Studi Deskriptif Mengenai Gambaran Psychological Well-Being pada Single Parent Wanita di Kelurahan "X" Kota Bandung.

(1)

iv

Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK

Judul dari penelitian ini adalah Studi Deskriptif mengenai gambaran Psychological Well Being pada Single Parent wanita dikelurahan “X” kota Bandung. Psychological Well Being sendiri menggambarkan hasil evaluasi atau penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk mengenali potensi tersebut dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam mengahdapi berbagai tantangan dan perubahan dalam diri. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh Psychological Well Being pada single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung. Rancangan yang digunakan adalah rancangan penelitian deskriptif. Alat ukur yang digunakan merupakan terjemahan dari The Scales of Psychological Well-Being (SPWB, 1989) dan terdiri dari 84 item yang diterjemahkan oleh Neysa valeria (2011). Dari uji validitas, alat ukur ini diperoleh 48 item yang valid dengan validitas item yang berkisar 0,3-0,9. Dari hasil pengujian reliabilitas, diperoleh hasil sebesar 0,821 yang berarti reliabilitas alat ukur Psychological Well Being ini tergolong tinggi.

Hasil dari penelitian ini adalah Single Parent wanita di kelurahan “X” kota Bandung memiliki derajat Psychological Well Being yang tinggi (54,9 %) dari 51 orang. Hal ini menunjukkan single parent wanita di kelurahan “X” kota Bandung mampu mengembangkan pandangan positif terhadap apa yang telah mereka capai, dan merasa mencapai suatu kesempurnaan yang utuh dan merasa puas terhadap apa yang telah tercapai.

Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar bisa membandingkan antara single parent wanita dengan single parent laki-laki. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar dapat mengaitkan faktor sosiodemografis pada PWB dengan tipe-tipe kepribadian. Bagi single parent wanita di kelurahan “X” di kota Bandung, peneliti menyarankan agar tetap optimis dan fokus mengerjakan apa yang telah dikerjakannya saat ini untuk anak dan keluarganya.


(2)

ABSTRACT

The title of this research is Descriptive Study of the Psychological Well Being overview on Single Parent woman in village "X" in the city Bandung. Psychological Well Being himself described the results of the evaluation or assessment of one's ability to recognize the potential in various aspects of life, especially in the face of various challenges and changes within themselves. This research was conducted to obtain the Psychological Well Being in single parent women in the village "X" in the city of Bandung. This research is a descriptive study design.

Measuring instruments used is a translation of The Scales of Psychological Well-Being (SPWB, 1989) and consists of 84 items that are translated by Neysa valeria (2011). Of test validity, this measure was obtained 48 valid items with the validity of items that ranged from 0.3 to 0.9. The reliability of the test results, obtained yield was 0.821, which means the reliability of measuring instruments Psychological Well Being is quite high.

Results from this study is the Single Parent woman in the village "X" Bandung city has a degree of Psychological Well Being is high (54.9%) of 51 people. It shows a single parent women in the village "X" in the city Bandung was able to develop a positive view of what they have achieved, and feel to achieve a complete perfection and are satisfied with what has been achieved.

For further research, the researchers suggested that a single parent can be compared between women with male single parent. For further research, the researchers suggest in order to associate the sociodemographic factors on the PWB with personality types. For single parent women in the village "X" in the city of Bandung, the researchers suggested that remain optimistic and focus on doing what it did at this time for children and their families.


(3)

vii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS LAPORAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR BAGAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 7

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Maksud ... 7

1.3.2 Tujuan ... 8

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 8

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 8


(4)

1.6 Asumsi ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psychological Well – Being (PWB) ... 15

2.1.1 Definisi Psychological Well – Being ... 15

2.1.2 Sejarah Perkembangan Psychological Well – Being ... 16

2.1.3 Dimensi dari Psychological Well – Being ... 18

2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Psychological Well – Being 23

