CARA MEMILIH LOKASI PASAR TRADISIONAL DI BALI.

(1)

CARA MEMILIH LOKASI PASAR TRADISIONAL

DI BALI

Oleh :

Ni Made Mitha Mahastuti

1985070620140922001

JURUSAN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015


(2)

ABSTRAK

CARA MEMILIH LOKASI PASAR TRADISIONAL DI BALI

Pasar adalah tempat terjadinya transaksi antara penjual dan pembeli. Di pasar itu, orang datang untuk mencari barang-barang kebutuhan, terutama kebutuhan pokok sehari-hari. Di Indonesia dikenal adanya sembilan bahan kebutuhan pokok yang disingkat : sembako. Namun demikian di pasar juga dijual barang-barang selain sembako tersebut.

Di Bali, pasar memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan pasar di daerah lain. Apalagi jika dibandingkan dengan pasar modern. Kekhususan pasar tradisional di Bali, antara lain terletak pada jenis barang yang diperjual belikan. Yang paling jelas menjadi cirri khususnya adalah adanya barang kebutuhan berupa alat-alat upacara keagamaan, baik yang dibutuhkan sehari-hari, yang disebut canang, banten dan sebagainya; mau pun alat kelengkapan yang tidak dibutuhkan setiap hari. Misalnya kain-kain untuk hiasan tempat sembahyang, atau yang sejenis dengan itu.

Dalam arsitektur Bali, tidak ada aturan khusus tentang pembangunan pasar. Yang ada adalah aturan tentang adanya tempat persembahyangan bagi Umat Hindu, yang disebut pura Melanting. Aturan yang ada, lebih bersifat non fisik, yaitu adanya hari-hari baik/buruk dalam pembangunan sejak mulai membangun sampai dengan upacara penyelesaian yang disebut melaspas. Yang seringkali diimplemantasikan di pasar tradisional Bali, adalah penentuan zonasi, yaitu utama, madya dan nista.

Pada jaman kerajaan dahulu, posisi pasar pada umumnya berada di sebelah selatan dari puri (istana raja). Lebih khusus lagi berada di areal Tenggara dari perempatan jalan yang menjadi pusat atau titik simpul transportasi pada jaman itu. Tetapi pada perkembangan sampai dengan sekarang, pasar tradisional perlu melakukan penentuan criteria yang lebih komprehensip, seperti : tidak berdekatan dengan sekolah, dengan tempat persembahyangan umum, masih dalam jangkauan pencapaian sesuai dengan daerah yang dilayani, mudah menjaga kebersihan dan higienisnya lingkungan, tersedia drainase lingkungan yang baik, tersedia jaringan limbah lingkungan dengan system terpadu.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat perkenanNYA materi yang sederhana dan ringkas ini dapat diselesaikan. Maksud disusunnya tulisan ini tidak lain adalah untuk menambah bahan bacaan khususnya di jurusan arsitektur, baik bagi mahasiswa ataupun siapa saja yang kadang - kadang menyatakan bahwa masih terasa sedikit tersedia literatur yang dapat dijadikan acuan atau perbandingan dan sebagainya terutama yang ada di Bali yang memiliki karakter dan ciri tersendiri. Untuk itu Ketua Jurusan Arsitektur menunjuk penulis untuk mengambil bagian dengan Surat Tugas Nomor 730.4/UN14.1.31.1.1/PB/2015, tanggal 21 Desember 2015.

Materi yang ditampilkan adalah “ Cara Memilih Lokasi Pasar di Bali “. Pilihan ini diambil setelah melihat bahwa pasar tradisional masih mampu bertahan di tengah - tengah persaingan dengan pasar modern. Pasar tradisional juga menjadi daya tarik bagi para wisatawan baik wisatawan nusantara mau pun mancanegara.

Terwujudnya tulisan ini tidak akan mungkin menjadi nseperti yang diinginkan jika tidak ada bantuan dan peranserta pihak lain, baik berupa sumbangan, bahan bacaan, peraturan - peraturan, diskusi, serta informasi lainnya. Untuk itu penulis menyampaikan terimakasih kepada :

 Ibu DR. Ir. Anak Agung Ayu Oka Saraswati, MT selaku Ketua Jurusan Arsitektur;


(4)

 Para Dosen Senior yang bersedia memberi arahan dan dorongan untuk menulis;

 Para pegawai Jurusan Arsitektur yang membantu urusan administrasi;  Pihak - pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya, harapan penulis semoga tulisan ini dapat memberi manfaat tidak hanya di dunia arsitektur, tetapi di masyarakat pada umumnya.

Denpasar, Desember 2015

Ni Made Mitha Mahastuti


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Maksud dan Tujuan ... 2

1.3 Cakupan Tulisan ... 3

BAB II PASAR TRADISIONAL DI BALI ... 4

2.1 Pengertian ... 4

2.2 Unsur-unsur Pasar... 5

2.3 Barang - Barang Yang Diperjualbelikan ... 6

2.4 Tata Bangunan ... 10

2.5 Lingkungan sekitar ... 12

BAB III PEMILIHAN LOKASI ... 15

3.1 Pertimbangan Umum ... 15


(6)

BAB IV PENUTUP ... 18

4.1 Kesimpulan ... 18

4.2 Saran ... 19

DAFTAR PUSTAKA


(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk hidup, memiliki kebutuhan sehari - hari yang utama yaitu secara umum meliputi sandang, pangan dan papan ( pakaian, makanan dan tempat tinggal ).

