Pengaruh Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Kanker yang Akan Dilakukan Kemoterapi Studi Dilakukan di Ruang Aangsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar.

(1)

SKRIPSI

PENGARUH TERAPI NYANYIAN

(CHANTING)

MANTRA

OM TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN KANKER

YANG AKAN DILAKUKAN KEMOTERAPI

Studi dilakukan di Ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar

OLEH:

NI LUH GEDE LILY PERMATA SARI

NIM. 1102105019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

i

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

NI LUH GEDE LILY PERMATA SARI

NIM. 1102105019

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

ii

Nama : Ni Luh Gede Lily Permata Sari

NIM : 1102105019

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana Program Studi : Ilmu Keperawatan

menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya tersebut.

Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,

Ni Luh Gede Lily Permata Sari 1102105019


(4)

iii

PENGARUH TERAPI NYANYIAN

(CHANTING)

MANTRA

OM TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN

KANKER YANG AKAN DILAKUKAN KEMOTERAPI

Studi dilakukan di Ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar

Untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH:

NI LUH GEDE LILY PERMATA SARI

NIM. 1102105019

TELAH MENDAPATKAN PERSETUJUAN UNTUK DIUJI

Pembimbing Utama

Ns. Dewa Gede Anom, S.Kep, MM.

NIP. 19671125 198903 1007

Pembimbing Pendamping

Ns. Made Surata Witarsa, S.Kep.

NIP. 19750202 002121 004


(5)

iv

PENGARUH TERAPI NYANYIAN

(CHANTING)

MANTRA

OM TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN

KANKER YANG AKAN DILAKUKAN KEMOTERAPI

Studi dilakukan di Ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar

OLEH:

NI LUH GEDE LILY PERMATA SARI

NIM. 1102105019

TELAH DIUJIKAN DI HADAPAN TIM PENGUJI PADA HARI : ...

TANGGAL : ...

TIM PENGUJI:

1. Ns. Dewa Gede Anom, S.Kep, MM (Ketua) ... 2. Ns. Made Surata Witarsa, S.Kep (Sekretaris) ...

3. Ns. Ni Made Dian S, M.Kep, Sp.Kep.J (Pembahas) ...

MENGETAHUI:

DEKAN

FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes. NIP. 19530131 198003 1 004

KETUA

PSIK FK UNIVERSITAS UDAYANA

Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF. NIP. 19501231 198003 1 015


(6)

v

Hyang Widhi Wasa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengaruh Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Kanker yang Akan Dilakukan Kemoterapi Studi Dilakukan di Ruang Aangsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. I Putu Astawa, SpOT (K). M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan saya kesempatan menuntut ilmu di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar

2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS., AIF., sebagai ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang memberikan pengarahan dalam proses pendidikan

3. Ns. Dewa Gede Anom, S.Kep, MM., sebagai pembimbing utama yang telah memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini tepat waktu

4. Ns. Made Surata Witarsa, S.Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah memberikan bantuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu


(7)

vi

Denpasar Angkatan 2011 (Chivor) atas saran, masukan dan bantuannya dalam pembuatan skripsi penelitian ini

7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan dan telah mendoakan demi suksesnya penyusunan skripsi penelitian ini

Oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat menjadi acuan dan dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Juni 2015


(8)

vii

Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Denpasar. Pembimbing (1) Ns. Dewa Gede Anom, S.Kep, MM. ; (2) Ns. Made Surata Witarsa, S.Kep.

Kanker adalah penyakit yang disebabkan karena pertumbuhan sel yang abnormal. Kemoterapi merupakan salah satu terapi yang digunakan untuk mengobati kanker, namum memiliki beberapa efek samping. Salah satunya adalah kecemasan yang memiliki efek negatif, kecemasan penting untuk ditangani, kecemasan dapat diatasi dengan terapi non-farmakologi meditasi transcendental yaitu terapi nyanyian (chanting) mantra om. Terapi ini dilaksanakan dengan menyanyikan mantra om secara berulang sehingga menimbulkan efek relaksasi dan menurunkan tingkat kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi nyanyian (chanting) mantra om pada pasien yang akan dilakukan kemoterapi. Penelitian ini merupakan studi pre-experimental dengan rancangan penelitian One group pre-test and post-test design. Sampel terdiri dari 23 orang yang dipilih dengan cara consecutive sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner BAI dan dianalisis dengan teknik univariat dan bivariat. Penelitian ini dilakukan di Ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar. Pengumpulan data dilakukan dimulai pada tanggal 8 Mei-21 Mei 2015. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani inform concent, dilakukan pretest pengukuran tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi. Terapi dilakukan selama 30 menit, setelah terapi dilakukan kemudian dilakukan posttest tingkat kecemasan. Hasil penelitian didapatkan data karakteristik pasien, hasil pretest, tingkat kecemasan posttest. Hasil analisis bivariat dengan uji Wilcoxon Sign Rank Test didapatkan nilai p= 0,000, dengan nilai α=0,05 maka ada pengaruh secara signifikan. Kelemahan penelitian ini adalah peneliti pemula, faktor penyebab kecemasan lain yang belum bisa dikontrol sehingga memungkinkan adanya bias, dilakukan dalam jangka waktu yang singkat, serta objektivitas responden dalam mengisi kuesioner.


(9)

viii

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.3.1Tujuan Umum ... 9

1.3.2Tujuan Khusus ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.4.1Manfaat Teoritis ... 10

1.4.2Manfaat Praktis ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker ... 11

2.1.1Pengertian Kanker ... 11

2.1.2Epidemiologi Kanker ... 12

2.1.3Etiologi Kanker ... 12

2.1.4Patofisiologi Kanker... 15

2.1.5Tanda dan Gejala Kanker ... 16

2.1.6Jenis-jenis Kanker ... 17

2.1.7Terapi pada Kanker ... 20

2.2 Kecemasan ... 23

2.2.1Pengertian Kecemasan ... 23

2.2.2Etiologi dan Faktor yang Mempengaruhi ... 24

2.2.3Tanda dan Gejala Kecemasan ... 29

2.2.4Dampak Kecemasan ... 31

2.2.5Mekanisme Timbulnya Kecemasan ... 33

2.2.6Tingkat atau Jenis Kecemasan ... 34


(10)

ix

2.3.2Tahapan Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om ... 49

2.3.3Manfaat Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om ... 53

2.3.4Pengaruh Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om... 54

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ... 57

3.2 Variabel Penelitian Dan Definisi Operasional Variabel ... 58

3.2.1 Variabel Penelitian ... 58

3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 58

3.2 Hipotesis ... 60

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis Penelitian ... 61

4.2 Kerangka Kerja ... 62

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 63

4.4 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian ... 63

4.4.1Populasi ... 63

4.4.2Sampel ... 63

4.4.3Teknik Sampling ... 65

4.5Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 66

4.5.1Jenis Data yang Dikumpulkan ... 66

4.5.2Cara Pengumpulan Data ... 66

4.5.3Instrumen Pengumpulan Data ... 68

4.5.4Etika Penelitian ... 69

4.6Pengolahan dan Analisa Data ... 70

4.6.1Teknik Pengolahan Data ... 70

4.6.2Teknik Analisa Data ... 71

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 73

5.1.1 Kondisi Lokasi Penelitian... 73

5.1.2 Karakteristik Responden Penelitian ... 75

5.1.3 Hasil Pengamatan Tingkat Kecemasan Pada Objek Penelitian ... 79

5.1.4 Hasil Analisis Data ... 81

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ... 83

5.2.2 Karakteristik Pasien yang Akan Dilakukan Kemoterapi dan Mengalami Kecemasan Berdasarkan Jenis Kelamin.. 82

5.2.3 Karakteristik Pasien yang Akan Dilakukan Kemoterapi dan Mengalami Kecemasan Berdasarkan Kelompok Usia ... 83


(11)

x

Kemoterapi ... 86

5.2.5 Tingkat Kecemasan Sebelum Dilakukan Terapi Chanting Mantra OM ... 87

5.2.6 Tingkat Kecemasan Setelah Dilakukan Terapi Chanting Mantra OM ... 89

5.2.7 Analisis Penngaruh Terapi Chanting Mantra OM Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Kanker yang Akan Dilakukan Kemoterapi ... 92

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 97

5.3.1 Kelemahan Penelitian... 97

5.3.2 Hambatan Penelitian ... 98

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ... 99

6.2 Saran ………... 101

6.2.1 Bagi Profesi Keperawatan ……… 101

6.2.2 Bagi Keluarga dan Pasien ... 101

6.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya ... 101

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

xi

Sel Terbentuknya ... 19 Tabel 2.2 Tingkat Kecemasan dan Manifestasi Klinis... 37 Tabel 3.1Definisi Operasional Variabel Pengaruh Terapi Nyanyian

(Chanting)Mantra Om Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Kanker yang menjalani Kemoterapi di Ruang Angsoka 2 RSUP

Sanglah Denpasar ... 59 Tabel 5.1. Karakteristik Pasien yang Akan Dilakukan Kemoterapi dan

Mengalami Kecemasan Berdasarkan Jenis Kelami ... 75 Tabel 5.2 Karakteristik Pasien yang Akan Dilakukan Kemoterapi dan

Mengalami Kecemasan Berdasarkan Kelompok Usia ... 76 Tabel 5.3 Karakteristik Pasien yang Akan Dilakukan Kemoterapi dan

Mengalami Kecemasan Berdasarkan Riwayat Pendidikan ... 77 Tabel 5.4 Karakteristik Pasien yang Akan Dilakukan Kemoterapi dan

Mengalami Kecemasan Berdasarkan Frekuensi Kemoterapi ... 78 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Sebelum Dilakukan

Terapi (Chanting) Mantra Om ... 79 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Setelah Dilakukan

Terapi (Chanting) Mantra Om ... 80 Tabel 57.Tabel Hasil Analisis Data Sebelum dan Setelah Terapi

Chanting Mantra Om ... 81 Tabel 5.8 Tabel Hasil Analisis Data Statistik Sebelum dan Setelah Terapi


(13)

xii

Gambar 2.2 Tahapan Stadium Neoplasma ... 20 Gambar 2.3 Posisi saat melakukan Terapi Nyanyian

(Chanting) Mantra Om ... 50 Gambar 3.1Kerangka Konsep Pengaruh Terapi Nyanyian

(Chanting) Mantra Om terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Kemoterapi di Ruang Angsoka 2 RSUP

Sanglah Denpasar ... 57 Gambar 4.1Rancangan Penelitian One group pre-test and

post-test design ... 61 Gambar 4.2 Kerangka Kerja Pengaruh Terapi Nyanyian

(Chanting) Mantra Om Terhadap Kecemasan Pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi


(14)

xiii Lampiran 2 : Rencana Anggaran Penelitian Lampiran 3 : Penjelasan Penelitian

Lampiran 4 : Surat Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5 : Lembar Kuesioner

Lampiran 6 : Langkah Kerja Terapi Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om Lampiran 7 : Surat Permohonan Ijin Melakukan Studi Pendahuluan

Lampiran 8 : Surat Etichal Clearance

Lampiran 9 : Surat Ijin Pengumpulan Data Penelitian Lampiran 10 : Master Tabel

Lampiran 11 : Hasil Analisis Dekriptif Lampiran 12 : Hasil Analisis Statistik Lampiran 13 : Dokumentasi


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang jaringan di sekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh. Proliferasi sel yang tidak terkontrol terjadi pada sel kanker yang akhirnya menyebakan perubahan genetik secara krusial pada sel tersebut (Corwin, 2008) Kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel abnormal mulai dari pertumbuhan pramaligna sampai ganas atau metastasis yang bersifat parasit pada manusia (Brooker, 2008). Sel maligna menginvasi sel-sel didekatnya dan mempunyai laju pertumbuhan dan berkembang pada pembuluh darah dan jaringan normal, serta mampu bermetastasis jauh ke sisi yang lainnya (Tambayong, 2008).

