KETERTARIKAN LALAT BUAH (Bactrocera spp) TERHADAP ATRAKTAN NABATI DAN NON NABATI.

(1)

KETERTARIKAN LALAT BUAH (Bactrocera spp) TERHADAP

ATRAKTAN NABATI DAN NON NABATI

SKRIPSI

OLEH :

ANGGE BUDIARTO

NPM : 0625010002

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

KETERTARIKAN LALAT BUAH (Bactrocera spp) TERHADAP

ATRAKTAN NABATI DAN NON NABATI

DIAJUKAN OLEH :

ANGGE BUDIARTO NPM : 0625010002

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Ir. Karsono D.B., MP.

Ketua Program Studi Agroteknologi

Ir. Mulyadi, MS.

Pembimbing Pendamping


(3)

KETERTARIKAN LALAT BUAH (Bactrocera spp) TERHADAP

ATRAKTAN NABATI DAN NON NABATI

Disusun Oleh :

ANGGE BUDIARTO NPM : 0625010002

Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan

Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tanggal 2 Desember 2010

Pembimbing : Tim penguji :

Mengetahui, 1. Pembimbing Utama

Ir. Karsono D.B, MP

1. Ketua

Ir. Karsono D.B, MP

2. Sekretaris

Ir. Sudarmadji, MS 3. Anggota

Dr. Ir. Indriya Radiyanto, MS

Ketua Program Studi Agroteknologi

Ir. Mulyadi, MS. 2. Pembimbing Pendamping

r. Sudarmadji, MS

4. Anggota

Dr. Ir. Herry Nirwanto, MP

ekan Fakultas Pertanian


(4)

Telah direvisi

Tanggal : Januari 2011

Ir. Karsono D.B, MP Dosen Pembimbing


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “

KETERTARIKAN LALAT BUAH (Bactrocera spp) TERHADAP

ATRAKTAN NABATI DAN NON NABATI.”

Penulisan Skripsi ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam tugas akhir program S-1 Fakultas Pertanian, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

2. Ir. Mulyadi, MS selaku Ketua Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” J awa Timur. 3. Ir. Karsono D.B., MP. selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi dari awal sampai akhir penulisan.

4. Ir. Sudarmadji, MS. selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang telah banyak memberikan saran dan bantuannya serta dukungan selama penulisan skripsi. 5. Kedua orang tua serta saudara-saudara yang selalu memberikan dukungan serta memotivasi penulis.

6. Rekan-rekan Jurusan Agroteknologi angkatan 2006 yang senantiasa

memberikan bantuan serta dukungan hingga terselesainya penulisan skripsi ini.


(6)

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan proposal ini masih banyak kekurangan dan semoga dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur.

Surabaya, November 2011


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI………... iii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN……….. vii

I. PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan……... 2

C. Tujuan Penelitian... 2

D. Manfaat Penelitian……….. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA……….. 3

A. Klasifikasi Jambu Biji (Psidium guajava L)... 3

B. Klasifikasi Lalat Buah (Bactrocera spp)... 4

1. Siklus Hidup Lalat Buah………... 6

2. Pengendalian Lalat Buah……….. 7

C. Klasifikasi Tanaman Daun Wangi (Melaleuca bracteata L)…… 9

D. Petrogenol (Bahan Aktif Metil Eugenol)……….…………. 11

E. Hipotesis………. 12

III. METODE PENELITIAN……….. 13


(8)

B. Bahan dan Alat... 13

C. Metode Penelitian... 13

D. Pelaksanaan Penelitian... 14

Persiapan………... 14

a. Pembuatan Botol Perangkap………. 14

b. Cara Pemerasan Bahan Nabati………. 15

Pelaksanaan... 16

E. Parameter yang Diamati... 16

F. Analisis Data... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

A. Jenis Lalat Buah yang Tertangkap………... 18

B. Jumlah Lalat Buah yang Terperangkap………....……… 19

V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 22

A. Kesimpulan……… 22

B. Saran………. 22

DAFTAR PUSTAKA... 23

LAMPIRAN……… 25


(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rerata Jumlah Lalat Buah yang Terperangkap pada minggu ke 4... 20

2. Rerata Jumlah Lalat Buah yang Terperangkap ……….. 26


(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L) ………. 4

2. Lalat Buah (Bactrocera spp)……… 5

3. Tanaman Daun Wangi (Melaleuca bracteata L)……….... 11

4. Petrogenol ……….. 12

5. Denah Penempatan Percobaan………. 14

6. Model Perangkap Lalat Buah………..……… 15


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

Teks

1. Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 1 setelah aplikasi..………. 25 2. Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda

pada pengamatan minggu 2 setelah aplikasi..………. 25 3. Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda

pada pengamatan minggu 3 setelah aplikasi..………. 25 4. Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda

pada pengamatan minggu 4 setelah aplikasi..………. 26 5. Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda

pada pengamatan 4 minggu setelah aplikasi..………. 26 6. Rerata Jumlah Lalat Buah yangTerperangkap Sebelum

Transformasi Akar Kuadrat... 26


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman buah-buahan kini mulai banyak dibudidayakan, baik sebagai pengisi pekarangan atau sekedar hobi maupun bertujuan komersial. Pembudidayaan tanaman buah-buahan tersebut sering mengalami berbagai masalah, diantaranya serangan serangga hama. Pengendalian hama pada tanaman buahan seharusnya lebih ditekankan secara non-kimiawi, karena buah-buahan biasanya dikonsumsi secara langsung (Sudarmo, 1995).

