Studi Korelasi Antara Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2010 di Universitas "X" Bandung.

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini adalah mengenai studi korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan

2010 di Universitas “X” Bandung”. Penelitian ini bermaksud untuk memperoleh gambaran mengenai ada atau tidak adanya korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di

Universitas “X” Bandung.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasional, dengan teknik purposive sampling. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung yang hadir pada saat mata kuliah Psikologi Kepribadian II (kelas paralel). Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 125 mahasiwa.

Alat ukur yang digunakan untuk memperoleh taraf kecerdasan emosional adalah kuesioner kecerdasan emosional yang dibuat oleh peneliti berdasarkan teori kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Bar-On (dalam Nasir dan Masrur, 2010), terdiri dari 83 item. Validitas dari alat ukur ini berkisar antara 0.241** hingga 0.734** sedangkan reliabilitasnya 0.934 berdasarkan kriteria reliabilitas dari Guilford dengan menggunakan SPSS 17.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa tingkat korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung sebesar 0.085 (korelasi Rank Spearman), tergolong sangat kecil. Artinya tidak terdapat korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa dari 15 sub-komponen kecerdasan emosional pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung hanya satu sub-komponen saja (self-regard) yang menunjukkan keterkaitan dengan prestasi akademik. Adapun saran bagi peneliti selanjutnya adalah sebaiknya diteliti dengan menggunakan metode penelitian kualitatif atau studi kasus sehingga dapat diperoleh data hasil penelitian yang lengkap mengenai dinamika dari setiap komponen dan sub-komponen kecerdasan emosional dari masing-masing mahasiswa yang berbeda-beda.


(2)

This research is about correlational study between emotional intelligence and academic achievement of Faculty of Psychology student generation 2010 in

University “X” Bandung. This research meaning is to get picture on there is or no

correlation between emotional intelligence and academic achievement of Faculty of Psychology student generation 2010 in University “X” Bandung.

Research method that used is correlational method, with purposive sampling technique. There is which became sample in this research is Faculty of

Psychology student generation 2010 in University “X” Bandung who came when the subject of Personality Psychology II (parallel class). Total population of this research is 125 students.

Measuring tool that is being used to get emotional intelligence standard is emotional intelligence questionarre which made by researcher based on emotional intelligence theory that lodged by Bar-On (in Nasir and Masrur, 2010), consist of 83 items. Validity from this measuring tool revolve among 0.241** to 0.734** whereas the reliability is 0.934 based on reliability criteria from Guilford by using SPSS 17.

Based on research outcome achieved result that the correlation grade between emotional intelligence and academic achievement of Faculty of

Psychology student generation 2010 in University “X” Bandung as big as 0.085

(Rank Spearman correlation), included very small. Means there is no correlation between emotional intelligence and academic achievement of Faculty of

Psychology student generation 2010 in University “X” Bandung.

Based on this research result achieved conclusion that from 15 sub-component of emotional intelligence of Faculty of Psychology student generation 2010 in University “X” Bandung only one sub-component (self-regard) that show connection with academic achievement. There is suggestion for the next researcher is as good as scrutinized by using qualitative research method or case study until accessible the research result that is complete on dynamics from each component and sub-component of emotional intelligence from respective student that different.


(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSETUJUAN PENGESAHAN PENGAMBILAN DATA LEMBAR ORISINALITAS LAPORAN PENELITIAN

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI LAPORAN PENELITIAN KATA PENGANTAR

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 6

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1. Maksud Penelitian ... 7

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 7


(4)

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 8

1.5 Kerangka Pemikiran ... 8

1.6 Asumsi ... 23

1.7 Hipotesis ... 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 24

2.1 Kecerdasan Emosional ... 24

2.1.1 Latar Belakang Lahirnya Teori Kecerdasan Emosional ... 24

2.1.2 Pengertian Kecerdasan Emosional ... 25

2.1.3 Peranan Kecerdasan Emosional ... 28

2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Emosional. 29 2.2. Prestasi Akademik ... 32

2.2.1 Pengertian Prestasi Akademik ... 32

2.2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Prestasi Akademik ... 32

2.3 Masa Remaja Akhir dan Dewasa Awal ... 37

2.3.1 Pengertian Masa Remaja Akhir dan Dewasa Awal ... 37

2.3.2 Ciri-Ciri Perkembangan Remaja Akhir dan Dewasa Awal..37

2.3.2.1 Perkembangan Kognitif pada Remaja Akhir dan Dewasa Awal ... 37

2.3.2.2 Perkembangan Sosial pada Remaja Akhir dan Dewasa Awal ... 38 2.3.2.3 Perkembangan Emosi pada Remaja Akhir dan


(5)

Dewasa Awal ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1 Rancangan dan Prosedur Penelitian ... 40

3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 40

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 40

3.3.1 Variabel Penelitian ... 40

3.3.2 Definisi Konseptual ... 41

3.3.3 Definisi Operasional ... 41

3.4 Alat Ukur ... 45

3.4.1 Alat Ukur Kecerdasan Emosional ... 45

3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 48

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 48

3.4.3.1 Validitas Alat Ukur ... 48

3.4.3.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 49

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 50

3.5.1 Populasi Sasaran ... 50

3.5.2 Karakteristik Populasi ... 50

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 51

3.6 Teknik Analisis Data ... 51


(6)

4.1 Gambaran Responden ... 53

4.2 Hasil Penelitian ... 54

4.2.1 Korelasi antara Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik ... 54

4.2.2 Kecerdasan Emosional ... 55

4.2.3 Prestasi Akademik (IPK) ... 56

4.2.4 Tabulasi Silang antara Kecerdasan Emosional dan Prestasi Akademik ... 57

4.3 Pembahasan ... 58

BAB V KESIMPULAN ... 63

5.1 Kesimpulan ... 63

5.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66

DAFTAR RUJUKAN ... 67 LAMPIRAN


(7)

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 ... 22 Skema 3.1 ... 40


(8)

Tabel 3.1 ... 46

Tabel 3.2 ... 47

Tabel 4.1 ... 53

Tabel 4.2 ... 54

Tabel 4.3 ... 54

Tabel 4.4 ... 55

Tabel 4.5 ... 55

Tabel 4.6 ... 56

Tabel 4.7 ... 57


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 KUESIONER KECERDASAN EMOSIONAL

LAMPIRAN 2 VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

LAMPIRAN 3 TABULASI SILANG ANTARA PRESTASI

AKADEMIK DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PRESTASI AKADEMIK

LAMPIRAN 4 TABULASI SILANG ANTARA TARAF

KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK (IPK)

LAMPIRAN 5 TABULASI SILANG ANTARA KOMPONEN

KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK (IPK)

LAMPIRAN 6 TABULASI SILANG ANTARA SUB-KOMPONEN KECERDASAN EMOSIONAL DAN PRESTASI AKADEMIK (IPK)

LAMPIRAN 7 DATA SKOR KECERDASAN EMOSIONAL (EQ) DAN IPK


(10)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada jaman sekarang, pendidikan dipandang sebagai suatu proses pembelajaran yang penting bagi setiap individu untuk dapat mencapai keberhasilan dan kompetensi dalam berbagai bidang. Oleh karena itu semakin banyak orang memilih untuk menempuh jenjang pendidikan S1. Terutama pada beberapa tahun belakangan ini semakin banyak siswa-siswi yang telah menyelesaikan pendidikan SMA atau sederajat memilih untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi yang diminati.