Insiden kanker atau tumor ganas di setiap negara tidak sama, baik insiden keseluruhan maupun insiden spesifik. Insiden di daerah Eropa dan Amerika Utara umunya tinggi, jumlah kasus 200-350 per 100.000 penduduk. Daerah Eropa Selatan, Asia Barat dan Tengah, serta Afrika agak rendah sekitar 75-150 per 100.000 penduduk. Insiden kanker di Indonesia diperkirakan 180 per 100.000 penduduk dan frekuensi relatif kanker pada beberapa daerah di Indonesia tidak sama. Kanker yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah karsinoma serviks uteri, karsinome hepatoseluler, karsinoma payudara, karsinoma paru, dan


(16)

leukemia yang selanjutnya disusul oleh karsinoma kulit, ovarium, nasofaring, dan limfoma maligna (Sjamsuhidajat, 2007).

Estimasi jumlah penderita kanker tahun 2012 mencapai 14.090 kasus, 6.076 kasus baru pada negara maju dan 8.014 pada negara berkembang. Pertumbuhan kasus kanker baru di seluruh dunia menurut At a Glance ada sekitar 14,1 juta kasus kanker baru, 8,2 juta kematian karena kanker dan 32,6 juta orang hidup dengan kanker yang terdiagnosa dalam lima tahun di tahun 2012 (GLOBOCAN, 2012).

Prevalensi kanker di Indonesia sendiri mengalami peningkatan setiap tahunnya, data dari RISKESDAS tahun 2013 menyebutkan bahwa lima besar provinsi di Indonesia dengan jumlah penderita kanker terbesar adalah DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Bali, Bengkulu dan DKI Jakarta. Prevalensi cenderung lebih tinggi pada kelompok masyarakat dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, usia lanjut, perempuan dan di daerah perkotaan. Bali menempati tempat ke-tiga dengan presentasi 2‰ (RISKESDAS 2013). Dinas kesehatan Provinsi Bali mencatat kanker sebagai penyakit pembunuh nomor dua setelah kardiovaskuler. Dikatakan, jumlah penderita kanker di Bali per tahun rata-rata mencapai 40 orang. Jumlah ini akan terus berubah dan cenderung meningkat tajam (Yayasan Kanker Indonesia provinsi Bali). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan bulan Oktober 2014 di RSUP Sanglah Denpasar jumlah pasien kanker dari tahun 2012-2013 tecatat sebanyak 4.422 pasien.

Penyebab pasti dari kanker atau tumor ganas sendiri sampai saat ini belum teridentifikasi. Ada beberapa teori yang menyebutkan kanker dipengaruhi oleh


(17)

perubahan genetik, konsep kehilangan kontrol (feedback deletion), teori multifaktor oleh beberapa penyebab seperti genetik, hormon, virus atau kimia, dan teori stadium ganda (Sudiono, 2007).

Sebagai penyakit kronis yang belum teridentifikasi penyebab pastinya, dampak penyakit kanker juga bersifat sistemik dan dapat bermetastase ke seluruh jaringan tubuh penderita. Karena hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan kanker, dan salah satu dampak akhir kanker adalah kematian. (WHO, 2008).

Kanker dapat diatasi dengan menghidari faktor risiko dan menjalani terapi kuratif. Terapi kuratif pada kanker bersifat menyembuhkan atau memperpanjang overall survival serta disease for survival penderita dengan menghilangkan gejala dan tanda yang mengganggu seperti rasa nyeri, sulit tidur, sulit buang air besar, depresi, cemas, dan sebagainya. Terapi kanker dibedakan menjadi empat yaitu terapi pembedahan, terapi radiasi, dan terapi sistemik yang terdiri dari kemoterapi, terapi hormon dan terapi imunologis, dan yang terakhir adalah terapi paliatif (Sjamsuhidajat, 2007). Terapi kanker secara umum antara lain terapi pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi dan kombinasi terapi modalitas (Levitan dkk dalam Chang dkk, 2007).

Terapi-terapi pada pengobatan kanker memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Terapi pada kanker memiliki dua efek samping yaitu efek samping pada fisik dan emosional. Efek samping pada fisik dapat berupa nyeri setelah pembedahan, mual dan muntah, kelelahan, anemia, lymphedema, infeksi, kelainan fertilitas dan seksual pada wanita dan laki-laki, inkontinensia, dan risiko


(18)

timbulnya tipe kanker yang berbeda. Efek emosional yang ditimbulkan oleh terapi pengobatan pada kanker adalah terjadinya kecemasan, ketakutan dan depresi pada pasien kanker dan keluarga (American Cancer Society, 2014). Masalah Kesehatan fisik merupakan kondisi yang penuh stress bagi semua orang, meskipun tingkatan stress setiap orang berbeda tergantung pada mekanisme adaptasi dan koping yang dimiliki. individu yang didiagnosa menderita kanker akan mengalami stress dan perubahan status emosi, hal ini terjadi karena beragam faktor antara lain adanya rasa takut terhadap kematian dan perubahan status ekonomi. Gangguan mental yang paling banyak terjadi pada penderita kanker adalah cemas dan depresi (Videbeck, 2008: Varcarolis & Halter, 2010).

Cemas atau ansietas merupakan suatu respon emosional yang tidak memiliki objek yang spesifik. Cemas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart & Sundeen, 2005). Kecemasan merupakan respon yang umum terjadi setelah penyakit kanker terdiagnosis, ketika penerita kanker mengetahui mereka menderita kanker, maka pasien akan mengalami kondisi psikologis yang tidak menyenangkan misalnya merasa kaget, cemas, takut, bigung, sedih, panik, gelisah atau merasa sendiri, dan dibayangi oleh kematian (Utami & Hasanat,1998 : Lubis & Lasnida, 2009). Kecemasan pada kasus pasien kanker juga dapat meningkatkan rasa nyeri, gangguan tidur, penyebab ternyadinya mual dan muntah, dan jika tidak diterapi maka akan menjadi kecemasan dengan tingkat yang lebih berat bahkan dapat memperpendek kehidupan pasien (National Cancer Institute,2005).


(19)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hipkins et al menunjukkan adanya kecemasan dan depresi pada pasien kanker ovarium yang telah menjalani kemoterapi selama 3 bulan, 38% pasien mengalami kecemasan dan 33% pasien mengalami depresi. Follow-up dilakukan sebanyak dua kali dalam 3 bulan, dan hasilnya kasus kecemasan semakin meningkat , pada follow-up ke dua didapatkan kecemasan meningkat sebanyak 47% (Hipkins,et al,2004) . Kecemasan menjadi hal normal apabila rasa cemas tidak menggangu aktivitas sehari-hari, dapat dikendalikan, dan berlangsung singkat. Namun demikian, apabila reaksi cemas berlangsung lama dan memengaruhi kehidupan, kecemasan akan berubah menjadi sebuah gangguan kognitif atau somatik (Cahyono, 2011). Kecemasan mempunyai efek negatif seperti palpitasi, keringat dingin, napas pendek, sakit kepala, gampang marah dan kehilangan kontrol, dan peningkatan tekanan darah (Anxiety Care UK, 2014).

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar merupakan rumah sakit rujukan di Bali dan daerah Indonesia timur untuk penangan pasien kanker dan kemoterapi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di ruang Angsoka 2 pada 24 Oktober 2014, jumlah pasien yang menjalani rawat inap baik menjalani kemoterapi atau dalam tahap persiapan, dan pemulihan pasca kemoterapi dirawat pada empat ruangan dengan kapasitas tiga sampai tujuh orang pasien, rata-rata setiap hari ruangan melayani 24 orang pasien. Pengambilan sampel catatan keperawatan pasien secara acak didapatkan dari sepuluh sampel terdapat delapan orang pasien yang mengalami kecemasan, rata-rata diagnosis diegakkan saat pasien datang dari UGD atau telah dirawat beberapa hari di ruangan.


(20)

Penanganan kecemasan dapat dilakukan dengan obat-obatan atau medikasi, teknik relaksasi, bernapas perlahan, exposure therapy,Cognitive Behavioural Thereapy, latihan fisik, menjaga nutrisi dan gaya hidup sehat. Penggunaan medikasi sebagai terapi untuk mengurangi kecemasan tidak menjadi pilihan utama, terapi yang menjadi pilihan adalah terapi kognitif dan terapi relaksasi (Anxiety Treatment Australia, 2014).

Terapi relaksasi merupakan teknik yang digunakan untuk mengurangi cemas, lebih dari 3000 penelitian menunujukkan efek yang menguntungkan dari terapi relaksasi bagi kesehatan dan kesejahteraan. Terapi relaksasi memiliki beberapa jenis, yaitu Autogenic training yaitu teknik yang mengguanakan imajinasi visual dan kesadaran tubuh untuk menuntun seseorang pada keadaan relaksasi yang mendalam. Breathing, yaitu teknik yang digunakan adalah teknik napas dalam, Progressive muscle relaxation adalah teknik yang menggunakan penegangan dan relaksasi otot, mulai dari otot kaki sampai otot kepala, dan yang terakhir adalah meditation atau meditasi merupakan terapi kedua yang paling populer di U.S, yang terdiri dari Transcendetal Meditation yaitu pengulangan mantra, kata, atau kalimat, dan mindfulness meditation yaitu memfokuskan perhatian pada pikiran dan sensasi (University of Maryland Medical Center,2014).

