KECENDERUNGAN CARA BERFIKIR ANAK CERDAS ISTIMEWA DALAM PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI : Studi Kasus Terhadap Seorang Anak 9 Tahun yang Diduga Berbakat Matematik dengan Kecenderungan Berfikir sebagai Pembelajar Visual -spasial Visual-spatial Learner.

(1)

KECENDERUNGAN CARA BERFIKIR ANAK CERDAS ISTIMEWA DALAM PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

(Studi Kasus Terhadap Seorang Anak 9 Tahun yang Diduga Berbakat Matematik dengan Kecenderungan Berfikir sebagai

Pembelajar Visual(-spasial) (Visual-spatial Learner))

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Matematika

Oleh Abdurahman NIM. 0706444

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

KECENDERUNGAN CARA BERFIKIR ANAK CERDAS ISTIMEWA DALAM PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

(Studi Kasus Terhadap Seorang Anak 9 Tahun yang Diduga Berbakat Matematik dengan Kecenderungan Berfikir sebagai

Pembelajar Visual(-spasial) (Visual-spatial Learner))

oleh Abdurahman NIM. 0706444

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Abdurahman 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Maret 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

KECENDERUNGAN CARA BERFIKIR ANAK CERDAS ISTIMEWA DALAM PEMECAHAN MASALAH GEOMETRI

(Studi Kasus Terhadap Seorang Anak 9 Tahun yang Diduga Berbakat Matematik dengan Kecenderungan Berfikir sebagai

Pembelajar Visual(-spasial) (Visual-spatial Learner)) oleh

Abdurahman NIM. 0706444

Menyetujui: Pembimbing I,

Prof. Dr. H. Didi Suryadi, M. Ed. NIP. 195802011984031001

Pembimbing II

Dr. Dadan Dasari, M.Si. NIP. 196407171991021001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph. D NIP. 196101121987031003


(4)

ABSTRAK

Perkembangan konsep cerdas istimewa dengan kesulitan ganda menambah variasi kelompok cerdas istimewa dan berbakat istimewa. Kelompok ini belum begitu dikenal di Indonesia dan sangat rentan mendapat kesalahan diagnosis, baik dalam kelompok di luar cedas istimewa maupun sub tipe kelompok cerdas istimewa dengan kesulitan ganda.

Walaupun kelompok cerdas istimewa dengan kesulitan ganda memiliki komorbiditas atau hambatan yang memungkinkan menghambat kemajuan dalam kehidupan mereka, kelompok ini memiliki potensi bakat istimewa yang tinggi sebagaimana kelompok cerdas istimewa tanpa kesulitan ganda pada umumnya.

Dalam penelitian ini digambarkan profil seorang anak sembilan tahun dari kelompok cerdas dengan gaya berfikir visual spatial learner (G/VsL) (bagian dari kelompok cerdas istimewa dengan kesulitan ganda) dan diduga memiliki bakat matematik. Salah satu karakter yang memunjukan bakat matematika subjek penelitian adalah fenomena temuan konsep-konsep geometri yang lebih dini dari usianya. Fenomena ini seolah-olah menunjukan subjek penelitian mampu berfikir deduktif, menguraikan konsep-konsep matematika untuk memperoleh rumus geometri. Namun, selama pengamatan berfikir deduktif subjek penelitian masih terbatas pada masalah konkret.

Untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian, diujikanlah beberapa soal masalah matematika yang sesuai dengan perkembangan kognitif subjek penelitian. Hasil pengujian memperlihatkan pada masalah yang diminatinya proses berfikirnya sirkuler, tidak berhenti sampai mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Dengan cara berfikir tersebut seringkali subjek penelitian mendapat selesaian yang melibatkan pengalaman insight. Setelah mendapat pengalaman insight tersebut, informasi tiba-tiba menjadi lengkap dan terbentuk skema pemahaman masalah yang baru.

Dalam pengamatan lapangan, subjek penelitian tidak memperlihatkan adanya kemajuan perkembangan kognitif yang lebih dini (baik diamati dengan tahap perkembangan kognitif Piaget maupun tingkat berfikir geometri van Hiele). Cara berfikir yang mampu membangun skema berfikir konsep geometri yang lebih dini dari usianya diduga akibat dari keunikan struktur dan aktivitas otak anak berbakat matematik.


(5)

ABSTRACT

The development of the concept of twice exceptional gifted add to the variation of group gifted and talented. In Indonesia, twice exceptional gifted is not so well-known and very fragile got wrong diagnosed either in group outside the gifted and talented or sub type on the twice exceptional gifted.

Although the twice exceptional gifted have multiple commorbidity or obstacles hindering progress in their lives, they have the potential talent as group the gifted and talented without trouble.

In research is described profile a child nine years of a group the gifted with visual-spatial learner (G/VsL) (a part of twice exceptional gifted) and suspected of having mathematically talented. One of the her character who indicate mathematically talented is the phenomenon findings concepts the geometry which earlier of her age. This phenomenon seems to indicate he is capable of deductive thinking, outlines mathematical concepts to derive the formula geometry. However, during the observation of her deductive thinking are still limited to concrete problems.

To understand the phenomenon experienced by research subjects, tested some issues about the appropriate mathematics to cognitive development research subjects. The test results showed their interest in the issue of circular thinking process, do not stop until you get the information you need. By way of thinking is often a subject of research involving solution got insight experience. After receiving the experience of insight, information suddenly becomes a full understanding of the problem and formed the new scheme.

In the field observations, the study subjects did not show any progress early cognitive development (both observed by Piaget's stages of cognitive development and the level of van Hiele geometry thinking). Way of thinking to think the scheme is capable of building geometry concepts earlier than he was expected due to the unique structure and mathematically gifted brain activity. Keywords: G/VsL, Scheme’s, Problems mathematics, Experience insights


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTO DAN KATA MUTIARA ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Batasan Istilah ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA... ... 15

A. Konsep Kecerdasan Istimewa ... 15

1. Konsep Kecerdasan ... 15

2. Konsep Kecerdasan Istimewa ... 17

a. Kecerdasan Istimewa sebagai Faktor Tunggal ... 17

b. Kecerdasan Istimewa sebagai Multifaktorial dan Dinamis ……… ... 18

c. Kelompok Cerdas Istimewa dengan Kesulitan Ganda ... 25

3. Gifted Visual-spatial Learner... 27

4. Konsep Berbakat Matematik ... 35


(7)

B. Cara Berfikir... 48

1. Pengertian Berfikir ... 48

2. Beberapa Macam Cara Berfikir ... 49

C. Perkembangan Kognitif dalam Pembelajaran Matematika ... 53

1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget ... 53

2. Teori Perkembangan Berfikir Geometri van Hiele ... 65

3. Proses Belajar dalam Pandangan Aliran Psikologi Gestalt ... 73

D. Masalah dan Pemecahan Masalah Matematika... 75

1. Pengertian dan Jenis Masalah Matematika ... 75

2. Pengertian dan Langkah-langkah Pemecahan Masalah ... 78

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 79

A. Pendekatan Penelitian ... 79

B. Metode Penelitian Kualitatif ... 80

C. Desain Penelitian Studi Kasus ... 82

D. Objek dan Subjek Penelitian ... 83

E. Lokasi penelitian ... 85

F. Instrumen Penelitian... 85

G. Data dan sumber data ... 86

H. Teknik Pengumpulan Data ... 87

I. Analisis Data ... 90

J. Uji Keabsahan Data... 92

K. Tahap-tahap penelitian ... 95

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... .... 97

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 97

1. Pengecekan Identifikasi Bakat Matematik Subjek Penelitian ... 97


(8)

b. Identifikasi Bakat Matematika ... 108

2. Gambaran Umum Pemahaman Orangtua terhadap Fenomena Pemahaman Materi Matematika Subjek Penelitian ... 116

3. Profil Tahap Perkembangan Kognitif Subjek Penelitian ... 122

4. Profil Pemahaman Konsep Luas Daerah Subjek Penelitian .... 141

5. Gambaran Pengalaman Insight Subjek Penelitian dalam Pemecahan Masalah Geometri ... 158

B. Pembahasan Fenomena Penguasaan Materi Geometri yang Lebih Dini pada Anak Berbakat Matematik ... 178

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... ... 183

A. Kesimpulan ... 183

B. Rekomendasi ... 185

DAFTAR PUSTAKA ... 189

LAMPIRAN ... 199


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Feldhusen (Dir PSLB, 2010a: 9) menyatakan bahwa, “anak cerdas istimewa (gifted child) adalah anak yang diidentifikasi oleh seorang ahli dengan kualifikasi profesional sebagai anak yang mempunyai kemampuan menonjol, diharap potensi tersebut mampu menunjukkan prestasi yang tinggi”. Pengertian ini seringkali mengarahkan pemahanan cerdas istimewa sebagai pribadi unggul yang biasanya menunjukan prestasi akademik yang bagus. Namun, karena kurangnya pengetahuan tentang anak cerdas istimewa, kuat dugaan anak-anak ini kurang mendapat pelayanan pendidikan yang sesuai –yang berimplikasi pada kurang teroptimalnya potensi kecerdasan istimewa mereka.

Sistem Pendidikan Nasional mengatur pendidikan bagi anak cerdas istimewa, sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal (5) ayat (4) bahwa: “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”. Selanjutnya dalam Pasal (12) ayat (1) poin (b) dan (f) dinyatakan bahwa: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan layanan pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuannya; serta menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan. Di samping itu penyelenggaraan pendidikan khusus bagi anak cerdas istimewa, secara khusus, dijamin UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal (52) yang berbunyi: “Anak yang memiliki keunggulan


(10)

diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus”. (dalam undang-undang ini, makna istilah “anak dengan potensi kecerdasan dan bakat istimewa” serta “anak yang memiliki keunggulan” mengarah pada pengertian anak cerdas istimewa).

Namun, layanan pendidikan khusus bagi anak cerdas istimewa yang diamanatkan sistem pendidikan nasional belum terealisasi secara optimal. Hal ini terlihat dari prioritas layanan pendidikan anak cerdas istimewa yang masih mengutamakan prosedur identifikasi dan program layanan hanya pada aspek intelektualitas saja. Aspek lain, seperti pemahaman konsep anak cerdas istimewa secara utuh, belum begitu diperhatikan. Padahal berdasarkan hasil penelitian Feldhusen (1985) terungkap bahwa pendidik yang tidak disiapkan secara khusus atau tidak memiliki latar belakang mendidik anak cerdas istimewa cenderung bersikap negatif terhadap mereka (Wedadjati, 2008: 5).