2.2 Masa Dewasa Madya ... 24

2.3 Orang Tua Tunggal (Single Parent) ... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 28

3.1.1 Bagan Prosedur Penelitian ... 28

3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 29

3.2.1 Variabel Penelitian ... 29

3.2.2 Definisi Konseptual ... 29

3.2.3 Definisi Operasional ... 29

3.3 Alat Ukur ... 31

3.3.1 Alat ukur Psychological Well Being ... 31

3.3.2 Cara Pemberian Skor Kuesioner dan Pengolahan Datanya 33

3.3.3 Data Personal dan Data Penunjang ... 33


(5)

ix

Universitas Kristen Maranatha

3.4.1 Validitas Alat ukur ... 34

3.4.2 Reliabilitas Alat Ukur ... 34

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan sampel ... 35

3.5.1 Karakteristik Populasi ... 35

3.5.2 Populasi ... 36

3.6 Teknik Analisis Data ... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ... 37

4.1.1 Berdasarkan Usia ... 37

4.1.2 Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 38

4.1.3 Berdasarkan Status Kerja ... 38

4.1.4 Berdasarkan Sumber Pekerjaan ... 39

4.1.5 Berdasarkan lama menjadi Single Parent ... 39

4.1.6 Berdasarkan Penyebab Menajdi Single Parent ... 40

4.1.7 Berdasarkan Penghayatan Ekonomi ... 40

4.2 Hasil Penelitian ... 41

4.2.1 Gambaran PWB Single Parent dan Dimensinya ... 41

4.3 Pembahasan ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 47


(6)

5.2.1 Saran Teoritis ... 47

5.2.2 Saran Praktis ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49

DAFTAR RUJUKAN ... 50 LAMPIRAN


(7)

xi

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi – Kisi Alat Ukur ... 31 Tabel 3.2 Sistem Pemberian Skor Alat Ukur Psychological Well – Being 33 Tabel 4.1 Pengelompokkan Single Parent Wanita Berdasarkan Usia ... 37 Tabel 4.2 Pengelompokkan Single Parent Wanita Berdasarkan Pendidikan

Terakhir ... 38 Tabel 4.3 Pengelompokkan Single Parent Wanita Berdasarkan Pekerjaan 38 Tabel 4.4 Pengelompokkan Single Parent Wanita Berdasarkan Jenis

Pekerjaan ... 39 Tabel 4.5 Pengelompokkan Single Parent Wanita Berdasarkan Lamanya

Menjadi Single Parent ... 39 Tabel 4.6 Pengelompokkan Single Parent Wanita Berdasarkan Penyebab

Menjadi Single Parent ... 40 Tabel 4.7 Pengelompokkan Single Parent Wanita Berdasarkan Penghayatan

Ekonomi ... 40 Tabel 4.8 Gambaran PWB Subjek Single Parent Wanita ... 41 Tabel 4.9 Gambaran Dimensi-dimensi PWB pada Single Parent Wanita 41


(8)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran ... 13 Bagan 3. 1 Prosedur Penelitian ... 28


(9)

xiii

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 SURAT PERSETUJUAN DAN SURAT PENGESAHAN PENGAMBILAN DATA

LAMPIRAN 2 KUESIONER I LAMPIRAN 3 KUESIONER II

LAMPIRAN 4 HASIL UJI VALIDITAS LAMPIRAN 5 DATA SINGLE PARENT

LAMPIRAN 6 UJI HASIL RELIABILITAS LAMPIRAN 7 HASIL TABULASI SILANG


(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi, dari kehidupan bersama antara seorang laki-laki dan perempuan tetapi lebih dari itu pernikahan merupakan ikatan lahir batin dalam membina kehidupan keluarga. Dalam menjalankan kehidupan berkeluarga diharpkan kedua individu itu dapat memenuhi kebutuhannya dan mengembangkan dirinya. Pernikahan sifatnya kekal dan bertujuan menciptakan kebahagian individu yang terlibat didalamnya.

Orang memasuki dunia pernikahan dengan harapan yang tinggi namun beberapa orang berubah setelah menikah, dan beberapa lainnya menjadi partner

yang menyenangkan bagi pasangannya. Mempertahankan suatu hubungan pernikahan adalah pekerjaan yang tak ada habisnya. Umumnya suatu keluarga terdiri dari ayah atau suami, ibu atau isteri, dan anak-anak. Di dalam kehidupan keluarga, ayah dan ibu memiliki peran sebagai orang tua dari anak-anak. Pada kenyataannya di masyarakat terdapat keluarga yang salah satu orang tua tidak ada, baik karena perceraian ataupun meninggal dunia. Pernikahan yang dibangun bersama bisa saja berakhir dan tidak sesuai rencana ( Harvey & Omarzu, dalam Baron & Byrne, 2002; 343 ).

