Kehadiran Staphylococcus Patogen Pada Daging Hasil Olahan Yang Dijual Di Tiga Kios Di Sekitar Kampus Universitas Kristen Maranatha.
iv
ABSTRAK
Daging sapi merupakan salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh rakyat .
Indonesia dan dapat terkontaiminasi oleh Staphylococcus yang dapat inenyebabkan
keracunan makanan. Sehubungan dengan hal tersebut, telah dilakukan survei
untuk
mengetahui jumlah Stuphylococcus pada daging hasil olahan yang dijual di sekitar Universitas Kristen Maranatha, mengetahui kehadiran Staphylococcus patogen serta mengetahui potensi keracunan makanan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah memblender sampel, diikuti dengan tnengencerkannya secara berseri. Setelah itu ditanain ke dalain Manitol Salt Agar ( M S A ) imtuk mengetahui jumlah Staphylococcus/gram daging serta kehadiran Slaplzylococcus patogen. Penanaman Agar darah dilakukan untuk meinastikan bahwa bakteri yang tumbuh adalah Stuphylococcus patogen. Uji Katalase dilakukan untuk memastikan pertumbuhan Stuphylococcus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah Stuphylococcus pada ketiga sampel pergram daging, berturut-turut adalah 1 700, 450, 15 koloni kuman/gram. Perubahan warna pada medium MSA dan sifat menghemolisis darah menunjukkan kehadiran Staphylococcus patogen.Kehadiran Staphylococcus pada ketiga sampel diditking oleh hasiI yang positif pada tes Katalase .Berdasarkan hasil tersebut, disimpulkan bahwa j umlah Staphylococcus pada ketiga sample daging hasil olahan masih dibawah standar, ketiga sampel daging mengandung Stuplzylococcus patogen sehingga berpotensi untuk inenyebabkan keracunan inakanan.(2)
V
ABSTRACT'
The Presence of Pathogenic Staphylococcus in Processed Beef Sold at Three Kiosks around Maranatha Christian University Campus
Student: Melfina N (910024) ; Tutors : Philips Onggowidjaja, S.Si., M.Si. &
Johan Lucianus, dr.
Beef is one of protein sources consumed by most of Indonesian people and i t can he conturnmuted by Stuphylococcus to cause food poisoning. Related to i t , the
survey has been done to know the number of Stuplzylococcus in processed beef
that was sold at three kioks around Maranatha Christian University, to know the
presence of pathogenic. Stuphylococcus, and the potency of food poisoning
.
Stepsconducted were blending the samples, followed by diluting them in serial dilution.
Then they were cultured i n Manitol Salt Agar (MSA) fo know number of
Stuphylococcus pergram
of
beef, also to know the presenceof
pathogenicStaphlococcus. The growing Blood agar was performed, to confirm the presence
of pathogenic Stuphylococcus. atalase test was performed to comfirm the growth
of Stuphylococcus. The results showed that tlze number of Staphylococcus in the three surnples were 1700, 4.50, 15 cell/gr beef respectively. The color change of
MSA und the occurrence
of
hemolisis showed the presence of puthogenicStuphylococcus. The presence of Stuphylococcus in the three sample was
supported by positive results of catalase test. Based on tlze result,it could be
concluded that the number of Stuphylococcus in the three samples were under
the standard and t h e three sample contained pa t hogenic Staphylococcus. They
had the potency of food poisoning.
(3)
DAFTAR
ISI
JUDUL
...
...
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
...
iiHALAMAN PENYATAAN
MAHASISWA
...
iiiABSTRAK
...
ivABSTRACT
...
vPRAKATA
...
viDAFTAR
ISI
... . . ..
...
.
.
. . .
.
. .. . . .. .
..
..
... .. . .. .
. .. . .
...
..
. .
. .
. .
.
. . . .
. .
.
.
. .
.
.
..
. . .
. .
. .
. .
..
.
.... .... . ..
....
.
.
, .VIII DAFTAR TABEL...
ix
DAFTAR GAMBAR
.
. . .
. .
.
..
..
. . . ..
. . .
.. .
..
. . .. . .
. . . .. . ..
. . .
. . .
.
. .