Di samping itu, ada keraguan dari beberapa orang tua (termasuk di dalamnya para pakar pendidikan) akan perlunya layanan pendidikan khusus bagi anak cerdas istimewa dan bakat istimewa dengan berpendapat: “jika anak betul-betul berbakat ia akan memenuhi kebutuhannya sendiri” (Munandar, 2009: 13). Hal tersebut bertentangan dengan realita yang diungkapkan Wiyaiswara (Mukti, 2009: 1) dengan pernyataannya, yaitu sebagai berikut:

…membiarkan seorang anak berkembang sesuai dengan azas kematangan saja akan menyebabkan perkembangan menjadi tidak sempurna dan bakat-bakat luar biasa yang sebetulnya memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi tidak berfungsi.

Senada dengan peryataan Wiyaiswara, Freeman (kompas, 28 September 2010) yang menyatakan bahwa: “…


(11)

biasa, bahkan mungkin punya kekuatan emosi yang lebih besar”. Kekeliruan pemahaman karakteristik anak cerdas istimewa ini mengindikasikan perlunya pemberian layanan pendidikan khusus bagi seluruh anak cerdas istimewa.

Secara umum, layanan pendidikan khusus untuk anak cerdas istimewa (dan bakat istimewa), di Indonesia, masih belum memadai. Muhammad, SekJen Asosiasi CIBI Nasional, (Republika OnLine, 15 Desember 2010) melaporkan bahwa:

Indonesia memiliki sekitar 1,3 juta anak usia sekolah yang berpotensi Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI) atau kerap disebut 'gifted-talented'. Sayangnya, baru 9.500 (0,7%) anak yang sudah mendapat layanan khusus dalam bentuk program akselerasi/percepatan.

Berdasarkan data tahun 2009 Muhammad (Harian Joglo Semar.com, 26 Februari 2010; Republika OnLine, 15 Desember 2010) merinci dari 260.471 sekolah di Indonesia, baru 311 sekolah yang memiliki program layanan khusus bagi anak CIBI (yaitu akselerasi) dengan persebaran yang kurang merata. Pernyataan tersebut, secara tidak langsung, menunjukkan begitu sedikitnya anak cerdas istimewa yang sudah mendapat layanan pendidikan khusus, itupun baru menyentuh anak cerdas istimewa yang dapat mengikuti pendidikan di sekolah.

Tidak semua anak cerdas istimewa dapat berhasil di sekolah, khususnya sekolah yang masih menerapkan strategi pendidikan konvensional. Secara umum, anak cerdas istimewa prestasi belajarnya tinggi dalam pendidikan konvensional, tetapi karena beberapa hal dapat pula ditemukan anak cerdas istimewa yang prestasinya tidak optimal (underachievement) (Silverman, 2000: 7) bahkan dapat dimungkinkan bermasalah.


(12)

bahwa lebih dari setengah populasi anak cerdas istimewa mempunyai masalah yang mempengaruhi pencapaian prestasi akademiknya (Mönks & Ypenburg (1995) dalam Dir PSLB, 2010c: 7). Direktorat pembinaan sekolah luar biasa (2007: 6) di salah satu materi seminar menjelaskan:

… Bila 15-20 tahun yang lalu pemahaman anak cerdas istimewa adalah anak yang super cerdas dan tidak memiliki kesulitan dalam belajar maupun kesulitan lainnya, maka asumsi tersebut sekarang ini tidak lagi sepenuhnya benar. Konsep berkecerdasan istimewa (giftedness) berubah dari konsep perkembangan single dimensi yaitu giftedness sebagai perkembangan kognitif menjadi konsep multidimensional dan dinamis (Hoogeveen dkk, 2004), yang menyangkut bukan hanya perkembangan kognitif tetapi juga berbagai aspek tumbuh kembangnya, personalitasnya, gaya belajarnya, dan lingkungannya.

Dari pernyataan di atas setidaknya dikenal dua kelompok anak cerdas istimewa, yaitu anak cerdas istimewa berprestasi dan anak cerdas istimewa dengan hambatan berprestasi.

Tidak mudah untuk mengidentifikasian anak cerdas istimewa, karena mereka bukanlah kelompok yang homogen. Tiap anak cerdas istimewa memiliki karakteristik yang bervariasi. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya: jenis kelamin, kelompok sosial budaya, adanya cacat tersembunyi atau terang-terangan, usia, dan apakah mereka mencapai atau kurang berprestasi (Reis dan Sullivan, Tanpa tahun: 1-2).

Silverman, Direktur Gifted Development Center, mengusulkan mengelompokan cerdas istimewa menjadi dua kelompok, yaitu cerdas istimewa pembelajar visual-spasial (CI/PVs) atau lebih dikenal sebagai gifted visual-spatial learner (G/VsL) dan cerdas istimewa pembelajar audio-sequensial (CI/PAs) atau lebih dikenal sebagai gifted auditory-sequential learner (G/AsL). Pengelompokan


(13)

ini berdasarkan bagaimana seseorang memperoleh, memproses, dan mengkomunikasikan ide dan informasi (Hass, 2003: 1).

Dari dua kelompok ini, kekhasan tumbuh-kembang visual-spatial learner (seringkali) menjadikan mereka kurang terlayani dalam layanan pendidikan konvensional. Gaya berfikir (cognitive style) visual-spatial learner yang simultan dan global serta tanpa kehilangan makna detilnya (van Tiel, tanpa tahun: 1), sulit diterima dalam layanan pendidikan konvensional. Gaya berfikir ini berbeda dengan pendekatan pendidikan konvensional yang lebih menekankan gaya berfikir sekuensial, yaitu yang menuntut peserta didik bekerja langkah demi langkah, menekankan pada latihan soal dan repetisi, reviu dan ujian yang dibatasi oleh waktu (Dir PSLB, 2010b: 15).

Dalam menjawab soal masalah, khususnya matematika, kelompok G/VsL cenderung tidak menampilkan pekerjaanya. Proses pekerjaan mereka cenderung tidak bekerja langkah demi langkah. Pencapaian selesaian yang akurat, seringkali mereka dapat secara intuitif. Namun, mereka tidak dapat menjelaskan bagaimana proses penemuannya (Golon, 2004: 1 - 2).

Di samping itu, beberapa anak cerdas istimewa mengalami pola tumbuh kembang tidak harmonis (dyssynchronie/asynchronous development), baik dalam aspek perkembangan dalam dirinya sendiri maupun ketidakharmonisan dengan perkembangan teman-teman sebayanya (Dir PSLB, 2007: 8; Dir PSLB, 2010c: 170). Ketidakharmonisan perkembangan anak cerdas istimewa yang dimaksud meliputi: kemampuan intelektual, kemampuan fisik, dan kematangan emosional. Semakin tinggi perkembangan kognisi anak cerdas istimewa maka terjadi


(14)

ketidakharmonisan perkembangan yang semakin besar dan luas (Silverman dalam Dir PSLB, 2007: 6).

Akibat dari ketidakharmonisan tumbuh kembang, beberapa anak cerdas istimewa sulit ditangani dalam pendidikan konvensional. Sebagai contoh kasus lompatan perkembangan kognitif yang dialami seorang ahli matematika terbesar sepanjang masa, Carl Friedrich Gauss. Keunggulan perkembangan kognitif Gauss sudah terlihat sejak usia dini. Di usia tiga tahun Gauss pernah mengoreksi kesalahan kalkulasi ayahnya dalam bidang keuangan. Selanjutnya di usia tujuh tahun Gauss pernah menegur jawaban gurunya mengenai kekeliruan hasil penjumlahan tugas menghitung seratus bilangan dari 81297 + 91495 + 81693 + … + 100899. Peristiwa ini sangat mengejutkan gurunya sehingga dia merasa tidak mampu mengajar Gauss lagi dan merelakan uang gajinya untuk membelikan Gauss buku teks aritmetika terbaik (http://www.mate-mati-kaku.com/matematikawan/carlFriedrichGauss.html; http://scientific-child-prodigy .blogspot.com/2007/06/johann-carl-friedrich-gauss.html).

Dalam kasus lain, ketidakharmonisan tumbuh kembang anak cerdas istimewa dapat pula diikuti dengan komorbiditas (commorbidity), yaitu suatu gangguan lain yang muncul secara bersamaan atau menyertai diagnosa lain selain kecerdasan istimewanya (Dir PSLB, 2010c: 39). Munculnya gangguan ikutan ini berpotensi meningkatkan timbulnya masalah pencapaian prestasi anak cerdas istimewa. Sebagai contoh, kasus yang dialami oleh sang penemu bola lampu (kawat pijar bola lampu), Thomas Alva Edison.


(15)

mendunia, tetapi hanya beberapa orang yang tahu bahwa Edison merupakan anak yang kurang beruntung di sekolah. Frith (2007: 8-9) memaparkan bahwa:

Di sekolah, guru Al mengeluh bahwa Al tidak memperhatikan pelajaran. Ia sering tertidur. Mungkin bosan atau tidak dapat mendengar apapun. Suatu hari Al yang berusia delapan tahun mendengar gurunya memberitahu seseorang bahwa dia adalah anak yang “Linglung”. Maksud gurunya itu adalah ada kesemrawutan dalam otak Al. Ketika Al memberi tahu ibunya tentang hal ini, ibunya menjadi sangat marah. Ia mengeluarkan Al dari sekolah itu dan mulai mengajarinya di rumah. Al sangat suka membaca. Betapa akan terkejutnya guru Al jika ia melihat buku-buku sulit yang diberikan ibu Al kepada Al untuk dibaca. Buku-buku tentang sejarah, alam, dan ilmu pengetahuan. Ia membaca buku-buku itu secepat mungkin. Ada satu buku favoritnya. Buku ini berjudul Ikhtisar Filosofi Alamiah dan Eksperimental. Itu adalah buku ilmu pengetahuan. Buku itu membahas tentang listrik, baterai, mainan-mainan elektrik, dan masih banyak lagi. Di dalamnya terdapat eksperimen-eksperimen sederhana….

Dari pemaparan di atas, Al (pangilan kecil untuk Thomas Alva Edison) digambarkan sebagai seorang anak cerdas istimewa yang memiliki komorbiditas berupa gangguan pendengaran. Dengan kondisi seperti ini Al tidak mampu memperlihatkan prestasi yang baik di sekolah. Baru setelah Al keluar sekolah, didukung pemilihan pendekatan pendidikan yang individual dari orangtuanya, Al mengembangkan kecerdasan istimewanya sesuai dengan keunikannya.

Anak cerdas istimewa yang bermasalah di sekolah akibat kekhasan tumbuh-kembang seperti dua kasus di atas dapat ditemukan di hampir semua belahan dunia, termasuk Indonesia. Salah satu contohnya penulis temukan pada satu keluarga yang berdomisili di Bandung dengan semua anaknya diduga termasuk anak cerdas istimewa. Sebut saja Izzan anak kedua dari tiga bersaudara berusia sembilan tahun. Karena kekhasan tumbuh-kembangnya, Izzan pernah


(16)

mendapat berbagai label yang berbeda-beda dari para ahli, termasuk label sebagai penyandang Asperger syndrome.

