HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN HEWANI DENGAN STATUS GIZI ANAK SD NEGERI KUDU 02 KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO Hubungan Konsumsi Pangan Hewani Dengan Status Gizi Anak SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

(1)

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN HEWANI DENGAN STATUS GIZI ANAK SD NEGERI KUDU 02 KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO

NASKAH PUBLIKASI

Disusun Oleh : YANA AYU ARDHYATI

J 310 100 100

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Judul Penelitian : Hubungan Konsumsi Pangan Hewani dengan Status Gizi Anak SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo

Nama Mahasiswa : Yana Ayu Ardhyati Nomor Induk Mahasiswa : J310 100 100

Telah Disetujui oleh Pembimbing Skripsi Program Studi Ilmu Gizi Fakuktas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tanggal 13 Maret 2015

dan layak untuk dipublikasikan

Surakarta, 13 Maret 2015

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Susi Dyah Puspowati, M.Si Luluk Ria Rakhma, S.Gz, M.Gz NIP. 19740517 200501 2007 NIK. 100.1553

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Setyaningrum Rahmawaty A., M.Kes, PhD NIK. 744


(3)

1

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN HEWANI DENGAN STATUS GIZI ANAK SD NEGERI KUDU 02 KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO

Yana Ayu Ardhyati

Program Studi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhamadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos Pabelan, Surakarta 57102

Telp (0271) 717417, Fax (0271) 715448

ABSTRACT

Background : Short and very short are nutritional status based on the index Height/Age. Short on children is the result of a shortage of food nutrients. Animal based food contains energy, protein, vitamin A, and Fe better than vegetable food. The content of these nutrients necessary for bone growth in children.

Purpose : This study aimed to determine the relationship between consumption of food with nutritional status of elementary school children of Kudu 02 Baki Subdistrict Sukoharjo Regency.

Research Method : This research is a descriptive research with cross sectional method. The number of research subjects as much as 35 selected by simple random sampling. Animal food consumption data obtained from the 24-hour recall data and nutritional status by measuring height of elementary school children. Analysis of data of the type with Spearman rank correlation and analysis of frequency data, the intake of energy, protein, vitamin A, and Fe intake with Pearson product moment correlation.

Result : The type of animal based food that are most often consumed in a day are eggs, fish and meat (37.4%). Frequency of consumption of animal food that is most in the category <2 (51.4%). Intake of energy is at most in the category of <5% (42.9%). Intake of the most protein in enough categories (62.9%). Intake of vitamin A is at most in the category of> 10% (40%). Most Fe intake in the category <5% (54.3%). Most subjects had normal nutritional status (60%). The results of the analysis of the relationship of animal food with nutritional status showed a types p-value of 0.008, frequency p-value of 0.007, energy p-value 0.009 , protein p-value 0.003, vitamin A p-value 0.02 and Fe p-value 0.019. Conclusion : There is a relationship of animal food consumption (type, frequency, energy, vitamin A, and Fe) with the nutritional status of elementary school children of Kudu 02 Baki subdistrict Sukoharjo Regency.

Keyword : Food Animal, Nutritional Status, elementary school children. References: 44, 1989-2013.


(4)

2 PENDAHULUAN

Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak segi bidang serta aktif dan tidak tergantung orang tua. Kebutuhan zat gizi anak sekolah dasar sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan mencapai status gizi optimal (Almatsier, 2001).

Hasil RISKESDAS (2013) menunjukkan prevalensi status gizi anak tahun 2013 secara nasional anak pendek usia 5-12 tahun sebesar 18,4% dan sangat pendek sebesar 12,3%, sedangkan di tingkat Provinsi Jawa Tengah terdapat anak pendek sebesar 13,4% dan anak sangat pendek sebesar 10%

\Status gizi anak dipengaruhi oleh asupan makan. Pangan hewani merupakan sumber protein yang baik daripada protein pangan nabati (Astawan, 2008 dan Haryanto, 2009). Protein merupakan senyawa organik utama yang menyusun tulang. Kekurangan protein akan menurunkan kadar mineral yaitu kalsium dan fosfor (Pudyani, 2005).

Hasil pangan hewani juga mengandung energi, vitamin A, dan zat besi yang diperlukan oleh anak sekolah. Kekurangan energi pada anak akan menghambat pertumbuhan, karena protein digunakan terlebih dahulu untuk menghasilkan energi (Almatsier, 2001. Kekurangan vitamin A pada anak-anak akan menyebabkan sel osteoblas (sel pembangun tulang) tidak memproduksi cukup zat tulang sehingga tulang akan lebih pendek dari ukuran normal. Kelebihan vitamin A akan mempercepat berhentinya pertumbuhan tulang (Hutapea, 2005).

Fe pangan hewani lebih baik daripada pangan nabati. Fe pangan hewani mudah diserap antara 10-20%, Fe dari pangan nabati hanya dapat diserap antara1-5% (Astawan, 2008). Hasil penelitian pendahuluan bulan Juni 2014 di SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo, berdasarkan indikator TB/U terdapat 46,7% anak stunted. Kejadian ini termasuk masalah masyarakat dalam kategori sangat tinggi karena ≥40% (Supariasa, 2001).

Bahan Dan Cara Desain Dan Lokasi

Desain penelitian adalah cross sectional. Penelitian dilakukan di SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo pada bulan Oktober 2015.

Sampel penelitian

Sampel penelitian adalah anak SD kelas 3 sampai kelas 5 yang memenuhi kriteria yaitu. Sampel anak tidak dalam keadaan sakit, tidak dalam keadaan berpuasa, tidak alergi pangan hewani, tidak pindah sekolah, dan tidak masuk sekolah saat pengambilan data.

Besar sampel

Besar sampel (N) dihitung dengan rumus Lameshow (1997). Dengan perkiraan prevalensi pendek 46,7% dan perkiraan 10% akan lepas pengamatan (lost of follow up), maka besar sampel yang diperlukan 35 anak.

Jenis data dan cara pengumpulan data

Data yang dikmpulkan meliputi identitas responden dan identitas orang tua diperoleh dengan cara kuesioner identitas diisi langsung oleh responden dan orang tua. Data


(5)

3 antropometri diperoleh dengan pengukuran langsung TB menggunakan microtoice dengan ketelitian 0,01 mm. Data asupan pangan hewani diperoleh dengan cara recall 3x 24 jam tidak berturut-turut. Data gambaran umum SD dan jumlah siswa diperoleh dengan cara mencatat data yang telah ada di sekolah.

Pengolahan dan analisis data Pengolahan data meliputi kegiatan editing, coding, entry, cleaning, dan tabulating data sebelum dilakukan analisis. Editing mulai dilakukan pewawancara semenjak data diperoleh dari jawaban subjek.