Sewaktu menjalani masa perkuliahan, seseorang akan dihadapkan pada lingkungan maupun tugas-tugasnya sebagai seorang mahasiswa. Banyak orang beranggapan bahwa untuk mencapai suatu keberhasilan, seseorang harus memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi karena kecerdasan merupakan potensi bawaan yang dapat digunakan untuk mencapai hasil yang optimal dalam suatu proses pembelajaran. Pada kenyataannya banyak individu yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi ternyata tidak berhasil dalam pekerjaannya karena individu tersebut kurang mampu untuk bersikap ramah dan menghargai orang-orang yang ada di sekitarnya. Cukup banyak individu yang dapat berhasil dalam pekerjaannya walaupun memiliki kecerdasan intelektual rata-rata karena mereka mampu menjalin relasi dan bekerja sama dengan orang lain (Goleman, 2007).


(11)

2

Begitupula dalam proses belajar di perguruan tinggi, seringkali ditemukan mahasiswa yang tidak dapat memperoleh prestasi akademik yang sesuai dengan kecerdasan intelektualnya. Ada mahasiswa yang memiliki kecerdasan intelektual tinggi tetapi meraih prestasi akademik yang relatif rendah, namun adapula mahasiswa yang walaupun kecerdasan intelektualnya rata-rata, dapat meraih prestasi akademik yang relatif tinggi (Goleman, 2007). Menurut Goleman (2007), kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, di antaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ).

Bar-On (dalam Nasir dan Masrur, 2010) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai keterampilan emosional dan sosial yang memengaruhi pemahaman dan ekspresi diri, pemahaman tentang orang lain dan interaksi dengan orang lain, dan kemampuan untuk menghadapi tuntutan sehari-hari. Keterampilan emosional dan sosial tersebut dapat terlihat dari kemampuan mahasiswa untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sehingga ia mampu memahami dan mengekspresikan dirinya, memahami orang-orang yang ada di sekitarnya dan berinteraksi dengan mereka serta mampu menghadapi tuntutan sebagai seorang mahasiswa, seperti mengikuti kegiatan belajar di kampus dan mengerjakan tugas-tugas kuliah dengan tekun sehingga dapat memiliki prestasi akademik yang baik. Kecerdasan emosional terdiri dari lima komponen yaitu intrapersonal

(menekankan pada kesadaran diri dan ekspresi diri), interpersonal (kesadaran sosial dan interaksi interpersonal), stress management (pengelolaan dan pengaturan emosi), adaptability (berkaitan dengan kemampuan untuk


(12)

menyesuaikan diri dengan perubahan dan mengatasi masalah-masalah yang muncul), dan general mood (mencakup kompetensi yang berhubungan dengan motivasi diri) (Bar-On dalam Nasir dan Masrur, 2010). Lingkungan tempat mahasiswa berada dapat memengaruhi kecerdasan emosionalnya. Dimulai dari lingkungan keluarga di mana keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan mahasiswa, hingga lingkungan di luar keluarga yaitu teman sebaya di perguruan tinggi (Goleman, 2007).

Melalui kecerdasan emosional, mahasiswa dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat dan mengatur suasana hati. Misalnya, ketika seorang mahasiswa berbeda pendapat dengan temannya saat kerja kelompok, ia mampu bersikap terbuka terhadap saran maupun kritik yang diberikan oleh temannya dan mau berusaha mencari cara penyelesaian yang tepat dalam menengahinya sehingga hal tersebut tidak menjadi suatu hambatan bagi dirinya dalam mengikuti kegiatan belajar dan meraih prestasi akademik yang optimal. Mahasiswa dengan keterampilan emosional yang berkembang baik memiliki kemungkinan yang lebih besar akan berhasil dalam mengatasi kesulitan dalam belajar dan memiliki motivasi untuk dapat meraih prestasi akademik yang optimal, sedangkan mahasiswa yang tidak dapat mengendalikan emosinya akan mengalami konflik dalam dirinya yang memengaruhi kemampuannya untuk tetap fokus mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugasnya serta memiliki pikiran yang positif (Goleman, 2007).

Mahasiswa yang baru memasuki tahun pertama bangku perkuliahan tentunya dihadapkan pada masa transisi dari SMA ke perguruan tinggi. Masa


(13)

4

transisi yang dihadapi dapat terlihat dari penyesuaian diri mahasiswa baru tersebut terhadap kurikulum dan materi kuliah yang tentunya berbeda dengan pada saat berada di SMA. Cara belajar pada saat di SMA pun tidak selalu dapat diterapkan oleh mahasiswa di perguruan tinggi karena adanya perbedaan situasi belajar dan materi pembelajaran di perguruan tinggi yang memerlukan analisis dan pemikiran yang lebih mendalam. Beberapa penelitian telah menunjukkan pentingnya kecerdasan emosional bagi prestasi akademik mahasiswa di perguruan tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Nelson dan Low (dalam Nasir dan Masrur, 2010) mengungkapkan pentingnya kecerdasan emosional selama masa transisi lulusan sekolah menengah dalam tahun pertama di perguruan tinggi. Mereka menekankan pentingnya keterampilan-keterampilan kecerdasan emosional sebagai variabel-variabel yang memengaruhi prestasi dan memori / ingatan mahasiswa. Parker, Summerfeldt, Hogan, dan Majeski (dalam Nasir dan Masrur, 2010) menemukan kecerdasan emosional sebagai suatu prediktor dalam mengenali keberhasilan dan kegagalan mahasiswa dalam bidang akademis selama masa transisi.

