ada dalam UU Pertindungan Saksi di Afrika Selatan, UU Perlindungan Saksi
di Quensland, Perlindungan Saksi di Kanada, Perlindungan Saksi diAmerika Serikat, di Jerman dll.
8
ᄋセ@ :J;. ' \ :1nml1
jika dtperhatikan
maka
hal penting yang
,r'Ynnl masuk di dalam LIT
pendelegasian kcwcnangan, fungsi dan tugas-tugas tidak menghalangi ketua
menjalankan, melaksanakan atau mengerjakan kewenangan, fungsi dan tugas-tugas
itu sendiri;
Scmua Dcpartemen dilingkungan pcmcrin tab harus memberikan bantuan yang
sekiranya diperlukan dalam rangka menjalankan, melaksanakan atau mengerjakan
kewenangan, fungsi dan tugas-tugas yang diberikan, ditugaskan atau dibebankan
kepada ketua oleh atau menurut CC PSK
Ke\venangan lainnya yang dibutuhkan oleh lembaga ini dalam kaitannya dengan
lembaga penegak hukum lainnya adalah hak memberikan rekomendasi ten tang
kondisi saksi maupun korban termasuk ketika saksi akan memberikan keterangan
dalam persidangan-persidangan pidana.
Memiliki hak untuk tidak memberikan informasi ten tang data-data tertentu dari
saksi (rabasia) yang masuk dalam program perlindungan saksi
'.1nall apa yang akan dlberikan
apapun. LPSK sebaiknya
セ@ berhubungan dengan 21 :
::Ddilan;
Gセ_LャABQ@
::'':In:
セ・イャオ@
diatur untuk menyediakan
.:: perlindungan saksi dan orang·
. semen tara dan layananlayanan
.mg akan dilakukan oleh orangセ・ウー。ォエョ@
dengan Departemen
?erjanjian dengan orang, institusi
llh luas yakni:
fasilitas atau perlengkapan'aan departemen, orang, institusi
·dokumen atau informasi lainnya
セウ・ッイ。ョァ@
yang dilindungi; a tau
man -keten tuan U ndang- Undang
mana ketentuan-ketentuan UU
a jika ada dan menunjuk tempat:mpat aman. LPSK harus juga
saksi; dan boleh menjalankan
I mengerjakan tugas-tugas yang
oleh atau berdasarkan Undangdan tugas-tugas yang diberikan,
nggota lain di LPSK Anggota
dan tugas-tugas sebagaimana
セ。ョ@
kewenangan, melaksanakan
)etunjuk dari ketua LPSK;
ndelegasian secara tertulis, dan
Problem atas minimalnya kewenangan dati LPSK dalam prakteknya akan
menyulitkan peranan-peranan dari LPSK22 • Karena tidak bisa dipungkin bahwa pada
umumnya problem eksistensi antar lembaga negara maupun antar instansi pemerintah
bisa dikatakan tidak akan pernah hilang (lihat juga paparan pada bab III?3. Perlu
diperhatikan pula jangan sampa! kewenangan dari LPSK berbenturan pula dengan
kewenangan lembaga lainnya. Hal ini pula yang harus dikaji seeara lebih mendalam
dalam kerja· kerja LPSK dimasa datang. Jib ada benturan kepentingan ataupun mandat
sebaiknya sesegera mungkin diperkeeiL
Namun, karen a UU No 13 Tahun 2006 sudah menentukan secara terbatas
kewenangan dari LPSK maka, untuk membantu dan mendukung kerja-kerja LPSK
nantinya sebaiknya setelah terbenruk, LPSK hams segera membuat (pemetaan) daftar
ke\vcnangan dan turunan kewenangan yang telah dimandatkan dari CU l'\ 0 13 tahun
2006. Setdah melakukan pemetaan, LPSK kemudian menyisir beberapa kelemahan
dari kewenangan dan menutupinya dengan menetapkan dalam sebuah keputusan internal LPSK. \Valaupun nantinya keputusan LPSK mungkin terbatas sekali dapat
diterapkan di luar LPSK. Namun dengan mdakukan pemetaan kebutuhan, (tentunya
untuk mempcrbesar kewenangan) LPSK bisa juga mcnggunakan perjanjian-perjanjian
atau membuat Surat Keterangan Bersama (SK13) dengan berbagai instansi lainnya,
tentunya dengan difasilitasi oleh pemerintah. Dengan menggunakan model SKB atau
perjanjian kerjasama ini diharapkan problem kewenangan antar lembaga ini dapat
diminimalisir.
3.3. Tanggung Jawab LPSK
Undang-Undang No 13 Tahun 2006 menyatakan LPSK bertanggung jawab
Per1u diberi catatan bahwa 'J'J PSK memberikan status kemandirian dari LPSK (lihat bab II), Namun statusnya
yang mandiri ini tidak dijukung dengan mandat atau kewenangan yar.g cukup.
23 Sebagai contoh, ketikaAmerika Serikat pertamasekali menerapkan program perlindungan saksi ini, kecemburuan
dan eksistensi antar lembaga mel1Jpaka'l faktor penghambat dalam operasioperasi perlindungan. Lihat Pete Earley
dan Gerarld Shur, WITSEC Pengalaman program perlindungan Saksi Federal AS, ELSAM, 2005
i2
si diAfrika Selatan, UU Pertindungan Saksi
merika Serikat, di Jerman dlL
9
· j
kepada Presiden. Implikasi atas hal ini maka presiden sebagai pejabat negara tertinggi
yang bertanggungjawab atas kerjakerja dari LPSK dan oleh karena itu pula maka
presiden harus memfasilitasi lembaga ini sesuai dengan mandat dan tugasnya. Jangan
sampai lembaga ini dibiarkan menjadi lembaga yang dikucilkan dan tak terdukung oleh
Presiden.
Disamping itu DU PSK menugaskan LPSK untuk membuat laporan secara
berkala ten tang pelaksanaan tugas LPSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling sedikit
sekali dalam 1 (satu) tahun 2•• Penugasan ini adalah sebagai fungsi kontrol dari DPR
sebagai perwakilan rakyat Indonesia. Namun perlu diperhatikan isi dan format seperti
apa yang harus dilaporkan kepada DPR maupun Presiden. Karena laporanlaporan
tersebut jangan sampai membuka informasi yang justru telah ditetapkan sebagai rahasia
oleh LPSK dan UU No 13 Tahun 2006.
Disamping sebagai fungsi kontrol dan pengawasan kinerja, DPR juga
seharusnya menjadi partnerdari LPSK baik sebagai pendukung program LPSK maupun
pemberi rekomendasi yang membantu pengembangan program LPSK itu sendiri.
"Lihal Pasal '13 UU No 13 Tahun 2006.
10
セ・「。ァゥ@
pejabat negara tertinggi
dan oleh karen a itu pula maka
セNQZ@
mandat dan tugasnya. Jangan
ilkuCllkan dan tak terdukung oleh
1
セ@
untuk membuat laporan secara
.0 Pe!\Vakilan Rakyat paling sedikit
ebagai fungsi kontrol dati DPR
:perhatikan isi dan format seperti
residen. Karena laporanIaporan
:u relah ditetapkan sebagai rahasia
lengawasan kinerja, DPR juga
1dukung program LPSK maupun
an program LPSK itu sendiri.