. ..
.
. .
.xDAFTAR
BAGAN...
. .
..
....
.
. . .. ... ..
..
. .. .. ... ... . .
..
. .
..
..
.
.. .. . . .. . .
. .
..
.. ..
..
...
..
.
.
.
...
.
.
..
xi
..
BAB I : PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian...
11.2. Identifikasi Masalah
...
21.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
...
21.4. Kegunaan Penelihan
...
21.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
...
21.6.Metodologi Penelitian
...
31.7.Lokasi dan
Waktu
...
...
...
3BAB
II
: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Staphylococcus...
...
...
....
....
42.1.1. Morfologi
dan
identifikasi Staphylocuccus...
42.1.2. Pertumbuhan
dan
perbenihan....
...
...
52.1.3. Struktur sel dan fungsi Staphylococcus ...
...
62.1.4. Toksin dan Enzim
...
72.2. Patogenesis dan gejala klinik
...
11(4)
viii
BAB
III
:METODE
PENELITIAN
3.1. Bahan
...
13 3.2. Alat-alat...
133.3. CaraKerja
3.3.1. Secara garis besar
...
143.3.2. Secara terperinci
...
15BAB
IV
: HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Pengenc eran.
...
74.2.
Hasil
penanaman pada Agar darah...
204.3.
Hasil percobaan Tes Katalase
...
21BAB
V
:KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan
...
22 5.2.Saran
...
22DAFTAR PUSTAKA.
...
23LAMPIRAN
(5)
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1.1. hasil Sainpel Pertama Tabel 4.1.2. Hasil Sarnpel Kedua
Tabel 4.1.3. Hasil Sampel Ketiga
17
17 18
(6)
X
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Aktivasi 7'-helper oleh Superantigen. ... 12 Gambar IV. 1. Hasil pengenceran dan penanaman pada Manitol Salt Agar
(MSA) ... 18 Gambar IV. 2. Hasil pertuinbuhan Staphylococcus pada agar darah ... 20
(7)
xi
DAFTAR
BAGAN
(8)
xii
DAFTAR LAMPIRAN
(9)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian.
Di beberapa negara ditemukan kasus keracunan makanan dengan menimbulkan gejala yang sama setelah mengkonsumsi makanan salad, pizza, omelet dan nasi campur (I1,). Orang yang keracunan makanan tersebut harus menjalani rawat inap di rumah sakit, karena gejala yang diakibatkannya tidak dapat dianggap ringan. Gejala yang dialami penderita antara lain: muntah, mual dan diare. Setelah diidentifikasi, ternyata penyebab keracunan makanan adalah bakteri Stuphylococcus patogen , Salmonella, protozoa, fungi, dan virus, yang ditemukan
pada inakanan yang dikonsumsi .
Sebagian besar mikroorganisme penyebab keracunan makanan mampu inenghasilkaan toksin pada beberapa bahan inakanan (Eley, 1 992.). Salah satu mikroorganisme penyebab keracunan makanaan yang paling sering ditemukan dan mampu membuat toksin adalah Staphylococcus patogen. Staphylococcus
dapat hidup sebagai bakteri komensal dan juga sebagai bakteri patogen. Bakteri yang mengkontaininasi makanan berasal dari tangan orang yang inenyiapkan bahan makanan, yang memiliki luka tidak dibalut (borok), dari hidung atau tenggorokan, (Jawetz, 1998). Selain itu Staphylococcus cocok berkembang pada makanan yang tinggi Kadar gulanya, tinggi kadar garam,atau tinggi protein seperti daging, telur, ikan, dan makanan lainnya Racun enterotoksin khususnya, dihasilkan bila Staphylococcus patogen tumbuh pada makanan karbohidrat dan protein. Berdasarkan fakta di atas diperlukan s urvei untuk mengetahui keberadaan Staphylococcus patogen pada daging hasil olahan yang dijual di tiga kios di sekitar kampus
UKM.