Meditation atau meditasi merupakan salah satu kegiatan doa hening. Unsur dalam meditasi adalah hening, yaitu duduk diam dengan pikiran berkonsentrasi, mantra yang digunakan untuk masuk ke dalam keheningan yang diuacapkan secara berulang-ulang, dan relaksasi dari tubuh, hati dan pikiran (Widagdo,


(21)

2003). Terapi-terapi doa juga banyak digunakan sebagai terapi untuk mengurangi masalah-masalah psikologis, seperti kecemasan, stress, dan depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Moeini, Taeghani, Mehrabi, dan Musarezaie, penelitian dilakukan secara randomized clinical trial di Rumah Sakit Sayyed-Al-Shohada Isafahan University of Medical Sciences tahun 2012. Enam puluh empat pasien dengan leukemia dipilih secara acak menjadi grup kontrol dan perlakuan. Terapi spiritual meliputi dukungan kehadiran dan dukungan ritual keagamaan selama tiga hari. Tingkat kecemasan diukur sebelum dan sesudah terapi. Hasilnya tingkat kecemasan menurun secara signifikan antara grup kontrol dan perlakuan dengan nilai P<0,001, Hasil yang signifikan juga didapkan pada tingkat kecemasan sebelum dan setelah dilakukan terapi dengan nilai P<0,001(Moeini, Taeghani, Mehrabi, dan Musarezaie, 2014).

Penelitian lain juga menunujukkan hal yang serupa, penelitian yang dilakukan di Philantropic Hospital in the South of Minas Gerais, Brazil pada bulan Februari dan Desember 2012 pada 20 pasien kemoterapi, pengukuran tekanan darah, nadi, kadar kortisol, dan tingkat kecemasan diukur 30 menit sebelum dan setelah intervensi. Hasilnya tingkat kecemasan partisipan menurun dari sedang menjadi ringan dengan nilai p<0,00. Perbandingan tingkat kecemasan pre-post intervensi didapatkan data perubahan yang signifikan pada tingkat kecemasan (p<0,00), respiratory rate (p=0,04), dan tekanan darah (p=0,00) pada pasien yang diberikan terapi berdoa, namun tidak berhubungan secara signifikan pada kadar kortisol (p=0,57) (Carvalho, Chaves, Lunes, Simao, Grasselli, dan Braga, 2014).


(22)

Penelitian dengan menggunakan Chanting OM atau menyanyikan mantra Om, dilakukan oleh Tarun Routhan dan DR Saryu Ruhela dengan judul penelitian Chanting : A Therapeutik Treatment for Sports Competitive Anxiety. Penelitian dilakukan pada 84 orang yang masuk dalam National Sports Organization (NSO). Sampel dibagi dalam tiga grup, yaitu grup A diberikan Chanting Om dan musik, grup B diberikan Chanting Om tanpa musik, dan grup C adalah grup kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Intervensi dilakukan selama 20 menit, untuk grup A dan B, sementara grup C tidak mendapatkanya, naming sebelum intervensi, dilakukan latihan selama 40 menit, yaitu yoga, aerobic, atau kick boxing. Tingkat kecemasan diukur sebelum dan setelah 8 minggu intervensi. Hasilnya adalah intervensi Chanting Om baik dengan musik atau tanpa musik terbukti signifikan dapat menurunkan kecemasan, dengan hasil nilai P< 0,005, sedangkan perbedaan penurunan tingkat kecemasan pada grup A yang mendapatkan intervensi Chanting Om dan musik dengan grup B yang mendapat intervensi Chanting Om saja, didapatkan P< 0,001 dengan interpretasi tidak ada perbedaan yang signifikan antara intervensi pada grup A dan B (Rhouthan & Ruhela, 2014).

Berdasarkan dari uraian penelitian-penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh terapi doa pada tingkat kecemasan pasien yang menjalani kemoterapi,dengan judul penelitian “Pengaruh Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Kanker yang Akan Dilakukan Kemoterapi Studi dilakukan di Ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar”.


(23)

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : “Apakah terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om berpengaruh terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien kanker yang akan dilakukan kemoterapi di ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar?”

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om terhadap tingkat kecemasan pada pasien kanker yang akan dilakukan kemoterapi di Ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Karakteristik pasien kanker yang akan dilakukan kemoterapi di Ruang Angsoka 2 dan RSUP Sanglah Denpasar.

b. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien kanker yang akan dilakukan kemoterapi sebelum menjalani terapi nyanyian (chanting) mantra om di Ruang Angsoka 2 dan RSUP Sanglah Denpasar.

c. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien kanker yang akan dilakukan kemoterapi setelah menjalani terapi nyanyian (chanting) mantra om di Ruang Angsoka 2 dan RSUP Sanglah Denpasar.


(24)

d. Analisis pengaruh terapi nyanyian (chanting) mantra om terhadap tingkat kecemasan pada pasien kanker yang akan dilakukan kemoterapi sebelum dan setelah mendapatkan terapi nyanyian (chanting) mantra om di Ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan paliatif khususnya mengenai terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om yang merupakan salah satu terapi yang dilakukan untuk mengurangi tingkat kecemasan pada pasein yang akan dilakukan kemoterapi. Selain itu, penelitian ini juga dapat sebagai acuan untuk mengadakan penelitian selanjutnya yang terkait dengan masalah psikologis dalam keperawatan terutama dengan menggunakan terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om.

1.4.2 Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai manfaat terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om serta tenaga kesehatan dapat menerapkannya untuk menanggulangi masalah psikologis terutama kecemasan di Ruang Angsoka 2 RSUP Sanglah Denpasar. Selain itu, pasien yang menjalani kemoterapi yang mengalami kecemasan dapat menerapkan Nyanyian (Chanting) Mantra Om sebagai solusi alternatif untuk mengatasi kecemasan yang dialami.


(25)

(26)

Daftar Pustaka

American Cancer Society. (2014). Treatment and Side Effects.(Online),

http://www.cancer.org/treatment/treatmentsandsideeffects/ diakses 3 Nopember 2014.

Anxiety Care UK. (2014). The Biological Effects and Conscequences of Anxiety,(Online), (http://www.anxietycare.org.uk/docs/biologicaleffects.asp , diakses 3 Nopember 2014).

Anxiety Treatment Australia. (2014). Anxiety Treatment Options, (Online), (http://www.anxietyaustralia.com.au/treatment-options/ diakses 9 Nopember 2014).

Ayu, A. 2010. Terapi Tertawa Untuk Hidup Lebih Sehat Bahagia dan Ceria. Yogyakarta: Pustaka Larasati.

Bintang, Ibrahim & Emiliyawati. (2012). Gambaran Tingkat Kecemasan, Stres dan Depresi Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterai di Salah Satu RS di Kota Bandung. Jurnal Unpad, (Online), Volume 1, No 1 (http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/article/view/719/765 diakses 3 Nopember 2014).

Brooker,C. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC

Cahyono. (2011). Meraih Kekuatan Penyembuhan Diri yang Tidak Terrbatas. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Carvalho, Chaves, Lunes, Simao, Grasselli, dan Braga.(2014). Effectiveness of Prayer in Reducing Anxiety in Cancer Patients. Rev Esc Enferm USP, (Online), Volume 48, Number 4 (www.ee.usp.br/reeusp, diakses 9 Nopember 2014).

Chang dkk. (2007). Oncology : An Evidance Based Approach. New York : Sringer Science Business Media


(27)

GLOBOCAN. (2012). Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence

Worldwide in 2012, (online),

http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx , diakses 3 Nopember 2014.

Gunarsa & Gunarsa. (2008). Psikologi Perawatan.Jakarta : BPK Gunung Mulia Hipkins, Whitworth & Tarrier,Jayson (2004). Social Support, Anxiety, and

Depression After Chemotherapy for Ovaria Cancer : A Prospective Study. British Journal of Health Psychology, (Online) 9,(4): 569-581, (http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1348/1359107042304542/abstract;jsess ionid=5A24542E592B5A99651C66AD20389343.f01t04, diakses 3 Nopember 2014).

Indriana. 2010. Tingkat Stres Lanjut usia Di Panti Wredha “Pucang Gading” Semarang. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro.

Lubis & Hasnida (2009). Dukungan Sosial pada Pasien Kanker, Perlukah?. Medan : USU Press

Moeini, Taeghani, Mehrabi, dan Musarezaie.(2014).Effect of A Spiritual Care Program On Levels of Anxiety in Patients with Leukemia. Iranian Journal of Nursing and Midwifery Research,(Online), Volume 19, Number 1, (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3917191/, diakses 9 Nopember 2014).

National Cancer Institute.

(2005),http://www.anxietycare.org.uk/docs/biologicaleffects.asp ,

Rhouthan & Ruhela. (2014). Chanting : A Therapeutik Treatment for Sports Competitive Anxiety. International Journal of Science and Research Publication, (Online). Volume 4, Issue 3. www.ijsrp.org , diakses 30 Desember 2014.

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2013). (2013). Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013

Sjamsuhidajat,R. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC

Stuart & Sundeen (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 5. Jakarta : EGC Tambayong, J. 2008. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

University of Maryland Medical Center. (2014). Relaxation Techniques. (Online), (http://umm.edu/health/medical/altmed/treatment/relaxation-techniques Diakses 9 Nopember 2014).

WHO. (2014). Media Center Cancer,(Online),

(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs297/en/ , diakses 3 Nopember 2014).


(28)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker

2.1.1 Pengertian Kanker

Kanker merupakan pertumbuhan abnormal dari sel-sel yang disebabkan oleh beberapa perubahan dalam ekspresi gen yang menyebabkan keseimbangan, disregulasi, proliferasi, dan kemati sel, dan pada akhirnya sel-sel tersebut berkembang menjadi populasi sel yang dapat menyerang jaringan dan bermetastasis ke sel atau jaringan lainnya, menyebabkan morbiditas, dan jika tidak ditangani akan menyebabkan kematian dari host (Ruddon, 2007).

Kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel abnormal mulai dari pertumbuhan pramaligna sampai ganas atau metastasis yang bersifat parasit pada manusia (Brooker, 2008).

Kanker adalah pertumbuhan sel abnormal yang cenderung menyerang jaringan di sekitarnya dan menyebar ke organ tubuh lain yang letaknya jauh. Proliferasi sel yang tidak terkontrol terjadi pada sel kanker yang akhirnya menyebakan perubahan genetik secara krusial pada sel tersebut (Corwin, 2008).

Berdasarkan uraian dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan pertumbuhan sel yang abnormal karena adanya perubahan dalam ekspresi gen, menyerang sel


(29)

atau jaringan di sekitarnya sehingga terjadi kerusakan, dan dapat menyebabkan kematian.