Salah satu fakultas yang ada di Universitas “X” yaitu Fakultas Psikologi. Berdasarkan data yang diperoleh dari staf Tata Usaha Fakultas Psikologi bagian akademik di Universitas “X” Bandung, fakultas ini menerima mahasiswa dengan jumlah mahasiswa yang semakin bertambah kurang lebih sebesar 0,06% mahasiswa setiap tahunnya (data dari tahun 2008 s/d 2011) dan berasal dari Bandung maupun luar Bandung dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Kecerdasan emosional penting bagi mahasiswa Fakultas Psikologi terkait dengan bidang pekerjaan yang akan dihadapinya setelah lulus, terutama bagi orang-orang


(14)

yang memerlukan bantuan ataupun saran, mereka diharapkan mampu untuk menjadi pendengar yang baik, mampu menyadari dan memahami bagaimana perasaan orang lain (berempati), serta mampu bersikap objektif dan memberikan saran yang tepat bagi penyelesaian masalah orang lain. Begitupula pada saat mahasiswa dihadapkan dengan tugas-tugas kuliah, misalnya pada saat pengambilan data untuk praktikum mahasiswa akan berinteraksi dengan subjek penelitian yang memiliki perbedaan usia dan latar belakang budaya dengannya. Terlibatnya mahasiswa dalam proses pengambilan data praktikum (observasi, wawancara, dan pengetesan) akan membentuk suatu perasaan nyaman atau tidak dengan subjek penelitian, perasaan senang atau tertekan dengan setiap proses yang ada di dalam proses pengambilan data untuk praktikum. Perasaan atau emosi mahasiswa ini dapat berpengaruh bukan hanya pada kenyamanan mahasiswa itu sendiri tapi juga kenyamanan subjek penelitian. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa Fakultas Psikologi dalam mengembangkan kecerdasan emosional untuk dapat mendukung dirinya dalam menyadari dan memahami diri maupun orang lain, mampu mengelola, mengatur, dan mengendalikan emosi secara tepat ketika berinteraksi dengan orang lain sehingga mereka mampu mengatasi kesulitan yang dialami dan mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki serta dapat memberikan kenyamanan bagi diri sendiri maupun orang lain.

Begitupula dengan mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung, mereka pun telah menjalani masa transisi dan perkuliahan selama satu tahun. Tentunya dalam kurun waktu satu tahun tersebut, mahasiswa telah menjalani masa perkuliahannya sebagai mahasiswa baru dan


(15)

6

prestasi akademiknya pun sudah dapat dilihat dari nilai IPK yang dapat dikategorikan dalam kategori dengan pujian, sangat memuaskan, memuaskan, dan kurang memuaskan. Kecerdasan emosional pun dapat dikategorikan dalam taraf tinggi dan rendah.

Menurut hasil penelitian Nelson dan Low (dalam Nasir dan Masrur, 2010), diungkapkan mengenai pentingnya pengaruh kecerdasan emosional terhadap prestasi akademik dan hasil penelitian Parker, Summerfeldt, Hogan, dan Majeski (dalam Nasir dan Masrur, 2010) mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional sebagai suatu prediktor dalam mengenali keberhasilan dan kegagalan mahasiswa meraih prestasi akademik yang optimal dalam bidang akademis. Berdasarkan berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai adanya keterkaitan antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa yang berada pada masa transisi lulusan sekolah menengah dalam tahun pertama di perguruan tinggi, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai ada atau tidak adanya korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Melalui penelitian ini ingin diketahui ada atau tidak adanya korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.


(16)

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai ada atau tidak adanya korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai keterkaitan antara prestasi akademik dan faktor-faktor yang memengaruhi prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

1. Memberikan informasi mengenai korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung yang diharapkan bermanfaat bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi tambahan dan

masukan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik.


(17)

8

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan informasi kepada para mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung mengenai korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik mereka sehingga dapat menjadi bahan evaluasi diri bagi para mahasiswa untuk menyadari kondisi kecerdasan emosionalnya. Hasil evaluasi ini merupakan sesuatu hal yang penting agar mahasiswa dapat menyadari, mengelola, dan mengendalikan emosi secara tepat, serta dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain yang ada di sekitarnya sehingga dapat menunjang keberhasilannya dalam meraih prestasi akademik yang optimal.

2. Memberikan informasi kepada dosen wali di Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung mengenai kondisi kecerdasan emosional mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung dan kaitannya dengan prestasi akademik yang diperoleh. Informasi ini dapat digunakan untuk membimbing dan memberikan dukungan kepada mahasiswa angkatan 2010 yang memiliki masalah dengan kedua hal tersebut dalam upaya mengoptimalkan kecerdasan emosional dan prestasi akademik mereka.

1.5 Kerangka Pemikiran

Masa remaja adalah suatu periode transisi secara biologis, psikologis, sosial, ekonomi dari masa anak-anak ke masa dewasa awal. Sebelum memasuki masa dewasa awal, seseorang akan menjalani terlebih dahulu periode


(18)

perkembangan remaja akhir. Masa remaja akhir dimulai pada usia 18-21 tahun dan masa dewasa awal dimulai pada usia 22-39 tahun (Santrock, 1999). Pada masa remaja akhir dan dewasa awal terjadi perubahan peran sosial, juga hubungan relasi di dalam keluarga, sekolah dan teman sebaya. Perubahan peran ini mengantar seseorang memasuki aturan-aturan baru atau peran baru dan melakukan aktivitas orang dewasa yang akan membawa perubahan pada citra dirinya dan hubungan dengan orang lain (Hurlock, 1997).

Pada saat seseorang memasuki bangku perkuliahan, ia akan mulai menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi baru yang dihadapinya. Begitupula mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung, mereka pun dihadapkan pada situasi di mana mereka diharapkan mampu untuk menyesuaikan diri dengan tugas-tugas akademik sebagai mahasiswa. Penyesuaian diri tersebut memerlukan perubahan yang mencakup aspek perkembangan kognitif, sosial maupun emosi. Perkembangan kognitif diperlukan oleh mahasiswa supaya mereka mampu berpikir secara logis dan mampu mengadakan penalaran secara abstrak mengenai masalah-masalah yang aktual dan hipotetis. Menurut teori perkembangan kognitif Piaget, mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan masa remaja akhir dan dewasa awal sudah berada dalam fase

formal operational. Fase ini ditandai dengan ciri dapat berpikir secara abstrak tanpa melihat situasi-situasi yang kongkrit, mampu menghadapi persoalan-persoalan yang sifatnya hipotetis yaitu dapat menggunakan kemungkinan-kemungkinan yang ada, dan mampu mengatasi masalah yang lebih kompleks yang membutuhkan logika dan penalaran. Terutama pada saat kuliah, mahasiswa akan