BablV
Keanggotaan LPSK
4.1. Representasi Lembaga
Berdasarkan UndangUndang,Anggota dariLPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang
yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang pemajuan,
pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia. UU PSK juga
telab menetapkan siapa saja (representasi) yang berhak menjadi anggota dari lembaga
ini yakni representasi dari: kepolisian, kejaksaan, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Komnas HAM, advokat, akademisi atau lembaga swadaya masyarakat.
Dari ketentuan yang demikian bisa dilihat bahwa lembaga im, oleh perumusnya
meniru bentukbentuk lembaga atau komisi negara yang telah ada saat ini 25 • I
!s>les ue6unpuIIJad e6eqwal
Lembaga Perlindungan Saksi
di Indonesia
Sebuah Pemetaan Awal
エセ@
Supriyadi Wi dodo Eddyono
..
ICJR
Institute For Criminal Justice Reform
KOALISI
PERLINDUNGAN
SAKSI
Seri Position Paper Perlindungan Saksi dan Korban
Lembaga
Perlindungan Saksi
di Indonesia
Sebuah Pemetaan Awal
Supriyadi Widodo Eddyono
Indonesia Corruption Watch
Institute for Criminal Justice Reform
Koalisi Perlindungan Saksi
·
Seri Position Paper Perlindungan Saksi dan Korban
Lembaga Perlindungan Saksi di Indonesia
Sebuah Pemetaan Awal
Penyusun
Supriyadi Widodo Eddyono
Editor
Illian Deta Arta Sari
Emerson Yuntho
Cetakan Pertama
31 Maret 2007
Tata Letak dan Sampul
Ullin Daffa
Diterbitkan oleh
Indonesia Corruption Watch
Jalan Kalibata Timur IV D No.6 Jakarta Se1atan 12740
Telp. 021 7901885, 7994015 Fax. 7994005
Homepage : http/ /W\\'\v'antikorupsi.org
Email: icwmail@indosat.net.id
Bekerjasama dengan
Institute for Criminal Justice Reform
Koalisi Perlindungan Saksi
Buku ini diterbitkan atas dukungan
The Asia Foundation dan Canadian Embassy
rSBN: 978-979-97311-9-7
セ@
KATA PENGANTAR
:Hi
Walaupun Indonesia telah memiliki Undang-Undang No 13 Tahun 2006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) yang diundangkan pada 11 Agustus 2006.
Namun secara formal, undang-undang ini masih dinilai tidak maksimal dalam mengatur
perlindungan terhadap saksi dan korban karen a masih terdapat bolong disana sini. Hal
tersebut tidaklah mengherankan melihat perjalanan lahirnya undang-undang ini proses
pembahasannya yang sempat mandeg di DPR sekitar lima tahun dan terkesan hanya
untuk memenuhi tuntutan masyarakat.
Salah satu amanat dari UU PSK adalah pembentukan Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban, yang selanjutnya disingkat LPSK. Pengaturan mengenai lembaga ini
dalam Ul! PSK juga terdapat persoalan. Meskipun pada bagian ketentuan umum l!U
PSK (Pasal 1) menyebutkan bahwa LPSK, adalah lembaga yang bertugas dan
berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada Saksi dan/atau
Korban sebagaimana diatur dalam l!ndang-Undang. Dan dalam pasal12 menyebutkan
LPSK bertanggung jawab untuk menangani pemberian perlindungan dan bantuan
pada Saksi dan Korban berdasarkan tugas dan kewenangan sebagaimana diatur dalam
Undang-U ndang ini. N amun jika ditelusuri kembali, kenyataannya tugas dan kewenangan
LPSK dalam UU PSK tidak diatur secara spesifik dalam ketentuan atau bab tersendiri.
Apa yang dimaksud dengan tugas dan kewenangan LPSK terbatas dan tersebar
dibeberapa pasal.
Selain yang diamanatkan oleh UU PSK, hal penting yang juga harus disiapkan
oleh pemerintah adalah cetak biru (blue ーイゥョセ@
ten tang kelembagaan LPSK. Adanya blue
print ini menjadi penting karena pengaturan mengenai kelembagaan dari LPSK dalam
UU PSK sendiri masih sangat umum. UU PSK hanya mengatur mengenai tanggung
jawab LPSK, keanggotaan dan proses seleksi LPSK, dan pengambilan keputusan dan
pendanaan namun tidak mengatur secara spesifik mengenai organisasi dan dukungan
kelembagaan, administrasi, SDM, pengawasan, serta tranparansi dan akuntabilitas dari
LPSK.
Diluar hal itu tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi ten tang UU PSK serta
LPSK itu sendiri. Meskipun telah diundangbn, namun tidak banyak publik maupun
kalangan praktisi dan penegak hukum mengetahui subtansi dari UU PSK dan seperti
apa Lembaga yang akan bertanggung jawab atas pemberian. Sosialisasi ini juga menjadi
penting agar masyarakat khususnya yang menjadi saksi dan korban suatu perkara dapat
mengetahui hak-hak yang dirniiliki, bentuk perlindungan yang diberikan dan prosedur
pelaporannya kepada LPSK.
Tidak dapat dipungkiri kehadiran LPSK juga menambah daftar panjang
deretan lembaga atau komisi yang ada. Hal ini mengingat Indonesia telah memiliki
banyak lembaga atau komisi yang bersifat independen. Dalam lima tahun terakhir,
vii
·j
puluhan lembaga nonstruktural terbentuk. Lembaga-lembaga ini ada yang berbentuk
komisi, komite, dewan, badan, at au lembaga. Beberapa lembaga nonstruktural yang
tinggal hanya menyandang nama, tak efektif, atau tumpang tindih, kini terancam untuk
diamputasi atau dilikuidasi.
Hingga April 2005, berdasarkan data Kompas sedikitnya terdapat 45lembaga
nonstruktural di Indonesia. Sebanyak 70 persen di antaranya dibentuk berdasarkan
Keputusan Presiden (keppres), 23 persen berdasarkan Cndang-Cndang (CU), dan 7
persen berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP). Jumlah anggota atau komisioner
lembaga-lembaga ini bervariasi, tetapi umumnya rata-rata jumlah anggota (termasuk
ketua dan wakil) ada tujuh orang.
Sementara, untuk kesekretariatannya, pegawainya seluruhnya diambilkan atau
merupakan pinjaman dari departemen-departemen atau instansi-instansi resmi
pemerintah yang sudah ada sebelumnya. kerja beberapa komisi ini dinilai tidak efektif
dan tumpang tindih sehingga muncul banyak usulan untuk melebur atau melikuidasi
saja komisi-komisi yang tidak efektif atau tumpang tindih tersebut. Di sisi lain, seperti
diakui Menneg PAN Taufiq Effendi, ada juga komisi-komisi yang masih telantar sampai
beberapa bulan atau bahkan tahunan setelah terbentuk karena anggarannya sendiri
belum jelas. Bahkan banyak dari anggota dan stafnya yang belum digaji. Kantor pun
tak ada, berpindah-pindah atau menumpang. Untuk biaya operasional, kadang-kadang
harus mengutang sana-sim, atau merogoh kocek sendiri. (Kompas, 30 April 2005,
Inj7asi Komisi, Inj7asi Beban APBN).