(10)
2
1.2. Identifikasi Masalah.
Daging sebagai salah satu inediuin pertuinbuhan Staphylococcus kemungkinan besar terkontaininasi oleh bakteri ini. Daging sapi hasil olahan (rendang) dijual di sekitar kainpus dan dikonsumsi oleh mahasiswa, juga tidak luput dari resiko kontaminasi tersebut sehingga perlu diteliti apakah daging tersebut inengandung Staphylococcus dan berpotensi
untuk
menyebabkan keracunan makanan.1.3. Maksud dan Tujuan.
Penelitian ini dilakukan dengan inaksud inengetahui jumlah Staphy- lococcus pergram daging sapi hasil olahan. Tuj uan dari penelitian ini adalah mengetahui kehadiran Staphylococcus patogen serta potensi bahaya keracunan .
1.4. Kegunaan penelitian
.
Penelitian ini diharapkan berguna bagi:
1. Penjual/pembuat, agar lebih memperhatikan cara pengo- lahan inakanan yang baik dan kebersihannya.
2. Penulis, sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman praktis, serta lebih mengetahui keberadaan Staphylococcus pada makanan yang dijual di sekitar kampus Maranatha. 3. Peneliti yang lain, sebagai menjadi masukan bila suatu saat
meneliti tentang keracunan makanan yang disebabkan oleh Staphylococcus
1 5.Kerangka pemikiran dan hipotesis.
Staphylococcus hidup sebagai mikroba koinensal pada manusia, tetapi ada juga bakteri patogen yang menyebabkan pernanahan dan
(11)
3
keracunan inakanan.. Bakteri ini hidup pada permukaan hidung dan tenggorokan orang yang mengolah makanan. Padahal, daging rnerupakan media yang baik untuk pertumbuhaan Staphylococcus yang menghasilkan toksin. Persiapan, pengolahan makanan, sampai penyajian makanan yang kemungkinan kurang higienis, ditambah dengan udara terbuka yang inengandung Staphylococcus mendukung pertumbuhan Staphylococcus pada makanan tersebut. Makanan lama yang dipanaskan kurang sempurna menjadikan inakanan tersebut sebagai medium penyebar toksin.
Berdasarkan asumsi - asumsi di atas dapat dibuat hipotesis sebagai Daging sapi hasil olahan yang dijual di tiga kios di sekitar
Staphylococcus patogen dan berpotensi untuk
berikut:
UKM mengandung
ineny ebabkan kerac unan inakanan.
1.5. Metodologi.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan survei. Tiga sainpel daging sapi olahan (rendang) dibeli dari tiga kios yang berbeda . Metode yang digunakan adalah Pengenceran sainpel dan penanaman pada Manitol Salt Agar (MSA). Kemudian, dilakukan penanaman pada agar darah, dilanjutkan dengan tes Katalase .
1.7. Lokasi dan Waktu.
Penelitian dilakukan di laboratoriwn Mikrobiologi FK UKM, inulai tanggal 6 April 2001 sampai tanggal 21 April 2001.
(12)
22
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan :
Sampel daging olahan (rendang) yang dijual di tiga kios
di
sekitar kampusUKM mengandung Staphylococcus patogen dan berpotensi untuk
menyebabkan keracunan makanan.Dengan demikian hipotesis diterima
5.2. Saran-saran :
1. Bagi penjual, supaya memperhatikan kebersihan makanan ketika
mempemiapkan dan menyajikan makanan bagi konsumen dengan salah
satu contoh: apabila terluka (borok) sebaiknya luka dibalut Apabila ia sakit, batuk, bersin, sebaiknya memakai penutup mulut.
2. Pemanasan makanan harus dilakukan sempurna
3. Bagi konsumen, supaya lebih hati- hati
dalam
memilih makanan, pilihyang diperkirakan bersih dan lokasinya jauh
dari
jalan
raya
4. Masyarakat, perlu diberikan penyuluhan tentang cara persiapan dan
(13)
23
DAFTAR PUSTAKA
I1:www
Languageforce. com. CDC/MWR. 1992. Staphylococcus in FoodbornePathogenic Microoganism and Natural Toxins Handbook. U.S. Food &
Drug Administration
Anonymus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran edisi revisi (editor : Syaruchman A, dkk). Jakarta : FKUI, hal. 104-110.