Sedangkan kebutuhan sehari - hari yang lebih spesifik bagi kehidupan manusia adalah apa yang dikenal dengan sembilan bahan pokok ( sembako ). Baik kebutuhan yang utama tadi, maupun sembako bisa dipenuhi atau diperoleh dengan membuatnya sendiri atau dengan saling membantu sesama manusia. Tetapi jika hal itu tidak terjadi, maka wadah dimana kebutuhan itu bisa diperoleh adalah pasar.

Sejak jaman dahulu, manusia sudah mengenal adanya pasar. Demikian pula di Bali. Pada jaman kerajaan, pasar sudah ada dan barang - barang yang dijual beranekaragam seperti : bahan makanan, hasil bumi, makanan sudah jadi (dagang nasi), berbagai minuman ( kopi, tuak, arak, loloh, dan sebagainya ) . Dan yang membedakan dengan daerah lain adalah barang dagangan terkait dengan upacara keagamaan ( Hindu ). Lukisan - lukisan jaman kerajaan banyak yang menampilkan ilustrasi seperti itu.

Selain daripada itu, pada jaman kerajaan areal tempat berdirinya pasar ditentukan oleh Raja. Jika di sebuah perempatan jalan raya, Puri ( Istana Raja )


(8)

menempati areal Timur Laut, maka pasar mendapat tempat di bagian Tenggara. Dengan demikian pasar berada di sebelah Selatan Puri atau Puri berada di sebelah Utara pasar. Karena itu, ada Puri - Puri di Bali yang bernama Puri Denpasar (sebelah Utara Lapangan Puputan Badung di Kota Denpasar sekarang) dan Puri Denpasar di Bangli yang terletak di sebelah utara Pasar Kidul Bangli sekarang. Denpasar berarti di sebelah Utara Pasar.

Dengan perkembangan berbagai aspek kehidupan sampai dengan saat ini, pasar sudah menjelma dalam berbagai bentuk. Ada pasar modern, pasar swalayan, pasar grosir, pasar - pasar khusus ( pasar burung, pasar loak, pasar senggol dan sebagainya ). Fenomena ini adalah sebuah kenyataan yang ( harus ) dihadapi oleh pasar tradisional karena pasar yang muncul belakangan biasanya tampil dengan suasana yang lebih nyaman, lebih praktis, dan sebagainya.

Pasar tradisional di Bali sesungguhnya masih exist, namun masih harus berbenah dalam banyak hal termasuk penataan fisik. Dan penataan yang baik, tidak lepas ( dan mulai ) dari pilihan lokasi yang baik. Karena hal - hal seperti itulah topik tersebut menarik untuk diangkat menjadi materi tulisan ini.

1.2 Maksud dan Tujuan.

Tulisan ini memiliki maksud dan tujuan untuk mencoba mengadakan pendekatan atau mencoba mencari criteria apa sajakah yang perlu dipertimbangkan untuk memilih lokasi pasar tradisional di Bali. Hal ini penting karena perkembangan kedepan harga tanah akan semakin mahal, mobilitas penduduk akan semakin tinggi, moda transportasi semakin beragam dan


(9)

sebagaainya. Selain dari pada itu jenis - jenis barang dagangan juga semakin banyak. Pada akhirnya, jika lokasi tidak tepat keberadaannya, sangat mungkin akan berdampak kurang baik terhadap lingkungan.

1.3 Cakupan.

Tulisan ini dibuat dengan cakupan terbatas pada materi yang dibutuhkan untuk mencari dasar - dasar pertimbangan ke arah mendapatkan lokasi pasar tradisional Di Bali. Biasanya pasar - pasar tradisional di Bali dibangun, dimiliki, dan dikelola oleh Desa Adat ( Desa Pekraman ). Secara operasional bentuk pengelolaan ditentukan oleh desa - desa tersebut dan sangat mungkin bervariasi. Kebanyakan dari padanya adalah dengan membentuk semacam lembaga untuk mengelolanya, semacam Badan Pengelola Pasar.

Namun demikian, ada juga pasaar tradisional yang dikelola Pemerintah, lembaga swasta, bahkan perorangan. Lokasi yang ada sejauh ini, tidak menunjukkan sesuatu yang jelas apabila dikaitkan dengan tata nilai ruang di Bali. Sebagai sebuah pasar tradisional di Bali, alangkah baiknya jika tata nilai ruang ini diperhitungkan.


(10)

BAB II

PASAR TRADISIONAL DI BALI

2.1 Pengertian.

Pasar tradisional diatur melalui Perpres RI nomor 12 Tahun 2007. Dalam Peraturan Presiden tersebut, disebutkan bahwa pasar tradisional dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah, termasuk kerja sama dengan swasta. Tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki / dikelola oleh pedagang kecil, menengah, dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar. Pasar tradisional biasanya terdapat pada waktu tertentu dan dengan tingkat pelayanan terbatas.

Dalam kesehariannya, dapat dilihat bahwa pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli secara langsung, bangunannya terdiri dari kios - kios atau gerai, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual maupun pengelola. Sistem yang terdapat pada pasar ini dalam proses transaksi adalah pedagang melayani pembeli yang datang ke stand mereka. Melakukan tawar menawar untuk menentukan kata sepakat, pada harga dengan jumlah yang telah disepakati sebelumnya. Pasar seperti ini pada umumnya terdapat di kawasan permukiman agar memudahlkan pembeli untuk mencapai pasar.