Kehilangan pasangan hidup akibat perceraian membuat seseorang menyandang status sebagai janda atau duda. Pada wanita, status janda adalah satu


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha tantangan emosional yang paling berat karena di dunia ini tidak ada seorang wanita yang merencanakan jalan hidupnya untuk menjadi janda baik karena kematian suami atau bercerai dengan pasangan hidupnya ( Triadi; 2005 ). Permasalahan yang dialami wanita yang hidup menjanda sangat kompleks. Salah satunya mereka harus membesarkan anak-anaknya seorang diri. Hal ini tidaklah mudah karena bagaimana pun juga anak-anak yang sedang tumbuh dan mencari identitas diri membutuhkan figur ayah ( Triadi; 2005 ).

Pada kenyataanya, perceraian biasanya bukan pilihan untuk di jalani. Sering kali perceraian menjadi pilihan lebih baik untuk memberikan anak-anak lingkungan rumah yang damai dan stabil. Single parent adalah keluarga yang mana hanya ada satu orang tua tunggal, hanya ayah atau ibu saja. Pada ibu yang mengasuh anaknya sendirian atau yang berperan sebagai orang tua tunggal, harus bisa berperan ganda, baik menjadi ayah ataupun ibu bagi anak-anaknya. Selain harus bisa memperhatikan anak-anaknya, ibu tersebut harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan pendidikan anak-anaknya. “Menjadi single parent bukanlah akhir dari hidup”, demikian ungkapan Titi Atmojo, salah seorang pendiri Indonesia Single Parent di Jakarta. Sikap positif seperti itu harus dimiliki oleh semua ayah atau ibu yang harus mendidik anak-anaknya sendirian. Menjadi

single parent bukanlah akhir dari hidup, bahkan harus dipahami sebagai awal dari babak kehidupan yang baru. ( Alvita,2008 ).

Single Parent tentu mengalami kesulitan-kesulitan, ia harus bisa memenuhi kebutuhan hidup bersama anak-anaknya dan ia harus bisa melewati itu semua tanpa ada suami di sisinya lagi (Rika, M.D. dan Risdayati, 2013). Single


(12)

3

mother harus mampu berperan ganda dalam membesarkan anak-anaknya. Ia harus tetap menjalankan perannya sebagai ibu dalam memenuhi kebutuhan psikologis anak-anaknya (pemberian kasih sayang, perhatian, rasa aman) dan juga mengganti peran suami dalam memenuhi semua kebutuhan fisik anak-anaknya (kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan kebutuhan lain yang berkaitan dengan materi) dan kebutuhan lainnya (Alvita, 2008).

Berdasarkan data Pengadilan Agama Bandung, jumlah perkara yang masuk pada tahun 2013 sebanyak 5.134 perkara. Pada tahun 2014 jumlah perkara naik menjadi 5.684 perkara. Perkara yang menyebabkan perceraian pada tahun 2013 sebanyak 4.571, pada tahun 2014 naik sebanyak 4.926 perkara. PA Kota Bandung mencatat, rata-rata kasus cerai didasari faktor materi atau ekonomi. Kemudian, disusul faktor orang ketiga.

Dari hasil wawancara dengan kepala lurah dan salah satu single parent

dikeluarahan tersebut, kelurahan “X” merupakan kelurahan yang jumlah single parent nya cukup banyak. Salah satu penyebab menjadi single parent adalah tidak adanya lagi kecocokan antar pasangan hidup yang membuat percekokan dalam rumah tangga, dan faktor ekonomi yang tidak tercukupi selama terjadinya pernikahan. Bagi single parent yang berada di kelurahan “X” tersebut, dengan perceraian merasa ekonominya lebih terpenuhi dengan usahanya sendiri. Yaitu seperti dengan menjadi tukang jahit, berjualan sayur di pasar, membuka warung nasi, warung kelontong, dan bahkan ada pula yang menjadi tukang cuci untuk menghidupi keluarga dan anak-anaknya.


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha bahwa faktor ekonomi bukan satu hal paling berat dalam menjalani kehidupan sebagai single parent. Hal yang paling berat adalah bagaimana harus membagi waktu antara pekerjaan, dan memperhatikan anak-anaknya yang masih membutuhkan perhatiannya. Namun, ada pula single parent yang beranggapan dengan menjadi single parent ini tetap mendapatperhatian dan dukungan dari keluarganya. Walaupun status nya telah berubah, namun tetap bisa mengembangkan usahanya agar tetap bisa menghidupi keluarganya. Ini menunjukkan bahwa pengalaman yng sama akan dihayati berbeda oleh setiap individu dengan dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Perempuan sebagai orang tua tunggal memiliki posisi yang penting dalam keluarga, hal ini justru menunjukkan kelebihan tersendiri karena selain ia tetap mengurus urusan rumah tangga, ibu juga terus berusaha menghidupi keluarga melalui pekerjaannya. Ada tiga peran yang tetap harus dipegang oleh perempuan yakni sebagai pribadi, tulang punggung keluarga dan ibu rumah tangga. Sebagai pribadi, perempuan juga ingin memiliki prestasi yang membanggakan, sebagai tulang punggung keluarga yakni sebagai ibu yang menjadi orang tua tunggal memenuhi kebutuhan keluarga dengan bekerja mencari nafkah sehingga kebutuhan dan kesejahteraan keluarga dapat terpenuhi.