2.1.2 Epidemiologi Kanker

Menurut data data International Agency for Research on Vancer (IARC), ada sekitar 12,7 juta kasus baru kanker pada tahun 2008 di seluruh dunia, di mana 5,6 juta terjadi di Negara ekonomi maju dan 7,1 juta pada Negara berkembang. Estimasi pederita kanker pada tahun 2030 di seluruh dunia mencapai 21,4 juta kasus baru, dan 13,2 juta kematian akibat kanker. Estimasi kasus kanker yang menduduki peringkat pertama pada laki-laki adalah kanker paru dan bronkus, pada wanita yang menduduki peringkat pertama adalah kanker payudara (GLOBOCAN, 2012).

2.1.3 Etiologi Kanker

Etiologi penyebab kanker menurut Davey tahun 2006 dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor genetik, faktor kimia, virus atau organisme lain, faktor diet, paparan radiasi, dan beberapa tidak diketahui penyebab pastinya.

a. Faktor genetik atau kanker yang diturunkan misalnya kanker neuroblastoma (40% kasus), kanker payudara, neurotromatosis, kanker kolon, tumor wilms, kanker ovarium, xeroderma pigmentosum.

b. Faktor kimia yang dapat menyebabkan terjadinya kanker antara lain asap rokok yang dapat menyebabkan kanker paru, mulut, bibir, laring,


(30)

esophagus, kandung kemih, dan pankreas. Bahan kimia lain yang dapat memicu terjadinya kanker adalah asbes, pewarna natraien, parasetamol dengan dosis berlebih, asap rokok, hormon seks eksogen, afiatoksin, dan alkohol.

c. Faktor diet pada kanker adalah diet yang menimbukan risiko tinggi terjadinya kanker seperti diet yang kurang sayur, diet tinggi garam, nutrisi berlebih, lemak dan daging yang berlebih, diet rendah polisakarida selain pati, kandungan pengawet tinggi, rendah vitamin C.

d. Faktor paparan radiasi meliputi paparan radiasi radon terjadi secara alami, sumber radioaktif alami, penggunaan radioaktif pada diagnose medis, dan radiasi buatan manusia seperti radiasi senjata nuklir.

e. Virus atau organisme lain yang menyebabkan kanker diantaranya virus Eipstein-Barr yang dapat menyebabkan kanker nasofaring, limfoma Hodgkin. Hepatitis B/C, Helicobacter pylori, Human Papiloma Virus (HVP),infeksi HIV yang dapat memicu terjadinya Kaposi (HHVB), Limfoma (EBV) termasuk Non Hodgkin, dan serviks primer.

f. Faktor yang tidak diketahui penyebabnya sebanyak 30% dan idiopatik. Etiologi kanker yang diungkapkan oleh Manuaba, Sudarsa, Wim de Jong, Sukardja dalam Sjamsuhidajat, tahun 2007 umunya sama dengan yang diungkapkan oleh Davey tahun 2005, yaitu bersifat multifaktorial. Namun, ada beberapa faktor yang dijelaskan lebih rinci diantaranya parasit, inflamasi kronik, hormon, serta penurunan imunitas.


(31)

a. Parasit

Keganasan yang disebabkan oleh parasit adalah keganasan pada bulu-buli nontransisional, yang disebabkan oleh Schistosoma hematobium. Keganasan ini banyak dijumpai di Mesir sepanjang sungai Nil.

b. Inflamasi Kronik

Kanker yang terjadi karena inflamasi adalah karsinoma kolorektal, yang didahului dengan koitis ulseratif atau penyakit Crhon kronis, kanker kulit seperti karsinoma sel basal atau sel skuamosa, sering didapatkan pada pasien yang menderita xeroderma pigmentosum, suatu kelaianan gen perbaikan DNA.

c. Peranan Hormon

Keterlibatan hormon dalam pencetus terjadinya kanker telah terbukti secara klinis maupun eksperimental. Bukti eksperimental pada tikus, kanker uterus lebih mudah terjadi pada tikus yang diberi sediaan esterogen, dan pada manusia pemberian terapi esterogen pasca menopause memengaruhi perkembangan karsinoma korpus uteri. Kanker clear cell carcinoma pada vulva dan vagina anak perempuan berusia lebih dari 15 tahun disebakan adanya pemberian terapi dietilstilbestrol (DES), yang digunakan untuk mencegah terjadinya abortus. Selain itu, terdapat cacat bawaan pada alat kelamin luar dan dalam anak lelaki serta perempuan.

d. Sunat dan Fimosis

Sunat atau sirkumsisi dapat mencegah terjadinya kanker penis, namun sirkumsisi yang tidak lengkap menyebabkan fimosis. Smegma yang


(32)

tertimbun antara glands dan prepusium pada keadaan fimosis menyebabkan iritasi kronik yang mungkin disertai balanopostitis. Iritasi setempat yang berlangsung lama dan menahun ini dapat menybabkan kanker planoselular di glans penis atau permukaan dalam prepusium.

e. Penurunan Imunitas

Penurunan imunitas yang biasa terjadi dipicu oleh tindakan medis yang menyebabkan terjadinya penurunan imun seperti tindakan kemoterapi dan pemberian kotikosteroid dalam jangka waktu yang lama, atau penyinaran yang luas dapat menyebabkan kanker setelah sepuluh tahun atau lebih. Kanker yang terjadi biasanya adalah limfoma maligna dan leukemia. Imunosupresi oleh infeksi HIV menyebabkan tumor Kaposi.

2.1.4 Patofisiologi Kanker

Kanker terjadi diawali dengan adanya faktor-faktor yang mencetuskan kanker yang dapat merusak DNA seperti kimiawi, radiasi, dan virus. Zat-zat tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan sel, jika perbaikan DNA pada sel-sel yang rusak gagal, maka terjadi mutasi genum sel somatik. Mutasi ini menyebabkan terjadinya aktivasi onkogen-pemicu pertumbuhan, inaktivasi gen supresor tumor, hal-hal tersebut menyebakan terjadinya proliferasi sel yang tidak terkontrol.

Mutasi gen juga menyebabkan terjadinya perubahan pada gen yang mengatir apoptosis, sehingga apoptosis menurun. Akibat adanya proliferasi yang tidak terkontrol dan apoptosis yang menurun terjadilah ekspansi klonal yang akan menyebakan terjadinya progresi tumor, progresi


(33)

tumor menjadi keganasan dipengaruhi oleh angiogenesis. Angiogenesis didefinisikan sebagai pertumbuhan pembuluh darah baru. Proses ini sangat penting untuk penyembuhan, pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan. Faktor lain yang mempengaruhi keganasan adalah mutasi tambahan dan imunitas. Sel kanker yang sudah terbentuk akan mengalami invasi lokal, kemudian berkembang menjadi metastase ke jaringan atau organ lainnya (Manuaba, Sudarsa, Wim de Jong, Sukardja dalam Sjamsuhidajat, 2007).

2.1.5 Tanda dan Gejala Kanker

Tanda dan gejala pada kanker berbeda-beda menurut jenisnya. Manifestasi klinis atau tanda dan gejala kanker menurut Manuaba, Sudarsa, Wim de Jong, Sukardja dalam Sjamsuhidajat (2007) diantaranya adalah lesi primer dapat berupa benjolan, plakat, pembengkakan, atau luka, baik itu luka erosi atau ulkus pada kulit, payudara, kelenjar gondok, mulut, otot atau organ dalam.

Infiltrasi dan pengerutan pengerutan dan penyusutan terjadi karena adanya jaringan parut karena terjadi penyusupan atau infiltrasi yang mengandung banyak jaringan ikat. Bendungan pembuluh darah atau pembuluh limfe, edema di sekitar tumor, obstruksi, tampilan gejala klinis yang terjadi saat obstroksi berupa ganguan alat yang bersangkutan, misalnya ileus pada karsinoma kolon. Stridor dapat terjadi akibat penyumbatan trachea oleh karsioma tiroid, atau


(34)

atelectasis lobus paru karena karsinoma bronkus menutup bronkus. Ikterus di sekitar tumor, perdarahan dan nyeri.

Menurut gejala klinis yang ditimbulkan oleh kanker dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu kelainan yang disebabkan langsung oleh adanya masa tumor, dan kelainan fisiologis yang timbul secara tidak langsung. Gejala klinis yang dapat terjadi dapat berupa perubahan pada kebiasaan buang air besar ataupun kecil, ulkus yang tidak sembuh, perdarahan atau pengeluaran secret abnormal, penebalan atau benolan pada payudara atau tempat lainnya, kesulitan mencerna, atau menelan, perubahan nyata pada kutil atau nevus, dan batuk atau suara serak yang sangat mengganggu (Shires et al, 2000).

Menurut Carlson et al (2004) dalam Grassi & Riba, data yang dikumpulkan dari 2071 pasien didapatkan lima penyebab yang paling sering menimbulkan masalah yang terkait dengan distress pada pasien kanker adalah kelelahan, mengantuk, nyeri, ketakutan adan kecemasan akan masa depan.

2.1.6 Jenis-jenis Kanker

Kanker, karsinoma, atau sarkoma tumbuhnya menyusup (infiltratif) ke jaringan sekitar sambil merusaknya (destruktif), dapat menyebar ke bagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan. Neoplasma jinak memiliki batas yang tegas dan tidak menyusup, tidak merusak, tetapi dapat terus membesar sehingga menekan jaringan disekitarnya dan umunya tidak


(35)

bermetastasis, contoh umum dari neoplasma jinak adalah limpoma (Manuaba, Sudarsa, Wim de Jong, Sukardja dalam Sjamsuhidajat, 2007).

Gambar 2.1. Bagan perbedaan neoplasma dan non neoplasma (Sumber : Manuaba, Sudarsa, Wim de Jong, Sukardja dalam Sjamsuhidajat tahun 2007)

Menurut Tambayong (2000) neoplasma diklasifikasikan menurut asal selnya. Nama sel neoplasma berasal dari dua terminologi. Terminologi pertama didasarkan pada tipe jaringan asal, dan yang kedua sufiks “-oma” (tumor) pada bagian akhirnya. Berikut merupakan klasifikasi atau jenis maligna atau sel kanker berdasarkan jenis sel terbentuknya kanker.