(11)

2.2 Unsur-unsur Pasar

Sesuai dengan pengertian diatas dan dengan kenyataan yang dapat diamati sehari - hari di pasar, maka unsur – unsur yang ada di pasar tradisional adalah : pedagang, pembeli / pengunjung dan pengelola. Selain daripada itu, secara berkala ada pula pengunjung yang datang dengan tujuan bukan semata - mata untuk berjualan atau berbelanja, melainkan mereka yang ada keperluan misalnya melakukan pemeriksaan oleh instansi tertentu, survey oleh mereka yang memerlukan informasi, atau tenaga kerja tertentu yang akan melakukan suatu pertawatan / perbaikan alat yang ada di pasar dan sebagainya.

Unsur pedagang akan mempunyai implikasi terhadap pemilihan lokasi tergantung dari jenis barang dagangan dan peralataan yang akan digunakan. Jika didalam pasar akan ada kegiatan selain kebutuhan sehari - hari, misalnya ada semacam pasar senggol atau kegiatan mempromosikan suatu produk atau yang sejenis dengan itu, maka karakteristik kegiatannya akan menentukan juga pilihan lokasi yang cocok. Unsur pembeli / pengunjung juga memiliki karakteristik sendiri. Jika pasar tradisional berada di sebuah desa yang masih bersuasana perdesaan, pengunjungnya tentu lebih banyak atau hampir semuanya masyarakat lokal. Di lain pihak, jika pasar tradisional berada di kota atau di suatu desa yang lingkungannya adalah kawasan wisata, maka karakteristik pengunjung akan berbeda. Akan ada kebutuhan yang berbeda bagi para pengunjung serupa itu.

Unsur pengelola ada beberapa macam modelnya. Jika pengelola dibentuk khusus setelah pasar dibangun, maka pengelola tidak bisa menentukan bagaimana lokasi pasar harus dipilih. Tetapi lokasi biasanya sudah ditetapkan oleh pengurus ( Prajuru Desa ), sehingga hanya menjalankan operasional pasar saja. Biasanya


(12)

Pasar Desa di sebuah desa yang dibangun dengan swadaya masyarakat lokasinya berada di tanah desa.

2.3 Barang - Barang Yang Diperjualbelikan

Sebagai sebuah pasar tradisional, pada umumnya barang - barang yang diperjualbelikan adalah bahan kebutuhan pokok sehari - hari atau sembako. Kebutuhan pokok inilah yang volume barang dagangannya paling tinggi atau paling banyak dan mobilitasnya tinggi. Mulai dari beras, daging, sayur - mayur dan seterusnya. Beras pada jaman sekarang datangnya kebanyakan dari luar kota. Bagi pasar tradisional yang lokasinya di daerah perkotaan atau di daerah atau kawasan yang padat penduduknya, angkutan beras biasanya mempergunakan kendaraan truk besar sehingga kebutuhan lahan parkir menjadi lebih banyak.

Lain halnya dengan barang dagangan berupa daging, ikan, atau yang sejenis dengan itu. Barang - barang jenis ini tidak banyak volumenya tetapi aroma yang disebarkannya sangat terasa, terlebih - lebih kalau barangnya sudah melewati batas usia segarnya. Bau yang menyengat dari tempat penjualan ini merupakan gangguan kenyamanan, jika tidak ditangani dengan baik. Namun demikian sebaik - baik penanganannya di pasar tradisional, bau yang khas ini tetap akan menjadi ancaman. Demikian pula dalam proses penanganannya. Ada kegiaatan cuci -mencuci, ada limbah padat dan cair yang juga menimbulkan bau kurang sedap dan dalam waktu yang lama. Penanganan permasalahan seperti ini membutuhkan pengadaan sistem pengolahan limbah yang baik. Jika di kawasan atau di sekitar lokasi sudah ada jaringan limbah terpadu semacam DSDP ( Denpasar Sewerage


(13)

Development Project ), maka penanganan limbah menjadi lebih mudah karena limbah cair bisa dialirkan ke sistem limbah terpadu seperti itu. Saat ini DSDP baru ada di sebagian kota Denpasar dan kawasan wisata Kuta. Di daerah - daerah yang tidak memiliki akses ke jaringan atau sistem tersebut, maka lokasi pasar sebaiknya berada pada daerah yang bisa dibangun sistem pengolahan limbah sendiri. Artinya harus diperhitungkan kemungkinan pembuatan yang lebih mudah, lebih murah dan tentu saja efektif. Misalnya jika diperlukan pembuatan bak atau tangki - tangki didalam tanah, maka kondisi tanah harus diperhitungkan (kemudahan melakukan penggalian, tinggi rendahnya permukaan air tanah, keras atau tidaknya jenis tanah yang akan digali, dan sebagainya).