Analisis data ditujukan untuk mencapai tujuan penelitian. Uji

kenormalan data menggunakan kolmogorov smirnov. Data jenis pangan hewani berdistribusi tidak normal maka, dilakukan uji statistik rank spearman. Data frekuensi, energi, protein, vitamin A, dan Fe berdistribusi normal maka, dilakukan uji statistik pearson product moment. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Subjek Penelitian Tabel 4 memperlihatkan karakteristik subjek penelitian berdasarkanumur dan jenis kelamin. Jumlah subjek yang diperlukan sebesar 35, Persentase subjek terbanyak terdapat pada usia 10 tahun sebesar 42,9%. Sebagian besar subjek berjenis kelamin perempuan sebesar 51,4%

Tabel 4

Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

Variabel N %

Umur 9 tahun 10 tahun 11 tahun 12 tahun 14 tahun

4 15 12 2 2

11,4 42,9 34,3 5,7 5,7

Jumlah 35 100

Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

17 18

48,6 51,4

Jumlah 35 100

Karakteristik Orang Tua Subjek Tabel 5 memperlihatkan hasil penelitian karakteristik orang tua subjek yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan orang tua. Pendidikan ayah dan ibu subjek sebagian besar adalah tamat SMA

sebesar 77,1% dan 57,1%. Pekerjaan ayah dan ibu sebagian besar sebagai buruh sebanyak 65,7% dan 71,4%. Pendapatan ayah sebagian besar ≥UMR sebesar 77,1%. Pendapatan ibu paling banyak <UMR sebanyak 48,6%.


(6)

4 Tabel 5

Distribusi Karakteristik Orang Tua Subjek

Karakteristik orang tua Jumlah (n) Persentase (%) Pendidikan Ayah

Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA

PT

1 5 27

2

2,9 14,3 77,1 5,7

Jumlah 35 100

Pendidikan Ibu Tamat SMP Tamat SMA

15 20

42,9 57,1

Jumlah 35 100

Pekerjaan Ayah PNS Buruh Wirausaha

2 23 10

5,7 65,7 28,6

Jumlah 35 100

Pekerjaan Ibu Buruh wirausaha Tidak Bekerja

20 3 7

71,4 8,6

20

Jumlah 35 100

Pendapatan Ayah ≥UMR

<UMR

27 8

77,1 22,9

Jumlah 35 100

Pendapatan Ibu ≥UMR <UMR

Tidak Berpendapatan

11 17 7

31,4 48,6 20

Jumlah 35 100

Jenis Pangan Hewani Subjek Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis pangan hewani yang paling sering dikonsumsi subjek setiap harinya yaitu telur, ikan dan hasil olahannya sebesar 37, 14%. Tabel 7

menunjukkan bahwa jumlah tertinggi jenis pangan hewani yang dikonsumsi subjek selama sehari yaitu 3 Subjek sebagian besar mengkonsumsi jenis pangan hewani ≥ jenis sehari sebesar 85,7%.


(7)

5 Tabel 6

Distribusi Jumlah Konsumsi Jenis Pangan Hewani Subjek

Jenis pangan hewani N %

Telur dan hasil olahannya 5 14,29

Telur, ikan, susu dan hasil olahannya 3 8,57 Telur, daging, susu dan hasil olahannya 4 11,43 Telur, danging, ikan dan hasil olahannya 4 11,43

Telur, susu dan hasil olahannya 3 8,57

Telur, daging dan hasil olahannya 3 8,57 Telur, ikan dan hasil olahannya 13 37,14

Jumlah 35 100

Tabel 7

Distribusi Subjek Berdasarkan Jumlah Jenis Pangan Hewani No Jumlah jenis

pangan hewani

Jumlah (n) Persentase (%) 1.

2.

≥2 kali sehari <2 kali sehari

30 5

85,7 14,3

Jumlah 35 100

Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Subjek

Tabel 8 menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi pangan hewani

subjek sebagian besar dalam kategori <2 kali sehari sebesar 51,4%.

Tabel 8

Distribusi Subjek Berdasarkan Jumlah Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani

Frekuensi Jumlah (n) Persentase (%) ≥2 kali sehari

<2 kali sehari

17 18

48,6 51,4

Jumlah 35 100

Asupan Energi Pangan Hewani Subjek

Tabel 9 menunjukkan bahwa asupan energi pangan hewani subjek paling banyak dalam kategori <5% sebesar 42,9. Energi diperlukan manusia untuk

melakukan aktivitas dan menggerakkan proses-proses dalam tubuh seperti sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, dan proses fisiologis lainnya (Suhardjo, 2002).

Tabel 9

Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Asupan Energi Pangan Hewani

No Energi Jumlah (n) Persentase (%)

1 2 3

<5% 5-10%

>10%

15 12 8

42,9 34,3 22,9


(8)

6 Asupan Protein Pangan Hewani Subjek

Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar asupan protein pangan hewani dalam kategori

cukup (≥20%) yaitu 62,9% dalam sehari. Pangan hewani mengandung 18,5-37% dari total AKG protein setiap 50 gramnya (Supariasa, 2001).

Tabel 10

Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Asupan Protein Pangan Hewani

No Protein Jumlah (n) Persentase (%)

1 2

Cukup Tidak cukup

22 13

62,9 37,1

Jumlah 35 100

Asupan Vitamin A Pangan Hewani SubjeK

Tabel 11 menunjukkan bahwa asupan vitamin A pangan hewani dalam sehari terbanyak pada kategori >10% sebesar 40%.

Kandungan vitamin A setiap 100 gram bahan yaitu 21,1-90% dari AKG. Kekurangan vitamin A mengakibatkan pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal (Almatsier, 2001).

Tabel 11

Distribusi Subjek Berdasarkan Asupan Vitamin A Pangan Hewani No Vitamin A Jumlah (n) Persentase (%)

1 2 3

<5% 5-10%

>10%

10 11 14

28,6 31,4 40

Jumlah 35 100

Asupan Fe (zat besi) Pangan Hewani Subjek

Tabel 12 menunjukkan bahwa asupan Fe dari pangan hewani yang banyak dikonsumsi dalam kategori <5% sehari sebesar 54,3%. Pangan hewani mempunyai kandungan Fe yang lebih baik daripada pangan

nabati. Zat besi pangan hewani mudah diserap antara 10-20%, zat besi dari pangan nabati hanya dapat diserap antara1-5%. Zat besi pada sayur diserap 1%, sedangkan zat besi pada ikan dapat diserap dalam jumlah lebih besar yaitu 11% (Astawan, 2008).

Tabel 12

Distribusi Subjek Berdasarkan Asupan Fe Pangan Hewani

No Fe Jumlah (n) Persentase

(%) 1

2 3

<5% 5-10%

>10%

19 13 3

54,3 37,5 8,6


(9)

7 Status Gizi Subjek

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar status gizi subjek penelitian dalam kategori normal sebesar 60%. Status gizi pendek

dalam penelitian ini sebesar 37,1%. Kejadian ini termasuk masalah masyarakat dalam kategori tinggi karena stunting dalam rentang 30-39% (Supariasa, 2001).