(36)

Tabel 2.1. Klasifikasi maligna atau sel kanker berdasarkan sel terbentuknya

Sel Maligna Sel Maligna Epitel

a. Skuamosa b. Sel basal c. Glandular d. Terpigmentasi

a. Karsinoma sel skuamosa b. Karsinoma sel

basal

c. Adenokarsinoma d. Melanoma maligna

Jaringan penyambung a. Fibrosa b. Lemak c. Tulang d. Kartilago e. Pembuluh darah f. Pembuluh limfe g. Sumsum tulang a. Fibrosarkoma b. Liposarkoma c. Osteosarkoma d. Kondrosarkoma e. Angiosarkoma f. Limfangiosarkom a

g. Mieloma multiple h. Leukemia\Sarkom

a Ewig

Otot a. Otot polos b. Otot Rangka

a. Leimoisarkoma b. Rabdomiosarkoma

Limfoid

a. Limfoma maligna b. Limfosarkoma c. Sarkoma sel

reticulum

d. Leukemia limfatik e. Penyakit Hodgkin

Saraf a. Pembungkus

saraf b. Sel glial c. Sel ganglion d. Meninges

a. Neurofibrosarkoma b. Glioblastoma c. Meningioma

maligna

Sel darah lain a. Eritrosit b. Granulosit c. Monosit d. Sel plasma e. Limfosit T

atau B

a. Pilisitemia vera b. Leukemia mielogsitik c. Leukemia monositik d. Mieloma multiple e. Leukemia limfositik.

(Sumber : Bullock, 1996, dalam Tambayong (2000).

Neoplasma juga dapat dibedakan berdasakan stadium perkembangannya, ini bertujuan untuk menentukan seberapa jauh penyakit ini berkembang dan menentukan pengobatan dan Survival rate ( Tambayong,2000). Berikut merupakan tahap perkembangan sel kanker atau maligna.


(37)

Gambar 2.2. Tahap atau stadium neoplasma (Sumber : Tambayong (2000).

2.1.7 Terapi pada Kanker

Menururt Manuaba, Sudarsa, Wim de Jong, Sukardja dalam Sjamsuhidajat (2007) perencanaan terapi kanker meliputi penentuan apakah tumor hanya memerlukan tindakan bedah saja, atau memerlukan modalitas terapi lain, baik sebelum (terapi prabedah/neo-adjuvant) maupun sesudah bedah (terapi pasca bedah/adjuvant). Terapi sistemik pra atau pasca bedah mempunyai target terapi yang kurang lebih sama yaitu mencegah terjadinya mikrometastasis.


(38)

a. Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan mempunyai berbagai fungsi, antara lain sebagai alat diagnostik, staging, terapi definitif, profilaksis, paliatif, atau kedaruratan onkologis, rekonstruktif, sitoreduktif/debulking, dan sebagai persiapan untuk akses vascular.

b. Radioterapi

Radioterapi adalah penyinaran yang menyebabkan ionisasi pada sasaran sehingga merusak DNA sel yang berada dalam salah satu fase pembiakan sel dan menimbulkan apoptosis sel. Terapi radiasi merupakan terapi setempat atau lokal

c. Terapi Paliatif

Terapi paliatif bertujuan mengobati dan menghilangkan gejala yang menggangu kehidupan penderita sehari-hari. Terapi paliatif terutama ditujukan pada penderita kanker yang sudah tidak dapat diobati lagi dan diperkirakan akan meninggal dunia dalam waktu yang relatif singkat. Masalah-masalah yang timbul pada penderita kanker terminal adalah masalah sosioekonomi, psikologis, dan fisik. Terapi paliatif yang penting menurut WHO adalah manajemen nyeri yang baik. Dalam terapi paliatif, hal terpenting yang harus diperhatikan adalah komunikasi yang baik, sikap suportif, saling percaya, empati, dan simpati. Bimbingan rohani harus selalu dianjurkan bagi pasien dan keluarga.


(39)

d. Terapi sistemik

Terapi sistemik terdiri dari tiga golongan , yaitu kemoterapi menggunakan obat sitostatik, terapi hormon menggunakan sediaan hormon dan antihormon, dan terapi imun. Umumnya terapi sistemik diberikann melalui saluran cerna atau peredaran darah. Konsep kemoterapi adalah membunuh sel kanker . Kemoterapi bekerja pada tiap fase siklus sel. Pada umumnya kemoterapi bekerja pada siklus S (sinteis DNA) dan sikuls M (mitosis). Semakin aktif sel tumor berproliferasi (bersiklus) semakin sensitif sel tumor terhadap kemoterapi. Pada umumnya, kemoterapi bekerja pada sel kanker dengan menstimulasi apoptosis sel.

Menurut Davey (2006), kemoterapi bekerja dengan cara merusak DNA dari sel-sel yang membelah cepat dan cara yang kedua adalah dengan merusak apparatus spindel sel untuk mencegah terjadinya pembelahan sel, dan menghambat sintesis DNA.

Kemoterapi menyebabkan mielosupresi sehingga menimbulkan risiko infeksi (neutropenia) dan perdarahan (trombositopenia). Kerusakan memberan mukosa menyebabkan nyeri pada mulut, diare, dan stimulasi zona pemicu kemotaksis menimbulkan mual dan muntah. Jaringan yang membelah dengan cepat seperti folikel rambut, epitel saluran germinal, menjadi menurun sehingga menyebabkan kebotakan (alopesia) dan infertilitas. Banyak kasus efek lanjut seperti keganasan sekunder juga ditemukan (Davey, 2006).


(40)

Efek kemoterapi dasarnya adalah pada sel tubuh yang aktif berproliferasi, seperti sel darah, sel mukosa usus/mulut, sumsum tulang, dan sel folikel rambut. Efek samping yang sering muncul meliputi mual dan muntah, hiperpigmentasi kulit (jari, wajah), stomatitis, diare, enteritis, hand-foot syndrome, alopesia, infeksi pada pasien immunocompromised), dan penekanan terhadap sumsum tukang. Semua efek samping tersebut bersifat reversible atau sementara. Kemoterapi juga berisiko memunculkan keganasan baru, mulai lima tahun setelah pengunaannnya. Risiko ini tidak terlalu tinggi, tetapi tetap ada seumur hidup. Sering terjadi resistensi tumor terhadap kemoterapi. Efek ini dapat dihindari sebagian dengan pemberian kemoterapi kombinasi beberapa obat yang berbeda mekanisme kerjanya, yang tidak menyebabkan efek samping serupa dan dalam dosis yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan tunggal (Manuaba, Sudarsa, Wim de Jong, Sukardja dalam Sjamsuhidajat (2007).

2.2 KECEMASAN

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan merupakan suatu respon emosional seperti ketakutan, tekanan, dan rasa kegelisahan, untuk mengantisipasi suatu bahaya, dimana sumber dari kecemasan tersebut tidak diketahui atau tidak dikenali. Kecemasan dianggap patologis ketika mengganggu kelangsungan hidup, keinginan untuk berprestasi dan mencapai tujuan, atau kepuasan, atau menjadi alasan sebagai ketidaknyamanan emosional (Shahrokh & Hales, 2003 dalam


(41)

Tonwsend, 2008). Ansietas atau kecemasan merupakan suatu keadaan yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya, kondisi ini dialami secara subjektif dan dikumunikasikan dalam hubungan interpersonal, dan tidak memiliki objek yang spesifik dan dianggap sebagai objek yang berbahaya dan diperlukan untuk bertahan hidup (Stuart & Sundeen, 2005).

Kecemasan atau ansietas merupakan perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika rasa cemas ada, individu akan merasa tidak nyaman, takut, atau memiliki firasat akan ditimpa bahaya, sedangkan individu tersebut tidak mengetahui kenapa perasaan tersebut muncul, dan stimulus penyebab kecemasan tersebut tidak teridentifikasi dengan jelas (Comer, 1992 dalam Videbeck, 2008).

Definisi kecemasan dapat disimpulkan sebagai suatu respon emosional individu seperti timbulnya rasa gelisah, tidak nyaman, perasaan akan terjadinya bahaya, tanpa mengetahui objek atau sumber penyebab timbulnya respon tersebut.

2.2.2 Etiologi dan Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan atau ansietas menurut Stuart & Sundeen (2005) meliputi dua fator yaitu faktor predisposisi dan fator stresor pencetus. Faktor-faktor tersebut adalah:

a. Faktor Predisposisi

Teori-teori yang dikembangkan untuk menjelaskan timbulnya kecemasan adalah:


(42)

1. Teori psikodinamik

Teori ini menjelaskan bahwa ansietas atau kecemasan timbul karena adanya koonflik adatara dua elemen kepribadian, yaitu id dan superego. Id mencerminkan adanya dorongan insting dan impuls primitif dari individu seseorang, sedangkan superego merupakan hati nurani dan dikendalikan oleh norma-norma dan budaya yang dianut oleh individu. Konflik yang terjadi antara id dan superego ditengahi oleh ego atau aku, fungsinya adalah untuk menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentanhgan tersebut, dan fungsi ansietas adalah sebagai penanda atau pengingat bahwa ada tanda dari bahaya.

2. Teori Intepersonal

Penjelasan timbulnya kecemasan akibat adanya rasa takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga dikaitkan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. 3. Teori perilaku

Menurut teori ini kecemasan merupakan suatu hasil dari perasaan frustasi, yaitu segala sesuatu yang menggangu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pakar lain menyebutkan bahwa kecemasan atau ansietas


(43)

merupakan suatu dorongan atau keinginan dari dalam individu untuk belajar dengan tujuan menghindari kepedihan.

4. Teori Kajian Keluarga

Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas antara gangguan ansietas dengan depresi.

5. Teori Kajian Biologis

Kecemasan timbul karena otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur ansietas. Penghambat asam aminobutiri-gamma nerogultor (GABA) juga mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana halnya dengan endorphin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap ansietas. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.

b. Stresor Pencetus

Stresor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau eksternal. Stresor pencetus dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu: Ancaman terhadap integritas seseorang, hal ini meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya


(44)

kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Ancaman terhadap sistem diri seseorang yaitu, ancaman terhadap sistem individu ini dapat membahayakan identitas, harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.

Teori lain yang disebutkan oleh Videbeck tahun 2008, menyebutkan ada dua teori biologi dan psikodinamik. Berikut penjelasan tentang teori tersebut:

a. Teori biologi 1. Teori gentik

Teori ini mengungkapkan bahwa pewarisan sifat pada individu yang mengalami kecemasan terjadi. Insiden gangguan panic mencapai 25% pada kerabat tingkat pertama, dengan wanita berisiko dua kali lipat lebih besar dari pada pria. Kembar monozigot memiliki concordance lima kali lebih besar dari pada kembar dizigot (DSM-IV-TR, 2000). Dijelaskan lagi oleh peneliti Horrwath dan Weissman (2000), suatu kemungkinan “sindrom kromosom 13”. Kromosom ini dikatakan terlibat dalam hubungan genetic yang mungkin pada gangguan panik, sakit kepala hebat, dan masalah ginjal, kantung kemih, atau tiroid, atau prolapse katup mitral. 2. Teori Neurokimia

Asam gama-amino butirat (GABA) merupakan neurotransmiter asam amino yang diyakini tidak berfungsi pada gangguan ansietas. Gaba , suatu neurotransmitter inhibitor, berfungsi sebagai agen antiansietas alami tubuh dengan mengurangi ekstabilitas sel sehingga mengurangi frekuensi bangkitan neuron. Karena GABA mengurangi ansietas dan noreprinefrin


(45)

meningkatkan ansietas, diperkirakan bahwa masalah pengaturan neurotransmitter ini menimbulkan gangguan ansietas.