Terdiagnosa sebagai Asperger syndrome (AS) sempat membuat Ibunya meragukan kecerdasan-istimewa Izzan. Kadang-kadang Izzan mengaku merasa “blank”; seakan-akan kehilangan kontak dengan dunia; tidak merespon ketika dipanggil atau diajak mengobrol secara verbal; konsentrasinyapun sangat mudah terganggu ketika mendapat terlalu banyak stimulus.

Walaupun hasil perolehan skor test IQ total Izzan (22 Januari 2010) mencapai lebih dari 140 (skala wescler) tetapi motivasi internal sangat kurang (Bataviase.co.id, 1 Mei 2011). Dengan kondisi ini, Izzan memiliki kinerja yang kurang baik dalam mengikuti kegiatan sekolah, bahkan dengan keinginan sendiri dia memilih berhenti sekolah sejak Taman Kanak-kanak (Abdurahman, 2010: 57). Dari pengamatan awal melalui wawancara dan catatan-catatan hasil belajar Izzan dari orangtuanya (Ibunya), Izzan menunjukan ketertarikan pada fenomena alam (fisika). Di usia enam tahun, Izzan mulai banyak bertanya tentang Astronomi dengan pertanyaan kritis seorang anak, misalnya: bagaimana Newton dapat menjelaskan hukum-hukum benda bergerak (planet) padahal Newton belum pernah pergi ke luar angkasa. Karena ketertarikannya pada konsep fisika, ibunya menawarkan Izzan untuk mempelajari materi dasarnya, yaitu matematika.

Dalam pembelajaran matematika Izzan memiliki ketertarikan yang tidak biasa. Terbilang mulai tanggal 16 November 2008, Izzan belajar matematika mengikuti Buku Sekolah Elektronik (BSE). Dalam waktu belajar yang relatif singkat (berkisar satu sampai satu jam tiga puluh menit sehari), di usia delapan


(17)

tahun Izzan sudah mempelajari materi integral benda putar (wawancara pribadi, April 2011).

Dalam dokumentasi catatan belajar matematika Izzan ditemukan fenomena belajar Izzan yang unik. Tanpa diajarkan sebelumnya, Izzan mendapat temuan gagasan-gagasan konsep geometri dengan cara berfikirnya sendiri. Di usianya yang baru menginjak 6 Tahun 9 Bulan, Izzan mengkontruksi beberapa rumus luas daerah dan volume bangun tiga dimensi hanya dengan cara

“membayangkan”. Temuan-temuan tersebut adalah sebagai berikut: fakta volume kerucut merupakan sepertiga volume tabung; fakta luas permukaan bola adalah empat kali luas daerah lingkaran; menghitung volume kerucut dengan pendekatan volume limas; fakta volume kerucut adalah seperempat bola. Semua temuan itu didapat pada hari yang sama.

Walaupun temuan Izzan bukan temuan baru, proses penemuan Izzan merupakan fenomena yang menarik untuk diteliti. Temuan-temuan gagasan geometri Izzan tidak melalui pembuktian penalaran secara deduktif, berhubung perkembangan kognitif (Piaget)nya belum mencapai tahap operasional formal. Dalam catatan belajar Izzan proses penemuan tersebut tidak begitu tergali. Ibunya cukup puas dengan temuan-temuan Izzan sehingga lebih fokus mendokumentasikan gagasan-gagasan yang dikemukakan Izzan. Dengan demikian dokumentasi hasil belajar tersebut masih menyimpan pertanyaan tentang bagaimana fenomena itu dapat terjadi.

Dari fenomena pemahaman pada beberapa materi matematika Izzan yang dikuasai lebih dini, ada dugaan Izzan mampu mengkontruksi struktur (skema)


(18)

berfikirnya untuk membangun gagasan baru. Dugaan ini didukung dari cara belajar (berfikir) Izzan yang cenderung membangun konsep dari seluruh pengalamanya –dan kemudian akan dipertanyakan kembali. Sebagai contoh terlihat pada pembelajaran di usia tujuh tahun empat bulan. Ketika Ibunya memperkenalkan konsep sudut, Izzan mengembangkannya konsep dengan mempertanyakan derajat sudut lengkung. Ibunya yang kewalahan dengan pertanyaan tersebut kemudian meminta bantuan kepada dosen matematika kenalannya. Rupanya jawaban dosen tersebut kurang dapat memuaskan keingintahuan Izzan –diapun mulai berteori. Ibunya yang penasaran dengan pertanyaan Izzan melanjutkan mencari jawaban kembali dan akhirnya diketahui bahwa pertanyaan Izzan merupakan materi kuliah Spherical Astronomi dari jurusan Astronomi tingkat 2 di ITB. Dalam kuliah inilah dugaan Izzan mendapat tanggapan yang baik.

Fenomena penguasaan beberapa materi matematika lebih dini yang disebabkan karena cara berfikir yang berbeda sering kali dihubungkan dengan karakter anak berbakat matematik. Anak berbakat matematik memiliki aktivitas otak yang unik yang memungkinkan mereka dapat menanggapi masalah dengan cara berfikir yang berbeda.

Bagi peneliti fenomena belajar Izzan sangat penting untuk diteliti karena dapat menggambarkan bagaimana cara berfikir berbeda kelompok anak berbakat matematik. Salah satunya karena alasan tersebut, peneliti tertarik mengangkat fenomena tersebut ke dalam skripsi yang berjudul “Kecenderungan Cara Berfikir Anak Cerdas Istimewa dalam Pemecahan Masalah Geometri”.


(19)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kesesuaian indikator karakter dan perilaku berbakat matematika pada subjek penelitian?

2. Bagaimana tingkat perkembangan kognitif subjek penelitian?

3. Bagaimana skema berfikir luas daerah bangun datar subjek penelitian?

4. Bagaimana proses terjadi pemahaman beberapa materi geometri subjek penelitian yang dikuasai lebih dini dapat terjadi?

5. Bagaimana hubungan fenomena penelitian dalam kaitannya dengan cara berfikir memahami masalah yang berbeda pada anak berbakat matematik?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk memperoleh jawaban atas masalah yang telah dirumuskan di atas. Tujuan tersebut adalah untuk:

1. Mengamati karakter dan perilaku bakat matematika pada subjek penelitian. 2. Menganalisa tingkat perkembangan kognitif subjek penelitian.

3. Menganalisa skema berfikir subjek penelitian terhadap luas daerah pada bangun datar.

4. Mengamati proses terjadi pemahaman pada beberapa materi geometri subjek penelitian yang dikuasai lebih dini.

5. Mendeskripsikan hubungan fenomena penelitian dalam kaitannya dengan cara berfikir memahami masalah yang berbeda pada anak berbakat matematik.


(20)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti, pendidik, G/VsL, dan orangtua G/VsL. Berikut ini mamfaat yang diharapkan, yaitu :

1. Bagi Peneliti, dengan penelitian ini diharapkan peneliti dapat: a. Memahami karakteristik kelompok G/VsL berbakat matematik, b. Menambah wawasan dan pengalaman tentang G/VsL,

c. Merancang bahan ajar matematika untuk anak G/VsL.

2. Bagi pendidik, dengan penelitian ini diharapkan pendidik dapat: a. Mengoptimalkan pembelajaran matematika bagi anak G/VsL, b. Mempertimbangkan penanganan kelompok G/VsL,

c. Mengurangi masalah belajar di kelas.

3. Bagi G/VsL, dengan penelitian ini diharapkan pembelajar G/VsL dapat: a. Mengenal karakteristik sebagai G/VsL.

b. Memperoleh pembelajaran yang sesuai karakteristik G/VsL. c. Mengatasi masalah belajar seorang G/VsL.

4. Bagi orangtua G/VsL, dengan penelitian ini diharapkan orangtua G/VsL dapat:

a. Memahami gaya belajar matematika kelompok G/VsL.

b. Membedakan karakteristik belajar matematika G/VsL (secara khusus) dengan karakteristik penyandang AS.

c. Membantu mengurangi konflik keluarga dalam menangani penyandang G/VsL.


(21)

E. Batasan Istilah

Istilah yang digunakan pada suatu penelitian mempunyai makna tersendiri. Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca, peneliti memberi penjelasan terhadap istilah-istilah yang terkait dalam penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Gifted Visual-spatial Learner (G/VsL)

Gifted Visual-spatial Learner merupakan salah satu kelompok Cerdas Istimewa dan Bakat Istimewa (CIBI) dengan pemikir khas, mereka memiliki memori jangka panjang yang kuat dan keterampilan observasi. Mereka belajar lebih baik dari melihat daripada mendengar; berfikir dalam gambar dan biasanya “melihat” sesuatu secara “keseluruhan”. Pemrosesan ini membutuhkan banyak waktu menerjemahkan gambar dan fikiran mereka ke dalam kata-kata.

2. Anak berbakat matematik

Anak berbakat matematik merupakan bagian kelompok anak CIBI yang menunjukan potensi kemampuan matematika yang menjanjikan. Mereka memiliki stuktur dan aktivitas otak unik yang memungkinkan dapat memahami masalah (matematika) yang cara berbeda.

3. Skema

Skema adalah suatu stuktur mental atau kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema seseorang mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya pengalaman dan perkembangan kognitifnya.


(22)

4. Soal Pemecahan Masalah matematika

Suatu soal yang benar-benar baru bagi pemecah masalah, dan pada soal tersebut tidak dapat ditemukan cara/teknik yang dapat digunakan secara langsung menyelesaikan soal tersebut.

5. Insight learning

Merupakan proses belajar yang terjadi secara tiba-tiba sehingga proses belajar menjadi lengkap. Insight learning tidak terjadi dengan sendirinya tetapi merupakan hasil dari banyak pemikiran dan kerja keras dari pengalaman-pengalaman sebelumnya.


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai metodologi yang digunakan dalam penelitian ini mencakup: pendekatan penelitian; metode penelitian;desain penelitian studi kasus; objek dan subjek penelitian; lokasi penelitian; instrumen penelitian; data dan sumber data; teknik pengumpulan data; analisis data; uji keabsahan data; dan tahapan penelitian. Adapun uraiannya sebagai berikut:

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Strauss dan Corbin dalam Cresswell (Rahmat, 2009: 2), yang dimaksud penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Kirk dan Miller (1986 dalam Abidin, 2006: 31 - 32), menyebut penelitian kualitatif sebagai suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental tergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang dalam peristilahannya. Bogdan dan Taylor memberi batasan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Moleong (2005 dalam Kuntjojo, 2009: 15) menyatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan,


(24)

bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Pendekatan kualitatif sering juga disebut sebagai metode alamiah (Lincoln dan Guba, 1985) karena menghendaki adanya kenyataan-kenyataan sebagai keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya. Selain itu pendekatan kualitatif sering juga disebut metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan dalam situasi yang wajar atau dalam “natural setting” (Nasution, 1988) (Abidin,

2006: 32).