Tabel 13.

Distribusi Status Gizi Subjek

No Status Gizi Jumlah (n) Persentase (%) 1

2 3 4

Tinggi Normal Pendek Sangat pendek

1 21 13 0

2,9 60 37,1

0

Jumlah 35 100

Hubungan Jenis Pangan Hewani dengan Status Gizi

Hasil analisis hubungan jenis pangan hewani dengan status gizi

dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14

Hubungan Jumlah Jenis Pangan Hewani Dengan Status Gizi

Jumlah jenis

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

≥2 jenis <2 jenis

10 3

33,3 60

19 2

63,3 40

1 0

3,3 0

10 3

100

100 0.008 *Uji Korelasi Rank Spearman

Tabel 14 menunjukkan bahwa subjek yang mengkonsumsi jenis pangan hewani ≥2 jenis sehari cenderung memiliki status gizi normal sebesar 63,3%. Konsumsi jenis pangan hewani <2 jenis sehari cenderung mempunyai status gizi pendek sebesar 60%. Rata-rata jumlah jenis pangan hewani yang dikonsumsi subjek berstatus gizi pendek sebesar 1,76 jenis, status gizi normal sebesar 2 jenis, dan status gizi tinggi sebesar 3 jenis. Semakin tinggi jumlah jenis yang dikonsumsi menunjukkan semakin baik pula status gizi subjek.

Hasil uji statistik yang dilakukan dengan korelasi rank spearman menunjukkan bahwa p= 0,008 sehingga ada hubungan antara

jumlah jenis pangan hewani dengan status gizi. Semakin banyak jenis pangan hewani yang dikonsumsi, status gizi semakin baik, hal ini dapat disebabkan karena komposisi zat gizi pangan hewani berbeda-beda dan dapat dipengaruhi oleh spesies, umur, jenis kelamin, dan lokasi geografis (Astawan, 2008). Kandungan zat gizi pada pangan hewani dapat juga hilang karena proses pengolahan yang salah. Pengolahan makanan tidak menggunakan teknik yang yang berorientasi gizi misalnya terlalu panas, contoh protein pangan hewani akan berkurang ketika telalu panas dalam mengolahnya (Budianto, 2009).


(10)

8 Hubungan Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Dengan Status Gizi

Hasil analisis hubungan frekuensi konsumsi pangan hewani

dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15

Hubungan Jumlah Frekuensi Konsumsi Pangan Hewani Dengan Status Gizi

Frekuensi

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

≥2 kali sehari <2 kali sehari

3 10

17,6 55,6

13 8

76,5 44,4

1 0

5,9 0

17 18

100

100 0,007 *Uji Korelasi Pearson Product Moment

Tabel 15 menunjukkan bahwa frekuensi konsumsi pangan hewani ≥2 kali sehari cenderung mempunyai status gizi normal sebesar 76,5%. Frekuensi konsumsi pangan hewani <2 kali sehari paling banyak mempunyai status gizi pendek sebesar 55,6%. Rata-rata sehari frekuensi konsumsi pangan hewani subjek yang berstatus gizi pendek sebesar 1,45 kali sehari, berstatus gizi normal sebesar 2,28 kali sehari, dan berstatus gizi tinggi sebesar 3 kali sehari. Semakin tinggi frekuensi menunjukkan semakin baik status gizi subjek.

Hasil uji statistik yang dilakukan dengan korelasi pearson product moment menunjukkan bahwa p= 0,007. Nilai p menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi konsumsi pangan hewani dengan status gizi. Frekuensi konsumsi pangan per hari merupakan salah satu aspek dalam kebiasaan makan. Frekuensi pangan pada anak, ada yang terikat dengan pola makan 3 kali sehari tetapi banyak juga yang mengkonsumsi

pangan 5-7 kali sehari atau lebih. Frekuensi konsumsi pangan hewani dapat menjadi pendugaan tingkat kecukupan gizi, yang berarti semakin tinggi konsumsi pangan, maka peluang terpenuhinya kecukupan juga semakin besar (Khomsan, 2003).

Hubungan Tingkat Asupan Energi Dengan Status Gizi

Energi diperlukan manusia untuk melakukan aktivitas dan menggerakkan proses-proses dalam tubuh seperti sirkulasi darah, denyut jantung, pernafasan, pencernaan, dan proses fisiologis lainnya (Suhardjo, 2002). Kekurangan energi pada tubuh akan mempengaruhi fungsi protein untuk pertumbuhan, karena protein digunakan terlebih dahulu untuk menghasilkan energi (Almatsier, 2001). Hasil analisis hubungan asupan energi pangan hewani dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 16.


(11)

9 Tabel 16

Hubungan Asupan Energi Pangan Hewani Dengan Status Gizi

Asupan Energi

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

<5% 5-10% >10%

11 1 1

73,3 8,3 12,5

4 10 7

26,7 83,3 87,5

0 1 0

0 8,3 0

15 12 8

100 100 100

0,009 *Uji Korelasi Pearson Product Moment

Tabel 16 menunjukkan bahwa kategori asupan energi pangan hewani <5% sehari cenderung memiliki status gizi pendek sebesar 73,3%. Kategori asupan energi pangan hewani 5-10% sehari cenderung memiliki status gizi normal sebesar 83,3%. Asupan energi pangan hewani >10% sehari cenderung memiliki status gizi normal sebesar 87,5%. Rata-rata asupan energi pangan hewani pada subjek yang berstatus gizi pendek sebesar 3,8%, berstatus gizi normal sebesar 7,3%, dan berstatus gizi tinggi sebesar 7,7%. Semakin tinggi asupan energi pangan hewani menunjukkan semakin tinggi pula status gizi subjek.

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan korelasi pearson product moment yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan energi pangan hewani dengan status gizi (p=0,009). Penelitian ini sependapat dengan penelitian Fitri (2012), Purwaningrum & Wardani (2012), Asrar, Hadi, & Boediman (2009) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi TB/U. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 73,3% subjek berstatus gizi pendek dalam kategori asupan energi <5% sehari, sedangkan dalam kategori asupan energi >10% terdapat 87,5% memiliki status gizi normal. Rata-rata asupan energi dari seluruh makanan

subjek sebesar 84,47% dalam kategori asupan sedang. Asupan energi sangat penting bagi anak, anak akan lemah baik daya kegiatan maupun aktivitas fisiknya karena kurangnya zat-zat makanan yang diterima tubuh yang dapat menghasilkan energi. Anak-anak yang kekurangan energi akan terganggu pertumbuhan dan perkembangan tubuhnya, tidak periang, dan lemah (Kartasapoetra, dkk, 2010). Kekurangan energi pada tubuh akan mempengaruhi fungsi protein untuk pertumbuhan, karena protein digunakan terlebih dahulu untuk menghasilkan energi atau membentuk glukosa (Almatsier, 2001). Protein oleh tubuh akan dihidrolisis menjadi asam-asam amino, yang segera akan dideaminasi menjadi gugus-gugus amino. Kemudian gugus amino diekskresi menjadi ammonia dan residu rantai karbon dioksida melalui siklus asam trikarboksilat hingga menghasilkan energi (Buwono, 2000).