Benzodiazepin merupakan obat kelas ansiolitik, yang membantu mengurangi frekuenasi bangkitan sel dan mengurangi ansietas. Serotonin (5-HT), neurotrasnmiter indolamin yag biasanya terlibat dalam psikosis dan gangguan mood, memiliki banyak subtype, dan tipe 5-HT1a berperan dalam terjadinya ansietas, juga memengaruhi agresi dan mood.

3. Teori psikodinamik

a. Intrapsikis atau psikoanalitis

Kecemasan yang dialami oleh seseorang merupakan mekanisme pertahanan untuk mengendalikan kesadaran terhadap kecemasan itu sendiri. Jika seseorang memiliki pikiran dan perasaan yang tidak tepat sehingga meningkatkan perasaan ansietas, individu tersebut menyimpan impuls yang tidak tepat tersebut ke dalam alam bawah sadar sehingga impuls tersebut tidak dapat diingat kembali.

b. Teori Interpersonal

Teori ini menjelaskan bahwa kecemasan timbul dari masalah-masalah dalam hubungan interpersonal. Pada Individu dewasa, kecemasan timbul akibat dari kebutuhan individu tersebut untuk menyesuaikan diri dengan norma dan nilai kelompok budayanya. Semakin tinggi tingkat kecemasan yang dialami, semakin rendah kemampuan untuk mengkomunikasikan dan menyelesaikan masalah,


(46)

dan semakin besar pula kesempatan untuk menderita gangguan kecemasan.

c. Teori Perilaku

Para ahli menyatakan teori perilaku adalah bagaimana kecemasan dipandang sebagai sesuatu yang diperlajari melalui pengalaman individu. Namun sebaliknya, perilaku dapat diubah atau ditinggalkan melalui pengalaman baru. Ahli teori perilaku percaya bahwa individu dapat memodifikasi perilaku maladaptif tanpa memahami penyebab perilaku tersebut. Mereka menyatakan bahwa perilaku yang mengganggu kehidupan individu dapat ditiadakan atau ditingalkan melalui pengalaman berulang yang dipandu oleh seorang ahli terapi terlatih.

2.2.3 Tanda dan Gejala Kecemasan

Tanda dan gejala kecemasan menurut Stuart & Sundeen (2005) dibagi menjadi respon fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif.

a. Respon fisiologis 1. Kardiovaskular

Pada sistem ini individu dapat mengalami palpitasi jantung berdebar, tekanan darah meninggi dan mengalami respon parasimpatis diantaranya adalah rasa mau pingsan, pingsan, tekanan darah menurun, dan denyut nadi menurun.


(47)

2. Respirasi

Perubahan pada sistem pernapasan pada individu yang mengalami ansietas atau kecemasan adalah napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, napas dangkal, pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengah-engah.

3. Neuromuskular

Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.

4. Gastrointestinal

Kehilangan napsu makan, menolak makan, respon parasimpatis antara lain rasa tidak nyaman pada abdomen, mula, rasa terbakar pada jantung, dan diare.

5. Traktus Urinarius

Sering berkemih dan tidak dapat menahan kencing. 6. Kulit

Pada kulit wajah terdapat kemerahan, berkeringat lokal atau setempat (pada telapak tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, dan berkeringat seluruh tubuh.

b. Respon perilaku

Respon perilaku pada individu yang mengalami kecemasan antara lain adalah gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang


(48)

koordinasi, cenderung mendapat cedera, menarik diri dan hubungan interpersonal, menghindar, hiperventilasi

c. Respon Kognitif

Respon kognitif pada kecemasan adalah dapat mengalami perhatian yang terganggu, konsentrasi yang buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, bingung, sangat waspada, kesadaean diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian.

d. Respon Afektif

Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, alarm, teror, dan gelisah.

2.2.4 Dampak kecemasan

Diagnosis kecemasan pada pasien dengan perawatan paliatif dapat didukung dengan adanya beberapa respon somatik sebagai akibat dari kecemasan itu sendiri. Respon somatik dari kecemasan diantaranya adalah nyeri yang memburuk dan tidak dapat dijelaskan, insomnia, kehilangan nafsu makan, atau peningkatan mual dan muntah. Respon nonsomatik (kognitif atau psikologik) dari kecemasan yang dapat timbul pada pasien dengan perawatan paliatif adalah keraguan dan ketidakmampuan untuk membuat keputusan, konsentrasi yang buruk, pikiran yang tidak menyenangkan tentang


(49)

kanker, ketakutan akan kematian, dan ketergantungan pada orang lain (Quill & Miller, 2014).

Kuebler, Heidrich, & Esper (2007) masalah-masalah yang dapat ditimbulkan akibat adanya kecemasan meliputi masalah fisik, masalah medis ataupun masalah yang berpengaruh terhadap psikososial, emosional dan spiritual dari individu. Dampak kecemasan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

a. Dampak kecemasan pada fisik

1. Setiap gejala yang tidak bisa dihilangkan seperti rasa nyeri atau dipsnea.

2. Proses yang mendasari (hipoksia dan sepsis)

3. Reaksi obat yang merugikan seperti akatsia (haloperidol), psikosis (kortikosteroid), atau toksisitas (meperidin)

4. Obat-obatan atau zat withdrawal (alkohol, antikonvulsan, benzodiazepine, nikotin, dan opioid.

5. Delirium yang aktual atau yang mungin terjadi. b. Masalah medis yang dikaitkan dengan kecemasan adalah

1. Kardiovaskular : angina, aritmia, penyakir valvular, gagal jantung kongestif, infraksi miokardial.

2. Keseimbangan cairan dan elektrolit : dehidrasi, hiponatremi, hiperkalemia, hiperkalsemia, atau hipokalemia.

3. Endokrin : hipotiroid, hipertiroid, Cushing’s syndrome, penyakit Addison, hiperparatiroid, abnormalitas kadar glukosa.


(50)

4. Pernapasan : hipoksia, pneumothoraks, emboli paru, penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), dipsnea, asma, sleep apnea, pneumonia. 5. Neurologi : ensepalopati, vertigo, delirium, serebrovaskular,

multiple sclerosis, transient ischemic attacks, hematoma.

6. Hematologi/ malignansi : beberapa metastasi ke otak, anemia, pheochromocytoma.

7. Nutrisional : Anemia, defisiensi folat, defisiensi vitamin B12. 8. Obat dan efek samping pengobatan : contohnya , bronkodilator,

phenothiazines stimulant digunakan untuk menangkal efek sedatif samping opioid: kafein, methylphenidate (Ritalin), amfetamin, 9. Beberapa proses infeksi contohnya pneumonia dan infeksi pada

saluran kemih.

c. Dampak kecemasan pada psikososial, emosional, dan spiritual 1. Reaksi normal pada situasi yang mengancam

2. Indikasi adanya gangguan kecemasan (Anxiety Disorder). 3. Ekspresi eksistensial pada duka cita spiritual.

(Kuebler, Heidrich, & Esper.2007).

2.2.5 Mekanisme Timbulanya Kecemasan

Kecemasan diawali dengan adanya stimulus dari internal dan eksternal, stimulus tersebut akan diambil kembali oleh amygdala kemudian dianalisis. Respon emosional yang didapatkan dari stresor akan mestimulasi komponen stres dan sistem dopaminergic. Adanya stimulasi


(51)

tersebut menyebabkan neuron dari Corticotropin Releasing Hormone ((CRH) pada amygdala merespon adanya glukokortikoid dengan cara merangsang terjadinya keccemasan (Tsigos & Chrousos, 1996 dalam Parker, 2012).

Kecemasan dan ketakutan akan mengaktifkan respon dari sistem saraf autonom yang mengaktifkan respon involunter dan otomatis kemudian mempengaruhi sistem saraf parasimpatis (membalikan respon stress) dan simpatis (menyiapkan tubuh untuk stress) kemudian muncul reaksi fisik dari ketakutan dan kecemasan (Anxiety Carre UK, 2014).

2.2.6 Tingkat atau jenis kecemasan

Menurut Videbeck (2008), tingkat kecemasan dibedakan menjadi empat, dan setiap tingkat kecemasan memiliki respon yang berbeda-beda mulai dari respon fisik, kognitif dan emosional. Tingkat kecemasan tersebut meliputi :

1) Kecemasan ringan (1+)

a. Respon Fisik : Ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian, dan rajin.

b. Respon Kognitif : lapang persepsi luas, terlihat tenang, percaya diri, perasaan gagal sedikit, waspada dan memerhatikan banyak hal, mempertimbangkan informasi, tingkat pembelajaran optimal. c. Respon Emosional : perilaku otomatis, sedikit tidak sabar, aktivitas


(52)

2) Kecemasan Sedang (2+)

a. Respon Fisik : Ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi, mulai berkeringat, sering mondar-mandir, memukulkan tangan, suara berubah bergetar, nada suara meningkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung.

b. Respon Kognitif : lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif, fokus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, pembelajaran terjadi dengan memfokuskan.

c. Respon Emosional : tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah, tidak sabar, dan gembira.

3) Kecemasan Berat (3+)

a. Respon Fisik : Ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk, pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat, nada suara tinggi, tindakan, tanpa tujuan dan serampangan, rahang menegang, menggertakan gigi, kebutuhan ruang gerak meningkat, mondar-mandir, berteriak, meremas tangan, gemetar.

b. Respon Kognitif : lapang persepsi terbatas, proses berpikir terpecah-pecah, sulit berpikir, penyelesaian masalah buuruk, tidak mampu mempertimbangkan informasi, hanya memperhatikan ancaman, preokupasi dengan pikiran sendiri, dan egosentris.


(53)

c. Respon Emosional : Sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri, peyangkalan, ingin bebas.