B. Metode Penelitian Kualitatif

Dalam prakteknya kegiatan penelitian dengan pendekatan kualitatif, terdapat berbagai jenis metode, misalnya (1) studi kasus; (2) etnografi; (3) fenomenologi; (4)

grounded theory; (5) etnometodologi; (6) life history; (7) observasi partisipan.

Masing-masing metode itu memiliki karakteristik dan teknik-teknik spesifik tersendiri dalam mendekati dan menelaah sebuah fenomena sosial (Mudjianto, Tanpa tahun: 156).

Berkaitan dengan metode penelitian kualitatif, penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Menurut Yin (1981 dalam Mudjianto, Tanpa tahun: 164), “studi

kasus adalah suatu inkuiri empiris yang menyelidiki fenomena di dalam konteks kehidupan yang nyata, bilamana batasan antara fenomena dan konteks yang dipelajari tidak tampak dengan tegas dan bila multi sumber bukti dimanfaatkan”. Dengan kata


(25)

lain, studi kasus dibutuhkan apabila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa yang akan dipelajari, seperti cara berfikir anak cerdas istimewa.

Alasan-alasan utama pengunaan model pendekatan studi kasus dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

a. Cerdas istimewa merupakan suatu fenomena yang sulit dijelaskan. Baik pengidentifikasian maupun pilihan pendidikan yang sesuai bagi mereka masih dalam perdebatan para ahli. Konsep cerdas istimewa ini terus mengalami perkembangan dan belum disepakati bersama.

b. Berkembangnya konsep cerdas istimewa dengan kesulitan ganda menambah variasi cerdas istimewa sekaligus berpotensi munculnya pemahaman yang salah. c. Karakter individu berbakat matematik sebagai bagian dari kelompok cerdas

istimewa belum begitu dipahami sebagian besar pendidik, orangtua, maupun masyarakat disekitarnya.

d. Karakter individu berbakat matematik dapat pada anak-anak. Karakter anak berbakat matematik lebih sulit teridentifikasi karena keunikan tumbuh-kembang anak dan terkadang muncul tanpa diikuti prestasi matematika yang berarti.

e. Seringkali anak berbakat matematik tertarik pada suatu konsep matematika yang lebih tinggi dengan usianya. Fenomena ini berpotensi disalahartikan oleh masyarakat awam.

f. Pendidik maupun orang awam umumnya mengetahui bahwa anak berbakat matematik menanggapi masalah (matematika) dengan cara berfikir yang berbeda.


(26)

Namun, bagaimana perbedaan cara berfikir tersebut, belum diketahui dengan jelas.

g. Cara berfikir merupakan proses mental yang sulit digeneralisasikan polanya.

C. Desain Penelitian Studi Kasus

Nachmias dan Nachmias (1976) mendeskripsikan desain penelitian sebagai suatu rencana yang membimbing peneliti dalam proses pengumpulan, analisis dan interpretasi observasi. Desain penelitian merupakan suatu model pembuktian logis yang memungkinkan peneliti untuk mengambil inferensi mengenai hubungan kausal antar variabel di bawah suatu penelitian. Desain penelitian tersebut juga menentukan ranah kemungkinan generalisasi, yaitu apakah interpretasi yang dicapai dapat digeneralisasikan terhadap suatu populasi yang lebih besar atau situasi-situasi yang berbeda. (Philliber dkk, 1980) (dalam Mudjianto, Tanpa tahun: 157).

Studi kasus sendiri mempunyai beberapa desain penelitian. Berdasarkan model pengkajiannya, yaitu eksploratif, deskriptif, dan eksplanatif. Berdasarkan besaran atau jumlah kasus terkait dengan model analisisnya, yaitu: kasus tunggal dengan single level analysis, kasus tunggal dengan multilevel analysis, kasus jamak dengan single level analysis, dan kasus jamak dengan multi-level analysis. Dilihat dari aspek pemilihan kasus sebagai obyek penelitian, ada tiga macam studi kasus yang selama ini dikembangkan oleh para periset kualitatif, yaitu: intrinsic case study,

instrumental case study, dan collective case study (Mudjianto, Tanpa tahun: 161 -


(27)

Dari beberapa desain penelitian studi kasus di atas, desain penelitian ini digolongkan ke dalam desain deskriptif, desain kasus tunggal dengan single level

analysis, dan desain instrumental case study. Desain penelitian jenis deskriptif, yaitu

penelitian yang bertujuan memberi gambaran atau menerangkan fenomena yang diteliti. Desain penelitian kasus tunggal dengan single level analysis ialah analisa yang digunakan untuk menyoroti perilaku individu dengan satu masalah penting. Sedangkan penelitian instrumental case study merupakan studi atas kasus untuk alasan eksternal, bukan karena ingin mengetahui hakikat kasus tersebut. Kasus hanya

dijadikan sebagai „sarana‟ untuk memahami hal lain di luar kasus, seperti misalnya untuk membuktikan suatu teori yang sebelumnya sudah ada.

D. Objek dan Subjek Penelitian

Salah satu karakter dan perilaku bakat matematika adalah fenomena penguasaan beberapa materi matematika yang lebih dini, lebih cepat dari pada usianya. Fenomena ini sangat menarik untuk diteliti, karena bagaimanapun juga cara berfikir anak berbeda dengan cara berfikir orang dewasa. Karena itu, yang dijadikan objek penelitian adalah fenomena penguasan materi matematika yang lebih cepat dari usianya akibat dari cara berfikir yang berbeda pada anak berbakat matematik.

Untuk memahami objek penelitian tersebut, peneliti memilih seorang anak berusia sembilan tahun bernama Musa Izzanardi yang diduga termasuk anak berbakat matematik sebagai subjek dari penelitian. Beberapa alasan peneliti mengkaji subjek peneliti diantaranya sebagai berikut:


(28)

1. Subjek penelitian di usia dini telah menunjukan ketertarikan pada konsep matematika. Subjek tertarik pada beberapa materi matematika di atas usianya, bahkan dapat menyelesaikan beberapa soal masalah matematika dengan skema berfikirnya sendiri.

2. Dari hasil tes IQ subjek penelitian dalam skala Wechsler, skor potensi IQ subjek penelitian lebih dari 140 (termasuk kelompok cerdas istimewa). Namun, ada ketidaksinkronan skor IQ, antara skor verbal-IQ (VIQ) dan performance- IQ (PIQ) (VIQ>PIQ). Jika ketidaksingkronan ini memunculkan “gangguan”, subjek penelitian dapat dikatagorikan sebagai cerdas istimewa dengan kesulitan ganda. Dugaan ini diperkuat dengan kesuaian karakter subjek penelitian dengan daftar ceklis karakter visual spatial learner dari Silveman (salah satu contoh kasus kelompok cerdas istimewa dengan gaya belajar yang berbeda).

3. Subjek penelitian tidak mengikuti sekolah formal, dia seorang pelajar

homeschooling yang berdomisili di Bandung. Pembelajaran matematika dipelajari

subjek peneliti sesuai keinginannya. Hal tersebut memungkinkan, pengaruh lingkungan luar (khusus guru) tidak begitu kuat sehingga proses pembentukan skema berfikirnya terbentuk secara alami.

4. Dari usianya (Sembilan tahun), subjek penelitian diperkirakan belum mencapai tahap berfikir formal dalam teori tahapan perkembangan kognitif Piaget. Sehingga cara berfikirnya diperkirakan akan berbeda dengan cara orang dewasa (yang telah berfikir logis).


(29)

Melalui desain penelitian instrumental case study, kasus yang terjadi pada subjek penelitian dijadikan sebagai sarana untuk memahami objek penelitian secara mendalam.

E. Lokasi penelitian

Subjek penelitian merupakan pelajar homeschooling di kota Bandung yang tidak terikat dengan ruang kelas. Karena itu lokasi pelaksanaan penelitian disesuaikan dengan kesepakatan keluarga subjek penelitian.

F. Instrumen Penelitian

Menurut Sugiono (2009: 223), dalam penelitian kualitatif segala sesuatu yang akan dicari objek penelitian belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang diharapkan semuanya belum jelas. Rancangan penelitian masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki objek penelitian. Dengan ketidakpastian tersebut, instrumen penelitian belum dapat dikembangkan sebelum masalah yang diteliti jelas. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan intrumen kunci.

Peneliti adalah instrumen utama dalam penelitian kualitatif. Namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian yang sederhana, yang diarahkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiono, 2009: 223 - 224).


(30)

Penelitian kualitatif tidak lepas dari validasi. Walaupun instrumen utamanya adalah peneliti, peneliti dituntut mampu memvalidasi diri melalui evaluasi diri: seberapa jauh pemahaman peneliti terhadap metode kualitatif, pengusaan teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal memasuki lapangan. untuk itu peneliti harus mengumpulkan dan mempelajari banyak data yang berhubungan dengan objek dan subjek penelitian. Karena itu peneliti melakukan studi literatur yang mendalam terhadap kasus-kasus yang berhubungan dengan cara berfikir subjek penelitian terhadap pemecahan masalah matematika.

G. Data dan sumber data

Sumber data merupakan segala keterangan atau informasi mengenai hal yang berkaitan dengan masalah dibahas. Dalam hal ini sumber data yang digunakan adalah:

a. Sumber data primer yaitu sumber data yang mempunyai kaitan langsung dengan masalah-masalah yang dibahas (Sugiono, 2009: 225), data ini diperoleh dari pengamatan dan wawancara mendalam.

b. Sumber data sekunder yaitu sumber data yang digunakan atau diperoleh secara tidak langsung dalam permasalahan yang dibahas (Sugiono, 2009: 225). Data ini diperoleh dari. catatan-catatan belajar subjek penelitian dari orangtua subjek, artikel dan laporan hasil penelitian tentang visual spasial learner dan mathematically gifted yang bersumber dari internet, artikel-artikel tentang cerdas istimewa dari mailinglist anakbakat@yahoogroups.com, diskusi pribadi dengan


(31)

orangtua subjek dan pembina kelompok diskusi mailinglist anakbakat@yahoogroups.com melalui jejaring sosial facebook, dan perbandingan pengalaman peneliti dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah geometri.

H. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang berhubungan dengan fenomena cara berfikir subjek penelitian terhadap (soal) masalah matematika, peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data. Sugiono (2009: 225) membagi empat macam teknik pengumpulan data yang umum digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu: observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi.

Teknik yang digunakan pada penelitian ini adalah triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pengumpulan data yang menggabungkan berbagai teknik (metode) pengumpulan data dan sumber data yang tersedia. Tujuan triangulasi bukan untuk mencari kebenaran dari suatu fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan (Sugiyono, 2009: 241).