Hama pada tanaman pertanian adalah organisme yang menghuni ruang hidup, makan tanaman dan melaksanakan fungsi biologis lainnya pada suatu tempat yang tidak dikehendaki. Hama dapat dipandang sesuai dengan penjenjangan aras ekologi yaitu : 1) sebagai individu yang secara genetik berjuang untuk mempertahankan hidup, 2) sebagai populasi spesies tertentu yang saling berkembang biak dan menempati lokasi yang sama. Kemudian yang ke 3) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari komunitas yang terdiri dari berbagai jenis organisme yang bersama hidup pada suatu tempat, saling memakan dan berkompetisi untuk tempat perlindungan (Untung, 1996).

Tanaman jambu biji (Psidium guajava L) yang berasal dari Amerika Tengah merupakan salah satu tanaman buah yang banyak tumbuh di daerah tropis. Di Indonesia tanaman ini dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun dataran


(13)

tinggi sampai 1000 meter di atas permukaan laut dan umumnya dapat berbuah sepanjang tahun (Nuswamarhaeni, Prihatin dan Pohan, 1993).

Tanaman jambu biji memiliki berbagai manfaat antar lain : Sebagai makanan buah segar maupun olahan yang mempunyai gizi dan mengandung vitamin A dan vitamin C yang tinggi, dengan kadar gula 8 persen. Jambu biji mempunyai rasa dan aroma yang khas disebabkan oleh senyawa eugenol. Daun dan akarnya juga dapat digunakan sebagai obat tradisional. Kayunya dapat dibuat berbagai alat dapur karena kayunya yang sangat kuat dan keras (Anonim, 2007).

B. Permasalahan

1. Banyaknya kehilangan hasil pada jambu biji yang diakibatkan oleh lalat buah. 2. Pengendalian hayati secara terpadu tidak mampu mengendalikan hama lalat buah (Bactrocera spp).

3. Penggunaan pestisida nabati belum cukup efektif dalam mengendalikan hama lalat buah (Bactrocera spp).

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan dari atraktan nabati (Daun Wangi) dan non nabati (Petrogenol) dalam menarik populasi lalat buah (Bactrocera spp) pada tanaman jambu biji.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengendalikan hama lalat buah (Bactrocera spp) pada tananam jambu biji, serta memberikan informasi tentang


(14)

kemampuan atraktan nabati dan non nabati dalam menarik lalat buah, sehingga diharapkan mengurangi kehilangan hasil pada buah jambu biji.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Klasifikasi Jambu Biji (Psidium guajava L)

Klasifikasi tanaman jambu biji (Anonim, 2007) termasuk dalam : Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Sapindales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium

Species : Psidium guajava L

Jambu biji adalah salah satu tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman jambu biji dapat tumbuh dan berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 23 - 28 0C di siang hari. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil). Ideal masa berbunga dan berbuah pada musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli - September sedang masa buahnya terjadi bulan Nopember - Februari bersamaan musim penghujan. Tanaman jambu biji dapat tumbuh setinggi 6 - 8 meter dengan kulit pohon agak licin, berwarna coklat dengan bercak-bercak


(15)

agak pucat. Daunnya yang berwarna hijau agak tebal, letak daun tersusun berhadapan dan berpasangan pada tangkai pendek-pendek (Reza, 1991).

Jambu biji dapat tumbuh baik pada lahan yang subur dan gembur serta banyak mengandung unsur nitrogen, bahan organik, atau pada tanah yang keadaan liat dan sedikit pasir (Anonim, 2007).

Gambar 1. Tanaman Jambu Biji (Psidium guajava L) (Anonim, 2007)

B. Klasifikasi Lalat Buah (Bactrocera spp)

Menurut Putra (1997) klasifikasi lalat buah adalah sebagai berikut :

Kelas : Insekta Ordo : Diptera Famili : Thepritidae Genus : Bactrocera Species : Bactrocera spp


(16)

Lalat buah (Bactrocera spp) merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman hortikultura. Lebih dari seratus jenis tanaman hortikultura diduga menjadi inangnya (Anonim, 2007).

Di Indonesia pada saat ini dilaporkan ada 66 species lalat buah, di antaranya spesies yang dikenal sangat merusak adalah Bactrocera dorsalis yang banyak menjadi inangnya antara lain : belimbing manis, jambu air, jambu biji, mangga, nangka, semangka, melon dan cabai. Sifat khas lalat buah adalah dapat bertelur pada buah. Larva (belatung) yang menetas dari telur tersebut akan memakan daging buah, sehingga buah menjadi busuk dan gugur (Anonim, 2007).


(17)

1. Siklus Hidup Lalat Buah (Bactrocera spp)

Lalat buah mempunyai empat stadium metamorfosis, yaitu telur, larva, pupa, dan imago ( serangga dewasa ).

Telur. Lalat buah betina meletakkan telur ke dalam buah dengan

menusukkan ovipositornya (alat peletak telur). Bekas tusukan itu ditandai adanya noda yang tidak terlalu jelas, dan hal ini merupakan gejala awal serangan lalat buah (Bactrocera spp). Telur berwarna putih, berbentuk panjang bulat, dan diletakkan berkelompok 2 - 15 butir, lalat buah betina dapat meletakkan telur 1 - 40 butir/hari. Lalat buah betina (Bactrocera spp) meletakkan telurnya pada buah-buah yang agak tersembunyi atau tidak terkena sinar matahari secara langsung, serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak kasar (Pracaya, 1992).