Menurut Ryff ( 1989 ) secara psikologis, manusia memiliki sikap positif terhadap diri dan orang lain. Mereka mampu membuat keputusan sendiri, dan mengatur tingkah laku mereka, serta mereka mampu memilih dan membentuk lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Setiap orang memiliki tujuan yang berarti dalam hidupnya, dan mereka berusaha untuk menggali dan


(14)

5

mengembangkan diri mereka semaksimal mungkin. Setiap individu juga akan mengevaluasi peristiwa hidup yang dialaminya. Hasil dari evaluasi individu tersebut, oleh Ryff, ( 1989 ) disebut dengan Psychological Well Being ( PWB )

atau kesejahteraan psikologis. Psychological Well Being merupakan hasil penilaian individu terhadap pengalaman-pengalaman hidupnya bahwa dirinya mampu melakukan penerimaan diri (Self Acceptance), mampu menjalin relasi positif dengan orang lain (Positive Relation with Others), mandiri (Autonomy),

menguasai lingkungan (Environmental Mastery), memiliki tujuan hidup (Purpose In Life) dan juga pertumbuhan pribadi (Personal Growth) (Ryff, 2000).

Psychological well Being tidak berdiri sendiri melainkan dipengaruhi beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada 20 orang single parent wanita yang berada dikelurahan “X” Kota Bandung yang rata-rata sudah lebih dari satu tahun menjadi single parent, 85% ( 15 orang ) dari single parent sudah dapat menerima hidupnya (Self Acceptence) baik kebaikan atau pun yang buruk dalam hidupnya, tidak pernah mengeluh dengan keadaan yang ia jalani setelah bercerai, dan tidak meratapi keadaan yang terjadi. Tetapi, tetap terus menjalani hidupnya dengan melakukan usaha yang bisa mereka lakukan dan mencoba untuk bersyukur dengan keadaan apapun. Sejumlah 15% ( 5 orang ) dari single parent di Bandung tengah merasa terkadang ada rasa menyesal pada diri sendiri dan tidak dapat menerima pengalaman yang telah terjadi di dalam hidupnya.


(15)

6

Universitas Kristen Maranatha mampu membangun rasa percaya diri dan berelasi dengan baik dalam menjalin relasi dengan orang lain ( Positive relation with others ) seperti berbagi pengalaman dengan rekan-rekannya mengenai apa yang terjadi dalam hidupnya dan mengutarakan apa yang ingin mereka capai apabila menemukan pasangan hidup yang baru. 15% nya merasa enggan untuk membuka diri untuk menjalin hubungan yang baru dengan orang lain. Mereka hanya mempercayai beberapa orang teman dekat mereka saja.

Sejumlah 75% dari single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung merasa dapat mengatur dirinya sendiri ( Autonomy ), dengan tidak menutup diri dari lingkungan sekitarnya dalam mengambil keputusan. 15% nya merasa dalam mengambil keputusan pun masih meminta bantuan orang lain.

Sejumlah 65% dari single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung merasa dapat mengatur lingkungan hidupnya ( Environmental mastery ). Yaitu dengan dapat pekerjaan yang lebih baik dan dapat memenuhi kebutuhannya dan anak-anaknya. 35% dari single parent merasa kesulitan dalam menguasai lingkungannya. Mereka harus lebih bekerja keras untuk dapat melanjutkan hidup dan memnuhi kebutuhan hidupnya.

Sejumlah 85% single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung merasa dirinya lebih memiliki tujuan hidup ( Purpose in Life ). Mereka lebih fokus untuk membesarkan anak-anaknya, membuat anak-anaknya tetap tegar, berprestasi, dan selalu bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya. 15% single parent merasa belum mempunyai tujuan hidup yang spesifik setelah bercerai.


(16)

7

merasa ingin terus mengembangkan dirinya ( Personal Growth ). Yaitu dengan ikut kegiatan kursus menjahit, mengikuti pengajian. 10% single parent di merasa sudah cukup dengan keadaannya saat ini. Merasa kehidupannya saat ini sudah cukup sibuk dengan kegiatan yang ada.