Belajar dari pengalaman yang sudah ada, jika tidak disiapkan secara matang
dan didukung penuh oleh semua pihak khususnya oleh pemerintah maka dikhawaarkan
LPSK akan mengulang ketidakefektikan dari lembaga-lembaga mandiri yang telah
terbentuk sebelumnya. Bukan adak mungkin LPSK nantinya akan menjadi Lembaga
Papan Nama.
Kertas Kerja (Position Paper) mengenai " Lembaga Perlindungan Saksi dan
Korban di Indonesia: Sebuah Pemetaan Awal" yang disusun oleh Supriyadi Widodo
Eddyono setidaknya telah meneermati adanya kelemahan yang ada di dalam UU PSK
tersebut, yang sedikit banyak akan mempengaruhi implementasinya khususnya dalam
pelaksanaan pemberian perlindungan bagi saksi dan atau korban.
Penyusun meneoba melakukan pemetaan (mappinj) awal mengenai beberapa
hal penting dalam LPSK seperti: Tugas, Kewenangan dan Tanggung Jawab LPSK,
Kedudukan LPSK, Keanggotaan LPSK, Struktur dan Pelaksanaan Tugas LPSK,
Pembiayaan dan Anggaran LPSK, serta Kerjasama .Antar Lembaga. Pemetaan dilakukan
dengan melakukan kajian terhadap substansi dari UU PSK, beberapa peraturan yang
relevan terkait dengan Lembaga Negara, beberapa artikel terkait dengan perlindungan
saksi dan korban dan komparasi dengan peraturan perlindungan saksi di berbagai
negara, serta diskusi terbatas terkait dengan LPSK yang dilakukan oleh IC\v bersama
dengan Koalisi Perlindungan Saksi di Jakarta
Positiotl paper yang disusun dimaksudkan untuk memetakan berbagai kendala
kelembagaan dan meneari jalan keluar dalam bentuk rekomendasi umum yang ditujukan
kepada para pihak yang nantinya bertangungjawab atas pelaksanaan UU PSK tersebut.
viii
ini ada yang berbcntuk
-c.?:1 lembaga nonstruktural yang
tindih, kini teraneam untuk
GセZj。ョァ@
GNセ@
sedikitnya terdapat451embaga
dibentuk berdasarkan
セNゥョ@
Cndang-Undang (CU), dan 7
.'.:mlah anggota atau komisioner
:.irara jumlah anggota (termasuk
"J.mya seluruhnya diambilkan atau
:en atau instansi-instansi resmi
-J.?a komisi ini dinilai tidak efektif
:: Clntuk melebur atau melikuidasi
:.:.ndih tersebut. Di sisi lain, seperti
Korrusi yang masih telantar sampai
;, tuk karena anggarannya sendiri
. .1. yang belum digaji. Kantor pun
セャ。ケ@
operasional, kadang-kadang
;endiri. (Kompas, 30 April 2005,
Rekomendasi ditujukan kepada pemerintah dan anggota LPSK untuk dapat mengambil
sikap dan tentunya dapat meminimalisir berbagai kelemahan yang ada. Rekomendasi
yang dihasilkan diharapkan dapat mendorong agar LPSK yang nantinya terbentuk
dapat efektif, berdaya dan berguna bagi upaya perlindungan saksi dan atau korban.
,\pa yang disampaikan dalam buku ini setidaknya dapat menjadi gambaran
awal mengcnai beberapa persoalan dan jalan keluar yang dapat diambil berkaitan
dengan pembentukan LPSK sekaligus mendorong perlunya menyusun eetak biru (blue
ーイゥョセ@
LPSK yang ideal di Indonesia.
Pada
kami memberikan apresiasi yang mendalam kepada Supriyadi
Widodo Eddyono atas kesediaan menyumbangkan pikirannya, Institute for Criminal
Justice Reform atas kerjasamanya dan kepada The Asia Foundation dan Canadian
yang memberikan dukungan atas penerbitan buku ini.
Jakarta, 31 Maret 2007
Indonesia Corruption Watch
.ka tidak disiapkan secara matang
h pemerintah maka dikhawatirkan
nga-lembaga mandiri yang telah
: nantinya akan menjadi Lembaga
_embaga Perlindungan Saksi dan
disusun oleh Supriyadi Widodo
:ahan yang ada di dalam UU PSK
nplementasinya khususnya dalam
, atau korban.
'?lupplniJ awal mengenai beberapa
セZャョ@
dan Tanggung Jawab
dan Pelaksanaan Tugas
: tar Lembaga. Pemetaan dilakukan
, PSK, beberapa peraturan yang
':;kel rerkait dengan perlindungan
- perlindungan saksi di berbagai
'::5 dilakukan oleh ICW bersama
セ@
,:K memetakan berbagai kendala
=..:omendasi umum yang ditujukan
" :-elaksanaan VV PSK tersebut.
ix
. セ@
DAFTAR 151
Kata Pengantar _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Daftar lsi
Bab I
Pendahuluan
1.1. Latat belakang dan tujuan
1.2. Ruang Lingkup
1.3 Metode _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Bab II
Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi
2.1. LPSK sebagai lembaga yang Mandiri _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
2.2 Kedudukan LPSK
Bab III
Tugas, kewenangan dan tanggung jawab LPSK _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
3.1. Tugas dan kewenangan LPSK _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
3.2. LPSK membutuhkan kewenangan yang lebih besar
Bab IV
Keanggotaan Lembaga Perlindungan Saksi
4.1. Reptesentasi lembaga _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
4.2. Masa jabatan
4.3. Seleksi dan pemilihan Anggota
4.4. Syarat Umum Menjadi Anggota
4.5. Pemberhentian Anggota LPSK _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Bab V
Struktur dan pelaksanaan Tugas _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
5.1. Struktur Organisasi
5.2. Pengambilan keputusan di LPSK _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ __
Bab VI
Pembiayaan dan Anggaran
6.1. Sumber Pembiayaan dan Anggaran
6.2. Dukungan pembiayan bagt Program LPSK
6.3. Biaya umum Program _ . __ . _ _.. _ _.._.. _ _.. ___ . .___ _
6.4. Biaya Khusus Program _ _.._.__.._.. __..____..
x
vll
X
1
1
2
2
3
3
5
7
7
7
11
11
12
12
13
14
15
15
17
19
19
22
22
24
Bab VII
KCrJasama :\ntar Lembaga
25
7.1. Kcrjasama dengan lembaga atau instansi lainnya
25
.2. Kerjasama dengan Icmbaga swasta dan organisasi masyarakat lainnya _ _セ@ 28
Vll
._ _ _ _ x
Bab VIII
Pcnutup
Kcsimpulan
Rckomendasi
29
29
Daftar Pus taka
32
LAMPIRAN
Profil Penulis
Profil leW
Profil ICJR
Pro fil Koalisi
33
3..J.
35
37
38
30
1
1
2
2
3
3
5
Jesar
- - _....