Jenis triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini lebih pada triangulasi

“teknik” pengumpulan data, yaitu mengunakan bermacam-macam metode pada sumber yang sama (Sugiono, 2009: 241). Adapun metode-metode pengumpuan data yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yaitu teknik pengumpulan yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan,


(32)

waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan (Kurniawan dkk, 2008: 8). Faisal (1990 dalam Sugiyono, 2009: 226) mengklasifikasikan observasi menjadi observasi berpartisipasi, observasi secara terang-terangan dan tersamar, dan observasi yang tak struktur. Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan tidak berstruktur. Hal ini karena dalam penelitian ini belum begitu jelas. Dalam observasi penelitian ini, tidak menggunakan instrument penelitian yang baku. Peneliti hanya menggunakan rambu-rambu pengamatan. Peneliti dapat melakukan pengamatan bebas, mencatat hal-hal yang menarik, melakukan analisi dan kemudian membuat simpulan.

2. Wawancara

Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk pertukaran informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat mengkontruksi makna dalam suatu topik tertentu. Esterberg (2002, dalam Sugiyono, 2009: 233) mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara tidak terstruktur.

Wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara bebas, peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang tersusun sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan data. Pengunaan pedoman wawancara hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Dalam wawancara tidak terstruktur, peneliti diharapkan lebih banyak mendengar apa yang diceritakan subjek penelitian. Peneliti dituntut mampu menganalisa setiap jawaban subjek penelitian guna menyusun pertanyaan berikutnya


(33)

“berputar-putar baru menukik” agar pertanyaan fokus pada satu tujuan (Sugiono, 2009: 234). Metode wawancara seperti ini bertujuan untuk mengali lebih dalam informasi tentang subjek penelitian.

Dalam prakteknya metode wawancara dapat dilaksanakan bersama-sama dengan observasi (Sugiono, 2009: 232) (dalam waktu yang sama atau bergantian). Hasil wawancara dapat dicek melalui observasi ataupun sebaliknya. Baik dilaksanakan dalam waktu yang sama maupun bergantian, teknik wawancara dan teknik observasi dapat saling melengkapi data penelitian. Kombinasi kedua teknik ini dapat menghasilkan data yang lebih mendalam.

Pengunaan kombinasi metode wawancara dan observasi dimaksudkan agar mendapat pengamatan yang lebih mendalam dalam pengumpulan informasi tentang: 1) kesesuaian daftar ceklis karakter dan perilaku bakat matematika pada subjek penelitian; 2) tingkat berfikir kognitif subjek penelitian; 3) penguasaan materi matematika subjek penelitian; 4) skema berfikir subjek penelitian terhadap materi matematika yang dikuasinya; 5) pemahaman jenis-jenis masalah dan strategi penyelesaian masalah subjek penelitian; 6) proses pencarian selesaian masalah subjek penelitian.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari catatan-catatan publik tentang hal-hal penting yang berhubungan dengan penelitian. Studi dokumentasi ini merupakan penunjang


(34)

Metode dokumentasi, peneliti lakukan di sepanjang penelitian. Sebelum memasuki lapangan, peneliti mempelajari catatan-catatan belajar subjek penelitian dari orangtua subjek untuk memahami bagaimana keberadaan karakter dan perilaku bakat matematika subjek penelitian serta cara berfikir subjek penelitian berdasarkan pandangan orangtua (sebagai pendidik subjek penelitian). Dalam kesempatan ini peneliti juga mempelajari bagaimana terjadinya proses pembelajaran matematika subjek penelitian. Hasil dokumentasi ini akan dijadikan sebagai petunjuk untuk menyusun instrumen tes yang yang akan digunakan dalam pengumpulan data pada tahap berikutnya.

Studi dokumentasi tetap dilakukan selama penelitian di lapangan dan setelahnya. Selama penelitian di lapangan, seiring dengan semakin jelasnya fokus penelitian, studi dokumentasi digunakan untuk menyempurnakan penyusunan instrumen penelitian. Setelah penelitian di lapangan selesai, studi dokumentasi digunakan untuk menguji keabsahan data. Temuan-temuan di lapangan kemudian dicari kesesuaian dengan studi literatur terhadap laporan hasil-hasil penelitian yang relevan dan artikel ilmiah yang berhubungan. Jika dalam hasil analisis tersebut data belum mengarah pada satu kesimpulan, dilakukan perpanjangan pengamatan sampai data jenuh.

I. Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,


(35)

sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain (Sugiono, 2009: 244).

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan (sugiyono, 2009: 245). Miler dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh (Sugiono, 2009: 246). Aktivitas dalam analisis data yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan dan verifikasi.

1. Reduksi data (data reduction)

Selama penelitian kualitatif, jumlah data akan semakin banyak, kompleks, dan rumit. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya sehingga memperoleh gambaran masalah yang jelas (Sugiono, 2009: 247).

2. Penyajian data (data display)

Data yang telah direduksi kemudian disajikan agar data lebih terorganisir, tersusun dalam pola hubungan, sehingga semakin mudah difahami. Bentuk penyajian data dalam penelitian kualitatif umumnya disajikan dalam bentuk teks naratif. Selain naratif dapat juga dibentuk dalam grafik, matrik, network (jejaring kerja), dan chart (Sugiono, 2009: 249).


(36)

Dalam penelitian kualitatif umumnya kesimpulan awal telah dibuat. Tujuannya adalah untuk menduga jawaban yang mungkin dari rumusan masalah dalam proposal penelitian.

Pada tahap ini bertujuan untuk mendapat kesimpulan yang kredibel. Dalam penelitian kualitatif, seringkali kesimpulan awal bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan didukung oleh bukti yang valid dan konsisten (jenuh) saat pengumpulan data di lapangan, kesimpulan seperti inilah yang merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiono, 2009: 252).

J. Uji Keabsahan Data

Untuk mempertanggungjawabkan kredibilitas dalam penelitian ini, peneliti menguji keabsahan data dengan cara berikut:

1. Melaksanakan triangulasi

Triangulasi adalah langkah yang dilakukan untuk menguji keabsahan data penelitian, terutama tentang konsistensi dari data tersebut. Sugiyono (2009: 273) membagi tiga jenis triangulasi, antara lain: triangulasi sumber data, triangulasi teknik pengumpulan data, triangulasi waktu pengumpulan data.

Penelitian ini hanya menggunakan triangulasi teknik pengumpulan data. Triangulasi teknik pengumpulan data merupakan pengujian kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik (metode) yang berbeda (Sugiono, 2009: 274). Metode yang dimaksud dalam


(37)

penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Triangulasi sumber data sulit terlaksana karena cara berfikir merupakan proses individual yang tergantung pada pengalaman pemikir yang bersangkutan. Sangat sulit mendapat data valid dari cara befikir seseorang dari dari orang lain. Sedangkan alasan triangulasi waktu pengumpulan data tidak dilaksanakan karena pemahaman seseorang itu dapat dipengaruhi pengalaman, cara berfikir seseorang pada saat ini kemungkinan akan berbeda dengan cara berfikir di waktu yang lain karena bertambahnya pengalaman.

2. Memperpanjang pengamatan

Pada awal melakukan pengamatan, peneliti mungkin masih dianggap orang asing, masih dicurigai, sehingga informasi yang diberikan masih belum lengkap. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti dapat mengeceknya dengan melakukan perpanjangan pengamatan. Dengan perpanjangan pengamatan ini, hubungan peneliti dengan narasumber (subjek penelitian dan orangtua subjek penelitian) akan semakin berbentuk rapport, semakin akrab (tidak ada jarak lagi), semakin terbuka, saling mempercayai sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi. Bila telah terbentuk rapport, maka akan terjadi kewajaran dalam penelitian, kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu perilaku yang sedang dipelajari (Sugiono, 2009: 271).

Perpanjangan pengamatan dilakukan jika data yang subjek penelitian meragukan. Misalnya peneliti merasa ragu dengan pernyataan subjek penelitian yang mengatakan tidak dapat menyelesaikan masalah dengan pendekatan aljabar. Peneliti pengamatan yang lebih yang mendalam, dengan melibatkan diri pada kegiatan anak


(38)

pemainan peneliti memberikan tes dan mewawancarainya hingga memperoleh jawaban yang meyakinkan.

3. Diskusi dengan teman sejawat

Dalam pengecekan data kualitatif ada kalanya pendapat peneliti terlalu kuat sehingga fenomena yang sebenarnya tidak teranalisis dengan baik. Analisis penelitian ini membutuhkan orang lain untuk mendampinginya selama proses penelitian. Proses pendampingan ini dapat diarahkan sebagai teman berdiskusi untuk mengulas tentang pelaksanaan penelitiannya, atau dapat juga diarahkan sebagai teman untuk berdebat yang selalu mengkritisi peneliti dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tajam mengenai penelitian.

Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti mandapatkan banyak teman diskusi, termasuk dosen pembimbing, keluarga subjek penelitian, kelompok diskusi mailinglist anakbakat@yahoogroups.com, dan orang-orang yang tertarik pada penelitian anak cerdas istimewa.

4. Menggunakan bahan referensi

Bahan-bahan referensi dapat digunakan sebagai alat yang dapat mengkritisi hasil penelitian, terutama untuk keperluan evaluasi dan konfrontasi teori, guna menguji atau mengikis asumsi dan prasangka peneliti ketika melakukan proses analisis informasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan berbagai bahan referensi seperti berupa hasil penelitian terdahulu yang sejenis, buku-buku dan artikel-artikel yang relevan.


(39)

K. Tahap-tahap penelitian

Fenomena penguasan materi matematika yang lebih cepat dari usianya karena cara berfikir yang berbeda dari anak berbakat matematik merupakan masalah yang tidak umum dalam penelitian. Sejauh pengetahuan peneliti, belum ada penelitian khusus yang menjelaskan fenomena tersebut. Karena itu rancangan penelitian disusun dari dugaan-dugaan yang bersifat sementara dan akan berkembang selama proses penelitian.

Untuk memudahkan memahami bagaimana proses penelitian berlangsung, berikut dipaparkan garis-garis besar dari tahapan penelitian, yaitu:

1. Studi literatur mengenai subjek dan objek penelitian

Pada tahap ini bertujuan untuk mencari fokus penelitian serta menyusun instrumen yang akan digunakan selama penelitian.

2. Pengecekan bakat matematika terhadap subjek penelitian

Pada tahap ini dikumpulkan data berupa dokumentasi hasil tes IQ dan catatan dalam akun pribadi facebook orangtua subjek tentang karakter kecerdasan istimewa subjek penelitian, wawancara tentang keberadaan karakter G/VsL subjek penelitian pada Orangtua subjek, dan menguji kemampuan spasial subjek penelitian dengan intrumen tes. Pengumpulan data tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa subjek penelitian tidak mengalami hambatan dalam berfikir kreatif.

3. Pengecekan keberadaan fenomena objek penelitian pada subjek penelitian


(40)

Pengecekan dilakukan dengan mengumpulkan data dokumentasi catatan hasil belajar subjek penelitian dalam akun pribadi facebook orangtua subjek dan mempelajari literatur-literatur tentang perkembangan kognitif anak, serta melakukan pengamatan langsung proses pemecahan masalah subjek penelitian terhadap soal masalah geometri yang dikuasainya.