(19)

10

dihadapkan pada tugas-tugas kuliah yang memerlukan analisis pemikiran yang lebih mendalam dalam mengemukakan ide-idenya misalnya saja dalam mengerjakan tugas essai, makalah, dan skripsi sebagai tugas akhir dibandingkan dengan pada saat mereka masih berada di bangku SMA. Dibandingkan dengan mahasiswa pada masa remaja akhir, perkembangan kognitif mahasiswa pada tahap perkembangan masa dewasa awal terlihat dari lebih sistematisnya mahasiswa dalam menangani permasalahan dalam proses pembelajaran dan lebih cakap dalam mengembangkan hipotesis dan mengajukan solusi permasalahan yang dihadapi dalam belajar ataupun mengerjakan tugas-tugas kuliah. Perkembangan kognitif dapat memengaruhi kemampuan mahasiswa dalam beradaptasi dalam interaksi dengan lingkungan sehingga mereka mampu untuk mengatasi tuntutan tugas-tugas kuliah dengan pengaturan dan pengelolaan emosi yang baik.

Selain perkembangan kognitif, pada mahasiswa yang berada pada masa remaja akhir dan dewasa awal terjadi pula perubahan peran sosial, juga hubungan relasi dengan teman sebaya, keluarga, dan kampus. Misalnya saja pada saat SMA, mahasiswa dapat memiliki relasi yang jauh lebih dekat dan erat dengan teman sebaya dibandingkan pada waktu kuliah. Mahasiswa yang berada pada tahap perkembangan masa remaja akhir dan dewasa awal dituntut untuk dapat lebih mandiri dan bertanggung jawab dalam mengerjakan tugas-tugas kuliahnya sehingga tidak jarang mahasiswa lebih cenderung bersikap individualis. Begitupula pada saat berada di rumah ataupun kampus, mahasiswa yang berada pada masa remaja akhir dan dewasa awal dianggap sudah dapat bertanggung


(20)

jawab terhadap dirinya sendiri maupun orang lain tanpa harus diingatkan lagi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Mahasiswa boleh mengikuti atau tidak mengikuti kegiatan kuliah di kampus dan pihak kampus tidak lagi mengingatkan mahasiswa untuk mengikuti kegiatan perkuliahan setiap minggunya karena sudah seharusnya mahasiswa menyadari tanggung jawab itu. Apabila mahasiswa sering tidak hadir dan melebihi batas ketidakhadiran yang telah ditentukan oleh pihak fakultas, mahasiswa tersebut tidak diperkenankan untuk mengikuti ujian. Oleh karena itu melalui perkembangan sosial, mahasiswa diharapkan mampu untuk bertanggung jawab mengikuti kegiatan kuliah tanpa harus bergantung kepada orang tua ataupun orang dewasa lainnya karena sudah dianggap dewasa, mampu bersikap mandiri dan mengambil keputusan sendiri.

Keadaan emosi mahasiswa, terutama pada mahasiswa yang berada pada masa remaja akhir cenderung masih labil, peka, dan sensitif karena erat hubungannya dengan keadaan hormon. Suatu saat mereka bisa merasa sedih, di lain waktu mereka bisa merasa sangat marah. Mahasiswa yang sudah berada pada masa dewasa awal cenderung sudah dapat lebih mengendalikan emosi dan keadaan emosinya juga cenderung lebih stabil apabila dibandingkan dengan mahasiswa yang berada pada masa remaja akhir. Perubahan emosi yang terjadi pada mahasiswa tidak terlepas dari berbagai macam pengaruh eksternal, seperti lingkungan tempat tinggal, keluarga, kampus, dan teman-teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja akhir dan dewasa awal yang identik dengan lingkungan sosial tempat berinteraksi, membuat mahasiswa dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Oleh karena itu penting bagi mahasiswa untuk


(21)

12

dapat memahami emosinya dan memiliki kecerdasan emosional yang baik supaya mereka dapat mengontrol dan mengendalikan emosinya sehingga mereka mampu untuk mengatasi kesulitan belajar dan mengerjakan tugas-tugas kuliah yang dihadapi dengan baik.

Sebenarnya kondisi emosi setiap orang itu sudah tampak sejak seseorang itu lahir, yakni tampaknya bayi yang bersifat tenang namun ada juga yang sulit diatur dan tidak sabaran. Kondisi emosi itu ternyata dapat berubah dengan adanya pengaruh dari lingkungan sehingga tidak semua bayi yang tidak sabaran tersebut tidak mampu mengendalikan dirinya ketika ia memasuki masa kanak-kanak hingga dewasa. Di sinilah peran lingkungan dalam memberikan pelajaran-pelajaran emosi semasa kanak-kanak hingga dewasa, baik di rumah, sekolah, maupun di perguruan tinggi, yang dapat membentuk sirkuit emosi yang membuat mahasiswa itu cakap atau tidak dalam hal dasar-dasar kecerdasan emosional. Hal ini menunjukkan bahwa kecerdasan emosional dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Adanya peranan lingkungan yang mencakup keluarga dan teman sebaya terhadap kecerdasan emosional, maka kecerdasan emosional ini dapat berkembang sejalan dengan proses belajar (Goleman, 2007).

Menurut Goleman (2007), kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi. Berada dalam lingkungan yang sudah akrab bagi mahasiswa menimbulkan perasaan aman dan nyaman untuk belajar bagaimana merasakan perasaan diri sendiri dan bagaimana orang lain menanggapi perasaan tersebut, bagaimana berpikir tentang perasaan tersebut dan pilihan-pilihan apa yang dimiliki oleh mahasiswa untuk bereaksi serta bagaimana


(22)

membaca dan mengungkapkan harapan dan rasa takut. Pembelajaran emosi ini bukan hanya melalui hal-hal yang diucapkan dan dilakukan oleh orang tua secara langsung kepada anak-anaknya, melainkan juga melalui contoh-contoh yang mereka berikan sewaktu menangani perasaan mereka sendiri atau perasaan yang muncul antara suami dan istri.

Teman sebaya merupakan salah satu faktor yang berkaitan dengan aspek sosial mahasiswa. Teman sebaya di perguruan tinggi membantu mahasiswa untuk membentuk peer group yang dapat membuat mahasiswa tersebut merasa diterima. Teman sebaya akan membantu mahasiswa dalam memberikan saran alternatif serta kesepakatan bila berselisih dengan peraturan. Mereka juga dapat membantu mahasiswa untuk menemukan perilaku yang dapat diungkapkan secara tepat dan diterima oleh kelompoknya. Teman sebaya dalam kelompok yang sama dengan mahasiswa dapat mendengarkan dan memperhatikan mahasiswa lain untuk mengetahui keadaannya. Mereka juga dapat memberikan pertolongan, saran maupun hiburan (Goleman, 2007).