7
7
7
11
11
12
12
13
14
15
15
17
19
19
22
22
____ _........セ
_ _ _ 24
xi
8ab I
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang dan Tujuan
Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban pada awalnya adalah
amanat yang didasarkan Ketetapan (fAP) MPR No. VIII Tahun 2001 tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolus! dan
.:-.Jcpotisme, yang menyatakan bahwa pedu adanya sebuah undang-undang yang
mengatur tentang perlindungan saksi. Berdasarkan amanat TAP MPR tersebut, maka
Badan Legislas! DPR RI kemudian mengajukan sebuah RUU Perlindungan Saks! dan
Korban pada tanggal 27 Juni 2002 dan elitandatangani oleh 40 anggota DPR dari
berbagai fraksi sebagai RUD usul inisiatif DPR.
Selanjutnya pada tangga130 Agustus 2005 Presiden SBY mengeluarkan sebuah
Surat Presiden (Supres) mengenai kesiapan pemerintah untuk pembahasan RUD
Perlindungan Saksi dan Korban (selanjutnya eli sebut Rue PSK) serta sekaligus
menunjuk Menteri Hukum dan liAM sebagai wakil pemerintah dalam pembahasan
tersebut. Turunnya Surpres tersebut sudah menunjukkan itikad baik dari pemerintah
agar RUe PSK dapat segera eli bahas eli DPR.
Hal tersebut kemuelian eli respon oleh Komisi III DPR RI yang menetapkan
pembahasan RUU PSK dalam bentuk Panitia Kerja (pania). Proses pembahasan Rue
yang elibantu oleh wakil dari pemerintah elilakukan secara marathon sejak tanggal 8
Februari 2006, hasil pembahasan tersebut eli rumuskan oleh Tim Perumus (fimus)
dan Penelitian Bahasa (Libas) yang eliteruskan dalam Rapat KOm1si III dan Pleno
DPR. Pad a tanggal18 Juli 2006 akhirnya RUe ini elisahkan menjaeli UU No 13 Tahun
2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK).
Seperti yang eliketahui, UU PSK ternyata memiliki berbagai kelemahan baik
dalam lingkup konsep perlindungan, tata cara perlindungan, hak saksi maupun korban
sampai dengan masalah kelembagaan I. Banyaknya kelemahan yang ada eli dalam UU
PSK tersebut, sedikit banyak akan mempengaruhi implementasinya.
Tulisan ini akan mencoba memberikan rekomendasi umum terhadap berbagai
kelcmahan tcrkait dengan kelembagaan dalam UU .:-.Jo 13 Tahun 2006 ten tang
I
Liha\ UU perlindungan Saksi Belum Progresif, Supriyadl WIdodo Eddyono, ELSAMKoalisi Perlindungan Saksi.
2006.
1
Pcrlindungan Saksi dan Korban. Tujuan utamanya adalah Llntuk mcmberikan masukan
dalam implcmentasi DC PSK. Dlharapkan dengan membcrikan rckomcndm;i umum
terscbut maka para pihak yang bertangungjawab atas pelaksanaan CD PSI( dapat
mengambil sikap dan tcntunya dapat mengcliminlr berbagai kelemahan yang ada.
1.2. Ruang Lingkup
Eksplorasi yang dipilih un tuk penulisan rekomendasi umum tidaklah meneakup
seluruh aspek dari CD PSK, namun hanya terbatas pada bcbcrapa hal penting dan
prioritas tcrkait dengan kelembagaan dari Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK) yakni:
- Tugas, Kewenangan dan Tanggung .lawab LPSK
Kedudukan LPSK
- Keanggotaan LPSK
- Struktur dan Pelaksanaan Tugas LPSK
Pembiayaan dan Anggaran LPSK
- Kerjasama Antar Lembaga
1.3. Metode
Tulisan ini merupakan kajian sederhana yang bettujuan untuk melakukan
pemetaan awal terhadap LPSK, menemukan berbagai kendala kelembagaan dan
meneari jalan keluar dalam benruk rekomendasi yang bersifat umum. Oalam melakukan
pemetaan tersebut, kajian ini terlebih dahulu melihat substansi dari Undang-Undang
No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Substansi yang dijadikan
fokus adalah pengaturan yang terkait dengan kelembagaan dari LPSK,
Dntuk melakukan pemetaan kelembagaan perlindungan saksi, tim kajian
mengumpulkan beberapa refetensi yang diambil dari berbagai sumber yakl11: bebcrapa
peraturan yang relcvan terkait dengan Lembaga Negara, beberapa artikel terkait dengan
perlindungan saksi dan korban serta kamparasi dengan peraturan perlindungan saksi
di berbagai negara. Oalam proses ini tim kajian juga mendapatkan data yang diperlukan
dari hasil-hasil diskusi terbatas yang dilakukan di Jakarta
Oiskusi terbatas untuk masalah kelembagaan dari LPSK ini dilakukan sebanyak
dua kali yai tu pada tanggal 16 Februari 2007 dan tanggal 7 ?vfarct 20071 dengan
mengundang beberapa pihak terkait yang memberi perha tian kepada \vaeana
perlindungan saksi dan karban. Pihak terkait tersebut an tara lain beberapa Oepartemen
dilingkungan pcmerintah, komisi negara, akademisi, advokat, pers dan aktivis LSl\J.
Setelah mendapatkan input dari beberapa diskusi terbatas, penyusun kemudian
melakukan analisis dari data terse but.
Diskusi terbatas dengan lema "Meneari Format LPSK yang Idea! "dilaksanakan di Hote! Cemara tanggal16
Februari 2006, Diskusi ini oilakukan oleh ICW dan Koalisi Perlindungan Saksi dengan dukungan dart The Asia
Foundation.
; D!skusi terbatas dengan lema" Mencerma'i Problemal:ka Lembaga Negera" dilaksanakan di Hotel Cemara tanggal
7Marer 2007. Diskusi ini oilakukan oleh oleh ICW aan Koalisi Perlirdungan Saksl dengan dukungan oari The ,Asia
Foundation.
2
alah untuk memberikan masukan
nemberikan rekomendasl umum
tas pelaksanaan L L PSK dapat
)erbagai kclemahan yang ada.
1endasi umum tidaklah meneakup
pada beberapa hal penting dan
'erlindungan Saksi (LPSK) yakni:
Bab II
Kedudukan Lembaga Perlindungan Saksi Korban
2.1. LPSK sebagai Lembaga yang Mandiri
mg bertujuan untuk melakukan
)agai kendala kelembagaan dan
)ersifat umum. Dalam mclakukan
[ substansi dari Dndang-Undang
';::orban. Substansi yang dijadikan
)agaan dari LPSK.