Pada tahap ini juga dilakukan pengecekan bagaimana subjek penelitian mempelajari materi geometri. Pengamatan ini dilakukan untuk meyakinkan bahwa “keaslian” pemecahan masalah subjek penelitian bukan didapat dari hasil latihan. 4. Observasi pemahaman masalah dan strategi pemecahan masalah subjek penelitian

Tahap ini merupakan pendalaman dari pengumpulan data tahap sebelumnya. Pada tahap ini diberikan bermacan-macam masalah geometri untuk dipilih dan di cari penyelesaiannya oleh subjek penelitian. Baik masalah yang dipilih maupun yang tidak dipilih akan diwawancara dan diamati untuk menggali pemahaman masalah dan strategi pemecahan masalah subjek penelitian.

5. Analisis data (kasus) dan uji keabsahan data

Analisis data dilaksanakan sepanjang penelitian sampai diperoleh kesimpulan studi kasus yang kredibel. Untuk menguji kredibilitas data digunakan beberapa teknik uji keabsahan data yang telah dikemukakan sebelumnya.

6. Kesimpulan dan rekomendasi

Pada tahap ini disusun kesimpulan dari penelitian dan rekomendasi hasil temuan lapangan.


(41)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian-uraian hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Subjek penelitian teridentifikasi dalam kelompok cerdas istimewa dengan gaya berfikir visual spatial learner. Secara umum cara berfikir kelompok ini berbeda dan paling mungkin belajar melalui pengalaman insight.

2. Fenomena pemahaman beberapa materi geometri yang lebih dini dari usia subjek penelitian dapat dijelaskan dalam psikologi aliran Gestalt melalui insight

learning. Proses belajar ini diawali dengan proses trial and error (coba-coba dan

kesalahan) dan setelah muncul pengalaman insight, subjek penelitian segera mendapat pemahaman baru yang berbeda dengan skema berfikir sebelumnya. 3. Fenomena pemahaman beberapa materi geometri yang lebih dini dari usia subjek

penelitian bukan pertanda kemajuan perkembangan kognitif yang lebih dini. Pemahaman tersebut dibangun dari skema lama subjek penelitian yang belum tentu skema tersebut memiliki kelengkapan seperti skema orang dewasa. Kemampuan menggeneralisasi materi matematika tersebut termasuk dalam salah satu karakter anak berbakat matematik.

4. Fenomena belajar matematika subjek penelitian dapat dijadikan indikator keberadaan adanya bakat matematik pada kelompok cerdas istimewa dengan gaya


(42)

5. Cara Subjek penelitian memecahkan soal masalah mencari luas daerah kurva tertutup sederhana yang dikuasainya umumnya dengan cara memanipulasi daerah kurva dengan memanfaatkan konsep luas daerah bangun datar yang dikuasainya. Manipulasi daerah kurva tersebut dapat dilakukan dengan cara membagi daerah kurva menjadi beberapa daerah atau menanbahkan daerah kurva agar menjadi bentuk daerah bangun datar yang dikuasainya.

6. Selama memecahkan masalah yang melibatkan pengalaman insight perilaku dan fokus pemikiran subjek penelitian berubah-ubah. Diawali dengan kecemasan yang diperlihatkan dengan banyak bergerak. Perilaku tersebut berubah menjadi keriangan setelah mengalami pengalaman insight. Perubahan tingkah laku tersebut diduga berhubungan dengan struktur dan aktivitas otak anak berbakat matematik yang berbeda.

7. Pengalaman insight dapat mengarahkan pada selesaian masalah atau hanya membantu memahami masalah.

8. Pemecahan masalah yang melibatkan pengalaman insight setidaknya dipengaruhi oleh minat dan skema berfikir pemecah masalah.

9. Pemecahan masalah yang melibatkan pengalaman insight dapat didokumentasikan setidaknya jika pengamat dapat mengikuti proses pemecahan masalah dari awal dan mengamati skema berfikir yang diamati sebelum dan sesudah pengalaman insight.


(43)

B. REKOMENDASI

Berkaitan dengan hasil penelitian, pada bagian ini dikemukakan beberapa rekomendasi yang ditujukan pada beberapa pihak yang terkait. Rekomendasi yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Subjek penelitian

Rekomendasi ini bertujuan untuk pengembangan pembelajaran matematika subjek penelitian. Rekomendasi tersebut sebagai berikut:

a. Agar proses pemecahan masalah subjek penelitian dipahami orang lain, subjek penelitian perlu mencoba berlatih menuliskan langkah-langkah pemecahan masalah secara rinci. Penulisan langkah-langkah pemecahan masalah ini dapat membantu mengoreksi kemungkinan kesalahan subjek penelitian.

b. Untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, subjek penelitian dapat berlatih berbagai strategi pemecahan masalah yang sudah ada. Dengan variasi strategi pemecahan masalah subjek penelitian dapat memilih strategi seperti apa yang paling efisien untuknya.

c. Agar pemahaman geometri subjek penelitian berkembang, subjek penelitian dapat mulai berlatih menyelesaikan masalah geometri yang berhubungan dengan definisi dan sifat bangun geometri.


(44)

2. Bagi Orangtua Subjek penelitian

Memenuhi keinginan belajar anak yang berfikir dengan cara yang berbeda mungkin menyulitkan. Untuk membantu orangtua memberikan pembelajaran yang sesuai dengan subjek penelitian disusunlah rekomendasi berikut:

a. Dibandingkan memberikan pembelajaran yang diinginkanan subjek penelitian, peneliti menyarankan memberikan pendalaman materi yang dikuasainya untuk melengkapi skema berfikir subjek penelitian.

b. Untuk menghindari pembelajaran yang mengganggu waktu tidur sebaiknya orangtua melakukan penjadwalan belajar subjek penelitian yang disepakati bersama. Selain itu pemberian ruang belajar yang bebas dari gangguan (suara gaduh dan faktor yang mengganggu lainnya) dapat membantu penyelesaian masalah subjek penelitian tanpa harus menunggu malam hari.

c. Selain memberikan bimbingan dan pelatihan untuk kemampuan subjek penelitian yang kurang, faktor kuat subjek penelitian perlu dikembangkan untuk menghindari kebosanan subjek penelitian.

3. Bagi Pendidik

Memberikan pelayanan pendidikan untuk semua peserta didik adalah tugas pendidik. Berikut ini beberapa rekomendasi penganan pembelajaran matematika untuk anak dengan cara berfikir yang berbeda.

a. Untuk menghindari konflik karena cara berfikir yang berbeda, pendidik sebaiknya mempelajari kapan dan bagaimana peserta didik yang berfikir berbeda tersebut


(45)

b. Pendidik harus memberikan kebebasan belajar sesuai dengan cara berfikir peserta didik agar skema berfikirnya berkembang. Sesekali pendidik dapat berdiskusi dengan peserta didik tentang skema pemahaman materi-materi matematika dan bila memungkinkan dapat juga melengkapi skemanya.

c. Jika cara berfikirnya berpotensi mengganggu peserta didik yang lain sebaiknya peserta didik tersebut belajar terpisah dengan materi yang disesuaikan perkembangan berfikirnya.

4. Penelitian Selanjutnya

Bagaikan fenomena gunung es, dalam penelitian ini bermunculan masalah-masalah yang menarik untuk diteliti. Berikut ini beberapa rekomendasi yang dapat digunaan perbaikan dan pengembangan penelitian kecenderungan cara berfikir anak cerdas istimewa.

a. Agar mendapat gambaran kecenderungan cara berfikir anak cerdas istimewa yang lebih mendalam, ada baiknya pengamatan lapangan dilakukan oleh beberapa pengamat dari berbagai disiplin ilmu. Setiap pengamat dapat mengamati satu atau lebih fokus pengamatan sehingga akan didapat gambaran fenomena dari berbagai sudut pandang.

b. Penggunaan instrumen pengidentifikasian karakter visual spatial learner dan instrumen pengamatan perkembangan kognitif pada anak berbakat matematik dari kelompok selain cerdas istimewa dengan gaya berfikir visual spatial learner dapat memperluas kesimpulan penelitian. Dengan pengunaan intrumen tersebut


(46)

gaya berfikir visual spatial learner dengan kelompok anak berbakat matematika. Selain itu akan juga diperoleh gambaran hubungan tingkat perkembangan kognitif dengan pencapaian matematika pada anak berbakat matematik.

c. Penelitian tentang hubungan model The Three Ring dari Renzulli dengan kelompok cerdas istimewa dengan kesulitan ganda dapat membantu prosedur pengidentifikasian anak cerdas istimewa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus.

d. Penelitian hubungan tugas berfikir spasial dengan anak berbakat matematik dari kelompok cerdas istimewa dengan gaya berfikir visual spatial learner dapat memberikan gambaran pada kelompok visual spatial learner seperti apa yang paling berpeluang menjadi anak berbakat matematik.

e. Untuk memahami hubungan kelompok cerdas istimewa dengan asperger syndrome dan kelompok cerdas istimewa dengan gaya berfikir visual spatial

learner, perlu diteliti kecenderungan cara berfikir kelompok cerdas istimewa dengan asperger syndrome dalam materi matematika.

f. Untuk mendapat gambaran aktivitas pemecahan masalah matematika, pengunaan alat pencintraan otak seperti penelitian O’boyle akan mempermudah pengamatan.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman. (2010). Mengenal Gaya Belajar Matematika Penyandang “The

Einstein Syndrome”. Tugas Seminar Pendidikan Matematika pada

FPMIPA UPI. Tidak diterbitkan

Abidin, Z. (2006). Pendekatan Kualitatif pada Skripsi Mahasiswa Psikologi UNDIP Tahun 2006. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. Vol. 3 (2),

hal. 26-36. [Online]. Tersedia:

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/download/654/529

[15 Desember 2011]

Abied. (Tanpa tahun-a). Modul-Matematika-Teori-Belajar-Piaget. [Online]. Tersedia: http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-piaget.pdf [15 Desember 2011]

Abied. (Tanpa tahun-b). Modul-Matematika-Teori-Belajar-van-Hielle. [Online]. Tersedia: http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-van-hielle.pdf [15 Desember 2011]

Aditya, Y. (2003). Psikologi Gestalt. [Online]. Tersedia:

http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/10/presentasi-psikologi-gestalt.pdf. [15 Desember 2011]

Andrianti, R. (2012). Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget. Tugas Filsafat Program Magister Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhamadiyah Jakarta. [Online]. Tersedia:

Http://Virgana.Files.Wordpress.Com/2012/01/Umj-Jean-Piaget-Riris-Andriati.Docx [15 Desember 2011]

Anonim. (2009). Gifted atau Autisme Bagaimana Membedakannya?. Di bawakan dalam Seminar Gifted-Autisme – ADHD Penanganan dan Permasalahannya, di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jogjakarta, 11 December 2004. [Online]. Tersedia:

http://gamalbudidoyo.blogspot.com/2009/03/gifted-atau-autisme-bagaimana.html [15 Desember 2011]

Argapratama, Y. (2010). Gifted atau Autisme Bagaimana Membedakannya?(part

18). [Online]. Tersedia:


(48)

http://argapratama.wordpress.com/2010/02/28/gifted-atau-autisme-Artanti, H. (2009). Upaya Mengefektifkan Program Akselerasi dalam Rangka Pengembangan Potensi Siswa Berbakat Intelektual. Tesis program Magister Manajemen Pendidikan Islam Pascasarjana pada Universitas Islam Negeri Malang: Tidak diterbitkan

Ayriza, Y. (1995). Teori Perkembangan Kognitif Piaget sebagai Alat Bantu Petunjuk dalam Pelaksanaan Pendidikan Dasar 9 Tahun. Jurnal

Cakrawala Pendidikan, . Edisi Khusus Dies. [Online]. Tersedia:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/edkhusus95155163.pdf. [15 Desember 2011]

Bataviase.co.id. (1 Mei 2010). Tes IQ, Apa Perlunya? [Online]. Tersedia:

http://bataviase.co.id/node/658658 [14 Juni 2010]

Bicknell, B. A. (2009). Multiple Perspective on the Education Mathematically Gifted and Talented Students. Disertasi Massey University. Tidak diterbitkan

Dewanti, S. S. (Tanpa tahun). Psikologi-Belajar-Matematika-Diktat. [Online]. Tersedia: http://mathedu08.files.wordpress.com/2010/05/psikologi-belajar-matematika-diktat.doc [15 Desember 2011]

Diezmann, C. M. (2005) Challenging Mathematically Gifted Primary Students.