Hubungan Tingkat Asupan Protein Dengan Status Gizi

Protein merupakan senyawa organik utama yang menyusun tulang. Protein dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang dengan jalan menghambat diferensiasi seluler, merubah kecepatan sintesis unsur matrik tulang yaitu protein kolagen dan non kolagen yang


(12)

masing-10 masing mempunyai peranan spesifik pada pembentukan tulang (Pudyani, 2005). Pangan hewani merupakan sumber protein yang baik, setiap 100 gram pangan hewani mengandung

10-20 gram protein (Supariasa, 2001). Hasil analisis hubungan asupan protein pangan hewani dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17

Hubungan Asupan Protein Pangan Hewani Dengan Status Gizi

Asupan Protein

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

Cukup tidak cukup

2 11

9,1 84,6

19 2

86,4 15,4

1 0

4,5 0

22 13

100 100

0,003 *Uji Korelasi Pearson Product Moment

Tabel 17 menunjukkan bahwa kategori asupan protein pangan hewani cukup cenderung memiliki status gizi normal sebesar 86,4%. Kategori asupan protein pangan hewani tidak cukup paling banyak mempunyai status gizi pendek sebesar 84,6%. Rata-rata asupan protein pangan hewani pada subjek yang berstatus gizi pendek sebesar 11,7%, berstatus gizi normal sebesar 24,5%, dan berstatus gizi tinggi sebesar 25%. Semakin tinggi asupan protein pangan hewani menunjukkan semakin tinggi pula status gizi subjek.

Hasil uji korelasi pearson product moment dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan asupan protein pangan hewani dengan status gizi (p=0,003). Penelitian ini sependapat dengan penelitian Regard dan Sekartini (2013) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kecukupan asupan protein dengan status gizi (p=0,037). Penelitian Sulistya dan Sunarto (2013) juga menyatakan bahwa yang mempengaruhi gizi kurang adalah asupan protein. Rata-rata asupan protein dari seluruh makanan subjek sebesar 99,65 % termasuk dalam kategori asupan sedang.

Protein merupakan senyawa organik utama yang menyusun tulang. Protein dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang dengan jalan menghambat diferensiasi seluler, merubah kecepatan sintesis unsur matrik tulang yaitu protein kolagen dan non kolagen yang masing-masing mempunyai peranan spesifik pada pembentukan tulang. Kekurangan protein akan menyebabkan perubahan pada timbunan asam amino, yang dapat mengakibatkan hambatan reaksi sintesis protein sehingga menimbulkan hambatan juga dalam proses klasifikasi tulang dan menurunan kadar mineral yaitu kalsium dan fosfor (Pudyani, 2005). Hubungan Tingkat Asupan Vitamin A Dengan Status Gizi Vitamin A yaitu vitamin yang

pertama kali ditemukan dan juga merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan precursor/ provitamin A karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Vitamin banyak terkadung dalam pangan hewani seperti susu, kuning telur, hati, dan berbagai jenis ikan. Pangan hewani mengandung zat gizi termasuk vitamin, setiap 100 gram pangan


(13)

11 hewani mengandung vitamin 13,13%-46,46%. Hasil analisis hubungan vitamin A pangan hewani

dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18

Hubungan Asupan Vitamin A Pangan hewani Dengan Status Gizi

Vitamin A

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

<5% 5-10% >10%

5 5 3

50 45,5 21,4

5 6 10

50 54,5 71,4

0 0 1

0 0 7,1

10 11 10

100 100 100

0,02 *Uji Korelasi Pearson Product Moment

Tabel 18 menunjukkan bahwa kategori asupan vitamin A pangan hewani <5% sehari paling banyak mempunyai status gizi pendek dan normal masing-masing sebesar 50%. Asupan vitamin dalam kategori 5-10% cenderung memiliki status gizi normal sebesar 54,5%. Asupan vitamin A dalam kategori >10% sehari cenderung mempunyai status gizi normal sebesar 71,4%. Rata-rata asupan vitamin A pangan hewani yang berstatus gizi pendek sebesar 10,4%, berstatus gizi normal sebesar 15,1%, dan berstatus gizi tinggi sebesar 14,6%. Asupan vitamin A berstatus gizi normal lebih banyak daripada subjek berstatus gizi pendek dan tinggi, sedangkan asupan vitamin A subjek berstatus gizi tinggi lebih banyak daripada berstatus gizi pendek. Hasil uji korelasi pearson product moment dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan asupan vitamin A pangan Hewani dengan status gizi (p=0,02). Penelitian menunjukkan subjek yang mengkonsumsi vitamin A >10% sehari cenderung memiliki status gizi normal sebesar 71,4%, hal ini dapat terjadi karena vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, pertumbuhan sel serta perkembangan tulang (Almatsier,

2001). Rata-rata asupan vitamin A subjek dari seluruh makanan sebesar 104,7% termasuk dalam kategori asupan baik. Vitamin A sangat dibutuhkan oleh tubuh, terutama oleh anak SD untuk pertumbuhan. Vitamin A sangat penting untuk metabolisme mineral dan sintesis protein. Vitamin A bekerja mensintesis faktor pertumbuhan dan reseptor faktor pertumbuhan untuk digunakan sebagai pertumbuhan dan menjadikan tulang kuat (Lau, 2012). Kekurangan vitamin A pada anak-anak akan menyebabkan sel osteoblas (sel pembangun tulang) tidak memproduksi cukup zat tulang sehingga tulang akan lebih pendek dari ukuran normal. Kelebihan vitamin A akan mempercepat berhentinya pertumbuhan tulang, sehingga pertumbuhan tubuh akan berhenti lebih cepat (Hutapea, 2005).