Selain daripada itu, terkait dengan limbah - limbah serupa ini, apapun sistem penanganannya, di pasar memang beragam kemungkinan bisa saja terjadi yang berasal dari kegiatan-kegiatan lainnya. Secara keseluruhan, meskipun kebersihan halaman pasar bisa terjaga dengan baik, namun masih akan tersisa bekas - bekas segala sesuatu yang kurang mengenakkan. Dan pada musim hujan, air di permukaan halaman akan mengalir sesuai dengan kodratnya yaitu ke daerah yang lebih rendah. Aliran air hujan ini masih tetap akan membawa ketidaknyamanan dibandingkan dengan air hujan yang mengalir dari daerah permukiman misalnya. Oleh karena itu, sebaiknya lokasi pasar berada di daerah yang topografinya lebih rendah dibandingkan dengan tempat sekitarnya, dan memiliki kedekatan akses dengan saluran drainase lingkungannya. Tetapi jika di daerah atau dimana pasar akan dibangun itu memiliki topografi yang relativ datar, namun di sekitarnya tidak tersedia sistem drainase lingkungan, maka lokasi pasar


(14)

sebaiknya di daerah yang paling mudah mengadakan penanganan drainase. Perlu diingat bahwa system drainase sangat berbeda dengan system pengolahan limbah.

Jenis barang dagangan lain yang potensial atau bahkan sangat nyata memproduksi limbah dalam jumlah banyak dan sangat mengganggu adalah dari tempat penjualan makanan. Sisa - sisa makanan dari pembeli, maupun sisa - sisa dari pengolahan makanan, merupakan sumber limbah yang sangat mengganggu, baik yang dalam bentuk limbah cair mau pun limbah padat. Limbah dalam bentuk sampah apapun, pastinya akan sangat mengganggu sehingga tempat pembungan sampah sementara ( TPS ) memerlukan perhitungan agar cepat bisa diangkut ke luar lokasi agar tumpukannya tidak menjadi gangguan, baik secara visual maupun aroma tidak sedap.

Sangat berbeda halnya dengan barang dagangan berupa bahan - bahan yang kering dan lebih bersih seperti kain - kain, kertas dan alat rumah tangga lainnya. Benda - benda semacam ini tidak banyak menimbulkan sampah dan polusi. Pengunjung atau masyarakat tidak terlalu sering membutuhkan barang jenis ini, seperti halnya kebutuhan akan bahan makanan. Pasokan dari luar pun untuk memasukkan barang dagangan ke pasar tidak terlalu sering dan tidak perlu dengan kendaraan besar sehingga kebutuhan untuk tempat parkir tidaklah begitu luas.

Satu hal yang terbilang khusus adalah bahwa pasar tradisional di Bali memiliki ciri khas dari jenis barang dagangannya yaitu berupa kebutuhan untuk kegiatan keagamaan ( Hindu ). Baik berupa bahan baku maupun yang sudah jadi. Bahan - bahan yang disebut terakhir tadi akan meningkat volumenya pada waktu


(15)

menjelang dan pada saat Hari Raya bagi umat Hindu. Menjelang Hari - Hari Raya baik kecil maupun besar, pengunjung datang lebih banyak daripada hari lainnya dan barang - barang yang dibelipun lebih banyak. Dalam hal ini, kebutuhan akan lahan parkir menjadi penting dan dapat menampung kendaraan dalam jumlah yang lebih banyak. Kendaraan itu tidak hanya berupa sepeda motor, tetapi banyak juga mobil - mobil baraang yang mengangkut dan seringkali langsung berjualan dari mobil dalam bentuk kendaraan dengan bak terbuka ( pick-up ). Keadaan serupa ini tidak hanya terjadi di pusat kota seperti yang di kota Denpasar ( Pasar Badung, Pasar Kreneng, Pasar Sanglah, Pasar Tembau dan sebagainya ), tetapi juga terjadi di pasar - pasar di luar kota, seperti : Pasar Abian Timbul ( Denpasar ), Pasar Kuta, Pasar Jimbaran, Pasar Legian, Pasar di Kerobokan ( wilayah Kabupaten Badung ). Keadaan atau situasi yang terjadi pada saat - saat seperti itu adalah gangguan terhadap kelancaran lalu lintas. Sangat mungkin kedepannya nanti sesuai dengan perkembangan jaman, hal - hal serupa itu akan terjadi juga di pasar - pasar yang lain. Untuk mengantisipasi agar gangguan ( terutama lalu lintas ) bisa ditekan seminimal mungkin, sebaiknya kebutuhan lahan untuk menampung kegiatan itu harus diperhitungkan dengan cermat.

Kegiatan lain yang terjadi di pasar dalam hal barang yang diperjual - belikan adalah kegiatan - kegiatan dalam bentuk promosi produk. Tergantung dari tingkat besar kecilnya pasar, kegiatan promosi serupa ini bisa berlangsung setiap hari untuk pasar yang berskala besar dan semakin menurun intensitasnya pada pasar yang lebih kecil. Meskipun kegiatan ini tidak mengharapkan penjualan langsung, tetapi seringkali pengunjungnya cukup banyak. Beraneka produk yang


(16)

sering dipromosikan di tempat seperti pasar ini antara lain produk berupa kendaraan bermotor, obat - obatan, barang - barang elektronik dan sebagainya. Cara melakukan promosi seringkali diiringi pertunjukan ( pada umumnya musik ), sulap, atau pemutaran lagu dari rekaman. Dari kegiatan ini akan terjadi suara - suara dengan volume tinggi dengan harapan pengunjung bisa diyakinkan bahwa produk yang diperkenalkan atau ditawarkan memang produk yang baik . Kegiatan ini bisa berlangsung siang maupun malam hari. Hal yang dirasakan bagi yang tidak berkepentinngan tentu saja gangguan suara. Oleh karena itu, selain mengatur waktu kegiatan, pemilihan lokasi pasar menjadi penting. Tempat - tempat yang memerlukan suasana tenang harus dilindungi ( dijauhi ) dari sumber suara. Misalnya tempat beribadah, tempat pendidikan, rumah sakit, permukiman dan sebagainya.