Larva. Bentuk dan ukuran larva famili Thephritidae umumnya bervariasi, tergantung species dan zat gizi esensial dalam media makanannya. Larva berwarna putih keruh atau putih kekuningan, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing. Larva lalat buah terdiri dari 3 bagian yaitu : Kepala, toraks (3 ruas), dan abdomen (8 ruas). Kepala berbentuk runcing dengan dua buah bintik hitam yang jelas, dan mempunyai alat kait mulut. Stadia larva terdiri atas tiga instar. Larva membuat saluran-saluran di dalam buah dan


(18)

menghisap cairan buah. Larva ini hidup dan berkembang dalam daging buah selama 6 - 9 hari, menyebabkan buah menjadi busuk, dan biasanya larva jatuh (melenting) ke tanah sebelum larva itu berubah menjadi pupa (Anonim, 2006).

Pupa. Pupa (kepompong) berbentuk oval, warna kecoklatan dan

panjangnya ± 5 mm. Masa pupa adalah 4 - 10 hari. Pada tanah yang lebih lembab dengan aerasi yang baik, perkembangan pupa membutuhkan waktu yang lebih singkat, dan setelah itu keluarlah serangga dewasa (imago) lalat buah (Putra, 1997).

Imago. Imago berwarna coklat kekuningan mempunyai garis membujur

serta pinggang yang ramping. Ujung perut lalat buah betina berbentuk runcing yang disebut ovipositor yang berfungsi untuk meletakkan telur. Imago betina berumur 7 – 10 hari, biasanya telah mencapai kematangan seksual sehingga dapat menghasilkan telur. Adapun kemampuan bertahan hidup imago yaitu 2 – 3 bulan (Anonim, 2007).

2. Pengendalian Lalat Buah (Bactrocera spp)

Pembrongsongan/Pembungkusan Buah. Sehubungan tingkat

kematangan buah, pengendalian dengan penyemprotan pun kadang tidak berhasil. Usaha mengatasi kesulitan ini dikenal satu cara yakni pembrongsongan, artinya membungkus buah jambu biji yang hampir matang dan belum diserang oleh lalat buah. Cara pembrongsongan yang biasa dilakukan oleh para petani adalah menggunakan kertas, kertas karbon, plastik hitam, daun pisang, daun jati, ataupun kain untuk buah-buahan yang tidak terlalu besar (lingga, 1983).


(19)

Pengasapan. Tujuan pengasapan adalah untuk mengusir lalat buah yang

datang kepertanaman. Pengasapan dilakukan dengan cara membakar seresah/jerami sampai menjadi bara yang cukup besar, kemudian dimatikan dan diatasnya diletakkan dahan kayu yang tidak terlampau kering. Pengasapan disekitar pohon belimbing ini dapat mengusir lalat buah dan efektif selama 3 hari (Anonim, 2007).

Sanitasi Kebun. Sanitasi kebun bertujuan untuk memutus atau

mengganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara mengumpulkan buah-buah yang terserang, baik yang gugur maupun yang masih berada di pohon, kemudian dimusnakan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah. Larva-larva yang masih terdapat dalam buah tidak dapat meneruskan siklus hidupnya untuk menjadi kepompong dalam tanah (Baga, 1995).

Penggunaan Atraktan (zat pemikat). Pengendalian lalat buah

menggunakan perangkap dengan umpan atraktan nabati akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang banyak. Atraktan yang digunakan berupa bahan kimia sintesis yang dapat mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti aroma buah, atau wewangian. Perangkap yang berisi atraktan yang sudah dicampur dengan insektisida akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap, karena aroma atraktan menyebabkan lalat buah mati akibat pengaruh insektisida. Atraktan dapat pula


(20)

diletakkan dalam perangkap yang berisi perekat sehingga lalat buah yang tertarik akan mati karena menempel pada perangkap tersebut (Anonim, 1999).

Penggunaan Pestisida. Penggunaan pestisida merupakan salah satu cara

dalam pengendalian hama baik dalam serangan yang masih ringan maupun serangan yang sudah mengkhawatirkan. Penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yaitu : Penyemprotan (spraying), pengabutan / pengasapan (fogging), pencampuran dengan zat penarik dan fumigasi (berbentuk gas dan harus diperlakukan dalam ruangan tertutup) (Oka, 1995 ).

Penggunaan Serangga Jantan Mandul. Cara ini dilakukan dengan

memandulkan pupa lalat jantan menggunakan sinar gamma. Pupa yang mandul ini kemudian dipelihara hingga menjadi lalat jantan dewasa yang mandul dan dilepaskan di daerah tertentu. Apabila lalat mandul ini mengawini lalat betina, maka telur yang dihasilkannya akan steril, dengan demikian populasi lalat buah di daerah tersebut akan menurun ( Putra, 1997).

C. Klasifikasi Tanaman Daun wangi ( Melaleuca bracteata L )

Klasifikasi tanaman daun wangi menurut Kardinan (2000) termasuk dalam Devisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Melaleuca L


(21)

Tumbuhan daun wangi (Melaleuca bracteata L) merupakan pohon dengan tinggi dapat mencapai 12 m. Batang berkayu dan bercabang banyak. Daun tunggal, ujung dan pangkal runcing, tepi rata dan berwarna hijau keputihan. Bunga majemuk, tumbuh diketiak daun dan berwarna putih. Buah kotak, berbentuk lonceng diameter 6-7 mm dan berwarna putih kotor. Biji sangat kecil, berbentuk bulat dan berwarna coklat. Akar tunggang, tumbuhan daun wangi dapat tumbuh dihampir semua tempat dengan ketinggian 1 - 1.500 m diatas permukaan laut (dpl), semakin tinggi suatu tempat maka tanaman daun wangi akan tumbuh semakin baik (Kardinan, 2002).