perlindungan saksi, tim kajian
berbagai sumber yakm: beberapa
'a, beberapa artikel terkait dengan
;an peraturan perlindungan saksi
endapatkan data yang diperlukan
lrta
dari LPSK im dilakukan sebanyak
tanggal 7 Maret 2007 1 dengan
Jeri perhatian kepada \vaeana
""ntara lain beberapa Departemen
advokat, pers dan aktivis LS""L
terbatas, penyusun kemudian
DC PSK menyatakan bahwa LPSK adalah lembaga yang mandiri+. Apa yang
dimaksud mandiri dalam UU mi, lebih tepatnya adalah sebuah lembaga yang
independen (biasanya disebut sebagai komisi independen), yakni organ negara (.I·tate
orgam) yang di idealkan independen dan karenanya berada di luar eabang kekuasaan
baik Eksekutif, Legislatif maupun Judikatif, namun memiliki fungsi eampuran an tar
ketiga eabang kekuasaan tersebuto. Apa yang dimaksud dengan independen? Dalam
berbagai kepustakaan, yang dimaksud dengan independen adalah: (1) berkaitan erat
dengan pemberhentian anggota kOnUsi yang hanya dapat dilakukan berdasarkan sebabsebab yang diatur dalam undang-undang pembentukan kOnUsi yang bersangkutan,
tidak sebagaimana lazimnya komisi negara biasa yang dapat sewaktu-waktu
diberhentikan oleh presiden karen a merupakan bagian dan eksekutif!' (2) bila dinyatakan
seeara tegas oleh kongres dalam undang-undang kOnUsi yang bersangkutan atau bila
Pre sid en dibatasi untuk tidak seeara bebas memutuskan (discretional)' de[uion)
pemberhentian pimpinan konUsi 7 .(3)Sifat independen juga tereermin dan kepemimpinan
yang kolektif, bukan hanya seorang pimpinan (4) kepemimpinan tidak dikuasai/
mayoritas berasal dari partai politik tertentu dan (5) masa jabatan pemimpin komisi
tidak habis seeara berrsamaan, tetapi bergantian (starggerd termJ) R.
Karena merupakan lembaga yang mandiri maka kemudian DD PSK tidak
mcletakkan struktur LPSK berada di bawah instansi manapun baik instansi pemenntah
(cksekutif) maupun lembaga negara latnnya. \,(Talaupun dari segi finansiallembaga 1nl
didukung sepenuhnya dan keuangan negara. Pilihan UD terhadap model lembaga
4
5
::llaksanakan di Hotel Cemara tanggal16
::Jan Saksi dengan dukungan dari The Asia
6
:2era" dilaksanakan di Hotel Cemara tanggal
.ngan Saksi dengan dukungan dari The Asia
8
Lihat Pasal11 ayat (1) UU No 13 Tahun 2006.
Lihat Denny Indrayana, Komisi Negara Independen, Evaluasi Kekmian dan Tantangan Masa Depan, makalah
Diskusi Terbatas "Mencermati Problematika Lembaga negara, rekomendasi bagi pembentukan LPSK", yang
dilaksanakan oleh ICW dan Koalisi Perlindungan Saksi, Jakarta, 7 Maret 2007 yang dikutip dari Jimly Ashidik
Struktur Kenegaraan Indonesia setelah perubahan Keempat UUD Tahun 1945. makalah dalam Seminar Pembangunan
Hukum nasional VIII, Denpasar 1418 Juli 2003.
Ibid. dikutip dari Michael R. Asimow dalam Administratif Law, 2002. Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung
Amerika Serikat dalam perkara Humprey's Executor v. United States.
Ibid. dikutip dari William F. Fox Jr, Understanding Administratif Law, 2000, him 56.
Ibid. Dikutip dari William F. Funk dan Richard H. Seamon dalamAdministratif Law: Example &Explanation, 2001,
him 7.
3
· j
sepcrti mi tentunya menyempai berbagai lembaga negara yang tdah ada seperti: Komnas
J lAM, 1(PK, PPXl'K dan lain sebagainva. Apa yang menjadi pertimbangan dati para
pemmus l'U untuk menetapkan moddlembaga seperti ini? Dari berbagai dokumen
yang ada, keputusan untuk memilih model lembaga ini terkait dengan beberapa
argumentas1.
keinginan untuk membuat lembaga yang secara khusus mengumsi
masalah petlindungan saksi dan korban yang tidak berada di bawah institusi yang
sudah ada, yakni kepolisian atau kejaksaan, Komnas HA:lv1 atau Departemen Hukum
dan HAl'vP. "!\danya ketidakpercayaan terhadap kinetja beberapa ins titusi tersebut yang
menyebabkan mengapa pilihan mandiri ini dikemukakan oleh para perumus Uu. Hal
ini juga terkait dengan trend yang ada, pada umumnya setelah reformasi, terjadi
ketidakpercayaan terhadap institusi yang terkait pemerintah atau berada dalam
pemerintah sehingga para perumus awal RDD PSK mendorong agar program
perlindungan saksi disupervisi oleh lembaga bam di luar lembaga yang tdah ada.
Kedua, karena institusi yang lainnya sudah merniliki beban tanggungjawab
yang besar, oleh karena itu jangan sampai program perlindungan membebani lagi
lembaga-Iembaga terse but.
Bila kita bandingkan dengan beberapa moddlembaga perlindungan saksi di
beberapa negara, maka kedudukan lembaga perlindungan saksinya berada di bawah
supervisi dari intansi tertentu. Amerika Serikat misalnya, program perlindungan saksi
(\'VITSEC) berada di bawah Departement of jUftii'e yang dipimpin oleh Jaksa Agung,
yang ditujukan un tuk mempermudah akses dan koordinasinya I". i\Erika Selatan 11, juga
membuat model yang hampir sama. Sedangkan Kanada meletakan program
perlindungan saksi dibawah Jaksa Agung yang dikelola oleh kornisiond". Inggris
merniliki program perlindungan saksi yang berada dalam stmktur kepolisian negara
bagian, dan juga ada dalam struktur kepolisian federal n, dernikian Juga dengan pro-
Adanya ketidakpercayaan terhadap kineqa beberapa institusi tersebut yang menyebabkan mengapa pilihan mandlri
ini dikemukakan oleh para perumus UU. Hal ini juga terkait dengan trend yang ada, pada umumnya setelah
reformasi, terjadi ketidakpercayaan terhadap inslilusi yang terilait pemerinlah atau berada dalam pemerintah sehingga
para perumus awal RUU PSK mendorong agar program perlindungan saksi disupervisl oleh lembaga baru di luar
lembaga yang lelah ada. Lihat Supriyadi Widodo Eddyono. UU Perlindungan Saksi belum progresif, ELSAM &
Koalisi Perlindungan Saksi, 2006.
Lihat: Supriyadi Widodo Eddyono, Pemberian perlindungan Saksi dlAmerika Serikat, ELSAM, 2004. UntLJk melihal
sejarah program penindungan saksi yang lebih detillihatjuga: Pete Earley dan Gerarld Shur, WIT SEC Pengalaman
Program Perlindungan Saksi Federal AS. ELSAM, 2005
l' Lihat Supriyadi Widodo Eddyono, UU Perlindungan Saksi di Afrika Selalan, 2005. belum dipublikasikan. Undang
Undang Perlindungan saksi di Afsel diberi mandai unluk membentuk suatu lembaga yang berada dalam sebuah
Departemen Kehaklman yang dinamai "Iembaga untuk Perlindungan Saksi". Menurut UU ini, Menteri kehakiman
berwenang untuk mengurus secara administrasi mengenai lembaga In! termasuk kewenangan untuk (1) mendlrikan
sebuah kantor cabang Jawatan di daerah manapun (2) Menutup kantor alau menggabungkan suatu kantor cabang
:iengan kantor cabang lain, (3) dan boleh melakukan penataan administratif dan !ainIain
dlanggapnya perlu
untuk tujuan itu
'2 Lihat: Supriyadl Wldodo Eddyono, Perlindungan Saksi dalam UU Perllndungan Saksi di Kanada, 2006. Belum
dipublikasikan
13 Lihat: Nicholas R. Fyfe, Perlindungan Saksi TerintimidasL ELSAM, 2006
4
ada seperti: Komnas
pertimbangan dari para
LセZ@
:n:: Dan berbagal dokumen
:n: rerkait dengan beberapa
: ang seeara khusus mengurusi
セlイZャ、。@
di bawah mstitusi yang
; L \\[ atau Departemen Hukum
, セ・「イ。ー@
institusi tersebut yang
ZセNュ@
oleh para perumus DC. Hal
Zセイ[MQ@
setelah reformasi, terjadi
:,c:11ertntah atau berada dalam
':::j" mendorong agar program
:.:.u lembaga yang telah ada.