2.4 Tata Bangunan

Pasar tradisional di Bali yang sudah ada sampai dengan saat ini, ada yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah ( pada umumnya melalui Perusahaan Daerah yaitu PD Pasar ), dimiliki oleh swasta perseorangan, dimiliki dan dikelola oleh desa ( pada umumnya Desa Adat ) dan sebagainya. Melihat dari perkembangan yang berlangsung sampai dengan saat ini, pasar milik Pemerintah tidak mengalami pertambahan ( tidak ada membangun pasar baru di lokasi baru ). Sementara itu pasar milik perseorangan atau milik desa atau lainnya, menunjukkan adanya pembangunan pasar - pasar tradisional.


(17)

Yang agak khusus dari padanya adalah pasar yang dibangun oleh Desa Adat ( Desa Pekraman ). Tata bangunannya secara mikro ( didalam pasar ), diselaraskan dengan konsep Tri Hitha Karana, yaitu adanya pembagian areal Parahyangan, Pawongan dan Palemahan. Areal atau zona Parahyangan merupakan tempat suci ( Pura Melanting ), zona Pawongan untuk kompleks perdagangannya, dan zona Palemahan disiapkan untuk tempat parkir dan kebutuhan MCK ( Mandi, Cuci, Kakus) dan yang sejenis dengan itu. Sedangkan dalam penataan secara makro di sebuah desa, pilihan lokasi pasar pada umumnya berada di bagian teben ( di bagian hilir ) dari desa. Penempatan ini menjadi logis, karena pada bagian sesudah hilir desa ( bagian akhir desa ) masih ada batas dengan desa tetangga berupa teritori yang di sebut karang bengang ( daerah kosong ). Dengan demikian, segala kemungkinan polusi akibat kegiatan yang ada di pasar , akan dapat ditekan dengan adanya jarak yang cukup dan dibentengi oleh pohon-pohonan yang ada di karang bengang tersebut.

Sebagai sebuah kompleks pelayanan publik, bangunan - bangunan yang ada di pasar harus ditata sedemikian agar kenyamanan tetap terjaga. Dalam arti secara visual, harus terwujud bangunan yang tetap memiliki nilai - nilai estetika, enak dipandang, dan mudah untuk beraktifitas. Kemudahan untuk beraktifitas harus didukung oleh kemudahan dan kelancaran bergerak ( sirkulasi manusia dan barang ). Ini bisa terwujud dengan keberadaan lokasi pasar di daerah yang relativ datar.

Hal lain yang penting dalam tata bangunan adalah antisipasi terhadap bahaya - bahaya yang mungkin timbul misalnya kebakaran. Kegiatan yang beraneka ragam di pasar serta kelemahan faktor manusia ( mengawasi dan


(18)

merawat peraalatan dan fasilitas ) adalah merupakan potensi terjadinya kebakaaran. Oleh karena itu pencegahan dan penanganan kebakaran menjadi mutlak untuk ditangani. Ketika hidran harus disiapkan utnuk itu, maka air untuk mengisi hidran harus terjamin pasokannya. Jadi, lokasi harus mudah mendapatkan air, baik melalui ketersediaan melalui sumur ( lokasi harus mudah mendapat sumber air tanah ), melalui sungai, melalui jaringan pipa air bersih, ataupun melalui instansi sejenis dinas pemadam kebakaran yang siap dengan kendaraanya.

Selain daripada penanganan seperti itu, pencegahan juga bisa dimulai dari penataan bangunan agar keberadaan sumber - sumber potensi kebakaran bisa dijauhkan dari bangunan penduduk sekitarnya. Dengan kata lain, sebelum menata bangunan, pemilihan lokasi pun menjadi sangat penting agar pencegahan bahaya kebakaraan bisa diantisipasi sejak dini.

2.5 Lingkungan Sekitar

Pemilihan lokasi pasar sangat penting untuk memperhitungkan keadaan lingkungan sekitar terutama agar pasar yang dibangun tidak menimbulkan gangguan, baik berupa gangguan keamanan, gangguan kenyamanan, polusi dan sebagainya. Lingkungan yang sudah terlalu padat terlebih dahulu dengan bangunan tentunya sulit untuk mendirikan pasar yang baru.

Tetapi idealnya pasar mestinya berada pada lokasi yang memungkinkan untuk “ dijauhi ” dari bangunan sekitar agar sama - sama dapat beraktifitas dengan baik. Tidak hanya bangunan permukiman saja yang harus diperhitungkan. Tidak kalah penting adalah bangunan fasilitas pendidikan dan peribadatan. Kedua


(19)

jenis fasilitas tersebut menuntut ketenangan dengan kualitas tinggi agar konsentrasi dalam belajar dan beribadah tidak terganggu oleh segala dampak dari kegiatan di pasar. Artinya, amtara pasar dengan fasilitas - fasilitas tersebut harus jaga jarak. Kalaupun secara alami tidak mudah dilakukan bisa dicari solusi secara teknologi dan termasuk pengelolaan.