Cappucino, J. & Sherman, N. 1999. Microbiology : A Laboratory manual,
5th
ed.California: Benjamin/Cummings Science Publishing, p. 283-285.
Departemen Kesehatan RL 1995. Farmakope indonesia
ed
IV.
Jakarta
: Departemen Kesehatan RI,hal. 849.
Dinges,
M,
et al. 2000. Exotoxin of Staphylococcusaureus
: ClinicalMicrobiology Reviews. Minnesota : Departement of Microbiology,
University o f Minnesota School o f Medicine, p. 16-34. Eley, A.1992. Food Poisoning. p.5-7.
Jawetz, E., Melnik, J., & Adelberg, E. 1998.
Stafilokokus
(Brooks. F.,dkk).
dalam Microbiologi Kedokteran, edisi 20. Jakarta : Penerbit
Buku
Kedokteran EGC, hal. 211-217.
Levinson, W. & Jawetz, E. 1996. Examination & Board Review : Medical
Microbiology &Immunology,
4th
e d Connecticut : Appleton & Lange, p.320.
Saylers, A & Whitt, D. 1994. Bacterial Pathogenesis : A
Molecular
Approach.(1)
DAFTAR LAMPIRAN
(2)
1.1. Latar Belakang Penelitian.
Di beberapa negara ditemukan kasus keracunan makanan dengan menimbulkan gejala yang sama setelah mengkonsumsi makanan salad, pizza, omelet dan nasi campur (I1,). Orang yang keracunan makanan tersebut harus menjalani rawat inap di rumah sakit, karena gejala yang diakibatkannya tidak dapat dianggap ringan. Gejala yang dialami penderita antara lain: muntah, mual dan diare. Setelah
diidentifikasi, ternyata penyebab keracunan makanan adalah bakteri
Stuphylococcus patogen , Salmonella, protozoa, fungi, dan virus, yang ditemukan
pada inakanan yang dikonsumsi .
Sebagian besar mikroorganisme penyebab keracunan makanan mampu inenghasilkaan toksin pada beberapa bahan inakanan (Eley, 1 992.). Salah satu mikroorganisme penyebab keracunan makanaan yang paling sering ditemukan dan mampu membuat toksin adalah Staphylococcus patogen. Staphylococcus
dapat hidup sebagai bakteri komensal dan juga sebagai bakteri patogen. Bakteri yang mengkontaininasi makanan berasal dari tangan orang yang inenyiapkan bahan makanan, yang memiliki luka tidak dibalut (borok), dari hidung atau tenggorokan, (Jawetz, 1998). Selain itu Staphylococcus cocok berkembang pada makanan yang tinggi Kadar gulanya, tinggi kadar garam,atau tinggi protein seperti daging, telur, ikan, dan makanan lainnya Racun enterotoksin khususnya, dihasilkan bila Staphylococcus patogen tumbuh pada makanan karbohidrat dan protein. Berdasarkan fakta di atas diperlukan s urvei untuk mengetahui keberadaan Staphylococcus patogen pada daging hasil olahan yang dijual di tiga
(3)
1.2. Identifikasi Masalah.
Daging sebagai salah satu inediuin pertuinbuhan Staphylococcus
kemungkinan besar terkontaininasi oleh bakteri ini. Daging sapi hasil olahan (rendang) dijual di sekitar kainpus dan dikonsumsi oleh mahasiswa, juga tidak luput dari resiko kontaminasi tersebut sehingga perlu diteliti apakah daging tersebut inengandung Staphylococcus dan berpotensi
untuk
menyebabkan keracunan makanan.
1.3. Maksud dan Tujuan.
Penelitian ini dilakukan dengan inaksud inengetahui jumlah Staphy- lococcus pergram daging sapi hasil olahan. Tuj uan dari penelitian ini adalah mengetahui kehadiran Staphylococcus patogen serta potensi bahaya keracunan .
1.4. Kegunaan penelitian
.
Penelitian ini diharapkan berguna bagi:
1. Penjual/pembuat, agar lebih memperhatikan cara pengo- lahan inakanan yang baik dan kebersihannya.
2. Penulis, sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman praktis, serta lebih mengetahui keberadaan Staphylococcus
pada makanan yang dijual di sekitar kampus Maranatha. 3. Peneliti yang lain, sebagai menjadi masukan bila suatu saat
meneliti tentang keracunan makanan yang disebabkan oleh
Staphylococcus
1 5.Kerangka pemikiran dan hipotesis.