4) Panik (4+)

a. Respon Fisik : flight, fight, atau freeze, ketegangan otot sangat berat, agitasi motoric kasar, pupil dilatasi, tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur, hormone stress dan neurotrasnmiter berkurang, mulut ternganga.

b. Respon Kognitif : persepsi sangat sempit, pikiran tidak logis, tergangu, kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, fokus pada pikiran sendiri, tidak rasional, sulit memahami stimulus eksternal, halusinasi, waham, ilusi mungin terjadi.

c. Respon Emosional : merasa terbebani, merasa tidak mampu, tidak berdaya, lepas kendali, mengamuk, putus asa, marah sangat takut, mengharapkan hasil sangat buruk, kaget, takut, lelah.

Menurut Shoemaker, N, 2005 dalam Kuebler, Heidrich, & Esper, (2007) kecemasan dibedakan menjadi empat jenis, dan memiliki manifestasi yang berbeda baik dari manifestasi fisik, emosional dan kognitif, Tingkat kecemasan tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut:


(54)

Tabel 2.2. Tingkat kecemasan dan manifestasi klinis Tingkat kecemasan Manifestasi fisik Manifestasi emosional Manifestasi kognitif

Ringan (Mild) Peningkatan denyut nadi dan tekanan darah

Afek positif Waspada, dapat menyelesaikan masalah, menyiapkan diri untuk belajar atau menerima informasi baru. Sedang (Moderate) Peningkatan tanda-tanda vital, ketegangan otot, diaporesis

Tegang, dan ketakutan

Perhatian fokus pada satu objek, mungkin dapat berkonsentrasi jika diarahkan.

Berat (Severe) Fight or flight respon, mulut kering,mati rasa pada

ekstremitas

distres Penurunan persepsi dan sensori, dapat fokus hanya pada detail, tidak dapat menerima atau belajar informasi yang baru

Panik (Panic) Perburukan dari tanda dan gejala dari kecemasan berat

Benar-benar merasa terbebani

Mengabaikan isyarat ekstternal, fokus pada stimulus internal, tidak dapat belajar

Sumber : Shoemaker, N, 2005 dalam Kuebler, Heidrich, & Esper, 2007

2.2.7 Pengukuran Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan pada seseorang dapat diketahui dengan menggunakan alat ukur (instrumen) kecemasan. Instrumen pengukuran cemas ada berbagai macam yang sudah teruji validitas dan reabilitasya. Instrumen-instrumen tersebut antara lain adalah Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), Beck Anxiety Inventory (BAI), Depression Anxiety and Stress Scales (DASS).

Menurut Hawari (2008) HRS-A merupakan alat ukur kecemsan yang terdiri dari 14 kelompok gejala kecemasan yang terdiri atas perasan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan tidur, gangguan kecerdasan, perasaan depresi, gejala somatik fisik dan sensorik,


(55)

gejala kardiovaskuler, gejala respiratori, gejala urogenital, gejala autonom, dan tingkal laku saat wawancara. Responden diminta untuk menjawab 14 kelompok gejala tersebut dengan pilihan jawaban (skor) antara 0-4, yang artinya 0 = tidak ada gejala sama sekali, 1 = 1 dari gejala yang ada, 2 = separuh gejala yang ada, 3 = lebih dari separuh gekala yang ada, 4 = semua gejala ada. Skor dari ke 14 kelompok gejala akan dijumlahkan dan diinterpreatsikan, skor <14 = ridak ada kcemasan, 14-20 = kecemsan ringan, 21-27 kecemasan sedang, 28-41 = kecemasan berat, dan 42-56 = kecemasan berat sekali.

Instrumen BAI merupakan instrumen yang digunakan sebagai alat ukur yang digunakan untuk megukur tingkat kecemasan dan terdiri dari 21 pertanyaan. Setiap pertanyaan pada BAI merupakan deskripsi singkat mengenai gejala kecemasan, yaitu gejala subjektif misalnya tidak dapat santai, gejala neurofisiologis misalnya mati rasa atau kesemutan, gejala autonomy misalnya merasa panas atau gerah, dan gejala yang berhubungan dengan panik yaitu sulit berkonsentrasi

Responden diminta menjawab 21 pertanyaan dengan pilihan jawaban ( skor) 0 = tidak pernah dialami, 1 = gejala ringan ( mengalami gejala tetapi tidak merasa terganggu), 3 = gejala berat ( sangat mengganggu dengan gejala yang cukup dialami). Skor tersebut kemudian dijumlahkan dan diinterpretasikan dengan kategori skor 0-7 = ridak cemas, 8-15 = cemas ringan, 16-25 = cemas sedang, dan 26-63 = cemas berat (Leyfer et al, 2006).


(56)

Menurut Mc Dowell (2006) DASS merupakan instrument yang digunakan oleh peneliti untuk menilai keparahan gejala inti depresi, kecemasan, dan stress. Instrumen ini terdiri dari 42 pertanyaan atau seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stress. Setiap skala subjektif tersebut terdiri atas 14 butir pertanyaan.

Selanjutnya, responden diminta menjawab 14 butir pertanyaan dari masing-masing skala yang akan diukur dengan pilihan jawaban (skor) 0 = tidak pernah dialami sama sekali, 1 = jarang dialami, 2 = sering dialami, 3 = selalu dialami. Setelah responden menjawab pertanyaan tersrbut, skor dijumlahkan dan diinterpretasikan. Khusus untuk kecemasan , jumlah skor 0-7 = normal, 8-9 = ringan, 10-14 = sedang, 15-19 = berat, >20 = sangat berat.

Instrumen BAI adalah istrumen baku yang sudah diuji validitas dan reabilitanya. Hasil penelitian yang dilakukan bahwa BAI dapat mencerminkan tingkatan kecemasan pada pasien yang mendapat perawatan primer atau inap dan pasien rawat jalan yang mendapatkan pengobatan.

Dari ketiga jenis intrumen tersebut, peneliti akan menggunakan istrumen BAI sebagai istrumen untuk mengukur tingkat kecemasan pada pasien yang menjalani kemoterapi. BAI dipilih sebagai istrumen karena BAI dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecemasan pada remaja


(57)

sampai lansia. BAI mengandung deskripsi singkat tentang gejala kecemasan yang dialami seseorang sehingga pengukuran tingkat kecemasan dapat dilakukan dengan mudah dan dalam waktu relatif singkat.

2.2.8 Terapi untuk Mengatasi Kecemasan

Menurut Hawari (2008), manajemen untuk mengurangi kecemasan dapat dilakukan dengan:

a) Terapi Psikofarmaka

Obat-obatan yang digunakan adalah obat anticemas (anxiolityc) dan obat antidepresi (antidepreant). Obat-obatan tersebut adalah Diazepam, Clobazam, Bromazepam, Lorazepam, Buspirone HCL, Methprobamate, Alprazolam, Chlordiazepoxide HCL, Oxazolam, Hidroxyne HCL, Kava-kava rhizome adalah jenis obat anticemas. Obat-obatan anti depresi diantaranya adalah Clomipramine HCl, Imipramine, Amitriptyline, Doxepin, Maprotiline, Mianserin, Amoxapine, Molobemide, Fluvoxamine maleate, opipramol diHCl, fluoxetine HCl, Tranzodone,, Sentraline HCl (SSRI), Citalopram, Mirtazapine, dan Tianeptine.

b) Terapi Somatik

Terapi ini diberikan pada orang yang mengalami kecemasan dengan gejala somatic (fisik) seperti keluhan pada sistem pencernaan, kardiovaskuler, pernapasan, urogenital, otot, dan tulang. Terapi


(58)

somatik berupa pemberian obat-obatan untuk mengurangi gejala somatic yang timbul pada pasien.

c) Psikoterapi

Psikoterapi dalah terapi penunjang yang digunakan untuk mengatasi kecemasan selain diberikan farmakoterapi, dan terapi somatik. Psikoterapi diantaranya adalah terapi suportif, terapi re-edukatif, re-kostruktif, kognitif, psikodinamik, perilaku, dan keluarga. Tujuan dari terapi psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian, kepercayaan diri, ketahanan, dan kekebalan baik fisik maupun mental serta kemampuan beradaptasi dan menyelesaikan stressor pada diri seseorang.

d) Terapi Psikoreligius

Terapi psikoreligius erat hubunganya dengan kekebalan dan daya dalam menghadapai berbagai problem kehidupan yang merupakan strsor psikososial. Terapi psikoreligius sudah banyak diteliti, dan hasilnya menunjukkan bahwa komponen agama menduduki tempat yang penting di dalam manajemen kecemasan. e) Terapi Psikososial

Terapi psikososial bertujuan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar individu dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja, maupun di lingkungan pergaulan sosialnya. Terapi ini tergantung dari jenis stesor psikososial yang dihadapi seseorang.


(59)

f) Konseling

Terapi-terapi yang digunakan dalam manajemen kecemasan khususnya psikoterapi dilakukan melalui konseling. Konselor memberikan konseling bukan hanya pada individu tetapi juga pada keluarga, kawan dekat, suami/istri, dan anak atau anggota keluarga lain. Konseling ini dilakukan secara terprogram baik dalam tahapan-tahapan konsultasi, maupun frekuensi dari konsultasi yang dimaksud.

Menurut Jacobs & Gundling dalam Bradly, Jacobs, dan Gundling (2009), terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan dapat berupa Complementary Altervative Medicine (CAM) yang digunakan sebagai kombinasi terapi selain terapi utama pada pasien dengan gangguan kecemasan. Terapi-terapi komplemter tersebut adalah:

a. Akupuntur

Akupuntur sering dikaitkan dengan perubahan fisiologis dan biokimia pada sistem saraf seperti peningkatan dalam endomorphin-1, beta endorphin, encephalin, dan tingkat serotonin. Banyak dari efek fisiologis yang berhubungan dengan relaksasi dan analgesia.

b. Aromaterapi

Aromaterapi menyangkut penggunaan minyak atsiri yang penting untuk penyembuhan. Aplikasi penggunaan aromaterapi diterapkan pada kulit, dihirup, atau diencerkan pada vaporizer. Dalam penelitian-penelitian yang telah dilakukan tidak ada bukti yang menunujukkan bahwa


(60)

aromaterapi adalah pengobatan yang efektif untuk gangguan kecemasan. Namun, ada manfaat anxiolytic jangka pendek pada pasien rawat inap yang diberikan terapi pijat yang dikombinasikan dengan aromaterapi. c. Meditasi

Meditasi memungkinkan seseorang untuk secara sadar mengatur perhatian mereka atau mengatur kesadaran. Jenis-jenis meditasi yang biasanya digunakan di Amerika Serikat adalah concentration meditation and mindfulness meditation, tujuan utama dari meditasi adalah memusatkan perhatian pada satu objek, suara, gambar, atau napas seseorang. Meditasi yang paling sering digunakan adalah relaxation response and transcendental Meditation. Penelitian lain mengidentifikasi lima uji klinis yang dilakukan secara acak mengevaluasi pengaruh dari meditasi pada kondisi kecemasan dan menyimpulkan ada bukti yang cukup mengenai efektivitas terapi meditasi untuk gengguan kecemasan. d. Terapi Relaksasi

Terapi relaksasi meliputi rentang terapi yang mengutamakan ketenangan rasa tenang dan kesejahteraan. Jenis terapi relaksasi yang paling popular yang ditemukan oleh Herbert Bensin adalah relaksasi otot progresif dan respon relaksasi. Teknik relaksasi mengajarkan pasien untuk mengenali gejala kecemasan, seperti faktor pemicu terjadinya kecemasan dan tanda kecemasan itu sendiri.