Daun wangi (Melaleuca bracteata L) dapat digunakan langsung sebagai insektisida nabati dengan mengaduknya dengan air atau disuling sehingga akan menghasilkan minyak asirinya, yang mengandung metil eugenol (C12H14O2). Rendemen minyak hasil penyulingan daun wangi (Melaleuca bracteata L) adalah 1,14 persen dengan kadar metil eugenol 76 persen. Metil eugenol yang terkandung dalam daun wangi (Melaleuca bracteata L) bersifat atraktan atau menarik serangga lalat buah khususnya dari jenis Bactrocera dorsalis. Pengendalian lalat buah dengan daun wangi dapat pula secara langsung mengaduknya dengan air yang perbandingannya 1:10 (daun wangi dan air) dan ditambah sedikit deterjen. Larutan diendapkan semalam kemudian keesokan harinya diperas dan air perasan tersebut langsung dapat digunakan. Senyawa sejenis telah lama dibuat secara sintesis dan digunakan sebagai bahan perangkap untuk memonitor dan membunuh lalat buah (Kardinan, 2000).


(22)

Gambar 3. Tanaman Daun Wangi (Melaleuca bracteata L) (Anonim, 2006)

D. Petrogenol (bahan aktif metil eugenol)

Metil Eugenol merupakan atraktan yang sering digunakan untuk mengendalikan lalat buah Bactrocera sp. Zat ini bersifat volatile atau menguap dan melepaskan aroma wangi dengan radius mencapai 20-100 m, tetapi jika dibantu oleh angin jangkauan bisa mencapai 3 km. Atraktan sintetik sudah banyak beredar dipasaran tetapi harganya cukup mahal, dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan belum tentu berhasil dalam pengaplikasiannya. Selain dari bahan kimia


(23)

sintetik, metil eugenol juga dapat dibuat secara langsung dari beberapa tanaman seperti tanaman cengkeh, kayu putih, daun wangi dan selasih (Anonim, 2008).

Penggunaan atraktan merupakan cara pengendalian hama lalat buah yang ramah lingkungan, karena baik komoditas yang dilindungi maupun lingkungannya tidak terkontaminasi oleh atraktan. Selain itu atraktan ini tidak membunuh serangga bukan sasaran (serangga berguna seperti lebah madu, serangga penyerbuk atau musuh alami hama), karena bersifat spesifik, yaitu hanya memerangkap lalat buah, sehingga tidak ada risiko atau dampak negatif dari penggunaannya. Namun ada pula yang berpendapat atraktan kurang baik untuk upaya pengendalian lalat buah karena hanya menangkap serangga jantan saja (Anonim, 2008).

Gambar 5. Petrogenol

Gambar 4. Petrogenol


(24)

Kandungan bahan atraktan non nabati (petrogenol) memiliki metil eugenol lebih tinggi dalam menarik lalat buah jantan, dibandingkan dengan atraktan nabati (Daun Wangi).

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun jambu biji desa Sambibulu, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan Maret 2010 sampai bulan Juli 2010.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman jambu biji yang sedang berbuah. Atraktan nabati daun wangi dan atraktan non nabati (petrogenol), air sabun.

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gunting, botol bekas air mineral 600 ml, kertas, Erlenmeyer, kapas, benang, alat penumbuk, pinset, pipet dan mikroskop.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap


(25)

Petrogenol) dan faktor 2 (pemberian dosis pada setiap perangkap, yaitu 0,5 cc, 0,75 cc, 1 cc, 1,25 cc, 1,5 cc) yang masing-masing diulang sebanyak 3 kali. Adapun denah percobaan ditunjukkan pada Gambar 6 berikut ini :

W(0,5) I P (1,25) III W (0,5) III P (0,5) II P (1,5) III W (0,5) II

P (1) III W (0,75) I P (0,75) I P (0,75) III W (0,75) II

P (1,5) I

P (0,5) I P (1) II W (1) I W (1) II W (1,5) I P (0,75) II

P (1,5) II W (1,5) II W (1,25) II W (1,25) I P (1) I P (0,5) III

W (0,75) III W (1) III P (1,25) I W (1,5) III P (1,25) II W (1,25) III

Gambar 5. Denah Penempatan Percobaan Keterangan :

0,5 adalah dosis 0,5 cc per perangkap 0,75 adalah dosis 0,75 cc per perangkap 1 adalah dosis 1 cc per perangkap 1,25 adalah dosis 1,25 cc per perangkap 1,5 adalah dosis 1,5 cc per perangkap W adalah daun wangi (Melaleuca bracteata L) P adalah petrogenol (atraktan non nabati) I - III adalah banyaknya ulangan

D. Pelaksanaan Penelitian


(26)

Tanaman jambu biji yang dipergunakan dalam penelitian berumur 2 tahun yang sedang berbuah

a. Pembuatan Botol Perangkap

Bahan yang digunakan untuk membuat perangkap lalat buah adalah botol bekas air mineral yang berukuran 600 ml. Kedua sisi botol diberi lubang berbentuk segitiga sama sisi yang terbalik dengan ukuran 2 cm dan lubang tersebut saling berhadapan. Jarak antara lubang dengan dasar botol adalah 7 cm, kemudian membuat gulungan kapas sebesar ibu jari dan diikat dengan benang sepanjang 30 cm. Kapas dikaitkan dengan tutup botol, kemudian botol digantungkan di atas pohon jambu biji.

A B

Gambar 6. Model Perangkap Lalat Buah (Anonim, 2009) A. Konstruksi Perangkap


(27)

B. Cara Pemasangan Perangkap

b. Cara Pemerasan Bahan Nabati

Bahan nabati (Daun wangi, dan Petrogenol (non nabati) yang akan diambil air perasannya sebagai atraktan disiapkan. Pembuatan air perasan bahan nabati dapat dilakukan sebagi berikut : menyediakan daun yang masih segar 100 g, yang digunakan untuk tiap perlakuan dengan tiga kali ulangan, kemudian daun ditumbuk dengan menggunakan alat penumbuk sampai halus, kemudian diperas. Air perasan dari bahan nabati tersebut diteteskan pada kapas yang akan dipasang pada perangkap.