Bar-On (dalam Nasir dan Masrur, 2010) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai keterampilan emosional dan sosial yang memengaruhi pemahaman dan ekspresi diri, pemahaman tentang orang lain dan interaksi dengan mereka, dan kemampuan untuk menghadapi tuntutan-tuntutan sehari-hari. Kecerdasan emosional terdiri dari lima komponen yaitu intrapersonal, interpersonal, stress management, adaptability, dan general mood.

Komponen pertama, yaitu intrapersonal, berkaitan dengan kesadaran diri dan ekspresi diri mahasiswa. Komponen ini meliputi emotional self-awareness,


(23)

14

self-regard, self-actualization, assertiveness, dan independence yang menunjukkan kemampuan mahasiswa untuk menyadari dan memahami emosinya, menyadari, memahami, menerima, dan menghargai dirinya, berusaha mewujudkan tujuan dan potensinya dengan baik dalam belajar, mampu mengekspresikan pikiran, perasaan dan emosinya, percaya diri, mampu berpikir, mengarahkan dan mengendalikan dirinya sendiri. Mahasiswa yang memiliki kemampuan intrapersonal yang tinggi mampu untuk menyadari dan memahami emosinya baik pada saat berada dalam situasi menyenangkan ataupun tidak menyenangkan dan mampu untuk mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya, seperti kebutuhan untuk berprestasi sehingga mereka mampu menyadari dan memenuhi kebutuhannya tersebut dengan mewujudkan tujuan dan potensinya sehingga dapat mengoptimalkan prestasi akademiknya (IPK). Mahasiswa yang memiliki kemampuan intrapersonal yang rendah merasa kurang percaya diri dalam mengekspresikan perasaan maupun ide-ide dan keyakinannya sehingga mereka kurang mampu mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya secara optimal untuk dapat meraih keberhasilan dalam prestasi akademik.

Komponen kedua, yaitu interpersonal, berkaitan dengan kesadaran sosial dan interaksi-interaksi interpersonal mahasiswa. Komponen ini meliputi empathy,

social responsibility, dan interpersonal relationships yang menunjukkan kemampuan mahasiswa untuk menyadari dan memahami perasaan orang lain, bersikap kooperatif, bertanggung jawab, serta mampu berinteraksi dan menjalin hubungan yang menyenangkan dengan orang lain dalam berbagai situasi.


(24)

Mahasiswa yang memiliki kemampuan interpersonal yang tinggi mampu menjadi pendengar yang baik dan mampu untuk memahami serta menghargai perasaan-perasaan orang lain, mampu bekerja sama dan berinteraksi dengan teman-teman baru, teman sebaya, kakak atau adik kelas, dan dosen sehingga mereka mampu bertanggung jawab dan menjalin hubungan kerja sama dengan orang lain yang dapat membantu mereka dalam mengatasi kesulitan belajar yang dialami dan dalam meningkatkan IPK. Mahasiswa yang memiliki kemampuan interpersonal yang rendah kurang mampu memahami perasaan orang lain, bersikap acuh tak acuh apabila ada teman yang sedang mengalami masalah, dan sulit untuk bekerja sama dengan teman-teman ataupun orang yang memiliki pemikiran yang berbeda dengan mereka sehingga hal tersebut dapat menghambat mereka dalam berelasi dan bekerja sama dalam mengatasi hambatan dan kesulitan belajar pada saat mengikuti kegiatan kuliah di kampus.

Komponen ketiga, yaitu stress management, berkaitan dengan kemampuan mahasiswa dalam mengelola dan mengatur emosi. Komponen ini meliputi stress tolerance dan impulse control yang menunjukkan kemampuan mahasiswa mengatasi stres secara aktif dan efektif, mampu bersikap tenang dalam mengelola dan mengendalikan emosinya, terutama bila mahasiswa dihadapkan pada tuntutan

deadline tugas yang banyak. Mahasiswa yang memiliki kemampuan stress management yang tinggi mampu bersikap tenang, mampu menerima kenyataan yang mengecewakan dan menikmati kenyataan yang menyenangkan, mampu mengolah emosi, menahan, mengalihkan, dan mengungkapkan emosi dengan tepat sesuai dengan situasi dan kondisi. Mahasiswa yang mampu dalam mengelola


(25)

16

dan mengatur emosinya, pada saat sedang marah, sedih, ataupun senang, akan mampu untuk mengendalikan emosinya dengan bersikap tenang sehingga hal tersebut tidak menghambat dirinya dalam mengikuti kegiatan belajar. Mereka mampu tetap optimal dalam mengerjakan dan menyelesaikan deadline tugas kuliah yang banyak sehingga dapat meraih hasil prestasi akademik yang optimal pula. Mahasiswa yang memiliki kemampuan stress management yang rendah sulit untuk mengelola dan mengatur emosinya pada saat sedang marah, sedih, atau kecewa, mereka merasa tertekan dan sulit untuk mengendalikan emosinya sehingga seringkali membuat mereka malas, sulit berkonsentrasi dalam belajar dan mengerjakan tugas kuliah mereka.

Komponen keempat, yaitu adaptability, berkaitan dengan kemampuan mahasiswa dalam menyesuaikan dengan perubahan situasi belajar dan mengatasi masalah-masalah yang muncul karena perubahan. Komponen ini meliputi reality testing, flexibility, dan problem solving yang menunjukkan kemampuan mahasiswa untuk bersikap objektif terhadap realitas eksternal dan perasaannya, menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi belajar, serta mengatasi masalah, mengajukan dan menerapkan solusi efektif terhadap kesulitan belajar yang dialaminya. Mahasiswa yang memiliki kemampuan adaptability yang tinggi mampu bersikap fleksibel, realistis, dan efektif dalam menyesuaikan pikiran dan emosinya sesuai dengan perubahan situasi. Misalnya ketika ia dihadapkan pada materi kuliah baru yang sulit dan kurang menarik ataupun teman-teman baru dalam satu kelompok, ia mampu tetap fokus mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya dengan baik tanpa menghambat dan memengaruhi


(26)

konsentrasinya pada saat belajar sehingga dapat meraih prestasi akademik yang optimal. Mahasiswa yang memiliki kemampuan adaptability yang rendah sulit menyesuaikan diri dengan materi kuliah baru yang sulit dan kurang menarik ataupun teman-teman baru dalam satu kelompok sehingga mereka sulit mengatasi tuntutan lingkungan dan meraih prestasi akademik yang optimal.