Berdasarkan pemaparan di atas, single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung memiliki gambaran yang bervariasi untuk setiap dimensi yang akan mempengaruhi Psychological Well Being mereka, dan dengan faktor-faktor penyebab pada mereka itu peneliti bermaksud untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran Psychological Well Being single parent wanita dikelurahan “X” kota Bandung.

1.2. Identifikasi Masalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran

Psychological Well Being pada single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung.

1.3.Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud

Maksud dari penelitian ini adalah Untuk memperoleh gambaran

Psychological Well Being pada single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung yang berusia dewasa madya.


(17)

8

Universitas Kristen Maranatha 1.3.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran

Psychological Well Being pada single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung yang berusia dewasa madya dengan mengkaitkan faktor-faktor yang mempengaruhinya berdasarkan dimensi-dimensi Psychological Well Being.

1.4.Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

1. Memberikan informasi bagi pengembangan teori-teori Psikologi khususnya Psikologi Positif yang berkaitan dengan pengetahuan tentang Psychological Well Being.

2. Memberikan masukan kepada peneliti lain yang memiliki minat melakukan pelitian lanjutan mengenai Psychological Well Being dan single parent dikota Bandung.

1.4.2. Kegunanaan Praktis

1. Memberikan informasi mengenai Psychological well being single parent

wanita dikelurahan “X” Kota Bandung yang menjadi responden dan memberikan masukan mengenai dimensi-dimensi yang perlu mendapat perhatian khusus ( agar dapat ditingkatkan kepada kelurahan).

2. Memberikan informasi dan masukan kepada single parent wanita dikeluarah “X” Kota Bandung agar mereka dapat mengetahui gambaran secara umum


(18)

9

mengenai kesejahteraan psikologisnya dan dapat menjadi bahan evaluasi bagi mereka dalam meningkatkan kesejakteraan psikologis.

1.5. Kerangka Pemikiran

Menurut Suryasoemirat (2007) orang tua tunggal atau single parent adalah keluarga yang hanya dengan satu atau sendirian orang tua (ayah sajaatau ibu saja) dan memiliki anak yang harus diasuh. Kondisi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu : perceraian, kematian pasangan, atau karena pasangan yang sedang bepergian jauh dalam jangkawaktu yang lama.

Single parent, baik karena kematian maupun perceraian sebagian besar mengalami permasalahan terutama permasalahan ekonomi, permasalahan ekonomi yang biasanya ditanggulangi bersama pasangan hidup, sekarang mereka harus penuhi sendiri demi kelangsungan hidup anak-anak mereka.Namun ada pula yang merasa dengan status singe parent nya perkenomiannya menjadi lebih baik.

Berbagai kondisi itulah yang dapat mempengaruhi penilaian para single parent tersebut terhadap kesejahteraan psikologis dan bagaimana kehidupan mereka kedepannya. Hal ini pula yang disebut sebagai Psychological Well Being ( PWB ) atau kesejahteraan psikologis. Psychological Well Being merupakan hasil penilaian individu terhadap pengalaman-pengalaman hidupnya bahwa dirinya mampu melakukan penerimaan diri ( Self-Acceptance ), mampu menjalin relasi posotif dengan orang lain ( Positive Relation with Others ), mandiri ( Autonomy ),

menguasai lingkungan ( Environmental Mastery ), memiliki tujuan hidup ( Purpose In Life ) dan pertumbuhan pribadi ( Personal Growth ) ( Ryff, 2000 ).


(19)

10

Universitas Kristen Maranatha Dalam beberapa penelitian mengenai Psychological Well Being, ditemukan sejumlah faktor yang berkaitan dengan profil Psychological Well Being

individu. Faktor yang berkaitan itu adalah faktor sosiodemografis. Ryff dan Singer (1996) mengungkapkan bahwa faktor sosiodemografis seperti usia, jenis kelamin, budaya, dan status sosial-ekonomi dapat mempengaruhi profil

Psychological Well Being tiap individu. Tiap dimensi dari Psychological Well Being mengungkapkan perbedaan tantangan bagi individu untuk dapat berfungsi secara positif (Ryff, 1989; Ryff & Keyes, 1995). Manusia merasa senang terhadap dirinya ketika mereka menyadari keterbatasannya (Self- Acceptance). Mereka juga berusaha untuk berkembang dan memperoleh hubungan interpersonal yang hangat dan saling mempercayai (Positive Relations With Others) dan membentuk lingkungan mereka sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pribadi (Environmental Mastery). Dalam menopang individualitas di lingkungan sosial, manusia juga berusaha mencari Self-Determination dan kemandirian pribadi (Autonomy). Usaha paling vital adalah untuk menemukan arti dari usaha dan tantangan yang dialami (Purpose In Life). Pada akhirnya, menciptakan talenta dan kapasitas individu (Personal Growth) merupakan pusat dari Psychological Well Being. Secara berkaitan, keenam dimensi tersebut meliputi ciri-ciri yang berbeda untuk menunjukkan apa yang dimaksud dengan sejahtera (Carr, 2004).