Staphylococcus hidup sebagai mikroba koinensal pada manusia, tetapi ada juga bakteri patogen yang menyebabkan pernanahan dan
(4)
rnerupakan media yang baik untuk pertumbuhaan Staphylococcus yang menghasilkan toksin. Persiapan, pengolahan makanan, sampai penyajian makanan yang kemungkinan kurang higienis, ditambah dengan udara terbuka yang inengandung Staphylococcus mendukung pertumbuhan Staphylococcus pada makanan tersebut. Makanan lama yang dipanaskan kurang sempurna menjadikan inakanan tersebut sebagai medium penyebar toksin.
Berdasarkan asumsi - asumsi di atas dapat dibuat hipotesis sebagai Daging sapi hasil olahan yang dijual di tiga kios di sekitar
Staphylococcus patogen dan berpotensi untuk berikut:
UKM mengandung
ineny ebabkan kerac unan inakanan.
1.5. Metodologi.
Penelitian ini bersifat deskriptif dan survei. Tiga sainpel daging sapi olahan (rendang) dibeli dari tiga kios yang berbeda . Metode yang digunakan adalah Pengenceran sainpel dan penanaman pada
Manitol Salt Agar (MSA). Kemudian, dilakukan penanaman pada agar darah, dilanjutkan dengan tes Katalase .
1.7. Lokasi dan Waktu.
Penelitian dilakukan di laboratoriwn Mikrobiologi FK UKM, inulai tanggal 6 April 2001 sampai tanggal 21 April 2001.
(5)
BAB
V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan :
Sampel daging olahan (rendang) yang dijual di tiga kios
di
sekitar kampusUKM mengandung Staphylococcus patogen dan berpotensi untuk
menyebabkan keracunan makanan.Dengan demikian hipotesis diterima
5.2. Saran-saran :
1. Bagi penjual, supaya memperhatikan kebersihan makanan ketika
mempemiapkan dan menyajikan makanan bagi konsumen dengan salah
satu contoh: apabila terluka (borok) sebaiknya luka dibalut Apabila ia sakit, batuk, bersin, sebaiknya memakai penutup mulut.
2. Pemanasan makanan harus dilakukan sempurna
3. Bagi konsumen, supaya lebih hati- hati
dalam
memilih makanan, pilihyang diperkirakan bersih dan lokasinya jauh
dari
jalan
raya
4. Masyarakat, perlu diberikan penyuluhan tentang cara persiapan dan
(6)
I1:www
Languageforce. com. CDC/MWR. 1992. Staphylococcus in Foodborne Pathogenic Microoganism and Natural Toxins Handbook. U.S. Food & Drug AdministrationAnonymus. 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran edisi revisi (editor :
Syaruchman A, dkk). Jakarta : FKUI, hal. 104-110.
Cappucino, J. & Sherman, N. 1999. Microbiology : A Laboratory manual,
5th
ed. California: Benjamin/Cummings Science Publishing, p. 283-285.Departemen Kesehatan RL 1995. Farmakope indonesia
ed
IV.
Jakarta
:Departemen Kesehatan RI, hal. 849.
Dinges,
M,
et al. 2000. Exotoxin of Staphylococcusaureus
: ClinicalMicrobiology Reviews. Minnesota : Departement of Microbiology, University o f Minnesota School o f Medicine, p. 16-34.
Eley, A.1992. Food Poisoning. p.5-7.
Jawetz, E., Melnik, J., & Adelberg, E. 1998.
Stafilokokus
(Brooks. F.,dkk).
dalam Microbiologi Kedokteran, edisi 20. Jakarta : Penerbit
Buku
Kedokteran EGC, hal. 211-217.Levinson, W. & Jawetz, E. 1996. Examination & Board Review : Medical
Microbiology &Immunology,
4th
e d Connecticut : Appleton & Lange, p.320.
Saylers, A & Whitt, D. 1994. Bacterial Pathogenesis : A