Komponen kelima, yaitu general mood, berkaitan dengan kemampuan yang mencakup berbagai kompetensi, seperti kemampuan untuk tetap berpikir positif yang dapat mendukung mahasiswa dalam meningkatkan motivasi dirinya dalam belajar dan meraih prestasi akademik yang optimal. Komponen ini meliputi

happiness dan optimism yang menunjukkan kemampuan mahasiswa untuk melihat kehidupannya secara menyeluruh, puas dan menikmati kehidupannya serta tetap berpikir positif dalam menghadapi kesulitannya dalam belajar maupun kekecewaannya. Mahasiswa yang memiliki kemampuan general mood yang tinggi mampu merasa puas dan menikmati kehidupan dan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa serta mampu tetap berpikir positif pada saat menghadapi kesulitan dalam belajar, kegagalan, dan peristiwa yang mengecewakan, misalnya memperoleh nilai ujian yang kurang memuaskan, tidak lulus dalam mata kuliah tertentu, tidak diterima oleh lingkungan, ataupun dikecewakan teman sehingga ia tetap dapat terus berusaha mengatasi, memperbaiki, dan meningkatkan kemampuan belajarnya untuk dapat meraih prestasi akademik yang optimal. Mahasiswa yang memiliki kemampuan general mood yang rendah kurang mampu menikmati kegiatan belajar di kampus dan mudah putus asa ketika menghadapi masalah dengan teman ataupun mengalami kesulitan dalam belajar dan


(27)

18

mengerjakan tugas kuliah sehingga dapat menurunkan motivasi belajar mereka untuk meraih prestasi akademik yang optimal.

Kemampuan intrapersonal, interpersonal, stress management, adaptability, dan general mood yang berbeda-beda pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas ”X” Bandung memengaruhi taraf kecerdasan emosionalnya yang dapat dikategorikan dalam taraf tinggi dan rendah. Mahasiswa yang memiliki taraf kecerdasan emosional yang tinggi mampu untuk memahami emosinya dengan baik, mampu mengungkapkan perasaan dan kebutuhannya dalam berprestasi, mampu memahami dan menghargai perasaan orang lain, serta mampu bekerja sama dengan teman-teman ataupun orang yang memiliki pemikiran yang berbeda. Mereka juga mampu mengelola, mengatur, dan mengendalikan emosinya, pada saat sedang marah, sedih, ataupun senang, mampu menyesuaikan pikiran dan emosinya menurut perubahan situasi, merasa puas dan menikmati kehidupan dan tugas-tugasnya sebagai mahasiswa serta mampu tetap berpikir positif pada saat menghadapi kesulitan dalam belajar sehingga dapat mengoptimalkan potensi dan kemampuan belajar mereka dalam meraih prestasi akademik (IPK) yang optimal. Mahasiswa yang memiliki taraf kecerdasan emosional yang rendah kurang percaya diri dalam mengekspresikan perasaan maupun ide-ide dan keyakinannya, kurang mampu mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya, kurang mampu memahami perasaan orang lain, sulit bekerja sama dengan teman-teman ataupun orang yang memiliki pemikiran yang berbeda. Mereka juga sulit menyadari, mengelola, mengatur, dan mengendalikan emosinya, pada saat sedang marah, sedih, atau kecewa, sulit


(28)

menyesuaikan pikiran dan emosinya menurut perubahan situasi, kurang mampu menikmati kegiatan belajar di kampus, dan mudah putus asa ketika menghadapi kesulitan dalam belajar sehingga dapat menurunkan semangat dan kinerja mereka dalam meraih prestasi akademik (IPK) yang optimal. Suatu penelitian yang dilakukan oleh Jaeger dan Eagan (dalam Nasir dan Masrur, 2010) mengungkapkan Interpersonal, Stress Management, dan penyesuaian skala Bar-On EQi sebagai prediktor-prediktor yang signifikan dari prestasi akademik dalam tahun pertama di universitas.

Pada saat mahasiswa sebagai remaja yang berada dalam periode perkembangan remaja akhir dan masa dewasa awal mulai memasuki dan menjalani masa perkuliahan, ia akan belajar berbagai macam hal. Dalam pendidikan formal, belajar menunjukkan adanya perubahan yang sifatnya positif sehingga pada tahap akhir akan didapat keterampilan, kecakapan, dan pengetahuan baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi akademiknya atau nilai IPK (Indeks Prestasi Kumulatif).

Kecerdasan emosional bukan merupakan satu-satunya faktor yang dapat memengaruhi prestasi akademik (IPK) mahasiswa. Menurut Sumadi Suryabrata (1998) dan Shertzer dan Stone (dalam Winkle, 1997) terdapat pula faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi prestasi akademik (IPK) mahasiswa yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang memengaruhi prestasi akademik mahasiswa yang berasal dari dalam diri mahasiswa itu sendiri, seperti kesehatan badan dan panca indera, inteligensi, sikap, dan motivasi. Untuk dapat mengikuti kegiatan belajar dengan baik, mahasiswa perlu memperhatikan


(29)

20

dan menjaga kesehatan badan melalui kegiatan olahraga, mengatur pola makan dan pola tidur agar mahasiswa tersebut mampu untuk belajar dengan optimal. Begitupula dengan sistem panca indera, mata dan telinga paling memegang peranan penting dalam proses belajar karena sebagian besar hal yang dipelajari oleh mahasiswa dilakukan melalui penglihatan dan pendengaran. Sistem penglihatan dan pendengaran yang kurang berfungsi dengan baik dapat menghambat dirinya dalam menangkap dan memahami materi kuliah yang pada akhirnya dapat memengaruhi prestasi akademiknya (IPK) di perguruan tinggi.

Taraf inteligensi pun sangat memengaruhi prestasi akademik seorang mahasiswa, mahasiswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi memiliki peluang lebih besar untuk meraih prestasi akademik (IPK) yang lebih optimal, sebaliknya mahasiswa yang memiliki taraf inteligensi yang rendah diperkirakan juga akan memiliki prestasi akademik (IPK) yang kurang memuaskan. Sikap mahasiswa yang positif terhadap mata kuliah pun merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi. Sikap pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat menghambat mahasiswa dalam meraih prestasi akademik (IPK) yang optimal. Motivasi pun memiliki peranan dalam memengaruhi semangat belajar mahasiswa. Mahasiswa dengan motivasi belajar yang tinggi akan semangat dalam melakukan kegiatan belajar sehingga hal tersebut dapat mendorong mahasiswa untuk mengatasi kesulitannya dalam belajar.