Lingkungan sekitar yang juga harus mendapat perhatian adalah keberadaan ( calon ) lokasi terhadap kemungkinan adanya daerah yang rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, rawan longsor, banjir, dan sebagainya. Hal ini tentu saja sudah diperhitungkan oleh pihak yang akan membangun jika mereka berasal dari lokasi setempat. Tetapi bagi investor yang berasal dari luar calon lokasi, sangat penting untuk mencari dan mengetahui informasi seperti ini. Sebab seringkali terjadi, bahwa suatu lokasi di musim -musim kering / kemarau tidak jelas apakah suatu tempat itu rawan bencana atau tidak.

Selanjutnya perlu juga diperhitungkan apakah di lingkungan sekitar itu adalah daerah rawan kecelakaan. Sebagaaimana sudah dapat dipahami bahwa pasar yang akan dibangun setelah beroperasi akan menambah kepadatan dan potensi kemacetan lalu lintas. Data - data lalu lintas di lingkungan sekitar harus diperoleh karena akan berpengaruh pada kelayakan teknis pembangunan pasar.

Kondisi lingkungan sekitar yang juga harus diwaspadai atau ditelitti adalah kepastian bahwa calon lokasi bukan merupakan daerah bekas tempat pembuangan akhir ( TPA ) sampah. Seringkali terjadi suatu lingkunngan terlihat rapi, bersih dan asri padahal daeraah itu dulunya pernah menjadi TPA sampah.


(20)

Sudah jelas tempat serupa ini tidak higienis dan sangat tidak cocok untuk lokasi membangun pasar. Data - data tentang daerah seperti ini barangkali tidak mudah untuk diperoleh tetapi berbagai cara dapat ditempuh oleh calon investor. Misalnnya melalui instansi yang menangani persampahan, masyarakat yang berada di sekitar lokasi, maupun (tentu saja) pengalaman sendiri.

Ada lagi yang sangat khusus di Bali yaitu apakah suatu daerah itu adalah bekas lokasi kebakaran, atau pernah ada peristiwa dengan korban jiwa manusia atau yang sejenis dengan itu. Lokasi - lokasi serupa itu memerlukan proses yang cukup lama dan ritual khusus agar di daerah itu bisa didirikan. Bukan hanya upacaranya saja yang lengkap dan benar, tetapi masih ada waktu tertentu yang harus dilewati sebelum daerah itu bisa dimanfaatkan (untuk mendirikan bangunan).

Yang terkait dengan kepercayaan dan keyakinan masyarakat di Bali dalam hal membangun adalah, apakah suatu daerah itu atau di lingkungan sekitar ada tempat yang diyakini keramat oleh masyarakat. Pada umumnnya tempat ini ditandai dengan adanya pohon besar, batu besar, goa, pertemuan dua atau lebih sungai, yang juga dilengkapi dengan tempat menghaturkan persembahan berupa pelinggih atau kain poleng yang disertakan di obyek tersebut. Tetapi ada pula tempat - tempat keramat yang tidak ada tanda - tanda sama sekali. Untuk itu (sekali lagi) bagi investor luar harus mencari informasi sebanyak - banyaknya tentaang kondisi lingkungan suatu daerah.


(21)

BAB III

PEMILIHAN LOKASI

3.1 Pertimbangan Umum

Sebagaimana telah dipaparkan pada bagian terdahulu bahwa banyak hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memilih lokasi untuk membangun pasar tradisional. Berikut ini adalah beberapa pertimbangan umum, seperti :

a. Peraturan pemerintah berupa Rencana Umum Tata Ruang yang menyatakan boleh dan tidaknya suatu lokasi untuk didirikan pasar.Jika peraturan ini dilanggar, tentu saja pasar tidak bisa beroperasi, meski pun dari aspek lainnya kelihatan suatu tempat sangat strategis untuk pasar. Misalnya suatu daerah yang dinyatakan sebagai jalur hijau.

b. Peraturan Pemerintah tentang garis sempadan yang berlaku di suatu daerah atau khusus di titik tertentu. Sama dengan yang nomor a di atas, kalau dilanggar, akibatnya sama. Garis sempadan akan berimplikasi pada seberapa banyak bagian dari lokasi yang harus dikosongkan dari bangunan sehingga investor bisa berhitung dari kemungkinan -kemungkinan yang akan terjadi.

c. Peraturan pemerintah tentang kepadatan bangunan di suaatu daerah. Ini menyatakan dengan lebih jelas seberapa persen dari areal yang ada bisa dibangun. Ini harus benar - benar diperhatikan karena di setiap daerah yang berbeda peraturannya saangat mungkin berbeda.