2. Pelaksanaan

Botol perangkap yang sudah dibuat, kapasnya ditetesi dengan perasan bahan nabati (Daun wangi dan Petrogenol (non nabati) pada dosis 0,5 – 1,5 cc per perangkap dengan menggunakan spet suntik ukuran 5 cc. Pada bagian dasar botol diberi air sabun, penggunaan air sabun bertujuan agar pada saat lalat buah masuk kedalam botol tidak dapat keluar lagi, lama kelamaan akan kehabisan energi lalu jatuh dan mati. Air sabun digunakan untuk menggantikan penggunaan pestisida untuk membunuh lalat buah yang masuk ke dalam perangkap. Botol air mineral yang berfungsi sebagai perangkap, kemudian digantungkan pada pohon jambu biji yang sesuai dengan ketinggian kurang lebih 1,5 – 2 meter dari permukaan tanah. Penempatan perangkap antara perlakuan satu dengan yang lain berjarak kurang lebih 5 meter dan untuk jarak antara ulangan satu dengan ulangan yang lain kurang lebih 50 meter. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 4 minggu.


(28)

E. Parameter yang diamati

Parameter yang diamati adalah 1. mengidentifikasi lalat buah stadia imago yang terperangkap dengan menggunakan pustaka Taksonomi dan Bioteknologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Dyptera : Tephritidae), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Dan 2. menghitung jumlah lalat buah yang masuk perangkap pada tiap perlakuan.

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam sesuai dengan Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) dan pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT 0,05).


(29)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jenis Lalat Buah yang Terperangkap

Hasil lalat buah yang terperangkap di kebun buah jambu biji desa Sambibulu, Kecamatan Taman, Kabupaten Sidoarjo, diperoleh lalat buah dengan ciri-ciri : Pada bagian toraks skutum berwarna hitam, mesonotum (toraks tengah) warna hitam, di bagian toraks terdapat pita lateral kuning pada mesonotum memanjang ke dekat rambut suplar alar dan ada dua pasang rambut pada fronto

orbital dibagian dalam, selain itu skutelum (scutellum) yang berbentuk segitiga

terdapat dua rambut prescutella. Sayap hanya mempunyai pita warna hitam pada garis costal dan garis anal, tidak mempunyai noda-noda pada vena melintang. Abdomen sebagian besar berwarna merah pucat (coklat), terdapat pita warna hitam melintang pada tergit 2 dan tergit 3, di bagian pita warna hitam membelah tengah-tengah tergit 3 – 5 dengan panjang 4,5 – 4,7 mm. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa serangga dengan ciri-ciri tersebut, adalah jenis Bactrocera

dorsalis yang termasuk dalam ordo Diptera, famili Tephritidae dan genus Bactrocera (Siwi, Hidayat dan Suputa, 2006).


(30)

Ciri-ciri Famili Tephritidae, khususnya genus bactrocera adalah warna toraks dan abdomen orange, sayap transparan dengan bercak pita (band) yang bervariasi, abdomen lalat buah jantan lebih kuat (Anonim, 2006).

Gambar 7. Bagian Tubuh Bactrocera dorsalis

a. Caput, b. Toraks, c. Abdomen, d. Sayap

B. Jumlah Lalat Buah yang Terperangkap

Berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pengamatan minggu 1 hingga minggu 3, penggunaan atraktan nabati dan non nabati ternyata tidak dapat mempengaruhi terhadap banyaknya lalat buah yang terperangkap,

Skutelum Mata

Tergit/segmen Costal

Anal Skutum

Facial spot

a

b

c


(31)

akan tetapi pada minggu ke 4 ternyata menunjukkan adanya perbedaan pada jumlah lalat buah yang terperangkap (Tabel Lampiran 1 - 4). Hasil rerata perminggu lalat buah yang terperangkap juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (Tabel Lampiran 5). Adapun hasil jumlah lalat buah yang terperangkap pada minggu ke 4 ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Lalat Buah yang Terperangkap pada minggu ke 4  

        Jumlah Lalat Buah Terperangkap 

Perlakuan  

   Data Asli  Data Transformasi 

                ………. ekor ……….. 

Non Nabati (Petrogenol)    1.5  a  2.24 

Nabati (Daun Wangi)    5.6  b  1.32 

BNT 5 %     1.71  1.71 

Keterangan : Angka-angka pada setiap lajur yang didampingi oleh huruf sama, menunjukkan tidak berbeda nyata ( P = 0,05)

Berdasarkan hasil pengamatan minggu ke 4 pada atraktan nabati (Daun Wangi) menunjukkan bahwa, banyaknya lalat buah yang terperangkap 5,6 ekor. Tingginya populasi Bactrocera dorsalis disebabkan serangga ini merupakan hama utama pada tanaman jambu biji, selain itu pada saat penelitian tingkat ketersediaan sumber makanan bagi hama ini berlimpah, karena hampir sebagian buah jambu biji dalam kondisi siap panen. Turut mendukung sifat dari lalat buah jenis ini yang memiliki banyak inang, disekitar tempat kebun penelitian terdapat tanaman jeruk,jambu air dan mangga. Menurut Wikardi (2000), pada awalnya penggunaan atraktan nabati (Daun Wangi) adalah mereduksi populasi lalat buah jantan, dan pada generasi berikutnya sebagian besar populasi akan tereduksi,


(32)

karena lalat buah betina tidak dibuahi. Menurut (Kardinan, 2000) menyatakan bahwa kandungan rendemen minyak hasil penyulingan daun wangi (Melaleuca

bracteata L) adalah 1,14 persen dengan kadar metil eugenol 76 persen, sedangkan

kadar metil eugenol pada petrogenol sebanyak 80 persen (Anonim, 2008).