Faktor eksternal adalah faktor yang memengaruhi prestasi akademik mahasiswa yang berasal dari luar diri mahasiswa yaitu lingkungan keluarga, lingkungan kampus, dan lingkungan masyarakat. Kondisi sosial ekonomi keluarga


(30)

yang memadai dapat membuat mahasiswa memiliki kesempatan untuk memperoleh fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan perguruan tinggi. Orang tua yang tingkat pendidikannya tinggi cenderung lebih memerhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Dukungan dari keluarga merupakan pendorong semangat bagi mahasiswa untuk berprestasi. Dukungan tersebut dapat berupa pujian atau nasihat, maupun secara tidak langsung, seperti hubungan keluarga yang harmonis.

Begitupula di lingkungan kampus, kompetensi dosen dan mahasiswa pun sangat penting dalam memengaruhi keberhasilan akademik mahasiswa. Bila seorang mahasiswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi di kampus terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas, hubungan dengan dosen dan teman-temannya berlangsung baik, berarti mahasiswa tersebut memperoleh situasi belajar yang menyenangkan, dengan demikian ia akan termotivasi untuk meningkatkan prestasi akademiknya (IPK). Kurikulum dan metode mengajar yang meliputi materi dan bagaimana cara dosen memberikan materi kuliah kepada mahasiswa dapat memengaruhi prestasi akademik (IPK) mahasiswa. Metode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk meningkatkan minat dan peran serta mahasiswa dalam kegiatan belajar di kampus. Bila dosen mengajar dengan bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat mahasiswa merasa nyaman dan tertarik untuk mengikuti kegiatan belajar di kampus, prestasi akademik mahasiswa akan cenderung tinggi, sehingga paling tidak mahasiswa tersebut tidak akan merasa bosan pada saat mengikuti kegiatan belajar di kampus. Pandangan masyarakat


(31)

22

tentang pentingnya pendidikan serta partisipasi dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) maupun masyarakat tentunya dapat memotivasi mahasiswa untuk dapat lebih semangat dalam belajar dan meningkatkan kemampuannya dalam meraih prestasi akademik (IPK) yang optimal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka secara skematik kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut:

Skema 1.1 Kerangka Pemikiran Mahasiswa Fakultas

Psikologi Angkatan 2010 di Universitas

“X” Bandung

Kecerdasan Emosional

1. Intrapersonal

2. Interpersonal

3. Stress Management

4. Adaptability

5. General Mood

Prestasi Akademik (IPK): - Dengan Pujian

- Sangat Memuaskan - Memuaskan

- Kurang Memuaskan

Faktor internal yang memengaruhi prestasi akademik (IPK):

- kesehatan badan dan panca indera - inteligensi

- sikap - motivasi

Faktor eksternal yang memengaruhi prestasi akademik (IPK):

- lingkungan keluarga - lingkungan kampus - lingkungan masyarakat Perkembangan

Kognitif, Sosial, dan Emosi Faktor yang memengaruhi kecerdasan emosional: - Keluarga


(32)

1.6 Asumsi

1. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas ”X” Bandung memiliki kecerdasan emosional yang berbeda-beda dengan taraf kecerdasan emosional tinggi sampai rendah.

2. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung memiliki kecerdasan emosional yang berbeda-beda dengan taraf kecerdasan emosional tinggi sampai rendah dipengaruhi oleh faktor keluarga dan teman sebaya.

3. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung memiliki prestasi akademik yang berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor internal (kesehatan badan dan panca indera, inteligensi, sikap, dan motivasi) dan faktor eksternal (lingkungan keluarga, lingkungan kampus, dan lingkungan masyarakat).

1.7Hipotesis

Terdapat korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.


(33)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung sebagai berikut:

1. Tidak terdapat korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.

2. Dari 15 sub-komponen kecerdasan emosional hanya satu sub-komponen saja (Self-Regard) yang tampaknya menunjukkan keterkaitan dengan prestasi akademik sedangkan 14 sub-komponen lainnya tidak menunjukkan keterkaitan dengan prestasi akademik.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi prestasi akademik (baik faktor internal maupun eksternal) tidak berkaitan dengan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.


(34)

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, saran-saran yang diberikan adalah:

1. Saran Teoretis

a. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan mengubah metode penelitian, yaitu dengan menggunakan metode penelitian kualitatif atau studi kasus sehingga dapat diperoleh data hasil penelitian yang lengkap mengenai dinamika dari setiap komponen dan sub-komponen kecerdasan emosional yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa.

2. Saran Praktis

a. Bagi mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X”

Bandung yang memiliki kecerdasan emosional dengan self-regard

yang tinggi, diharapkan dapat mempertahankan kemampuan self-regard mereka agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan mereka dalam belajar dan mengerjakan tugas-tugas kuliah sehingga mereka dapat tetap meraih prestasi akademik yang optimal pula. Bagi mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional dengan self-regard

yang rendah, diharapkan dapat lebih berusaha untuk meningkatkan kemampuan self-regard mereka dengan cara melakukan diskusi dengan dosen wali mereka sehingga mereka mampu menyadari, memahami, menerima, dan menghargai diri sendiri dan usaha apa saja


(35)

65

yang diperlukan mereka untuk dapat meningkatkan kemampuan dan prestasi akademik mereka.

b. Bagi pihak universitas, terutama para dosen wali di Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kegiatan belajar mengajar ataupun pembinaan yang dapat memotivasi mahasiswa yang memiliki

self-regard rendah untuk meningkatkan kemampuan self-regard

mereka agar mereka dapat mengetahui dan memahami kelebihan maupun kekurangan diri mereka dalam belajar ataupun mengerjakan tugas kuliah dan ujian sehingga mahasiswa dapat mengoptimalkan kemampuan dan prestasi akademik mereka.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Bar-On, R. dan Parker, J.D.A. 2000. The Handbook of Emotional Intelligence. San Francisco: Jossey-Bass.

Champion, D.J. 1981. Basic Statistics for Social Research 2ndedition. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Goleman, D. 2007. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih Penting daripada IQ. Diterjemahkan oleh T. Harmaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kumar, R. 1999. Research Methodology. London: Sage Publications. Santrock, J.W. 1999. Life Span Development. Jakarta: Erlangga.

Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sitepu, N. 1995. Analisis Korelasi. Bandung: Unit Pelayanan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran.

Suryabrata, S. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Winkel, W.S. 1997. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT.


(37)

DAFTAR RUJUKAN

Bar-On, R. 2007. The 5 Meta-factors and 15 Sub-factors of the Bar-On Model. (Online). (ReuvenBar-On.org, diakses 17 Mei 2011).