(22)

d. Lokasi pasar harus berada pada daerah yang higienis secara alami. Contoh : bukan bekas TPA sampah.

e. Lokasi pasar berada bukan pada daerah rawan bencana seperti banjir, tanah longsor, daerah aliran lahar, termasuk juga ( kalau ada ) di sekitar bekas pertambangan.

f. Lokasi pasar harus mempertimbangkan kondisi lalu lintas yang berada di dekat lokasi. Perhatian harus ditekankan pada kemungkinan rawan kecelakaan, kepadatan lalulintas yang tinggi dan sebagainya.

g. Lokasi pasar harus mempertimbangkan kegiatan kegiatan atau fungsi -fungsi di sekitarnya, seperti sekolah, Pura, Masjid dan Gereja agar pasar tidak berada di dekat kegiatan tersebut.

h. Lokasi pasar juga harus memiliki jarak yang cukup dengan pemukiman di sekitar, namun dalam hal ini kedekatan atau jauhnya tidak sejauh jarak dengan tempat ibadah atau pendidikan.

i. Secara umum, di sekitar lokasi telah tersedia jaringan utilitas yang memadai, seperti jaringan listrik, telepon, air bersih, drainase dan prasaraana jalan untuk kelancaran sirkulasi kendaraan.

j. Lokasi yang dipilih harus jelas kepemilikannya secara hokum, yang dibuktikan dengan surat-surat yang dibutuhkan untuk itu, sertifikat tanah ( Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Pelaba Pura dan sebagainya ). Kepastian ini penting agar investor tidak mengalami dalam proses, mulai dari membangun saampai dengan operasional.


(23)

3.2 Pertimbangan Khusus

Khusus untuk di Bali dan terutama di daerah yang masih bersifat perdesaan, dan sesuai dengan keyakinan, ada beberapa hal perlu dipertimbangkan, seperti :

a. Apakah suatu lokasi itu adalah tempat yang pernah terjadi bencana dengan adanya korban jiwa.

b. Perrlu juga dipertimbangkan apakah di lokasi atau di sekitar lokasi, aada tempat keramat atau yang dikeramatkan.

c. Perlu juga dipertimbangkan posisi daerah di suatu wilayah desa adat. Pada umumnya lokasi pasar berada di bagian teben desa. Apabila desa berada di Bali Selatan, yang termasuk teben adalah arah Selatan atau Barat dari desa tersebut. Hal yang sebaliknya terjadi di Bali Utara. Teben di sana adalah arah utara dan barat. d. Hal yang perlu pertimbangan khusus untuk pasar dibandingakan

dengan bangunan lain, dan bukannya khusus Bali adalah kelancaran akses mobil pemadam kebakaran . Tidak semua bangunan menuntut persyaratan ini, tetapi untuk pasar, menjadi khusus karena menyangkut pelayanan public. Termasuk dalam mendukung kelancarannya adalah jalan yang cukup lebar untuk dua arah mobil, dan mudah bermanuver.


(24)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pasar Tradisional di Bali secara umum tidak jauh berbeda dengan pasar -pasar tradisional di tempat lain. Pasar tradisional ditandai dengan ketersediaan barang - barang yang dijual yaitu didominasi oleh sembako dan hasil bumi. Proses jual belinnya ditandai dengan adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli, sampai dengan kedua belah pihak sepakat dengan harga suaatu barang.

Kriteria memilih lokasi pasar tradisional di Bali adalah sama dengan memilih lokasi pasar di tempat lain secara umum. Hanya saja di Bali masih ada hal - hal yang sangat spesifik, khusus dan ( mungkin ) unik yang menjadi pertimbangan dalam memillih lokasi. Diantara pertimbangan umum, terdapat Peraturan - Peraturan Pemerintah yang berlaku di suatu lokasi. Peraturan ini meskipun berlaku umum, tetapi rinciannya berbeda dengan lokasi yang ada di tempat lain.

Semua kriteria yang telah dipaparkan sebelumnya tampaknya tidak ada satu atau beberapa yang lebih penting dibandingkan yang lainnya. Misalnya peraaturan. Jika tidak sesuai peraturan maka tidak bisa dipilih sebagai lokasi. Begitu pula jarak dengan tempat pendidikan dan tempat ibadah. Kalau tidak cukup juga tidak bisa


(25)

Kriteria - kriteria lain seperti higienis, ketersediaan infrastruktur, rawan dan bencana juga sama penting untuk diperhitungkan. Salah satu saja dari mereka tidak dipenuhi, maka lokasi pasar sudah tidak layak untuk dipilih.

4.2 Saran

Dengan adanya tinjauan, pertimbangan, dan kesimpulan seperti tersebut diatas, saran yang paling penting bagi calon investor adalah : ikuti peraturan -peraturan dan cari data - data yang kuat dan lengkap tentang apa yang termasuk dalam kriteria. Perlu diingat bahwa membangun pasar bukan semata - mata mencari keuntungan finansial, tetapi tak kalah penting adaalah sebagai sarana social. Ketika kebutuhan masyarakat akan terpenuhi dengan mudah, murah, dan sehat. Khusus di Bali, hal yang terakhir itu disebut meyadnya ( berbuat dan mempersembahkan sesuatu dengan tulus ikhlas ).