Hasil pengamatan dengan penggunaan atraktan non nabati (Petrogenol), menunjukkan bahwa jumlah lalat buah yang terperangkap pada mingu ke 4 mencapai 1,5 ekor. Intensitas serangan dan populasi lalat buah akan meningkat pada keadaan iklim yang sesuai, pada saat suhu rendah berkisar antara 26 0C, dan kelembaban tinggi berkisar 90 persen. Aktivitas lalat buah akan lebih baik pada saat curah hujan rendah dari pada curah hujan tinggi (Rukmana dan Sugandi, 1997).

Hasil pengamatan lalat buah yang dilakukan selama 4 minggu dikebun buah jambu biji, pada suhu 30 0Cdan kelembaban 95 persen, jumlah rerata lalat buah yang terperangkap pada perlakuan dosis 0,5 – 1,5 cc per perangkap untuk atraktan nabati maupun non nabati menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. tanaman jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada suhu sekitar 23-28 derajat C di siang hari. Kekurangan sinar matahari dapat menyebabkan penurunan hasil atau kurang sempurna (kerdil), yang ideal musim berbunga dan berbuah pada waktu musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli-September sedang musim buahnya terjadi bulan Nopember-Februari bersamaan musim penghujan (Anonim, 2008).

Interaksi antara atraktan dan dosis pada penelitian ketertarikan lalat buah (Bactrocera spp.) terhadap atraktan nabati dan non nabati, tidak terjadi perbedaan


(33)

pada pengamatan 1 sampai dengan minggu ke 4 (Tabel Lampiran 1 - 4). Lalat Tephritidae yang menyerang buah, umumnya tertarik oleh substansi yang mengandung ammonia dalam buah, contoh lainnya protein hidrolisis atau protein autolisis, oleh karena itu zat-zat tersebut dapat digunakan sebagai perangkap lalat buah, baik jantan maupun betina (Anonim, 2007). Pemanfaatan minyak

Melaleuca bracteata di lapang dapat dikombinasikan dengan sumber rangsangan

lainnya (Trisawa, 2000).


(34)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 4 minggu di kebun buah jambu biji dapat disimpulkan bahwa :

1. Lalat buah yang terperangkap dengan menggunakan atraktan nabati dan non nabati yaitu jenis lalat buah Bactrocera dorsalis.

2. Pada perlakuan atraktan nabati (Daun Wangi) dan non nabati (Petrogenol) tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam jumlah lalat buah yang terperangkap.

B. SARAN

Kedua jenis atraktan nabati (Daun wangi) dan non nabati (petrogenol),

menpunyai kemampuan yang sama dalam menarik lalat buah, meskipun kandungan metil eugenol dari kedua atraktan tersebut berbeda. Pengendalian lalat buah pada lahan tanaman jambu biji, disarankan jika tidak ada atraktan petrogenol, bisa menggunakan atraktan nabati (Daun Wangi).


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami,Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Institut Pertanian Bogor.

, 2006a. Opt-mangga-lalat buah. http://www.Deptan.go.id /ditlinhorti / Htm 2 hal.

, 2006b. http: // www.Iptek. Net.Id / ditlinhorti / Ind / pd tanobat / View. Php id = 134

, 2007. Panduan lalat buah. http: // www.Deptan.go.id / ditlinhorti / opt / Htm 9 hal.

____,2008. Laporan ilmu hama tumbuhan dasar atraktan http://rizkyhaerunisa.student.ipb.ac.id Htm 4 hal

,2008. Teknologi tapat guna. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=2&doc=2a8

, 2009. Pemanfaatan minyak atsiri alternatif teknologi pengendalian opt buah ramah lingkungan.http://www.wordpres.com

Baga, K., 1995. Mengatasi Buah Rontok, Busuk dan Berulat. Penebar Swadaya. Jakarta 130 hal.

Baga, K., 1999. Mengatasi Buah Rontok, Busuk dan Berulat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kardinan, A., 2000. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasinya, Penebar Swadaya, Jakarta. 75 hal.


(36)

Kardinan, A., 2002. Atraktan Nabati Untuk Mengendalikan Lalat Buah Pada Pertanian Organik, Penebar Swadaya, Jakarta. 80 hal.

Lingga, 1983. Bertanam belimbing, Penebar Swadaya, Jakarta. 4 hal

Nuswamarhaeni, S., D. Prihatin, E. P. Pohan, 1993. Mengenal Buah Unggul Indonesia, Penebar Swadaya, Jakarta. 44 hal

Oka, I. N., 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Aplikasinya di Indonesia Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta. 197 hal.

Putra, N. S., 1997. Hama lalat Buah dan Pengendaliaannya, Kanisius, Yogyakarta. 44 hal.

Pracaya, 1992. Hama dan Penyakit Tanaman, Penebar Swadaya. Jakarta 356 hal. Reza, 1991. Bunga, Buah dan Biji. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 84 hal

Rukmana. R, Sugandi. U., 1997, Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian, Karnisius, Yogyakarta. 56 hal.

Sudarmo, S., 1995. Pengendalian Serangga Hama Tanaman Buah-Buahan, Kanisius, Yogyakarta. 86 hal.

Siwi, S.S., P. Hidayat. Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioteknologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Dyptera : Tephritidae), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. 31 – 34 hal.