Hubungan Tingkat Asupan Fe Dengan Status Gizi

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia (Suhardjo, 2002). Zat besi juga berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi, zat besi di dalam sel bekerja sama dengan rantai protein


(14)

12 pengangkut elektron. Protein memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air dan menghasilkan

ATP (adenosine trifosfat) (Almatsier, 2001). Hasil analisis hubungan asupan Fe dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19

Hubungan Asupan Fe Pangan Hewani Dengan Status Gizi

Asupan Fe

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

<5% 5-10%

>10%

11 2 0

57,9 15,4 0

8 10

3

42,1 76,9 100

0 1 0

0 7,7

0

19 13 3

100 100 100

0,019 *Uji Korelasi Pearson Product Moment

Tabel 19 menunjukkan bahwa kategori asupan Fe pangan hewani <5% sehari cenderung mempunyai status gizi pendek sebesar 57,9%. Asupan dalam kategori 5-10% sehari cenderung mempunyai status gizi normal sebesar 76,9%. Asupan dalam kategori >10% sehari memiliki status gizi normal sebesar 100%. Rata-rata asupan Fe pangan hewani pada subjek yang berstatus gizi pendek sebesar 3,2%, berstatus gizi normal sebesar 6,8%, dan berstatus gizi tinggi sebesar 7%. Semakin tinggi asupan Fe pangan hewani menunjukkan semakin tinggi pula status gizi subjek.

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan korelasi pearson product moment yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan Fe pangan hewani dengan status gizi (p=0,019). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasution (2004) yang menyatakan, bahwa pemberian suplementasi Zn dan Fe memberikan efek yang positif terhadap pertumbuhan anak. Subjek penelitian yang mengkonsumsi asupan besi <5% cenderung berstatus gizi pendek sebesar 57,9%. Seseorang yang mempunyai status gizi baik diperkirakan asupan Fe sekitar 5-15% dari makanan

(Almatsier, 2001). Rata-rata asupan Fe dari seluruh makanan subjek sebesar 75,77% dalam kategori asupan kurang. Absorbsi Fe juga dapat dipengaruhi oleh asupan tanin dalam teh. Tanin yang merupakan polifenol yang terdapat pada teh dapat menghambat absorbs besi dengan cara mengikatnya. Apabila besi tubuh tidak terlalu tinggi, sebaiknya tidak minum teh waktu makan (Almatsier, 2001).

Hubungan Pangan Hewani dengan Nilai Islam

Bahan pangan hewani adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Pangan hewani banyak mengandung zat gizi yang butuhkan untuk pertumbuhan tubuh, seperti energi, protein, vitamin A, dan Fe (Suharyanto, 2009). Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan konsumsi pangan hewani dengan status gizi anak SD. Al-quran telah menjelaskan berbagai manfaat pangan untuk tubuh manusia. Surat Almaidah ayat 94 menjelaskan bahwa dihalalkan bagimu (ikan) yang ditangkap dilaut dan makanan yang berasal dari laut. Surat


(15)

13 didalam binatang-binatang ternak terdapat pelajaran, terdapat minum dari air susu yang ada dalam perutnya, dan pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk manusia, dan sebagian dari binatang itu dikonsumsi manusia.

KESIMPULAN

Dari data yang dikumpulkan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Jenis pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi subjek dalam kategori ≥2 kali sehari sebesar 85,7 % dan jenis yang paling banyak dikonsumsi telur, ikan dan hasil olahannya sebesar 37,4%. 2. Frekuensi konsumsi pangan

hewani paling banyak dalam kategori <2 kali sehari sebesar 51,4%.

3. Asupan energi pangan hewani yang paling banyak dalam kategori <5% sehari sebesar 42,9. Asupan protein pangan hewani yang paling banyak dalam kategori cukup sebesar 62,9%. Asupan vitamin A pangan hewani yang paling banyak dalam kategori >10% sebesar 40%. Asupan Fe pangan hewani yang paling banyak dalam kategori <5% sebesar 54,3%

4. Status gizi subjek penelitian dalam kategori normal sebesar 60% dan dalam kategori pendek sebesar 37,1%.

5. Ada hubungan antara konsumsi pangan hewani (jenis (p=0,008), frekuensi (p=0,005), energi (p=0,001), protein (p=0,000), vitamin A (p=0,011) dan Fe (p=0,004)) dengan status gizi anak SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

SARAN

1. Bagi pihak sekolah

Pihak sekolah dapat memberikan pengetahuan tentang manfaat pangan hewani kepada anak SD. 2. Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan meneliti efek infeksi terhadap status gizi.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Andarina, D dan Sumarmi, S. 2006. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia 13–36 Bulan. The Indonesian Journal Of Health. Vol. 3, No. 1. Surabaya.

Anggraeni, A. 2012. Nutritional Care Process. Graha Ilmu. Yogyakarta. Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. ECG. Jakarta.

Asrar, M., H. Hadi, dan Boediman, 2009. Pola Asuh, Pola Makan, Asupan Zat Gizi, dan Hubungannya dengan Status Gizi Anak Balita Masyarakat Suku Nuaulu di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol. 6. No. 2.

Astawan, M. 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya. Depok.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007 Laporan Provinsi Jawa Tengah. Jakarta.


(16)

14 Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.

Budianto, A. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Gizi. UMM Press. Malang

Buwono, I. 2000. Kebutuhan Asam Amino Essensial dalam Ransum Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Cakrawati, D dan Mustika. 2012. Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Alfabeta. Bandung.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. 2014. http://disnakertrans.Sukoharj

okab.go.id/center-_detail.php?id_berita=197 Direktorat Gizi Departemen

Kesehatan RI. 2000. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Jakarta.

Fatimah S, Nurhadayah I, dan Rahmawati W. 2008. Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Status Gizi Pada Balita Di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Penelitian. Vol. 10, No. XVIII. Bandung.

Fitri. 2012. Berat Lahir sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting pada Balita (12-59 bulan) di Sumatra (Analisis

Data RISKESDAS 2010). Thesis. FKM UI. Depok. Hardiansyah dan Tambunan, V.

2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII ”Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah

dan Globalisasi”. 17-19 Mei

2004. Jakarta.

Hutapea, M. 2005. Keajaiban-Keajaiban dalam Tubuh Manusia. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Istiany, A dan Rusilanti. 2013. Gizi

Terapan. Remaja

Rosdakarya. Bandung. Kartasapoetra, Marsetyo, Med.

2010. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Rineka Cipta. Jakarta.

Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi

untuk Kesehatan.

Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Lau, K. 2012. Program Pencegahan dan Penyembuhan Skoliosis untuk Anak Diaksses: 8 Februari 2015.

http://books.google.co.id/boo ks?id=bMl_xsZ3d1sC&pg=P A170&dq=vitamin+a+untuk+ pertumbuhan+tulang&hl=en& sa=X&ei=YxTcVOaQH4iwuA T4p4CoCA&ved=0CC8Q6AE wAw

Mitayani dan Sartika, W. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Trans Info Media. Jakarta.

Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinarti. Jakarta. Muchtadi, D. 2010. Teknik Evaluasi

Nilai Gizi Protein. Alfabeta. Bandung.

Muchtadi, T., Sugiyono, Ayustaningwarno, F. 2010.


(17)

15 Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung. Nasution, A, dan Wirakusumah, E,

S. 1990. Pangan dan Gizi Untuk Kelompok Khusus. Pusat Antar Universitas Pangan dan Giz, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasution, E. 2004. Efek

Suplementasi Zinc dan Besi pada Pertumbuhan Anak. USU. Sumatera Utara.