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Belshaw, Cyril S., (2001) Tukar Menukar di Pasar Tradisional dan Pasar Modern

Duerk, Donna P. (1993) Architectural Programming. New York: Van Nostrand Reinhold

KMK No. 59 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat Th. 2008

Panero, Julius.Dimensi Manusia& Ruang Inteio (1999), Gramedia Pustaka Utama

Peraturan Presiden Republic Indonesia No. 112 Th. 2007

Permendagri, (2011) Petunjuk Teknis Penggunaan dana Alokasi Khusus Bidang Sarana Perdagangan


(27)

(1)

d. Lokasi pasar harus berada pada daerah yang higienis secara alami. Contoh : bukan bekas TPA sampah.

e. Lokasi pasar berada bukan pada daerah rawan bencana seperti banjir, tanah longsor, daerah aliran lahar, termasuk juga ( kalau ada ) di sekitar bekas pertambangan.

f. Lokasi pasar harus mempertimbangkan kondisi lalu lintas yang berada di dekat lokasi. Perhatian harus ditekankan pada kemungkinan rawan kecelakaan, kepadatan lalulintas yang tinggi dan sebagainya.

g. Lokasi pasar harus mempertimbangkan kegiatan kegiatan atau fungsi -fungsi di sekitarnya, seperti sekolah, Pura, Masjid dan Gereja agar pasar tidak berada di dekat kegiatan tersebut.

h. Lokasi pasar juga harus memiliki jarak yang cukup dengan pemukiman di sekitar, namun dalam hal ini kedekatan atau jauhnya tidak sejauh jarak dengan tempat ibadah atau pendidikan.

i. Secara umum, di sekitar lokasi telah tersedia jaringan utilitas yang memadai, seperti jaringan listrik, telepon, air bersih, drainase dan prasaraana jalan untuk kelancaran sirkulasi kendaraan.

j. Lokasi yang dipilih harus jelas kepemilikannya secara hokum, yang dibuktikan dengan surat-surat yang dibutuhkan untuk itu, sertifikat tanah ( Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Pelaba Pura dan


(2)

3.2 Pertimbangan Khusus

Khusus untuk di Bali dan terutama di daerah yang masih bersifat perdesaan, dan sesuai dengan keyakinan, ada beberapa hal perlu dipertimbangkan, seperti :

a. Apakah suatu lokasi itu adalah tempat yang pernah terjadi bencana dengan adanya korban jiwa.

b. Perrlu juga dipertimbangkan apakah di lokasi atau di sekitar lokasi, aada tempat keramat atau yang dikeramatkan.

c. Perlu juga dipertimbangkan posisi daerah di suatu wilayah desa adat. Pada umumnya lokasi pasar berada di bagian teben desa. Apabila desa berada di Bali Selatan, yang termasuk teben adalah arah Selatan atau Barat dari desa tersebut. Hal yang sebaliknya terjadi di Bali Utara. Teben di sana adalah arah utara dan barat. d. Hal yang perlu pertimbangan khusus untuk pasar dibandingakan

dengan bangunan lain, dan bukannya khusus Bali adalah kelancaran akses mobil pemadam kebakaran . Tidak semua bangunan menuntut persyaratan ini, tetapi untuk pasar, menjadi khusus karena menyangkut pelayanan public. Termasuk dalam mendukung kelancarannya adalah jalan yang cukup lebar untuk dua arah mobil, dan mudah bermanuver.


(3)

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pasar Tradisional di Bali secara umum tidak jauh berbeda dengan pasar -pasar tradisional di tempat lain. Pasar tradisional ditandai dengan ketersediaan barang - barang yang dijual yaitu didominasi oleh sembako dan hasil bumi. Proses jual belinnya ditandai dengan adanya sistem tawar menawar antara penjual dan pembeli, sampai dengan kedua belah pihak sepakat dengan harga suaatu barang.

Kriteria memilih lokasi pasar tradisional di Bali adalah sama dengan memilih lokasi pasar di tempat lain secara umum. Hanya saja di Bali masih ada hal - hal yang sangat spesifik, khusus dan ( mungkin ) unik yang menjadi pertimbangan dalam memillih lokasi. Diantara pertimbangan umum, terdapat Peraturan - Peraturan Pemerintah yang berlaku di suatu lokasi. Peraturan ini meskipun berlaku umum, tetapi rinciannya berbeda dengan lokasi yang ada di tempat lain.

Semua kriteria yang telah dipaparkan sebelumnya tampaknya tidak ada satu atau beberapa yang lebih penting dibandingkan yang lainnya. Misalnya


(4)

Kriteria - kriteria lain seperti higienis, ketersediaan infrastruktur, rawan dan bencana juga sama penting untuk diperhitungkan. Salah satu saja dari mereka tidak dipenuhi, maka lokasi pasar sudah tidak layak untuk dipilih.

4.2 Saran

Dengan adanya tinjauan, pertimbangan, dan kesimpulan seperti tersebut diatas, saran yang paling penting bagi calon investor adalah : ikuti peraturan -peraturan dan cari data - data yang kuat dan lengkap tentang apa yang termasuk dalam kriteria. Perlu diingat bahwa membangun pasar bukan semata - mata mencari keuntungan finansial, tetapi tak kalah penting adaalah sebagai sarana social. Ketika kebutuhan masyarakat akan terpenuhi dengan mudah, murah, dan sehat. Khusus di Bali, hal yang terakhir itu disebut meyadnya ( berbuat dan mempersembahkan sesuatu dengan tulus ikhlas ).


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Belshaw, Cyril S., (2001) Tukar Menukar di Pasar Tradisional dan Pasar Modern

Duerk, Donna P. (1993) Architectural Programming. New York: Van Nostrand Reinhold

KMK No. 59 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat Th. 2008

Panero, Julius.Dimensi Manusia& Ruang Inteio (1999), Gramedia Pustaka Utama

Peraturan Presiden Republic Indonesia No. 112 Th. 2007

Permendagri, (2011) Petunjuk Teknis Penggunaan dana Alokasi Khusus Bidang Sarana Perdagangan


(6)