Trisawa, I.M., 2000. Keefektifan Minyak Melaleuca bracteata dengan Warna perangkap dan sari buah Terhadap Bactrocera dorsalis.

Untung, K., 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta. 63 hal.

Van, S., 1978. Flora, Pradaya Paramita, Jakarta. 370 hal.

Wikardi, E.A., 2000. Aspek Budidaya Tanaman Melaleuca bracteata Sebagai Penghasil Atraktan Nabati Untuk Lalat Buah (Bactrocera dorsalis). Di dalam: Deciyanto, S et al. (eds). Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor 9 – 10 November 1999. Puslitbangbun:502 – 513.


(37)

LAMPIRAN

Tabel lampiran 1 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 1 setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  4.08  0.29  0.19  tn  2.43  3.56 

Atraktan  1  0.22  0.22  0.14  tn  4.54  8.68 

Dosis  4  2.23  0.56  0.36  tn  3.06  4.89 

A X D  9  4.08  0.45  0.30  tn  2.59  3.89 

Galat  15  23.00  1.53             

Total  29  27.08            

Tabel lampiran 2 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 2 setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  5.42  0.39  0.38  tn  2.43  3.56 

Atraktan  1  0.52  0.52  0.51  tn  4.54  8.68 

Dosis  4  0.56  0.14  0.14  tn  3.06  4.89 

A X D  9  5.42  0.60  0.59  tn  2.59  3.89 

Galat  15  15.37  1.02             

Total  29  20.79            

Tabel lampiran 3 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 3 setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  2.04  0.15  1.01  tn  2.43  3.56 


(38)

Dosis  4  0.45  0.11  0.78  tn  3.06  4.89 

A X D  9  2.04  0.23  1.56  tn  2.59  3.89 

Galat  15  2.17  0.14             

Total  29  4.21            

Tabel lampiran 4 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 4 setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  11.01  0.79  0.81  tn  2.43  3.56 

Atraktan  1  6.33  6.33  6.55  *  4.54  8.68 

Dosis  4  2.02  0.51  0.52  tn  3.06  4.89 

A X D  9  11.01  1.22  1.27  tn  2.59  3.89 

Galat  15  14.50  0.97             

Total  29  25.50            

Tabel lampiran 5 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan 4 minggu setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  0.88  0.06  0.42  tn  2.43  3.56 

Atraktan  1  0.12  0.12  0.81  tn  4.54  8.68 

Dosis  4  0.55  0.14  0.91  tn  3.06  4.89 

A X D  9  0.88  0.10  0.65  tn  2.59  3.89 

Galat  15  2.27  0.15            

Total  29  3.15                

Tabel lampiran 6 : Rerata Jumlah Lalat Buah yang Terperangkap

Perlakuan     Jumlah Terperangkap (Minggu ke…) 

Atraktan   Dosis     I  II  III  IV  Rata ‐ rata 

       cc/perangkap    .………   Ekor   …...………..……… 

 Daun  Wangi   (0,5)    2.3  4.0  0.7  4.3  2.8 

 Daun  Wangi   (0,75)    1.0  3.7  1.0  3.7  2.3 

 Daun  Wangi   (1)    0.7  3.0  1.0  3.7  2.1 

 Daun  Wangi   (1,25)    7.0  2.0  1.3  5.3  3.9 

 Daun  Wangi   (1,5)    2.7  1.7  3.0  11.0  4.6 


(39)

 Petrogenol      (0,5)    1.0  2.0  1.3  3.3  1.9 

 Petrogenol      (0,75)    2.3  2.3  1.3  0.7  1.7 

 Petrogenol      (1)    3.3  4.7  2.0  1.0  2.8 

 Petrogenol      (1,25)    3.7  6.7  0.3  1.0  2.9 

 Petrogenol      (1,5)    4.7  7.7  0.7  1.3  3.6 

BNT 5 %       

Keterangan : * : Beda Nyata tn : Tidak Nyata


(1)

35

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan selama 4 minggu di kebun buah jambu biji dapat disimpulkan bahwa :

1. Lalat buah yang terperangkap dengan menggunakan atraktan nabati dan non nabati yaitu jenis lalat buah Bactrocera dorsalis.

2. Pada perlakuan atraktan nabati (Daun Wangi) dan non nabati (Petrogenol) tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam jumlah lalat buah yang terperangkap.

B. SARAN

Kedua jenis atraktan nabati (Daun wangi) dan non nabati (petrogenol), menpunyai kemampuan yang sama dalam menarik lalat buah, meskipun kandungan metil eugenol dari kedua atraktan tersebut berbeda. Pengendalian lalat buah pada lahan tanaman jambu biji, disarankan jika tidak ada atraktan petrogenol, bisa menggunakan atraktan nabati (Daun Wangi).


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami,Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu, Institut Pertanian Bogor.

, 2006a. Opt-mangga-lalat buah. http://www.Deptan.go.id /ditlinhorti / Htm 2 hal.

, 2006b. http: // www.Iptek. Net.Id / ditlinhorti / Ind / pd tanobat / View. Php id = 134

, 2007. Panduan lalat buah. http: // www.Deptan.go.id / ditlinhorti / opt / Htm 9 hal.

____,2008. Laporan ilmu hama tumbuhan dasar atraktan http://rizkyhaerunisa.student.ipb.ac.id Htm 4 hal

,2008. Teknologi tapat guna. http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6&ttg=2&doc=2a8

, 2009. Pemanfaatan minyak atsiri alternatif teknologi pengendalian opt buah ramah lingkungan.http://www.wordpres.com

Baga, K., 1995. Mengatasi Buah Rontok, Busuk dan Berulat. Penebar Swadaya. Jakarta 130 hal.