Individu yang mempunyai penerimaan diri ( Self Acceptance ) yang tinggi akan menunjukkan perilaku positif terhadap dirinya, menerima berbagai aspek dalam dirinya termasuk kualitas diri yang baik dan yang buruk, mempunyai perasaan yang positif mengenai kehidupan masa lalunya. Individu yang


(20)

11

mempunyai nilai rendah dalam dimensi ini menunjukkan ketidakpuasan terhadap dirinya, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi di masa lalu, mempunyai masalah dengan kualitas diri, ingin menjadi berbeda dengan dirinya saat itu.

Individu yang mempunyai nilai tinggi pada dimensi Positive Relation With Others akan menunjukkan kehangatan, puas, dan percaya untuk berelasi dengan orang lain, peduli akan kesejahteraan yang lain, mampu berempati, menyayangi, dan mempunyai hubungan yang intim, mengerti akan adanya saling memberi dan menerima antar sesama manusia. Sebaliknya, individu yang mempunyai nilai rendah menunjukkan sikap yang sulit untuk ramah, terbuka, dan peduli akan orang lain, mempunyai hubungan yang tidak dekat dengan orang lain, terisolasi dan frustasi dengan hubungan interpersonal, tidak mempunyai keinginan untuk mempunyai pertalian dengan orang lain.

Individu yang memperoleh Autonomy nilai tinggi menunjukkan adanya penentuan diri dan kemandirian, mampu menentang tekanan sosial dan berpikir serta berperilaku layak, mampu meregulasi dirinya, mengevaluasi diri dengan menggunakan standar pribadi. Sebaliknya, individu dengan nilai rendah akan memusatkan diri pada ekspektasi dan evaluasi dari orang lain, mengandalkan pandangan dari orang lain dalam membuat keputusan penting, menyesuaikan diri dengan tekanan sosial untuk berpikir dan berperilaku secara layak.

Individu yang mempunyai Environmental Mastery nilai tinggi menunjukkan kompetensi dalam mengatur lingkungan, mengontrol aturan yang rumit dalam melakukan aktifitas, menggunakan kesempatan yang ada di sekelilingnya dengan efektif, mampu memilih dan membuat konteks yang sesuai


(21)

12

Universitas Kristen Maranatha dengan kebutuhan dan nilai pribadi. Sebaliknya, individu dengan nilai rendah mempunyai kesulitan dalam mengatur urusan sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau menggunakan situasi yang ada di sekeliling, tidak sadar akan adanya kesempatan di sekitarnya, kurang mempunyai kontrol akan dunia luar.

Individu dengan Purpose In Life nilai tinggi mempunyai karakteristik tujuan dalam hidup, merasakan adanya arti dari kehidupan masa kini dan sebelumnya, memegang kepercayaan yang membuat hidup bertujuan, mempunyai maksud dan sasaran untuk hidup. Individu dengan nilai rendah mempunyai karakteristik tidak mempunyai makna dalam hidupnya, mempunyai tujuan dan maksud yang sedikit, tidak mempunyai arahan yang jelas, tidak melihat adanya maksdu dari kehidupan sebelumnya, tidak mempunyai kepercayaan yang membuat hidup menjadi bermakna.

Individu yang mempunyai Personal Growth nilai tinggi mempunyai karakteristik adanya perasaan akan perkembangan yang terus berlanjut, melihat diri bertumbuh dan berkembang, terbuka untuk pengalaman baru, menyadari potensinya, melihat pembuktian diri dan tindakannya sepanjang waktu, melakukan perubahan untuk semakin menunjukkan keefektifan dan juga kemampuannya. Individu dengan nilai rendah mempunyai karakteristik merasakan stagnasi pribadi, kurang dapat membuktikan dan mengembangkan diri sepanjang waktu, merasa bosan dan tidak tertarik pada hidup, merasa tidak mampu untuk membangung sikap atau perilaku yang baru.