:::emiliki beban tanggungJawab
;-;erll11dungan membebani lagi
'.':1:;; [dah
.c;t!.lJl
;embaga perlindungan saksi di
saksinya berada di ba\vah
:'. 'a, program perlindungan saksi
,:,,? dipimpin oleh Jaksa Agung,
Zセャ。ウゥョケ
10. Afrika Selatan 1 J, juga
: Kanada meletakan program
セZッャ。@
oleh komisioner12, Inggris
:Jlam struktur kepolisian negara
.11 demikian juga dengan proc.
GZセ。ョ@
I"
ang menyebabkan mengapa pilihan mandiri
- 'rend yang ada, pada umumnya setelah
セZ。ィ@
atau berada dalam pemerintah sehingga
, sakSI disupervisi oleh lembaga baru di luar
dungan Saksi belum progresif, ELSAM &
セL・ョォ。@
Sf
Serikat ELSAM, 2004. UntUk melihal
dan Gerarld Shur, WITSEC: Pengalaman
, alan, 2005, belum dipublikasikan Un dang
5Jatu lembaga yang berada daam sebuah
Sakst" m・ョオイセQ@
UU ir,L Menteri kehakiman
'.sncasuk kewenangan ur:tuk (1) mendlrikan
.a:au menggabungkan SJatu Kantor cabang
:'8[li danlaln,lam se!8uh dlanggapnva perlu
Saksi di Kanada, 2006, Belum
gram perlindungan saksi di Jerman yang berada dalam struktur kepolisian yang disebut
sebagai
(unit perlindungan saksi) 1" .
Bila dilihat dari karakteristik tugas dan pekerjaan maka LPSK sebenarnya
merupakan model lembaga yang menjadi pendukung (supporting) dati pekeqaan
lembaga/institusi lainnya h . Implikasinya, atas karakteristik pekerjaan tersebut
menyebabkan LPSK tidak akan terlepas dari keberadaan beberapa lembaga penegak
hukum yang ada H ,. Dad segi politik hal ini membutuhkan seni dan eara penempatan
yang baik agar bisa menempatkan dir! pada posisi tersebut. Oleh karena itulah maka
LPSK dengan jelas harus membangun posisi kelembagaannya yang berada dian tara
dua kepentingan yakni kepentingan pertama yang dimandatkan oleh DU PSK sebagai
lembaga yang bersifat mandiri, namun dari kepentingan kedua yakni untuk menjalankan
program juga harus didukung oleh instan5i terkait yang dalam prakteknya akan
menimbulkan iri5an kewenangan dengan instansi tersebut.
2.2. Kedudukan LPSK
DD No 13 Tahun 2006 memprioritaskan kedudukan LPSK ini berada di
ibukota negara Republik Indonesia 17, Hal ini merupakan kebiasaan yang dapat dimaklumi
bagi kedudukan sebuah lembaga negara. Namun di samping berkedudukan di ibukota
negara, DD juga memberikan keleluasaan bagi LPSK untuk membentuk perwakilannya
di daerah lainnya jika hal tersebut sesuai dengan kebutuhan dad LPSI(18. Pilihan UU
untuk memberikan akses bagi LPSK untuk mendirikan lembaga perwakilan adalah
pilihan yang tepat karena dad segi geografis wilayah republik Indonesia yang lumayan
luas dan akses informasi maupun komunikasi yang terbatas baik antar wilayah maupun
antar ibukota dengan wilayah lainnya, Lagi pula, kasus-kasus intimidasi terhadap saksi
yang terjadi selama ini justru paling banyak di luar wilayah ibu kota Negara RP'i.
Perwakilan di daerah lainnya ini bisa ditafsirkan seeara luas, yakni bisa berada
di tingkat region tertentu (antar propinsi) misalnya memilih di beberapa wilayah tertentu,
Indonesia Timur, Indonesia barat dan lain sebagainya. Perwakilan LPSK bisa juga
didirikan di tiap propinsi atau bahkan di tingkat kabupaten-kebupaten tertentu. Atau
dalam kandisi khusus (penting dan mendesak) LPSK perwakilan bisa juga didirikan di
wilayah terpilih, misalnya karena tingginya kasus intimidasi dan aneaman saksi di daerah
tertentu maka LPSK mendirikan kantor perwakilannya. Di samping itu perwakilan
untuk LPSK ini bisa juga didirikan seeara permanen atau seeara ad hot tergantung
situasi yang mendukungnya,
Walaupun idealnya LPSK ini ada ditiap wilayah Prapinsi, namun kebutuhan
untuk mendirikan perwakilan tersebut juga akan memberikan implikasi atas sumberdaya
,4 Uhal Dina Zenita, Mengenal Perlindungan Saksi di Jerman, ICW, 2006
Lihat Nolulensi Diskusi terbalas mengenai lembaga negara, langgal7 Maret 2006 yang dilaksanakan oleh ICW dan
Koalisi Perlindungan Saksi
16 Ibid, Uhat juga pembahasan Bagian Kerjasama Antar Lembaga
11 Lihat Pasal11 ayat (2) UU No 13 Tahun 2006.
15 Lihat Pasal11 ayat (3) UU No 13 tahun 2006
19 Lihat Supriyadi Widodo dkk, Sanksi dalamAncaman; dokumentasi Kasus, ELSAM, 20Q41ihat juga beberapa kasus
yang terdokumentasi oleh ICW dan Koalisi Perlindungan Saksi
10
5
· j
yang besar pula, baik dari segi pembiayaan, maupun penYlapan infrastruktur dan
sumberdaya manusianya. J angan sampai pendirian perwakilan tersebm justru malah
kontraproduktif dengan tujuan dari LPSK misalnya makin membebani kerja-kerp
yang ェオセエイ@
menjadi prloritas LPSK karena problem administrasi dan lain sebagamya.
Selain itu perlu dibuat sebuah standar kerja, indikator kebutuhan dan standar prioritas
bagi pendirian perwakilan LPSK. Jangan sampai pendirian tersebut karen a alasanalasan yang berada di luar kebutuhan dari LPSK sendiri.