Ferrándiz, C, Ferrando, M., Bermejo, R., dan Prieto, L., 2005. Emotional Intelligence: An Empirical Work. (Online). (www.leeds.ac.uk, diakses 22 Mei 2011).

Nasir, M. dan Masrur, R. 2010. An Exploration of Emotional Intelligence of the Students of IIUI in Relation to Gender, Age, and Academic Achievement. (Online). Volume 32. No. 1. (www.pu.edu.pk/ier/ber/PDF-FILES/3-Revised_Article.pdf, diakses 12 Maret 2011).

Tim Penulis. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(1)

1.6 Asumsi

1. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas ”X” Bandung memiliki kecerdasan emosional yang berbeda-beda dengan taraf kecerdasan emosional tinggi sampai rendah.

2. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung memiliki kecerdasan emosional yang berbeda-beda dengan taraf kecerdasan emosional tinggi sampai rendah dipengaruhi oleh faktor keluarga dan teman sebaya.

3. Mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung memiliki prestasi akademik yang berbeda-beda dipengaruhi oleh faktor internal (kesehatan badan dan panca indera, inteligensi, sikap, dan motivasi) dan faktor eksternal (lingkungan keluarga, lingkungan kampus, dan lingkungan masyarakat).

1.7Hipotesis

Terdapat korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.


(2)

63 Universitas Kristen Maranatha BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung sebagai berikut:

1. Tidak terdapat korelasi antara kecerdasan emosional dan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.

2. Dari 15 sub-komponen kecerdasan emosional hanya satu sub-komponen saja (Self-Regard) yang tampaknya menunjukkan keterkaitan dengan prestasi akademik sedangkan 14 sub-komponen lainnya tidak menunjukkan keterkaitan dengan prestasi akademik.

3. Faktor-faktor yang memengaruhi prestasi akademik (baik faktor internal maupun eksternal) tidak berkaitan dengan prestasi akademik pada mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X” Bandung.


(3)

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, saran-saran yang diberikan adalah:

1. Saran Teoretis

a. Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan mengubah metode penelitian, yaitu dengan menggunakan metode penelitian kualitatif atau studi kasus sehingga dapat diperoleh data hasil penelitian yang lengkap mengenai dinamika dari setiap komponen dan sub-komponen kecerdasan emosional yang dimiliki oleh masing-masing mahasiswa.

2. Saran Praktis

a. Bagi mahasiswa Fakultas Psikologi angkatan 2010 di Universitas “X”

Bandung yang memiliki kecerdasan emosional dengan self-regard

yang tinggi, diharapkan dapat mempertahankan kemampuan self-regard mereka agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan mereka dalam belajar dan mengerjakan tugas-tugas kuliah sehingga mereka dapat tetap meraih prestasi akademik yang optimal pula. Bagi mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional dengan self-regard

yang rendah, diharapkan dapat lebih berusaha untuk meningkatkan kemampuan self-regard mereka dengan cara melakukan diskusi


(4)

65

Universitas Kristen Maranatha yang diperlukan mereka untuk dapat meningkatkan kemampuan dan prestasi akademik mereka.

b. Bagi pihak universitas, terutama para dosen wali di Fakultas Psikologi Universitas “X” Bandung, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kegiatan belajar mengajar ataupun pembinaan yang dapat memotivasi mahasiswa yang memiliki

self-regard rendah untuk meningkatkan kemampuan self-regard

mereka agar mereka dapat mengetahui dan memahami kelebihan maupun kekurangan diri mereka dalam belajar ataupun mengerjakan tugas kuliah dan ujian sehingga mahasiswa dapat mengoptimalkan kemampuan dan prestasi akademik mereka.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bar-On, R. dan Parker, J.D.A. 2000. The Handbook of Emotional Intelligence. San Francisco: Jossey-Bass.

Champion, D.J. 1981. Basic Statistics for Social Research 2ndedition. New York: Macmillan Publishing Co., Inc.

Goleman, D. 2007. Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional Mengapa EI lebih Penting daripada IQ. Diterjemahkan oleh T. Harmaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hurlock, E.B. 1997. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Kumar, R. 1999. Research Methodology. London: Sage Publications. Santrock, J.W. 1999. Life Span Development. Jakarta: Erlangga.

Siegel, S. 1992. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sitepu, N. 1995. Analisis Korelasi. Bandung: Unit Pelayanan Statistika FMIPA Universitas Padjadjaran.

Suryabrata, S. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Winkel, W.S. 1997. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: PT.


(6)

67

DAFTAR RUJUKAN

Bar-On, R. 2007. The 5 Meta-factors and 15 Sub-factors of the Bar-On Model. (Online). (ReuvenBar-On.org, diakses 17 Mei 2011).

Ferrándiz, C, Ferrando, M., Bermejo, R., dan Prieto, L., 2005. Emotional Intelligence: An Empirical Work. (Online). (www.leeds.ac.uk, diakses 22 Mei 2011).

Nasir, M. dan Masrur, R. 2010. An Exploration of Emotional Intelligence of the Students of IIUI in Relation to Gender, Age, and Academic Achievement. (Online). Volume 32. No. 1. (www.pu.edu.pk/ier/ber/PDF-FILES/3-Revised_Article.pdf, diakses 12 Maret 2011).

Tim Penulis. 2009. Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


Dokumen yang terkait

Korelasi Antara Sikap Belajar dan Kebiasaan Belajar dengan Prestasi Akademik (Studi pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas 'X' di Bandung).

0 0 69

Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2004 Universitas "X" Bandung.

0 0 47

Hubungan antara Learning Approach dan Prestasi Belajar pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2003 di Universitas X Bandung.

0 0 50

Hubungan Antara Tipe Self Regulation-Akademik dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2000 Universitas "X" Bandung.

0 0 107

Hubungan Antara Self-Efficacy dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Psikologi Angkatan 2004 Universitas 'X' di Bandung.

0 0 55

Hubungan Antara Tipe Self Regulation-Akademik dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2000 Universitas "X" Bandung - MCUrepository

0 0 39

Hubungan Antara Tipe Self Regulation-Akademik dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2000 Universitas "X" Bandung - MCUrepository

0 0 39

Hubungan Antara Tipe Self Regulation-Akademik dan Prestasi Akademik pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2000 Universitas "X" Bandung - MCUrepository

0 0 16

Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2004 Universitas "X" Bandung - MCUrepository

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Penyesuaian Diri pada Mahasiswa Fakultas Psikologi Angkatan 2004 Universitas "X" Bandung - MCUrepository

0 0 17