Nasution, M. 2003. Konsumsi Pangan Hewani dan Status Gizi Siswa SD Negeri 105349, Lubuk Pakam – Deli Serdang. Pendidikan Science. Vol. 27, No. 3. Medan.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pudyani, S. 2005. Reversibilitas Kalsifikasi Tulang Akibat Kekurangan Protein Pre dan Post Natal. Dential Journal. Vol. 38. No. 3. Yogyakarta. Purwaningrum S dan Wardani Y.

2012. Hubungan Antara Asupan Makanan dan Status Kesadaran Gizi dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I, Bantul. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 6 No. 3. Yogyakarta.

Regar, E dan Sekartini, R. 2013. Hubungan Kecukupan Asupan Energi dan Makronutrien dengan Status Gizi Anak Usia 5-7 Tahun di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur Tahun 2012. eJKI. Vol.1, No. 3. Jakarta. Sastroasmoro, S dan Ismael, S.

2002. Dasar –Dasar

Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto. Jakarta.

Simanjutak, E. 2010. Status Gizi Lanjut Usia di Daerah Pedesaan, Kecamatan Porsea Kabupaten Toha Samosir, Provinsi Sumatra Utara Tahun 2010. Tesis. Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.

Suhardjo. 2002. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi AKsara. Jakarta.

Suharyanto. 2009. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Diakses: 20 Januari 2014. Http://suharyanto.files.wordpr ess.com/2008/03/pengolahan

-bahan-pangan-asil-ternak.pdf

Sulistya, H dan Sunarto. 2013. Hubungan Tingkat Asupan Energi dan Protein Dengan Kejadian Gizi Kurang Anak Usia 2-5 Tahun. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. Vol. 2, No. 1. Semarang.

Supariasa, I. 2001. Penilaian Status Gizi. ECG. Jakarta.

Tejasari. 2005. Nilai – Nilai Pangan. Graha Ilmu. Yogyakarta. USAID. 2010. Nutrition Assesment

For 2010 New Project Design. Diakses: 3 Februari 2015

www. Indonesia. Usaid. Gov Waluyo, K. 2010. Memahami Gizi

untuk Bayi dan Anak. Puri Delko. Bandung.


(1)

10 masing mempunyai peranan spesifik pada pembentukan tulang (Pudyani, 2005). Pangan hewani merupakan sumber protein yang baik, setiap 100 gram pangan hewani mengandung

10-20 gram protein (Supariasa, 2001). Hasil analisis hubungan asupan protein pangan hewani dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17

Hubungan Asupan Protein Pangan Hewani Dengan Status Gizi Asupan

Protein

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

Cukup tidak cukup

2 11

9,1 84,6

19 2

86,4 15,4

1 0

4,5 0

22 13

100 100

0,003 *Uji Korelasi Pearson Product Moment

Tabel 17 menunjukkan bahwa kategori asupan protein pangan hewani cukup cenderung memiliki status gizi normal sebesar 86,4%. Kategori asupan protein pangan hewani tidak cukup paling banyak mempunyai status gizi pendek sebesar 84,6%. Rata-rata asupan protein pangan hewani pada subjek yang berstatus gizi pendek sebesar 11,7%, berstatus gizi normal sebesar 24,5%, dan berstatus gizi tinggi sebesar 25%. Semakin tinggi asupan protein pangan hewani menunjukkan semakin tinggi pula status gizi subjek.

Hasil uji korelasi pearson product moment dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan asupan protein pangan hewani dengan status gizi (p=0,003). Penelitian ini sependapat dengan penelitian Regard dan Sekartini (2013) mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kecukupan asupan protein dengan status gizi (p=0,037). Penelitian Sulistya dan Sunarto (2013) juga menyatakan bahwa yang mempengaruhi gizi kurang adalah asupan protein. Rata-rata asupan protein dari seluruh makanan subjek sebesar 99,65 % termasuk dalam kategori asupan sedang.

Protein merupakan senyawa organik utama yang menyusun tulang. Protein dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang dengan jalan menghambat diferensiasi seluler, merubah kecepatan sintesis unsur matrik tulang yaitu protein kolagen dan non kolagen yang masing-masing mempunyai peranan spesifik pada pembentukan tulang. Kekurangan protein akan menyebabkan perubahan pada timbunan asam amino, yang dapat mengakibatkan hambatan reaksi sintesis protein sehingga menimbulkan hambatan juga dalam proses klasifikasi tulang dan menurunan kadar mineral yaitu kalsium dan fosfor (Pudyani, 2005). Hubungan Tingkat Asupan Vitamin A Dengan Status Gizi Vitamin A yaitu vitamin yang

pertama kali ditemukan dan juga merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan precursor/ provitamin A karotenoid yang mempunyai aktivitas biologik sebagai retinol. Vitamin banyak terkadung dalam pangan hewani seperti susu, kuning telur, hati, dan berbagai jenis ikan. Pangan hewani mengandung zat gizi termasuk vitamin, setiap 100 gram pangan


(2)

11 hewani mengandung vitamin 13,13%-46,46%. Hasil analisis hubungan vitamin A pangan hewani

dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18

Hubungan Asupan Vitamin A Pangan hewani Dengan Status Gizi

Vitamin A

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

<5% 5-10% >10%

5 5 3

50 45,5 21,4

5 6 10

50 54,5 71,4

0 0 1

0 0 7,1

10 11 10

100 100 100

0,02 *Uji Korelasi Pearson Product Moment

Tabel 18 menunjukkan bahwa kategori asupan vitamin A pangan hewani <5% sehari paling banyak mempunyai status gizi pendek dan normal masing-masing sebesar 50%. Asupan vitamin dalam kategori 5-10% cenderung memiliki status gizi normal sebesar 54,5%. Asupan vitamin A dalam kategori >10% sehari cenderung mempunyai status gizi normal sebesar 71,4%. Rata-rata asupan vitamin A pangan hewani yang berstatus gizi pendek sebesar 10,4%, berstatus gizi normal sebesar 15,1%, dan berstatus gizi tinggi sebesar 14,6%. Asupan vitamin A berstatus gizi normal lebih banyak daripada subjek berstatus gizi pendek dan tinggi, sedangkan asupan vitamin A subjek berstatus gizi tinggi lebih banyak daripada berstatus gizi pendek. Hasil uji korelasi pearson product moment dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan asupan vitamin A pangan Hewani dengan status gizi (p=0,02). Penelitian menunjukkan subjek yang mengkonsumsi vitamin A >10% sehari cenderung memiliki status gizi normal sebesar 71,4%, hal ini dapat terjadi karena vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, pertumbuhan sel serta perkembangan tulang (Almatsier,

2001). Rata-rata asupan vitamin A subjek dari seluruh makanan sebesar 104,7% termasuk dalam kategori asupan baik. Vitamin A sangat dibutuhkan oleh tubuh, terutama oleh anak SD untuk pertumbuhan. Vitamin A sangat penting untuk metabolisme mineral dan sintesis protein. Vitamin A bekerja mensintesis faktor pertumbuhan dan reseptor faktor pertumbuhan untuk digunakan sebagai pertumbuhan dan menjadikan tulang kuat (Lau, 2012). Kekurangan vitamin A pada anak-anak akan menyebabkan sel osteoblas (sel pembangun tulang) tidak memproduksi cukup zat tulang sehingga tulang akan lebih pendek dari ukuran normal. Kelebihan vitamin A akan mempercepat berhentinya pertumbuhan tulang, sehingga pertumbuhan tubuh akan berhenti lebih cepat (Hutapea, 2005).