Disamping itu clalam hal pendirian perwakilan dibutuhkan pula rene ana jangka
panjang yang strategis clalam hal kontinuitas lembaga, jangan sampai LPSK pusat hanya
mampu membangun atau mendirikan perwakilan namun tidak begitu peduh atas
sumberdaya yang harus clisiapkan untuk berjalannya lembaga perwakilan tersebut.
Masalah koorclinasi antar perwakilan Juga perlu diperhatikan dengan serius terutama
berkaitan dengan jurisdiksi antar perwakilan. Demikian pula clukungan dari instansi
terkait di wilayah perwakilan.
6
'.:[1 pcnyiapan infrastrukmr dan
:,crwak.llan tcrsebut justru malah
.\ makin membcbani kcrp-keqa
dan lain sebagainya.
kcburuhan dan standar prioritas
cndirian tersebut karena alasan""il::'L
dibutuhkan pula rencana jangka
..mgan sampai LPSK pusat hanya
::.1l11Un tidak begitu peduli atas
lcmbaga perwakilan tersebu t.
:Larikan dengan serius terutama
:.:ao pula dukungan dari instansi
Bab III
Tugas, Kewenangan dan Tanggung Jawab LPSK
3.1. Tugas dan Kewenangan LPSK
L:U No 13 Tahun 2006 dalam ketentuan umumnya telah menyatakan bahwa
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. yang selanjutnya disingkat LPSK, adalah
lembaga yang
dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hakhak
lain kepada Saksi danl atau Korban sebagaimana diatur dalam UndangUndang. Namun
UU PSK tidak merinci rugas dan kewenangan dari LPSK tersebut lebih lanjuf", perumus
llll kelihatannya tidak menjabarkan tugas dan kewenangan LPSK dalam suatu bagian
atau bab tersendiri dalam UU No 13 tahun 2006 seperti peraturanlainnya, melainkan
menyebarkan di seluruh UU.
dan kewenangan LPSK yang tersebar dalam Ull No 13 Tahun 2006,
yaitu:
1. rvlenerima permohonan Saksi danl atau Korban untuk perlindungan (Pasal 29).
2. Memberikan kepu m san pemberian perlindungan Saksi danl atau Korban (pasaI29).
3. t.femberikan perIindungan kepada Saksl dan/atau Korban (1)asal 1).
4. l\fenghentikan program perlindungan Saksi danl atau Korban (pasal 32).
5. McngaJukan ke pengadilan (berdasarkan keinginan korban) berupa hak atas
kompensas! dalam kasus pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan hak atas
restitusl atau ganti kerugian yang menjadi tanggung jawab pelaku tindak pidana
(Pasal
6. Menerima permintaan tertulis dari korban ataupun orang yang mewakili korban
untuk bantuan (1)asal 33 dan 34).
7 Menentukan kelayakan, jangka waktu dan besaran biaya yang diperlukan diberikannya
bantuan kcpada Saksi danl atau Korban (pasa! 34).
8. Bekerja sama dengan instansl terkait yang berwenang dalam melaksanakan pemberian
perlindungan dan bantuan.(pasa!39)
3.2. LPSK Membutuhkan Kewenangan yang Lebih Besar
dilihat dari tugas maupun kewcnangan yang diberikan oleh UU PSK
Lihal Pasal12 UU No 13 Tahun 2006.
7
·セ@
rerhadap LPSK, secara umum terkesan sudah mencukupi, Namun jika diperhatikan
dengan reliti, apalagl Jika dikaitkan dengan mandat dari undangundangnya maka
ke,venangan dari lembaga ini masih kurang memadaL A,da beberapa hal penting yang
sebaiknya menjadl kewenangan LPSK adalah yang seharusnya masuk di dalam UC
No 13 Tahun 2006 yakm:
Diberikan wewenang untuk menentukan layallanIayanan apa yang akan diberikan
bag! saksi. untuk memberikan bukti dalam persidangan apapun. LPSK sebaiknya
diperbolehkan membuat peraturanperaturan yang berhubungan dengan21 :
o bantuan dan dukungan bagi saksi selama di pengadilan;
o penyediaan tempat khusus bagi saksi di pengadilan;
o konsultasi bagi para saksi; dan
o hal·hallain yang oleh LPSK dipandang sangat perlu diatur untuk menyediakan
pelayanan bagi saksi di pengadilan;
Melaksanakan tugastugas administratif menyangkut perlindungan saksi dan orangorang terkait, termasuk menyangkut perlindungan sementara dan layananlayanan
lainnya.
Membuat perjanjianperjanjian ten tang bantuan yang akan dilakukan oleh orangorang, insutusi atau organisasi. 1'viisalnya membuat kesepakatan dengan Departemen
dilingkungan Pemerintahan lainnya, atau membuat perjanjian dengan orang, institusi
atau organisasi untuk kepentingan LPSK yang lebih luas yakni:
Diberikan wewenang untuk (1) menggunakan fasilitas atau perlengkapanperlengkapan milik atau yang ada di bawah penguasaan departemen, orang, institusi
atau organisasi tersebut; (2) mendapatkan dokumendokumen atau informasi lainnya
yang dibutuhkan dalam rangka perlindungan seseorang yang dilindungi; atau
menyangkut berbagai hal yangakan membuat ketentuanketentuan UndangUndang
Perlindungan Saksi dan Korban ini dapat berjalan.
Menetapkan langkahlangkah dan caracara bagaimana ketentuanketentuan UU
PSK mesti dijalankan oleh kantorkantor cabangnya jika ada dan menunJuk tempattempat yang akan difungsikan sebagai tempattempat aman. LPSK harus juga
mengawasi para staf di lembaga perlindungan saksi; dan boleh menjalankan
kewenangan dan harus me1aksanakan fungsi at au mengerjakan tugastugas yang
diberikan, ditugaskan atau dibebankan kepadanya oleh atau berdasarkan Undang
Undang,
Secara tertulis mendelegasikan kewenangan, fungsi dan tugastugas yang diberikan,
ditugaskan atau dibebankan kepadanya kepada anggota lain di LPSK. Anggota
LPSK yang didelegasikan kewenangan, fungsi dan tugastugas sebagaimana
dimaksud dalam bagian di atas, harus menjalankan kewenangan, me1aksanakan
fungsi dan tugastugas dibawah pengawasan dan petunjuk dati ketua LPSK;
Ketua LPSK dapat sewaktuwaktu mencabut pendelegasian secara tertulis, dan
21
Modelmodel kewenangan seperti ini ada dalam UU Pertindungan Saksi di Afrika Selatan, UU Perlindungan Saksi
di Quensland, Perlindungan Saksi di Kanada, Perlindungan Saksi diAmerika Serikat, di Jerman dll.
8
ᄋセ@ :J;. ' \ :1nml1
jika dtperhatikan
maka
hal penting yang
,r'Ynnl masuk di dalam LIT
pendelegasian kcwcnangan, fungsi dan tugas-tugas tidak menghalangi ketua
menjalankan, melaksanakan atau mengerjakan kewenangan, fungsi dan tugas-tugas
itu sendiri;
Scmua Dcpartemen dilingkungan pcmcrin tab harus memberikan bantuan yang
sekiranya diperlukan dalam rangka menjalankan, melaksanakan atau mengerjakan
kewenangan, fungsi dan tugas-tugas yang diberikan, ditugaskan atau dibebankan
kepada ketua oleh atau menurut CC PSK
Ke\venangan lainnya yang dibutuhkan oleh lembaga ini dalam kaitannya dengan
lembaga penegak hukum lainnya adalah hak memberikan rekomendasi ten tang
kondisi saksi maupun korban termasuk ketika saksi akan memberikan keterangan
dalam persidangan-persidangan pidana.