(22)

13

Berikut ini akan di paparkan bagan kerangka pemikiran :

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran

Single parent wanita dikelurahan “X” kota Bandung

Psychological Well Being ( PWB )

Tinggi

Rendah

Dimensi PWB : 1.Self-Acceptance 2.Positive Relation

With Others 3.Autonomy 4.Environmental

Mastery 5.Purpose In Life 6.Personal Growth

Faktor sosiodemografis

:a. Usia b. Status

sosio-ekonomi c. Perubahan status marital


(23)

14

Universitas Kristen Maranatha 1.6. Asumsi

1) Psychological Well Being pada single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung berbeda-beda, mereka dapat menujukkan Psychological Well Being

yang tinggi atau rendah.

2) Psychological Well Being ditentukan oleh dimensi Self Acceptence, Positive Relation with Others, Autonomy, Environmental Mastery, Purpose in life dan

Personal Growth.

3) Dimensi-dimensi Psychological Well Being pada single parent wanita dikelurahan “X” kota Bandung dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu usia, status sosio-ekonomi, perubahan status marital dan kepribadian individu.


(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini, akan dipaparkan interpretasi dan analisis kesimpulan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat Psychological Well-Being (PWB) pada single parent wanita di kelurahan “X” kota Bandung, diperolehkesimpulan sebagai berikut:

1. Single parent wanita di kelurahan “X” kota Bandung memiliki derajat

Psychological Well Being yang tergolong tinggi.

2. Dimensi dari Psychological Well Being pada single parent wanita di kelurahan “X” kota Bandung yang tergolong tinggi didominasi oleh dimensi Purpose In Life, Autonomy, dan Environmental Mastery.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar bisa membandingkan antara single parent wanita dengan single parent laki-laki.


(25)

48

Universitas Kristen Maranatha 2. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar dapat mengaitkan

faktor sosiodemografis pada PWB dengan tipe-tipe kepribadian. 5.2.2. Saran Praktis

1. Kepada single parent wanita dikelurahan “X” kota bandung, peneliti

menyarankan agar tetap optimis dan fokus mengerjakan apa yang telah

dikerjakannya saat ini untuk anak dan keluarganya.


(26)

DAFTAR PUSTAKA

Baron, R. A, & Byrne, D. E. 2002. Social Psychology. USA : Pearson

Carr, A. 2004. Positive Psychology: The Science of Happiness and Human Strengths. United Kingdom: Routledge.

Duvall & Miller, C. M. 1985. Marriage and Family Development. New York : Harper & Row Publisher.

Monks, F.J. Knoers, A.M..P & Haditono, S.R. (1999). Psikologi perkembangan Yogyakarta: Gajah Mada University Perss.

Perry, J., & Felce, D. 1995. Assesment of Quality of Life. Association on Mental Retardation. 1, 63-72.

Ryff, Carol D. 1989. Happiness is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. “Journal of Personality and Social Psychology”. Vol 57:1069-1081.

---. 1995. Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science.

---., & Keyes, C.L.M. 2002. Optimizing Well-Being: The Empirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personaliti and Social Psychology”.

---, & Keyes, 1995. The Structure of Psychological Well-Being Revisited. “Journal of Personality and Social Psychology”. Vol 69 : 719-727.

--- & Singer, B. 2003 Ironies of the human condition: well-being and health on the way to mortality. Dalam L. G. Aspinwall & U.M. Staudinger (Eds.),

Apsychology of human strengths:fundamental questions and futur directions for a positive psychology. Washington: American Psychological Association.

---., Singer, & Burton. 2002. From Social Structure to Biology : Integrative Science in Pursuit of Human Health and Well-Being. Dalam Snyder, Lopez. 2002.

Handbook of Positive Psychology. New York : Oxford University Press, Inc. Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.


(27)

50

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Alvita, N.O. 2008. Wanita sebagai single parent dalam membentuk anak yang berkualitas. http://okvina.wordpress.com/html. diakses pada tanggal 10 oktober 2013.

Rika, M. D & Risdayanti. Peran perempuan single parent dalam menjalankan fungsi keluarga. Pekanbaru : 2013

Valeria, Neysa., Studi Deskriptif mengenai Gambaran Psychological Well-Being pada Single mothers di Komunitas “X” di . April 2012. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Februari 2009. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.