Hubungan Tingkat Asupan Fe Dengan Status Gizi

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia (Suhardjo, 2002). Zat besi juga berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi, zat besi di dalam sel bekerja sama dengan rantai protein


(3)

12 pengangkut elektron. Protein memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air dan menghasilkan

ATP (adenosine trifosfat) (Almatsier, 2001). Hasil analisis hubungan asupan Fe dengan status gizi dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19

Hubungan Asupan Fe Pangan Hewani Dengan Status Gizi Asupan

Fe

Status gizi

Jumlah Sig (p) Pendek Normal Tinggi

N % N % N % N %

<5% 5-10%

>10%

11 2 0

57,9 15,4 0

8 10

3

42,1 76,9 100

0 1 0

0 7,7

0

19 13 3

100 100 100

0,019 *Uji Korelasi Pearson Product Moment

Tabel 19 menunjukkan bahwa kategori asupan Fe pangan hewani <5% sehari cenderung mempunyai status gizi pendek sebesar 57,9%. Asupan dalam kategori 5-10% sehari cenderung mempunyai status gizi normal sebesar 76,9%. Asupan dalam kategori >10% sehari memiliki status gizi normal sebesar 100%. Rata-rata asupan Fe pangan hewani pada subjek yang berstatus gizi pendek sebesar 3,2%, berstatus gizi normal sebesar 6,8%, dan berstatus gizi tinggi sebesar 7%. Semakin tinggi asupan Fe pangan hewani menunjukkan semakin tinggi pula status gizi subjek.

Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan korelasi pearson product moment yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan Fe pangan hewani dengan status gizi (p=0,019). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasution (2004) yang menyatakan, bahwa pemberian suplementasi Zn dan Fe memberikan efek yang positif terhadap pertumbuhan anak. Subjek penelitian yang mengkonsumsi asupan besi <5% cenderung berstatus gizi pendek sebesar 57,9%. Seseorang yang mempunyai status gizi baik diperkirakan asupan Fe sekitar 5-15% dari makanan

(Almatsier, 2001). Rata-rata asupan Fe dari seluruh makanan subjek sebesar 75,77% dalam kategori asupan kurang. Absorbsi Fe juga dapat dipengaruhi oleh asupan tanin dalam teh. Tanin yang merupakan polifenol yang terdapat pada teh dapat menghambat absorbs besi dengan cara mengikatnya. Apabila besi tubuh tidak terlalu tinggi, sebaiknya tidak minum teh waktu makan (Almatsier, 2001).

Hubungan Pangan Hewani dengan Nilai Islam

Bahan pangan hewani adalah bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan atau olahan yang bahan dasarnya dari hasil hewan. Pangan hewani banyak mengandung zat gizi yang butuhkan untuk pertumbuhan tubuh, seperti energi, protein, vitamin A, dan Fe (Suharyanto, 2009). Penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan konsumsi pangan hewani dengan status gizi anak SD. Al-quran telah menjelaskan berbagai manfaat pangan untuk tubuh manusia. Surat Almaidah ayat 94 menjelaskan bahwa dihalalkan bagimu (ikan) yang ditangkap dilaut dan makanan yang berasal dari laut. Surat AL-Mu’minum menjelaskan bahwa


(4)

13 didalam binatang-binatang ternak terdapat pelajaran, terdapat minum dari air susu yang ada dalam perutnya, dan pada binatang-binatang ternak itu terdapat faedah yang banyak untuk manusia, dan sebagian dari binatang itu dikonsumsi manusia.

KESIMPULAN

Dari data yang dikumpulkan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Jenis pangan hewani yang paling banyak dikonsumsi subjek dalam kategori ≥2 kali sehari sebesar 85,7 % dan jenis yang paling banyak dikonsumsi telur, ikan dan hasil olahannya sebesar 37,4%. 2. Frekuensi konsumsi pangan

hewani paling banyak dalam kategori <2 kali sehari sebesar 51,4%.

3. Asupan energi pangan hewani yang paling banyak dalam kategori <5% sehari sebesar 42,9. Asupan protein pangan hewani yang paling banyak dalam kategori cukup sebesar 62,9%. Asupan vitamin A pangan hewani yang paling banyak dalam kategori >10% sebesar 40%. Asupan Fe pangan hewani yang paling banyak dalam kategori <5% sebesar 54,3%

4. Status gizi subjek penelitian dalam kategori normal sebesar 60% dan dalam kategori pendek sebesar 37,1%.

5. Ada hubungan antara konsumsi pangan hewani (jenis (p=0,008), frekuensi (p=0,005), energi (p=0,001), protein (p=0,000), vitamin A (p=0,011) dan Fe (p=0,004)) dengan status gizi anak SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

SARAN

1. Bagi pihak sekolah

Pihak sekolah dapat memberikan pengetahuan tentang manfaat pangan hewani kepada anak SD. 2. Bagi Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan meneliti efek infeksi terhadap status gizi.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Andarina, D dan Sumarmi, S. 2006. Hubungan Konsumsi Protein Hewani dan Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin pada Balita Usia 13–36 Bulan. The Indonesian Journal Of Health. Vol. 3, No. 1. Surabaya.

Anggraeni, A. 2012. Nutritional Care Process. Graha Ilmu. Yogyakarta. Arisman. 2009. Gizi Dalam Daur Kehidupan. ECG. Jakarta.

Asrar, M., H. Hadi, dan Boediman, 2009. Pola Asuh, Pola Makan, Asupan Zat Gizi, dan Hubungannya dengan Status Gizi Anak Balita Masyarakat Suku Nuaulu di Kecamatan Amahai Kabupaten Maluku Tengah Provinsi Maluku. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. Vol. 6. No. 2.

Astawan, M. 2008. Sehat dengan Hidangan Hewani. Penebar Swadaya. Depok.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007 Laporan Provinsi Jawa Tengah. Jakarta.


(5)

14 Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta.