Memiliki hak untuk tidak memberikan informasi ten tang data-data tertentu dari
saksi (rabasia) yang masuk dalam program perlindungan saksi
'.1nall apa yang akan dlberikan
apapun. LPSK sebaiknya
セ@ berhubungan dengan 21 :
::Ddilan;
Gセ_LャABQ@
::'':In:
セ・イャオ@
diatur untuk menyediakan
.:: perlindungan saksi dan orang·
. semen tara dan layananlayanan
.mg akan dilakukan oleh orangセ・ウー。ォエョ@
dengan Departemen
?erjanjian dengan orang, institusi
llh luas yakni:
fasilitas atau perlengkapan'aan departemen, orang, institusi
·dokumen atau informasi lainnya
セウ・ッイ。ョァ@
yang dilindungi; a tau
man -keten tuan U ndang- Undang
mana ketentuan-ketentuan UU
a jika ada dan menunjuk tempat:mpat aman. LPSK harus juga
saksi; dan boleh menjalankan
I mengerjakan tugas-tugas yang
oleh atau berdasarkan Undangdan tugas-tugas yang diberikan,
nggota lain di LPSK Anggota
dan tugas-tugas sebagaimana
セ。ョ@
kewenangan, melaksanakan
)etunjuk dari ketua LPSK;
ndelegasian secara tertulis, dan
Problem atas minimalnya kewenangan dati LPSK dalam prakteknya akan
menyulitkan peranan-peranan dari LPSK22 • Karena tidak bisa dipungkin bahwa pada
umumnya problem eksistensi antar lembaga negara maupun antar instansi pemerintah
bisa dikatakan tidak akan pernah hilang (lihat juga paparan pada bab III?3. Perlu
diperhatikan pula jangan sampa! kewenangan dari LPSK berbenturan pula dengan
kewenangan lembaga lainnya. Hal ini pula yang harus dikaji seeara lebih mendalam
dalam kerja· kerja LPSK dimasa datang. Jib ada benturan kepentingan ataupun mandat
sebaiknya sesegera mungkin diperkeeiL
Namun, karen a UU No 13 Tahun 2006 sudah menentukan secara terbatas
kewenangan dari LPSK maka, untuk membantu dan mendukung kerja-kerja LPSK
nantinya sebaiknya setelah terbenruk, LPSK hams segera membuat (pemetaan) daftar
ke\vcnangan dan turunan kewenangan yang telah dimandatkan dari CU l'\ 0 13 tahun
2006. Setdah melakukan pemetaan, LPSK kemudian menyisir beberapa kelemahan
dari kewenangan dan menutupinya dengan menetapkan dalam sebuah keputusan internal LPSK. \Valaupun nantinya keputusan LPSK mungkin terbatas sekali dapat
diterapkan di luar LPSK. Namun dengan mdakukan pemetaan kebutuhan, (tentunya
untuk mempcrbesar kewenangan) LPSK bisa juga mcnggunakan perjanjian-perjanjian
atau membuat Surat Keterangan Bersama (SK13) dengan berbagai instansi lainnya,
tentunya dengan difasilitasi oleh pemerintah. Dengan menggunakan model SKB atau
perjanjian kerjasama ini diharapkan problem kewenangan antar lembaga ini dapat
diminimalisir.
3.3. Tanggung Jawab LPSK
Undang-Undang No 13 Tahun 2006 menyatakan LPSK bertanggung jawab
Per1u diberi catatan bahwa 'J'J PSK memberikan status kemandirian dari LPSK (lihat bab II), Namun statusnya
yang mandiri ini tidak dijukung dengan mandat atau kewenangan yar.g cukup.
23 Sebagai contoh, ketikaAmerika Serikat pertamasekali menerapkan program perlindungan saksi ini, kecemburuan
dan eksistensi antar lembaga mel1Jpaka'l faktor penghambat dalam operasioperasi perlindungan. Lihat Pete Earley
dan Gerarld Shur, WITSEC Pengalaman program perlindungan Saksi Federal AS, ELSAM, 2005
i2
si diAfrika Selatan, UU Pertindungan Saksi
merika Serikat, di Jerman dlL
9
· j
kepada Presiden. Implikasi atas hal ini maka presiden sebagai pejabat negara tertinggi
yang bertanggungjawab atas kerjakerja dari LPSK dan oleh karena itu pula maka
presiden harus memfasilitasi lembaga ini sesuai dengan mandat dan tugasnya. Jangan
sampai lembaga ini dibiarkan menjadi lembaga yang dikucilkan dan tak terdukung oleh
Presiden.
Disamping itu DU PSK menugaskan LPSK untuk membuat laporan secara
berkala ten tang pelaksanaan tugas LPSK kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling sedikit
sekali dalam 1 (satu) tahun 2•• Penugasan ini adalah sebagai fungsi kontrol dari DPR
sebagai perwakilan rakyat Indonesia. Namun perlu diperhatikan isi dan format seperti
apa yang harus dilaporkan kepada DPR maupun Presiden. Karena laporanlaporan
tersebut jangan sampai membuka informasi yang justru telah ditetapkan sebagai rahasia
oleh LPSK dan UU No 13 Tahun 2006.
Disamping sebagai fungsi kontrol dan pengawasan kinerja, DPR juga
seharusnya menjadi partnerdari LPSK baik sebagai pendukung program LPSK maupun
pemberi rekomendasi yang membantu pengembangan program LPSK itu sendiri.
"Lihal Pasal '13 UU No 13 Tahun 2006.
10
セ・「。ァゥ@
pejabat negara tertinggi
dan oleh karen a itu pula maka
セNQZ@
mandat dan tugasnya. Jangan
ilkuCllkan dan tak terdukung oleh
1
セ@
untuk membuat laporan secara
.0 Pe!\Vakilan Rakyat paling sedikit
ebagai fungsi kontrol dati DPR
:perhatikan isi dan format seperti
residen. Karena laporanIaporan
:u relah ditetapkan sebagai rahasia
lengawasan kinerja, DPR juga
1dukung program LPSK maupun
an program LPSK itu sendiri.
BablV
Keanggotaan LPSK
4.1. Representasi Lembaga
Berdasarkan UndangUndang,Anggota dariLPSK terdiri atas 7 (tujuh) orang
yang berasal dari unsur profesional yang mempunyai pengalaman di bidang pemajuan,
pemenuhan, perlindungan, penegakan hukum dan hak asasi manusia. UU PSK juga
telab menetapkan siapa saja (representasi) yang berhak menjadi anggota dari lembaga
ini yakni representasi dari: kepolisian, kejaksaan, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia, Komnas HAM, advokat, akademisi atau lembaga swadaya masyarakat.
Dari ketentuan yang demikian bisa dilihat bahwa lembaga im, oleh perumusnya
meniru bentukbentuk lembaga atau komisi negara yang telah ada saat ini 25 • I