(1)

Universitas Kristen Maranatha Berikut ini akan di paparkan bagan kerangka pemikiran :

Bagan 1.1. Kerangka Pemikiran

Single parent wanita dikelurahan “X” kota Bandung

Psychological Well Being ( PWB )

Tinggi

Rendah

Dimensi PWB : 1. Self-Acceptance 2. Positive Relation

With Others 3. Autonomy 4. Environmental

Mastery 5. Purpose In Life 6. Personal Growth

Faktor sosiodemografis

:a. Usia b. Status

sosio-ekonomi c. Perubahan status marital


(2)

14

1.6. Asumsi

1) Psychological Well Being pada single parent wanita dikelurahan “X” Kota Bandung berbeda-beda, mereka dapat menujukkan Psychological Well Being yang tinggi atau rendah.

2) Psychological Well Being ditentukan oleh dimensi Self Acceptence, Positive Relation with Others, Autonomy, Environmental Mastery, Purpose in life dan Personal Growth.

3) Dimensi-dimensi Psychological Well Being pada single parent wanita dikelurahan “X” kota Bandung dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu usia, status sosio-ekonomi, perubahan status marital dan kepribadian individu.


(3)

47

Universitas Kristen Maranatha

Pada bab ini, akan dipaparkan interpretasi dan analisis kesimpulan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya beserta saran yang sesuai dengan hasil penelitian.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat Psychological Well-Being (PWB) pada single parent wanita di kelurahan “X” kota Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Single parent wanita di kelurahan “X” kota Bandung memiliki derajat Psychological Well Being yang tergolong tinggi.

2. Dimensi dari Psychological Well Being pada single parent wanita di kelurahan “X” kota Bandung yang tergolong tinggi didominasi oleh dimensi Purpose In Life, Autonomy, dan Environmental Mastery.

5.2 Saran

5.2.1 Saran Teoretis

1. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar bisa membandingkan antara single parent wanita dengan single parent laki-laki.


(4)

48

2. Bagi peneliti selanjutnya, peneliti menyarankan agar dapat mengaitkan faktor sosiodemografis pada PWB dengan tipe-tipe kepribadian.

5.2.2. Saran Praktis

1. Kepada single parent wanita dikelurahan “X” kota bandung, peneliti

menyarankan agar tetap optimis dan fokus mengerjakan apa yang telah

dikerjakannya saat ini untuk anak dan keluarganya.


(5)

49

Universitas Kristen Maranatha Carr, A. 2004. Positive Psychology: The Science of Happiness and Human

Strengths. United Kingdom: Routledge.

Duvall & Miller, C. M. 1985. Marriage and Family Development. New York : Harper & Row Publisher.

Monks, F.J. Knoers, A.M..P & Haditono, S.R. (1999). Psikologi perkembangan Yogyakarta: Gajah Mada University Perss.

Perry, J., & Felce, D. 1995. Assesment of Quality of Life. Association on Mental Retardation. 1, 63-72.

Ryff, Carol D. 1989. Happiness is Everything, or Is It? Explorations on the Meaning of Psychological Well-Being. “Journal of Personality and Social Psychology”. Vol 57:1069-1081.

---. 1995. Psychological well-being in adult life. Current Directions in Psychological Science.

---., & Keyes, C.L.M. 2002. Optimizing Well-Being: The Empirical Encounter of Two Traditions. Journal of Personaliti and Social Psychology”.

---, & Keyes, 1995. The Structure of Psychological Well-Being Revisited. “Journal of Personality and Social Psychology”. Vol 69 : 719-727.

--- & Singer, B. 2003 Ironies of the human condition: well-being and health on the way to mortality. Dalam L. G. Aspinwall & U.M. Staudinger (Eds.), Apsychology of human strengths:fundamental questions and futur directions for a positive psychology. Washington: American Psychological Association.

---., Singer, & Burton. 2002. From Social Structure to Biology : Integrative Science in Pursuit of Human Health and Well-Being. Dalam Snyder, Lopez. 2002. Handbook of Positive Psychology. New York : Oxford University Press, Inc. Sugiyono. 2013. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Alvita, N.O. 2008. Wanita sebagai single parent dalam membentuk anak yang berkualitas. http://okvina.wordpress.com/html. diakses pada tanggal 10 oktober 2013.

Rika, M. D & Risdayanti. Peran perempuan single parent dalam menjalankan fungsi keluarga. Pekanbaru : 2013

Valeria, Neysa., Studi Deskriptif mengenai Gambaran Psychological Well-Being pada Single mothers di Komunitas “X” di . April 2012. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Pedoman Penulisan Skripsi Sarjana Edisi Revisi III. Februari 2009. Bandung : Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.