Budianto, A. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Gizi. UMM Press. Malang

Buwono, I. 2000. Kebutuhan Asam Amino Essensial dalam Ransum Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Cakrawati, D dan Mustika. 2012. Bahan Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Alfabeta. Bandung.

Departemen Kesehatan RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

. 2005. Pedoman Perbaikan Gizi Anak Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta.

Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pemerintah Kabupaten Sukoharjo. 2014. http://disnakertrans.Sukoharj

okab.go.id/center-_detail.php?id_berita=197 Direktorat Gizi Departemen

Kesehatan RI. 2000. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Jakarta.

Fatimah S, Nurhadayah I, dan Rahmawati W. 2008. Faktor-Faktor Yang Berkontribusi Terhadap Status Gizi Pada Balita Di Kecamatan Ciawi Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal Penelitian. Vol. 10, No. XVIII. Bandung.

Fitri. 2012. Berat Lahir sebagai Faktor Dominan Terjadinya Stunting pada Balita (12-59 bulan) di Sumatra (Analisis

Data RISKESDAS 2010). Thesis. FKM UI. Depok. Hardiansyah dan Tambunan, V.

2004. Kecukupan Energi, Protein, Lemak dan Serat Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII ”Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah

dan Globalisasi”. 17-19 Mei

2004. Jakarta.

Hutapea, M. 2005. Keajaiban-Keajaiban dalam Tubuh Manusia. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Istiany, A dan Rusilanti. 2013. Gizi

Terapan. Remaja

Rosdakarya. Bandung. Kartasapoetra, Marsetyo, Med.

2010. Ilmu Gizi (Korelasi Gizi, Kesehatan dan Produktivitas Kerja). Rineka Cipta. Jakarta.

Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi

untuk Kesehatan.

Rajagrafindo Persada. Jakarta.

Lau, K. 2012. Program Pencegahan dan Penyembuhan Skoliosis untuk Anak Diaksses: 8 Februari 2015.

http://books.google.co.id/boo ks?id=bMl_xsZ3d1sC&pg=P A170&dq=vitamin+a+untuk+ pertumbuhan+tulang&hl=en& sa=X&ei=YxTcVOaQH4iwuA T4p4CoCA&ved=0CC8Q6AE wAw

Mitayani dan Sartika, W. 2010. Buku Saku Ilmu Gizi. Trans Info Media. Jakarta.

Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi 2 Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinarti. Jakarta. Muchtadi, D. 2010. Teknik Evaluasi

Nilai Gizi Protein. Alfabeta. Bandung.

Muchtadi, T., Sugiyono, Ayustaningwarno, F. 2010.


(6)

15 Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung. Nasution, A, dan Wirakusumah, E,

S. 1990. Pangan dan Gizi Untuk Kelompok Khusus. Pusat Antar Universitas Pangan dan Giz, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nasution, E. 2004. Efek

Suplementasi Zinc dan Besi pada Pertumbuhan Anak. USU. Sumatera Utara.

Nasution, M. 2003. Konsumsi Pangan Hewani dan Status Gizi Siswa SD Negeri 105349, Lubuk Pakam – Deli Serdang. Pendidikan Science. Vol. 27, No. 3. Medan.

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

Pudyani, S. 2005. Reversibilitas Kalsifikasi Tulang Akibat Kekurangan Protein Pre dan Post Natal. Dential Journal. Vol. 38. No. 3. Yogyakarta. Purwaningrum S dan Wardani Y.

2012. Hubungan Antara Asupan Makanan dan Status Kesadaran Gizi dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sewon I, Bantul. Jurnal Kesehatan Masyarakat Vol. 6 No. 3. Yogyakarta.

Regar, E dan Sekartini, R. 2013. Hubungan Kecukupan Asupan Energi dan Makronutrien dengan Status Gizi Anak Usia 5-7 Tahun di Kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur Tahun 2012. eJKI. Vol.1, No. 3. Jakarta. Sastroasmoro, S dan Ismael, S.

2002. Dasar –Dasar

Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto. Jakarta.

Simanjutak, E. 2010. Status Gizi Lanjut Usia di Daerah Pedesaan, Kecamatan Porsea Kabupaten Toha Samosir, Provinsi Sumatra Utara Tahun 2010. Tesis. Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia. Depok.

Suhardjo. 2002. Perencanaan Pangan dan Gizi. Bumi Aksara. Jakarta.

Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Bumi AKsara. Jakarta.

Suharyanto. 2009. Pengolahan Bahan Pangan Hasil Ternak. Diakses: 20 Januari 2014. Http://suharyanto.files.wordpr ess.com/2008/03/pengolahan

-bahan-pangan-asil-ternak.pdf

Sulistya, H dan Sunarto. 2013. Hubungan Tingkat Asupan Energi dan Protein Dengan Kejadian Gizi Kurang Anak Usia 2-5 Tahun. Jurnal Gizi Universitas Muhammadiyah Semarang. Vol. 2, No. 1. Semarang.

Supariasa, I. 2001. Penilaian Status Gizi. ECG. Jakarta.

Tejasari. 2005. Nilai – Nilai Pangan. Graha Ilmu. Yogyakarta. USAID. 2010. Nutrition Assesment

For 2010 New Project Design. Diakses: 3 Februari 2015

www. Indonesia. Usaid. Gov Waluyo, K. 2010. Memahami Gizi

untuk Bayi dan Anak. Puri Delko. Bandung.


Dokumen yang terkait

Konsumsi Pangan Hewani Dan Status Gizi Anak Sekolah Dasar

0 23 198

HUBUNGAN KONSUMSI PANGAN HEWANI DENGAN STATUS GIZI ANAK SD NEGERI KUDU 02 KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO Hubungan Konsumsi Pangan Hewani Dengan Status Gizi Anak SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 5 18

PENDAHULUAN Hubungan Konsumsi Pangan Hewani Dengan Status Gizi Anak SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 2 6

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI (Fe) DAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI KUDU 02 Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) Dan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Di SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukohar

0 2 18

PENDAHULUAN Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) Dan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Di SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 1 6

HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) Dan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Di SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 1 14

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI (Fe) DAN STATUS GIZI DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR DI SD NEGERI KUDU 02 Hubungan Asupan Zat Besi (Fe) Dan Status Gizi Dengan Prestasi Belajar Siswa Sekolah Dasar Di SD Negeri Kudu 02 Kecamatan Baki Kabupaten Sukohar

0 2 11

PENDAHULUAN Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Mengenai Pemilihan Makanan Jajanan Dengan Status Gizi Di SD Negeri Kudu 02 Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 2 7

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Anak Sekolah Dasar Mengenai Pemilihan Makanan Jajanan Dengan Status Gizi Di SD Negeri Kudu 02 Baki Kabupaten Sukoharjo.

0 5 4

KONSUMSI PANGAN HEWANI DAN STATUS GIZI SISWA SD NEGERI 105349, LUBUK PAKAM-DELI SERDANG.

0 1 11