Australasian Journal of Gifted Education. Vol. 14(1). Hal. 50-57.

[Online]. Tersedia: http://eprints.qut.edu.au. [15 Desember 2011]

Dimitriadis, C. (2010). Developing Mathematical Giftedness within Primary Schools. Brunel University: thesis submitted for the degree of Doctor of Philosophy School of Sport and Education. Tidak diterbitkan

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2007). Konsep Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Anak Cerdas Istimewa (Berbakat Intelektual). Tidak diterbitkan

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2010a). Panduan untuk Guru dan Orangtua: Pengertian, Konsep dan Identifikasi Siswa Cerdas Istimewa. [Online]. Tersedia: http://gifted-disinkroni.blogspot.com/2011/02/buku-kemdiknas-panduan-guruortu.html. [12 Februari 2011]


(49)

http://gifted-disinkroni.blogspot.com/2011/02/buku-kemdiknas-panduan-guruortu.html. [12 Februari 2011]

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. (2010c). Panduan untuk Guru dan Orangtua: Memahami dan Menghadapi Cerdas Istimewa dengan Berbagai Masalah yang Menghambat Prestasi Akademik. [Online]. Tersedia:

http://gifted-disinkroni.blogspot.com/2011/02/buku-kemdiknas-panduan-guruortu.html. [12 Februari 2011]

Fahrudin, A. (Tanpa tahun). Teori Perkembangan Kognitif Piaget. [Online]. Tersedia: http://kapanjadibeda.files.wordpress.com/2010/08/teori-perkembangan-kognitif-piaget.pdf. [15 Desember 2011]

Fauzi, L. S. (2008). Perkembangan Kognitif dalam Persprektif Piaget. [Online]. Tersedia: d.yimg.com/kq/groups/23069069/.../3.9.Rina.Runiati.Tugas.doc

[15 Desember 2011]

Freiman, V. (2006). Problems to Discover and to Boost Mathematical Talent in Early Grades: A Challenging Situations Approach. [Online]. Tersedia:

http://www.math.umt.edu/tmme/vol3no1/TMMEv3n1a3.pdf. [15 Desember 2011]

Frith, M. (2007). Siapakah Thomas Alva Edison? Jakarta: PT Grasindo. (alih bahasa: Grace Worang).

Fujita, T. (2008). Learners’ Understanding of the Hierarchical Classification of Quadrilaterals. Proceedings of the British Society for Research into Learning Mathematics. Vol. 28 (2), hal. 31-36. [Online]. Tersedia:

http://www.bsrlm.org.uk/IPs/ip28-2/BSRLM-IP-28-2-Full.pdf. [15 Desember 2011]

Golon, A. S. (2004). Showing Your Work When It Feels Like There’s Nothing to

Show. [Online]. Tersedia:

http://www.visualspatial.org/files/showwork.pdf. [15 Desember 2011] Harian Joglo Semar.com. (26 Februari 2010). Layanan Anak Berbakat Istimewa

Minim. [Online]. Tersedia: http://harianjoglosemar.com/berita/minim-sekolah-anak-berbakat-10211.html. [20 Januari 2011]


(50)

Hass, S. C. (2003). Classroom Identification of Visual-Spatial Learners. [Online]. Tersedia: http://www.visualspatial.org/files/classid.pdf. [27 September 2009]

Hodidjah. (Tanpa tahun). Tinjauan Pemecahan Masalah Pembelajaran. laporan Hasil Terjemahan Bab VIII. Buku Intrutional Design Karya Patricia l. Smith dan Tiilman J. Ragan. [Online]. Tersedia:

http://sumsel.kemenag.go.id/file/dokumen/pemecahanmasalah.pdf [15 Desember 2011]

http://scientific-child-prodigy.blogspot.com/2007/06/johann-carl-friedrich-gauss.html [15 Desember 2011]

http://www.mate-mati-kaku.com/matematikawan/carlFriedrichGauss.html [15 Desember 2011]

Idaho Department of Education. (2010). Twice-Exceptional: Students with Both Gifts and Challenger or Disabilities. [Online]. Tersedia:

http://www.sed.idaho.gov/site/gifted_talented/twice-exceptional/docs/2E%Manual.pdf. [24 April 2011]

Ismail, R. (2010). Geometri dan Teori Belajar Van Hiele. [Online]. Tersedia:

http://zhoney.blogspot.com/2010/09/geometri-dan-teori-belajar-van-hiele.html [15 Desember 2011]

Ismienar,S., Andrianti, H. dan Vidia, S. (2009). Thinking. Program Studi

Psikologi, Makalah tugas Mata Kuliah Psikologi Umum I pada Universitas

Negeri Malang: Tidak diterbitkan

Juariyah, A. (2007). Implementasi Model Homeschooling dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Anak. Skripsi Fakultas Psikologi pada Universitas Islam Negeri Malang: Tidak diterbitkan

Kaunang. T. (2005). Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Asperger. Jurnal Cerminan Kedokteran, (149). Hal. 24-31. [Online]. Tersedia:

http://www.kalbe.co.id./files/10_149_DiagnosisdanPenatalaksanaangangg uanasperger.pdf/10_149_DiagnosisdanPenatalaksanaangangguanasperger. pdf.html. [12 Mei 2011]


(51)

Jurnal Forum Pendidikan. Vol. 29 (1). Hal. 8-13. [Online]. Tersedia:

http://forumkependidikan.unsri.ac.id/userfiles/Artikel%20Fatchiah%20& %20Redi-Univ_Paramadina-OK%20PRINT.pdf [13 maret 2013]

Kompas. (28 September 2010). Anak Berbakat Belum Tentu Sukses. [Online]. Tersedia: http://www.republika.co.id/berita/gaya- hidup/parenting/1009/28/136838-anak-berbakat-belum-tentu-sukses-kok-bisa-. [10 Januari2011]

Kuntjojo. (2009). Metodologi Penelitian. Universitas Nusantara PGRI Kediri. [Online]. Tersedia: http://luluvikar.files.wordpress.com/2008/04/research-metodologi-penelitian.pdf [15 Desember 2011]

Kurniawan, A. D., dkk. (2008). Penelitian Kualitatif. Tugas matakuliah Penelitian Pendidikan Biologi pada Universitas Muhammadiyah Surakarta: Tidak diterbitkan

Mann, E. L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students. A Dissertation Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy at the University of Connecticut: Tidak diterbitkan Mann, R. L. (2005). The Identification of Gifted Students with Spatial Strengths:

An Exploratory Study. a Dissertation Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy at the University of Connecticut. Tidak diterbitkan

Masnipal M. (2004). Karakteristik Guru Pendidikan Siswa Berbakat. Tesis program Studi Konseling Pascasarjana pada Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan

Mchardy, R. (Tanpa tahun). Building Worthwhile Mathematics Programs For Preschool Gifted Children. Universidad Autonoma De Nuevo Leon Mexico: 11th International Congress On Mathematical Education. [Online]. Tersedia: http://tsg.icme11.org/document/get/788 [15 Desember 2011]

Mudjiyanto, B. (Tanpa tahun). Metode Studi Kasus Merupakan Salah Satu Pendekatan Kualitatif. [Online]. Tersedia: http://ebookbrowse.com/studi-kasus-jurnal-penelitian-deskriptif-pdf-d347603123 [13 maret 2013]


(1)

Jurnal Forum Pendidikan. Vol. 29 (1). Hal. 8-13. [Online]. Tersedia: http://forumkependidikan.unsri.ac.id/userfiles/Artikel%20Fatchiah%20& %20Redi-Univ_Paramadina-OK%20PRINT.pdf [13 maret 2013]

Kompas. (28 September 2010). Anak Berbakat Belum Tentu Sukses. [Online]. Tersedia: http://www.republika.co.id/berita/gaya- hidup/parenting/1009/28/136838-anak-berbakat-belum-tentu-sukses-kok-bisa-. [10 Januari2011]

Kuntjojo. (2009). Metodologi Penelitian. Universitas Nusantara PGRI Kediri. [Online]. Tersedia: http://luluvikar.files.wordpress.com/2008/04/research-metodologi-penelitian.pdf [15 Desember 2011]

Kurniawan, A. D., dkk. (2008). Penelitian Kualitatif. Tugas matakuliah Penelitian Pendidikan Biologi pada Universitas Muhammadiyah Surakarta: Tidak diterbitkan

Mann, E. L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students. A Dissertation Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy at the University of Connecticut: Tidak diterbitkan Mann, R. L. (2005). The Identification of Gifted Students with Spatial Strengths:

An Exploratory Study. a Dissertation Submitted in Partial Fulfillment of the Requirements for the Degree of Doctor of Philosophy at the University of Connecticut. Tidak diterbitkan

Masnipal M. (2004). Karakteristik Guru Pendidikan Siswa Berbakat. Tesis program Studi Konseling Pascasarjana pada Universitas Pendidikan Indonesia: Tidak diterbitkan

Mchardy, R. (Tanpa tahun). Building Worthwhile Mathematics Programs For Preschool Gifted Children. Universidad Autonoma De Nuevo Leon Mexico: 11th International Congress On Mathematical Education. [Online]. Tersedia: http://tsg.icme11.org/document/get/788 [15 Desember 2011]

Mudjiyanto, B. (Tanpa tahun). Metode Studi Kasus Merupakan Salah Satu Pendekatan Kualitatif. [Online]. Tersedia: http://ebookbrowse.com/studi-kasus-jurnal-penelitian-deskriptif-pdf-d347603123 [13 maret 2013]


(2)

Mukti, I. W. (2009). 7 Mitos Paling Menyesatkan dan 7 Realitas tentang Anak cerdas dan Berbakat Istimewa. [Online]. Tersedia:

http://akselerasismptarbak.blogspot.com/2009/03/7-mitos-paling-menyesatkan-dan-7.html. [26 April 2010]

Mulyatini, Y. S. (Tanpa tahun). Bagaimana Siswa Berkembang dan Belajar.

[Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/1 95209291984032-YATI_SITI_MULYATI/Becoming_a_Teacher.pdf. [15 Desember 2011]

Munandar, U. (2009). Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Cetakan ketiga. Jakarta: Rineka Cipta.

Nugroho. (Tanpa tahun). Self-Regulated Learning Anak Berbakat. [Online]. Tersedia: http://www.ditplb.or.id/profile.php?id=70 [15 Desember 2011] O’Boyle, M. W. (2005). Some Current Findings on Brain Characteristics of The

Mathematically Gifted Adolescent. [Online]. Tersedia: http://ehlt.flinders.edu.au/education/iej/articles/V6n2/Oboyle/paper.pdf. [15 Desember 2011]

O’Boyle, M. W. (2008). Mathematically Gifted Children: Developmental Brain Characteristics and Their Prognosis for Well-Being. [Online]. Tersedia: http://www.depts.ttu.edu/hdfs/doc/faculty/oboyle/mathematically-gifted-children.pdf. [15 Desember 2011]

Pols, A. J. K. (Tanpa tahun). Insight in Problem Solving. [Online]. Tersedia: http://www.phil.uu.nl/preprints/ckiscripties/ACRIPTIES/018_pols.pdf. [27 April 2011]

Purba, J. P. (Tanpa tahun). Pemecahan Masalah dan Penggunaan Strategi

Pemecahan Masalah. [Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/19

4710251980021-JANULIS_P_PURBA/Makalah_Seminar/Artikel_P.J.Purba.pdf [15 Desember 2011]


(3)

Rahmawati dkk. (2009). Tugas Psikodiagnostika Pengenalan Tes Inteligensi.

Universitas Gajah Mada [Online]. Tersedia:

http://www.scribd.com/doc/77198562/Psikodiagnostik-Tugas-Pak-Har-Renewed

Reis, S. M. dan Sullivan, E. E. (Tanpa tahun). Characteristics of Gifted Learners. [Online]. Tersedia: http://www.sfu.ca/~kanevsky/428/Reis.pdf. [27 April 2011]

Republika Online. (15 Desember 2010). Ada 1,3 Juta Anak Cerdas Istimewa di

Indonesia. [Online]. Tersedia:

http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/12/16/152534-ada-1-3-juta-anak-cerdas-istimewa-di-indonesia. [7 Januari 2011]

Riyanti, B. P. D. dan Prabowo, H. (Tanpa tahun). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum 2. Universitas Gunadarma. Tidak diterbitkan.

Riyanti, B. P. D., Prabowo, H., dan Puspitawati, I. (Tanpa tahun). Seri Diktat Kuliah Psikologi Umum 1. Universitas Gunadarma. Tidak diterbitkan. Rosnawati, R. (2007). Pengembangan Sumber dan Media Pembelajaran.

Disampaikan dalam Diklat Model Pakem bagi Guru SD Kabupaten Klaten

Tahun 2007. [Online]. Tersedia:

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/tmp/PENGEMBANGAN%20SUM BER%20DAN%20MEDIA_0.pdf. [15 Desember 2011]

Santoso, A. S. (Tanpa tahun-a). Modul 5 Berikir (Kreatif). Pusat Pengembangan

Bahan Ajar-UMB. [Online]. Tersedia:

http://www.scribd.com/doc/38952569/BERFIKIR-KREATIF [13 maret 2013]

Santoso, A. S. (Tanpa tahun-b). Modul 6 Kecerdasan dan Intelligensi. Pusat Pengembangan Bahan Ajar-UMB. [Online]. Tersedia: http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=Santoso+Modul+6+Kecerdasa n+dan+Intelligensi&source=web&cd=1&cad=rja&ved=0CC4QFjAA&url

=http%3A%2F%2Fkk.mercubuana.ac.id%2Ffiles%2F31019-6-324123326410.doc&ei=21BAUe3_CoiurAeZqYG4Ag&usg=AFQjCNHy eBSbmz-lO3KaHaQepohxw0ls0g&bvm=bv.43287494,d.bmk [13 maret 2013]


(4)

Semiawan, C. R. dan Mangunsong, F. (2010). Keluarbiasaan Ganda (Twice Exceptionality): Mengeksplorasi, Mengenal, Mengidentifikasi, dan Menanganinya. Edisi pertama. Jakarta: Kencana Predana Media Group Silverman, L. K. (2000). Identifying Visual-Spatial and Auditory-Sequential

Learners: A Validation Study. [Online]. Tersedia: http://www.visualspatial.org/files/idvsls.pdf . [15 Desember 2011]

Silverman, L.K. (2005a). The Two-Edged Sword of Compensation: How the Gifted Cope with Learning Disabilities. [Online]. Tersedia:

http://www.pegy.org.uk/Two-edged%20sword%20of%20compensation%20PEGY%20pdf.pdf. [15 Desember 2011]

Silverman, L.K. (2005b). Upside-Down Brilliance: The Visual-Spatial Learner. [Online]. Tersedia : www.euronet.nl/~mjkbeeld/Upside-Down_Brilliance.pdf. [28 Maret 2010] (Alih bahasa: Terjemahan Google) Siswono, T. Y. E. (Tanpa tahun). Konstruksi Teoritik tentang Tingkat Berpikir

Kreatif Siswa dalam Matematika. Jurusan Matematika FMIPA UNESA.

[Online]. Tersedia:

http://tatagyes.files.wordpress.com/2009/11/paper07_jurnal_univadibuana. pdf. [15 Desember 2011]

Sternberg, R. J. (2008). Psikologi Kognitif. Edisi ke empat. Yogyakarta: Puspa Pelajar. (Alihbahasa: Yudi Santoso. S, fil)

Sugiono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: ALFABETA

Sulianto, J. (Tanpa tahun). Problem Solving and Creativity (Pemecahan Masalah

dan Kreatifitas). [Online]. Tersedia:

http://2011.web.dikti.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_do wnload&gid=295&Itemid=163 [15 Desember 2011]

Sumardyono. (Tanpa tahun). Tahapan dan Strategi Memecahkan Masalah

Matematika. [Online]. Tersedia:

http://erlisilitonga.files.wordpress.com/2011/12/pengertiandasarproblemso lving_smd.pdf [15 Desember 2011]


(5)

Suryawan, H. P. (Tanpa tahun). Strategi Pemecahan Masalah Matematika. [Online]. Tersedia: http://herryps.files.wordpress.com/2010/09/strategi-pemecahan-masalah-matematika.pdf [15 Desember 2011]

Tarhadi, Sugilar dan Pujiastuti, S. L. (2006). Perbandingan Kemampuan Penyelesaian Masalah Matematika Mahasiswa Pendidikan Jarak Jauh dengan Mahasiswa Pendidikan Tatap Muka. Jurnal Pendidikan Terbuka

dan Jarak Jauh. Vol. 7 (2). Hal. 121-133. [Online]. Tersedia:

http://www.lppm.ut.ac.id/htmpublikasi/tarhadi.pdf. [15 Desember 2011] Tarsidi, D. (2010). Anak-anak Berbakat dalam Pendidikan. [Online]. Tersedia:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195701311 986031-NIA_SUTISNA/AB/GIFTED.pdf [28 Maret 2010]

Thohari, K. (Tanpa tahun). Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Geometri dengan Teori van Hiele. [Online]. Tersedia: http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/vanhiele.pdf. [15 Desember 2011]

Unwanullah, A. (Tanpa Tahun). Arti Pentingnya Motivasi dalam Belajar.

[Online]. Tersedia:

http://ejournal.unirow.ac.id/ojs/index.php/unirow/article/view/49 [13 maret 2013]

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 ayat 4 dan Pasal 12 ayat 1 poin b dan f. [Online]. Tersedia: http://www.Inherent-dikti.net/file/sisdiknas.pdf. [15 Desember 2011]

UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 52. [Online]. Tersedia: www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/41/308.bpkp. [15 Desember 2011] van Tiel, J. M. (2007). Pengalaman Pengasuhan dan Pendidikan Anak Gifted

dengan Disinkronitas Perkembangan di Belanda. [Online]. Tersedia: http://gifted-disinkroni.com/Pengalaman_GT_di_Belanda.pdf. [20 Desember 2011]

van Tiel, J. M. (2008). Visual Learner Tak Sama dengan Visual Spatial Learner. [Online]. Tersedia: http://gifted-disinkroni.blogspot.com. [13 Desember 2011]


(6)

van Tiel, J. M. (2009). Permasalahan Deteksi dan Penanganan Anak Cerdas Istimewa dengan Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa Ekspresif (Gifted Visual-spatial Learner). Jurnal Ilmiah Psikologi. Vol. 1 (2). Hal.

147–148. [Online]. Tersedia:

http://www.psikobuana.com/Jurnal_Psikobuana_Vol1No2-Okt2009.pdf [28 April 2010]

van Tiel, J. M. (Tanpa tahun). Mengenal Gifted Visual Spatial Learner. [Online].

Tersedia:

http://gifted-disinkroni.com/mengenal_gifted_visual_spatial_learner.pdf. [28 April 2010]

Wedadjati, R. S. (2008). Dukungan Guru terhadap Anak Berbakat Intelektual. Jurnal Didaktika. Vol. 9 (2). Hal. 125-135. [Online]. Tersedia: isjp.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/9208125135.pdf. [15 Mei 2011]

Widyorini, E. (2010). Gifted Children with Asperger Syndrom: Emotional and

Social Implications. [Online]. Tersedia:

http://hkage.org.hk/en/events/080714%20APCG/04-%20Social%20&%20Emotional%20Development/4.6%20Widyorini_Gift ed%20Children%20with%20Asperger%20Syndrom-%20Emotion.pdf. [15 Desember 2011]

Yao Kao, C. (Tanpa tahun). Exploring the Peer Relationships of Mathematically Gifted Junior High School Male Students: Three Cases in Taiwan. [Online]. Tersedia: http://www2.nutn.edu.tw/gac640/web-se/%E5%AD%B8%E5%A0%B1%E6%AA%94%E6%A1%88/%E7%89 %B9%E6%95%99%E8%88%87%E5%BE%A9%E5%81%A523%E6%9

C%9FPDF/04-%E6%8E%A2%E7%B4%A2%E7%94%B7%E6%80%A7%E6%95%B8 %E5%AD%B8(P73-101).pdf. [15 Desember 2011]