(61)

Menurut Medifocus (2011), terapi komplementer yang dapat digunakan untuk memanagenemen kondisi pada pasien dengan penyakit-penyakit kronis seperti kecemasan, nyeri kronis, gangguan tidur dan stress. Terapi-terapi tersebut adalah Mind-body terapi yang sangat populer digunakan terapi tersebut meliputi meditasi, hipnotis, guided imagery, dan terapi relaksasi. Jenis meditasi yang diketahui ada dua yaitu concentration meditation dan mindfulness meditation.

a. Consentration Meditation adalah meditasi yang berfokus pada satu objek misalkan mantra, yaitu sebuah kata yang diulang dalam waktu tertentu. Contohnya adalah meditasi transcendental dan relaxation response.

b. Mindfulness Meditation adalah konsentrasi bukan hanya pada satu objek atau mantra saja, fokus dari tipe meditasi ini adalah berbagai aspek pengalaman manusia seperti sensasi fisik.

2.2.9 Kecemasan pada Pasien Kemoterapi

Kecemasan adalah suatu respon yang normal terjadi terhadap adanya ancaman, ketidakpastian, dan kehilangan kontrol. Kecemasan pada pasien kanker muncul pada saat dinyatakan menderita kanker, dan kecemasan timbul karena menjalani proses pengobatan kanker yang menyebabkan stres dan traumatis. Saat pertama kali mendapatkan informasi mengenai diagnosis penyakitnya pasien bisanya merasa cemas dan mudah tersinggung (Levenson,2011).


(62)

Kemoterapi adalah masalah utama dari distres emosional termasuk kecemasan. Pengetahuan tentang toksisitas dapat menjadi penyebab kecemasan sebelum dilakukannya kemoterapi, tapi pengulangan post- infuse mual dan muntah sering menimbulkan stres yang terjadi pada pre- infusi. Studi terbaru mengindikasikan bahwa kecemasan yang diantisipasi (anticipatory anciety), memiliki kondisi yang sama terjadi pada beberpa pasien dan saling mempengaruhi dengan antisipasi terhadap mual (antisipatory nausea), yang masing-masing dapat saling meningkatakan proses terjadinya kecemasan ataupun mual (Noyes & Saric, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Lutfa dan Maliya di Rumah Sakit DR. Moewardi Surakarta, analisis dilakukan terhadap 44 psaien pada pasien yang menjelani kemoterapi lebih dari tiga kali, faktor-faktor yang diduga menyebabkan kecemasan adalah umur, pendidikan pasien, frekuensi dilakukan kemoterapi, dan tingkat adaptasi.

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa uji regresi yang dilakukan dengan melihat nilai p terkecil dari seluruh nilai p yang dianalisis diidapatkan nilai variabel adaptasi mempunyai nilai p terkecil yaitu 0,012. Interpreatsi nilai p pada variabel tingkat adaptasi adalah variabel adaptasi pasien yang paling mempengaruhi kecemasan pada pasien yang menjalani kemoterapi (Lutfa & Maliya, 2008).


(63)

Namun pada analisis statistik didapatkan usia pasien juga mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat kecemasan pada pasien. Dari hasil penelitin ini dapat diketahui juga bahwa pasien yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki tingkat kecemasan yang relatif lebih rendah (Lutfa & Maliya, 2008).

Penelitian mengenai dampak kecemasan pada pasien kemoterapi juga dilakukan oleh Winie et al, peneltian ini dilakukan pada pasien kanker wanita, hasil dari penelitian ini menunujukkan bahwa presentasi kecemasan dan depresi lebih besar dibandingkan dengan pasien kanker yang menjalani radioterapi, kecemasan dan depresi memiliki efek merugikan pada domain secara keseluruhan dan kualitas hidup wanita-wanita yang menjalani terapi adjuvan untuk kanker payudara (Winie et all, 2010 ).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Breen, et al menemukan bahwa prevalensi kecemasan didapatkan sebanyak 45% dan depresi 25% . Survei ini dilakukan pada 192 pasien yang menjalani kemoterapi dengan berbagai macam jenis kanker. Sindrom distres yang timbul antara lain gejala pada gastrointestinal (mual, muntah, nyeri), malaise umum (kelelahan, merasa lemah, sakit kepala), emosional (merasa depresi, merasa cemas), gejala fisik umum (masalah pada mulut dan tenggorokan, napas pendek). Namun, kelompok yang memberikan hubungan yang signifikan pada terjadinya kecemasan adalah malaise umum, dan gejala lain tidak berkontibusi secara sigifikan (Breen, et al, 2009).


(1)

Penelitian yang dilakukan oleh Rotham dan Ruhela (2014), meneliti tentang pengaruh chanting mantra om terhadap tingkat kecemasan pada pada 84 orang yang masuk dalam National Sports Organization (NSO). Sampel dibagi menjadi tiga kelompok, kelompok A mendapatkan perlakuan chating ditambah musik, kelompok B mendapatkan perlakuan tanpa musik, dan kelompok C tidak mendapatkan perlakuan. Namun sebelum perlakuan ketiga kelompok melakukan latihan terlebih dahulu selama 40 menit, seperti yoga, aerobic, atau kick boxing. Tingkat kecemasan diukur sebelum intervensi dilakukan, kelompok A dan B mendapatkan intervensi dengan durasi 20 menit selama delapan minggu. Hasilnya adalah intervensi Chanting Om baik dengan musik atau tanpa musik terbukti signifikan dapat menurunkan kecemasan.

Dengan hasil nilai P<0,005, sedangkan perbedaan penurunan tingkat kecemasan pada grup A yang mendapatkan intervensi Chanting Om dan musik dengan grup B yang mendapat intervensi Chanting Om saja, didapatkan P< 0,001 dengan interpretasi tidak ada perbedaan yang signifikan antara intervensi pada grup A dan B.


(2)

Daftar pustaka

Angelo, J. (2012). Self-Healing with Breathwork. US : Inner Traditions.

Breen, et al. (2009). Is Symptom Burden A Predictor of Anxiety and Depression in Patients with Cancer About to Commence Chemotherapy?. Medical Journal of Australia, (Online) Volume 190, Number 7. https://www.mja.com.au/ diakses 30 Desember 2014.

Brown & Gerbarg. (2012). The Healing Power of Breath : Simple Techniques Reduce Stress and Anxiety, Enhance Concetration, and Balance Your Emotions. United States of America : Random House, Inc.


(3)

Copel, Linda C. (2007). Kesehatan Jiwa & Psikiatrik Pedoman Klinis Perawat. Jakarta : EGC.

Davey,Patrick.(2005). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga

Hawari, D.H. (2008). Manajemen Stres, Cemas, dan Depresi. Cetakan Kedua, Edisi Kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kalyani, et al. (2011). Neurohemodynamic Correlates of „OM‟ Chanting : A Pilot Fuctional Magnetic Resonance Imaging Study. International Journal of Yoga Volume 4 Number 1 (Online). http://www. ncbi.nlm.nih.gov diakses 1 Januari 2015.

Kuebler, Heidrich & Esper (2007). Palliative & End of Life Care. Missouri : Elsevier Health Sciences, Inc.

Levenson, J.L. (2011). Textbook of Psychopsysiologic Disorder Psychiatric Care of the Medically Ill. Arlington : American Psychiatric Publishing, Inc

Leyfer, Ruberg, and Borden. (2006). Examination of Util-ity of The Beck Anxiety Inventory and It‟s Factors as Screener for Anxiety Disorder. Journal Of Anxiety Disorder, Volume 20, Number 3 : 444-458.

Lutfa & Maliya. (2008). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien dalam Tindakan Kemoterapi di Rumah Sakit DR. Moewardi Surakarta Berita Ilmu Keperawatan, Volume 1, No 4.

McDowell, I. (2006). Measuring Health : A Guide to Rating Scales and Quetionaries, Third Edition. New York : Oxford University Press


(4)

Nijar, P. (2014). Everithing I Thought I Was & What I Came To Be. United Satates of America : Xlibris LLC.

Noyes & Saric. (2006). The Anxiety Disorder. Cambridge : Cambridge University Press

Parker, Rolland. S. (2012). Conscussive Brain Trauma Neurobehavioral Impairment and Maladaptation Second Edition. US : CRC Press

Quill & Miller. (2014). Palliative Care and Ethics. New York : Oxford University Press.

Ray, A. (2010). Om Chanting & Meditation.Uttarakhand : Inner Light Publisher.

Ruddon, Raymond W. (2007). Cancer Biology Fourth Edition. New York : Oxford University Press

Shires et al. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Jakarta :EGC

Tambayong, Jan. (2000). Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta :EGC

Weiss, G. (2008). The Healing Power of Meditation. California : Basic Health Publication, Inc.

Winnie, et al.(2010). Anxiety, depression and quality of life among Chinese breast cancer patients during adjuvant therapy. European Journal of Oncology

Nursing (Online), Volume 14, Issue 1

http://www.ejoncologynursing.com/issue/S1462-3889(10)X0002-3 diakses 30 Desember 2014


(5)

Bradly, Jacobs, dan Gundling. (2009).The ACP Evidance-Based Guide to Complementary & Alternative Medicine..United States of America : Scribe,Inc.

Medifocus . (2011). Medifocus Guidebook on : Complementary Cancer Therapies.(Online) http://www.medifocus.com/2009/index.php?a=a Diakses 10 Januari 2014.

Guyton & Hall. (2006). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC.

Dhansioa, Bhargav, dan Metri. (2015). Immediate Effet of Mind Sound Resonance Technique on State Anxiety and Cognitive Function in Patients Suffering from Generalized Anxiety disorder : A self Controlled Pilot Study. International Journal of Yoga. Volume 8 , Issue 1(Online).

http://www.ijoy.org.in/article.asp?issn=0973-6131;year=2015;volume=8;issue=1;spage=70;epage=73;aulast=Dhanso ia Diakses 10 Januari 2015


(6)