Baga, K., 1999. Mengatasi Buah Rontok, Busuk dan Berulat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kardinan, A., 2000. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasinya, Penebar Swadaya, Jakarta. 75 hal.


(3)

37

Kardinan, A., 2002. Atraktan Nabati Untuk Mengendalikan Lalat Buah Pada Pertanian Organik, Penebar Swadaya, Jakarta. 80 hal.

Lingga, 1983. Bertanam belimbing, Penebar Swadaya, Jakarta. 4 hal

Nuswamarhaeni, S., D. Prihatin, E. P. Pohan, 1993. Mengenal Buah Unggul Indonesia, Penebar Swadaya, Jakarta. 44 hal

Oka, I. N., 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Aplikasinya di Indonesia Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta. 197 hal.

Putra, N. S., 1997. Hama lalat Buah dan Pengendaliaannya, Kanisius, Yogyakarta. 44 hal.

Pracaya, 1992. Hama dan Penyakit Tanaman, Penebar Swadaya. Jakarta 356 hal. Reza, 1991. Bunga, Buah dan Biji. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung. 84 hal

Rukmana. R, Sugandi. U., 1997, Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian, Karnisius, Yogyakarta. 56 hal.

Sudarmo, S., 1995. Pengendalian Serangga Hama Tanaman Buah-Buahan, Kanisius, Yogyakarta. 86 hal.

Siwi, S.S., P. Hidayat. Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioteknologi Lalat Buah Penting di Indonesia (Dyptera : Tephritidae), Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. 31 – 34 hal.

Trisawa, I.M., 2000. Keefektifan Minyak Melaleuca bracteata dengan Warna perangkap dan sari buah Terhadap Bactrocera dorsalis.

Untung, K., 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, Gadjah Mada University Prees. Yogyakarta. 63 hal.

Van, S., 1978. Flora, Pradaya Paramita, Jakarta. 370 hal.

Wikardi, E.A., 2000. Aspek Budidaya Tanaman Melaleuca bracteata Sebagai Penghasil Atraktan Nabati Untuk Lalat Buah (Bactrocera dorsalis). Di dalam: Deciyanto, S et al. (eds). Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati, Bogor 9 – 10 November 1999. Puslitbangbun:502 – 513.


(4)

LAMPIRAN

Tabel lampiran 1 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 1 setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  4.08  0.29  0.19  tn  2.43  3.56 

Atraktan  1  0.22  0.22  0.14  tn  4.54  8.68 

Dosis  4  2.23  0.56  0.36  tn  3.06  4.89 

A X D  9  4.08  0.45  0.30  tn  2.59  3.89 

Galat  15  23.00  1.53             

Total  29  27.08            

Tabel lampiran 2 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 2 setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  5.42  0.39  0.38  tn  2.43  3.56 

Atraktan  1  0.52  0.52  0.51  tn  4.54  8.68 

Dosis  4  0.56  0.14  0.14  tn  3.06  4.89 

A X D  9  5.42  0.60  0.59  tn  2.59  3.89 

Galat  15  15.37  1.02             

Total  29  20.79            

Tabel lampiran 3 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 3 setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  2.04  0.15  1.01  tn  2.43  3.56 


(5)

39

Dosis  4  0.45  0.11  0.78  tn  3.06  4.89 

A X D  9  2.04  0.23  1.56  tn  2.59  3.89 

Galat  15  2.17  0.14             

Total  29  4.21            

Tabel lampiran 4 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan minggu 4 setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  11.01  0.79  0.81  tn  2.43  3.56 

Atraktan  1  6.33  6.33  6.55  *  4.54  8.68 

Dosis  4  2.02  0.51  0.52  tn  3.06  4.89 

A X D  9  11.01  1.22  1.27  tn  2.59  3.89 

Galat  15  14.50  0.97             

Total  29  25.50            

Tabel lampiran 5 : Analisis ragam penggunaan atraktan dan dosis yang berbeda pada pengamatan 4 minggu setelah aplikasi.

SK  db  JK  KT       F  hitung  F tabel 5% 

F tabel  1% 

Perlakuan  14  0.88  0.06  0.42  tn  2.43  3.56 

Atraktan  1  0.12  0.12  0.81  tn  4.54  8.68 

Dosis  4  0.55  0.14  0.91  tn  3.06  4.89 

A X D  9  0.88  0.10  0.65  tn  2.59  3.89 

Galat  15  2.27  0.15            

Total  29  3.15                

Tabel lampiran 6 : Rerata Jumlah Lalat Buah yang Terperangkap

Perlakuan     Jumlah Terperangkap (Minggu ke…) 

Atraktan   Dosis     I  II  III  IV  Rata ‐ rata 

       cc/perangkap    .………   Ekor   …...………..……… 

 Daun  Wangi   (0,5)    2.3  4.0  0.7  4.3  2.8 

 Daun  Wangi   (0,75)    1.0  3.7  1.0  3.7  2.3 

 Daun  Wangi   (1)    0.7  3.0  1.0  3.7  2.1 

 Daun  Wangi   (1,25)    7.0  2.0  1.3  5.3  3.9 

 Daun  Wangi   (1,5)    2.7  1.7  3.0  11.0  4.6 


(6)

 Petrogenol      (0,5)    1.0  2.0  1.3  3.3  1.9 

 Petrogenol      (0,75)    2.3  2.3  1.3  0.7  1.7 

 Petrogenol      (1)    3.3  4.7  2.0  1.0  2.8 

 Petrogenol      (1,25)    3.7  6.7  0.3  1.0  2.9 

 Petrogenol      (1,5)    4.7  7.7  0.7  1.3  3.6 

BNT 5 %       

Keterangan : * : Beda Nyata tn : Tidak Nyata